8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyalahgunaan Alkohol 1. Pengertian Penyalahgunaan Alkohol Alkohol merupakan salah satu golongan narkoba (narkotik, alkohol dan obat-obatan) yang berbahaya baik bagi diri sendiri dan orang lain. Dari segi medis pengguna alkohol yang sudah mengalami kecanduan dalam jangka panjang akan memiliki gangguan kesehatan, misalnya serangan penyakit kanker, stroke, gagal jantung, impotensi, gangguan sistem saraf pusat. Dari segi kinerja kognitif individu terjadi penurunan daya ingat, konsentrasi dan prestasi belajar atau kerjanya (Mekim, 1999). Seseorang yang sering mengkonsumsi alkohol dapat diketahui dengan melihat roman mukanya. Biasanya seorang pecandu alkohol memperlihatkan roman muka kemerah-merahan. Bukan karena ia merasa malu terhadap orang lain, melainkan karena efek samping dari pengomsumsian alkohol yang berlebihan. Dari segi kepribadiannya sering kali orang sulit mengetahui kalau seseorang itu pecandu karena ia memiliki karakteristik sebagai orang yang periang atau gembira, selalu senang atau bahagia. Namun disisi lain, pecandu alkohol merasa sulit untuk mengendalikan diri. Seandainya seseorang pecandu alkohol mengalami sakaw (Dariyo, 2003), yang terjadi dalam dirinya ialah
9
badannya gemetar, muntah-muntah, kejang-kejang, gelisah, sulit tidur, tetapi bisa juga mengalami gangguan jiwa (Dariyo, 2003). Penyalahgunaan alkohol adalah pemakaian alkohol diluar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, pemakaian sendiri secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Pemakaian bersifat potologik dan menimbulkan hendaya (impairment) dalam fungsi sosial, pekerjaan dan sekolah (Hawari, 1991). Penyalahgunaan
alkohol
merupakan pemakaian alkohol yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tanpa mengikuti aturan atau pengawasan dokter, digunakan berkali-kali atau terus menerus, seringkali menyebabkan ketagihan atau ketergantungan baik secara fisik atau jasmani maupun psikologis, menimbulkan gangguan pada tubuh, pikiran, perasaan, dan perilaku (Macliono, 2003) Menurut
Fajar
(2007)
Penyalahgunaan
alkohol
adalah
pengkonsumsian alkohol yang penggunaannya secara berbahaya terhadap alkohol. Penyalahgunaan alkohol adalah mereka yang mempunyai masalah sosial, interpersonal dan masalah hukum berkaitan dengan penggunaan alkohol. Sedang Istiqomah (2005) berpendapat bahwa penyalahgunaan alkohol adalah pemakaian alkohol tanpa petunjuk medis atau penggunaan atau penggunaan yang tidak pada tempatnya yang akan membahayakan diri pengguna maupun orang lain. (Istiqomah, 2005).
10
2. Jenis/Golongan Minuman Beralkohol Jenis/golongan minuman beralkohol menurut Istiqomah (2005), meliputi : a. Golongan A kadar alkohol 1%-5%, yaitu : bir bintang, green sand. b. Golongan B kadar alkohol 5%-20%, yaitu : anggur Malaga/weni. c. Golongan C kadar alkohol 20%-45%, yaitu : brandy, whisky, vodka, TKW, manson, johny walker, kamput. 3. Penyebab Penyalahgunaan Alkohol Penyebab penyalahgunaan alkohol menurut Martono (2006), antara lain : a. Faktor alkohol, berbicara tentang ketersedian dan farmakologi zat (jenis, jumlah, cara, dan pengaruhnya terhadap tubuh). b. Faktor individu, berbicara tentang faktor-faktor pada individu, yaitu keturunan, watak atau kepribadian, pengetahuan, sikap dan keyakinan tentang alkohol. c. Faktor
keluarga,
disfungsi
keluarga
yang
menggambarkan
terganggunya hubungan antara anggota keluarga (ayah, ibu, dan anak) dengan resiko gangguan kepribadian dan penyimpangan perilaku anak, antara lain : kematian orang tua, kedua orang tua bercerai, hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis, hubungan orang tua dan anak tidak harmonis, suasana rumah yang tegang, suasana rumah tangga tanpa kehangatan, orang tua sibuk dan jarang di rumah, orang tua mempunyai kelainan kepribadian (Hawari, 2006). d. Faktor lingkungan terdiri atas lingkungan social di sekitar lingkungan remaja (pengaruh kelompok teman sebaya), lingkungan yang kurang
11
mendukung dimana remaja terpengaruh/bergaul dengan teman-teman yang mengkonsumsi minuman beralkohol. 4. Jenis Ketergantungan Santrock (1999) menyebutkan jenis ketergantungan menjadi 2 jenis, meliputi : a. Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif (perilaku). Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu membanyangkan,
memikirkan
dan
merencanakan
untuk
dapat
menikmati alkohol. Stimulasi afektif adalah rangsangan emosi yang mengarahkan individu untuk merasakan kepuasan yang pernah dialami sebelumnya. Kondisi
konatif merupakan hasil kombinasi dari
stimulasi kognitif dan afektif. Dengan demikian ketergantungan psikologis ditandai dengan ketergantungan pada aspek-aspek kognitif dan afektif. b. Katergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan kecenderungan sakaw (lapar/haus akan alkohol). Kondisi sakaw seringkali tidak mampu dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya. Dengan demikian orang yang mengalami ketergantungan secara fisiologis akan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengkonsumsinya. Alkohol adalah obat psikotropik yang mempengaruhi alam perasaan (mood), penilaian, tingkah laku, konsentrasi dan kesadaran
12
beberapa peminum berat adalah tak mudah seperti juga mereka yang lebih dari 60 tahun. Etanol (alkohol) adalah toksin multisistem langsung dan depresan sistem saraf pusat yang menyebabkan ngantuk, tidak berkoordinasi, bicara tidak jelas, perubahan alam perasaan tibatiba, agresi, menyerang, waham tingkah laku yang dapat menyebabkan stupar, koma, dan kematian jika mengkonsumsi berlebihan (Smeltzer, 2001). 5. Pengaruh Alkohol Pengaruh alkohol menurut Martono (2006), antara lain : a. Pengaruh segera alkohol setelah pemakaian 1). Kemampuan mengendarai motor terganggu, kehilangan koordinasi, salah menilai, refleksi lambat. 2). Pusing, kulit menjadi merah, merasa gembira dan rileks. 3). Perasaan dan ingatan menjadi tumpul. 4). Dosis tinggi menyebabkan mabuk, bicara cedal, penglihatan ganda, inveral tumpul, kendali diri berkurang, dan tidak sadarkan diri. b. Pengaruh jangka panjang Terjadi “hangover” (pengaruh sisa) sehingga merasa mual, sakit kepala, pencernaan terganggu, pikiran tidak jernih, seluruh tubuh sakit, dihidrasi (kehilangan cairan tubuh). c. Pengaruh pada sistem tubuh manusia 1). Sistem saraf pusat : Memperlambat fungsi otak yang menontrol pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat menimbulkan
13
kematian. Dapat menyebabkan hilangnya memori (amnesia), sakit jiwa, kerusakan tetap pada otak dan sistem saraf. 2). Sistem pernafasan Memperlambat pernafasan dan denyut jantung, sehingga dapat menimbulkan kematian. 3). Sistem pencernaan : a). Dapat menyebabkan luka dan radang lembung serta hati. b). Dapat menyebabkan kangker mulut, kerongkongan dan lambung. c). Selera makan hilang dan kekurangan vitamin. d). Menyebabkan peradangan dan pengerasan (serosis) hati. 4). Sistem jantung dan pembuluh darah a). Dapat menyebabkan pembengkakan jantung. b). Dapat menyebabkan kegagalan fungsi jantung. 5). Sistem reproduksi dan pengaruhnya pada bayi a). Dapat menyebabkan cacat bayi yang dikandung ibu peminum alkohol mengikatnya aborsi dan kelahiran premature. b). Dapat menyebabkan impotensi pada pria Semua orang tahu tentang pengaruh buruk miniman keras. Minuman keras menghancurkan manusia karena dapat merusak pikiran, mental,
kesehatan
dan
kemampuan
bekerja
serta
menyebabkan
keputusasaan, kemiskinan dan bunuh diri. Minuman keras dapat menghancurkan
kehidupan
keluarga
karena
merangsang
perilaku
14
berbahaya, seperti ketidak pedulian dan kekerasan. Hal ini dapat memalukan dan merusak nama baik keluarga. Minuman keras juga dapat mencelakakan orang lain karena penggunannya menjadi cerobah sehingga menyebabkan kecelakaan. Orang-orang yang tidak bersalah menjadi celaka, perilaku tidak bermoral merajalela (Maqsood, 2004). Keppres No. 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol pasal 3 ayat (1) : minuman beralkohol dibagi menjadi 3 golongan : Golongan A yaitu kadar etanol 1-5 % (contohnya bir bintang, green sand), Golongan B yaitu kadar etanol 5-20% (contohnya anggur Malaga), Golongan C yaitu
kadar etanol 20-55% (contohnya brandy,
whisky). Pasal 3 ayat (2) : untuk golongan B dan C produksi, pengedaran dan penjualanya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. Pasal 5 ayat (1) : golongan B dan C tidak boleh dijual ditempat umum kecuali dihotel, bar, restoran dan tempat yang ditentukan oleh Bupati /Walikota, kepala daerah tingkat II dan Gubernur DKI (khusus DKI). Pasal 5 ayat (2): yang dimaksud tempat tertentu itu tidak boleh dekat tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, dan tempat tertentu lain yang ditentukan oleh pejabat tersebut diatas (Istiqomah, 2005). 6. Gejala Gangguan Mental Miras atau minuman keras, adalah jenis NAZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak perduli berapa kadar alkohol didalamnya. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa setetes alkohol saja dalam minuman hukumnya sudah haram.
15
Alkohol zat aditif, artinya zat tersebut menimbulkan adikasi (adictor) yaitu ketagihan dan dependensi (ketergantungan). Penyalahgunaan atau ketergantungan NAZA jenis alkohol ini dapat menimbulkan gangguan mental yaitu gangguan dalam fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku. Ganguan mental organic ini disebabkan reaksi langsung alkohol pada neuro transmitter sel-sel saraf pusat (otak). Karena sifat adektifnya itu, maka orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran atau dosis sampai pada dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk. Menurut Hawari (2006), gangguan mental organik yang terjadi pada diri seorang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut : a. Terdapat dampak berupa perilaku misalnya perkelahian dan tindak kekerasan lainnya, ketidak mampuan menilai realitas dan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan (perilaku mal adaptif). b. Terjadi gejala fisiologik sebagai berikut yaitu : Pembicaraan cedal (slurred speech), gangguan koordinasi, cara jalan yang tidak mentap, mata jering (histakmus), muka merah. c. Tampak gejala-gejala psikologik sebagai berikut yaitu : Perubahan alam perasaan (afek/mood) misalnya euphoria atau disforia, mudah marah dan tersingung (iritabilitas), banyak bicara (melantur), hendaya atau gangguan perhatian atau konsentrasi. hendaya ini besar pengaruhnya bagi kecelakaan lalu lintas.
16
7. Tanda/Gejala Ketergantungan Menurut Hawari (2006), bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan
alkohol
ini
bila
pemakaiannya
dihentikan
akan
menimbulkan sindrom putus alkohol, yaitu gejala ketagihan atau ketergantungan yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai
berikut :
a. Gemetaran (tremor) kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata. b. Tampak gejala fisik sebagai berikut yaitu : Mual muntah, letih, lemah dan lesu, hiperaktif saraf otonom, misalnya jantung berdebar-debar, kekeringan
berlebihan dan tekanan darah meningkat, hipotensi
artostatik (tekanan darah menurun karena perubahan posisi tubuh : terbaring duduk dan berdiri). c. Tampak gejala psikologik sebagai berikut yaitu : kecemasan dan ketakutan, perubahan alam perasaan afektif/mood, menjadi pemurung dan mudah tersingung. banyak diantaranya peminum berat jatuh dalam depresi berat, timbul pikiran ingin bunuh diri dan melakukn tindakan bunuh diri, mengalami halusianasi dan delusi. Sindrom putus alkohol merupakan yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik, untuk mengatasinya yang bersangkutan meminum alkohol
dengan
takaran
yang
lebih
banyak
dan
lebih
sering
(penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol semakin bertambah baik dari segi kuantitas maupun kualitas) (Hawari, 2006). Alkohol berpotensi menghalangi penyerapan gizi, sehingga pecandu akan mengalami kekurangan gizi, dan akibat dari pemakaian yang
17
berlebihan dapat menimbulkan komplikasi secara mendadak (Indrawan, 2007). Alkohol adalah zat yang paling sering disalahgunakan manusia, alkohol diperoleh atas peragian atau fermentasi madu, gula, sari buah atau umbu-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi proses penyulingan (distilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tingi bahkan mencapai 100%. Kadar alkohol dalam darah maksimal dicapai 30-90 menit. Setelah diserap alkohol atau etanol disebarkan keseluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan demikian peningkatan kadar alkohol dalam darah oran akan menjadi euphoria, namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi (Reza, 2007).
B. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Dukungan Keluarga Keluarga adalah terdiri dari 2 individu atau lebih masuk kedalam kelompok kasih sayang yang sama atau yang berbeda yang terlibat dalam tataan penghidupan yang berkesinambungan. Biasanya bertempat tinggal di dalam satu rumah tangga, pengalaman emosional dan berbagai kewajiban tertentu terhadap orang lain (Stanhope, 1998) . Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah sekelompok orang yang
18
mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang tinggal bersama dan makan dari satu dapur yang terbatas pada orang-orang yang mempunyai hubungan darah saja, atau seseorang yang mendiami, sebagian/seluruh bangunan yang mengurus keperluan kehidupannya sendiri (NN, 2008). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga terdiri atas suami, istri, anak dan di Indonesia dapat meluas mencakup saudara dari kedua belah pihak (Sukardi, 2002). 2. Jenis Dukungan Keluarga Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota-anggotanya. Caplan (1976) menerangkan bahwa keluarga memiliki delapan supartif, termasuk a. Dukungan informasional (keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator [penyebar] informasi tentang dunia). Menurut Martono (2006), penyediaan fasilitas informasi dari keluarga, meliputi : komunikasi media massa (TV, majalah, radio, internet, dll). b. Dukungan penilaian/penghargaan (keluarga bertindak sebagai sebuah pembimbing umpan balik. Membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga). Menurut Hawari (2006), apresiasi atau penghargaan mempunyai arti penting secara spikologis. Rasa hormat anak terhadap orang tua dan
19
kewibawaan orang tua dapat ditegakkan dengan cara memberikan apresiasi terhadap anak. Keberadaan anak akan membuat anak akan menemukan jati dirinya yaitu melaui proses imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tua. Bila terjadi permasalahan pada keluarga, mampu menyelesiakannya secara positif dan kontruksi. c. Dukungan instrukmental (keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkret). Keluarga merupakan tempat untuk bertukar pikiran dalam pengambilan keputusan. Keluarga membantu dan memberi dorongan positif dalam membangun kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah. d. Dukungan emosional (keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan memulihkan serta membantu penguasaan terhadap emosi) (Friedman, 1998). Suasana hidup yang sehat merupakan wadah efektif untuk anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Adapun suasana emosi yang sehat dalam keluarga yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Saling percaya 2. Kehangatan 3. Perhatian 4. Penerimaan 5. Mengharapkan kesepakatan tanpa mengabaikan keunikan individu
20
6. Memendang konflik sebagai ketidasepatan, kesiapan (adaptasi dengan merubah kebutuhan dan permitaan). 3. Tipe/Bentuk Keluarga Tipe-tipe keluarga menurut Sudiharjo (2007) antara lain : a. Keluarga inti, adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anakanak. b. Keluarga asal, adalah satu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan. c. Keluarga besar, adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya. d. Keluarga berantai, adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. e. Keluarga duda/janda, adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian. f. Keluarga
berkomposisi,
adalah
keluarga
yang
perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama. g. Keluarga kabitas, adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga. h. Keluarga inses, adalah bentuk keluarga yang tidak lazim yang dipengaruhi nilai-nilai global dan pengaruh informasi. i. Keluarga tradisional dan keluarga nontradisional, adalah dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan, keluarga tradisional diikat oleh
21
perkawinan sedangkan keluarga non tradisional tidak terikat oleh perkawinan. 4. Tahap Perkembangan Keluarga Bukan hanya individu saja yang memiliki tahap perkembangan, keluarga pun memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada tahapnya. Ada perbedaan pembagian tahap pekembangan menurut Duvall (1985). Berubahnya
tahap
pekembangan
keluarga
diikuti
dengan
perubahan tegas perkembangan keluarga dengan berpedoman pada fungsi yang dimiliki keluarga. Menurut Suprajitno (2005), gambaran tugas perkembangan keluarga dapat di lihat sesuai tahap perkembanganya. a. Keluarga baru menikah Tugas perkembangan keluarga : Membina hubungan intim yang memuaskan, membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok social. b. Keluarga dengan anak baru lahir Tugas perkembangan keluarga : Mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasanganya. c. Keluarga dengan anak usia Pra-sekolah Tugas perkembangan keluarga : Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misalnya kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman,
22
membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpanuhi, mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam atau diluar rumah, pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak, pembagian tanggung jawab anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. d. Keluarga dengan anak usia sekolah Tugas perkembangan keluarga : Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas. Mempertahankan keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga. e. Keluarga dengan anak remaja Tugas perkembangan keluarga : Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah seorang dewasa
muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan
komunikasi terbuka antar anak dan orang tua. Hindarkan terjadi perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan, mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga. f. Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa Tugas perkembangan keluarga : Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keuarga besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru
23
dimasyarakat, penataan kembali peran orang tua dan kegiatan di rumah. g. Keluarga usia pertengahan Tugas perkembangan keluarga : Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban pasangan. h. Keluarga usia tua Tugas perkembangan keluarga : Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi ; kehilang pasangan, kekuatan fisik, dan penghasialan keluarga. Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat. 5. Fungsi Keluarga Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998) adalah sebagai berikut : a. Fungsi afektif : adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk pengembangan individu dan psikososial anggota keluarga. b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi : adalah fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
24
c. Fungsi reproduksi : adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. d. Fungsi ekonomi : adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
secara
ekonomi
dan
tempat
untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan : adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan. 6. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Sesuai
dengan
fungsi
pemeliharaan
kesehatan,
keluarga
mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, menurut Suprajitno (2005), meliputi : a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga/orang tua. Apabila menyadari adanya perubahan
25
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya. b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan
untuk
menentukan
tindakan
keluarga.
Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan diatasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan. c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak tejadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga tidak memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama. d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
26
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. 7. Peran Masing-Masing Keluarga Peranan
keluarga
menggambarkan
seperangkat
perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Effendy, 1998). Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga menurut Nasrul Effendy (1998) adalah sebagai berikut : a. peranan ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa nyaman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkunganya. b. Peranan ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dari keluarganya. c. Peranan anak : Anak-anak melakukan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, social dan spiritual.
27
8. Fungsi Pokok Keluarga Fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya menurut Nasrul Effendy (1998) adalah sebagai berikut : 1. Asih : Adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai dan kebutuhannya. 2. Asuh : Adalah menuju kebutuhan pemeliharan dan perawatan anak agar
kesehatangnya
selalu
terpelihara,
sehingga
diharapkan
menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, social, dan spiritual. 3. Asah : adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya. C. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja atau adolesense adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan diri masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 – 21 tahun. Istilah adolesens biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas mengakibatkan
perubahan
penampilan
pada
orang
muda
dan
perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi. Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan
28
untuk mengkoping perubahan stimulasi ini dan usaha untuk membentuk perasaan identitas yang matur (Potter, 2005). Pada masa remaja ini banyak dijumpai masalah karena masa ini merupakan proses menuju kedewasaan dan anak ingin mencoba mandiri. Masalah yang sering dijumpai adalah perubahan bentuk tubuh, timbulnya jerawat yang dapat menyebabkan gangguan emosional, adanya gangguan miopi, adanya tekanan kifosis atau scoliosis, penyakit infeksi, obisitas, kenakalan remaja dn lainnya. Perkembangan khusus yang terjadi pada masa ini adalah kematangan identitas seksual yang ditandai dengan berkembangnya organ reproduksi. Masa ini merupakan masa krisis identitas dimana anak memasuki proses pendewasaan dan meninggalkan masa kanak-kanak, sehingga membutuhkan bantuan dari orang tua (Hidayat, 2006). 2. Perubahan Fisik dan Maturasi Seksual Perubahan fisik terjadi dengan cepat pada adolesens. Maturasi seksual terjadi seiring perkembangan karakteristik seksual primer dan sekunder. Karakteristik primer berupa perubahan fisik dan hormonal yang penting untuk reproduksi dan karakteristik sekunder secara eksternal berbeda pada laki-laki dan perempuan. Menurut potter (2005), empat focus utama perubahan fisik adalah : a. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot dan visera. b. Perubahan spesifik-seks seperti perubahan bahu dan leher pinggul. c. Perubahan distribusi otot dan lemak.
29
d. Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder. Variasi yang lebih luas terjadi dalam waktu perubahan fisik berkaitan dengan pubertas dan pada anak perempuan perubahan fisik cenderung mulai lebih awal daripada anak laki-laki. Variasi kultur dapat menyebabkan pertumbuhan yang cepat (Poter, 2005). 3. Tahap Perkembangan Remaja a. Perubahan Berat Badan dan Skelet Meningkatnya tinggi dan berat badan biasanya terjadi selama lajur pertumbuhn pubertas. Laju pertumbuhan pada perempuan umumnya mulai usia 8 dan 14 tahun. Tinggi badan sampai 0 cm dan berat badan meningkat 7 sampai 275 kg. Pertumbuhan pada anak laki-laki mulai antara usia 10 dan 16 tahun. Tinggi badan meningkat kira-kira 10 sampai 30 cm dan berat badan meningkat 7 sampai 32,5 kg. Anak perempuan mencapai 90% sampai 95% dari tinggi badan dewasanya pada masa menarke (awitan mentruasi) dan mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun, sementara anak laki-laki terus tumbuh lebih tinggi sampai usia 18 sampai 20 tahun. Lemak diredistribusikan sesuai proporsi dewasa seiring peningkatan tinggi dan berat badan dan secara bertahap tubuh adolesens berubah menjadi penampilan orang dewasa. Pertumbuhn dalam panjang ekstremitas terjadi pertama kali membuat tangan dan kaki tampak besar dan tangkai sangat panjang, individu sering tampak aneh dan janggal (Potter, 2005).
30
b. Pubertas 1). Waktu Variasi yang luas terhadap antara masing-masing jenis kelamin dan dalam jenis kelamin yang sama seiring awitan perubahan fisik pubertas ini. Variasi ini lebih nyata pada anak laki-laki. Pada beberapa penelitian anak laki-laki yang matur dini terlihat lebih tenang, releks, bersifat baik, terampil dalam aktivitas dan lebih banyak menjadi pemimpin disekolah dibanding
anak laki-laki
yang matur terlambat. Sebaliknya anak perempuan yang matur dini terlihat kurang dapat bersosialisasi dan lebih malu serta berpusat pada dirinya sendiri, mungkin karena merasa menjadi perhatin orang (Edelman & Manle, 1994). 2). Urutan Urutan perubahan pertumbuhan pubertas sama pada banyak individu. Rentang normal dilakukan seiring peningkatan tinggi dan berat badan, pada perubahan seksual lebih signifikan daripada awitannya. Menjadi sama seperti sebayanya merupakan hal yang sangat penting pada adolesens. Adanya penyimpangan pada waktu perubahan fisik mungkin sangat sukar diterima oleh mereka(Potter, 2005). 3). Perubahan Hormonal Perubahan yang terlihat atau tidak terlihat terjadi selama pubertas. Semua perubahan ini terjadi karena perubahan hormonal dalam
31
tubuh saat hipotalamus mulai memproduksi ganadotrapin-releasing hormones, yang merupakan sinyal bagi hipofesis untuk menyekresi hormon ganadotropile. Hormon ganadotropik menstimulasi sel ovarian untuk memproduksi estrogen dan sel testis untuk memproduksi testosteron (Potter, 2005). 4. Perkembangan Kognitif Antara umur 13-18 tahun, kemampuan kognitif diperbaiki untuk mengikuti penggunaan logika abstrak, penalaran deduktif dan konstruksi hipotesis. Proses pemikiran ini memungkinkan remaja untuk membentuk identitas mereka dan membuat keputusan tentang gaya hidup dan pekerjaan (Stanhope, 1998). Perubahan yang terjadi dalam pemikiran dan perluasan lingkungan adolesens mengakibatkan pada aktivitas formal, tingkat tertinggi perkembangan intelektual, menurut Plaget tanpa lingkungan pendidikan yang sesuai, orang muda yang memiliki perkembangan neurologis cukup untuk mencapai tahap ini mungkin tidak dapat memperolehnya dan yang diarahkan untuk berpikir rasional dapat mencapai tahap ini lebih awal (Potter, 2005). Adolesens mengembangkan kemampunnya menyesuaikan masalah melalui tindakan logis. Remaja dapat berpikir abstrak dan menghadapi masalah hipotetik secara efektif. Jika berkonfrontasi dengan masalah remaja dapat mempertimbangkan beragam penyebab dan solusi
yang
sangat banyak. Untuk pertama kali remaja dapat bergerak melebihi sifat
32
fisik atau konkret suatu situasi dalam menggunakan kekuatan yang beralasan untuk memahami keabstrakan. Remaja dapat memecahkan masalah yang memerlukan manipulasi beberapa konsep abstrak secara simultan. Perkembangan kemampuan ini penting dalam pencarian identitas. Misalnya ketrampilan kognitif yang baru didapat membuat remaja mengetahui perilaku peran seks yang efektif dan nyaman serta mempertimbangkan
pengaruhnya
terhadap
sebaya,
keluarga,
dan
masyarakat. Kemampuan untuk berpikir logis tentang perilaku ini dan akibatnya mendorong adolesens untuk mengembangkan pikiran dan cara personal dalam mengekspresikan identitas seksual. Selain itu tingkat tertinggi fungsi kognitif membuat adolesens mau menerima informasi yang lebih rinci dan beragam tentang seksualias dan perilaku seksual. Misalnya pendidikan seksual dapat melihat tentang perubahan seksual fisiologis dan alat pengukur kelahiran (KB) (Potter, 2005). 5. Perkembangan Psikologis Pencarian identitas diri merupakan tugas utama perkembangn psikososial adolesens. Remaja harus membentuk hubungan sebaya yang dekat dan tetap terisolasi secara sosial. Erickson memandang bingung identitas (atau peran) sebagai bahaya utama pada tahap ini dan menyarankan pengelompokkan dan intoleransi perbedaan yang terlihat pada perilaku adolesens dipertahankan terhadap bingung identitas (Erickson, 1968). Perilaku yang menunjukan resolusi negatif pada tugas perkembangan pada usia ini adalah kebimbangan dan ketidakmampuan
33
menentukan pilihan bekerja (Potter, 2005). Jenis perkembangan psikologis remaja menurut Potter (2005), meliputi : a. Identitas Seksual Pencapaian identitas seksual ditingkatkan dengan adanya perubahan fisik pubertas. Perubahan fisiologis pubertas ini mereaktifkan libido, sumber energi
yang mengisi seks. Hal ini ditandai dengan minat
remaja pada hubungan heteroseksual dengan pasangan diluar keluarga dan
melakukan
maturbasi.
Tanda fisik
maturitas mendorong
perkembangan perilaku maskulin dan feminim. Jika perubahan fisik ini cukup deviasi, orang lain lebih banyak kesulitan mengembangkan identitas seksual yang nyaman (Potter, 2005). b. Identitas Kelompok Adolesens mencari identitas kelompok karena mereka membutuhkan harga diri dan penerimaan. Anak perempuan pada situasi kelas menengah lebih dari kelompok lain, memandang popularitas sebagai hal utama yang penting. Kelompok sebaya memberi adolesens perasaan saling memiliki, pembuktian dan kesepakatan untuk belajar perilaku yang dapat diterima. Kebutuhan yang kuat dari identitas kelompok tampaknya merupakan konflik pada saat pencarian identitas diri (Potter, 2005). c. Identitas Keluarga Beberapa adolesens dan keluarga mengalami kesulitan selama masa ini daripada masa yang lain. Adolesens perlu membuat pilihan bersikap
34
mandiri dan mengalami konskuensi dari sikapnya ini. Keluarga perlu memungkinkan kemandirian sambil menyediakan tempat berlindung, tempat adolesens dapat merenungkan sikapnya. Keluarga yang tidak mampu
memberikan
dukungan
ini
menyulitkan
perpindahan
kepembentukan identitas. Dukungan pada keluarga dan adolesens mungkin esensial untuk kesuksesannya (Potter, 2005). d. Identitas Kesehatan Komponen lain dari identitas diri adalah persepsi kesehatan. Adolesens yang sehat mengevaluasi kesehatan diri mereka sendiri berdasarkan perasaan sejahtera, kemampuan berfungsi secara normal, dan tidak adanya gejala sakit. Adolesens berpartisipasi dalam kesehatan yang berkaitan dengan melakukan perawatan diri. Perubahan yang cepat selama periode ini membuat program promosi kesehatan menjadi penting (Potter, 2005). e. Identitas Moral Perkembangan penilaian moral bergantung sekali pada keterampilan kognitif dan komunikasi serta interaksi sebaya. Meskipun
35
perkembangan moral mulai pada masa kanak-kanak awal, hal ini dikonsulidasi pada adolesens karena adanya keterampilan tertentu. Pada tingkat tertinggi, moralitas didapat dari prinsip hati nurani individu. Adolesens menilai diri mereka sendiri dengan ide internal, yang sering menyebabkan konflik individu dan kelompok. Tidak semua adolesens memperoleh perkembangan moral yang sama (Kahlberg, 1964).
D. KERANGKA TEORI Gambar 2.1 Hubungan Dukungan Kelurga Dengan Penyalahgunaan Alkohol Pada Remaja Di Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang
Penyebab Penyalahgunaan Alkohol :
Penyalahgunaan
1. Dukungan Informasi 2. Dukungan Emosional 3. Dukungan Instrumental 4.
Dukungan Penilaian
Menurut Hawari (2006) Tabel 1. Kerangka teori
alkohol pada remaja
36
E. KERANGKA KONSEP
Dukungan keluarga
Penyalahgunaan alkohol pada remaja
Tabel 2. Kerangka konsep
F. VARIABEL PENELITIAN Variabel bebas (Independen) : Dukungan keluarga Variabel terikat (Dependen) : penyalahgunaan alkohol
G. HIPOTESIS Rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah : H0 : Ada hubungan dukungan keluarga dengan penyalahgunaan alkohol pada remaja. H1 : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan penyalahgunaan alkohol pada remaja.