BAB II
BAHAN RUJUKAN
2.1
Pengertian Biaya dan Klasifikasi Biaya Menurut Perilaku Biaya Biaya merupakan unsur yang digunakan dalam melakukan analisis Break
Even Point. Untuk dapat menentukan tingkat Break Even Point maka biaya yang terjadi pada perusahaan harus dapat dipisahkan terlebih dahulu menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Berhubungan dengan hal tersebut, penulis dirasakan untuk perlu terlebih dahulu mengetahui mengenai pengertian biaya dan pengklasifikasian biaya. Oleh sebab itu, berikut mengenai pengertian biaya dan pengklasifikasian biaya. 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi baik organisasi bisnis, nonbisnis, manufaktur, dagang dan jasa. Biaya memengaruhi secara langsung terhadap tingkat keuntungan perusahaan karena dalam setiap aktivitas usaha tidak akan terlepas dari pengorbanan yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan usaha. Ikatan Akuntan Indonesia ( 2009:17 ) menyatakan bahwa biaya adalah: ” Pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan ( consideration ) yang diberikan untuk memperoleh aset pada saat perolehan”. Sedangkan menurut Carter (2009:7) menyatakan bahwa definisi dari biaya adalah sebagai: “ An exchange rate, expenses or sacrifices made to ensure the acquisition of benefits “ Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa biaya merupakan pengorbanan yang dilakukan baik dalam bentuk arus keluar atau pengurangan aktiva atau adanya kewajiban guna memperoleh manfaat. Artinya apabila
6
7
pengorbanan itu tidak menghasilkan manfaat, maka hal tersebut merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan.
2.1.2
Klasifikasi Biaya Menurut Perilaku Biaya Pada umumnya, berbagai macam biaya yang terjadi dan cara klasifikasi
biaya tergantung pada tipe perusahaan. Biaya perlu diklasifikasikan dengan tujuan untuk memudahkan dalam perencanaan. Hal ini sangat penting untuk mengetahui apakah biaya tertentu bereaksi atau merespon terhadap perubahan aktivitas usaha. Bila aktivitas usaha meningkat atau menurun, biaya tertentu mungkin akan ikut naik atau turun atau mungkin juga
tetap. Berdasarkan perilaku biaya tersebut,
maka biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu : 1.
Biaya Variabel
2.
Biaya Tetap
3.
Biaya Semi Variabel Adapun penjelasan dari masing-masing golongan biaya, adalah
sebagai
berikut : 1.
Biaya Variabel Menurut Garrison (2006:66) bahwa: " Variable costs, are costs that change in proportion to changes in
activity ". Dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang akan berubah secara proporsional sesuai dengan aktifitas kegiatan yang dilakukan dalam usaha mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan. Menurut Riwayadi ( 2006:30 ) mengatakan bahwa : ” Biaya variabel (variable cost) adalah
biaya yang totalnya berubah
secara proporsional dengan perubahan output aktivitas, sedangkan biaya per unitnya adalah tetap dalam batas relevan tertentu ”. Sedangkan menurut Mulyadi ( 2009:15 ) menyatakan bahwa: “ Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ”.
8
Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa perubahan biaya variabel sangat dipengaruhi oleh volume kegiatan dan berubah secara proporsional sesuai dengan aktivitas yang terjadi. Semakin besar volume kegiatan, semakin besar pula jumlah total biaya variabel, dan semakin rendah volume kegiatan, maka jumlah total biaya variabel akan semakin rendah pula. Tetapi untuk biaya variabel per satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. 2.
Biaya Tetap Menurut Carter (2009:68) biaya tetap adalah: ” Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah
ketika aktivitas bisnis meningkat atau menurun ”. " Fixed costs are defined as costs totally not change when business activity increased or deccreased ". Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa biaya tetap adalah biaya yang secara total tidak berubah ketika aktifitas bisnis meningkat ataupun menurun. Menurut Munawir (2004:185) adalah: ” Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap tidak berubah dalam range output tertentu, tetapi untuk setiap satuan produksi akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan produksi ”. Dijelaskan juga oleh Mulyadi (2009:15) pengertian biaya tetap adalah: “ Biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu ”. Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa biaya tetap adalah biaya yang tidak akan mengalami perubahan secara namun berubah untuk setiap satuan produksi. Semakin besar atau pun semakin kecil volume kegiatan tidak mempengaruhi biaya tetap. Karena Biaya Tetap merupakan biaya yang konstan secara keseluruhan. Terdapat pula beberapa biaya yang dianggap sebagai biaya tetap sesuai dengan kebijakan manajemen. 3.
Biaya Semi variabel Menurut Carter (2009:70) biaya semi variabel adalah:
9
” Biaya yang memperlihatkan baik karakteristik biaya variabel maupun karakteristik biaya tetap “.
Menurut Riwayadi (2006:31) menyatakan bahwa : ” Biaya semi variabel (semi variable cost) adalah biaya yang totalnya berubah secara tidak proporsional dengan perubahan output aktivitas, dan biaya per unitnya berubah berbanding terbalik dengan perubahan output aktivitas ”. Berdasarkan
pengertian
tersebut
dapat
dinyatakan
bahwa
biaya
semivariabel memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. Dalam analisis Break Even Point, jenis biaya ini harus dipisahkan menurut unsur tetap dan variabel. Untuk memisahkan unsur tetap dan variabel yang terkandung dalam biaya semivariabel, ada beberapa metode yang bisa digunakan. Menurut Riwayadi (2006:156) metode yang bisa digunakan untuk memilah biaya semivariabel menjadi biaya variabel dan biaya tetap yaitu ” Metode biaya berjaga (Stand-By Cost Method), metode titik tertinggi dan titik terendah (High and Low Point Method), metode diagram pencar (Scattergraph),
dan
metode
kuadrat
terkecil (Least Squares Method) ”. Berikut uraian dari ketiga metode tersebut.
1.
Metode Tinggi-Rendah (High and Low Points) Nafarin (2008:504) menyatakan bahwa: “ Metode titik tertinggi dan terendah (High and Low Method) merupakan metode untuk memisahkan biaya semivariabel menjadi biaya variabel dan biaya tetap dengan cara mencari selisih antara tingkat biaya dan satuan tertinggi dengan tingkat biaya dan satuan terendah ”. Mulyadi (2009:203) menyatakan bahwa: “ Untuk memperkirakan fungsi biaya dalam metode ini suatu biaya pada tingkat kegiatan yang paling tinggi dibandingkan dengan biaya tersebut pada tingkat kegiatan terendah dimasa yang lalu, selisih biaya yang dihitung merupakan unsur biaya variabel dalam biaya tersebut” Dari penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa dalam metode ini
biaya yang digunakan adalah biaya dengan aktivitas tertinggi dan terendah dalam
10
periode tersebut. Sehingga untuk mencari tarif biaya variabel dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝑌2− 𝑌1
b = 𝑋2 − 𝑋1 Keterangan; b = Tarif Biaya Variabel Y = Tarif X = Aktifitas Untuk mencari biaya tetap dapat digunakan rumus biaya sederhana dengan cara substitusi. Berikut rumusnya : TC = FC + VC FC = TC + VC FC = TC – b(X)
2.
Metode Scattergraph Menurut (Carter, 2006:65) Metode Scattergraph adalah: “Merupakan kemajuan dari metode tinggi-rendah karena metode ini
menggunakan semua data yang tersedia,bukan hanya dua titik data”. Menurut (Mursyidi, 2008:21) menjelaskan bahwa: Cara Scattergraph dapat digunakan untuk analisis perilaku biaya sehingga dapat ditentukan biaya variabel dalam jenis biaya yang mengandung biaya tetap dan biaya variabel. Dalam cara ini biaya variabel dihitung melalui tahapan berikut. 1. Tentukan ( dengan taksiran yang realistis ) rata-rata per bulan biaya tetap yang melekat pada jenis biaya semivariable 2. Hitung biaya rata-rata perbulan 3. Hitung biaya variabel rata-rata perbulan, yaitu biaya rata-rata per bulan dibagi dengan taksiran biaya tetap per bulan
11
4. Hitung biaya variabel per satuan, yaitu biaya varibel rata-rata per bulan dibagi dengan rata-rata kapasitas per bulan.
Rumus yang digunakan dalam metode Scattergraph 1. Rumus untuk menetapkan biaya tetap
Rata-rata Biaya Bulanan – Elemen Tetap = Rata-rata Bulanan Elemen variabel dari biaya
2. Rumus untuk menentukan tarif biaya variabel Rata −rata bulanan elemen variabel dari biaya
biaya variabel per satuan Dapat disimpulkan bahwa metode scattergraph=merupakan perkembangan rata −rata bulanan per satuan
dari metode tinggi-rendah karena dalam metode ini seluruh biaya yang terjadi pada periode tersebut digunakan untuk menetapkan biaya tetap dan tarif biaya variabel. Dalam metode ini seluruh biaya beserta aktivitas pemicu selama periode tersebut digambarkan dalam grafik. 3.
Metode Kuadrat Terkecil (Least Square)
Metode Least Square disebut juga analisis regresi, yang menggunakan matematika Linear Regresi. Dalam metode ini diperlukan tahapan sebagai berikut (Mursyidi, 2008,22) : 1.
Tentukan biaya rata-rata (y) ; dan dasar pembebanan rata-rata (x).
2.
Hitung selisih biaya per bulan (Yi) dengan biaya rata-ratanya; dan selisih dasar pembebanan per bulan (Xi) dengan dasar pembebanan rata-ratanya.Jumlah selisih dalam satu tahun akan menjadi nol.
3.
Kuadratkan hasil perhitungan nomor 2, dan jumlahkan hasilnya.
4.
Kalikan antara selisih Xi dan selisih Yi.
Tarif biaya overhead b, dapat dihitung dengan formula :
12
b=
Ʃ ( 𝑋𝑖−𝑋 ) Ʃ (𝑋𝑖−𝑋 )2
Biaya tetap, a, dapat dihitung menggunakan rumus untuk garis lurus sebagai berikut :
Y = a + bx Dari ketiga metode pemisahan biaya semivariabel, metode Least Square merupakan metode yang tingkat keakuratannya paling tinggi karena dilakukan dengan rumus matematis dan seluruh biaya pada periode tersebut dengan berbagai tingkat aktivitas digunakan dalam perhitungan. 2.2
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Setelah pembahasan pada sub bab sebelumnya mengenai biaya dan
pengklasifikasian biaya, selanjutnya penulis harus mengetahui mengenai penentuan
metode harga pokok produksi yang dapat dgunakan dalam proses
analisis Break Even Point. Metode penentuan harga pokok produksi ini terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan
Full Costing dan Variable Costing.
Perhitungankedua metode tersebut berbeda dan akan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Untuk lebih memahami mengenai perbedaan antara penggunaan kedua metode tersebut, pada sub bab ini akan dijelaskan uraian teori mengenai metode penentuan harga pokok produksi. Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam harga pokok produksi. Menurut Mulyadi (2001:18), dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya kedalam harga pokok produksi terdapat dua pendekatan yaitu : 1.
Full Costing Merupakan
metode
penentuan
harga
pokok
produksi
yang
memperhitungkan semua unsur biaya kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik,
baik
yang
berperilaku
variable
maupun
dinyatakan oleh Ony, Sri dan Dony (2012:16) bahwa :
tetap. Sebagaimana
13
“ Full Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berlaku variabel maupun tetap”. Oleh sebab itu, perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing tidak memerlukan pemisahan antara biaya variabel dan biaya tetap pada biaya overhead pabrik. 2.
Variable Costing Merupakan
metode
penentuan
harga
pokok
produksi
yang
memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variable kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik langsung. Sebagaimana dinyatakan oleh Ony, Sri dan Dony (2012:17) bahwa : “ Variable Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.” Oleh sebab itu, perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Variabel Costing memerlukan pemisahan antara biaya variabel dan biaya tetap terlebih dahulu.
2.3.
Analisis Break Even Point Setelah mengetahui mengenai pengklasifikkasian biaya dan metode
penentuan harga pokok produksi yang menjadi unsur dalam melakukan analisis Break Even Point pada sub bab sebelumnya, maka kali ini penulis akan menguraikan penjelasan berdasarkan teori-teori mengenai Break Even Point itu sendiri untuk dapat memaparkan secara lebih jelas mengenai analisis Break Even Point. Pertama akan dimulai dengan penjelasan mengenai pengertian Break Even Point, kemudian asumsi dasar dalam melakukan analisis Break Even Point, dan metode perhitungan Break Even Point. Berikut penjelasan-penjelasan tersebut.
14
2.3.1 Pengertian Break Even Point Suatu perusahaan akan berada pada titik Break Even Point apabila dalam suatu periode aktivitas usaha, tidak memperoleh laba dan tidak juga menderita kerugian.
Artinya, jika
seluruh pendapatan yang
diperoleh perusahaan
dijumlahkan, maka jumlah tersebut akan sama besarnya dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan. Menurut Munawir (2004:184) menyatakan bahwa: “Break Even Point dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (Penghasilan = Total Biaya ) ”. Suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (Revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Menurut Sadeli (2001:55) mengungkapkan bahwa : “ Titik kembali pokok adalah tingkat operasi yang perlu bagi perusahaan agar tidak menghasilkan suatu kerugian neto atau pendapatan neto, titik operasi yang total biayanya sama dengan total pendapatan dapat dinyatakan dalam unit atau rupiah ”. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa Break Even Point adalah suatu keadaan dimana jika seluruh pendapatan yang diperoleh perusahaan dijumlahkan, maka jumlah tersebut akan sama besarnya dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan. Dapat dilihat bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perhitungan Break Even Point adalah harus terdapat biaya, yang dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Dimana pemisahan antara kedua biaya ini harus dilakukan secara cermat dan benar sehingga hasil perhitungan Break Even Point nantinya akan lebih akurat. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode penentuan harga pokok produksi yang digunakan dalam analisis Break Even Point adalah metode penentuan harga pokok produksi dengan pendekatan Variable Costing.
15
2.3.2 Asumsi Dasar Dalam Analisis Break Even Point Untuk mengalinisis Break Even Point terdapat beberapa anggapan dasar atau asumsi yang harus dipenuhi. Mulyadi (2001:260-261) menyatakan secara rinci asumsi yang mendasari analisis Break Even Point yaitu : 1.
Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
2.
Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkatan kegiatan
3.
Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relatif konstan. Penambahan fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap.
4.
Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
5.
Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
6.
Perubahan jumlah sediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7.
Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah. Dengan adanya anggapan-anggapan tersebut, maka dalam grafik Break
Even Point garis-garis jumlah penjualan, jumlah biaya (baik biaya tetap maupun biaya variabel), semua nampak lurus karena semua perubahan dianggap sebanding dengan volume penjualan.
2.3.3
Kegunaan Break Even Point Analisis Break Even Point juga dapat digunakan oleh pihak menejemen
perusahaan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai : 1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian. 2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. 3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita kerugian. 4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang diperoleh.
16
Menurut Munawir (2004:185) kita dapat menggunakan analisis Break Even Point untuk mengetahui : 1.
Hubungan antara penjualan biaya dan laba.
2.
Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel.
3.
Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.
4.
Untuk mengetahui hubungan antara cost, volume, harga dan laba.
Analisis Break Even Point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatifalternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa Break Even Point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang Break EventPoint saja, akan tetapi analisa Break Even Point mampu memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
2.3.4
Metode Perhitungan Break Even Point Dalam melakukan analisis Break Even Point dapat menggunakan dua
metode yakni: 1. Pendekatan Matematika. 2. Pendekatan Grafik.
2.3.4.1 Perhitungan Break Even Point Dengan pendekatan Grafik Analisis Break Even Point dengan pendekatan matematis dilakukan berdasarkan pendapatan penjualan sama dengan jumlah biaya ditambah laba bersih sama dengan pendapatan penjualan dikurangi dengan jumlah biaya. Untuk lebih jelasnya maka dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: Pendapatan Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba Bersih Atau
17
Laba Bersih = Pendapatan Penjualan – biaya Variabel – Biaya tetap Dalam menghitung tingkat Break Even Point dengan pendekatan matematis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu; 1. Atas Dasar Unit Perhitungan Break Even Point atas dasar unit dpat dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Mulyadi ( 2001:234 ) sebagai berikut: 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
Selisih dari penjualan dengan biaya variabel akan menghasilkan sisa atau margin yang tersedia untuk mencukupi biaya tetap dan laba sehingga setiap satuan produk akan memberikan sumbangan yang sama besar untuk menutup biaya tetap dan laba tersebut. Karena dalam keadaan Break Even Point maka laba sama dengan nol sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Munawir ( 2004: 186 ): “ Dalam keadaan Break Even Point labanya adalah nol, maka dengan membagi jumlah biaya tetap dengan margin per satuan barang akan diperoleh jumlah satuan barang yang harus dijual sehingga perusahaan tidak menderita rugi maupun laba “. 2. Atas Dasar Rupiah Perhitungan Break Even Point atas dasar rupiah dapat dilakukan menggunakan rumus Mulyadi ( 2001:235 ) sebagai berikut: 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 𝑅𝑝 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 1 − 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Atau 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 𝑅𝑝 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡 1 − 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
18
2.3.4.2 Perhitungan Break Even Point Dengan Pendekatan Grafik Analisis Break Even Point dengan pendekatan grafis digambarkan dengan suatu grafik yang disebut bagian impas (Break Even Point). Perhitungan Break Even Point dapat dilakukan dengan menentukan titik pertemuan atau titik potong antara garis pendapatan penjualan dengan biaya. Titik pertemuan tersebut merupakan titik impas. Munawir (2004:190) menjelaskan mengenai Break Even Point pendekatan grafis: “Dalam penentuan titik Break Even Point dapat pula dilakukan dengan grafik atau bagan , dengan grafik Break Even Point, manajemen akan dapat mengetahui hubungan antara biaya, penjualan ( volume penjualan ), dan laba”. Untuk menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar (horizontal) yang menunjukan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak (vertikal) menunjukan biaya dan pendapatan. Dengan melihat grafik Break Even Point dapat diketahui titik Break Even point terjadi pada suatu titik dimana terjadi perpotongan antara garis penjualan dengan garis jumlah biaya (biaya variabel + biaya tetap), sehingga apabila tingkat penjualan terjadi pada Break Even Point perusahaan tidak menderita laba juga tidak memperoleh keuntungan, apabila titik tingkat penjualan perusahaan berada disebelah kiri dari titik Break Even perusahaan dikatakan menderita kerugian, dan apabila tingkat penjualan perusahaan berada pada titik di sebelah kanan titik Break Even Point berartiperusahaan mendapatkan keuntungan. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
19
Gambar 2.1 Grafik Break Even Point Keterangan : 1.
Sumbuh
datar (X) menunjukan volume penjualan yang dapat
dinyatakan dalam satuan kuantitas atau rupiah pendapatan penjualan. 2.
Sumbu tegak (Y) menunjukan pendapatan penjualan dan biaya dalam rupiah.
3.
Pembuatan garis penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a.
Pada volume penjualan sama dengan nol dan pendapatan
sama dengan nol. b.
Garis lurus kemudian ditarik untuk mengubungkan titik x = 0
dan y = 0. 4.
Pembuatan garis tetap dilakukan karena biaya tetap pada volume penjualan berapapun tidak mengalami perubahan dalam kapasitas tertentu.
5.
Titik impas terletak pada titik potong garis pendapatan penjualan
20
dengan garis biaya. 6.
Daerah sebelah kiri titik impas, yaitu bidang di antara garis total biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan daerah rugi,
karena pendapatan penjualan lebih rendah dari total biaya,
sedangkan daerah sebelah kanan titik impas, yaitu bidang diantara pendapatan penjualan dengan garis total biaya merupakan daerah laba, karena pendapatan penjualan lebih tinggi dari total biaya.
2.4
Break Even Point Multi Produk Tidak semua perusahaan dalam kegiatan produksinya hanya memproduksi
satu jenis produk saja. Bagi perusahaan yang memiliki lebih dari satu jenis produk maka dalam menghitung titik impasnya harus terlebih dahulu dihitung bauran penjualannya. Garrison (2005:346) menyatakan bahwa: “ Bauran penjualan
(Sales Mix) mengacu pada proporsi relatif dimana
produk perusahaan dijual. Laba akan bergantung pada bauran penjualan, laba akan lebih besar jika barang dengan margin tinggi bukan yang bermargin rendah memiliki proporsi yang relatif besar dalam total penjualan“. Menurut Hansen ( 2005:346 ) “ Bauran penjualan dapat diukur dalam unit yang terjual atau bagian dari pendapatan. Selain itu, bauran penjualan juga dapat dinyatakan dalam persentase dari total pendapatan yang dikontribusikan oleh masing-masing produk”. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka penulis cenderung kepada pendapat Garrison bahwa bauran penjualan (Sales Mix) mengacu pada proporsi relatif dimana produk perusahaan dijual dan pendapat Hansen bahwa bauran penjualan dapat dinyatakan dalam persentase dari total pendapatan yang dikontribusikan oleh masing-masing produk. Laba akan bergantung pada bauran penjualan, laba akan lebih besar jika barang dengan margin tinggi memiliki proporsi yang relatif besar dalam total penjualan dan barang dengan margin rendah memiliki proporsi yang relatif rendah dalam total penjualan.
21
2.5
Perencanaan Laba Hansen dan Mowen (2004:354) menjelaskan bahwa: “Perencanaan adalah pandangan ke depan untuk melihat tindakan apa yang
seharusnya dilakukan agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan tertentu”. Berdasarkan definisi diatas, peranan
perencanaan
dalam
sebuah
perusahaan sangatlah penting. Perencanaan laba merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam manajemen perusahaan.
2.5.1
Pengertian Perencanaan Laba
Carter dan Usry ( 2005:4 ) menyatakan bahwa: "Planning profit is the development of a operating plans to achieve the goals and objectives of the company. Profit is important in planning for the main purpose of a plan is satisfactory profit ". Berdasarkan teori diatas dapat diketahui bahwa perencanaan laba adalah pengembangan dari suatu rencana kerja untuk mencapai tujuan perusahaan dalam perolehan laba yang diharapkan.
2.5.2
Keuntungan Perencanaan Laba Carter dan Usry (2005:6-7) menyatakan bahwa: Perencanaan laba memiliki manfaat dan keuntungan sebagai berikut: 1.
Menyediakan suatu pendekatan yang disiplin atas identifikasi dan penyelesaian masalah.
2.
Menyediakan pengarahan ke semua tingkatan manajemen.
3.
Meningkatkan koordinasi
4.
Menyediakan suatu cara untuk memperoleh ide dan kerja sama dari semua tingkatan manajemen.
Manajemen memerlukan alat dalam membuat perencanaan laba itu sendiri agar tujuan pencapaian laba yang telah ditargetkan dapat dioptimalkan. Seperti dinyatakan oleh Munawir (2004:184) bahwa:
22
“ Untuk dapat mencapai laba yang besar ( dalam perencanaan laba maupun realisasinya ) manajemen dapat melakukan berbagai langkah, misalnya: 1.
Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan
2.
Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
3. Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin ” . Berdasarkan uraian tersebut, maka perencanaan laba memberikan manfaat bagi perusahaan diantaranya meningkatkan koordinasi, pendekatan yang disiplin atas identifikasi pemecahan masalah, alat manajemen untuk menetapkan keputusan dan langkah-langkah yang tepat untuk dapat meningkatkan laba perusahaan.
2.6
Laba Kontribusi Mulyadi (2001:230) dalam buku Akuntansi Manajemen menyatakan
bahwa: “ Laba Kontribusi merupakan kelebihan pendapatan penjualan diatas biaya variabel ”. Laba Kontribusi dikenal juga dengan istilah Margin Kontribusi. Garrison dan Noreen (2006:324) menjelaskan: “ Margin Kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari pendapatan dikurangi beban variabel “. Dalam buku Akuntansi Biaya, Horngren (2008:72) menjelaskan bahwa: “ Margin Kontribusi adalah selisih antara pendapatan total dan biaya variabel ”. Contribution Margin = Pendapatan Penjualan – Biaya Variabel
Maka dapat di simpulkan bahwa laba kontribusi atau Margin Kontribusi adalah jumlah pendapatan penjualan setelah di kurangi biaya variabel dari produk tersebut. Margin Kontribusi sebagai persentase penjualan disebut Rasio Margin Kontribusi. Dihitung dengan cara:
23
Rasio margin Kontribusi =
2.7
𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Margin Of Safety Analisis Break Even Point akan menghasilkan informasi mengenai tingkat
penjualan minimum agar perusahaan tidak menderita kerugian. Apabila hasil penjualan pada Break Even Point tersebut dihubungkan dengan penjualan yang dianggarkan oleh perusahaan, maka akan diperoleh informasi mengenai seberapa jauh volume penjualan yang direncanakan boleh turun dan tetap aman bagi perusahaan agar tidak menderita rugi. Hubungan atau selisih antara penjualan yang ditargetkan atau tingkat penjualan tertentu dengan penjualan pada tingkat Break Even Point merupakan tingkat keamanan (Margin Of Safety) bagi perusahaan dalam melakukan penurunan penjualan. Garrison (2006:338) menyatakan bahwa: “ Margin keamanan adalah kelebihan dari penjualan yang dianggarkan (aktual) diatas titik impas volume penjualan”. Menurut Munawir ( 2004:199-200 ) bahwa Margin Of Safety ini dapat dinyatakan dalam rasio ( persentase ) dengan rumus : Margin Of Safety = Penjualan Dianggarkan – BEP Penjualan
Atau dinyatakan dalam rasio dengan rumus 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑂𝑓 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐵𝑢𝑑𝑔𝑒𝑡 − 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐵𝐸𝑃 𝑋100% 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝐵𝐸𝑃
Suatu perusahaan yang mempunyai Margin Of Safety yang besar tentunya akan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai Margin Of Safety rendah, karena memberikan gambaran kepada manajemen berapa penurunan penjualan yang dapat ditolelir sehingga perusahaan tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh laba.
24
2.8
Degree Of Operating Hansen dan Mowen dalam buku
Akuntansi Manajemen (2004:568)
menyatakan bahwa: “ Tingkat Operating Leverage (Degree of Operating Leverage) adalah suatu ukuran sensitivitas perubahan laba terhadap perubahan dalam volume penjualan”. Nafarin, 2008:597 menyatakan bahwa: “ Tingkat Leverage operasi - TLO (Degree of Operating Leverage-DOL) adalah rasio persentase perubahan laba sebelum bunga dan pajak (laba operasi atau laba usaha) terhadap persentase perubahan penjualan” Dapat disimpulkan bahwa Degree of Operating Leverage (DOL) adalah ukuran yang menggambarkan dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Degree of Operating Leverage dapat dhitung dengan rumus yang dinyatakan oleh (Mulyadi, 2001:258). 𝐷𝑂𝐿 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖
2.9 Analisis Perubahan Break Even Point Karena perusahaan beroperasi di dunia usaha yang dinamis maka manajemen harus memperhatikan dan memperhitungkan adanya faktor yang mempengaruhi kegiatan penjualan dan laba yang akan dicapai. Dalam analisis Break Even Point, faktor yang dapat berubah adalah biaya tetap, biaya variabel dan harga jual. Menurut Munawir (2004:201 ) menyatakan bahwa: “ Perubahan dalam satu factor atau lebih sangat penting bagi manajemen dalam proses penyusunan atau perencanaan budget karena hal ini akan memungkinkan diadakannya testing untuk menentukan akibat adanya perubahan barbagai faktor atau mempertimbangkan berbagai alternatif ”. Dalam analisis Break Even Point dapat dicari kombinasi dari biaya tetap, biaya variabel dan harga jual untuk mengetahui informasi dalam menetukan volume
25
penjualan optimal yang memungkinkan menghasilkan laba yang optimal pula. Jika salah satu berubah, maka akan mempengaruhi posisi Break Even Point dan laba perusahaan yang akan dicapai.
2.9.1 Pengaruh Perubahan Biaya Tetap Biaya tetap biasanya diartikan dalam hubungannya dengan bagaimana biaya total berubah, karena tercapainya kenaikan kuantitas dari suatu aktivitas tertentu. Biaya-biaya pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Oleh karena itu untuk mendapatkan laba yang optimal salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan menekan biaya tetap serendah mungkin. Karena biaya tetap yang berkurang, maka laba bersih akan meningkat. Sehingga makin rendah biaya tetap yang dipergunakan maka titik impas akan makin cepat tercapai sehingga perolehan laba akan semakin optimal. Dalam hal peningkatan biaya tetap akan menyebabkan titik impas makin lama tercapai dan perolehan laba bersih akan menurun. Adapun formula yang digunakan untuk menghitung perubahan tingkat Break Even Point apabila terjadi perubahan biaya tetap, yaitu sebagai berikut:
𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 𝑅𝑝 =
2.9.2
Biaya Tetap x % perubahn Biaya variabel 1 − Pendapatan Penjualan
Pengaruh Perubahan Biaya Variabel Pengaruh biaya variabel hampir sama dengan biaya tetap, yaitu makin
rendah biaya variabel yang digunakan per satuan produk maka titik impas akan makin cepat tercapai dan perolehan laba makin optimal. Dalam hal ini peningkatan biaya variabel akan menyebabkan laba kontribusi menurun, sehingga perolehan laba akan menurun.
26
Adapun formula yang dapat digunakan untuk menghitung perubahan tingkat break even point akibat terjadinya perubahan biaya variabel, yaitu sebagai berikut: 𝐼𝑚𝑝𝑎𝑠 𝑅𝑝 =
2.9.3
Biaya tetap Biaya Variabel x % Perubahan 1− Pendapatan Penjualan
Pengaruh Perubahan harga Jual Pengaruh harga jual berbeda dengan pengaruh biaya variabel dan biaya
tetap, karena makin meningkat harga jual maka titik impas akan meningkat dan perolehan laba makin optimal. Dalam hal ini peningkatan harga jual akan menyebabkan pendapatan meningkat, sehingga perolehan laba akan meningkat pula. Tetapi yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen adalah apabila akan meningkatkan harga jual maka harus mempertimbangkan pula akan terjadi penurunan volume penjualan dikarenakan harga jual barang yang meningkat. 2.10
Analisis Break Even Point Sebagai Alat Bantu Manajemen Untuk Menentukan Laba yang Optimal Fungsi manajemen sebagai perencana didalam perusahaan merupakan hal
yang paling penting untuk menjaga kelangsungan usaha perusahaan. Dengan perencanaan yang baik, suatu perusahaan dapat berkembang. Analisis Break Even Point dapat membantu manajemen perusahaan dalam membuat perencanaan laba jangka pendek. Dengan analisis Break Even Point manajemen memperoleh kemudahan dalam menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan perencanaan laba jangka pendek seperti volume produksi yang dijual, harga jual dan biaya serta memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan. Oleh karena itu, untuk perencanaan laba dengan menggunakan analisis Break Even Point dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dinyatakan oleh ( Mulyadi, 2001:236) sebagai berikut:
27
Impas Rp =
Biaya tetap + Laba yang diinginkan Biaya Variabel 1 − Penjualan
Sedangkan Break Even Point dalam unit untuk perencanaan laba dapat dirumuskan sebagai berikut: Impas =
Biaya Tetap + Laba yang diinginkan Harga Jual Per unit − Biaya variabel per unit