40
BAB II PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DITINJAU DARI PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996
A. Aspek Hukum Perjanjian Kredit Sederhana Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian sehingga sebelum membahas secara khusus mengenai perjanjian kredit perlu dibahas secara garis besar tentang ketentuan umum atau ajaran umum hukum perikatan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) karena ketentuan umum dalam KUHPerdata tersebut menjadi dasar atau asas umum yang konkrit dalam membuat semua perjanjian apapun. KUHPerdata buku III Bab I s/d Bab IV Pasal 1319 menegaskan: Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraruran-peraturan umum yang termuat dalam Bab II dan Bab I KUHPerdata. Ada bermacam-macam mengenai perjanjian baik yang telah diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama maupun perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama karena jenis-jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata tersebut oleh pembentuk undang-undang sudah diberikan namanya misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian hibah, perjanjian pinjam meminjam dan lain-lain. Namun dalam
Universitas Sumatera Utara
41
perkembangan jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis perjanjian bernama yang tidak diatur dalam KUHPerdata seperti misalnya perjanjian sewa beli atau leasing, perjanjian distributor, perjanjian kredit, perjanjian membangun bangunan dan lain-lain. Dalam membuat perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUHPerdata atau yang diatur di luar KUHPerdata, atau apapun jenis dan nama perjanjian itu maka syarat dan ketentuan dari perjanjian tersebut harus mengacu pada ketentuan umum hukum perikatan.
1. Perjanjian Pada Umumnya Mengenai istilah perjanjian dalam Hukum Perdata Indonesia yang berasal dari istilah Belanda sebagai sumber aslinya sampai saat ini belum ada kesamaan dan kesatuan dalam menyalin ke dalam bahasa Indonesia dengan kata lain belum ada kesatuan terjemahan untuk satu istilah asing ke dalam istilah teknis yuridis dari istilah Belanda ke dalam istilah Indonesia. Para ahli Hukum Perdata Indonesia menterjemahkan atau menyalin istilah perjanjian yang berasal dari istilah Belanda didasarkan pada pandangan dan tinjauan masing-masing. Dalam Hukum Perdata Nederland dalam hubungannya dengan istilah perjanjian dikenal dua istilah yaitu Verbintenis dan Overeenkomst, dari dua istilah tersebut para ahli Hukum Perdata Indonesia berbeda-beda dalam menafsirkan ke dalam istilah Hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
42
Subekti mengemukakan bahwa kata “perikatan” atau Verbintenis mempunyai arti yang lebih luas dari “perjanjian”, sebab dalam Buku III KUHPerdata, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).37 Sedangkan menurut Koesumadi bahwa verbintenis diterjemahkan dengan perutangan dengan alasan karena menganggap perikatan yang terdapat dalam hukum Perdata hanyalah perikatan yang terletak dalam lapangan hukum harta kekayaan saja bukan perikatan pada umumnya.38 Menurut Pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena undang-undang”. Dari bunyi pasal tersebut secara jelas bahwa sumber hukum perikatan yaitu: a. Perjanjian atau persetujuan adalah sumber penting yang melahirkan perikatan karena perjanjian ini yang paling banyak di lakukan di dalam kehidupan masyarakat. Misalnya jual beli, sewa menyewa adalah perjanjian menerbitkan perikatan. b. Undang-Undang sebagai sumber perikatan dibagi dua (Pasal 1352 KUHPerdata) yaitu: 1) Bersumber pada undang-undang saja misalnya orang tua yang berkewajiban untuk memberikan nafkah adalah perikatan yang lahir dari undang-undang saja. 2) Bersumber pada undang-undang karena perbuatan manusia dibedakan menjadi dua: a) Perbuatan manusia menurut hukum, misalnya mewakili urusan orang lain 1354 KUHPerdata (zaakwaarneming)
37 38
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 122. Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Op. Cit., hlm. 73.
Universitas Sumatera Utara
43
b) Perbuatan manusia karena perbuatan melawan hukum, (Pasal 1365 KUHPerdata).39 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.40 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Selain itu, perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu sehingga antara perjanjian dan persetujuan memiliki arti yang sama. Sumbersumber lain mencakup dengan nama undang-undang. Jadi, perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan.41 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Jika diperhatikan dengan seksama rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu orang
39
Ibid. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, hlm. 1. 41 Ibid., hlm.3. 40
Universitas Sumatera Utara
44
atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tesebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.42 Menurut Setiawan, rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu : a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum; b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata. c. Sehingga perumusannya menjadi : “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” 43 Para Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan didalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku
42
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 92. 43 Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, PT. Binacipta, Bandung, 1987, hlm. 49.
Universitas Sumatera Utara
45
III Perjanjian. Yang diatur dalam KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.44 Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian diakui dan meningkat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3) Mengenai hal atau obyek tertentu. 4) Suatu sebab ( causal) yang halal. Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjianya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.45 Syarat pertama, dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seiasekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Syarat kedua, orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai orangorang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang perempuan dalam
44 45
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Op. Cit, hlm. 65. Subekti, Hukum Perjanjian,Op.Cit., hlm.17.
Universitas Sumatera Utara
46
hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undangundang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertantu. Syarat ketiga, bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada ditangannya siberutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. Syarat keempat, untuk suatu perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini dimaksudnya tiada lain daripada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh undang-undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi selain dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut diatas, juga harus diperhatikan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, dimana perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Tentang berakhirnya atau hapusnya perjanjian, menurut Pasal 1381 KUHPerdata bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian disebabkan peristiwaperistiwa sebagai berikut : a) Karena ada pembayaran b) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau dalam Bahasa Belanda dinamakan consignatie c) Novasi Atau Pembaruan Utang d) Kompensasi Atau Perjumpaan Utang e) Pencampuran Utang f) Pembebasan Utang g) Musnahnya Barang Yang Terutang h) Pembatalan Perjanjian
Universitas Sumatera Utara
47
i) Berlakunya Suatu Syarat Batal j) Daluwarsa Atau Lewatnya Waktu Atau Verjaring Pada pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatanperikatan untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Juga cara-cara yang tersebut dalam Pasal 1381 KUHPerdata itu tidaklah lengkap, karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan, karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak. Lima cara pertama yang tersebut didalam Pasal 1381 KUHPerdata menunjukkan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur. Dalam cara keenam yaitu pembebasan utang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan sebaliknya yaitu secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi. Pada keempat cara terakhir maka kreditur tidak menerima prestasi, karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur.46 Selain itu, menurut Hartono Hadi Soeprapto47, hapusnya perjanjian dapat terjadi karena : (1) ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak; (2) Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian; (3) pernyataan dari pihak-pihak atas salah satu pihak untuk menghentikan perjanjian; 46
Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan,Op. Cit., hlm.115-116. Hartono Hadi Soeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm 28. 47
Universitas Sumatera Utara
48
(4) tujuan perjanjian telah tercapai. Menurut ketentuan undang-undang dalam perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit "orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkan, sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian".48 Begitu pula pihak si peminjam atau "orang yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan".49
2. Perjanjian Kredit Perbankan Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti ”credere” artinya percaya. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.50 Beberapa sarjana berpendapat rnengenai pengertian kredit yaitu : a. Muchdarsyah Sinungan mengatakan, kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga.51 b. Susatyo Reksodiprodjo mengatakan, kredit adalah lalulintas pembayaran dan penukaran barang dan jasa, dimana pihak ke satu memberikan prestasi 48
Pasal 1759 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 50 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Hlm. 236. 51 Muchdarsyah Sinungan MZ., Dasar-Dasar dan Tehnik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1987. hlm 12. 49
Universitas Sumatera Utara
49
baik berupa uang, barang, jasa ataupun prestasi lain, sedangkan imbangan prestasinya akan diterima kemudian.52 Bagi masyarakat Indonesia, istilah kredit tersebut sudah tidak asing lagi dan dalam praktiknya sudah dilaksanakan secara luas. Kebiasaan ini rupanya mendorong para konseptor yang ditugaskan membuat undang-undang pokok tentang perbankan, untuk merumuskannya sebagai suatu istilah yang resmi dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.53 Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan, bahwa penyediaan uang atas tagihan-tagihan itu harus didahului oleh suatu persetujuan antara kreditur dengan pihak lain, dengan kewajiban setelah jangka waktu tertentu debitur harus mengembalikan uang yang telah dipakainya beserta bunganya, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam yang mereka sepakati bersama. Sehingga menurut pasal tersebut, unsur- unsur kredit adalah: 1) Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan pihak debitur, yang disebut dengan perjanjian kredit. 2) Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan jaminan, yang dalam hal ini adalah bank, dan pihak debitur sebagai pihak yang membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa. 3) Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar atau mencicicl kreditnya. 4) Adanya kesanggupan dan janji membayar utang dari pihak debitur. 52 53
A.A. Rachmat M.Z, Tanya Jawab Perkreditan, Remadja Karya, Bandung, 1987, hlm. 2. Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998, LN Tahun 1998 Nomor 182, TLN No. 3790.
Universitas Sumatera Utara
50
5) Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. 6) Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur disertai dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan. 7) Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur 8) Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata Pasal 1754-1769 merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjammeminjam (verbruiklening). Dalam pemberian kredit sebenarnya terjadi beberapa hubungan hukum, yaitu tidak saja berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam akan tetapi terjadi juga hubungan hukum berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, perjanjian pertanggungan (asuransi), dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perjanjian
kredit
khususnya
perjanjian
kredit
perbankan
didalam
pelaksanaannya tidaklah sama (identik) sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjammeminjam dalam KUHPerdata,54 namun bersumber dari sana untuk pengaturan umumnya. Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit. Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money. Istilah perjanjian kredit tidak ditemukan dalam istruksi pemerintah dan berbagai surat edaran. Namun, dalam Pasal 1 angka 3 Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian perjanjian kredit.
54
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Op. Cit, hlm.385-386.
Universitas Sumatera Utara
51
“Perjanjian kredit adalah persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biayabiaya yang disepakati”.55 Dalam memberikan kredit, bank harus menggunakan akad perjanjian sehingga memiliki ketentuan pembuktian, dan bank biasanya menggunakan kontrak/perjanjian kredit yang bentuknya sudah baku sehingga tidak perlu untuk selalu membuat perjanjian kredit setiap saat, karena apabila bank akan memberikan kredit kepada nasabah debiturnya perjanjiannya telah siap sehingga hanya diperlukan tanda tangan nasabah debitur. Mengenai akad perjanjian ini diatur didalam Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia unit I No. 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia unit I No. 2/649/UPK/Pemb tanggal 20 Oktober 1966 serta Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Pebruari 1967 yang isinya menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktik perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain
55
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 77-78.
Universitas Sumatera Utara
52
sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isi perjanjian kredit pada pokoknya selalu memuat hal-hal berikut :56 a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya. Jangka waktu pembayaran kredit. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit. Cara pembayaran kredit. Klausula jatuh tempo Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit. Biaya akta dan biaya penagihan utang yang juga harus dibayar debitur
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, yaitu perjanjian kredit yang mengandung syarat-syarat tangguh (conditions precendent) sebagaimana dimaksud pada Pasal 1253 jo 1263 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis dapat mengacu pada pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Dalam pasal itu terdapat kata-kata : Penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan 56
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm 25.
Universitas Sumatera Utara
53
pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis namun dalam organisasi bisnis modern dan mapan maka untuk kepentingan administrasi yang rapi dan teratur dan demi kepentingan pembuktian sehingga pembuatan bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis. Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1996. Dalam instruksi tersebut ditegaskan “Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dengan debitur atau antara bank sentral dan bank-bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit. Dengan keputusan-keputusan tersebut maka pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya menjadi pasti bahwa: 1. Perjanjian diberi nama perjanjian kredit 2. Perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis Dalam praktik bank ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit yaitu :57 1) Perjanjian kredit dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan58 artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian 57
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Op. Cit., hlm. 100-101. Pasal 1874 KUHPerdata menyebutkan bahwa sebagai tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. 58
Universitas Sumatera Utara
54
ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis Akta Dibawah Tangan. 2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik59 atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang Notaris namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh Bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang Notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Selanjutnya dalam mengisi materi perjanjian kredit tersebut para pihak akan mengadakan suatu perundingan yang menyangkut klausul-klausul yang perlu dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Didalam perjanjian kredit, bagian isi pokok perjanjian yaitu mengatur substansi perjanjian karena memuat isi pokok yang diperjanjikan, mengatur syarat dan ketentuan perjanjian secara detail. Isi pokok perjanjian mengandung 3 syarat yaitu :60 1. Syarat Esensialia adalah syarat yang harus ada dalam setiap perjanjian. Syarat esensialia ini tergantung dari materi perjanjian. Misalnya perjanjian kredit syarat esensialianya adalah jumlah utang, jangka waktu pengembalian, bunga syarat penarikan kredit, tujuan kredit, cara pengembalian, cidera janji dan jaminan kredit. Apabila syarat esensialia ini tidak ada dalam perjanjian maka perjanjian menjadi tidak sempurna atau cacat sehingga menjadi tidak mengikat para pihak. Misalnya saja perjanjian kredit tidak mencantumkan jumlah kredit maka perjanjian kredit tidak jelas berapa utang debitur.
59
Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. 60 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Op. Cit., hlm. 113-114.
Universitas Sumatera Utara
55
2. Syarat Naturalia adalah ketentuan dalam Undang-Undang yang dapat dimasukkan dalam perjanjian yang dibuat para pihak. Kalau para pihak tidak mencatumkan dalam perjanjian maka perjanjian yang dibuat para pihak tetap sah maka yang berlaku adalah ketentuan dalam UndangUndang. Jadi para pihak bebas untuk mencantumkan syarat yang ada dalam Undang-Undang ke dalam perjanjian yang dibuat para pihak atau tidak. 3. Syarat Aksidentalia syarat yang tidak harus ada dalam perjanjian. Syarat ini dapat dicantumkan dalam perjanjian karena ada kepentingan salah satu pihak dalam perjanjian. Contoh dalam perjanjian kredit dicantumkan pihak dalam perjanjian. Contoh dalam perjanjian kredit dicantumkan ketentuan bahwa selama debitur belum melunasi utang yang diterima tidak diperbolehkan meminjam kredit lagi ke kreditur lain tanpa persetujuan kreditur atau bank. Adapun fungsi daripada perjanjian kredit itu sendiri diantaranya, yaitu:61 a. sebagai perjanjian-perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya. b. sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. c. sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Perjanjian kredit PT. Bank Tabungan Negara (Persero) disingkat BTN, merupakan bentuk perjanjian baku (standard contract) yang terdiri dari 26 pasal. Dikatakan baku karena didalamnya ditentukan sepihak oleh pihak bank dalam bentuk perjanjian kredit, ini berarti debitur “mau tidak mau” harus tunduk pada isi perjanjian tersebut. Jelas ini memang memberatkan bagi pihak debitur, akan tetapi disisi lain debitur tidak punya pilihan “take it or leave it”. Didalam perjanjian kredit BTN mengatur tentang : 1) Jumlah maksimum kredit; 2) Jangka waktu pembayaran kredit; 61
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm.
183.
Universitas Sumatera Utara
56
3) 4) 5) 6) 7)
Besarnya bunga kredit, provisi, administrasi dan biaya-biaya lainnya; Ketentuan denda tunggakan; Pembayaran ekstra, pembayaran dimuka dan pelunasan dipercepat; Agunan kredit dan pengikatannya; Asuransi barang agunan (dengan menggunakan Banker’s Clause) dan asuransi jiwa debitur; 8) Wanprestasi; 9) Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit; 10) Alamat para pihak dan domisili.
B. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sebagai Perjanjian Pokok Yang Melahirkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) 1. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit Prinsip-prinsip pemberian kredit perbankan menurut Pasal 8 ayat (1) UndangUndang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”. Jadi menurut Pasal 8 UU Perbankan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain : 1) Wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan; 2) Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
57
Sehubungan dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian kredit tersebut diatas, maka bank umum dan bank perkreditan rakyat wajib melakukan analisis kredit yang mendalam atas permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, dan memiliki serta menerapkan pedoman perkreditan dalam melaksanakan perkreditannya. Lebih lanjut prinsip-prinsip pemberian kredit dinyatakan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, menentukan bahwa: “Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko,sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur”. Menurut Pratama Rahardja, mengemukakan bahwa tujuan diadakannya penilaian kredit adalah agar kredit yang akan diberikan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:62 1. Keamanan kredit (safety), artinya harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat dilunasi kembali. 2. Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability), yaitu bahwa kredit akan digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 3. Menguntungkan (profitable), baik bagi bank sendiri berupa penghasilan bunga maupun bagi nasabah, yaitu berupa keuntungan dan makin berkembangnya usaha.
62
Pratama Rahardja, Uang & Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1987. hlm. 107.
Universitas Sumatera Utara
58
Pedoman perkreditan dan pembiayaan diatur dalam Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007, dan terakhir diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009, menentukan bahwa penyediaan dana oleh bank wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehatihatian, oleh karena itu dalam setiap pemberian kredit diperlukan adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam kredit dapat terwujud sehingga kredit yang diberikan tepat pada sasaran dan terjamin pengembalian kredit tersebut tepat waktunya sesuai dengan perjanjian. Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar dan sungguh-sungguh. Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek lainnya tetap sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standar penilaian setiap bank. Biasanya kriteria penilaian yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan, dilakukan dengan analisis 5C dan 7P.
Universitas Sumatera Utara
59
Kegiatan pemberian kredit dalam praktik perbankan menurut Kasmir dengan melakukan analisis dengan 5C, terdiri dari:63 1. Character (Watak) Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-banar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, yang semuanya merupakan ukuran kemauan membayar. 2. Capacity (Kemampuan) Dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu juga dalam kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 3. Capital (modal) Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. 4. Collateral (Jaminan atau agunan) Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi dari kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya,sehingga jika tejadi sesuatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. 5. Condition of Economy (Kondisi Perekonomian) Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah sangat kecil. Selain memperhatikan hal-hal di atas, bank harus pula mengetahui mengenai tujuan penggunaan kredit dan rencana pengembangan kreditnya. Bank dalam
63
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hlm.105.
Universitas Sumatera Utara
60
memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5C, juga menerapkan prinsip 7P, antara lain:64 1. Personality Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencangkup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan dalam menghadapi suatu masalah. 2. Party (Para Pihak) Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untuk itu bank sebagai pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu kepercayaan terhadap debitur, bagaimana karakternya, kemampuannya, dan sebagainya. 3. Purpose (Tujuan) Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah, dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit. 4. Payment (Pembayaran) Merupakan ukuran bagaimana cara debitur mengembalikan kredit yang telah diambil, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diberikan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. 5. Profitability (Perolehan Laba) Untuk menganalisis bagaimana kemampuan debitur dalam mencari laba. Bank harus berantisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit. 6. Protection (Perlindungan) Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, orang, atau jaminan asuransi. 7. Prospect Yaitu untuk menilai usaha debitur dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, hal ini penting mengingat jika fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospect, bukan hanya bank yang akan rugi tetapi juga nasabah.
64
Ibid., hlm. 104.
Universitas Sumatera Utara
61
Kegiatan pemberian kredit dalam praktik perbankan juga dikemukakan Rachmadi Usman, bahwa selain menggunakan prinsip 5C dan 7P dalam memberikan kredit bank juga harus menerapkan prinsip 3R, terdiri dari:65 1. Returns (Hasil Yang Diperoleh) Yaitu hasil yang diperoleh oleh debitur ketika kredit telah dimanfaatkan dan dapat diantisipasi oleh calon kreditur, artinya perolehan hasil tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkosongkos, dan sebagainya. 2. Repayment (Pembayaran Kembali) Merupakan kemampuan membayar kembali dari pihak debitur. Kemampuan membayar tersebut harus sesuai dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang diberikan. 3. Risk Bearing Ability (Kemampuan Menanggung Risiko) Merupakan kemampuan debitur untuk menanggung risiko jika terjadi hal diluar antisipasi kedua belah pihak terutama bila dapat menyebabkan kredit macet, oleh karena itu harus dipertimbangkan mengenai jaminan atau asuransi barang atau kredit apakah cukup aman untuk menutupi risiko tersebut. Berdasarkan uraian-uraian di atas, pemberian atau peluncuran kedit mempunyai prinsip-prinsip yang meliputi prinsip kepercayaan, kehati-hatian, waktu, tingkat risiko, prestasi, serta ditambah dengan prinsip 5C yang terdiri dari: craracter, capacity, capital, collateral, condition of economy, dan prinsip 7P yang terdiri dari: personality, party, purpose, payment, profitability, protection, purpose, juga prinsip 3R yang terdiri dari: returns, repayment, dan risk bearing ability. Prinsip-prinsip ini berguna bagi pihak bank dalam memperhitungkan kemampuan pembayaran kredit oleh debitur.
65
Ibid, hlm. 249.
Universitas Sumatera Utara
62
2. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Bank Tabungan Negara adalah salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bisnis intinya yaitu bisnis pembiayaan perumahan dan salah satu bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai bank pelaksana dalam hal pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah yang bersubsidi yang dikenal dengan KPR Sejahtera Tapak, hal ini bertujuan memberikan pelayanan bagi masyarakat yang kurang mampu dalam membeli rumah. Kredit pemilikan rumah termasuk dalam kredit konsumtif, karena kredit diberikan kepada debitur pada lazimnya dipergunakan untuk membeli rumah sebagai tempat tinggal atau dihuni. Selain itu juga Bank Tabungan Negara merupakan bank pelaksana dari program pemerintah dalam hal pengadaan perumahan melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah. Kredit Pemilikan Rumah Sederhana, atau disebut juga dengan Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak adalah kredit yang diterbitkan oleh bank pelaksana kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pemilikan rumah sejahtera yang dibeli dari pengembang.66 Masyarakat berpenghasilan rendah yang dimaksud dalam pengertian diatas adalah masyarakat yang mempunyai penghasilan paling banyak Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) per bulannya.67
66
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. 67 Pasal 1 ayat (8) Peraturan Menteri Negara Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.
Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan
Universitas Sumatera Utara
63
Cara mendapatkan rumah dengan fasilitas KPR BTN ini memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan membangun rumah sendiri atau membeli tanpa fasilitas KPR. Kelebihan dan kemudahan yang didapat masyarakat konsumen antara lain :68 a. Wilayah pemukiman yang berorientasi ke depan karena sejalan dengan rencana umum tata ruang yang dibuat oleh pemerintah daerah. b. Bunga kredit yang relatif murah, masing-masing : − 8,15% per tahun (fixed rate mortgage atau tetap selama jangka waktu kredit) untuk nilai KPR paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); − 8,25 % per tahun (fixed rate mortgage atau tetap selama jangka waktu kredit) untuk nilai KPR paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah); − 8,35% per tahun (fixed rate mortgage atau tetap selama jangka waktu kredit) untuk nilai nilai KPR paling banyak Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah); − 8,50 % per tahun (fixed rate mortgage atau tetap selama jangka waktu kredit) untuk nilai KPR paling banyak Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah). c. Uang muka KPR paling sedikit 10%. d. Dapat dicicil dalam jangka waktu relatif cukup panjang yaitu hingga 15 tahun. e. Memiliki jaminan hukum yang lebih pasti karena semua perizinan dikeluarkan oleh instansi yang resmi. f. Bebas biaya administrasi kredit dan biaya appraisal, dan biaya provisi yang dikenakan hanya 0.5%. Dalam melakukan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana melalui bank, ada 3 (tiga) pihak yang terlibat didalamnya, yaitu :69 1) Pihak debitur atau konsumen yaitu pihak pembeli rumah yang dibangun oleh developer dengan uang yang dipinjam dari bank melalui Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah. 68
Hasil Wawancara dengan Nelvira Ningsih, Consumer Loan Service BTN Cabang Setiabudi Medan, tanggal 19 April 2011. 69 Hasil Wawancara dengan Rosma, SH, SpN, Notaris/PPAT Kabupaten Deli Serdang, tanggal 20 Mei 2011.
Universitas Sumatera Utara
64
2) Pihak kreditur yaitu pihak bank sebagai bank penyandang dana yang memberikan bantuan fasilitas kredit pemilikan rumah dalam bentuk uang yang dipergunakan oleh debitur untuk membayar rumah yang dibeli dari developer. 3) Developer yaitu pengembang dan pembangun proyek-proyek perumahan yaitu rumah-rumah yang dijual kepada pembeli baik secara tunai maupun melalui Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah. Dalam hal proses pembelian rumah melalui kredit pemilikan rumah di Bank Tabungan Negara khususnya cabang Setiabudi Medan, konsumen sebagai pembeli membeli rumah dari pengembang (penjual) dengan cara membayar uang muka minimal sebesar 10 persen dari total harga rumah secara keseluruhan, sedangkan sisanya diperoleh melalui Kredit Pemilikan Rumah. Batas maksimum harga rumah yang diperbolehkan untuk dibeli melalui KPR tersebut adalah sebesar Rp. 55.000.000,- (limapuluh lima juta rupiah)70 dengan batas maksimum nilai KPR adalah Rp. 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah).71 Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam perkreditan bank diatas, tiaptiap bank mempunyai kebebasan untuk menentukan mekanisme pemberian kredit. Mekanisme pemberian kredit adalah tahap-tahap atau prosedur yang harus dilalui sebelum suatu kredit diputuskan untuk diberikan. Secara umum prosedur pemberian kredit oleh bank sebagai berikut:72 a) Pengajuan Berkas-berkas. 70
Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor.07/PERMEN/M/2008 Pasal 5 huruf (a) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor.14 Tahun 2010. 72 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Op. Cit, hlm.110-114. 71
Universitas Sumatera Utara
65
Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dalam suatu proposal, kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. Pengajuan proposal kredit hendaknya berisi antara lain; (1) Latar belakang perusahaan atau riwayat hidup singkat seseorang, jenis bidang usaha,
nama
pengurus
berikut
pengetahuan
dan
pendidikannya,
perkembangan perusahaan. (2) Maksud dan tujuan, apakah untuk memperbesar omset penjualan atau meningkatkan kapasitas produksi, serta tujuan lainnya. (3) Besarnya kredit dan jangka waktu, dalam hal ini pemohon menentukan besarnya humlah kredit yang ingin diperoleh dan jangka waktu kreditnya (4) Cara Pemohon mengembalikan kredit, dijelaskan sacara rinci tentang caracara nasabah mengembalikan kreditnya. (5) Jaminan kredit. Hal ini merupakan jaminan untuk menutupi segala resiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak. b) Penyelidikan Berkas Pinjaman Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sudah batas tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka permohonan kredit akan dibatalkan.
Universitas Sumatera Utara
66
c) Wawancara I Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam, untuk menyakinkan apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan yang bank inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. d) On The Spot Merupakan Kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau beberapa objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan, kemudian hasil on the spot dicocokkan dengan hasil wawancara I. e) Wawancara II Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I dicocokkan dengan pada saat on the spot apakah ada kesesuaian dan mengandung kebenaran. f) Keputusan Kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima maka dipersiapkan administrasinya, biasanya keputusan kredit mencangkup: − jumlah uang yang diterima − jangka waktu kredit − biaya-biaya yang harus dibayar.
Universitas Sumatera Utara
67
g) Penandatanganan Akad Kredit Merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan, terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan atau pernyataan tang dianggap perlu. Penandatangan dilaksanakan: antara bank dengan debitur secara langsung, atau dengan melalui notaris. h) Realisasi Kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. i) Penyaluran atau Penarikan Dana Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit, yaitu sekaligus atau secara bertahap. Dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana di Bank BTN Cabang Setiabudi Medan, syarat-syarat kelengkapan dokumen yang wajib dilampirkan oleh calon debitur tersebut antara lain : a) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Nikah/Cerai dan Kartu Keluarga; b) Surat keterangan penghasilan dari instansi tempat bekerja atau Kelurahan; c) Surat pernyataan belum memiliki rumah yang ditandatangani di atas materai dan disahkan oleh Kelurahan atau instansi tempat bekerja (Format C);
Universitas Sumatera Utara
68
d) Surat pernyataan dengan menggunakan Format D yang ditandatangani diatas materai yang mencakup: a) Menggunakan sendiri Rumah Sejahtera sebagai tempat tinggal; b) tidak akan memindahtangankan Rumah Sejahtera sebelum 5 (lima) tahun; c) belum pernah menerima subsidi perumahan; d) bahwa fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah sesuai dengan aslinya dan fotocopy Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi sama dengan yang dikirim ke kantor pajak. e) telah melakukan perjanjian jual beli dengan pengembang yang dibuktikan dengan Akta Jual Beli (AJB) atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk Rumah Sejahtera Tapak yang disertai dengan Berita Acara Serah Terima (BAST). Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan didalam proses pemberian kredit pemilikan rumah tersebut antara lain : Tahap pertama yaitu loan service menerima berkas calon debitur untuk dianalisa dari aspek hukum dan aspek-aspek lainnya terhadap pemohon atau calon debitur, kemudian proses wawancara untuk mengetahui layak tidaknya calon debitur mendapatkan fasilitas kredit tersebut. Kemudian dilakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur (SID) oleh akunting, survey lapangan (on the spot) oleh operation staf dan juga melakukan penaksiran jaminan yang dilakukan oleh loan admin. Fungsi
Universitas Sumatera Utara
69
daripada SID tersebut adalah untuk mengetahui apakah calon debitur tersebut masih memiliki fasilitas kredit di bank lain dan bagaimana kelancaran pembayarannya. Setelah semua data yang masuk di validasi oleh loan service, lalu diserahkan kepada analis staf untuk memberikan rekomendasi yang kemudian diteruskan kepada komite kredit. Dan apabila debitur telah memenuhi kriteria sebagai debitur yang layak mendapat fasilitas kredit maka bank, dalam hal ini loan service akan menerbitkan Surat Penegasan Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) yang diberikan kepada pemohon kredit sebagai calon debitur. Surat Penegasan Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) adalah surat yang dikeluarkan oleh bank berisi pemberitahuan kepada pemohon kredit sebagai calon debitur yang isinya bank bersedia atau sanggup memberikan pinjaman kredit apabila calon debitur bersedia memenuhi syarat dan ketentuan minimal seperti apa yang tercantum yang kemudian ditandatangani oleh pemohon kredit sebagai calon debitur sebagai bukti persetujuannya. Sebelum akad kredit dilakukan, calon debitur wajib menyetorkan biaya-biaya akad kredit termasuk angsuran pertama yang harus dilunasi bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kredit. Adapun syarat dan ketentuan minimal yang tercantum didalam Surat Penegasan Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) tersebut antara lain adalah jumlah kredit dan jangka waktu yang disetujui, biaya povisi, biaya asuransi kebakaran selama jangka waktu kredit, asuransi jiwa yang disesuaikan dengan usia pemohon
Universitas Sumatera Utara
70
dan jangka waktu kredit, biaya proses pengikatan kredit termasuk biaya akta jaminan (SKMHT) , biaya Akta Jual Beli, angusuran atau cicilan pertama, yang wajib disetor ke rekening calon debitur sebelum dilakukannya penandatanganan Akta Perjanjian Kredit-nya. Tahap kedua yaitu tahap dimana kreditur dan debitur menandatangani akta perjanjian kredit. Dalam hal pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana pada Bank Tabungan Negara, perjanjian kredit dibuat dibawah tangan yang kemudian dilegalisasi oleh notaris, dan dalam praktek selain dibuat dan ditandatangani perjanjian kredit dibawah tangan juga dibuat Akta Pengakuan Utang secara notaril, hal ini disebabkan perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan eksekutorial berbeda dengan Akta Pengakuan Utang yang merupakan perjanjian sepihak, didalamnya hanya dapat memuat suatu kewajiban untuk membayar utang sejumlah uang tertentu atau pasti. Akta Pengakuan Utang notariil sesuai pasal 224 HIR/258 RGB, mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti keputusan hakim yang tetap, dengan demikian Akta Pengakuan Utang mempunyai kekuatan eksekutorial. Tahap ketiga yaitu tahap penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) antara developer selaku pengembang sebagai penjual dengan konsumen selaku debitur yang dibuat dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang juga sekaligus notaris yang membuat akta serta melegalisir perjanjian terkait dengan pemberian fasilitas kredit tersebut. Tahap penandatangan Akta Jual Beli (AJB) tersebut adalah tahap peralihan hak atas tanah atas objek yang menjadi pembiayaan fasilitas kredit
Universitas Sumatera Utara
71
pemilikan rumah tersebut. Prinsip jual adalah terang dan tunai dalam hal ini terang yaitu dibuat dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sedangkan yang dimaksud tunai adalah bahwa pembelian rumah oleh debitur dilunasi oleh bank dengan cara pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah dimana perjanjian kreditnya telah ditandatangani sebelumnya sehingga hubungan debitur dengan developer sudah selesai karena rumah tersebut telah dibayar tunai oleh debitur melalui bank, tinggal hubungan antara debitur dengan bank selaku pemberi fasilitas kredit. Tahap keempat adalah tahap penandatanganan jaminan, dimana atas pemberian utang diperlukan suatu jaminan guna menjamin pelunasan atas utangnya. Dalam fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana yang dijaminkan adalah tanah berikut bangunan rumah yang dibiayai oleh fasilitas kredit itu sendiri dengan lembaga jaminan hak tanggungan, namun mengacu dengan ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1996 dalam hal pemberian kredit pemilikan rumah sederhana jaminannya hanya akan diikat dengan akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang jangka waktu berlakunya sampai berakhirnya masa berlakunya perjanjian kredit. Selain itu juga pengaturan tentang kredit pemilikan rumah sederhana ini yang tidak harus diikat dengan hak tanggungan, diatur didalam Pasal 43 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Universitas Sumatera Utara
72
Didalam Petunjuk Pelaksanaan KPR Sejahtera dengan Dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan ini, hal-hal yang harus diperhatikan dan menjadi syarat agar dapat memiliki fasilitas kredit program ini antara lain : 1) belum pernah memiliki rumah/hunian; 2) belum pernah menerima subsidi perumahan; 3) KPR Sejahtera Tapak diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang penghasilan pokok/gajinya perbulan paling banyak sebesar Rp.2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah); 4) Harus memiliki NPWP dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagaimana dimaksud diatas disyaratkan bagi calon debitur yang memiliki NPWP lebih dari 1 (satu) tahun, sedangkan yang memiliki NPWP kurang dari 1 (satu) tahun harus menyerahkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada tahun berikutnya. 5) harus menggunakan sendiri rumah sejahtera sebagai tempat tinggal; 6) tidak boleh memindahtangankan atau mengalihkan rumah sejahtera sebelum 5 (lima) tahun, kecuali jika jangka waktu kreditnya kurang dari 5 (lima) tahun;
Universitas Sumatera Utara