BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA SERTA BADAN/LEMBAGA YANG DIBERIKAN KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN PENGAWASAN PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA
A. Pengertian dan Konsepsi Mengenai Konsumen Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) telah diberikan suatu defenisi konsumen. Konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (yang berlaku 5 Maret 2000), konsumen adalah “setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.” 21 Rumusan mengenai konsumen ini sangat beraneka ragam, seperti halnya di Perancis, defenisi konsumen mengandung dua unsur yaitu konsumen hanya orang dan barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga. Di Spanyol, pengertian konsumen didefenisikan secara luas, bahwa konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang
menjadi
pembeli
atau
pemakai
terakhir.
Dalam
Undang-undang
Perlindungan Konsumen India dinyatakan, konsumen adalah “setiap orang (pembeli) 21
atas
barang
yang
disepakati,
menyangkut
harga
dan
cara
Shidarta, Op Cit, hal 2
Universitas Sumatera Utara
pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.” 22 Pengertian konsumen bukan hanya beraneka ragam, tetapi juga merupakan pengertian yang luas, seperti yang dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Jhon F. Kennedy dengan mengatakan, “Consumers by definition Include us all” 23. Meskipun beraneka ragam dan luas, dapat juga diberikan unsur terhadap defenisi konsumen, yaitu : 1. Setiap orang Konsumen berarti “setiap orang yang berperan sebagai pemakai barang dan/atau jasa”. Istilah “orang” sebetulnya tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, namun konsumen juga harus mencakup badan usaha, dengan makna luas daripada badan hukum. Dalam UUPK digunakan kata “pelaku usaha”. 2. Pemakai Konsumen memang tidak sekadar pembeli, tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau jasa barang. Jadi yang paling penting terjadinya transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. 3. Barang dan/atau jasa Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengartikan barang sebagai “setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
22 23
Ibid, hal 3 Ibid, hal 2
Universitas Sumatera Utara
tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan,
dipakai,
dipergunakan,
atau
dimanfaatkan
oleh
konsumen”. 24 4. Yang tersedia dalam masyarakat Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasar. Dalam perdagangan yang semakin komplek dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. 5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam defenisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya). 6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit untuk menetapkan batas-batas seperti itu. Dalam pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah “pembeli, penyewa, nasabah (penerima kredit) lembaga jasa perbankan atau asuransi penumpang angkutan umum atau pada pokok langganan dari para pengusaha”. 25 Pengertian masyarakat ini tidaklah salah, sebab secara yuridis
24 25
Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Az Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal 68
Universitas Sumatera Utara
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), terdapat subjeksubjek hukum dalam hukum perikatan yang bernama pembeli, penyewa, peminjam-pakai, dan sebagainya. Konsumen (sebagai alih bahasa dari consumer), secara harafiah berarti “seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa seseorang/sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu juga sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. Ada pula yang memberikan arti lain, yaitu konsumen adalah “setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”. 26 Dalam hukum positif, terlihat pengertian konsumen digunakan berbagai istilah-istilah, beberapa diantaranya yaitu : 1. Undang-undang Barang Dari Undang-undang Barang ini, terlihat dua hal : a. Rakyat yang ingin dijaga kesehatan atau keselamatan (tubuhnya) dan keamanan (jiwanya) dari barang dan/atau jasa yang mutunya kurang atau tidak baik. b. Mengatur tentang mutu, susunan barang dan bungkusan barang dagangan. Pengaturan mutu, susunan bahan dan pembungkusan barang tentulah ditujukan pada pelaku usaha yang mempunyai kegiatan mengenai pembuatan atau pembungkusan barang tersebut.
26
Az, Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta Pusat : Diadit Media, 2002),
hal 69
Universitas Sumatera Utara
2. Undang-undang Kesehatan Undang-undang kesehatan ini tidak menggunakan istilah konsumen untuk pemakai, pengguna barang dan/atau jasa pemanfaat jasa kesehatan. Untuk maksud itu digunakan berbagai istilah, antara lain istilah setiap orang, masyarakat. 3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat berbagai istilah yang perlu diperhatikan, antara lain istilah pembeli, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai, peminjam dan sebagainya. 4. Penyelenggaraan studi baik yang bersifat akademis maupun untuk tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen, antara lain : a. Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman (BPHN), menyusun batasan tentang konsumen akhir, yaitu “pemakai akhir dari barang yang digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan”. b. Batasan konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali. c. Dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Departemen Perdagangan Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, berbunyi konsumen adalah “setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”. 27 Sebagai suatu konsep, konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun yang lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan yang khusus memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sejalan dengan perkembangan itu, berbagai negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen. Demikian pentingnya masalah perlindungan kepada konsumen, maka dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) senantiasa dicantumkan perlunya dilakukan perlindungan kepada konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam GBHN 1998 tetap mencantumkan pentingnya perlindungan kepada konsumen. Hal ini merupakan salah satu bukti konsistensi untuk tetap memperjuangkan kepentingan konsumen Indonesia. Alasan yang dikemukakan untuk menerbitkan peraturan perundangundangan secara khusus mengatur dan melindungi kepentingan konsumen dapat disebutkan sebagai berikut : 28 1. Konsumen memerlukan pengaturan tersendiri, karena dalam suatu hubungan hukum dengan penjual, konsumen merupakan pengguna barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diproduksi atau untuk diperdagangkan. 2. Konsumen memerlukan sarana atau acara hukum tersendiri sebagai upaya melindungi atau memperoleh haknya. 27 28
Ibid, hal 10 Selanjutnya disebut dalam Az Nasution 1,Op Cit, hal 9-10
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian dan konsepsi mengenai konsumen, ada hal yang penting yang menjadi pokok keperluan konsumen, yaitu bahwa konsumen memerlukan produk yang aman bagi kesehatan tubuh atau keamanan jiwa, serta pada umumnya untuk kesejahteraan keluarga atau rumah tangganya, karena hal itu diperlukan kaidah-kaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk konsumen bagi konsumsi manusia, dilengkapi dengan informasi yang benar, jujur, dan bertanggungjawab.
B. Pengertian Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Hak dan Kewajiban Hak adalah “suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum”. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah “sesuatu yang patut atau layak diterima”. Sedangkan kewajiban adalah “suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual”. Dengan kata lain kewajiban adalah “sesuatu yang sepatutnya diberikan”. 29 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah “kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-undang”. 30 Sedangkan kewajiban
29
“ Hak dan Kewajiban”, belajarhukumindonesia.blogspot.com/.../hak-dankewajiban.html 30 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 381-382
Universitas Sumatera Utara
adalah “sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang harus dilaksanakan dengan seksama”. 31 2. Hak dan Kewajiban Konsumen Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha 32. Undang-undang
tentang
Perlindungan
Konsumen
tidak
hanya
mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari konsumen, melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha. Namun kelihatan bahwa hak yang diberikan kepada konsumen (yang diatur dalam Pasal 4) lebih banyak dibandingkan dengan hak pelaku usaha (yang diatur dalam Pasal 6), dan kewajiban pelaku usaha (dalam Pasal 7) lebih banyak dari kewajiban konsumen (yang termuat dalam Pasal 5) 33. Signifikan pengaturan hak-hak konsumen melalui undang-undang merupakan bagian dari implementasi sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-undang Dasar 1945 disamping sebagai konstitusi politik juga dapat
31
Ibid, hal 1266 Happy,Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta Selatan : Transmedia Pustaka, 2008), hal 22 33 Abdullah Halim Berkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2008), hal 21-22 32
Universitas Sumatera Utara
disebut konstitusi ekonomi, yaitu “konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad Sembilan belas”. 34 Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen sebagi berikut : 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa. 2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa. 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. 6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi, atau penggantian jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaiman mestinya. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak-hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari hak-hak dasar umum yang diakui secara Internasional. Hak-hak dasar umum tersebut pertama kali dikemukakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat pada tanggal 15 Maret 1962 melalui “A special Message for the Protection of Consumer Interest” atau yang lebih dikenal dengan istilah “Deklarasi Hak Konsumen” ( Declaration of Consumer Right ).35
34 35
Abdullah Halim Berkatullah, Ibid, hal 23 Happy Susanto, Op Cit, hal 24
Universitas Sumatera Utara
Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi tersebut menghasilkan empat hak dasar konsumen ( the four consumer basic right) yang meliputi hakhak sebagai berikut: 36 1. Hak untuk mendapatkan atau memperoleh keamanan atau the right to be secured Setiap
konsumen
berhak
mendapatkan
perlindungan
atas
barang/jasa yang dikonsumsi. Misalnya, konsumen merasa aman jika produk makanan atau minuman yang dikonsumsinya dirasa aman bagi kesehatan berarti produk makanan tersebut memenuhi standar kesehatan, gizi dan sanitasi serta tidak mengandung bahan yang membahayakan bagi jiwa manusia. Di AS, hak ini merupakan hak tertua yang tidak kontroversial karena didukung oleh masyarakat ekonomi. 2. Hak untuk memperoleh informasi atau the right to be informed Setiap konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas dan komprehensif tentang suatu produk barang/jasa yang dibeli (dikonsumsi). Akses terhadap informasi sangat penting karena konsumen dapat mengetahui bagaimana kondisi barang/jasa yang akan dikonsumsi. Jika suatu saat ada resiko negatif dari produk barang/jasa yang telah dikonsumsinya, konsumen telah mengetahui hal tersebut sebelumnya. Artinya konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk seperti efek samping dari mengkonsumsi suatu produk atau adanya peringatan dalam label/kemasan produk. 36
Ibid, hal 24-25
Universitas Sumatera Utara
3. Hak untuk memilih atau the right to choose Setiap konsumen berhak memilih produk barang/jasa dengan harga yang wajar. Artinya, konsumen tidak boleh dalam kondisi tertekan atau paksaan untuk memilih suatu produk tersebut yang mungkin bisa merugikan hak-haknya. Ia harus dalam kondisi bebas dalam menentukan pilihannya terhadap barang/jasa yang akan dikonsumsinya. 4. Hak untuk didengar atau the right to be heard Konsumen harus mendapatkan haknya bahwa kebutuhan dan klaimnya bisa didengarkan baik oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun
oleh
lembaga-lembaga
perlindungan
konsumen
yang
memperjuangkan hak-hak konsumen. Empat hak dasar sebagaimana disampaikan oleh Presiden Amerika serikat, John F.Kennedy tersebut memberikan pemikiran baru tentang perlindungan hakhak konsumen. Empat dasar tersebut sering digunakan dalam merumuskan hakhak dan perlindungan konsumen. Pembicaraan tentang perlindungan konsumen mulai sering didengungkan di berbagai forum internasional. Perhatian dunia Internasional tertuju pada kongres ke-7 Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB)
yang
meminta
agar
masyarakat
Internasional
memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan antara lain dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (publik health) serta pelanggaran terhadap ketentuan/persyaratan barang dan jasa bagi konsumen (offences againts the provisions of goods and services to consumers).
Universitas Sumatera Utara
Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi : 37 1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya 2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen 3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi 4. Pendidikan konsumen 5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif 6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.
Masyarakat Eropa (Europose Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut :38 1. 2. 3. 4. 5.
Hak perlindungan kesehatan dan keamanan Hak perlindungan kepentingan ekonomi Hak mendapat ganti rugi Hak atas penerangan Hak untuk didengar
Namun sebagai konsumen juga harus memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa kewajiban konsumen adalah sebagai berikut : 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, perlu membaca dan meneliti label, etiket, kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi. Dengan itikad 37 38
Ibid, hal 26 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit, hal 39-40
Universitas Sumatera Utara
baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diinginkannya bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar yang disepakati. 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Ketika dirasa ada keluhan terhadap barang/jasa yang telah di dapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan agar penyelesaian masalah sebisa mungkin dilakukan dengan cara damai. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum bisa dilakukan asalkan memperhatikan norma dan prosedur yang berlaku.
Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu, setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinankemungkinan masalah yang bakal menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak-haknya sebagai konsumen. 39
C. Kadaluwarsa
menurut
Kitab
Undang-undang
Hukum
Perdata
(KUHPerdata) Kadaluwarsa mempunyai arti sebagai sudah lewat ataupun habisnya jangka waktu sebagaimana yang telah ditetapkan dan apabila dikonsumsi, maka dapat membahayakan bagi kesehatan yang mengkonsumsinya. Dengan demikian, kadaluwarsa adalah penjualan barang ataupun peredaran produk kemasan dan minuman yang sudah tidak layak dijual kepada konsumen.
39
Happy Susanto, Op Cit, hal 27-28
Universitas Sumatera Utara
Apabila produsen menjual produk seperti minuman yang kadaluwarsa kepada konsumen maka konsumen dapat menuntut ganti rugi terhadap produsen. Walaupun dalam hal ini ia mengetahui bahwa dengan perbuatannya itu dapat merugikan orang lain. Barang siapa pada saat ia melanggar keadaan yang ada ia menyadari bahwa perbuatannya berlawanan dengan keadaan hukum, ia dapat dituntut karena telah menjual produk yang kadaluwarsa. 40 Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain sedang diantara mereka tidak terdapat suatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang-undang dapat juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut dengan orang yang menimbulkan kerugian itu seperti yang tercantum dalam bunyi Pasal 1365 KUHPerdata yaitu: “ Setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Unsur- unsur perbuatan melawan hukum yaitu: 41 1. Unsur pelanggaran atas hak-hak orang lain. Yang dimaksudkan adalah hak-hak subjektif orang lain. Ke dalamnya termasuk hak-hak kebendaan dan lain-lain hak yang bersifat mutlak (seperti hak milik, oktroi, dan hak merek ), hak-hak pribadi perseorangan (persoonlijk-rechten) seperti hak-hak atas integritas (harga diri), kehormatan dan nama baik seseorang.
40 41
Gunawan Widjaja,Daluwarsa , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal 16-17 Selanjutnya disebut dalam Az Nasution 2, Op Cit, hal 81-82
Universitas Sumatera Utara
2. Unsur yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. Yang dimaksudkan adalah kewajiban hukum yang diletakkan perundang-undangan dalam arti materi, ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, baik bersifat perdata maupun publik ( misalnya perbuatan pelanggaran atau kejahatan seperti yang termuat dalam KUHP) 3. Unsur yang bertentangan dengan kehati-hatian yang hidup atau harus diindahkan dalam kehidupan masyarakat. Sejak tahun 1919, unsur ini tampaknya merupakan unsur yang terpenting dalam dalam penentuan tolok ukur perbuatan melawan hukum. Ia menunjuk pada kebiasaan tidak tertulis yang dapat digunakan untuk berdiri sendiri baik secara terlepas dari atau bersama-sama unsurunsur lainnya. Pada pokoknya orang haruslah memperhatikan perilaku yang dianggap patut (behoorlijk) dalam masyarakat dikaitkan dengan kepentingan perorangan satu sama lain. Tanggung jawab untuk mengganti rugi tidak saja karena dilakukannya perbuatan melawan hukum tetapi juga karena kelalaian atau kurang hati-hati. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan luka atau cacat seseorang yang dirugikan di samping menuntut ganti rugi akibat luka atau cacat itu juga dapat menuntut penggantian pembiayaan untuk penyembuhannya. 42 Dalam Pasal 1367 jo Pasal 1365 membebankan kewajiban mengganti kerugian orang lain karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh:
43
1. Pelaku sendiri 42 43
Ibid, hal 77-78 Ibid, hal 84
Universitas Sumatera Utara
2. Orang-orang tertentu yang menjadi tanggungannya. Mereka yang bertanggung jawab tersebut dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya apabila dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan-perbuatan tanggungannya tersebut. 3. Barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. D. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Berkaitan dengan Peredaran Minuman Kadaluwarsa Secara universal, berdasarkan berbagai hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lebih lemah dalam hubungannya dengan pengusaha baik secara ekonomis, tingkat pendidikan, maupun kemampuan atau daya bersaing/daya tawar. Kedudukan konsumen ini, baik yang bergabung dalam suatu organisasi apalagi secara individu, tidak seimbang dibandingkan dengan kedudukan pengusaha 44. Untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut dibutuhkan perlindungan pada konsumen. Di samping itu, beberapa materi tertentu secara sporadis termuat di dalam berbagai peraturan perundang-undangan sekalipun penerbitan peraturan perundang-undangan itu sebenarnya ditujukan untuk keperluan lain dari mengatur dan/atau melindungi kepentingan konsumen 45. Dewasa ini, khususnya minuman kadaluwarsa sudah sangat banyak beredar dalam masyarakat bahkan pelaku usaha semakin bebas menjual minuman kadaluwarsa tersebut. Adapun minuman kadaluwarsa tersebut yang telah beredar sangat memberi efek yang tidak baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya para konsumen mendapat perlindungan dari segala kemungkinan efek tersebut, sebab pada umumnya konsumen selalu ada di pihak yang lemah dan 44 45
Selanjutnya disebut dalam Az Nasution 1, hal 65 Ibid, hal 66
Universitas Sumatera Utara
konsumen juga kurang menyadari akan haknya, misalnya hak atas keamanan, hak atas informasi, hak untuk memilih, serta hak atas ganti rugi bila terjadi sesuatu terhadapnya. Upaya yang terpenting saat ini sekarang adalah melindungi keselamatan masyarakat dari peredaran minuman kadaluwarsa. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180 /Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Kadaluwarsa dalam Pasal 1 menyatakan bahwa: a. Makanan adalah barang yang diwadahi dan diberikan label dan yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia akan tetapi bukan obat. b. Label adalah tanda berupa tulisan, gambar, atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada wadah atau pembungkus makanan sebagai keterangan atau penjelasan. c. Makanan daluwarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal daluwarsa. d. Tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen.
Pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
180
/Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Kadaluwarsa menyatakan bahwa pada label dari makanan tertentu yang diproduksi, diimpor dan diedarkan harus dicantumkan tanggal daluwarsa secara jelas. Sedangkan apabila dilihat pada Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180 /Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Kadaluwarsa menyatakan Pelanggaran terhadap pasal 2 dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi hukum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa tersebut, pencantuman label pada minuman tersebut juga sangat penting yang mana pengaturan mengenai label juga telah diatur lebih lanjut dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan (selanjutnya akan disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan PP Label). Dalam Pasal 2 ayat 2 PP Label ditentukan bahwa pencantuman label dilakukan sedemikan rupa sehingga tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan makanan yang mudah dilihat atau dibaca. Pada penjelasan umumnya dinyatakan bahwa pencantuman menjadi sangat penting karena mulai banyaknya pangan khususnya minuman yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan ketentuan tentang pencantuman label dan dinilai sudah meresahkan. Perdagangan minuman yang kadaluwarsa sangat merugikan masyarakat bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiswa manusia. Peran label dapat dikatakan sangat mutlak. Hal ini dapat dilihat pada tahap sebelum pembelian (pra-transaksi), label memberikan informasi kepada calon konsumen mengenai produk minuman tersebut. Namun mutu dan karakteristik, asal, kegunaannya dan kelemahannya serta status hukum produk untuk membantu calon konsumen untuk mengambil keputusan dalam pemilihan dan pembelian produk khususnya minuman. Apabila dilihat dari kriteria keamanan pangan yang diatur BPOM, dapat ditemukan dalam Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.23.0131 Tentang Pencantuman Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol dan Batas Kadaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Pangan tanggal 13 Januari 2003. Keamanan Pangan tersebut dihubungkan dengan kadaluwarsa, dapat dilihat dalam Bab IV mulai Pasal 5 dan Pasal 6. Dinyatakan bahwa
obat,
obat
tradisional,
suplemen
makanan,
dan
pangan
harus
Universitas Sumatera Utara
mencantumkan batas kadaluwarsa pada penandaan labelnya 46. Batas kadaluwarsa khususnya minuman harus dicantumkan pada bagian yang mudah terlihatdan terbaca. Hal-hal yang terdapat dalam label tersebut harus benar-benar diperhatikan dalam melakukan konsumsi terhadap produk khususnya minuman. Apabila konsumen hendak membeli pangan dalam kemasan seperti minuman yang pertama sekali dilihat oleh konsumen adalah kemasan dan labelnya karena kemasan tersebut beragam bentuk dan bahannya. Namun, yang lebih penting adalah label yang terdapat dalam kemasan produk tersebut. Dari label inilah konsumen mengetahui banyak hal soal produk di dalam kemasan itu yang dapat menjamin keamanan dalam mengkonsumsi produk pangan tersebut khususnya minuman. E. Badan/Lembaga
yang
diberikan
kewenangan
untuk
melakukan
pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa 1. Departemen Perdagangan Tugas pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen dilaksanakan oleh menteri dan/atau menteri teknis terkait sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, 47 dan dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut menteri dan/atau menteri teknis terkait dikoordinasikan oleh menteri yang ruang lingkup
46
Surat Keputusan Kepala BPOM No.HK 00.0523.0131 Tentang Pencantuman Asal Bahan tertentu 47 Pasal 29 angka (2) dan Pasal 30 angka (2) Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 13 UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu, Departemen Perdagangan yang berada di bawah pimpinan Menteri Perdagangan memegang peranan penting yang sangat strategis dalam memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen bersama-sama dengan menteri-menteri teknis terkait, misalnya Menteri Perindustrian, Menteri Kesehatan, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Perhubungan dan lain-lain yang bidang tugasnya menyangkut kepentingan-kepentingan konsumen. 48 Sebagai badan yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam rangka upaya perlindungan konsumen, Departemen Perdagangan memiliki badan khusus yaitu Direktorat Perlindungan Konsumen yang membawahi beberapa Sub Direktorat (Subdit) lainnya yaitu : a. b. c. d. e.
49
Subdit. Bimbingan Kelembagaan Subdit. Bimbingan Konsumen Subdit. Bimbingan Pelaku Usaha Subdit. Pengaduan Konsumen Subdit. Kerjasama
Masing-masing Subdit mempunyai tugas sebagai penjabaran lebih lanjut dari kebijakan operasional Direktorat Perlindungan Konsumen dan pelaksanaannya yang meliputi : 50 1. Bimbingan dan edukasi kepada konsumen 48
Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhada Iklan Yang Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal 147 49 Brosur Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Direktorat Perlindungan Konsumen Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian Perdagangan ( sekarang di bawah Departemen Perdagangan Republik Indonesia). 50 Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. 3. 4. 5. 6.
Pembinaan kepada Pelaku Usaha Pengembangan kelembagaan perlindungan konsumen Koordinasi dengan lembaga terkait Pelayanan pengaduan konsumen Penyusunan pedoman/peraturan
Penetapan tugas masing-masing Subdit telah mengakomodasi peran dan tugas Departemen Perdagangan sebagai regulator, fungsi bimbingan dan advokasi konsumen, penyeimbang kedudukan/kepentingan konsumen dan pelaku usaha, fungsi koordinasi antar lembaga sehingga fungsi pembinaan dan pengawasan dapat berjalan baik. Untuk mengetahui peranan Departemen Perdagangan dalam kegiatan penjualan minuman maka dapat ditinjau dari tugas Departemen Perdagangan untuk memastikan telah terpenuhinya ketentuan mengenai : a. Persyaratan barang yang merchandable oleh produsen b. Tata cara perdagangan yang baik dan benar oleh pelaku usaha c. Perlindungan dari kelalaian, kecerobohan dan kebohongan pelaku usaha
Peredaran minuman kadaluwarsa sekarang ini menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Perdagangan karena dikaitkan dengan upaya melindungi konsumen dari kemungkinan tata cara perdagangan yang tidak baik dan benar oleh pelaku usaha serta kebohongan-kebohongan produk yang dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu, Departemen Perdagangan akan memastikan pelaku usaha mempergunakan ketersediaan barang/jasa yang baik untuk kepentingan pemasaran pelaku usaha dan adanya kebutuhan konsumen akan barang/jasa tersebut guna menentukan pilihannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Departemen Kesehatan Departemen Kesehatan merupakan salah satu departemen yang banyak terlibat dalam pengawasan kegiatan peredaran produk obat-obatan, makanan dan alat kesehatan yang didasarkan kepada kewenangan dalam ketentuan Pasal 73 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: “ Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan” Salah satu tugas Departemen Kesehatan yang cukup penting adalah melindungi masyarakat dari berbagai kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Kemungkinan gangguan dan/atau bahaya kesehatan dapat menimbulkan berbagai penyakit khususnya dapat disebabkan oleh minuman yang kadaluwarsa. Kerugian yang diderita masyarakat bukan hanya kerugian materil karena membeli dan mengkonsumsi minuman kadaluwarsa dan tidak memenuhi standar kelayakan dan keamanan sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa karena masyarakat terlanjur memilih minuman yang dikonsumsinya tersebut. Dalam PP No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, pada Pasal 59 menentukan bahwa “ pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tentang label dan iklan pangan dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan.” Secara teknis pengawasan ini dilakukan dengan cara perizinan. Menteri Kesehatan dalam melaksanakan tugas pengawasan dapat menunjuk pejabat teknis yang diserahkan tugaskan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kemungkinan ini diatur berdasarkan Pasal 60 ayat (1) PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yaitu : “ Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Menteri Kesehatan menunjuk pejabat untuk diserahi tugas pemeriksaan.” Selanjutnya dalam ayat (2) PP No. 69 Tahun 1999 ditegaskan: “ Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk oleh Menteri Kesehatan berdasarkan keahlian tertentu yang dimilikinya.” Sedangkan dalam ayat (3) PP No.69 Tahun 1999 ditentukan bahwa “ Pejabat sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.” Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 PP No. 60 Tahun 1999 dilaksanakan oleh Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dalam menjalankan tugasnya berada di bawah Departemen Kesehatan. Namun dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden ( Keppres) No.166 Tahun 2000 sebagaimana diubah dengan Keppres No.42 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen maka BPOM berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden sehingga tidak lagi menjadi bagian dari Departemen Kesehatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 60 PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 3. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dalam Pasal 31 sampai Pasal 43 Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, PP No.57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Keppres RI No. 150/M Tahun
Universitas Sumatera Utara
2004 tentang pengangkatan anggota BPKN periode 2004-2007 dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang merupakan salah satu badan pemerintah yang membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen. Fungsi dari badan ini adalah untuk memberikan saran dari pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya pengembangan perlindungan konsumen di Indonesia. 51 Badan ini terdiri atas 15 orang sampai dengan 25 orang anggota yang mewakili unsur pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademis dan tenaga ahli. Masa jabatan mereka adalah tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya 52. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya BPKN dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat oleh ketua BPKN. Sekretariat ini paling tidak terdiri atas lima bidang yaitu administrasi dan keuangan, penelitian, pengkajian dan pengembangan, pengaduan, pelayanan informasi dan kerja sama Internasional. BPKN berkedudukan di Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jika diperlukan, BPKN dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi. Fungsi BPKN ini hanya memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, badan ini mempunyai tugas (Pasal 34 Undang-undang Perlindungan Konsumen) yaitu 53: 1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen. 51
Dedi Harianto, Op Cit, hal 153 Shidarta, Op Cit, hal 105 53 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 119 52
Universitas Sumatera Utara
2. Melakukan penelitian dan pengkalian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen. 3. Melakukan penelitian terhadap barang/jasa yang menyangkut keselamatan konsumen. 4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. 5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen. 6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha. 7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Di luar BPKN yang independen, dalam Pasal 29 dan Pasal 30 UUPK diamanatkan bahwa pemerintah yaitu menteri yang membidangi perdagangan ditugasi juga untuk mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen secara nasional. Pembinaan dan pengawasan yang lebih khusus dilakukan oleh menteri-menteri teknis sesuai bidang tugas mereka. Menteri yang membidangi perdagangan itu berwenang membentuk tim koordinasi pengawasan barang/jasa khususnya minuman yang beredar di pasar. Dengan demikian BPKN berfungsi memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen sedangkan tim koordinasi yang dibentuk oleh menteri itu berfungsi memberikan rekomendasi berupa tindakan konkret atas setiap permasalahan yang timbul di lapangan 54.
54
Shidarta, Op Cit, hal 109
Universitas Sumatera Utara
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan salah satu badan yang dibentuk pemerintah untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap obat dan makanan yang mana dahulu merupakan Direktorat Jenderal Obat dan Makanan yang bertanggung jawab kepada Departemen Kesehatan. Namun, sekarang setelah terjadi perubahan maka Badan Pengawas Obat dan Makanan bertanggung jawab kepada Presiden. Badan Pengawas Obat dan Makanan sekarang merupakan lembaga non departemen berdasarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2000 dan
telah
mengalami
perubahan
melalui
Keputusan
Presiden
No.166
Tahun 2003. Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai visi dan misi dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu : Visi dari Badan POM yaitu : 55 “ Menjadi institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.” Sedangkan Misi dari Badan POM yaitu : 56 a. Melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar internasional. b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. e. Membangun organisasi pembelajaran ( Learning Organization)
55
Badan POM, Laporan Tahunan Badan POM RI Tahun 2003, (Jakarta: 2003), hal 2 Profile, National Agency Of Drug and Food Control Republic of Indonesia, Badan POM RI, hal 2 56
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2000 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun fungsi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah sebagai berikut : 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. 4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan dan kompleinstansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan. 5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif semenjak dari awal proses suatu produk seperti minuman hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi maka dilakukan SISPOM ( Sistem Pengawasan Obat dan Makanan) tiga lapis yaitu :
57
57
BPOM, Op Cit, hal 1
Universitas Sumatera Utara
1. Sub-sistem pengawasan produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya khususnya minuman. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi baik administratif maupun pro-justisia. 2. Sub-sistem pengawasan konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk seperti minuman. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan produk di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk seperti minuman yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sub-sistem pengawasan pemerintah/Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standarisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk khususnya minuman maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. Badan pengawas obat dan makanan mempunyai unit pelaksana teknis yang berkedudukan di daerah dengan nama Balai Besar POM. Kedudukan, tugas dan fungsi Balai Besar POM diatur berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 05018/SK/KBPOM tanggal 17 Mei 2001, adalah sebagai berikut : “Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adikatif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.” Dalam melaksanakan tugasnya, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi : 58 1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
58
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi. 4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi. 5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum. 6. Pelaksanaan sertifikat produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan. 7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen. 8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 9. Pelaksanaan urutan tata usaha dan kerumahtanggaan 10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.
5. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Kian ketatnya persaingan dalam pasar melalui berbagai macam produk barang maka Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) perlu memantau secara serius pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar keuntungan dengan mengabaikan kualitas barang 59. Problematika yang muncul dengan kehadiran LPKSM adalah kelanjutan dari fungsi serupa yang selama ini telah dijalankan oleh lembaga-lembaga konsumen sebelum berlakunya UUPK. Pandangan kehadiran LPKSM merupakan bentuk intervensi negara terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul dari kelompok masyarakat, namun disisi lain ia diperlukan untuk memberikan jaminan accountability lembagalembaga konsumen tersebut sehingga kehadiran LPKSM dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh masih banyak produk tidak bermutu dan palsu yang beredar di masyarakat, apalagi masyarakat pedesaan yang belum memahami
59
Mariana Gaharpung, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol.3 No.1 Juli 2000, hal 42
Universitas Sumatera Utara
efek atau indikasi dari produk barang yang digunakan khusus misalnya makanan kaleng, minuman botol, obat-obatan dan masih banyak lagi. Ketidaktahuan masyarkat dapat memberi peluang pelaku usaha atau penjual untuk membodohi masyarakat dengan produk yang tidak memenuhi standar. Oleh karena itu LPKSM dan cabangnya di daerah harus mengontrol dengan baik kelayakan produk barang khususnya minuman yang dipasarkan melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang tertib niaga dan hukum perlindungan konsumen agar mereka tidak terjebak tindakan pelaku usaha yang hanya memprioritaskan keuntungan dengan mengorbankan masyarakat. 60 LPKSM diharapkan sering melakukan advokasi melalui media massa agar masyarakat selektif serta hati-hati dalam membeli produk barang yang muncul di pasaran. Unit pengaduan masyarakat perlu dibentuk sebagai sarana pengaduan masyarakat yang dirugikan dari produk barang yang digunakan. Hasil temuan LPKSM yang disampaikan masyarakat juga harus mendapat tindak lanjut dan penyelesaian secara tuntas. Diharapkan pula kehadiran LPKSM bukan berpihak kepada pelaku usaha atau penjual dengan mengorbakan konsumen. Berkaitan dengan implementasi perlindungan konsumen, Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tugas dan wewenang LPKSM sebagaimana terdapat dalam Pasal 44 yaitu sebagai berikut: 61 1. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat. 60 61
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op Cit, hal 120 Ibid, hal 121
Universitas Sumatera Utara
2. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen. 3. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan yaitu: a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa khususnya minuman b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya. c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen. d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Universitas Sumatera Utara