Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 1.1 Pendahuluan Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan di tanah air. Seiring dengan meningkatnya intensitas krisis keuangan global di tahun 2008 pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) sebagai episentrum krisis, mengalami penurunan tajam. Penurunan tersebut secara signifikan menyebabkan volume perdagangan dunia mengalami kontraksi. Setelah mengalami ekspansi rata-rata 8,1 persen selama 5 tahun terakhir, pada tahun 2008 pertumbuhan volume perdagangan dunia menurun tajam menjadi 4,1 persen. Indikasi merosotnya volume perdagangan dunia ini antara lain tercermin dari penurunan tajam Baltic Dry Index yang merupakan barometer volume perdagangan dunia. Pada tahun 2009 diperkirakan volume perdagangan dunia akan mengalami tingkat kontraksi yang lebih dalam yaitu minus 11,0 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan juga mengalami kontraksi sebesar 1,3 persen pada tahun 2009. Bagi Indonesia dampak negatifnya langsung tercermin dari penurunan atau perlambatan pertumbuhan perdagangan dan investasi. Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, kinerja perekonomian nasional tidak sampai mengalami pertumbuhan negatif seperti halnya sebagian besar negara di dunia. Transmisi dampak krisis ekonomi global ke perekonomian Indonesia sesungguhnya masuk melalui dua jalur, yakni jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel). Dampak krisis melalui jalur finansial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara langsung terjadi apabila suatu bank atau institusi keuangan di Indonesia membeli aset-aset yang bermasalah (toxic assets) dari perusahaan penerbit yang mengalami kesulitan likuiditas di luar negeri. Selain itu, transmisi dampak krisis melalui jalur finansial secara langsung juga bisa terjadi melalui aktivitas, dimana investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas terpaksa harus menarik dananya yang ditanam di Indonesia (deleveraging). Selain kedua hal di atas, dampak secara langsung melalui jalur finansial juga bisa terjadi melalui aksi pemindahan portofolio investasi berisiko tinggi ke risiko lebih rendah (flight to quality). Sementara, dampak tidak langsung jalur finansial terjadi melalui munculnya hambatan-hambatan terhadap ketersediaan pembiayaan ekonomi. Dampak melalui jalur perdagangan muncul melalui melemahnya kinerja ekspor impor yang pada gilirannya berpengaruh pada sektor riil dan berpotensi memunculkan risiko kredit bagi perbankan. Hal tersebut juga berpotensi memberikan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia (NPI). Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak pertengahan tahun 2007. Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu, ekonomi Indonesia masih mampu untuk melaju dan tumbuh pada level 6,3 persen. Kemudian, pada tahun 2008 ekonomi Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,1 persen. Terjaganya stabilitas ekonomi makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci keberhasilan Pemerintah dalam mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi.
Laporan Semester I Tahun 2009
I-1
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
Dalam tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian diperkirakan memasuki puncaknya dalam triwulan II sebesar 3,7 persen. Pada triwulan I, ekspor dan impor dalam PDB mengalami kontraksi yaitu masing-masing sebesar 19,1 persen dan 24,1 persen. Investasi juga tumbuh melambat menjadi sebesar 3,5 persen, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 13,7 persen. Hal yang cukup membantu di dalam menopang perekonomian nasional adalah belanja pemerintah dan konsumsi masyarakat. Laju pertumbuhan tertinggi dialami oleh konsumsi pemerintah sebesar 19,3 persen, dengan adanya kenaikan pada belanja pegawai (kenaikan gaji PNS/ TNI/Polri), dan belanja barang untuk persiapan pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu 2009. Sementara itu, konsumsi masyarakat mampu tumbuh 5,8 persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 5,7 persen. Secara agregat pertumbuhan komponen PDB tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 4,4 persen. Dengan memperhatikan realisasi pada triwulan I tahun 2009, pertumbuhan PDB pada semester I diperkirakan mencapai 4,1 persen. Dari sisi stabilitas ekonomi, perkembangan laju inflasi tahunan pada bulan Mei 2009 tercatat mencapai 6,0 persen (yoy), sedangkan laju inflasi tahun kalender dari Januari hingga Mei 2009 mencapai 0,1 persen (ytd). Dengan memperhatikan perkembangan inflasi sampai dengan bulan Mei dan perkiraan inflasi pada bulan Juni, inflasi semester I tahun es2009 diperkirakan mencapai 4,2 persen (yoy). Berdasarkan perkiraan tersebut, inflasi semester I tahun 2009 jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi semester I tahun 2008 yang tercatat sebesar 11,0 persen (yoy). Rendahnya inflasi tersebut disebabkan oleh masih relatif rendahnya harga komoditi dunia, minimalnya kenaikan harga barang-barang strategis dalam kendali Pemerintah, tersedianya pasokan barang kebutuhan pokok di pasar, aman dan lancarnya pelaksanaan Pemilu Legislatif. Di samping itu, semakin harmonisnya koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi diperkirakan menjadi faktor positif yang mampu meredam gejolak harga. Pada akhir kuartal I tahun 2009, telah terjadi pembalikan tren penurunan harga minyak dunia, termasuk ICP. Jika pada Januari 2009 harga ICP sekitar US$40,0 per barel, maka pada Mei 2009 harga ICP meningkat menjadi US$58,0 per barel. Dengan kondisi tersebut realisasi rata-rata harga ICP dalam periode Januari–Mei 2009 berada pada kisaran US$48,1 per barel. Sepanjang sisa tahun 2009 harga ICP diperkirakan semakin meningkat sejalan dengan mulai pulihnya perekonomian global. Sepanjang periode Januari–Mei 2009 nilai tukar rupiah menunjukkan kecenderungan menguat yang didorong antara lain oleh kembali meningkatnya arus modal masuk. Kecenderungan penguatan diperkirakan masih berlanjut dan pada akhir semester I tahun 2009 mencapai kisaran Rp10.100 per dolar AS. Berdasarkan perkembangan realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai dengan bulan Mei tahun 2009 dan memperhatikan kinerja perekonomian yang terkini, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai akhir semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp11.070 per dolar AS, atau terdepresiasi sekitar 20 persen dibandingkan semester I tahun sebelumnya. Rendahnya laju inflasi dan terjaganya pergerakan nilai tukar rupiah atas dolar AS pada level di bawah Rp11.000 akan menjadi faktor penguat pulihnya kondisi ekonomi nasional. Kondisi ini turut memberi ruang untuk penurunan suku bunga. Selama semester I tahun 2009, Bank Indonesia telah beberapa kali menurunkan suku bunga acuan BI Rate hingga mencapai level 7,0 persen pada awal Juni 2009. Rata-rata SBI 3 bulan pada semester I diperkirakan I-2
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
berada pada level 8,5 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008 sebesar 8,2 persen. Kebijakan penurunan suku bunga ini menjadi sinyal bagi perbankan untuk meningkatkan peran intermediasinya ke sektor riil dengan menurunkan suku bunga kredit. Dari uraian di atas, tanda-tanda adanya perbaikan perekonomian nasional akan mulai dirasakan pada semester II tahun 2009. Indikasinya adalah kontraksi perdagangan diperkirakan mulai berkurang dan investasi diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi. Meskipun pertumbuhan ekspor dan impor masih akan negatif, dimana masing-masing sebesar 9,7 persen dan 9,2 persen, ini sedikit lebih baik dibanding semester sebelumnya. Investasi mulai menggeliat seiring dengan kembali masuknya investor asing dan pulihnya kepercayaan dunia usaha. Investasi diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 9,2 persen. Indikator lainnya, pertumbuhan belanja pemerintah diperkirakan mencapai 12,4 persen dan konsumsi masyarakat diperkirakan masih relatif stabil dengan pertumbuhan sebesar 5,0 persen. Perbaikan beberapa indikator dimaksud akan mendorong pertumbuhan PDB sebesar 4,6 persen di semester II tahun 2009. Faktor eksternal diperkirakan juga cukup kondusif. Pemulihan ekonomi global terlihat semakin nyata sebagai hasil dari diluncurkannya kebijakan stimulus fiskal di berbagai negara guna mendorong kembali bergairahnya perekonomian. Hal tersebut direspons pasar secara positif, yang pada gilirannya akan mendorong kegiatan investasi ke dalam negeri. Pemulihan ekonomi global juga mendorong kinerja ekspor. Permintaan beberapa komoditi ekspor unggulan diprediksi akan mengalami peningkatan seperti produk tembaga, minyak kelapa sawit, dan karet. Membaiknya perekonomian beberapa negara, terutama Cina dan India, juga akan mendorong kenaikan permintaan minyak mentah dunia yang pada akhirnya meningkatkan harga minyak di pasar internasional. Stabilitas ekonomi dalam semester II tahun 2009 diperkirakan semakin terjaga dan pergerakan harga secara umum relatif stabil. Relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, minimalnya kenaikan harga barang-barang strategis dalam kendali Pemerintah akan mampu meredam laju inflasi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 diperkirakan berada pada level 5,0 persen. Sejalan dengan itu, kemungkinan meningkatnya investasi dan ekspor diharapkan akan menambah cadangan devisa, sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan mengalami apresiasi dengan nilai rata-rata sebesar Rp10.600 pada tahun 2009. Terkait dengan suku bunga, suku bunga BI Rate diperkirakan mendekati 6 persen pada akhir tahun 2009. Sejalan dengan menurunnya suku bunga acuan tersebut, maka rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 6,5 persen dalam semester II tahun 2009. Dengan demikian rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 7,5 persen sepanjang tahun 2009.
1.2 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I Tahun 2009 1.2.1
Pertumbuhan Ekonomi
Realisasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I tahun 2009 mencapai 4,4 persen, melambat bila dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2008 Laporan Semester I Tahun 2009
I-3
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
Q2
Q1
Q4
Q3
Q2
Q1
Q4
Q3
Q2
Q1
sebesar 6,3 persen (lihat GRAFIK I.1 Grafik I.1). Perlambatan PERTUMBUHAN PDB (%) pertumbuhan tersebut 7% diperkirakan masih berlanjut 6% pada triwulan II tahun 2009 5% yang diperkirakan tumbuh 3,7 4% persen. Perlambatan dalam 3% triwulan II ini dikarenakan 2% masih belum pulihnya ekspor 1% Indonesia akibat 0% melemahnya permintaan dunia. Di sisi lain konsumsi 2007 2008 2009 masyarakat dan konsumsi pemerintah diperkirakan tetap tinggi terkait dengan program stimulus fiskal, pembayaran gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri/ Pensiunan, dan pelaksanaan Pemilu Presiden. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2009 didukung oleh konsumsi rumah tangga (5,8 persen), konsumsi pemerintah (19,3 persen), dan pembentukan modal tetap bruto (3,5 persen). Sedangkan ekspor dan impor mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 19,1 persen dan minus 24,1 persen (lihat Grafik I.2). Memasuki triwulan II pertumbuhan konsumsi masyarakat diperkirakan masih cukup kuat meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh sebesar 5,7 persen. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan masih cukup kuat untuk menopang laju pertumbuhan PDB dalam triwulan II yaitu sebesar 16,4 persen. Hal ini terkait dengan persiapan Pemilu Presiden dan pelaksanaan program stimulus fiskal. Sementara Grafik I.2 Sumber Pertumbuhan PDB Penggunaan (%) 15%
5%
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
‐5% 2007
2008
2009
‐15%
‐25% Kons. RT
I-4
Kons. Pem
PMTB
Ekspor
Impor
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat cukup signifikan sebesar 7,6 persen, yang antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya impor barang modal dan bahan baku, masuknya arus modal asing dalam bentuk investasi fisik (FDI) dan portofolio. Dalam periode tersebut, ekspor dan impor diperkirakan masih mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar minus 14,4 persen dan minus 20,4 persen (lihat Grafik I.2). Hal ini sejalan dengan belum pulihnya perekonomian dunia. Pada sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2009 (yoy) mengalami perlambatan di hampir semua sektor, kecuali sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor jasa-jasa. Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan sektor nontradable, diantaranya sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor konstruksi; dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (lihat Tabel I.1). TABEL I.1
SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PRODUKSI Sektor Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan , real estate dan jasa perusahaan Jasa-jasa * Perkiraan Sumber : BPS
2007
2008
2009 Q2*
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
-2,1 6,2 5,2 8,2 8,4 9,3 13,0 8,1 7,0
5,6 3,3 5,1 10,2 7,7 7,8 13,7 7,6 7,0
7,7 1,0 4,6 11,3 8,3 8,0 14,8 7,6 5,2
2,0 -2,0 3,8 11,6 9,9 8,6 14,5 8,7 7,2
6,3 -1,7 4,3 12,4 8,0 6,9 18,3 8,3 5,9
4,8 -0,5 4,2 11,8 8,1 8,1 17,3 8,7 6,7
3,4 2,1 4,3 10,4 7,6 8,4 15,5 8,6 7,2
4,7 2,1 1,9 9,3 5,7 5,6 15,8 7,4 6,0
4,8 2,2 1,6 11,4 6,3 0,6 16,7 6,3 6,8
4,0 0,4 1,9 10,0 6,5 2,0 10,7 6,4 4,0
Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 16,7 persen, sedikit melambat bila dibandingkan triwulan I tahun 2008 yang sebesar 18,3 persen. Hal ini disebabkan menurunnya pertumbuhan subsektor pengangkutan terutama angkutan laut sebagai akibat menurunnya angkutan barang terkait melemahnya kinerja ekspor impor. Demikian pula sektor listrik, gas, dan air bersih juga mengalami perlambatan yaitu dari 12,4 persen pada triwulan I tahun 2008 menjadi sebesar 11,4 persen. Melambatnya pertumbuhan sektor ini antara lain disebabkan oleh menurunnya aktivitas industri sebagai dampak dari krisis global. Dalam triwulan II tahun 2009, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor listrik, gas dan air bersih diperkirakan masih cukup tinggi, yaitu masing-masing tumbuh sebesar 10,7 persen dan 10,0 persen. Pertumbuhan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan sebesar 6,3 persen, melambat dari 8,3 persen pada triwulan I tahun 2008. Dampak gejolak sektor keuangan dunia masih berpengaruh terhadap sektor keuangan domestik, sehingga pertumbuhannya pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan sebesar 6,4 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh sebesar 0,6 persen, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I tahun 2008 sebesar 6,9 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor ini antara lain disebabkan oleh menurunnya jumlah wisatawan dari Eropa dan Amerika. Dalam triwulan II tahun 2009, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, namun masih lebih rendah
Laporan Semester I Tahun 2009
I-5
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2008. Sektor perdagangan pada triwulan II tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 2,0 persen. Pada triwulan I tahun 2009 sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,3 persen. Melambatnya pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan karena hasil panen raya pada triwulan I tahun 2009 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I tahun sebelumnya. Pertumbuhan sebesar 4,8 persen tersebut didorong oleh pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 5,6 persen, subsektor tanaman perkebunan sebesar 4,9 persen, subsektor perikanan sebesar 5,3 persen, dan subsektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar 2,1 persen. Peningkatan signifikan terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan yang disebabkan oleh pola panen raya tanaman padi tahun 2009 yang kembali terjadi pada triwulan I dan mencapai puncaknya pada bulan Maret. Pada triwulan II 2009 pertumbuhan di sektor ini diperkirakan melambat menjadi sebesar 4,0 persen. Sektor industri pengolahan pada triwulan I tahun 2009 tumbuh sebesar 1,6 persen, menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,3 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor industri ini terutama disebabkan oleh menurunnya kegiatan industri ekspor sebagai akibat dari melemahnya permintaan dari negara-negara maju. Dilihat dari subsektor, perlambatan pertumbuhan terjadi di hampir semua subsektor kecuali sektor industri makanan dan minuman yang tumbuh 13,9 persen, serta industri barang dari kayu, industri kertas dan barang cetakan, dan industri pupuk masing-masing tumbuh 3,2 persen. Rendahnya pertumbuhan di subsektor industri tersebut juga terefleksikan dari menurunnya penjualan mobil dalam triwulan I tahun 2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 134,8 ribu mobil menjadi 100,6 ribu mobil pada triwulan I tahun 2009. Sementara penjualan motor turun dari 1.426,6 ribu motor pada triwulan I tahun 2008 menjadi 1.218,2 ribu pada triwulan I tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan sektor GRAFIK I.4 PENJUALAN MOTOR (%)
GRAFIK I.3 PENJUALAN MOBIL (%)
120%
80%
100% 80%
60%
60%
40%
40%
20%
Sumber : Gaikindo
Perkuartal Perbulan
-40%
Per Kuartal
A
2009 Q1
Q4
Q3
Q2
2008 Q1
Q4
-20%
Q3
0%
Q2
A
2009 Q1
Q4
Q3
Q2
Q4
Q3
2008 Q1
-40%
Q2
-20%
2007 Q1
0%
2007 Q1
20%
Perbulan
Sumber: AISI
industri ini diperkirakan terus berlanjut selama triwulan II tahun 2009, sehingga pertumbuhannya diperkirakan sebesar 1,9 persen. Sektor konstruksi pada triwulan I tahun 2009 tumbuh sebesar 6,3 persen, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,0 persen. Dalam triwulan II tahun 2009, sektor konstruksi diperkirakan masih akan tumbuh sejalan dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur.
I-6
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
Konsumsi Swasta
GRAFIK I.5
PERTUMBUHAN PPN BAHAN MAKANAN (%) Indikator–indikator konsumsi pada 50% triwulan I dan II tahun 2009 pada 42% 40% 40% 40% umumnya menunjukkan peningkatan 34% 30% 27% meskipun sedikit melambat. 20% 17% Pertumbuhan yang cukup signifikan 10% 1% diperkirakan terjadi pada konsumsi 0% 0% ‐5% bukan makanan seperti pembelian Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 ‐10% kaos, spanduk dan perlengkapan ‐13% ‐20% 2007 2008 2009 kampanye lainnya. Sementara Sumber: Depkeu konsumsi makanan sedikit melambat yang ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan PPN makanan dan minuman. Memasuki triwulan II tahun 2009, beberapa indikator konsumsi masih tumbuh positif meskipun tidak sebesar periode yang sama tahun sebelumnya.
Investasi Hingga triwulan I tahun 2009, beberapa indikator investasi menunjukkan arah yang bervariasi. Berdasarkan pada data per Januari, realisasi PMA dan PMDN masing-masing mencapai US$712,8 juta dan Rp757,9 miliar. Bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2008, maka realisasi PMA dan PMDN menunjukkan adanya peningkatan sebesar 33,1 persen dan 60,4 persen. Peningkatan realisasi dimaksud dapat terjadi karena tingginya persetujuan investasi pada beberapa tahun sebelumnya. Adapun dampak krisis global, diperkirakan berpengaruh signifikan pada realisasi PMA dan PMDN pada tahun 2010 dan 2011. GRAFIK I.6 IMPOR BARANG MODAL
GRAFIK I.7 PENJUALAN SEMEN 2,500
80%
2,000
60% 40%
1,500
20%
1,000
30%
11
25% 20%
Juta Ton
100%
6
15%
0% -20% Apr
5%
0
0%
May
Feb
Mar
Dec
Juta USD (RHS)
Jan 09
Oct
Nov
Sep
Jul
Aug
Jun
Apr
May
Feb
Sumber: BPS
Mar
Jan 08
-40%
10%
500
-5%
1 Q1
-10%
Pertumbuhan yoy
Sumber: CEIC
Q2
Q3
Q4
Q1
2007
Q2
Q3
Q4
2008 Nilai (RHS)
yoy
Q1 2009
-4
ytd
Pertumbuhan impor barang modal dalam triwulan I tahun 2009 mengalami penurunan sebesar minus 3,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada bulan Mei 2009 impor barang modal diperkirakan mulai meningkat. Sementara penjualan semen dalam negeri pada triwulan I tahun 2009 juga menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar minus 5,8 persen (ytd). Dalam bulan Mei penjualan semen diperkirakan meningkat seiring dengan mulai meningkatnya kegiatan di sektor konstruksi.
Laporan Semester I Tahun 2009
I-7
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
GRAFIK I.8 PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI DAN KREDIT MODAL KERJA 40%
31.0% 30%
19.0%
20%
KI
KMK
10% Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2007
Q3
Q4
2008
Q1
Q2 2009
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi moneter, indikator pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI) yang menjadi salah satu sumber aktivitas sektor riil juga menunjukkan perlambatan daya dukungnya terhadap aktivitas dunia usaha. Laju pertumbuhan KI dan KMK menunjukkan tren yang melambat selama kuartal terakhir tahun 2008. Memasuki tahun 2009, perlambatan pertumbuhan KI dan KMK masih berlangsung. Ke depan, sejalan dengan menurunnya suku bunga perbankan pertumbuhan kredit diperkirakan akan mengalami pemulihan sehingga dapat mendorong aktivitas investasi dan usaha di sektor riil.
Triliun Rupiah
GRAFIK I.9 BELANJA MODAL PEMERINTAH (triliun rupiah)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 Januari
Februari
Maret 2007
2008
April
Mei
2009
Stimulus fiskal yang dicanangkan Pemerintah melalui Dokumen Mengatasi Dampak Krisis Global Melalui Program Stimulus Fiskal (Dokumen Stimulus) diharapkan berjalan efektif seiring dengan upaya untuk mempercepat realisasi belanja negara. Realisasi belanja modal Pemerintah hingga triwulan I tahun 2009 telah mencapai 10,3 persen dari Dokumen Stimulus. Realisasi ini meningkat signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dimana realisasinya hanya mencapai 5,7 persen. Besarnya investasi pemerintah pusat tersebut akan memberikan efek berganda (multiplier) yang cukup besar bagi perekonomian nasional.
I-8
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
Perkembangan indikator-indikator investasi pada triwulan I tersebut di atas diperkirakan berlanjut pada triwulan II tahun 2009. Hal ini akan mendorong laju pertumbuhan investasi pada triwulan tersebut. Ekspor dan Impor
Miliar USD
yoy
Pada triwulan I tahun 2009 GRAFIK I.10 total nilai ekspor Indonesia TOTAL EKSPOR IMPOR mencapai US$22.902,2 juta 80% 40 35 atau mengalami 60% 30 40% pertumbuhan sebesar -32,1 25 20% persen (yoy). Pada bulan 20 0% Mei nilai ekspor diperkirakan 15 -20% 10 mencapai US$8.775,6 juta, -40% 5 meningkat sekitar 4 persen 0 -60% dibandingkan dengan bulan Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 sebelumnya sebesar US$8.458,5 juta. Dengan 2007 2008 2009 demikian selama Januari X M X yoy M yoy hingga Mei tahun 2009 nilai Sumber: BPS ekspor Indonesia mencapai US$40.263,2 juta atau tumbuh sebesar -30,1 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perlemahan nilai tukar rupiah pada awal tahun 2009 tidak cukup kuat untuk memberikan kontribusi positif bagi daya saing dan laju pertumbuhan ekspor. Dalam hal ini dampak penurunan permintaan dari negara China, Jepang dan AS sebagai negara utama tujuan ekspor, relatif cukup besar dalam memicu penurunan ekspor. Pada sisi impor, laju pertumbuhan tahunan total impor mencapai -35,9 persen (yoy). Nilai impor pada bulan Mei diperkirakan mencapai US$6.730,9 juta, sehingga selama Januari hingga Mei 2009 mencapai US$32.209,7 juta atau tumbuh -39,3 persen. Penurunan pertumbuhan tahunan ekspor dan impor tersebut terjadi baik pada komoditi migas maupun non migas. Seiring dengan penurunan harga minyak dunia, penurunan laju ekspor dan impor migas mengalami perlambatan sejak triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekspor dan impor migas pada triwulan I tahun 2009 mencapai -54,9 persen (yoy) dan -54,6 persen (yoy). Sementara pertumbuhan tahunan ekspor non migas pada triwulan I tahun 2009 mengalami penurunan sebesar -25,3 persen. Penurunan ekspor non migas terbesar dipicu oleh penurunan nilai ekspor CPO dan karet sebagai akibatnya turunnya harga komoditi tersebut di pasar internasional. Di sisi impor, laju pertumbuhan tahunan impor non migas mencapai -30,0 persen. Penurunan impor non migas tersebut antara lain disebabkan oleh turunnya impor mesin/pesawat mekanik (-14,2 persen), mesin dan peralatan listrik (-29,0 persen), besi dan baja (-58,7 persen), dan bahan kimia organik (-41,7 persen). Dengan memperhitungkan impor menurut golongan penggunaan barang, maka dapat diketahui bahwa penurunan total impor disebabkan oleh turunnya impor bahan baku/ penolong tersebut mencapai -42,3 persen. Impor bahan baku/penolong tersebut mempunyai kontribusi sekitar 70 persen dari total impor. Sementara pertumbuhan impor barang konsumsi dan barang modal masing-masing sebesar -33,1 persen dan -3,3 persen.
Laporan Semester I Tahun 2009
I-9
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
GRAFIK I.11 INDEKS HARGA KOMODITI INTERNASIONAL (JAN 2008 = 100) 160 140 120 100 80 60 40 20
Bijih Besi
Minyak Mentah Brent
Tembaga
CPO
Kapas
Karet
2007-J F M A M J J A S O N D 2008-J F M A M J J A S O N D 2009-J F M A M
-
Berdasarkan realisasi triwulan I tahun 2009 dan perkiraan triwulan II tahun 2009 maka dalam semester I tahun 2009 laju pertumbuhan PDB diperkirakan sebesar 4,1 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,3 persen. Dari sisi permintaan agregat (aggregate demand), konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh sebesar 5,8 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 yang sebesar 5,6 persen. Konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan semester I tahun 2008, yaitu sebesar 17,7 persen dari 4,4 persen. Investasi diperkirakan mengalami penurunan, dari 12,9 persen pada semester I tahun 2008 menjadi 5,6 persen pada semester I tahun 2009. Kontraksi yang cukup besar diperkirakan terjadi pada sisi eksternal dimana ekspor tumbuh -16,7 persen dan impor -22,2 persen.
GRAFIK I.12 EKSPOR DAN IMPOR NON MIGAS
20 40% 10
0 -10%
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2007
Q2
Q3
2008
Q4
Q1 2009
-60%
Sumber: BPS
I-10
-10
Pertumbuhan yoy
30 Ekspor, Impor (Miliar USD)
Pertumbuhan yoy
90%
M
X yoy
M yoy
12
80%
10
60%
8
40% 20%
6
0%
4
-20% -40%
2
-60%
0
-80%
Q1 -20
X
GRAFIK I.13 EKSPOR DAN IMPOR MIGAS
100%
Sumber: BPS
Ekspor, Impor (Miliar USD)
Dari sisi penawaran, hampir semua sektor mengalami perlambatan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang meningkat. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan mengalami pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu dari 17,8 persen menjadi 15,3 persen. Sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan semester I tahun 2008, yaitu dari 5,6 persen menjadi 4,4 persen. Sementara itu, penurunan yang
Q2
Q3
Q4
Q1
2007
Q2
Q3 2008
X
M
X yoy
Q4
Q1 2009
M yoy
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
cukup besar diperkirakan terjadi pada sektor industri pengolahan. Dalam semester I tahun 2008, sektor ini tumbuh sebesar 4,3 persen dan diperkirakan turun menjadi 1,8 persen dalam semester I tahun 2009.
1.2.2
Laju Inflasi
Laju inflasi dalam lima bulan GRAFIK I.14 pertama tahun 2009 PERKEMBANGAN LAJU INFLASI menunjukkan penurunan 14.0% 2.5% yang cukup tajam. 12.0% 2.0% Berdasarkan hasil 10.0% 6.04% 1.5% pemantauan BPS di 66 kota, 8.0% sampai bulan Mei 2009 laju 1.0% 6.0% inflasi kumulatif mencapai 0.5% 0.04% 4.0% 0,10 persen (ytd), jauh lebih 0.0% 2.0% rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2008 yang 0.0% -0.5% mencapai 5,5 persen. Secara tahunan, inflasi bulan Mei Inflasi yoy Inflasi mtm (RHS) 2009 mencapai 6,0 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,4 persen. Selama periode Januari–Mei 2009 telah terjadi dua kali deflasi yaitu bulan Januari sebesar 0,1 persen dan bulan April sebesar 0,3 persen. Sebaliknya, tiga bulan lainnya mengalami inflasi yang relatif cukup rendah yaitu bulan Februari sebesar 0,21 persen, bulan Maret sebesar 0,22 persen, dan bulan Mei sebesar 0,04 persen. Semua laju inflasi tersebut tercatat jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan yang sama tahun sebelumnya dan rata-rata pola historisnya. Menurunnya tekanan inflasi selama lima bulan pertama tahun 2009 disebabkan oleh berbagai faktor baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri, kecenderungan penurunan harga komoditi di pasar internasional terutama minyak telah mendorong penurunan laju inflasi. Penurunan harga minyak dunia khususnya pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 telah memberikan ruang gerak bagi Pemerintah untuk menurunkan harga BBM bersubsidi (solar dan premium) pada pertengahan Januari 2009. Total penurunan premium dan solar, termasuk dua kali penurunan sebelumnya (tanggal 1 dan 15 Desember 2008), masing-masing sebesar 25 persen dan 18,2 persen. Dari dalam negeri, tersedianya pasokan bahan makanan dan relatif lancarnya distribusi barang dan jasa telah berhasil menjaga stabilitas harga. Disamping itu, relatif terkendalinya Pemilu Legislatif yang dilaksanakan bulan April 2009 juga telah memicu sentimen positif terhadap laju inflasi. Berdasarkan kelompok pengeluaran, laju inflasi kumulatif sampai dengan Mei 2009 terjadi pada lima kelompok yaitu makanan jadi (3,3 persen), kesehatan (2,3 persen), kelompok sandang (2,2 persen), perumahan, air, listrik dan gas (0,6 persen), serta pendidikan dan rekreasi (0,4 persen). Sebaliknya, dua kelompok pengeluaran lainnya yaitu kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,2 persen dan 4,6 persen. Khusus pada bulan Mei 2009,
Laporan Semester I Tahun 2009
I-11
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
GRAFIK I.15 INFLASI 2009 MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN 0,0%
Transpor, Kom & Js Keu
-4,6%
0,1% 0,4% 0,6%
Pendidikan, Rekreasi, dan OR Kesehatan
2,3%
-0,5% Sandang
2,2% 0,1% 0,6% 0,5%
Perumahan, Listrik, Air, Gas Makanan Jadi, Minuman, Rokok Bahan Makanan
-5%
3,3%
-0,3% -0,2% -4%
-3%
Mei (mtm)
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
Inflasi Kumulatif s.d Mei 2009
kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah bahan makanan dan sandang masingmasing sebesar 0,3 persen dan 0,5 persen. Deflasi pada kelompok bahan makanan antara lain disebabkan oleh penurunan harga ikan segar, terlur ayam ras, dan cabe rawit. Sementara deflasi kelompok sandang terutama dipengaruhi oleh penurunan harga emas perhiasan. Sementara itu, dilihat dari komponen disagregasi inflasi, kecenderungan penurunan harga dalam tahun 2009 antara lain disebabkan penurunan komponen volatile food (harga makanan bergejolak). Komponen ini dalam tiga bulan terakhir terus mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan harga komoditi internasional dan minimalnya tekanan imported inflation. Dari dalam negeri, berkurangnya tekanan inflasi volatile food juga GRAFIK I.16 didukung oleh upaya pemerintah INFLASI 2009 MENURUT KOMPONEN yang mampu menjaga pasokan 8.0% 6.64% bahan pangan seiring 5.84% 6.0% pelaksanaan panen raya 4.33% 4.0% sehingga harga pangan relatif 1.68% stabil. Hal ini tercermin dari 2.0% 0.13% -0.27% -0.45% 0.04% relatif stabilnya harga beberapa 0.0% komoditi di pasar domestik antara Core/Inti Administered Price Volatile Food -2.0% lain seperti daging ayam broiler dan ras, telur ayam ras, tepung -4.0% terigu, daging sapi, dan beras. -4.60% -6.0% Sampai bulan Mei 2009 Inflasi Mei (mtm) Inflasi s.d Mei (ytd) Inflasi Mei (yoy) Sumber: BPS komponen volatile food tercatat deflasi menjadi 0,5 persen (ytd), jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 7,7 persen (ytd). Sementara itu, inflasi tahunan pada Mei 2009 tercatat sebesar 5,8 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Mei 2008 yang mencapai 17,7 persen (yoy).
I-12
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
Disisi lain, penurunan laju inflasi dalam periode Januari-Mei 2009 antara lain juga dipicu oleh deflasi komponen administered prices khususnya dalam dua bulan pertama tahun 2009. Kondisi ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah yang telah tiga kali melakukan penurunan harga BBM bersubsidi. Namun, dalam tiga bulan terakhir, komponen hargaharga yang diatur pemerintah ini mulai menunjukkan kenaikan, meskipun lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi kumulatif komponen ini sampai dengan Mei 2009 mencapai minus 4,6 persen (ytd) dan laju inflasi tahunan sebesar 4,3 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi kumulatif dan inflasi tahunan bulan Mei 2008 yang masing-masing mencapai 6,5 persen dan 8,3 persen. Komponen inflasi lainnya yaitu inflasi inti (core inflation) juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, seiring dengan penurunan inflasi pada komponen volatile food dan administered prices. Penurunan ini antara lain dipicu oleh menurunnya ekspektasi inflasi dan minimnya tekanan output gap ditengah melemahnya permintaan. Selain itu, cukup kondusifnya kondisi eksternal sejalan dengan penguatan nilai tukar rupiah juga memberikan dampak yang positif terhadap penurunan inflasi inti. Laju inflasi inti kumulatif sampai dengan Mei 2009 mencapai 1,7 persen (ytd) dan inflasi tahunan mencapai 6,6 persen (yoy). Relatif terkendalinya laju inflasi dalam tahun 2009 tercermin dari perkembangan harga domestik. Secara umum, perkembangan beberapa harga komoditi di dalam negeri relatif stabil antara lain seperti telur ayam ras, tepung terigu, daging ayam broiler, daging sapi, dan beras. Namun, beberapa komoditi lainnya seperti minyak goreng dan gula pasir relatif meningkat. Peningkatan harga komoditi tersebut antara lain dipicu oleh cenderung mulai meningkatnya harga komoditi dunia. Khusus pada harga minyak goreng, kenaikannya antara lain dipicu oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar internasional. Kenaikan harga CPO di pasar internasional tersebut mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga jual minyak goreng merek “MinyaKita” pada awal Mei 2009 dari Rp6.000 menjadi Rp7.000 per liter yang akhirnya meningkatkan harga minyak goreng curah dalam negeri. Dengan memperhatikan realisasi inflasi sampai dengan bulan Mei 2009, inflasi semester I tahun 2009 diperkirakan sebesar 4,2 persen (yoy) dengan laju inflasi tahun kalender sekitar 0,6 persen (ytd). Berdasarkan perkiraan tersebut, inflasi semester I tahun 2009 jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi semester I tahun 2008 yang tercatat sebesar 11,0 persen (yoy) dengan laju inflasi tahun kalender sebesar 7,4 persen. Terkendalinya harga komoditi dunia, minimalnya kebijakan pemerintah dibidang harga-harga strategis yang dikendalikan (administered prices), pelaksanaan Pemilu Legislatif yang telah berlangsung dengan aman dan tertib, serta koordinasi yang semakin harmonis antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi diperkirakan menjadi faktor positif yang mampu meredam gejolak harga.
1.2.3
Nilai Tukar Rupiah
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam periode Januari–Mei 2009 berfluktuasi dengan kecenderungan yang menguat. Pada periode tersebut rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp11.258 per dolar AS. Rata-rata tertinggi nilai tukar rupiah terjadi pada bulan Februari 2009 sebesar Rp11.853 per dolar AS, sedangkan rata-rata terendah terjadi pada bulan Mei 2009 sebesar Rp10.398 per dolar AS. Relatif membaiknya kinerja perekonomian dan terdapatnya sentimen positif di pasar global dan domestik mendorong penguatan nilai Laporan Semester I Tahun 2009
I-13
Perkembangan Asumsi Makro
GRAFIK I.17 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR DAN CADANGAN DEVISA 2008-2009
13,000
65 57.9
60
Sumber: Bank Indonesia
Mei
Apr
Mar
Feb
Dec
Cadangan Devisa
Jan 09
Nov
Oct
Sep
40
Aug
8,000
Jul
45
Jun
9,000
May
50
Apr
10,000
Mar
55
Feb
11,000
Jan 08
Kurs (Rp/US$)
12,000
Cad. Devisa (Miliar USD)
BAB I
Nilai Tukar
tukar rupiah dalam beberapa bulan terakhir. Apresiasi rupiah tersebut merupakan salah satu indikasi mulai meningkatnya kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap kesinambungan perekonomian Indonesia. Disamping itu, penguatan rupiah juga dipengaruhi peningkatan cadangan devisa seiring dengan adanya dukungan kerja sama antar bank sentral melalui Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA). Sampai akhir Mei 2009, posisi cadangan devisa berjumlah US$57,93 miliar, atau terjadi peningkatan sebesar US$6,29 miliar dibandingkan dengan posisi Desember 2008 yang mencapai US$51,64 miliar. Peningkatan cadangan devisa ini menunjukkan kemampuan kinerja perekonomian Indonesia dalam mengantisipasi gejolak nilai tukar rupiah. Pemerintah bersama Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terus berkoordinasi melakukan berbagai upaya untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Untuk mengatasi kekurangan likuiditas valuta asing yang terjadi di pasar domestik, Bank Indonesia melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasar. Di sisi lain, pemerintah dan Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur jumlah permintaan valuta asing bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan berbagai kebijakan tersebut dan diikuti dengan membaiknya kinerja perekonomian nasional diharapkan mampu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Berdasarkan perkembangan realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai dengan Mei 2009 dan memperhatikan kinerja perekonomian terkini, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai akhir Semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp11.074. Dibandingkan Semester I tahun 2008, perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Semester I tahun 2009 tersebut terdepresiasi sekitar 19,6 persen.
1.2.4
Suku Bunga SBI 3 Bulan
Perlambatan perekonomian global yang dalam beberapa bulan terakhir ini semakin mendalam telah berdampak pada menurunnya kegiatan perekonomian nasional yang mulai dirasakan sejak triwulan IV tahun 2008. Perlambatan pertumbuhan tersebut berdampak pada melemahnya permintaan domestik dan berkurangnya tekanan inflasi yang pada gilirannya memberikan ruang gerak bagi otoritas moneter untuk menurunkan BI Rate. I-14
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
GRAFIK I.18 PERKEMBANGAN BI RATE, SBI 3 BULAN, DAN FFR
14%
Se lisih BI Rate -FFR
12%
SBI 3 bulan
BI Rate
Fe d Fund Rate
10% 8% 6% 4% 2%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun
0%
2007 Sumber: Bank Indonesia (diolah)
2008
2009
Dengan kondisi tersebut di atas, sejak bulan Desember tahun 2008 Bank Indonesia mulai menurunkan BI Rate sebagai upaya untuk mengantisipasi penurunan kegiatan ekonomi lebih lanjut dan strategi Bank Indonesia untuk melonggarkan likuditas domestik. Setelah penurunan BI Rate sebesar 25 bps pada bulan Desember tersebut, Bank Indonesia kembali menurunkan BI Rate di bulan-bulan berikutnya hingga mencapai 7,0 persen pada awal Juni 2009. Penurunan BI Rate ini sejalan dengan menurunnya laju inflasi. Dengan demikian BI Rate sudah mengalami penurunan sebesar 225 bps dalam enam bulan pertama tahun 2009 (lihat Grafik I.18). Seiring dengan turunnya BI Rate, maka suku bunga SBI 3 bulan juga turun mengikuti pola penurunan BI Rate. Pada bulan Januari tahun 2009 rata-rata SBI 3 bulan berada pada level 10,3 persen dan terus menurun menjadi rata-rata 7,5 persen pada bulan Mei dan 7,1 persen pada awal Juni 2009. Dengan perkembangan tersebut selama semester I tahun 2009 ratarata SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 8,5 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan ratarata pada semester I tahun 2008 yang sebesar 8,2 persen. Kebijakan penurunan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia dapat dijadikan sinyal bagi penurunan suku bunga simpanan bank-bank yang pada akhirnya akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit. Grafik I.19 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA KREDIT 18.0% 17.0% 16.0% 15.0% 14.0% 13.0%
KMK
2007
Laporan Semester I Tahun 2009
KI
2008
Mei*
Mar
Jan
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
Nov
Sep
Jul
Mei
Mar
Jan
12.0%
KK
2009
I-15
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
GRAFIK I.20 PERKEMBANGAN LDR, NPL dan DPK 2,000
80% 79.0%
70% 60%
72.9% 67.1%
63.9%
1,800 1,789.27
50% 40%
1,500
1,528.12
1,400
20% 1,279.57
3.8%
4.8%
4.5%
6.8%
1,300 1,200
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei* Jun*
0%
1,700 1,600
1,511.28
30%
10%
1,900
2007
2008
Sumber: Bank Indonesia, diolah
LDR
NPL
2009 DPK (RHS)
95 90 85 80 75 70 65 60 55 50
GRAFIK I.21 PERKEMBANGAN PERMINTAAN, PENAWARAN DAN HARGA MINYAK DUNIA 2008-2009 145 125 105 85 65
(USD/barel)
(MBCD)
Suku bunga kredit memerlukan waktu sekitar 4 sampai 5 bulan untuk merespons penurunan BI Rate. Hal ini dikarenakan bank masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit terkait dengan masih tingginya risiko kegiatan usaha. Sejalan dengan menurunnya BI Rate sejak akhir tahun 2008, pada bulan April tahun 2009 suku bunga kredit mulai menurun (lihat Grafik I.19).
45 25 Jan-08
May-08
TOTAL DEMAND
Sep-08 TOTAL SUPPLY
Jan-09 WTI
May-09 Brent
ICP
Upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter telah menunjukkan hasil yang cukup positif. Hal ini dapat terlihat dari kinerja sektor perbankan sepanjang semester I 2009 yang secara umum membaik. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator seperti Total Kredit, LDR, NPL dan DPK. Pada semester I tahun 2009 kredit perbankan diperkirakan meningkat sekitar 5 persen, DPK meningkat sekitar 7 persen, LDR menjadi sekitar 73 persen, dan NPL relatif stabil. (lihat Grafik I.20)
I-16
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
1.2.5. Harga Minyak Mentah Internasional Pada tahun 2008, terjadi volatilitas harga minyak dunia yang cukup besar. Selama paruh pertama tahun tersebut, harga minyak dunia telah melonjak dari tingkat harga sekitar US$92 per barel di awal tahun 2008 hingga mencapai kisaran US$145 per barel di bulan Juli 2008. Pada periode selanjutnya, harga minyak dunia turun hingga mencapai kisaran US$31 per barel di akhir tahun 2008. Peningkatan harga minyak didorong oleh peningkatan permintaan dunia dan aksi spekulasi investor yang mulai mengalihkan dananya dari pasar saham ke pasar komoditi. Namun, seiring dengan semakin nyatanya perlemahan ekonomi global, harga minyak mengalami penurunan terkait dengan menurunnya permintaan minyak di pasar global (Lihat Grafik I.21). Seiring dengan kecenderungan pergerakan harga minyak global, harga minyak mentah Indonesia (ICP) juga mengalami volatilitas yang sama. Harga minyak ICP yang pada akhir 2007 berada pada tingkat US$91,5 per barel telah meningkat hingga mencapai harga ratarata US$134,9 per barel pada Juli 2008. Pada masa tersebut, peningkatan harga minyak telah mengganggu pelaksanaan APBN terkait dengan meningkatnya beban subsidi BBM. Memasuki semester II tahun 2008 seiring dengan menurunnya harga minyak global, harga ICP mengalami penurunan hingga mencapai harga rata rata US$38,5 per barel di Desember 2008. Secara rata-rata harga ICP di tahun 2008 sebesar US$97 per barel lebih tinggi dibanding dengan harga rata-rata tahun di 2007 sebesar US$72,3 per barel. Memasuki tahun 2009, tampak terjadi sedikit pembalikan terhadap tren penurunan harga minyak dunia, termasuk ICP. Pada bulan Mei tahun 2009, harga rata-rata ICP mencapai US$58 per barel. Harga minyak pada tahun 2009 telah mengalami pembalikan tren, namun, rata-rata harga minyak pada tahun 2009 masih di bawah harga tahun 2008, hal ini karena belum pulihnya krisis global. Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat memperkirakan pada tahun 2009 rata-rata harga minyak WTI berada pada level sekitar US$58,7 per barel. Realisasi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) selama semester I tahun 2009 mencapai US$52 per barel.
1.2.6
Lifting Minyak
Realisasi lifting minyak dalam semester I (Desember 2008—Mei 2009) mencapai 0,957 juta barel per hari, lebih tinggi dibandingkan realisasi semester I tahun 2008 yang sebesar 0,846 (diambil dari http://lifting.migas.esdm.go.id) juta barel per hari. Berbagai kendala yang dihadapi dalam memenuhi target lifting minyak antara lain adalah masalah perijinan yang mengakibatkan mundurnya jadwal pemasangan pipa dan tertundanya pembangunan fasilitas produksi. Kendala lain diantaranya adalah kesulitan pengadaan fasilitas produksi apung (FSO), tidak berhasilnya program work over, dan
Laporan Semester I Tahun 2009
GRAFIK II.23 LIFTING MINYAK MENTAH (Juta Barel/Hari) 0.970 0.960 0.950 0.940 0.930 0.920 0.910 0.900 SM-I
SM-II 2008
SM-I
SM-II 2009
I-17
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
terjadinya pencurian fasilitas produksi. Walaupun begitu, Pemerintah tetap yakin bahwa dengan kerja keras target yang telah ditetapkan dapat dipenuhi. Program revitalisasi dan optimalisasi sumur minyak yang ada telah memberikan hasil yang cukup baik.
1.2.7
Neraca Pembayaran
Sampai dengan semester I tahun 2009, perekonomian dunia masih berada periode krisis, antara lain ditunjukkan oleh menurunnya permintaan agregat dari negara-negara maju dan negara mitra dagang. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia mengalami penurunan. Demikian pula impor barang modal dan bahan baku juga mengalami penurunan sejalan dengan menurunnya kegiatan industri di dalam negeri. Kondisi ini juga berimplikasi terhadap kinerja sektor eksternal (neraca pembayaran) Indonesia. Dalam semester I tahun 2009, kinerja neraca pembayaran diperkirakan surplus sebesar US$3.922 juta, lebih tinggi dibandingkan surplus dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar US$2.356 juta. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan kenaikan harga internasional beberapa komoditas strategis dan proses pemulihan global. Selain itu, terjadi surplus neraca modal dan finansial sebagai akibat adanya arus dana masuk melalui obligasi SBI dan pasar modal. Neraca Transaksi Berjalan Surplus transaksi berjalan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai US$2.752 juta, mengalami kenaikan dibandingkan semester I tahun 2008 mencapai US$1.772 juta. Kinerja neraca transaksi berjalan ini tidak terlepas dari proses pemulihan global dan kenaikan harga internasional. Sementara itu, impor khususnya barang modal dan bahan baku belum pulih karena terjadi perlambatan ekonomi domestik. Nilai ekspor dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai US$48.428 juta, atau menurun dibandingkan nilai ekspor dalam semester I tahun 2008 yang mencapai US$71.757 juta. Penurunan ekspor bersumber dari ekspor migas dan nonmigas, terutama karena pengaruh penurunan permintaan dunia dan harga komoditi di pasar internasional cenderung turun hingga bulan Maret 2009. Tingkat harga minyak dunia yang cenderung turun sejak akhir tahun 2008 membawa pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nilai ekspor migas. Menurunnya harga komoditi nonmigas seperti CPO, karet, batubara, dan tembaga di pasar dunia turut mendorong penurunan ekspor nonmigas. Sementara itu, nilai impor diperkirakan mencapai US$36.078 juta, turun dibandingkan semester I tahun 2008 US$58.778, akibat turunnya impor migas dan nonmigas. Penurunan impor migas karena terpengaruh turunnya harga minyak dunia dan volume impor migas terkait akselerasi program konversi minyak tanah. Sementara itu, penurunan impor nonmigas terutama karena turunnya permintaan di dalam negeri seiring dengan melambatnya kegiatan produksi dan investasi. Jasa-jasa dalam semester I tahun 2009 diperkirakan masih mengalami defisit sebesar US$5.211 juta, atau turun dibandingkan defisit dalam periode yang sama tahun 2008. Penurunan ini terutama bersumber dari jasa transportasi (freight) sejalan dengan menurunnya impor, dan jasa-jasa lainnya. Selain itu, defisit pada pos pendapatan yang bersumber dari transfer pendapatan investasi asing juga mengalami penurunan. Dalam periode tersebut pos transfer masih mengalami surplus meskipun lebih rendah daripada surplus periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut bersumber dari menurunnya transfer Tenaga Kerja Indonesia (TKI). I-18
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
Neraca Modal dan Finansial Neraca modal dan finansial dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$1.373 juta, naik dibandingkan semester I tahun 2008 yang menunjukkan surplus sebesar US$1.129 juta. Kenaikan surplus neraca modal dan finansial ini disebabkan oleh surplus neraca modal, penarikan pinjaman program dan proyek, strategi front-loading penerbitan surat utang, penerbitan global medium term notes (GMTN) dan sukuk valas, serta kenaikan investasi di sektor migas dan pembelian saham Indosat oleh Qatar Telecom (Qtel). Pada sisi lain, terjadi aliran keluar modal swasta dalam bentuk investasi portofolio dan investasi lainnya, namun nilainya lebih kecil dibandingkan dengan aliran masuk modal sektor publik. Berdasarkan perkembangan besaran-besaran neraca pembayaran tersebut, dalam semester I tahun 2009 keseimbangan umum neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus US$3.922 juta sehingga cadangan devisa akan mencapai US$55.939 juta atau setara dengan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 6,1 bulan.
1.3 Prognosis Ekonomi Indonesia Semester II 2009 1.3.1
Pertumbuhan Ekonomi
Dalam semester II tahun 2009, prospek perekonomian Indonesia diperkirakan membaik seiring dengan mulai pulihnya perekonomian dunia. Hal ini ditunjukkan oleh terjaganya stabilitas ekonomi seperti rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang relatif rendah. Kondisi tersebut diperkirakan memberikan ruang gerak bagi penurunan suku bunga yang pada akhirnya mendorong peningkatan kegiatan sektor riil. Selain itu, pelaksanaan Pemilu Presiden diperkirakan aman dan lancar sehingga memberikan sentimen positif bagi masuknya investasi baru. Keadaan tersebut diperkirakan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam semester II tahun 2009 hingga mencapai 4,6 persen. Pertumbuhan pada semester II ini lebih rendah bila dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam semester yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 5,8 persen. Dengan memperhatikan perkembangan realisasi semester I dan semester II tahun 2009, maka pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,1 persen.
1.3.2
Pertumbuhan PDB Menurut Permintaan Agregat
Konsumsi Dari sisi permintaan, konsumsi masyarakat dalam semester II tahun 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,0 persen. Laju pertumbuhan tersebut tidak jauh berbeda dengan pertumbuhannya pada semester II tahun 2008 yang sebesar 5,3 persen. Sementara konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 12,4 persen lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,2 persen. Hal ini dikarenakan tingginya beban belanja subsidi dan belanja sosial pada semester I tahun 2009. Secara keseluruhan, dalam tahun 2009 pertumbuhan total konsumsi diperkirakan sebesar 6,6 persen (lihat Tabel I.2).
Laporan Semester I Tahun 2009
I-19
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
TABEL I.2 PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2008-2009 (%)
PDB (%, yoy) Konsumsi Konsumsi Masyarakat Konsumsi Pemerintah Investasi Ekspor Impor
Sem I 6,3 5,5 5,6 4,4 12,9 13,0 17,0
2008 Sem II 5,8 6,4 5,1 15,2 10,6 6,2 3,7
Tahunan 6,1 5,9 5,3 10,4 11,7 9,5 10,0
Sem I 4,1 7,1 5,8 17,7 5,6 -16,7 -22,2
2009 Sem II 4,6 6,0 5,0 12,4 9,2 -9,7 -9,2
Tahunan 4,3 6,6 5,4 14,7 7,4 -13,2 -15,8
Investasi Dalam semester II tahun 2009, pertumbuhan investasi diperkirakan sedikit melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun tingkat suku bunga telah menurun, masih ketatnya aliran likuiditas ke dalam negeri diperkirakan menghambat kegiatan investasi. Mencermati hal-hal tersebut, dalam semester II tahun 2009 pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai 9,2 persen atau melambat dibandingkan semester II tahun lalu yang mencapai 10,6 persen. Secara keseluruhan investasi dalam tahun 2009 diperkirakan tumbuh 7,4 persen (lihat Tabel I.2). Ekspor Barang dan Jasa Dalam semester II tahun 2009, ekspor barang dan jasa diperkirakan masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 9,7 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 yang tumbuh 6,2 persen. Secara keseluruhan, dalam tahun 2009 pertumbuhan ekspor diperkirakan sebesar minus 13,2 persen. Impor barang dan jasa dalam semester II tahun 2009 diperkirakan tumbuh negatif sebesar minus 9,2 persen lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 yang tumbuh sebesar 3,7 persen. Berdasarkan perkembangan tersebut, impor barang dan jasa dalam tahun 2009 diperkirakan tumbuh minus 15,8 persen (lihat Tabel I.2).
1.3.3
Pertumbuhan PDB Menurut Sektor
Dalam semester II tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor listrik, gas, dan air bersih. Sementara itu sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja diperkirakan tumbuh sebesar 3,6 persen. Sektor industri pengolahan masih merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB. Dalam semester II 2009, pertumbuhan sektor industri pengolahan diperkirakan sebesar 2,9 persen, sedikit melambat bila dibandingkan semester yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,1 persen. Sektor lainnya yang diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu sebesar 12,9 persen. Tingginya pertumbuhan sektor tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah penumpang pada berbagai jenis angkutan, terutama pada hari raya Lebaran dan Natal, serta meningkatnya penggunaan telepon seluler. Sektor konstruksi diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar I-20
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
7,1 persen, sementara sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan tumbuh sebesar 3,9 persen. Secara keseluruhan dalam tahun 2009 sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,0 persen, sektor industri pengolahan tumbuh 2,3 persen, serta sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 13,3 persen. Pertumbuhan PDB tahun 2008 dan proyeksi PDB tahun 2009 menurut sektor disajikan dalam Tabel I.3. TABEL I.3 PERTUMBUHAN PDB MENURUT SEKTOR 2008 – 2009 (%) Sem I 6,3
2008 Sem II 5,8
Pertanian, peternakanan, kehutanan, dan perikanan
5,6
4,1
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, real estate dan jasa perusahaan Jasa-jasa
-1,1 4,3 12,1 8,1 7,5 17,8 8,5 6,3
2,1 3,1 9,9 6,6 7,0 15,7 8,0 6,6
PDB (%, yoy)
1.3.4
Sem I 4,1
2009 Sem II 4,6
4,8
4,4
3,6
4,0
0,5 3,7 10,9 7,3 7,2 16,7 8,2 6,5
1,3 1,8 10,7 6,4 1,3 13,6 6,3 5,4
0,8 2,9 9,7 7,1 3,9 12,9 6,7 4,3
1,0 2,3 10,2 6,8 2,6 13,3 6,5 4,8
Tahunan 6,1
Tahunan 4,3
Inflasi
Dalam semester II tahun 2009 pergerakan harga secara umum diperkirakan relatif stabil. Tekanan inflasi kemungkinan akan terjadi pada bulan Juli tahun 2009 terkait pelaksanaan Pemilu Presiden. Inflasi musiman seperti pembayaran uang sekolah dan meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan adanya hari raya keagamaan (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru) diperkirakan memberi tekanan pada inflasi semester II tahun 2009. Sementara itu, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, serta minimalnya dampak kebijakan harga-harga komoditas strategis dalam kendali Pemerintah diperkirakan mampu menghambat laju inflasi dalam semester II tahun 2009. Dengan perkembangan tersebut, inflasi dalam tahun 2009 diperkirakan berada di bawah level 5 persen, lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus sebesar 6 persen.
1.3.5
Nilai Tukar
Pulihnya perekonomian global diperkirakan mulai terjadi pada semester II tahun 2009 sebagai dampak positif dari stimulus fiskal global yang diluncurkan berbagai negara, realisasi rencana tindak G20 dalam meregulasi sektor keuangan, dan penyelesaian toxic asset serta rekapitalisasi perbankan di Amerika Serikat dan Eropa. Membaiknya sektor keuangan pada gilirannya akan mengembalikan kepercayaan pasar dan meningkatkan likuiditas di sektor keuangan. Dengan meningkatnya likuiditas tersebut diharapkan terjadi aliran modal ke negara berkembang. Selain itu membaiknya perekonomian global akan mendorong permintaan ekspor dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan meningkatnya investasi dan ekspor diharapkan cadangan devisa akan semakin meningkat, sehingga nilai tukar rupiah Laporan Semester I Tahun 2009
I-21
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
terhadap dolar AS diprediksi akan mengalami apresiasi. Dalam semester II tahun 2009 ratarata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp10.130 per dolar AS, dengan demikian ratarata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009 mencapai Rp10.600 per dolar AS.
1.3.6
Suku Bunga SBI 3 Bulan
Menurunnya ekspektasi inflasi serta rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah telah memberi ruang kepada Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan menurunkan BI Rate. Penurunan BI Rate tersebut juga diarahkan untuk dapat merangsang terjadinya penurunan suku bunga kredit sehingga diharapkan dapat meningkatkan kembali kegiatan ekonomi tahun 2009. BI Rate pada awal Juni 2009 berada pada level 7,0 persen, dan pada akhir semester II 2009 diperkirakan sekitar 6 persen. Sejalan dengan menurunnya suku bunga acuan tersebut, maka rata-rata suku bunga SBI 3 bulan di semester II 2009 diperkirakan mencapai 6,5 persen. Dengan demikian rata-rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 7,5 persen.
1.3.7
Harga Minyak Internasional dan Lifting Minyak
Mulai pulihnya perekonomian di beberapa negara terutama China dan India akan mendorong meningkatnya permintaan minyak mentah dan pada gilirannya harga minyak mentah di pasar global mengalami kenaikan. Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat memperkirakan pada semester II tahun 2009 rata-rata harga minyak WTI berada pada level US$67,0 per barel. Berdasarkan perkembangan harga minyak ICP selama bulan Mei tahun 2009 yang mencapai rata-rata US$57,9 per barel Pemerintah memperkirakan harganya dalam semester II tahun 2009 akan mencapai US$70,0 per barel. Berkaitan dengan prediksi tersebut maka harga ICP rata-rata tahun 2009 diperkirakan mencapai US$61,0 per barel. Perkiraan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan harga ICP di tahun 2008 yaitu US$96,8 per barel. Guna mencapai target produksi minyak, Pemerintah mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk mempercepat produksi sumur-sumur baru seperti Lapangan Tangguh dan Blok Kangean. Lapangan Tangguh diharapkan dapat berproduksi pada awal Juli 2009. Dalam semester II tahun 2009 lifting minyak diperkirakan mencapai 0,963 juta barel per hari, lebih tinggi daripada realisasi semester II tahun 2008 yang mencapai 0,939 juta barel per hari. Dengan memperhitungkan prediksi lifting dalam semester II tahun 2009, maka diperkirakan rata-rata lifting minyak mentah dalam tahun 2009 akan mencapai 0,960 juta barel per hari.
1.3.8 Neraca Pembayaran Seiring dengan pemulihan krisis global pada semester II tahun 2009, neraca pembayaran diperkirakan mengalami surplus lebih tinggi dibandingkan dengan semester sebelumnya. Surplus tersebut terutama didukung oleh meningkatnya surplus pada neraca modal dan finansial. Transaksi berjalan pada semester II tahun 2009 diperkirakan mengalami defisit sebesar US$1.850 juta. Defisit ini disebabkan oleh menurunnya surplus neraca perdagangan terkait dengan kenaikan nilai impor khususnya impor barang modal dan bahan baku belum pulih dibandingkan semester II tahun 2008. Dalam periode tersebut sektor jasa-jasa dan I-22
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
pendapatan mengalami defisit masing-masing sebesar US$6.123 juta dan US$7.371 juta, sedangkan pos transfer mengalami surplus sebesar US$2.270 juta. Surplus transfer antara lain terkait dengan transfer dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sama halnya dengan transaksi berjalan, kinerja neraca modal dan finansial dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mengalami surplus, setelah menunjukkan defisit dalam semester II tahun sebelumnya. Perbaikan ini didorong oleh peningkatan aliran modal masuk sektor publik berupa bantuan program dan proyek, dan penarikan pinjaman siaga, serta aliran masuk modal sektor swasta. Peningkatan aliran masuk modal sektor swasta terutama terjadi pada penanaman modal langsung dan investasi portofolio, sedangkan investasi lainnya diperkirakan masih mengalami defisit. Ringkasan Neraca Pembayaran Indonesia tahun 2008–2009 dapat dicermati pada Tabel I.4
1.3.9
Prospek Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2009
Secara umum kinerja perekonomian Indonesia dalam tahun 2009 diperkirakan dapat bertahan dari hantaman krisis global, namun perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dielakkan. Dalam semester II 2009, prospek perekonomian Indonesia diperkirakan mulai membaik seiring dengan mulai pulihnya perekonomian dunia. Stabilitas ekonomi yang terjaga seperti rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang relatif rendah akan memberikan ruang gerak bagi penurunan suku bunga. Kondisi ini akan mendorong peningkatan kegiatan sektor riil. Selain itu, aman dan lancarnya pelaksanaan Pemilu Presiden akan memberikan dampak positif bagi masuknya investasi baru. Faktor-faktor pendukung tersebut diperkirakan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam semester II tahun 2009 hingga mencapai 4,6 persen. Pertumbuhan ekonomi pada semester II ini lebih rendah bila dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam semester yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 5,8 persen. Dengan memperhatikan perkiraan realisasi semester I dan semester II tahun 2009, pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 persen, lebih rendah bila dibandingkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Dokumen Stimulus sebesar 4,5 persen. Pergerakan inflasi selama tahun 2009 diperkirakan relatif stabil. Namun perlu diwaspadai adanya tekanan dari inflasi musiman. Inflasi musiman seperti kenaikan uang sekolah dan meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan adanya hari raya keagamaan (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru) diperkirakan turut memberi tekanan pada inflasi semester II tahun 2009. Relatif stabilnya nilai tukar rupiah, terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, serta minimalnya dampak kebijakan harga-harga komoditas strategis dalam kendali Pemerintah diperkirakan mampu menghambat laju inflasi dalam semester II tahun 2009. Dengan memperhatikan laju inflasi dalam semester I tahun 2009 sebesar 4,2 persen dan perkiraan inflasi dalam semester II, laju inflasi selama tahun 2009 diperkirakan mencapai level di bawah 5 persen, lebih rendah dibandingkan dengan asumsi inflasi dalam Dokumen Stimulus sebesar 6 persen. Sejalan dengan menurunnya laju inflasi, BI Rate diperkirakan juga akan diturunkan. Penurunan BI Rate ini akan diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan lainnya termasuk suku bunga SBI 3 bulan. Dalam semester I tahun 2009 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 8,5 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2008 sebesar 8,2 persen. Selama semester II tahun 2009 rata-rata suku bunga SBI 3
Laporan Semester I Tahun 2009
I-23
BAB I
Perkembangan Asumsi Makro
TABEL I.4 PROYEKSI NERACA PEMBAYARAN INDONESIA 2009 (juta USD) 2008*
ITEM
Sem. I
2009**
Sem. II
Total
Sem. I
Sem. II
Total
A. TRANSAKSI BERJALAN
1.772
-1.472
300
2.752
-1.850
902
1. Neraca Perdagangan
12.979
9.930
22.909
12.350
9.373
21.723
a. Ekspor, fob
71.757
67.849
139.606
48.428
52.977
101.405
- Migas
17.473
14.248
31.721
7.909
9.580
17.489
- Non Migas
54.284
53.601
107.885
40.519
43.396
83.916
b. Impor, fob
-58.778
-57.919 -116.697
-36.078
-43.603
-79.682
- Migas
-13.708
-10.227
-23.935
-4.951
-6.327
-11.278
- Non Migas
-45.070
-47.692
-92.762
-31.128
-37.276
-68.404
2. Jasa-jasa
-6.365
-6.376
-12.741
-5.211
-6.123
-11.334
3. Pendapatan
-7.583
-7.670
-15.253
-6.569
-7.371
-13.941
4. Transfer
2.742
B. NERACA MODAL DAN FINANSIAL
4.604
1. Sektor Publik -
Neraca modal
-
Neraca finansial: a.
1.129
Investasi portofolio
2.182
2.270
4.453
1.373
4.417
5.791
-2.701
1.903
3.569
6.124
9.694
10
11
4.594
-2.712
21
5
5
11
1.882
3.564
6.119
9.683
6.460
-3.143
3.317
5.272
911
6.184
430
-1.436
-1.708
5.208
3.500
- Pinjaman program
422
2.321
2.743
283
2.828
3.111
- Pinjaman proyek
812
1.389
2.201
1.287
2.224
3.511
0
0
0
0
3.532
3.532
- Pinjaman siaga - Pelunasan pinjaman 2. Sektor Swasta -
Neraca modal
-
Neraca finansial: Penanaman modal langsung, neto
b. Investasi portofolio c.
5.385 -2.132
-1.866
b. Investasi lainnya:
a.
2.643 -3.261
Investasi lainnya
C. TOTAL (A + B) D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN E. KESEIMBANGAN UMUM (C + D)
-3.100
-3.280
-6.380
-3.278
-3.376
-6.655
-3.473
-562
-4.035
-2.196
-1.707
-3.903
115
158
273
43
43
85
-3.588
-720
-4.308
-2.239
-1.750
-3.988
335
1.684
2.019
3.030
196
3.226
-288
-1.309
-1.597
-1.178
420
-758
-3.635
-1.096
-4.731
-4.091
-2.365
-6.456
2.901
-4.734
-1.833
4.125
2.567
6.692
-545
433
-112
-204
0
-204
2.356
-4.300
-1.944
3.922
2.567
6.489
-2.356
4.300
1.944
-3.922
-2.567
-6.489
51.639
55.939
58.507
58.507
0,1
1,1
-0,7
0,2
F. PEMBIAYAAN Perubahan cadangan devisa1/ Cadangan devisa
59.453
Transaksi berjalan/PDB (%)
1,3
51.639 -1,3
1
*/ Perkiraan Realisasi; **/ Perkiraan; / Karena transaksi NPI ; Negatif (-) berarti Surplus, Positif (+) berarti Defisit Sumber: Bank Indonesia
I-24
Laporan Semester I Tahun 2009
Perkembangan Asumsi Makro
BAB I
bulan diperkirakan turun menjadi 6,5 persen. Secara keseluruhan dalam tahun 2009 ratarata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai 7,5 persen, sama dengan asumsi ratarata suku bunga SBI 3 bulan dalam Dokumen Stimulus sebesar 7,5 persen. Mulai pulihnya sektor keuangan akan mengembalikan kepercayaan pasar dan meningkatkan likuiditas di sektor keuangan. Longgarnya likuiditas tersebut akan menjadi faktor pendorong mengalirnya modal ke emerging market. Di sisi lain perbaikan perekonomian global akan meningkatkan permintaan ekspor dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Meningkatnya investasi dan ekspor tersebut diharapkan menambah cadangan devisa sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam semester II tahun 2009 diprediksi akan mengalami apresiasi. Sepanjang semester I tahun 2009 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp11.070,00 sedangkan dalam semester II tahun rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai Rp10.130,00. Dengan demikian secara keseluruhan dalam tahun 2009 rata-rata nilai tukar rupiah akan mencapai Rp10.600,00 atau menguat dibandingkan dengan asumsi dalam Dokumen Stimulus sebesar Rp11.000,00.
Tabel I.5 Proyeksi Ekonomi Nasional 2009 Indikator Makro
Dokumen Stimulus Fiskal
Perkiraan Realisasi S-I 2009
Prognosis S-II 2009
Perkiraan Realisasi 2009
Pertumbuhan Ekonomi (%)
4,5
4,1
4,6
4,3
Inflasi (%,yoy)
6,0
4,2
5,0
5,0
SBI 3 bulan rata-rata (%)
7,5
8,5
6,5
7,5
Nilai Tukar rata-rata (%)
11.000
11.070
10.130
10.600
45,0
52,0
70,0
61,0
0,960
0,957
0,963
0,960
ICP rata-rata (US$/barel) Lifting rata-rata (MBCD)
* Untuk perhitungan penerimaan negara semester I - 2009 menggunakan angka pada periode Des'08-Mei'09 dengan realisasi ICP = US$46,5/barel. Sumber: Depkeu
Harga minyak ICP yang pada awal tahun cenderung menurun, kembali meningkat pada akhir semester I tahun 2009. Dengan kondisi tersebut realisasi harga minyak ICP pada semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai US$52,0 per barel, sedangkan dalam semester II diperkirakan mencapai US$70,0 per barel. Dengan demikian sepanjang tahun 2009 harga rata-rata ICP diperkirakan mencapai US$61,0 per barel, lebih tinggi dibandingkan asumsi harga ICP dalam Dokumen Stimulus sebesar US$45,0. Realisasi lifting minyak dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai rata-rata 0,957 juta barel per hari. Dalam semester II 2008 lifting minyak diperkirakan dapat mencapai rata-rata 0,963 juta barel per hari. Dengan demikian realisasi lifting minyak dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai 0,960 juta barel per hari atau sama dengan asumsi dalam Dokumen Stimulus 2009.
Laporan Semester I Tahun 2009
I-25
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
BAB II PERKEMBANGAN ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 2.1 Pendahuluan Secara umum kinerja keuangan negara semester I 2009 diperkirakan cukup baik di tengah kondisi krisis global. Realisasi pendapatan negara dan hibah hingga Mei 2009 mencapai Rp295.675,7 miliar atau 34,8 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009. Realisasi penerimaan tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp295.528,9 miliar atau 34,9 persen dari target dalam Dokumen Stimulus 2009, dan hibah yang mencapai Rp146,8 miliar atau 15,6 persen dari rencananya. Masih rendahnya pencapaian realisasi pendapatan negara dan hibah perlambatan perekonomian dunia dan dalam negeri yang mengakibatkan penurunan sumber penerimaan utama negara dari perpajakan. Sebagian besar penerimaan dalam negeri sampai dengan Mei 2009 merupakan kontribusi dari penerimaan perpajakan, yaitu Rp239.759,6 miliar dan sisanya Rp55.769,3 miliar merupakan kontribusi dari PNBP. Apabila dibandingkan dengan rencana dalam Dokumen Stimulus 2009, penerimaan perpajakan dan PNBP masing-masing mencapai 36,2 persen dan 30,0 persen. Dari total penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan PPh nonmigas dan PPN mendominasi dengan kontribusi masing-masing sebesar Rp118.704,4 miliar dan Rp66.407,4 miliar. Pencapaian tersebut merupakan 42,3 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009 untuk PPh nonmigas, dan 28,4 persen untuk PPN. Penerimaan PPh nonmigas ditopang oleh sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan yang memberikan kontribusi sebesar Rp28.991,1 miliar. Sementara itu, baik PPN dalam negeri maupun PPN impor didukung dari sektor industri pengolahan masing-masing sebesar Rp13.510,7 miliar dan Rp10.335,0 miliar. Di sisi lain, realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp29.066,0 miliar atau 39,3 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009. Realisasi penerimaan tersebut terutama dari pencapaian penerimaan cukai sebesar Rp21.618,0 miliar, sedangkan bea masuk dan bea keluar masing-masing Rp7.056,5 miliar dan Rp391,6 miliar. Adapun realisasi PNBP sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp55.769,3 miliar, atau 30,0 persen dari rencana yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009. Realisasi PNBP tersebut bersumber dari pendapatan SDA sebesar Rp33.942,5 miliar, bagian Pemerintah atas laba BUMN sebesar Rp465,9 miliar, PNBP lainnya sebesar Rp20.479,4 miliar, dan pendapatan badan layanan umum (BLU) sebesar Rp881,6 miliar. Sementara itu, penerimaan dari hibah sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp146,8 miliar, terdiri dari pendapatan hibah dalam negeri sebesar Rp5,2 miliar dan hibah luar negeri sebesar Rp141,6 miliar. Hibah luar negeri sebagian besar bersumber dari hibah multilateral sebesar Rp108,9 miliar dan hibah bilateral sebesar Rp32,5 miliar. Penerimaan dari hibah tersebut berarti mencapai 15,6 persen dari rencana yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009. Berdasarkan perkembangan realisasi penerimaan selama periode Januari—Mei 2009 tersebut serta proyeksi penerimaan di bulan Juni 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan semester I 2009 diperkirakan mencapai Rp366.024,4 miliar atau 43,1 persen dari Laporan Semester I Tahun 2009
II-1
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
rencana dalam Dokumen Stimulus 2009. Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut direncanakan Rp365.833,8 miliar merupakan penerimaan dalam negeri dan Rp190,6 miliar dari hibah. Secara proporsi terhadap rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009, pencapaian penerimaan dalam negeri adalah sebesar 43,2 persen, sedangkan hibah 20,3 persen. Sampai dengan semester I 2009, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp290.970,3 miliar atau 44,0 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus 2009. Penerimaan perpajakan tersebut diperkirakan dari penerimaan PPh sebesar Rp163.989,3 miliar atau 51,3 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi penerimaan PPh tersebut terdiri dari PPh migas sebesar Rp24.698,2 miliar atau 63,7 persen dari rencananya, dan PPh nonmigas sebesar Rp139.291,1 miliar atau 49,6 persen dari targetnya. Dilihat secara sektoral, PPh nonmigas diperkirakan masih ditopang dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan, yaitu sebesar Rp52.129,5 miliar. Sementara itu, PPN dalam periode yang sama diperkirakan akan mencapai Rp85.466,8 miliar atau 36,6 persen dari rencananya. Penerimaan PPN yang terdiri dari PPN dalam negeri dan PPN impor, diperkirakan berasal dari sektor industri pengolahan dengan nilai masing-masing sebesar Rp18.650,8 miliar dan Rp12.270,7 miliar. Selanjutnya, di sisi penerimaan kepabeanan dan cukai, proyeksi penerimaan untuk cukai pada semester I 2009 adalah sebesar Rp25.319,5 miliar atau 46,5 persen dari rencananya. Sedangkan untuk bea masuk dan bea keluar diperkirakan realisasinya dalam periode yang sama akan mencapai Rp8.432,5 miliar dan Rp512,9 miliar, atau 49,2 persen dan 21,5 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009. Demikian pula halnya dengan PNBP, hingga semester I tahun 2009 realisasinya diperkirakan akan mencapai Rp74.863,4 miliar atau 40,3 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi PNBP tersebut bersumber dari perkiraan PNBP SDA sebesar Rp46.984,7 miliar, penerimaan dari dividen BUMN sebesar Rp1.883,2 miliar, PNBP lainnya sebesar Rp24.629,8 miliar, dan pendapatan BLU sebesar Rp1.365,8 miliar. Untuk penerimaan hibah, dalam semester I tahun 2009 diperkirakan realisasi sebesar Rp190,6 miliar atau 20,3 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009. Secara keseluruhan, perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam semester I 2009 lebih rendah Rp59.100,9 miliar atau turun 13,9 persen jika dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 2008. Penerimaan dalam negeri mengalami penurunan sebesar Rp58.805,9 miliar atau turun 13,8 persen. Hal ini terutama akibat harga minyak mentah dunia yang turun dari rata-rata US$102,6/barel pada semester I 2008 (Desember 2007—Mei 2008) menjadi US$46,5/barel pada semester I 2009. Selain terjadinya penurunan harga minyak dunia, beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan penerimaan perpajakan adalah melemahnya nilai tukar rupiah, melambatnya pertumbuhan ekonomi, penerapan kebijakan penghapusan tarif bea keluar, peningkatan PTKP, dan penurunan tarif PPh OP dan badan. Dari sisi PNBP, perkiraan realisasi semester I tahun 2009 menunjukkan penurunan sebesar Rp42.233,1 miliar atau 36,1 persen dibandingkan realisasi PNBP dalam semester I 2008. Penurunan PNBP tersebut terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan SDA Migas karena rendahnya ICP dalam tahun 2009 serta menurunnya penerimaan dari dividen BUMN. Perkiraan realisasi penerimaan Hibah dalam semester I 2009 lebih rendah Rp295,0 miliar atau 60,7 persen jika dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008 sebesar Rp485,6 miliar. Hal ini lebih disebabkan menurunnya komitmen hibah dari luar negeri pada tahun 2009. Laporan Semester I Tahun 2009
II-2
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
Berdasarkan perkiraan realisasi dalam semester I 2009 maka prognosa pendapatan negara dan hibah dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp506.607,4 miliar atau 59,7 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus 2009. Penerimaan dalam negeri diperkirakan mencapai Rp505.806,4 miliar pada semester II 2009, dengan persentase pencapaian 59,7 persen dari rencananya. Dari penerimaan Rp505.806,4 miliar tersebut, penerimaan perpajakan diperkirakan sebesar Rp361.151,5 miliar atau 54,6 persen dari targetnya. Sementara itu, PNBP diperkirakan akan mencapai Rp144.654,9 miliar atau 77,8 persen dari rencananya. Perkiraan PNBP semester II dimaksud lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkiraan semester I tahun 2009 terutama didorong oleh peningkatan dalam penerimaan SDA minyak bumi dan penerimaan dari dividen BUMN setelah selesainya RUPS di sebagian besar BUMN. Sementara itu, penerimaan hibah dalam periode yang sama diperkirakan mencapai Rp801,0 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi pada semester I dan II tersebut maka realisasi pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp872.631,7 miliar atau 102,8 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus 2009. Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri Rp871.640,1 miliar dan hibah Rp991,6 miliar. Selanjutnya, realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp652.121,8 miliar atau 98,5 persen dari rencananya, sedangkan realisasi PNBP dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp219.518,3 miliar atau 118,1 persen dari rencananya. Apabila dibandingkan dengan realisasi dalam tahun 2008, perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 masih lebih rendah 11,1 persen, terutama akibat penurunan dari penerimaan dalam negeri yang mencapai 11,0 persen. Penurunan perkiraan realisasi penerimaan tersebut terjadi pada penerimaan PPh migas, PPN, PBB, bea masuk, dan bea keluar. Faktor utama yang berpengaruh pada menurunnya penerimaan PPh migas adalah rendahnya harga minyak mentah di pasar internasional pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan rata-rata tahun 2008. Terkait dengan krisis ekonomi yang terjadi secara global, menyebabkan kegiatan perdagangan internasional menjadi berkurang. Sebagai dampaknya, baik volume maupun nilai ekspor-impor mengalami penurunan secara signifikan yang selanjutnya berdampak pada menurunnya bea masuk dan bea keluar masing-masing 18,2 persen dan 89,7 persen. Khusus untuk bea keluar, turunnya penerimaan dari pos tersebut pada tahun 2009 juga sangat erat kaitannya dengan adanya kebijakan pemberlakuan tarif 0 (nol) persen terhadap ekspor komoditi CPO selama periode Januari—Juni 2009. Kebijakan ini sejalan dengan rendahnya harga CPO di pasar internasional. Meskipun terjadi penurunan pada ketiga penerimaan dalam negeri tersebut, penerimaan dalam negeri yang berasal dari PPh nonmigas masih mengalami peningkatan sebesar 16,1 persen. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pembaharuan di bidang perpajakan yang ditempuh dalam semester I 2009. Di bidang perpajakan, kebijakan sunset policy yang diperpanjang hingga Februari 2009 membawa dampak pada meningkatnya penerimaan PPh nonmigas. Selain itu, kenaikan penerimaan PPh nonmigas tersebut juga didukung oleh perbaikan sistem administrasi perpajakan. Di bidang cukai, adanya peraturan baru tentang kenaikan tarif cukai tembakau yang berlaku mulai 1 Februari 2009 merupakan faktor utama yang menyebabkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 6,4 persen dalam tahun 2009. Pemerintah juga akan terus melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan pendapatan negara pada semester II 2009, seperti intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan, efisiensi BUMN, dan peningkatan produksi sumber daya alam. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan pendapatan negara dalam semester II 2009 dapat lebih baik jika Laporan Semester I Tahun 2009
II-3
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
2.2.1 Realisasi Penerimaan Dalam Negeri dalam Semester I 2009 Sumber penerimaan dalam negeri dipengaruhi oleh dua sumber penerimaan utama, yaitu penerimaan perpajakan dan PNBP. Kedua sumber penerimaan dalam negeri tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian nasional, pembaharuan kebijakan di bidang perpajakan, serta perkembangan harga dan produksi minyak mentah Indonesia. Hingga Mei 2009, realisasi penerimaan dalam negeri mencapai Rp 295.528,9 miliar atau 34,9 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus 2009. Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomiaan saat ini dan perkembangan realisasi selama periode Januari-Mei 2009 tersebut, diperkirakan realisasi Penerimaan Dalam Negeri akan mencapai Rp365.833,8 miliar pada akhir semester I 2009. Perkiraan realisasi tersebut mencapai 43,2 persen dari rencana yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009. Sementara itu, dalam periode yang sama tahun 2008, realisasi Penerimaan Dalam Negeri mencapai Rp424.639,6 miliar. Apabila dibandingkan realisasi penerimaan yang sama dalam semester I 2008, pencapaian Penerimaan Dalam Negeri pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp58.805,9 miliar atau 13,8 persen.
2.2.1.1 Penerimaan Perpajakan dalam Semester I Tahun 2009 Memasuki tahun 2009, penerimaan perpajakan menghadapi tekanan yang cukup berat. Melambatnya pertumbuhan ekonomi, baik di dalam maupun di luar negeri menyebabkan penerimaan dari berbagai jenis pajak mengalami penurunan. Selain itu, relatif rendahnya harga minyak mentah dan CPO pada tiga bulan pertama 2009 turut berpengaruh pada menurunnya penerimaan perpajakan, khususnya PPh migas dan bea keluar . Sampai dengan Mei 2009, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp239.759,6 miliar atau 36,2 persen dari rencana dalam Dokumen Stimulus 2009. Dari jumlah tersebut, Rp232.311,5 miliar merupakan kontribusi dari pajak dalam negeri yang terdiri dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak lainnya, dan cukai. Selanjutnya, Rp7.448,1 miliar merupakan kontribusi dari pajak perdagangan internasional yang terdiri dari bea masuk dan bea keluar sebagaimana terlihat pada Tabel II.2. Berdasarkan angka penerimaan perpajakan pada periode Januari–Mei 2009, diperkirakan dalam semester I 2009, penerimaan perpajakan akan mencapai Rp290.970,3 miliar atau 44,0 persen dari rencananya. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008, realisasi penerimaan perpajakan pada semester I 2009 sedikit mengalami penurunan. Pada semester I 2008, penerimaan perpajakan mencapai Rp307.543,1 miliar terdiri dari pajak dalam negeri Rp288.788,1 miliar dan pajak perdagangan internasional Rp18.755,0 miliar. Secara umum, faktor utama penyebab turunnya penerimaan perpajakan adalah perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang secara langsung berdampak pada melambatnya pertumbuhan pada semua sektor. Selain itu, perkembangan besaran ekonomi makro penurunan impor barang modal dan bahan baku yang mengalami tekanan akibat koreksi perdagangan global juga turut memberikan andil pada menurunnya penerimaan perpajakan.
Laporan Semester I Tahun 2009
II-5
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
TABEL II.2 PENERIMAAN PERPAJAKAN 2008 – 2009 (miliar Rupiah) 2009
2008 KETERANGAN
Realisasi Sem. I
Dok. Stimulus
APBN
Realisasi s.d. Mei
% thd. Dok. Stim.
Perk. Sem. I
% thd. Dok. Stim.
a. Pajak Dalam Negeri
288.788,1
697.347,0
642.227,0
232.311,5
36,2
282.025,0
i. Pajak Penghasilan
164.017,0
357.400,5
319.609,4
140.082,4
43,8
163.989,3
51,3
34.350,1
56.723,5
38.768,0
21.378,0
55,1
24.698,2
63,7
- Migas - Non Migas
43,9
129.666,9
300.677,0
280.841,6
118.704,4
42,3
139.291,1
49,6
ii. Pajak Pertambahan Nilai
87.117,3
249.508,7
233.649,0
66.407,4
28,4
85.466,8
36,6
iii. Pajak Bumi dan Bangunan
10.389,3
28.916,3
23.863,6
1.347,2
5,6
3.488,6
14.6
2.224,5
7.753,6
7.165,5
1.671,8
23,3
2.296,5
32,0
23.604,9
49.494,7
54.399,8
21.618,0
39,7
25.319,5
46,5
1.435,3
4.273,2
3.539,5
1.184,8
33,5
1.464,3
41,4
18.755,0
28.496,0
19.531,6
7.448,1
38,1
8.945,4
45,8
i. Bea Masuk
10.085,6
19.160,4
17.151,2
7.056,5
41,1
8.432,5
49,2
ii. Bea Keluar
8.669,4
9.335,6
2.380,6
391,6
16,4
512,9
21,5
307.543,1
725.843,0
661.758,7
239.759,6
36,2
290.970,3
44,0
iv. BPHTB v. Cukai vi. Pajak Lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional
Total Sumber : Departemen Keuangan
GRAFIK II.2 PERKEMBANGAN PENERIMAAN PAJAK NONMIGAS 2004–2009 700 600 500 triliun Rp.
Namun demikian, total penerimaan pajak nonmigas selama periode 2004–2009 mengalami kenaikan ratarata 20,3 persen. Hal ini terutama disebabkan oleh diterapkannya kebijakan modernisasi perpajakan yang berdampak pada membaiknya sistem administrasi perpajakan. Perkembangan Penerimaan pajak nonmigas selama periode 2004-2009 dapat dilihat pada Grafik II.2.
400 300 200 100 0 2004
2005
2006
2007
*) tidak termasuk cukai, bea masuk dan bea keluar. Sumber : Departemen Keuangan
2008
APBN 2009
Dok. Stimulus 2009
Pajak Penghasilan (PPh) Komponen pendapatan yang memberikan kontribusi paling besar terhadap penerimaan perpajakan adalah PPh. Realisasi PPh hingga Mei 2009 mencapai sebesar Rp140.082,4 miliar. Secara lebih terperinci, penerimaan tersebut terdiri atas PPh migas sebesar Rp21.378,0 miliar (15,3 persen) dan PPh nonmigas sebesar Rp118.704,4 miliar (84,7 persen). Apabila dibandingkan dengan rencana dalam Dokumen Stimulus 2009, realisasi PPh tersebut mencapai 43,8 persen, terdiri atas PPh migas 55,1 persen dan PPh nonmigas 42,3 persen. Sesuai dengan perkembangan realisasi pada tahun 2009, sampai dengan semester I 2009 penerimaan PPh diperkirakan mencapai Rp163.989,3 miliar yang terdiri dari PPh migas Rp24.698,2 miliar (14,6 persen) dan PPh nonmigas sebesar Rp139.291,1 miliar (84,9 persen). Dengan demikian, untuk penerimaan PPh pada semester I 2009 diperkirakan akan mencapai 51,3 persen dari rencana. Perkembangan PPh migas dan nonmigas pada semester I tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II.3. Laporan Semester I Tahun 2009
II-6
Pendapatan Negara dan Hibah
GRAFIK II.3 KOMPOSISI PPh 2008-2009
200
Non Migas
Migas
160
triliun Rp
Melihat pada pencapaian 2009, diketahui bahwa realisasi penerimaan PPh pada semester I 2009 diperkirakan lebih rendah Rp27,7 miliar jika dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008. PPh migas mengalami penurunan sebesar Rp9.651,9 (28,1 persen), sementara PPh nonmigas mengalami peningkatan Rp9.624,2 (7,4 persen).
Bab II
120
80
Melambatnya kenaikan penerimaan PPh nonmigas pada semester I 2009 40 terutama disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan ekonomi sebagai imbas 0 krisis ekonomi global. Pada semester I Sem. I 2008 Sem. II 2008 Perk. Real. Sem. I 2008, pertumbuhan ekonomi mencapai 2009 Sumber : Departemen Keuangan 6,35 persen, sedangkan pada semester I 2009 diperkirakan hanya 4,1 persen. Faktor lain yang berpengaruh terhadap turunnya PPh adalah rendahnya harga minyak mentah pada awal tahun 2009 yang menyebabkan penerimaan PPh dari PPh migas berkurang.
PPh Migas 50
GRAFIK II.4 KOMPOSISI PPh MIGAS 2008-2009
40
PPh Gas Alam PPh Minyak Bumi
triliun Rp
Sejumlah Rp21.378,0 miliar dari penerimaan PPh sampai dengan Mei 2009 berasal dari PPh migas. Apabila dibandingkan dengan rencana dalam Dokumen Stimulus 2009, realisasi PPh migas dalam lima bulan pertama 2009 mencapai 55,1 persen. Realisasi penerimaan PPh migas tersebut berasal dari PPh gas alam sebesar Rp13.706,3 miliar (64,1 persen), serta PPh minyak bumi dan PPh migas lainnya masing-masing mencapai Rp7.671,6 miliar (35,9 persen) dan Rp0,2 miliar.
30
20
10
0 Sem. I 2008
Sem. II 2008
Perk. Real. Sem. I
2009 Dengan mempertimbangkan Sumber : Departemen Keuangan pergerakan harga minyak mentah di pasar internasional, diperkirakan penerimaan PPh migas akan mencapai Rp24.698,2 miliar sampai dengan akhir Juni 2009, atau sebesar 63,7 persen dari rencananya dalam Dokumen Stimulus. PPh migas yang berasal dari PPh gas alam diperkirakan mencapai Rp15.834,9 miliar (64,1 persen), PPh minyak bumi Rp8.863,1 miliar (35,9 persen), dan PPh migas lainnya Rp0,2 miliar. Perkembangan PPh migas pada tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II.4.
Laporan Semester I Tahun 2009
II-7
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
miliar, PPh pasal 21 naik Rp688,8 miliar, dan PPh final naik Rp4.553,7 miliar, sedangkan PPh pasal 22, pasal 22 impor, pasal 23, pasal 25/29 orang pribadi, pasal 26, PPh fiskal dan PPh nonmigas lainnya secara total naik Rp1.427,5 miliar. Secara langsung, PPh nonmigas terkait erat dengan tingkat pendapatan perorangan dan badan. Adanya kebijakan sunset policy mampu mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat untuk taat pajak. Kemudahan-kemudahan dan keringanan yang diberikan dalam kebijakan tersebut mampu meningkatkan jumlah wajib pajak baru dan mendorong wajib pajak yang memiliki tunggakan pembayaran pajak untuk segera memenuhi kewajibannya.
PPh Nonmigas Sektoral Dilihat dari sektoral, sebagian besar realisasi penerimaan PPh nonmigas sampai dengan Mei 2009 berasal dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan yang mencapai Rp28.991,1 miliar (28,1 persen). Penerimaan di sektor tersebut terutama berasal dari pasal 25/29 badan dengan nilai sebesar Rp18.671,0 miliar (46,6 persen) dan pasal 21 sebesar Rp5.053,1 miliar (12,6 persen). Sementara itu, dilihat dari masing-masing subsektor yang berkontribusi terhadap penerimaan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan, kontribusi terbesar berasal dari subsektor perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun dengan nilai Rp21.619,2 miliar. Dua sektor utama lainnya yang berperan penting dalam penerimaan PPh nonmigas adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar Rp25.882,9 miliar (25,1 persen) dan Rp10.490,6 miliar (10,2 persen). Realisasi penerimaan PPh nonmigas dari 12 sektor secara lengkap dapat dilihat pada Tabel II.3. Hingga akhir semester I 2009, realisasi penerimaan PPh nonmigas dari sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan diperkirakan mencapai Rp52.129,5 miliar (33,7 persen). Berdasarkan perkiraan realisasi penerimaan tersebut, realisasi penerimaan PPh pasal 25/29 badan dan PPh pasal 21 masing-masing diperkirakan Rp21.020,4 miliar (40,3 persen) dan Rp5.997,4 miliar (11,5 persen). Selanjutnya, sektor industri pengolahan dan sektor TABEL II.3 PENERIMAAN PPh NONMIGAS 2008 – 2009 (miliar Rupiah) 2008 2009 No SEKTOR Real. s.d. % Thd. Sem. I Perk Sem. I Mei Total 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 5.452,7 5.052,1 4,9 5.908,2 2 Pertambangan Migas 8.993,6 6.992,0 6,8 7.802,1 3 Pertambangan Bukan Migas 6.685,6 6.059,8 5,9 13.450,0 4 Penggalian 338,3 244,8 0,2 263,3 5 Industri Pengolahan 29.953,1 25.882,9 25,1 34.870,8 6 Listrik, Gas dan Air Bersih 2.821,2 2.607,7 2,5 3.378,5 7 Konstruksi 2.367,9 2.137,6 2,1 3.163,6 8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 11.818,3 10.490,6 10,2 16.446,0 9 Pengangkutan dan Komunikasi 10.207,9 8.609,2 8,3 9.428,3 10 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 32.477,5 28.991,1 28,1 52.129,5 11 Jasa Lainnya 5.443,0 4.590,9 4,5 6.906,7 12 Kegiatan yang belum jelas batasannya 1.937,1 1.447,1 1,4 969,6 TOTAL 118.496,0 103.105,7 100,0 154.716,6 Sumber : Departemen Keuangan
Laporan Semester I Tahun 2009
YoY (%) 8,4 -13,2 101,2 -22,1 16,4 19,8 33,6 39,2 -7,6 60,5 26,9 -49,9 30,6
II-9
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
perdagangan, hotel dan restoran masing-masing diperkirakan akan mencapai Rp34.870,8 miliar (22,5 persen) dan Rp16.446,0 miliar (10,6 persen). Dengan besaran perkiraan tersebut menjadikan kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran termasuk dalam tiga sektor terbesar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008, perkiraan realisasi sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan pada semester I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp19.652,0 miliar atau 60,5 persen. Peningkatan itu terutama berasal dari penerimaan PPh pasal 25/29 Badan yang terutama berasal dari subsektor perantara keuangan kecuali asuransi dan dana pensiun. Secara nominal, penerimaan dari subsektor tersebut meningkat dari Rp15.844,0 miliar pada semester I 2008 menjadi Rp21.020,4 miliar pada semester I 2009. Hal ini terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit perbankan yang masih cukup tinggi.
PPN dan PPnBM PPN dan PPnBM merupakan penyumbang terbesar kedua bagi penerimaan perpajakan. Berdasarkan data realisasi hingga Mei 2009, PPN dan PPnBM telah mencapai sebesar Rp66.407,4 miliar atau 28,4 persen dari rencananya.
250 200
triliun Rp
Sampai dengan akhir Juni 2009, PPN dan PPnBM diperkirakan akan mencapai Rp85.466,8 miliar atau 36,6 persen dari rencananya. Perkembangan PPN dan PPnBM pada tahun 2008 dan perkiraan realisasi semester I 2009 dapat dilihat pada Grafik II.6.
GRAFIK II.6 PERKEMBANGAN PPN DAN PPnBM 2008-2009 Impor d an Lainnya Dalam Ne ge ri
150
100 Sementara itu, pada semester I 2008, penerimaan PPN dan PPnBM mencapai 50 Rp87.117,3 miliar. Dari perbandingan 0 angka realisasi penerimaan pada semester PPN PPnBM PPN PPnBM PPN PPnBM I 2008 terlihat bahwa penerimaan PPN dan PPnBM pada semester I 2009 Sem. I 2008 Sem. II 2008 Perk. Sem I 2009 mengalami penurunan 1,9 persen. Faktor Sumber : Departemen Keuangan utama yang menyebabkan penurunan penerimaan tersebut adalah dampak lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Pencapaian penerimaan PPN dan PPnBM terkait erat dengan aktivitas ekonomi, terutama konsumsi. Melambatnya pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada menurunnya konsumsi di dalam negeri. Selain itu, krisis ekonomi yang terjadi di seluruh dunia turut mendorong turunnya konsumsi barangbarang impor yang secara langsung akan membawa dampak pada menurunnya penerimaan PPN.
PPN Dalam Negeri Sektoral Realisasi penerimaan PPN dalam negeri sektoral hingga Mei 2009 sebesar Rp47.745,5 miliar, sektor yang paling banyak memberikan kontribusi adalah dari sektor industri pengolahan sebesar Rp13.510,7 miliar (28,3 persen). Sebagian besar penerimaan pada sektor industri pengolahan berasal dari industri pengolahan hasil tembakau, industri makanan dan minuman, Laporan Semester I Tahun 2009
II-10
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
serta industri kimia (lihat Grafik II.7). Selanjutnya, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar Rp8.899,3 miliar (18,6 persen) dan sektor pertambangan migas sebesar Rp7.760,7 miliar (16,3 persen). Sebaliknya, sektor yang paling sedikit memberikan kontribusi adalah sektor penggalian yang hanya mencapai Rp50,5 miliar (0,1 persen). GRAFIK II.7 PPN DALAM NEGERI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN, 2009 6000
Real s.d Mei 09
miliar Rp
5000
Perk.Real Sem.I 09
4000 3000 2000 1000 0 Pengolahan Hasil Tembakau
Makanan dan Minuman
Industri Kimia
Elektronik
Sumber : Departemen Keuangan
Hingga akhir Juni 2009, penerimaan PPN dalam negeri diperkirakan mencapai Rp59.092,5 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi tersebut, penerimaan dari sektor industri pengolahan diperkirakan sebesar Rp18.650,8 miliar (31,6 persen), sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp10.504,8 miliar (17,8 persen) dan sektor pertambangan migas sebesar Rp9.543,1 miliar (16,1 persen). Sementara itu, sektor penggalian diperkirakan realisasinya mencapai Rp69,7 miliar (0,1 persen). Kontribusi dari 12 sektor terhadap penerimaan PPN dalam negeri sektoral semester I 2008 dan 2009 secara lengkap tercantum dalam Tabel II.4. TABEL II.4 PENERIMAAN PPN DALAM NEGERI SEKTORAL 2008 - 2009 (miliar Rupiah) 2008 2009 No SEKTOR Real. s.d. % thd. Sem. I Perk Sem. I Mei Total 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 1.824,4 1.030,6 2,2 1.147,4 2 Pertambangan Migas 6.514,9 7.760,7 16,3 9.543,1 3 Pertambangan Bukan Migas 640,8 425,3 0,9 478,7 4 Penggalian 69,6 50,5 0,1 69,7 5 Industri Pengolahan 15.730,8 13.510,7 28,3 18.650,8 6 Listrik, Gas dan Air Bersih 275,0 343,2 0,7 415,5 7 Konstruksi 4.591,7 4.280,8 9,0 4.959,8 8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 9.293,5 8.899,3 18,6 10.504,8 9 Pengangkutan dan Komunikasi 4.305,9 3.530,5 7,4 4.084,8 10 Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 4.538,6 4.149,5 8,7 4.857,5 11 Jasa Lainnya 1.143,3 1.016,7 2,1 1.143,3 12 Kegiatan yang belum jelas batasannya 2.848,2 2.747,7 5,8 3.237,1 TOTAL 51.776,6 47.745,5 100,0 59.092,5 Sumber : Departemen Keuangan
YoY (%) -37,4 27,7 -28,3 0,3 -0,6 49,2 8,1 12,1 -5,1 5,3 -0,5 11,7 5,5
Apabila dibandingkan dengan pencapaian pada semester I 2008, realisasi PPN dalam negeri sektor industri pengolahan pada semester I 2009 tersebut sedikit mengalami peningkatan sebesar Rp2.920,0 miliar atau 18,6 persen. Meningkatnya penerimaan PPN dalam negeri Laporan Semester I Tahun 2009
II-11
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
sektor industri pengolahan tersebut terutama terjadi pada subsektor pengolahan hasil tembakau, makanan dan minuman, industri kimia, dan elektronik. Di sisi lain, penerimaan PPN dalam negeri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pertambangan migas mengalami peningkatan masing-masing Rp1.211,0 miliar atau 13,1 persen dan Rp3.028,2 miliar atau 46,5 persen.
PPN Impor Sektoral Sampai dengan Mei 2009, realisasi penerimaan PPN impor mencapai Rp21.845,2 miliar yang berasal dari 12 sektor. Dari kedua belas sektor tersebut terdapat beberapa sektor yang memiliki proporsi terbesar, yaitu sektor industri pengolahan; perdagangan, hotel, dan restoran; dan pertambangan migas. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 47,3 persen atau senilai Rp10.335,0 miliar. Kemudian, penerimaan PPN impor dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 29,4 persen atau senilai Rp6.413,6 miliar, dan sektor pertambangan migas sebesar 15,8 persen atau Rp3.453,8 miliar. Selanjutnya, pada Grafik II.8 dapat dilihat penerimaan PPN impor secara sektoral. GRAFIK II.8 PPN IMPOR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN, 2009 3000
Re al s.d Me i 09
miliar Rp
2500
Perk.Re al Se m.I 09
2000 1500 1000 500 0 Kimia
Makanan dan Minuman
Kendaraan Bermotor
Logam Dasar
Sumber : Departemen Keuangan
Hingga akhir semester I 2009, diperkirakan penerimaan PPN impor akan mencapai Rp26.809,5 miliar. Perkiraan realisasi penerimaan tersebut diharapkan berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 45,8 persen atau senilai Rp 12.270,7 miliar, perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi sebesar 29,9 persen atau senilai Rp8.024,4 miliar, dan sektor pertambangan migas sebesar 17,1 persen atau Rp4.588,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pada semester I 2008 terlihat bahwa pencapaian PPN impor pada tahun 2009 menunjukkan penurunan 31,0 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi pada tahun 2009 erat kaitannya dengan lebih rendahnya realisasi impor sebagai dampak lesunya perekonomian global. Kontribusi dari 12 sektor terhadap penerimaan PPN impor sektoral semester I 2008 dan 2009 dapat dilihat dalam Tabel II.5.
PBB dan BPHTB Realisasi PBB dan BPHTB hingga Mei 2009 masing-masing mencapai Rp1.347,2 miliar dan Rp1.671,8 miliar yang berarti sebesar 5,6 persen dan 23,3 persen dari rencananya. Berdasarkan angka realisasi tersebut, pencapaian hingga akhir semester I 2009 diperkirakan mencapai Laporan Semester I Tahun 2009
II-12
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
Perkiraan realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam semester I 2009 masih sangat rendah bila dibandingkan dengan rencananya dalam tahun 2009, disebabkan karena sebagian besar BUMN belum melaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk menentukan besaran dividen di tahun 2009. RUPS biasanya dilakukan pada bulan Juni, sehingga sebagian besar BUMN diperkirakan akan menyetor dividen pada sekitar bulan Juli-Agustus. Penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN dikelompokkan ke dalam penerimaan bagian atas laba BUMN perbankan dan nonperbankan. Hingga Mei 2009, realisasi penerimaan bagian atas laba BUMN GRAFIK II.23 perbankan dan nonperbankan REALISASI PENERIMAAN BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN SEM. I 2008, SEM. II 2008 DAN SEM. I 2009 masing-masing sebesar Rp50,0 (miliar rupiah) miliar dan Rp415,9 miliar. 30000 Sejumlah BUMN yang telah 28,051.8 25000 menyetor dividen dalam semester I 2009 antara lain 20000 adalah PT Krakatau Steel, 15000 Perum Pegadaian, dan PT 10000 Inhutani I. Perkiraan realisasi 1,883.2 5000 penerimaan bagian pemerintah 1,036.6 atas laba BUMN semester I 0 2008-2009 dapat dilihat pada Sem. I 2008 Sem. II 2008 Sem. I 2009 Grafik II.23. Sumber: Departemen Keuangan
PNBP Lainnya PNBP lainnya terutama berasal dari kegiatan-kegiatan pelayanan dan pengaturan yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L kepada masyarakat, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi K/L tersebut. Sampai dengan Mei 2009 realisasi PNBP lainnya mencapai Rp20.479,4 miliar atau 40,4 persen dari rencananya dalam tahun 2009. PNBP lainnya diperkirakan akan mencapai Rp24.629,8 miliar dalam semester I 2009 atau meningkat Rp2.327,5 miliar atau sebesar 10,4 persen dibandingkan realisasi semester I 2008. Sumber realisasi PNBP lainnya sampai dengan Mei 2009 berasal dari (a) pendapatan penjualan dan sewa sebesar Rp3.379,3 miliar, (b) pendapatan jasa sebesar Rp8.328,2 miliar; (c) pendapatan bunga sebesar Rp1.200,9 miliar, (d) pendapatan kejaksaan dan peradilan Rp64,8 miliar, (e) pendapatan pendidikan Rp1.128,8 miliar, (f) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi Rp38,4 miliar, (g) pendapatan iuran dan denda Rp233,0 miliar; dan (h) pendapatan lain-lain sebesar Rp6.105,9 miliar, yang antara lain terdiri dari penerimaan belanja tahun yang lalu dan penerimaan surplus BI. Komposisi realisasi PNBP lainnya sampai dengan 29 Mei 2009 dapat dilihat pada Grafik II.24. Porsi terbesar dalam PNBP lainnya bersumber dari pendapatan jasa (40,7 persen) yang antara lain berasal dari pendapatan hak dan perijinan sebesar Rp3.744,4 miliar atau 45,0 persen dari pendapatan jasa, terutama yang berasal dari pungutan biaya hak penyelenggaraan (BHP) telekomunikasi yang dipungut oleh Depkominfo. Selain itu, pendapatan jasa juga berasal dari pendapatan jasa kepolisian yang hingga Mei 2009 mencapai Rp609,5 miliar atau 7,3 persen dari total pendapatan jasa.
Laporan Semester I Tahun 2009
II-21
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
Selain itu, sumber PNBP lainnya yang memberi andil cukup besar adalah 16.5% pendapatan lain-lain sebesar Rp6.105,9 miliar. Jumlah tersebut sudah termasuk 29.8% penerimaan dari surplus BI sebesar Rp2.646,4 miliar. 40.7% Penerimaan dari surplus BI 5.5% tersebut berdasarkan 1.1% Undang-Undang Nomor 23 0.2% Tahun 1999 tentang Bank 0.3% 5.9% Indonesia yang telah diubah Pen. Penjualan dan Sewa Pen. Jasa dengan Undang-Undang Pen. Bunga Pen. Kejaksaan dan Peradilan Pen. Pendidikan Pen. Gratifikasi & uang sitaan hasil korupsi Nomor 3 Tahun 2004, yang Pen. Iuran dan Denda Pen. Lain-lain dalam pasal 62 disebutkan bahwa surplus yang disetorkan kepada Pemerintah merupakan selisih antara surplus dari hasil kegiatan BI dikurangi dengan penjumlahan antara cadangan tujuan sebesar 30 persen dan cadangan umum sehingga jumlah modal dan cadangan umum menjadi 10 persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia. Sumber penerimaan lainnya yang cukup besar adalah pendapatan penjualan dan sewa, yaitu sebesar Rp3.379,3 miliar, terutama berasal dari pendapatan penjualan dari kegiatan hulu migas Rp2.501,2 miliar dan pendapatan penjualan hasil tambang Rp741,5 miliar. GRAFIK II.24 KOMPOSISI REALISASI PNBP LAINNYA s.d. 29 MEI 2009
Pendapatan BLU Badan layanan umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU dibentuk untuk mempromosikan peningkatan layanan publik melalui fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yang dikelola secara profesional dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. GRAFIK II.25 REALISASI PENDAPATAN BLU 2008-2009 4,000
3,665.1
Rp miliar
3,500 3,000 2,500 2,000 1,500
881.6
1,000 500
52.9
0 Smt.I 2008
Smt.II 2008
Sumber: Departemen Keuangan
Laporan Semester I Tahun 2009
Smt.I 2009
Pendapatan BLU sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp881,6 miliar atau 16,2 persen dari rencananya dalam tahun 2009. Pendapatan BLU tersebut meliputi: (a) pendapatan jasa BLU, (b) pendapatan hibah BLU, (c) pendapatan hasil kerjasama BLU, dan (d) pendapatan BLU lainnya. Realisasi masing-masing jenis pendapatan BLU tersebut sampai dengan Mei 2009 masing-masing sebesar Rp812,5 miliar, Rp2,1 miliar, Rp14,6 miliar, dan Rp52,4 miliar.
II-22
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
Dalam semester I 2009, realisasi pendapatan BLU diperkirakan mencapai Rp1.365,8 miliar atau meningkat Rp1.312,9 miliar jika dibandingkan dengan realisasi semester I 2008 sebesar Rp52,9 miliar. Perkembangan pendapatan BLU tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II.25.
2.2.2. Penerimaan Hibah Penerimaan hibah yang dicatat di dalam APBN adalah penerimaan negara yang bersumber dari sumbangan atau donasi (grant) dari negara-negara asing, lembaga/badan internasional, lembaga/badan nasional, serta perorangan yang tidak diikuti kewajiban untuk membayar kembali. Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hibah ini tergantung pada komitmen dan kesediaan negara atau lembaga donor dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia. Selain itu, pada umumnya penggunaan dana hibah harus sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara Pemerintah dengan pihak donor. Dilihat dari sumbernya, hibah dapat dibedakan menjadi hibah yang berasal dari bilateral dan multilateral. Hibah bilateral adalah hibah yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga/badan keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan hibah, sedangkan hibah multilateral adalah hibah yang berasal dari lembaga multilateral atau hibah yang berasal dari donor lainnya jika pihak yang memberikan hibah tidak termasuk di dalam lembaga bilateral ataupun multilateral. Sampai dengan akhir Mei 2009, GRAFIK II.26 realisasi penerimaan hibah REALISASI PENERIMAAN HIBAH 2008 – 2009 (miliar rupiah) mencapai Rp146,8miliar atau 1,814.3 2000 15,6 persen dari rencana dalam tahun 2009. Perkiraan realisasi 1600 penerimaan hibah sampai 1200 dengan akhir semester I 800 sebesar Rp190,6 miliar atau 485.6 20,3 persen dari rencananya. 190.6 400 Perkiraan realisasi tersebut 0 lebih rendah sebesar Rp295,0 Sem. I 2008 Sem. II 2008 Sem. I 2009 miliar atau 60,7 persen apabila dibandingkan dengan realisasi Sumber: Departemen Keuangan semester I 2008 sebesar Rp485,6 miliar. Dari jumlah tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk mendanai program-program mitigasi dan perubahan iklim, sedangkan sebagian lainnya merupakan hibah yang diterima oleh K/L. Realisasi penerimaan hibah semeter I 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik II.26.
2.3 Prognosis Pendapatan Negara dan Hibah dalam Semester II Tahun 2009 Prognosis pendapatan negara dan hibah dalam semester II tahun 2009 akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, perkembangan perekonomian dunia dan Indonesia, termasuk ketahanan dan antisipasi dunia usaha di dalam negeri menghadapi perkembangan krisis Laporan Semester I Tahun 2009
II-23
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
2.3.1.1 Prognosis Penerimaan Perpajakan dalam Semester II 2009 Perkembangan penerimaan perpajakan dalam semester II 2009 sangat dipengaruhi oleh ketahanan kondisi perekonomian nasional menghadapi dampak krisis ekonomi global di tahun 2009. Selain itu, juga ditentukan oleh perkembangan asumsi ekonomi makro tahun 2009 serta pelaksanaan kebijakan perpajakan yang telah direncanakan sebelumnya. Melihat kondisi tersebut serta realisasi penerimaan perpajakan dalam semester I 2009 maka penerimaan perpajakan dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp361.151,5 miliar. Dengan demikian, hingga akhir tahun 2009 realisasi penerimaan perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp652.121,8 miliar atau 98,5 persen dari rencananya. Penerimaan PPh pada semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp176.387,0 miliar. Prognosis penerimaan tersebut bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I 2009 menunjukkan peningkatan sebesar 7,6 persen. Peningkatan penerimaan tersebut terutama bersumber dari penerimaan PPh nonmigas. Peningkatan tersebut diperkirakan akan didukung dengan stabilitas pertumbuhan ekonomi di semester II 2009. Selain itu, mulai merangkaknya harga minyak mentah dunia pada semester II membawa dampak pada meningkatnya penerimaan PPh migas. Secara keseluruhan, penerimaan PPh diperkirakan mencapai Rp340.376,2 miliar dalam tahun 2009, atau mencapai 106,5 persen dari rencananya dalam tahun 2009. Dari jumlah tersebut, realisasi PPh nonmigas diperkirakan mencapai Rp290.875,8 miliar (103,6 persen dari rencananya) dan penerimaan PPh migas sebesar Rp49.500,4 miliar (127,7 persen dari rencananya). Pencapaian perkiraan realisasi penerimaan PPh tersebut terutama didukung dengan adanya pemulihan awal pertumbuhan ekonomi di semester II 2009 perbaikan administrasi dalam pengumpulan pajak dan adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya (tax compliance), serta kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia. Realisasi penerimaan PPN dan PPnBM pada semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp117.617,2 miliar. Hal ini berarti terjadi peningkatan sebesar 37,6 persen dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I 2009. Dengan demikian, total penerimaan PPN dan PPnBM pada tahun anggaran 2009 diperkirakan mencapai Rp203.084,0 miliar atau 86,9 persen dari rencananya. Tidak maksimalnya pencapaian penerimaan PPN dan PPnBM dalam tahun 2009 lebih dipengaruhi oleh penurunan nilai impor. Penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan akan mengalami kenaikan pada semester II 2009. Penerimaan PBB diperkirakan mencapai Rp20.375,0 miliar dan BPHTB Rp4.683,5 miliar. Berdasarkan prognosis tersebut, realisasi PBB dan BPHTB pada semester II masing-masing lebih tinggi 484,0 persen dan 103,9 persen jika dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I 2009. Secara umum adanya ekspektasi akan membaiknya perekonomian pada paruh kedua tahun 2009 merupakan faktor pendorong meningkatnya penerimaan PBB dan BPHTB. Selain itu, terlambatnya pembayaran PBB pertambangan pada semester I dapat diperbaiki pada semester II tahun 2009. Sampai dengan akhir tahun 2009, penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan masing-masing mencapai Rp23.863,6 miliar (100 persen dari rencananya) dan Rp6.980,0 miliar (97,4 persen dari rencananya). Perkiraan realisasi penerimaan cukai pada paruh kedua tahun 2009 adalah sebesar Rp29.225,5 miliar. Dengan demikian, terjadi peningkatan pencapaian 15,4 persen dari perkiraan realisasi semester I 2009. Hingga akhir tahun 2009, penerimaan cukai diperkirakan mencapai Laporan Semester I Tahun 2009
II-25
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
Rp54.545,0 miliar atau 100,3 persen dari rencananya. Pencapaian penerimaan tersebut terutama didukung oleh adanya kenaikan tarif cukai tembakau rata-rata 7 persen yang mulai berlaku mulai tanggal 1 Februari 2009. Sementara itu, penerimaan pajak lainnya pada semester II diperkirakan mencapai Rp1.785,7 miliar. Prognosis tersebut mengalami peningkatan 21,9 persen dari perkiraan realisasinya dalam semester I 2009. Dengan demikian, total penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp3.250,0 miliar atau 91,8 persen dari rencananya. Perkiraan realisasi bea masuk pada semester II 2009 diharapkan sebesar Rp10.191,0 miliar, yang berarti mengalami kenaikan 20,9 persen dari perkiraan realisasi semester I 2009. Dengan pencapaian tersebut, penerimaan bea masuk pada 2009 diperkirakan akan mencapai Rp18.623,5 miliar atau 108,6 persen dari rencananya dalam tahun 2009. Lebih baiknya pencapaian bea masuk dari yang direncanakan pada awalnya didasarkan pada prediksi akan meningkatnya impor barang konsumsi pada semester II 2009. Perkiraan realisasi penerimaan bea keluar pada paruh kedua tahun 2009 diharapkan mencapai Rp886.7 miliar, yang berarti lebih tinggi 72,9 persen dari perkiraan realisasi pada semester I 2009. Dengan demikian, selama tahun 2009, total penerimaan bea keluar diperkirakan sebesar Rp1.399,6 miliar atau 58,8 persen dari rencananya. Peningkatan penerimaan bea keluar dalam semester II 2009 diperkirakan dari adanya kenaikan harga CPO di atas batas dikenakan bea keluar sejalan dengan proyeksi kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia.
2.3.1.2 Prognosis PNBP Semester II Tahun 2009 Prognosis PNBP dalam semester II 2009 sangat dipengaruhi oleh perkembangan harga minyak yang cenderung mengalami peningkatan sejak semester I 2009. Selain itu, selesainya RUPS BUMN juga akan berpengaruh pada penyetoran bagian pemerintah atas laba BUMN. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut realisasi PNBP dalam semester II 2009 diperkirakan sebesar Rp144.654,9 miliar atau mengalami kenaikan 93,2 persen dari perkiraan realisasi PNBP dalam semester I 2009. Berdasarkan perkiraan pencapaian tersebut maka PNBP dalam tahun 2009 diperkirakan akan mencapai Rp219.518,3 miliar atau 118,1 persen dari rencananya dalam tahun 2009. Meningkatnya perkiraan PNBP tahun 2009 tersebut didorong oleh peningkatan perkiraan PNBP SDA terutama dari migas. Gambaran tentang perkiraan PNBP untuk tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel II.9. Dalam semester II tahun 2009, PNBP SDA diperkirakan akan mencapai Rp93.011,9 miliar, yang terdiri dari PNBP SDA migas sebesar Rp88.943,0 miliar dan PNBP SDA nonmigas Rp4.068,9 miliar. Hingga akhir tahun 2009, PNBP SDA secara keseluruhan diperkirakan akan mencapai Rp139.996,6 miliar atau 135,0 persen dari rencananya dalam tahun 2009. Perkiraan PNBP SDA tersebut didasarkan pada perkiraan (a) pencapaian target produksi minyak mentah sebesar 960 ribu barel/hari, (b) perkembangan harga ICP yang cenderung meningkat pada kisaran US$70/barel, dan (c) upaya optimalisasi PNBP pertambangan umum, kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas bumi. Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp27.331,6 miliar atau meningkat lebih dari 11 kali lipat bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi semester I 2009. Hal itu disebabkan dalam semester II 2009 sebagian besar BUMN telah menyelesaikan RUPS termasuk dari BUMN besar, seperti PT Pertamina, Laporan Semester I Tahun 2009
II-26
Pendapatan Negara dan Hibah
Bab II
PT Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Negara Indonesia, PT Telkom, dan PT Aneka Tambang. Dengan demikian, perkiraan total realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN sampai dengan akhir tahun 2009 adalah sebesar Rp29.214,7 miliar atau 111,9 persen dari rencananya dalam tahun 2009. TABEL II.9 PERKEMBANGAN PNBP TAHUN 2009 (miliar Rupiah)
APBN Penerimaan Negara Bukan Pajak 258.943,6 a. PNBP SDA 173.496,5 I. Pendapatan SDA Migas 162.123,1 -Pendapatan Minyak Bumi 123.029,7 -Pendapatan Gas Bumi 39.093,3 II. Pendapatan SDA Non Migas 11.373,5 -Pendapatan Pertambangan Umum 8.723,5 -Pendapatan Kehutanan 2.500,0 -Pendapatan Perikanan 150,0 0,0 -Pendapatan Pertambangan Panas Bum b. Bagian Laba BUMN 30.794,0 c. PNBP Lainnya 49.210,8 d. Pendapatan BLU
5.442,2
Dok. Stimulus
Realisasi s.d. Mei
Perkiraan Real Smt I
Prognosis Smt II
Perkiraan Realisasi 2009
% thd Dok. Stimulus
185.874,4 103.692,6 91.999,2 62.352,4 29.646,8 11.693,5 8.723,5 2.500,0 150,0 320,0 26.110,0 50.629,5
55.769,3 33.942,5 27.943,0 20.462,8 7.480,2 5.999,4 5.135,4 664,7 38,7 160,5 465,9 20.479,4
74.863,4 46.984,7 40.145,1 29.152,0 10.993,1 6.839,6 5.852,4 775,6 51,1 160,5 1.883,2 24.629,8
144.654,9 93.011,9 88.943,0
219.518,3 139.996,6 129.088,1
63.280,4 25.662,6 4.068,9
92.432,4 36.655,7 10.908,5
2.871,1 939,4 98,9 159,5 27.331,6 19.786,3
8.723,5 1.715,0 150,0 320,0 29.214,7 44.416,1
118,1 135,0 140,3 148,2 123,6 93,3 100,0 68,6 100,0 100,0 111,9 87,7
881,6
1.365,8
4.525,1
5.890,9
108,2
5.442,2
Sumber : Departemen Keuangan
PNBP lainnya dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp19.786,3 miliar yang berarti mengalami penurunan 19,7 persen dari perkiraan realisasi dalam semester I 2009. Berdasarkan perkiraan realisasi semester I dan prognosis semester II tahun 2009, total penerimaan PNBP lainnya dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp44.416,1 miliar atau 87,7 persen dari rencananya dalam tahun 2009. Perkiraan jumlah penerimaan PNBP lainnya secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: (a) penetapan beberapa peraturan baru tentang jenis dan tarif PNBP di beberapa K/L; (b) optimalisasi dan perbaikan administrasi PNBP K/L; dan (c) peningkatan penerimaan dari pendapatan jasa. Pendapatan BLU dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp4.525,1 miliar, yang berarti meningkat lebih dari 3 kali lipat perkiraan realisasi dalam semester I 2009. Peningkatan ini mengikuti pola periode sebelumnya dimana biasanya terjadi peningkatan realisasi penerimaan pada semester II. Dengan demikian, perkiraan realisasi pendapatan BLU sampai dengan akhir tahun 2009 adalah sebesar Rp5.890,9 miliar atau 108,2 persen dari rencananya.
2.3.2 Prognosis Hibah Semester II tahun 2009 Perkiraan penerimaan hibah dalam semester II 2009 mencapai Rp801,0 miliar, atau meningkat lebih dari 4 kali lipat perkiraan realisasi dalam semester I 2009. Dengan demikian, realisasi keseluruhan penerimaan hibah dalam tahun 2009 diperkirakan Rp991,6 miliar atau 105,6 persen dari rencananya dalam tahun 2009.
Laporan Semester I Tahun 2009
II-27
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
BAB III PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009
3.1 Pendahuluan Kinerja pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Di sisi internal, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 antara lain adalah upaya perbaikan mekanisme penganggaran, perbaikan administrasi, penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah, daya serap anggaran, dan lain-lain. Di sisi eksternal, faktor-faktor penting yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 antara lain adalah penurunan harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia, volatilitas nilai tukar (kurs) berbagai mata uang asing, terutama mata uang-mata uang yang menjadi denominasi atas utang luar negeri pemerintah (seperti yen Jepang, dolar Australia, poundsterling Inggris) terhadap dolar Amerika Serikat maupun antara mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan berbagai perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. Krisis finansial global yang kemudian berlanjut menjadi krisis ekonomi global sangat dirasakan dampaknya pada perekonomian Indonesia terutama pada kuartal I 2009. Meskipun secara umum fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menahan krisis global, namun terdapat sektor-sektor tertentu dalam perekonomian yang mengalami dampak cukup berat. Pada triwulan I 2009, pertumbuhan ekspor dan impor mengalami kontraksi secara tajam masingmasing sebesar 19,1 persen dan 24,1 persen. Imbas krisis ekonomi juga terlihat pada tingkat konsumsi, yang tercermin pada penerimaan pajak pertambahan nilai dalam negeri, konsumsi listrik, dan penjualan motor dan mobil yang mengalami pertumbuhan melambat. Pada triwulan I 2009, pertumbuhan PDB mencapai 4,37 persen, dengan laju pertumbuhan investasi mencapai 3,5 persen, lebih rendah dibanding dengan laju pertumbuhan investasi triwulan I 2008 sebesar 13,7 persen. Memburuknya prospek perekonomian global diperkirakan membawa tekanan baru terhadap prospek penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran di tahun 2009. Sampai dengan tanggal 15 Mei 2009, tercatat telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 52.181 ribu pekerja, dan sebanyak 22.440 ribu pekerja telah dirumahkan di beberapa perusahaan dan industri seperti industri tekstil dan garmen, perkebunan, industri kertas, elektronik dan alas kaki. Dalam rangka memperkecil dampak negatif dari krisis keuangan global tersebut, Pemerintah telah melakukan langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal, guna menyelamatkan perekonomian nasional tahun 2009 dari krisis global, antara lain dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009. Kebijakan stimulus fiskal tersebut ditujukan terutama untuk: (a) memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh 4,0 persen sampai dengan 4,7 persen; (b) menjaga daya tahan
Laporan Semester I Tahun 2009
III-1
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
perusahaan/sektor usaha menghadapi krisis global; serta (c) menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Pada progam stimulus fiskal, dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat telah dilakukan pemberian subsidi harga untuk obat generik, PPN ditanggung Pemerintah (DTP) untuk produk akhir, dan penurunan harga BBM. Sementara itu, dalam rangka peningkatan daya saing dan daya tahan usaha dan ekspor telah dilakukan kebijakan pemberian fasilitas bea masuk DTP, PPh pasal 21 dan 25 DTP, PPN DTP, potongan tarif listrik untuk industri, dan penurunan harga solar. Dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan pencegahan/pengamanan dampak PHK telah dilakukan penambahan alokasi anggaran untuk infrastruktur yang terkait dengan bencana alam, proyek tahun jamak, jaringan kereta api, instalasi pengolahan air minum, perumahan rakyat, pembangkit dan transmisi listrik, rehabilitasi jalan usaha tani, pelabuhan pasar, serta pembangunan infrastruktur pergudangan pangan. Selain ditujukan untuk meredam dampak krisis ekonomi global, langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yang lebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional. Langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut telah diusulkan kepada Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009, dan telah dibahas bersama dan disetujui oleh Panitia Anggaran DPR-RI pada akhir Februari 2009. Dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 tersebut, dilakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam APBN tahun 2009 guna menyesuaikan dengan kondisi ekonomi domestik dan global mutakhir. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut antara lain: (i) pertumbuhan ekonomi turun dari 6,0 persen menjadi 4,5 persen; (ii) harga minyak mentah Indonesia (ICP) turun dari semula US$80 per barel menjadi US$45 per barel; (iii) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, melemah dari Rp9.400 menjadi Rp11.000 per dolar Amerika Serikat; dan (iv) tingkat inflasi turun dari 6,2 persen menjadi 6,0 persen. Sebagai implikasi dari langkah-langkah penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro, dan paket kebijakan stimulus fiskal APBN 2009 tersebut, maka volume anggaran belanja pemerintah pusat mengalami perubahan yang cukup signifikan, terutama pada subsidi energi dan bunga utang, masing-masing sebagai dampak dari penurunan asumsi harga minyak mentah Indonesia dari perkiraan semula US$80 per barel seperti ditetapkan dalam APBN 2009 menjadi sekitar US$45 per barel, dan depresiasi nilai tukar rupiah dari Rp9.400 per dolar Amerika Serikat seperti ditetapkan dalam APBN 2009 menjadi Rp11.000 per dolar Amerika Serikat. Langkah-langkah penyesuaian fiskal melalui pelebaran defisit dan perluasan penyediaan stimulus fiskal, dan perkembangan berbagai indikator ekonomi makro dalam semester I tahun 2009, telah mempengaruhi perkembangan pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009. Perkembangan indikator ekonomi makro yang diperkirakan mempengaruhi realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut diantaranya adalah: (i) pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 4,1 persen; (ii) laju inflasi 4,2 persen; (iii) tingkat suku bunga SBI 3 bulan rata-rata 8,5 persen; (iv) nilai tukar (kurs) rupiah rata-rata Rp11.070 per dolar Amerika Serikat; (v) harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional US$52,0 per barel dan lifting minyak 957 ribu barel per hari.
III-2
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
3.2
BAB III
Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat dalam Semester I Tahun 2009
Dalam APBN tahun 2009 sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008, pagu anggaran belanja pemerintah pusat direncanakan mencapai Rp716.376,3 miliar. Namun, sejalan dengan ditempuhnya langkah-langkah penyesuaian APBN 2009, sebagai respon untuk mengatasi dampak krisis ekonomi global yang mulai berpengaruh pada kinerja ekonomi makro Indonesia sejak akhir tahun 2008, dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009, pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurun menjadi Rp685.035,5 miliar. Sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi nasional dan internasional, serta ditempuhnya berbagai langkah dan kebijakan sebagaimana diuraikan di atas, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat sampai dengan akhir Mei 2009 mencapai Rp173.413,5 miliar, yang berarti menyerap 24,2 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 25,3 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp685.035,5 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat sampai dengan 29 Mei tahun 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran, serta berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan ditempuh pemerintah sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp228.906,1 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 32,0 persen dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 33,4 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp246.665,9 miliar, maka perkembangan perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut lebih rendah sebesar Rp17.759,9 miliar atau sekitar 7,2 persen. Lebih rendahnya perkembangan perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkembangan realisasi belanja subsidi, terkait dengan penurunan realisasi harga minyak mentah Indonesia. Perbandingan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 terhadap semester I tahun 2008 disajikan Tabel III.1. TABEL III.1 PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP), 2008 - 2009 *) (triliun rupiah) 2008
2009
Real s.d 30 Mei No.
Uraian
APBN-P
% thd PDB
Real Sem I
Jumlah
% thd APBN-P
Real s.d 29 Mei
Jumlah
% thd APBN-P
APBN
% thd % thd Dok. PDB Stimulus PDB
Perk Real Sem I
Jumlah
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
Jumlah
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
1
Belanja Pegawai
123,5
2,8
44,0
35,6
59,1
47,8
140,2
2,6
140,2
2,6
51,7
36,9
36,9
62,2
44,4
44,4
2
Belanja Barang
67,5
1,5
12,0
17,8
15,7
23,3
91,7
1,7
95,7
1,7
17,1
18,6
17,8
21,4
23,3
22,4
3
Belanja Modal
79,1
1,8
12,5
15,8
16,6
20,9
72,0
1,4
79,4
1,4
14,6
20,3
18,4
18,4
25,6
23,2
4
Pembayaran Bunga Utang
94,8
2,1
31,4
33,1
45,2
47,7
101,7
1,9
110,6
2,0
37,2
36,6
33,7
50,0
49,2
45,2
5
Subsidi
234,4
5,2
37,3
15,9
91,7
39,1
166,7
3,1
123,5
2,3
24,0
14,4
19,5
42,8
25,7
34,6
6
Belanja Hibah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7
Bantuan Sosial
59,7
1,3
10,2
17,1
13,0
21,8
79,0
1,5
79,0
1,4
16,4
20,8
20,8
19,3
24,5
24,5
8
Belanja lain-lain
38,1
0,8
4,9
12,8
5,5
14,5
65,1
1,2
56,6
1,0
12,3
18,9
21,8
14,8
22,8
26,2
Jumlah
697,1
15,5
152,2
21,8
246,9
35,4
716,4
13,4
685,0
12,5
173,4
24,2
25,3
228,9
32,0
33,4
*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber : Departemen Keuangan
Laporan Semester I Tahun 2009
III-3
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan realisasi daya serap anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2009 yang mencapai 32,0 persen dari pagu APBN maupun 33,4 persen dari pagu belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 tersebut, secara umum masih lebih tinggi (lihat Grafik III.1.). GRAFIK III.1 BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP) MENURUT JENIS, TAHUN 2005 - 2009 miliar Rp
800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0 APBN-P II
Sem I
APBN-P
2005 Belanja Pegawai
Sem I 2006
Belanja Barang
Belanja Modal
APBN-P
Sem I 2007
Pembayaran Bunga Utang
APBN-P
Sem I 2008
Subsidi
APBN
Sem I 2009
Bantuan Sosial
Belanja Lain-lain
Sumber: Departemen Keuangan
3.2.1
Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis dalam Semester I Tahun 2009
Menurut jenisnya, belanja pemerintah pusat terdiri dari: (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) bantuan sosial, dan (vii) belanja lain-lain. Belanja Pegawai Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi belanja pegawai mencapai Rp51.693,3 miliar, yang berarti 36,9 persen dari pagu anggaran belanja pegawai yang ditetapkan dalam APBN maupun dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp140.197,7 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja pegawai dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp62.187,1 miliar, atau 44,4 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp59.058,3 miliar (47,8 persen dari APBNP-nya), maka perkiraan realisasi anggaran belanja pegawai dalam semester I tahun 2009 tersebut, lebih tinggi Rp3.128,8 miliar atau 5,3 persen.
III-4
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
Anggaran belanja pegawai tersebut digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan, honorarium dan vakasi, serta kontribusi sosial. Realisasi gaji dan tunjangan sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp28.701,6 miliar, atau 40,9 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp70.163,4 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja gaji dan tunjangan sampai dengan akhir semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp35.759,0 miliar, atau 51,0 persen dari pagu anggaran belanja gaji dan tunjangan yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja gaji dan tunjangan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan sekitar 13,7 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2008. Sementara itu, realisasi anggaran untuk honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 baru mencapai Rp755,3 miliar, yang berarti hanya 4,0 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp19.000,3 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja untuk honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain sampai dengan akhir semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.122,6 miliar, atau 6,0 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain dalam periode yang sama tahun sebelumnya, maka realisasi penyerapan anggaran belanja honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami penurunan sekitar 78,4 persen. Penurunan perkiraan realisasi penyerapannya belanja honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain tersebut selain disebabkan oleh adanya efisiensi pada pos honorarium, vakasi, lembur, dan lain-lain, juga terutama berkaitan dengan rendahnya realisasi belanja pegawai transito yang diperkirakan baru akan meningkat dalam semester II tahun 2009. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja untuk kontribusi sosial sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp22.236,4 miliar, atau menyerap 43,6 persen dari pagu anggaran belanja kontribusi sosial yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran kontribusi sosial selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja kontribusi sosial dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp25.305,6 miliar, atau 49,6 persen dari pagu anggaran kontribusi sosial yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Apabila dibandingkan dengan realisasi penyerapannya pada periode yang sama tahun sebelumnya, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja kontribusi sosial dalam semester I tahun 2009 tersebut mengalami penurunan sekitar 13,1 persen. Belanja Barang Realisasi belanja barang sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp17.061,4 miliar, atau 18,6 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 17,8 persen dari pagu anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal Laporan Semester I Tahun 2009
III-5
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
2009. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran belanja barang selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja barang pada semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp21.406,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 23,3 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp91.731,1 miliar, atau sekitar 22,4 persen dari pagu alokasi anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp95.674,6 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp15.743,8 miliar (23,3 persen dari pagu APBN-P-nya), maka tingkat penyerapan anggaran belanja barang dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti relatif stabil, yaitu sekitar 23,3 persen. Realisasi anggaran belanja barang tersebut digunakan untuk belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran belanja barang dan jasa mencapai Rp11.497,4 miliar atau 16,7 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 15,8 persen dari pagu anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, serta dengan memperhatikan daya serap anggaran belanja barang dalam bulan Juni 2009, dan perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhi belanja barang dan jasa, maka realisasi anggaran belanja barang dan jasa dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp14.274,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 20,8 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp68.744,6 miliar, atau 19,6 persen dari pagu alokasi anggaran dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp72.688,1 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja barang dan jasa pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 21,9 persen dari pagu anggarannya dalam APBN-P 2008, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja barang dan jasa dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukkan sedikit penurunan. Sementara itu, sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran belanja pemeliharaan mencapai Rp1.803,7 miliar atau 24,1 persen dari pagu anggaran belanja pemeliharaan yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan sekaligus memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran belanja pemeliharaan dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja pemeliharaan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp2.321,6 miliar, yang berarti menyerap 31,1 persen dari pagu anggarannya dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp7.474,8 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja pemeliharaan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 30,8 persen dari pagu anggarannya dalam APBN-P 2008, maka perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja pemeliharaan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukkan peningkatan sekitar 0,3 persen. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja perjalanan sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp3.760,4 miliar, atau menyerap 24,2 persen dari pagu anggaran belanja perjalanan yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Berdasarkan realisasinya sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran belanja perjalanan dalam bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja perjalanan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai
III-6
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
Rp4.809,8 miliar, atau menyerap sekitar 31,0 persen dari pagu anggaran belanja perjalanan yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp15.511,8 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi penyerapannya pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 26,0 persen dari pagu anggarannya dalam APBN-P 2008, maka perkiraan realisasi anggaran belanja perjalanan dalam semester I tahun 2009 tersebut menunjukkan peningkatan sekitar 5,0 persen. Belanja Modal Secara umum belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang dibelanjakan dalam rangka pembelian, pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti pengadaan tanah, peralatan dan mesin, pembangunan gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Suatu pengeluaran pemerintah dapat dikategorikan sebagai belanja modal jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya sehingga menambah aset pemerintah; (ii) nilai pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah; (iii) perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual; dan (iv) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki. Realisasi anggaran belanja modal sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp14.603,8 miliar, atau menyerap 20,3 persen dari pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 18,4 persen terhadap pagu alokasi anggaran belanja modal dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Selanjutnya, berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan dengan memperhitungkan kecenderungan yang akan terjadi pada sisa waktu hingga 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.412,4 miliar. Jumlah ini berarti menyerap sekitar 25,6 persen dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp71.991,5 miliar, atau sekitar 23,2 persen dari pagu alokasi anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp79.383,0 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukan peningkatan bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja modal dalam semester I tahun 2008 yang mencapai 20,9 persen dari pagu-nya dalam APBN-P 2008. Peningkatan penyerapan belanja modal tersebut, selain merupakan dampak dari semakin membaiknya proses pengadaan barang dan jasa pada berbagai instansi pemerintah (K/L), juga disebabkan oleh adanya peningkatan tambahan dana stimulus fiskal untuk infrastruktur. Pembayaran Bunga Utang Pembayaran bunga utang merupakan biaya yang wajib dikeluarkan karena penggunaan utang, baik utang yang diperoleh dari sumber dalam negeri maupun dari sumber luar negeri. Utang tersebut dilakukan untuk membiayai anggaran negara pada saat ini maupun pada masa lalu, untuk mengelola portofolio utang, dan untuk menutup kekurangan kas pada saat terjadi cash mismatch. Besaran pembayaran bunga utang antara lain dipengaruhi oleh outstanding utang, tingkat bunga mengambang yang dimiliki (misalnya SBI 3 bulan dan Libor US$ 6 bulan), nilai Laporan Semester I Tahun 2009
III-7
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
tukar, credit rating/country risk classification, dan kemampuan penyerapan dana pada proyek yang dibiayai dari pinjaman. Untuk meminimalkan biaya utang terutama dalam jangka panjang, pemerintah telah melakukan beberapa langkah-langkah kebijakan pengelolaan utang, seperti pengadaan utang baru dengan bunga tetap dan mata uang yang sesuai dengan kondisi portofolio risiko, melakukan debt swap pinjaman luar negeri, menjaga kredibilitas Indonesia di mata investor dalam dan luar negeri, dengan selalu berupaya untuk dapat memenuhi seluruh kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu, dan menerapkan kriteria kesiapan kegiatan untuk proyek yang dibiayai dari utang. Dengan memanfaatkan dan mengelola utang secara hati-hati, transparan, efisien, akuntabel dan tepat sasaran, maka diharapkan beban pembayaran bunga (dan cicilan pokok) utang di masa-masa mendatang tetap dalam batas kemampuan ekonomi, dan tidak menimbulkan tekanan terhadap APBN dan neraca pembayaran. Realisasi pembayaran bunga utang sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp37.245,8 miliar, atau menyerap 36,6 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 33,7 persen terhadap pagu anggarannya dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Selanjutnya, dengan memperhatikan beban pembayaran bunga utang yang jatuh tempo pada bulan Juni 2009, dan perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhinya, maka pada semester I tahun 2009, realisasi pembayaran bunga utang diperkirakan mencapai Rp49.990,6 miliar atau 49,2 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2009 sebesar Rp101.657,8 miliar, atau 45,2 persen dari alokasi anggaran yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp110.635,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp45.248,3 miliar, maka perkiraan realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukkan peningkatan Rp4.742,3 miliar, atau 10,5 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh lebih besarnya realisasi pembayaran bunga utang baik dalam negeri maupun luar negeri. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri mencapai Rp25.211,6 miliar, yang berarti menyerap 36,4 persen terhadap pagu anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri dalam APBN 2009, atau 36,0 persen terhadap pagu alokasi anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Dengan memperhatikan jadwal jatuh tempo serta perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhi pembayaran bunga utang dalam negeri pada bulan Juni 2009, maka dalam semester I tahun 2009 realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri diperkirakan mencapai Rp33.957,4 miliar, atau 49,0 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2009 sebesar Rp69.340,0 miliar, atau 48,5 persen dari alokasi anggaran yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp70.070,0 miliar. Jika dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp31.080,0 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp2.877,4 miliar, atau 9,3 persen. Peningkatan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama dipengaruhi oleh semakin besarnya outstanding SBN domestik akibat penerbitan SBN tahun sebelumnya dan tingginya realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) dalam negeri (neto) yang sampai dengan semester I 2009
III-8
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
mencapai Rp52.558,9 miliar, naik sebesar Rp10.868,8 miliar dari penerbitan SBN domestik (neto) pada semester I tahun 2008, meningkatnya yield SBN yang berdampak pada tingginya diskon dan kupon SBN baru, dan lebih tingginya realisasi tingkat bunga SBI 3 bulan untuk pembayaran bunga obligasi negara seri variable rate (VR) dan surat utang kepada BI seri SU-005 pada periode semester I 2009 sebesar 10,60% dibandingkan semester I 2008 sebesar 7,89%. TABEL III.2 TINGKAT SUKU BUNGA SBI-3 BULAN (dalam persen)
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Rata-rata
Semester I 2008
Semester I 2009
7,83 7,83 7,83 7,83 7,99 8,03
11,00 11,49 11,24 10,09 9,20 8,74*)
7,89
10,60
*) Proyeksi Sumber: Departemen Keuangan
Sementara itu, realisasi pembayaran bunga utang luar negeri sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp12.034,2 miliar atau 37,2 persen terhadap pagu APBN 2009, atau 29,7 persen terhadap pagu dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Selanjutnya, dengan memperhatikan jadwal jatuh tempo serta perkembangan indikator ekonomi yang mempengaruhinya, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri pada semester I tahun 2009 mencapai Rp16.033,2 miliar, atau 49,6 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang luar negeri yang ditetapkan dalam APBN 2009 atau 39,5 persen dari alokasi anggaran pembayaran bunga utang luar negeri dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp40.565,8 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp14.168,3 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I tahun 2009 mengalami kenaikan Rp1.864,9 miliar, atau 13,2 persen. Penyebab utama meningkatnya beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam semester I 2009 adalah lebih tingginya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang dominan seperti mata uang yen-Jepang dan dolar Amerika Serikat pada semester I tahun 2009 dibandingkan dengan nilai tukar pada semester I tahun 2008, peningkatan outstanding SBN valas yang cukup besar akibat penerbitan SBN valas tahun 2008 sebesar US$4.200 juta dan semester I tahun 2009 sebesar US$3.650 juta, dan peningkatan yield SBN valas akibat peningkatan credit risk Indonesia, dimana credit default swap Indonesia pada semester I 2008 berada pada kisaran 152 – 271 bps meningkat menjadi pada kisaran 311 – 723 bps pada semester I 2009. Laporan Semester I Tahun 2009
III-9
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Perkembangan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dan luar negeri dalam semester I, 2008-2009 dapat dilihat dalam Tabel III.3. TABEL III.3 RINCIAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG SEMESTER I TAHUN 2009 *) (miliar rupiah) 2008 Keterangan APBN-P
Sem I
2009 % thd. APBN-P
APBN
Dok. Stimulus
Real s.d 29 Mei
Perkiraan Juni
Perk Real Sem I
% thd APBN
% thd Dok. Stim
I. Utang dalam negeri
65.814,4
31.080,0
47,2
69.340,0
70.070,0
25.211,6
8.745,8
33.957,4
49,0
48,5
II. Utang luar negeri
28.979,8
14.168,3
48,9
32.317,8
40.565,8
12.034,2
3.999,0
16.033,2
49,6
39,5
21.950,4
11.073,4
50,4
22.730,0
26.598,9
7.245,5
3.752,0
10.997,5
48,4
41,3
7.029,4
3.094,9
44,0
9.587,8
13.966,9
4.788,7
247,0
5.035,7
52,5
36,1
94.794,2
45.248,3
47,7
101.657,8
110.635,8
37.245,8
12.744,8
49.990,6
49,2
45,2
a. Pinjaman Luar Negeri b. SBN Valas Pembayaran Bunga Utang
*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber: Departemen Keuangan
Subsidi Subsidi, yang dalam anggaran belanja negara dialokasikan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas harga, dan membantu masyarakat kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, dibagi menjadi subsidi energi dan subsidi non-energi. Alokasi anggaran subsidi energi dipengaruhi oleh perkembangan faktor eksternal, terutama harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, sementara subsidi non-energi dipengaruhi oleh perubahan parameter, sasaran dan jenis subsidi yang diberikan. Realisasi anggaran pembayaran subsidi sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp24.045,7 miliar, yang berarti menyerap 14,4 persen dari pagu anggaran belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp166.701,6 miliar, atau menyerap sekitar 19,5 persen dari pagu anggaran subsidi dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp123.526,1 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan sekaligus memperhitungkan tagihan beban subsidi yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp42.777,0 miliar. Jumlah ini berarti menyerap sekitar 25,7 persen dari pagu anggaran subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 34,6 persen dari pagu anggaran subsidi dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Jika dibandingkan dengan realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2008 sebesar Rp91.721,8 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah Rp48.944,9 miliar, atau 53,4 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran subsidi dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi bunga kredit program. Dampak perubahan harga minyak mentah dunia menyebabkan lebih rendahnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) dari US$109,36 per barel pada tahun 2008 menjadi US$52,0 per barel pada tahun 2009 telah mengakibatkan menurunnya beban anggaran subsidi BBM dan subsidi listrik, sedangkan lebih rendahnya SBI 3 bulan dalam periode yang sama dari 9,2 persen pada tahun 2008 menjadi 7,5 persen pada tahun 2009 telah menyebabkan lebih rendahnya beban subsidi bunga kredit program. Sebagian besar, yaitu sekitar 67,6 persen dari realisasi anggaran subsidi
III-10
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
tersebut, merupakan pembayaran untuk subsidi energi, sedangkan sisanya, sekitar 32,4 persen merupakan pembayaran subsidi non-energi. Perkembangan realisasi subsidi dalam semester I, 2008-2009 disajikan dalam Tabel III.4 dan Grafik III.2. TABEL III.4 SUBSIDI, 2008 - 2009 *) (miliar rupiah)
2008 URAIAN APBN-P
Total Subsidi
Semester I
2009 % thd APBN-P
Dokumen Stimulus
APBN
Perk. Semester I
% thd Dok. Stimulus
234.405,0
91.721,8
39,1
166.701,0
123.526,1
42.777,0
34,6
187.107,8 126.816,2 60.291,6
86.872,5 60.510,1 26.362,4
46,4 47,7 43,7
103.568,0 57.605,0 45.963,0
67.017,1 24.517,1 42.500,0
28.911,7 8.521,7 20.390,0
43,1 34,8 48,0
47.297,2 8.589,4 7.809,0 1.021,3 1.729,1 2.148,4 500,0 500,0 25.000,0 -
4.849,3 1.424,1 2.439,4 369,9 571,7 44,2 -
10,3 16,6 31,2 21,4 26,6 8,8 -
63.133,0 12.987,0 17.537,0 1.315,4 1.360,0 4.683,6 25.250,0 -
56.509,0 12.987,0 17.537,0 1.315,4 1.360,0 4.709,5 18.250,0 350,0
13.865,3 6.493,5 6.640,0 309,1 372,7 50,0
24,5 50,0 37,9 22,7 7,9 14,3
1. Subsidi Energi a. BBM b. Listrik 2. Subsidi Non-Energi a. Pangan b. Pupuk c. Benih d. PSO e. Kredit Program f. Bahan Baku Kedele g. Minyak Goreng h. Pajak i. Obat Generik
*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber : Departemen Keuangan
GRAFIK III.2 SUBSIDI BBM, SEMESTER I 2006 - 2009 15,7%
2009
47,7%
2008
47,3%
2007
7,4%
2006 Miliar Rp
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
2006
2007
2008
2009
SMT-I
4.740
26.277
60.510
8.522
APBN-P
64.212
55.604
126.816
54.300
Sumber: Departemen Keuangan
Laporan Semester I Tahun 2009
III-11
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Subsidi Energi Realisasi anggaran subsidi energi, yang terdiri dari subsidi BBM dan subsidi listrik, sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp19.318,3 miliar, yang berarti menyerap 18,7 persen dari dari pagu anggaran subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp103.568,6 miliar, atau 28,8 persen dari pagu anggaran subsidi energi dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp67.017,1 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan sekaligus memperhitungkan tagihan beban subsidi energi yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran anggaran subsidi energi dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp28.911,7 miliar, atau menyerap 27,9 persen dari pagu anggaran subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 43,1 persen dari pagu anggaran subsidi dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Realisasi anggaran subsidi energi dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami penurunan sebesar Rp57.960,8 miliar atau 66,7 persen apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi energi dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp86.872,5 miliar. Penurunan realisasi anggaran subsidi energi dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh masih rendahnya realisasi anggaran subsidi BBM. Subsidi BBM, diberikan dengan maksud untuk mengendalikan harga jual BBM di dalam negeri, sebagai salah satu jenis komoditas strategis bagi kebutuhan dasar masyarakat, sedemikian rupa sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini dikarenakan harga jual BBM dalam negeri sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, terutama harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Mengingat perkembangan harga minyak mentah dunia periode akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 mengalami penurunan, maka dalam bulan Januari 2009 Pemerintah telah menurunkan harga jual eceran premium dari semula Rp5.000/liter menjadi Rp4.500/liter, dan harga jual eceran minyak solar dari semula Rp4.800/liter menjadi Rp4.500/liter. Sementara itu, harga jual eceran minyak tanah tidak berubah (tetap). Pada saat ini, BBM bersubsidi hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu, yaitu meliputi Premium, Minyak tanah (kerosene), minyak solar, dan LPG. Subsidi LPG diberikan dengan maksud untuk mengurangi anggaran subsidi BBM jenis minyak tanah. Pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG tersebut dilakukan untuk menjamin penyediaan dan pengadaan bahan bakar di dalam negeri. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi pembayaran subsidi BBM kepada PT. Pertamina mencapai Rp5.802,7 miliar, yang berarti menyerap 10,1 persen dari pagu anggaran subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 23,7 persen dari pagu anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp24.517,1 miliar. Berdasarkan realisasi subsidi BBM sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan dengan memperhitungkan rencana pembayaran subsidi BBM sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi subsidi BBM dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp8.521,7 miliar, yang berarti menyerap 14,8 persen dari pagu anggaran subsidi BBM yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 34,8 persen dari pagu anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Perkiraan realisasi pembayaran subsidi BBM dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp51.988,4 miliar, atau 85,9 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi BBM dalam periode yang sama dalam tahun 2008 sebesar Rp60.510,1 miliar. Ada dua faktor utama penyebab lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran subsidi BBM dalam semester I tahun 2009. Pertama, lebih rendahnya realisasi
III-12
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia pada periode tersebut apabila dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2009. Dalam semester I tahun 2009 (Januari – Juni 2009), harga rata-rata ICP mencapai US$52,0 per barel, lebih rendah US$57,36 per barel atau 52,45 persen bila dibandingkan dengan rata-rata ICP dalam semester I tahun 2008 yang mencapai US$109,36 per barel (lihat Tabel III.5 dan Grafik III.3). Kedua, lebih rendahnya perkiraan realisasi volume konsumsi BBM selama semester I tahun 2009, yang mencapai 18,0 juta kilo liter apabila dibandingkan dengan realisasi volume konsumsi BBM selama semester I tahun 2008 sebesar 19,6 juta kilo liter (Grafik III.4). TABEL III.5 SUBSIDI BBM, 2006 - 2009 Uraian
2006
Asumsi dan Parameter : 1. ICP (US$/barel) - Asumsi APBN-P - Realisasi Sem-I (Jan-Juni) 2. Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) - Asumsi APBN-P - Realisasi Sem-I (Jan-Juni) 3. Volume BBM (ribu kiloliter) - Asumsi APBN-P - Realisasi Sem-I (Jan-Juni)
2007
2008
2009
64,00 65,33
60,00 62,93
95,00 109,36
61 52
9.300,00 9.204
9.050,00 9.038
9.100,00 9.261
10.600 11.029
37.900,0 17.996,9
36.031,0 18.429,0
35.537,6 19.591,1
36.854,4 18.043,5
64.212,1
55.604,3
126.816,2
54.300,1
4.740,4
26.276,9
60.510,1
8.521,7
Beban Anggaran (miliar Rp) -
Pagu APBN-P
-
Realisasi Sem-I
*)
*) Perkiraan realisasi Sumber : Departemen Keuangan
GRAFIK III.3 PERKEMBANGAN ICP, SEMESTER I 2006 - 2009 160,00
US$/barel
120,00 80,00 40,00 0,00
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
62,26
61,19
61,72
68,92
70,01
67,85
2007
52,81
57,62
61,49
67,91
68,60
69,14
2008
92,09
94,64
103,11
109,31
124,67
132,36
2009
41,89
43,1
46,95
50,62
57,86
70
2006
Sumber: Departemen Keuangan
Anggaran subsidi listrik dialokasikan dalam anggaran belanja negara dengan tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif tertentu (masyarakat berpenghasilan rendah dan industri kecil menengah). Dengan pemberian subsidi listrik, maka
Laporan Semester I Tahun 2009
III-13
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
2006
2007
2008
2009
GRAFIK III.4 VOLUME KONSUMSI BBM SEMESTER I, 2006-2009 Jun Mei Apr Mar Feb Jan
Premium Kerosene Solar
Jun Mei Apr Mar Feb Jan Jun Mei Apr Mar Feb Jan Jun Mei Apr Mar Feb Jan
-
0,5
1,0
1,5
2006 Jan Premium
Feb
Mar
Apr
2,0
2,5
2007 Mei
Jun
Jan
Feb
Mar
Apr
3,0
3,5
2008 Mei
Jun
Jan
Feb
Mar
Apr
4,0
2009 Mei
Jun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
1,3
1,2
1,4
1,3
1,4
1,4
1,4
1,3
1,4
1,4
1,5
1,5
1,6
1,4
1,6
1,6
1,7
1,5
1,7
1,5
1,7
1,7
1,6
1,6
Kerosene 0,8
0,8
0,8
0,8
0,9
0,9
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
0,7
0,7
0,7
0,7
0,7
0,5
0,5
0,4
0,4
0,5
0,5
Solar
0,8
0,9
0,8
0,9
0,9
0,9
0,8
0,9
0,8
0,9
0,9
1,0
0,9
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
0,5
0,7
0,9
1,1
1,0
0,8
Sumber: Departemen Keuangan
Juta KL
rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL) lebih rendah dari biaya pokok produksi (BPP) tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi pembayaran subsidi listrik kepada PT PLN mencapai Rp13.515,6 miliar, yang berarti 29,4 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 31,8 persen dari pagu anggaran subsidi listrik dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp42.500,0 miliar. Berdasarkan realisasi subsidi listrik sampai dengan 29 Mei tahun 2009 tersebut, dan memperhitungkan rencana penyelesaian beban tagihan pembayaran subsidi listrik sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp20.390,0 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 44,4 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 48,0 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi pembayaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp5.972,4 miliar atau 22,7 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi subsidi listrik pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp26.362,4 miliar (Grafik III.5). Lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama berkaitan dengan turunnya biaya pokok produksi listrik seiring dengan turunnya harga minyak mentah dunia. Subsidi Non-energi Subsidi non-energi dalam anggaran belanja negara menampung alokasi anggaran untuk subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi atau bantuan PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP). Dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009, pemerintah mengalokasikan jenis subsidi baru, yaitu subsidi obat generik, dan subsidi bunga untuk air bersih (kredit program). Selain itu, dalam rangka membantu meringankan beban masyarakat, pemerintah juga menganggarkan subsidi pajak berupa pajak penghasilan (PPh) DTP pasal 21. Realisasi anggaran belanja subsidi non-energi sampai
III-14
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
GRAFIK III.5 SUBSIDI LISTRIK, SEMESTER I 2006 - 2009
42,3%
2009
43,7%
2008
26,9%
2007
11,4%
2006
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
2006
2007
2008
2009
SMT-I
3.549
8.730
26.362
20.390,0
APBN-P
31.246
32.444
60.292
48.161,6
miliar rupiah Sumber: Departemen Keuangan
GRAFIK III.6 PENJUALAN TENAGA LISTRIK, 2008 - 2009
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari ribu Kwh 9.400,0
9.600,0
9.800,0
10.000,0
10.200,0
10.400,0
10.600,0
10.800,0
Januari
Fe bruari
Maret
April
Me i
Juni
2009
10.194,1
10.267,1
9.904,0
10.609,4
10.854,2
10.854,2
2008
10.394,8
10.379,6
9.961,9
10.238,0
10.606,2
10.606,2
11.000,0
Sumber: Departemen Keuangan
dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp4.727,4 miliar, yang berarti menyerap 7,5 persen dari pagu anggaran subsidi non-energi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp63.133,0 miliar, atau 8,4 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp56.509,0 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan sekaligus memperhitungkan rencana penyelesaian tagihan atas beban subsidi non-energi
Laporan Semester I Tahun 2009
III-15
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
pada sisa waktu hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi non-energi dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp13.865,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 22,0 persen dari pagu anggaran subsidi non-energi yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 24,5 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi pembayaran subsidi non-energi dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp9.016,0 miliar, atau 185,9 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pembayaran subsidi non-energi dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp4.849,3 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran subsidi non-energi dalam semester I tahun 2009 terutama disebabkan oleh penyerapan subsidi pangan dan subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 yang lebih tinggi dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2008, dan adanya jenis subsidi baru berupa subsidi obat generik dan subsidi bunga untuk air bersih (kredit program) dalam tahun 2009. Subsidi pangan yang dialokasikan dalam APBN bertujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan pokok berupa beras murah, melalui kebijakan penjualan beras dengan harga dibawah harga pasar, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Perum Bulog. Besar kecilnya alokasi anggaran subsidi pangan tergantung kepada penetapan banyaknya rumah tangga sasaran (RTS) yang dapat membeli beras, besarnya jumlah yang dapat dibeli per RTS per bulan, durasi penjualan beras, harga jual beras, dan harga pembelian beras oleh Perum Bulog. Sampai dengan 29 Mei 2009 realisasi pembayaran subsidi pangan masih nihil, namun dengan memperhitungkan tagihan beban subsidi pangan yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi pangan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.493,5 miliar, yang berarti menyerap sekitar 50,0 persen dari dari pagu anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp12.987,0 miliar. Perkiraan realisasi anggaran subsidi pangan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp5.069,4 miliar, atau 356,0 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan pembayaran subsidi pangan dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp1.424,1 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi subsidi pangan dalam semester I tahun 2009 tersebut, berkaitan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 99/PMK.02/2009, yang mengatur penugasan pemerintah kepada Perum Bulog dimana kepada Perum Bulog dapat diberikan pembayaran tahap pertama maksimal separuh dari pagu anggaran subsidi pangan program Raskin dengan dilampiri berita acara verifikasi, sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.02/2008 tidak diatur pembayaran tahap pertama. Sementara itu, subsidi pupuk dialokasikan dalam rangka mendukung program revitalisasi pertanian sebagaimana diamanatkan dalam PP No.7 Tahun 2005 tentang RPJM. Penyediaan pupuk ini, selain bertujuan untuk meringankan beban petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk dengan harga murah, juga dimaksudkan untuk mendukung program ketahanan pangan secara berkesinambungan. Anggaran subsidi pupuk ini, selain dialokasikan dan disalurkan melalui produsen maupun distributor pupuk, yaitu PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Kujang Cikampek, dan PT Pupuk Petrokimia Gresik, juga disalurkan ke PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri berupa bantuan langsung pupuk, serta untuk biaya pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran subsidi pupuk mencapai Rp4.525,7 miliar, yang berarti menyerap 25,8 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan dalam APBN 2009, dan dokumen stimulus fiskal
III-16
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
TABEL III.6 SUBSIDI PANGAN, 2006 - 2009 Uraian
2006
2007
2008
2009
Subsidi Pangan (miliar Rp) - APBN-P - Semester I
5.965 1.117
6.584 1.651
8.589 1.424
12.987 6.494
Parameter yang mempengaruhi Kuantum (ton) - APBN-P - Real Sem-I (Jan-Juni) RTS (KK) HPB (Rp/Kg) Harga Jual (Rp/Kg)
1.624.500 839.869 10.830.000 4.275 1.000
1.735.974 942.275 15.781.580 4.620 1.000
5.443.500 1.418.482 19.100.000 4.700 1.600
3.330.000 1.660.495 18.500.000 5.500 1.600
*)
*) Perkiraan realisasi Sumber: Departemen Keuangan
GRAFIK III.7 SUBSIDI PANGAN, SEMESTER I 2006 - 2009
50,0% 2009
16,6% 2008
25,1%
2007
18,7%
2006
-
2.000,0 2006
4.000,0
6.000,0 2007
8.000,0
10.000,0 2008
12.000,0
14.000,0
Miliar Rp
2009
SMT-I
1.117,2
1.650,6
1.424,1
6.493,5
APBN-P
5.965,2
6.584,3
8.589,4
12.987,0
Sumber: Departemen Keuangan
APBN tahun 2009 sebesar Rp17.537,0 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009, dan sekaligus memperhitungkan tagihan beban subsidi yang direncanakan akan dibayarkan hingga 30 Juni 2009, maka realisasi pembayaran subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.640,0 miliar, atau menyerap sekitar 37,9 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang ditetapkan dalam APBN 2009, dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi pembayaran subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp4.200,6 miliar atau 172,2 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pembayaran subsidi pupuk dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp2.439,4 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran subsidi pangan Laporan Semester I Tahun 2009
III-17
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
dalam semester I tahun 2009 tersebut, selain karena musim tanam sudah dimulai pada awal tahun, juga disebabkan oleh pendistribusian maupun dokumen pencairan yang dibutuhkan dapat disampaikan lebih awal dibandingkan dengan tahun sebelumnya. TABEL III.7 PERKEMBANGAN HARGA GAS UNTUK PUPUK UREA, 2006 - 2009 (US$/MMBTU)
Produsen -
PT Pupuk Sriwidjaja PT Pupuk Kaltim PT Pupuk Kujang Cikampek PT Pupuk Petrokimia Gresik PT Pupuk Iskandar Muda
2006
2007
2008
2009
2,15 2,59 2,55 2,3 -
2,33 2,79 3,2 2,3 -
3,3 6,91 3,8 2,75 -
3,48 3,79 4 2,5 -
Sumber: Departemen Keuangan
Di samping melalui subsidi pupuk, dukungan terhadap program revitalisasi pertanian, juga dilakukan melalui penyediaan anggaran untuk subsidi benih, khususnya guna membantu meringankan beban petani dalam melengkapi kebutuhan akan sarana produksi pertanian di bidang benih. Dengan demikian, pengalokasian anggaran subsidi benih dalam APBN 2009 direncanakan untuk mendukung peningkatan produktifitas pertanian melalui penyediaan benih unggul untuk padi, jagung, dan kedelai dengan harga terjangkau, dan pendistribusiannya dilakukan oleh PT Sang Hyang Sari dan PT Pertani. Seperti pada tahuntahun sebelumnya, realisasi anggaran subsidi benih hingga akhir semester I tahun 2009 diperkirakan masih nihil. Hal tersebut lebih dikarenakan belum selesainya proses administrasi dan aturan teknis pembayaran subsidi benih yang terkait dengan proses penyelesaian dokumen yang dibutuhkan. Selanjutnya, dalam rangka memberikan kompensasi finansial kepada BUMN-BUMN tertentu yang diberikan tugas untuk menjalankan kewajiban pelayanan umum (public service obligation, PSO), seperti penyediaan jasa di daerah tertentu dan/atau dengan tingkat tarif yang relatif lebih murah dari harga pasar, dalam APBN tahun 2009 juga dialokasikan anggaran untuk subsidi/bantuan PSO. Alokasi anggaran subsidi/bantuan PSO tersebut antara lain diberikan kepada PT Kereta Api untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang laut kelas ekonomi; dan PT Posindo untuk tugas layanan jasa pos di daerah terpencil. Dalam APBN 2009, subsidi/bantuan PSO juga diberikan kepada PT LKBN Antara untuk penugasan layanan berita berupa teks, foto, radio, multimedia, english news, dan TV. Sampai dengan 29 Mei tahun 2009, realisasi pembayaran bantuan PSO kepada beberapa BUMN tersebut, belum terdapat realisasi. Berdasarkan mekanisme pencairan subidi PSO pada tahun-tahun sebelumnya, dan dengan memperhitungkan rencana penyelesaian beban pembayaran bantuan PSO sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi subsidi/bantuan dalam rangka pelaksanaan penugasan kewajiban layanan umum (PSO) dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp309,1 miliar, atau 22,7 persen dari pagu bantuan PSO dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Perkiraan realisasi pembayaran bantuan PSO dalam semester I tahun 2009 tersebut, berarti Rp60,9 miliar atau 16,5 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi/bantuan PSO pada periode yang III-18
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
sama tahun 2008 sebesar Rp369,9 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi bantuan/ subsidi PSO dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama dipengaruhi oleh belum adanya rencana penarikan dana PSO selama semester I tahun 2009 oleh PT Pelni, sedangkan dalam periode yang sama tahun 2008 dana PSO PT Pelni sudah dicairkan. Sementara itu, untuk membantu meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana dengan bunga yang relatif lebih rendah, dalam APBN juga dialokasikan anggaran untuk subsidi bunga kredit program. Subsidi bunga kredit program tersebut diberikan antara lain untuk skim kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E), skim kredit program eks-KLBI yang dikelola oleh PT PNM, imbal jasa penjaminan atas penyaluran kredit usaha rakyat (IJP KUR), skim kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh) dan rumah susun sederhana milik (Rusunami), skim beban pemerintah atas risk sharing terhadap KKP-E yang bermasalah, serta skim kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan sebagai salah satu upaya untuk mendukung program diversifikasi energi. Selain dari berbagai skim kredit program yang telah berjalan selama ini sebagaimana diuraikan di atas, dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 juga dialokasikan anggaran subsidi bunga untuk air bersih dalam rangka meningkatkan penyediaan sarana air bersih kepada masyarakat. Sampai dengan tanggal 29 Mei 2009, realisasi subsidi bunga kredit program mencapai Rp201,7 miliar, atau 4,3 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp4.709,5 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan dengan memperhitungkan rencana penarikan dan tagihan beban pembayaran subsidi bunga kredit program sampai dengan akhir bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp372,7 miliar, yang berarti menyerap 8,0 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp4.683,6 miliar, atau 7,9 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Perkiraan realisasi pembayaran subsidi bunga kredit program dalam semester I tahun 2009 tersebut, berarti Rp199,0 miliar atau 34,8 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi subsidi bunga kredit program pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp571,7 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama disebabkan oleh rendahnya penarikan dana subsidi untuk KPRSh terkait dengan proses verifikasi dokumen sedang berjalan, sedangkan untuk alokasi subsidi bunga kredit program yang baru pada tahun 2009 yaitu subsidi bunga untuk air bersih, resi gudang, dan kredit usaha sektor peternakan masih menunggu peraturan pelaksanaannya. Selain dari berbagai jenis subsidi harga tersebut, dalam APBN 2009 juga disediakan anggaran untuk subsidi pajak yang akan dialokasikan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatankegiatan atau program-program tertentu yang mendapatkan insentif pajak, berupa pajak yang ditanggung pemerintah (DTP). Pada dasarnya pemberlakuan pajak DTP dalam pelaksanaan APBN bersifat in-out, dalam arti, di sisi pendapatan akan tercatat sebagai penerimaan perpajakan, sementara di sisi belanja tercatat sebagai belanja subsidi pajak. Dalam APBN 2009, anggaran subsidi pajak ditetapkan sebesar Rp25.250,0 miliar, sedangkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 alokasi anggaran subsidi pajak mengalami penurunan sebesar Rp7.000,0 miliar menjadi sebesar Rp18.250,0 miliar. Dalam semester I tahun 2009 belum terdapat realisasi anggaran subsidi pajak.
Laporan Semester I Tahun 2009
III-19
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Program pemberian subsidi obat generik dilaksanakan untuk meringankan beban hidup masyarakat. Subsidi obat generik ini telah disepakati bersama antara Pemerintah dan Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat RI dalam paket stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp350,0 miliar. Realisasi anggaran subsidi obat generik sampai dengan 29 Mei 2009 masih nihil, sedangkan realisasi subsidi obat generik dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp50,0 miliar, atau sekitar 14,3 persen dari pagu anggaran subsidi obat generik dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Subsidi obat generik diberikan untuk mensubsidi 48 item bahan baku obat dan subsidi untuk menurunkan harga atas 13 item obat jadi dengan selisih perhitungan nilai tukar yang berlaku saat pembayaran importasi bahan baku dengan asumsi APBN tahun 2009. Bantuan Sosial Bantuan sosial merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Tujuan diberikannya bantuan sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada individu, kelompok atau komunitas yang secara ekonomi lemah (miskin). Bantuan ini bisa bersifat sementara (misalnya untuk korban bencana), atau bersifat tetap (misalnya untuk penyandang cacat). Bantuan dapat diberikan langsung kepada penerima dalam bentuk uang atau barang (in-cash transfers). Sifat bantuan bisa diberikan dengan syarat (conditional) atau tanpa syarat (unconditional). Secara umum, belanja bantuan sosial dikelompokkan menjadi empat jenis: (1) bantuan dan pelayanan kesejahteraan sosial, meliputi antara lain pelayanan pendidikan melalui bantuan operasional sekolah (BOS), penyediaan beasiswa pendidikan bagi siswa/mahasiswa miskin, pelayanan kesehatan gratis di puskesmas maupun rumah sakit kelas III melalui askeskin/ jamkesmas; (2) bantuan sosial bidang pemberdayaan masyarakat, diberikan berbasis masyarakat, yang dialokasikan untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya; (3) bantuan uang tunai, yang diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang telah memenuhi persyaratan dalam program keluarga harapan; dan (4) bantuan bagi kelompok masyarakat yang mengalami kehilangan pendapatan dan harta karena peristiwa tiba-tiba seperti bantuan bagi korban bencana alam. Realisasi anggaran bantuan sosial sampai dengan tanggal 29 Mei 2009 mencapai Rp16.424,6 miliar, yang berarti menyerap 20,8 persen dari pagu anggaran bantuan sosial dalam APBN 2009 atau dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Selanjutnya, dengan memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja bantuan sosial pada semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp19.313,1 miliar, atau 24,5 persen dari pagu anggarannya dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp78.973,1 miliar. Perkiraan realisasi anggaran bantuan sosial dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti menunjukan peningkatan Rp6.304,6 miliar atau 48,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi bantuan sosial dalam semester I tahun 2008 yang mencapai Rp13.008,4 miliar atau 21,8 persen dari pagu-nya dalam APBN-P 2008. Lebih tingginya perkiraan realisasi belanja bantuan sosial dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya pencairan dana pada triwulan I tahun 2009 untuk program dan kegiatan tahun 2008 yang diluncurkan ke tahun 2009.
III-20
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
Belanja Lain-lain Belanja Lain-lain dalam anggaran belanja pemerintah pusat menampung antara lain alokasi anggaran untuk cadangan risiko fiskal seperti risiko asumsi makro, dan belanja lainnya terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah seperti program konversi minyak tanah ke LPG dan program bantuan langsung tunai. Realisasi anggaran belanja lain-lain sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp12.338,9 miliar, yang berarti menyerap 18,9 persen dari pagu anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp65.123,5 miliar, atau 21,8 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp56.645,2 miliar. Berdasarkan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan sekaligus memperhitungkan berbagai program dan langkah-langkah kebijakan yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah hingga 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp14.819,7 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 22,8 persen dari pagu anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 26,1 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp9.292,9 miliar, atau 168,1 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp5.526,8 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) pada bulan Januari dan Februari tahun 2009, dan berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu legislatif, dan adanya persiapan pelaksanaan dan pengawasan Pemilu pada bulan April dan Juli 2009. Perkiraan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam semester I tahun 2009 tersebut antara lain meliputi: (1) belanja keperluan mendesak sebesar Rp75,2 miliar; (2) pembayaran surveyor sebesar Rp33,8 miliar; (3) biaya pemungutan PBB sebesar Rp13,9 miliar; (4) belanja penunjang sebesar Rp177,4 miliar, dan (5) pengeluaran terprogram sebesar Rp14.519,4 miliar, yaitu antara lain meliputi realisasi anggaran TVRI dan RRI masing-masing sebesar Rp195,4 miliar dan Rp228,8 miliar, serta realisasi bantuan langsung tunai sebesar Rp3.807,8 miliar.
3.2.2 Perkembangan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi dalam Semester I Tahun 2009 Belanja pemerintah pusat menurut organisasi secara garis besar terdiri dari dua bagian anggaran (BA) umum, yaitu: (i) BA kementerian negara/lembaga (K/L), dan (ii) bagian anggaran yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BA-BUN). BA K/L merupakan bagian anggaran belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh K/L dalam rangka pelaksanaan program-program pemerintah yang telah digariskan dalam rencana kerja pemerintah (RKP). Sementara itu, BA APP merupakan bagian anggaran belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat lintas sektoral, atau tidak dapat dilaksanakan secara langsung oleh K/L sebagai pengguna anggaran, seperti subsidi dan pembayaran bunga utang. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam rangka mengatasi dan atau memperkecil dampak negatif dari krisis ekonomi global, Pemerintah bersama-sama dengan Panitia Anggaran
Laporan Semester I Tahun 2009
III-21
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati langkah-langkah penyesuaian kebijakan fiskal, dengan antara lain memperluas program stimulus fiskal APBN 2009. Kebijakan stimulus fiskal tersebut dilakukan antara lain melalui tambahan alokasi anggaran belanja K/L dalam rangka penciptaan kesempatan kerja serta penyerapan dampak PHK yang dilakukan melalui pembangunan infrastruktur padat karya di berbagai bidang. Dengan langkah-langkah penyesuaian tersebut, belanja negara mengalami penurunan sebesar Rp48.980,0 miliar, yaitu dari Rp1.037.067,3 miliar dalam APBN 2009 menjadi Rp988.087,3 miliar dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Penurunan tersebut terjadi pada belanja pemerintah pusat sebesar Rp31.340,8 miliar, dan transfer ke daerah sebesar Rp17.639,2 miliar, terutama sebagai dampak perubahan asumsi makro, harga minyak mentah Indonesia dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masing-masing dari US$80 per barel dan Rp9.400 per US$ dalam APBN 2009 menjadi masing-masing US$45 per barel dan US$11.000 per US$ dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Walaupun volume anggaran belanja pemerintah pusat secara total mengalami penurunan yang cukup besar, akan tetapi alokasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga tetap dipertahankan, bahkan dengan adanya stimulus fiskal, maka alokasi anggaran belanja kementerian negara/lembaga (K/L) justru mengalami peningkatan Rp11.335,0 miliar menjadi Rp333.652,4 miliar dari semula sebesar Rp322.317,4 miliar dalam APBN 2009. Tetap dipertahankannya anggaran belanja K/L tersebut terutama dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat berjalan secara tepat waktu, dan kecepatan penyerapan anggaran belanja dapat ditingkatkan, sehingga diharapkan mampu memberikan stimulasi bagi kegiatan ekonomi. Selain melalui stimulus fiskal, dalam mengatasi dampak negatif dari krisis ekonomi global tersebut, pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat penyerapan APBN. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan daya serap anggaran adalah dengan mempercepat lelang dan tender pengadaan barang dan jasa pemerintah bahkan sebelum tahun anggaran 2009 dimulai. Berdasarkan berbagai langkah kebijakan tersebut, sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi anggaran belanja K/L mencapai Rp77.299,1 miliar, yang berarti menyerap 24,0 persen dari pagu alokasi belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 23,2 persen dari pagu anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp333.652,4 miliar. Berdasarkan realisasi belanja K/L sampai dengan 29 Mei tahun 2009 tersebut, dan memperhitungkan perkiraan daya serap anggaran dan berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan dilakukan pemerintah sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja K/L dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp95.914,6 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 29,8 persen dari pagu alokasi belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 28,7 persen dari pagu anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi anggaran belanja K/L dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti Rp13.267,8 miliar atau 16,1 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja K/L pada periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp82.646,8 miliar (28,5 persen dari pagunya). Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja K/ L dalam semester I tahun 2009 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mempercepat proses penyerapan anggaran, yang sudah dimulai sejak kuartal II 2009. Realisasi Belanja 10 K/L terbesar dalam Semester I tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Grafik III.8 dan Grafik III.9.
III-22
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
GRAFIK III.8 DAYA SERAP 10 K/L TERBESAR, SEMESTER I 2005-2009 Persen 60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
DEPKEU
DEPTAN
DEP HUB
2009
2008
2009
DEP PU
R a ta2 05-08
2008
2009
DEPAG
R a ta2 05-08
2008
2009
DEPKES
R a ta2 05-08
2008
2009
DEPDIKNAS
R a ta2 05-08
2008
2009
R a ta2 05-08
2008
2009
R a ta2 05-08
2008
2009
R a ta2 05-08
2008
2009
DEPHAN
R a ta2 05-08
2008
2009
DEPDAGR I
R a ta2 05-08
2008
R a ta2 05-08
-
POLR I
Sumber: Departemen Keuangan
GRAFIK III.9 BELANJA 10 K/L TERBESAR, SEMESTER I 2005-2009
miliar rupiah 20.000,0 18.000,0 16.000,0 14.000,0 12.000,0 10.000,0 8.000,0 6.000,0 4.000,0 2.000,0 -
DEPDIKNAS
DEPHAN
POLRI
DEP PU
DEPAG
DEPKES
DEPKEU
DEPHUB
DEPTAN
DEPDAGRI
Sumber: Departemen Keuangan
2005
2006
2007
2008
2009
Secara lebih rinci, perkiraan realisasi anggaran belanja dari masing-masing K/L terbesar tersebut dalam semester I tahun 2009 adalah (1) Departemen Pertahanan Rp17.520,0 miliar (52,0 persen dari pagunya); (2) Departemen Pendidikan Nasional Rp18.187,9 miliar (29,3 persen dari pagunya); (3) Kepolisian Negara RI Rp10.784,2 miliar (43,5 persen dari pagunya); (4) Departemen Pekerjaan Umum Rp9.408,3 miliar (26,9 persen dari pagunya); dan (5) Departemen Agama Rp7.848,7 miliar (29,4 persen dari pagunya). Realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp14.127,0 miliar, yang berarti menyerap 42,0 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal Laporan Semester I Tahun 2009
III-23
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
APBN tahun 2009 sebesar Rp33.667,6 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp7.594,4 miliar (53,8 persen), belanja barang mencapai Rp3.020,4 miliar (21,4 persen), dan belanja modal mencapai Rp3.512,3 miliar (24,9 persen). Berdasarkan realisasi belanja Departemen Pertahanan sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp17.520,0 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 52,0 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp33.667,6 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pertahanan dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih tinggi 7,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pertahanan pada periode yang sama tahun 2008, sebesar 44,6 persen. Perkiraan realisasi anggaran tersebut antara lain digunakan untuk membiayai program penerapan keperintahan yang baik, program pengembangan industri pertahanan, program pengembangan pertahanan matra darat, dan program pengembangan pertahanan matra laut, serta program pengembangan pertahanan matra udara. Pada program pengembangan industri pertahanan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) pengembangan sistem industri pertahanan; (2) pengembangan materiil industri pertahanan; dan (3) pengadaan alutsista TNI. Sementara, pada program pengembangan matra darat, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan publik atau birokrasi; (2) pengembangan personil matra darat; dan (3) perbaikan/pemeliharaan/perbaikan alutsista TNI. Pada program pengembangan matra laut, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) perbaikan/pemeliharaan/perbaikan alutsista TNI; (2) pengembangan personil matra laut; dan (3) pengembangan materiil matra laut. Adapun, pada program pengembangan matra udara, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) perbaikan/pemeliharaan/perbaikan alutista TNI; (2) pengembangan personil matra udara; dan (3) pelayanan publik atau birokrasi. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp14.864,7 miliar, yang berarti menyerap 23,9 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pendidikan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp62.098,3 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp2.052,1 miliar (13,8 persen), belanja barang mencapai Rp1.971,2 miliar (13,3 persen), belanja modal mencapai Rp212,5 miliar (1,4 persen), dan bantuan sosial mencapai Rp10.628,9 miliar (71,5 persen). Berdasarkan realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.187,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 29,3 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pendidikan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi penyerapan belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti relatif sama bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan pada tahun 2008, sebesar 29,3 persen. Sebagian besar dari perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut digunakan antara
III-24
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
lain untuk membiayai program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, program pendidikan menengah, program pendidikan tinggi, dan program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Pada program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) bantuan operasional sekolah (BOS); (2) subsidi tunjangan profesi guru; (3) pengembangan sekolah dengan standar nasional dan internasional; dan (4) pembinaan pendidikan tenaga pendidik. Sementara, pada program pendidikan menengah, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) subsidi tunjangan profesi guru; (2) bantuan operasional peningkatan mutu siswa SMK; dan (3) perencanaan peningkatan mutu dan evaluasi SMK. Adapun, pada program pendidikan tinggi, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat; (2) pembinaan tridharma perguruan tinggi; dan (3) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp8.986,8 miliar yang berarti menyerap 36,2 persen dari pagu alokasi belanja Kepolisian Negara RI yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp24.816,7 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp6.712,0 miliar (74,7 persen), belanja barang mencapai Rp1.858,8 miliar (20,7 persen), dan belanja modal mencapai Rp416,0 miliar (4,6 persen). Berdasarkan realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp10.784,2 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 43,5 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah 2,6 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja Kepolisian Negara RI pada tahun 2008 sebesar 46,0 persen. Sebagian besar dari perkiraan realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program pemeliharaan Kamtibmas, program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, dan program pengembangan SDM kepolisian. Pada program pemeliharaan Kamtibmas, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan keamanan; (2) pelayanan publik atau birokrasi; dan (3) pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi. Sementara itu, pada program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan materiil dan fasilitas Polri; (2) penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran; dan (3) pelayanan publik atau birokrasi. Adapun, pada program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, alokasi anggaran digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan publik atau birokrasi. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp7.840,3 miliar, yang berarti menyerap 22,4 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp34.987,5 miliar, atau menyerap 18,9 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp41.588,7 miliar. Dari realisasi
Laporan Semester I Tahun 2009
III-25
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum sampai 29 Mei 2009 tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp271,5 miliar (3,5 persen), belanja barang mencapai Rp937,5 miliar (12,0 persen), belanja modal mencapai Rp6.358,6 miliar (81,1 persen), dan bantuan sosial mencapai Rp272,6 miliar (3,5 persen). Berdasarkan realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran serta berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan dilakukan sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp9.408,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 26,9 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 22,6 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 tersebut lebih rendah 4,3 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 26,9 persen. Sebagian besar dari realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan, program pengendalian banjir dan pengamanan pantai, serta program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan sumber air. Pada program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan lintas; (2) penyelesaian pembangunan jembatan Suramadu; (3) pengembangan jalan nasional; dan (4) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan nonlintas. Sementara itu, pada program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pemeliharaan jalan nasional; (2) rehabilitasi jalan nasional; dan (3) pemeliharaan jembatan ruas jalan nasional. Adapun, pada program pengembangan jalan, rawa dan jaringan pengairan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembangunan/peningkatan jaringan irigasi; (2) rehabilitasi jaringan irigasi; dan (3) rehabilitasi jaringan rawa. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Agama sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp5.973,9 miliar, yang berarti menyerap 22,4 persen dari pagu alokasi belanja Departemen Agama yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp26.656,6 miliar. Dari realisasi anggaran belanja Departemen Agama sampai 29 Mei 2009 tersebut, realisasi anggaran belanja pegawai mencapai Rp2.998,2 miliar (50,2 persen), belanja barang mencapai Rp848,6 miliar (14,2 persen), belanja modal mencapai Rp258,8 miliar (4,3 persen), dan bantuan sosial mencapai Rp1.868,3 miliar (31,3 persen). Berdasarkan realisasi belanja Departemen Agama sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan berbagai kebijakan yang sedang dan akan dilakukan sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Departemen Agama dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp7.848,7 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 29,4 persen dari pagu Departemen Agama yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Perkiraan realisasi penyerapan belanja Departemen Agama dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah 6,0 persen bila dibandingkan dengan penyerapan anggaran belanja Departemen Agama pada periode yang sama tahun 2008, sebesar 35,4 persen. Sebagian besar dari realisasi anggaran belanja Departemen Agama dalam III-26
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
semester I tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program manajemen pelayanan pendidikan, program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, program peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dan program peningkatan pelayanan kehidupan beragama. Pada program manajemen pelayanan pendidikan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan publik atau birokrasi; (2) pengembangan manajemen informasi kependidikan (EMIS); (3) pembinaan/ koordinasi/pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan; serta (4) peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional. Sementara itu, pada program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) pendidikan dasar; (2) pelayanan publik atau birokrasi; dan (3) penyelenggaraan kegiatan wajar pendidikan dasar 9 tahun pada MI/MTs. Adapun, pada program peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan: (1) pembinaan lembaga pendidikan agama; (2) penyelenggaraan pendidikan keagamaan dan pondok pesantren; dan (3) penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengembangan. Selain K/L dengan alokasi anggaran yang cukup besar tersebut, berdasarkan daya serap anggaran dari pagu yang ditetapkan, dalam semester I tahun 2009 terdapat beberapa K/L yang memiliki kinerja daya serap anggaran yang relatif lebih baik dari berbagai K/L lainnya, yaitu antara lain: (1) Lembaga Ketahanan Nasional; (2) Badan Koordinasi Keluarga Berencana; (3) Dewan Ketahanan Nasional; dan (4) Kementerian Negara BUMN (Grafik III.10).
GRAFIK III.10 DAYA SERAP TERBESAR BELANJA 10 K/L, 2009
Pe rse n 70,0 65,4
60,0 52,0
50,3
50,0
46,4
45,1
43,5 41,2
40,0
40,0
39,5
38,8
KOMNAS HAM
LAPAN
BPKP
30,0
20,0
10,0
LEMHANAS
DEPHAN
BKKBN
DKN
MENEG BUMN
POLRI
LIPI
Sumbe r: De parte me n Ke uangan
Laporan Semester I Tahun 2009
III-27
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Realisasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp26,1 miliar, yang berarti menyerap 20,3 persen dari pagu alokasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp128,2 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional sampai dengan semester I 2009 diperkirakan mencapai Rp83,8 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 65,4 persen dari pagu alokasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Penyerapan perkiraan realisasi anggaran belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti lebih tinggi 50,9 persen bila dibandingkan dengan realisasi penyerapan belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar 14,5 persen. Sebagian besar realisasi belanja Lembaga Ketahanan Nasional dalam semester I 2009 tersebut, terutama digunakan untuk melaksanakan program penerapan kepemerintahan yang baik, program pengelolaan sumber daya manusia, dan program pengembangan ketahanan nasional. Pada program penerapan keperintahan yang baik, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan: (1) penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran; dan (2) peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional. Pada program pengelolaan sumber daya manusia, realisasi anggaran belanja digunakan seluruhnya untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pendidikan kader pimpinan nasional. Sementara itu, pada program pengembangan ketahanan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) pengadaan peralatan dan perlengkapan gedung; dan (2) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp487,8 miliar, yang berarti menyerap 40,8 persen dari pagu alokasi belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp1.196,0 miliar. Berdasarkan realisasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut dan memperhitungkan daya serap dan berbagai langkah kebijakan yang sedang dan akan dilakukan sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp601,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 50,3 persen dari pagu alokasi belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp1.196,0 miliar. Penyerapan perkiraan realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar 45,4 persen. Sebagian besar dari perkiraan realisasi anggaran belanja Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program keluarga berencana dan program penerapan kepemerintahan yang baik. Pada program keluarga berencana, alokasi anggaran antara lain digunakan untuk membiayai kegiatan: (1) jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin; dan (2) peningkatan jejaring pelayanan KB Pemerintah dan swasta/non-Pemerintah. Pada program penerapan kepemerintahan yang baik, alokasi anggaran antara lain digunakan untuk membiayai kegiatan pengelolaan gaji, honorarium,
III-28
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
dan tunjangan, dan kegiatan penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. Selanjutnya, dalam periode yang sama, realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp9,4 miliar, yang berarti menyerap 36,8 persen dari pagu alokasi belanja Dewan Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp25,6 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran sampai dengan 30 Juni 2009, maka realisasi belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp11,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 46,4 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp25,6 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan 0,8 persen apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar 45,6 persen. Dalam perkiraan realisasi anggaran belanja Dewan Ketahanan Nasional tersebut, terdapat dua program yang dilakukan yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik dan program pengembangan sistem dan strategi pertahanan. Pada program penerapan kepemerintahan yang baik, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan: (1) pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan; (2) penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran; dan (3) pelayanan publik atau birokrasi. Pada program pengembangan sistem dan strategi, alokasi anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan perumusan kebijakan pertahanan keamanan nasional. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp66,3 miliar yang berarti menyerap 37,6 persen dari pagu alokasi belanja Kementerian Negara BUMN yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009 sebesar Rp176,4 miliar. Berdasarkan realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhitungkan daya serap anggaran selama bulan Juni 2009, maka realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN dalam semester I 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp79,6 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 45,1 persen dari pagu alokasi belanja Kementerian Negara BUMN yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN sebesar Rp176,4 miliar. Perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja Kementerian Negara BUMN dalam semester I tahun 2009 tersebut berarti mengalami peningkatan 37,7 persen, apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN pada periode yang sama tahun 2008 sebesar 7,4 persen. Dari perkiraan realisasi anggaran belanja Kementerian Negara BUMN dalam semester I tahun 2009 tersebut, terdapat empat program yang dilakukan, yaitu program penerapan kepemerintahan yang baik, program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara, program peningkatan kualitas pelayan publik, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara, dan program pembinaan dan pengembangan BUMN. Sebagian besar dari perkiraan realisasi belanja Kementerian Negara BUMN sampai dengan semester I tersebut, digunakan untuk melaksanakan program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara dan program penerapan kepemerintahan yang baik. Pada program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan pengadaan peralatan dan perlengkapan gedung, dan kegiatan pengadaan/pembelian gedung kantor. Sementara itu, pada program penerapan kepemerintahan yang baik, alokasi anggaran digunakan antara Laporan Semester I Tahun 2009
III-29
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
lain untuk membiayai kegiatan pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan, dan kegiatan penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran. Realisasi belanja K/L dalam semester I tahun 2009 dibandingkan realisasi belanja K/L dalam semester I tahun 2008 disajikan dalam Tabel III.8.
3.3
Prognosis Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dalam Semester II Tahun 2009
Perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat, baik dalam semester II maupun dalam keseluruhan tahun 2009, selain dipengaruhi oleh kinerja penyerapannya dalam semester I tahun 2009, juga akan sangat dipengaruhi oleh: (i) proyeksi perkembangan berbagai indikator ekonomi makro terutama harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia maupun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; (ii) perkiraan daya serap anggaran pada paruh kedua tahun 2009; dan (iii) langkah-langkah kebijakan (policy measures) yang akan ditempuh dalam sisa waktu hingga akhir tahun 2009. Memperhatikan perkembangan berbagai faktor-faktor eksternal yang masih akan bergerak dengan sangat dinamis, maka harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price, ICP) dalam semester II 2009 diperkirakan mencapai rata-rata US$ 70 per barel sehingga ratarata ICP dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai US$61,0 per barel. Sementera itu, nilai tukar (kurs) dalam semester II tahun 2009 diperkirakan akan makin menguat (apresiasi) menjadi rata-rata Rp10.130 per dolar Amerika Serikat, sehingga rata-rata kurs rupiah dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan menjadi Rp10.600,0 per dolar Amerika Serikat. Selanjutnya, respon kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah akan sangat berpengaruh pada realisasi APBN, baik dalam semester II maupun dalam keseluruhan tahun 2009. Berdasarkan perkembangan berbagai faktor tersebut, dan dengan memperhatikan perkiraan realisasi dan daya serap anggaran belanja pemerintah pusat dalam pelaksanaan APBN selama semester I tahun 2009, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp467.195,3 miliar, atau 65,2 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 68,2 persen dari volume anggaran belanja pemerintah pusat dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Dengan prognosis anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II seperti itu, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp696.101,4 miliar, atau 97,2 persen dari pagu anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp716.376,3 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2009 tersebut, terutama bersumber dari lebih rendahnya perkiraan realisasi belanja subsidi akibat menurunnya harga minyak mentah Indonesia. Perkembangan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II 2005-2008 dan perkiraan realisasi semester II tahun 2009 disajikan dalam Tabel III.9 dan Grafik III.11.
III-30
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
TABEL III.8 BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA SEMESTER I TAHUN 2008-2009 1) (miliar Rupiah) 2008 KODE
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
APBN-P
2009
Smt. I
% Thd APBN-P
Dok. Stimulus
APBN
Perk. Smt. I
% Thd Stim. Dok.
% kenaikan thd S-I 2008
1
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
195,4
67,2
34,4
337,7
337,7
54,3
16,1
2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
1.653,9
493,5
29,8
1.948,4
1.948,4
477,9
24,5
(3,2)
4
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
1.484,3
406,1
27,4
1.725,5
1.725,5
492,4
28,5
21,2
1.735,6
29,9
15,8
5
MAHKAMAH AGUNG
5.808,7
5.473,1
2.010,5
36,7
6
KEJAKSAAN AGUNG
1.840,7
574,7
31,2
1.911,2
1.911,2
560,0
29,3
7
SEKRETARIAT NEGARA
1.412,3
280,4
19,9
1.532,9
1.532,9
301,5
19,7
7,5
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
5.712,8
542,6
9,5
8.702,2
8.702,2
1.173,4
13,5
116,3
10 11
5.473,1
(19,2)
(2,6)
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
5.055,0
1.171,3
23,2
5.221,0
5.221,0
1.169,0
22,4
(0,2)
12
DEPARTEMEN PERTAHANAN
32.871,1
14.645,5
44,6
33.667,6
33.667,6
17.520,0
52,0
19,6
13
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM
4.413,1
1.273,9
28,9
4.391,4
4.391,4
1.499,6
34,1
17,7
15
DEPARTEMEN KEUANGAN
14.950,3
4.074,8
27,3
15.369,6
15.369,6
4.674,3
30,4
14,7
18
DEPARTEMEN PERTANIAN
8.305,5
1.309,1
15,8
8.170,8
8.820,8
1.310,6
14,9
0,1
19
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN
1.800,4
321,9
17,9
1.763,0
1.763,0
349,1
19,8
8,5
8,8
(27,2)
20
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
5.508,1
877,1
15,9
6.745,1
7.245,1
638,2
22
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
15.298,9
3.311,7
21,6
16.977,8
19.176,6
3.463,2
18,1
4,6
23
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
45.296,7
13.258,1
29,3
62.098,3
62.098,3
18.187,9
29,3
37,2 60,2
24
DEPARTEMEN KESEHATAN
18.420,3
2.629,7
14,3
20.273,5
20.423,5
4.211,8
20,6
25
DEPARTEMEN AGAMA
15.989,6
5.660,2
35,4
26.656,6
26.656,6
7.848,7
29,4
26
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
2.643,4
502,7
19,0
2.828,1
3.128,1
476,2
15,2
(5,3)
27
DEPARTEMEN SOSIAL
3.462,5
774,6
22,4
3.427,2
3.427,2
1.029,8
30,0
32,9
29
DEPARTEMEN KEHUTANAN
3.857,9
493,5
12,8
2.616,9
2.616,9
552,6
21,1
12,0
32
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
3.019,1
548,7
18,2
3.447,6
3.547,6
785,8
22,2
43,2
33
32.809,9
8.826,4
26,9
34.987,5
41.588,7
9.408,3
34
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
202,1
61,0
30,2
207,4
207,4
62,5
30,1
2,5
35
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
119,1
18,1
15,2
129,1
129,1
26,1
20,2
44,2
36
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
6,6
146,6
28,7
19,6
99,3
99,3
25,2
25,4
40
DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
1.078,1
227,3
21,1
1.118,2
1.118,2
258,9
23,2
13,9
41
KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA
186,9
13,8
7,4
176,4
176,4
79,6
45,1
475,8
42
KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI
466,0
112,8
24,2
424,4
424,4
105,8
24,9
43
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
534,0
127,2
23,8
376,4
376,4
133,2
35,4
4,7
44
KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
1.098,7
132,6
12,1
749,8
849,8
119,2
14,0
(10,1)
47
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
22,6
38,7
17,5
9,1
37,3
148,9
48
KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
136,7
20,2
14,8
121,8
121,8
26,5
21,7
31,1
BADAN INTELIJEN NEGARA
970,0
302,6
31,2
982,9
982,9
327,3
33,3
51
LEMBAGA SANDI NEGARA
605,1
296,5
49,0
497,9
497,9
28,8
5,8
(90,3) (2,0)
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
54
BADAN PUSAT STATISTIK
55
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BAPPENAS
56
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
57
PERPUSTAKAAN NASIONAL
59
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
60
KEPOLISIAN NEGARA
63
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
64
192,6
117,0
117,0
43,7
(6,2)
50 52
KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
(12,3)
8,2
26,6
12,1
45,6
25,6
25,6
11,9
46,4
1.426,1
472,7
33,1
1.706,3
1.706,3
505,8
29,6
7,0
392,5
68,0
17,3
393,1
393,1
73,7
18,7
8,4
2.520,0
618,8
24,6
2.858,4
2.858,4
734,9
25,7
18,8
320,4
28,8
9,0
366,6
366,6
34,6
9,4
20,3
2.128,9
227,5
10,7
2.061,0
2.061,0
365,3
17,7
60,6
21.205,5
9.763,0
46,0
24.816,7
24.816,7
10.784,2
43,5
10,5
638,4
127,5
20,0
661,4
661,4
156,0
23,6
22,4 214,1
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
184,3
26,7
14,5
128,2
83,8
65,4
65
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
383,3
106,6
27,8
376,8
376,8
134,8
35,8
66
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
295,9
50,8
17,2
324,8
324,8
59,6
18,4
17,4
67
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
922,5
112,2
12,2
1.091,8
1.091,8
259,0
23,7
130,9
1.196,6
543,8
45,4
1.196,0
1.196,0
68
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
128,2
26,4
601,3
50,3
10,6
74
KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA
51,0
8,9
17,4
55,1
55,1
22,0
40,0
148,3
75
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
721,3
154,8
21,5
801,1
801,1
195,2
24,4
26,1
76
KOMISI PEMILIHAN UMUM
714,8
199,6
27,9
956,6
956,6
182,3
19,1
(8,7)
77
MAHKAMAH KONSTITUSI
177,1
34,3
19,4
193,2
193,2
37,3
19,3
8,8
78
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
96,3
10,0
10,4
113,2
113,2
11,2
9,9
12,1
79
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
522,6
247,7
47,4
478,6
478,6
197,0
41,2
(20,5)
80
BADAN TENAGA NUKLIR
327,0
129,0
39,4
382,0
382,0
145,4
38,1
12,8
81
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
572,9
127,8
22,3
523,0
523,0
145,5
27,8
13,8
82
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
191,9
71,9
37,5
206,2
206,2
81,4
39,5
13,2
243,3
42,0
17,3
359,5
359,5
70,4
19,6
67,6
69,1
17,1
24,8
74,1
74,1
15,7
21,2
(8,4)
56,0
16,2
28,9
55,6
55,6
16,3
29,3
0,8
188,8
42,3
22,4
193,9
193,9
56,9
29,3
34,3
26,4
32,7
83
BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL
84
BADAN STANDARISASI NASIONAL
85
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NASIONAL
86
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
87
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
22,9
19,2
115,0
30,3
88
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
401,2
94,6
23,6
360,1
360,1
102,8
28,6
89
BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
594,3
218,2
36,7
610,2
610,2
237,1
38,8
8,7
90
DEPARTEMEN PERDAGANGAN
1.410,2
285,4
20,2
1.302,4
1.637,4
266,8
16,3
(6,5)
91
119,1
115,0
8,7
KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT
674,5
82,2
12,2
964,2
1.364,2
231,2
16,9
92
KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA
748,0
222,0
29,7
858,1
858,1
255,4
29,8
93
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
237,8
63,2
26,6
315,2
315,2
96,7
30,7
94
BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD DAN NIAS
10.888,3
3.013,6
27,7
-
-
95
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
281,2
97,7
34,7
462,2
462,2
106,7
23,1
9,2
91,7
10,8
11,7
99,8
99,8
34,6
34,7
221,6 (47,6)
100
KOMISI YUDISIAL RI
103
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA
104
BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI (BNP2TKI)
105
BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO JUMLAH
-
147,5
-
181,2 15,0 53,1 (100,0)
111,3
41,4
37,3
147,5
21,7
14,7
246,2
40,0
16,3
262,5
262,5
42,8
16,3
6,8
1.100,0
57,5
5,2
1.147,7
1.147,7
75,3
6,6
31,1
290.022,7
82.646,9
28,5
322.317,4
333.652,4
95.914,6
28,7
16,1
1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber : Departemen Keuangan
Laporan Semester I Tahun 2009
III-31
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
TABEL III.9 *) PERKEMBANGAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP), 2009 (triliun rupiah) APBN No.
Uraian
1
Belanja Pegawai
2
Belanja Barang
Dok. Stimulus
Jumlah
% thd PDB
140,2
2,6
91,7
1,7
Perk Real Sem I
Prognosis Semester II
Perkiraan Realisasi
% thd PDB
Jumlah
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
140,2
2,6
62,2
44,4
44,4
71,5
51,0
51,0
133,7
95,4
95,4
95,7
1,7
21,4
23,3
22,4
65,6
71,5
68,6
87,0
94,8
90,9 93,6
Jumlah
Jumlah
% thd Dok. Stimulus
% thd APBN
Jumlah
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
3
Belanja Modal
72,0
1,4
79,4
1,4
18,4
25,6
23,2
55,9
77,6
70,4
74,3
103,2
4
Pembayaran Bunga Utang
101,7
1,9
110,6
2,0
50,0
49,2
45,2
60,1
59,1
54,3
110,1
108,3
99,5
5
Subsidi
166,7
3,1
123,5
2,3
42,8
25,7
34,6
117,2
70,3
94,9
160,0
96,0
129,5
6
Belanja Hibah
-
-
-
-
-
-
-
0,0
-
-
0,0
-
-
7
Bantuan Sosial
79,0
1,5
79,0
1,4
19,3
24,5
24,5
58,5
74,0
74,0
77,8
98,5
98,5
8
Belanja lain-lain
65,1
1,2
56,6
1,0
14,8
22,8
26,2
38,5
59,1
67,9
53,3
81,9
94,1
716,4
13,4
685,0
12,5
228,9
32,0
33,4
467,3
65,2
68,2
696,2
97,2
101,6
Jumlah
*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber : Departemen Keuangan
GRAFIK III.11 BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2005-2009
miliar rupiah 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000
Perk. Realisasi
Semester II
Dok . Stimulus
LKPP
Semester II
APBN-P
LKPP
Semester II
APBN-P
LKPP
Semester II
APBN-P
LKPP
Semester II
APBN-P
0
Sumber: Departemen Keuangan
3.3.1 Prognosis Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Belanja dalam Semester II tahun 2009 Dari prognosis realisasi anggaran belanja pemerintah pusat baik dalam semester II maupun dalam keseluruhan tahun 2009 sebagaimana diuraikan di atas, realisasi anggaran belanja pegawai dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp71.522,1 miliar, atau menyerap 51,0 persen dari pagunya baik dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Jumlah tersebut terdiri atas: (i) gaji dan tunjangan sebesar Rp34.241,9 miliar (48,8 persen dari APBN dan dokumen stimulus tahun 2009); (ii) honorarium, vakasi, lembur, dll sebesar Rp12.680,6 miliar (66,7 persen dari APBN dan dokumen stimulus tahun 2009); dan (iii) kontribusi sosial sebesar Rp24.599,5 miliar (48,2 persen dari APBN dan dokumen stimulus tahun 2009). Memperhatikan berbagai perkembangan tersebut, maka III-32
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
dalam keseluruhan tahun 2009 realisasi anggaran belanja pegawai diperkirakan mencapai Rp133.709,2 miliar, atau lebih rendah Rp6.488,5 miliar (4,6 persen) dari pagu anggaran belanja pegawai yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus tahun 2009. Perkiraan realisasi anggaran belanja pegawai tersebut dipengaruhi antara lain oleh telah diberlakukannya Perpres Nomor 10 Tahun 2009 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Menteri dan Pejabat Tertentu serta realisasi belanja pegawai transito yang diperkirakan lebih rendah. Sementara itu, realisasi belanja barang dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp65.597,7 miliar, yang berarti menyerap 71,5 persen dari pagu anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau 68,6 persen dari alokasi anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Tingginya perkiraan penyerapan anggaran belanja barang dalam semester II tersebut terutama berkaitan dengan mulai dilaksanakan proyek-proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan arah perkembangan tersebut, maka realisasi anggaran belanja barang dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp87.004,0 miliar. Jumlah ini berarti lebih rendah 5,2 persen dari pagu alokasi anggaran belanja barang yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009, atau lebih rendah 9,1 persen dari alokasi anggaran belanja barang dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran barang tahun 2009 tersebut terutama berkaitan dengan upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selanjutnya, dengan memperhatikan perkembangan pelaksanaan belanja modal dalam semester I, serta daya serap anggaran dan langkah-langkah kebijakan dalam mempercepat penyerapan anggaran yang akan ditempuh dalam sisa waktu hingga akhir tahun 2009, maka realisasi anggaran belanja modal dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp55.868,3 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 77,6 persen dari pagu anggaran belanja modal dalam APBN 2009, atau sekitar 70,4 persen dari alokasi anggaran belanja modal dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Tingginya perkiraan realisasi penyerapan anggaran belanja modal dalam semester II tahun 2009 tersebut terutama disebabkan mulai dilaksanakan proyek-proyek fisik serta pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dengan prognosis perkembangan realisasi belanja modal dalam semester II tersebut di atas, maka realisasi anggaran belanja modal dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp74.280,7 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp2.289,2 miliar (3,2 persen) dari pagu anggaran belanja modal yang ditetapkan dalam APBN, atau sekitar 93,6 persen dari alokasi anggaran belanja modal dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja modal dibandingkan dengan pagu anggarannya dalam APBN 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya tambahan dana stimulus fiskal untuk infrastruktur yang dialokasikan pada tahun 2009. Prognosis pembayaran bunga utang pada semester II tahun 2009, baik pembayaran bunga utang dalam negeri maupun bunga utang luar negeri antara lain dipengaruhi oleh dinamika perkembangan kondisi pasar keuangan, dan indikator-indikator makro ekonomi, seperti perkiraan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing. Dengan melihat perkembangan indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi dan faktor lainnya serta jadwal jatuh tempo pembayaran bunga utang pada enam bulan berikutnya, maka beban pembayaran bunga utang pada periode semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp60.060,3 miliar, atau 59,1 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang
Laporan Semester I Tahun 2009
III-33
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 54,3 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Berdasarkan proyeksi bunga utang dalam semester II 2009 tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam semester I 2009, maka beban pembayaran bunga utang dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp110.050,9 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi sebesar Rp8.393,1 miliar atau 8,3 persen dari pagu anggaran pembayaran bunga utang yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp101.657,8 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam tahun 2009 dibandingkan dengan pagu yang telah ditetapkan dalam APBN, antara lain disebabkan oleh (i) depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yaitu dari Rp9.400 per US$ pada asumsi APBN 2009 menjadi Rp10.600 per US$; (ii) adanya tambahan pembiayaan utang; dan (iii) perkiraan realisasi rata-rata SBI 3 bulan yang lebih tinggi dari asumsi yang ditetapkan. Pada semester II tahun 2009, pembayaran bunga utang dalam negeri diperkirakan mencapai Rp36.899,7 miliar, atau 53,2 persen dari pagu alokasi pembayaran bunga utang dalam negeri yang dianggarkan dalam APBN tahun 2009, atau 52,7 persen dari anggaran bunga utang dalam negeri dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Dengan perkembangan ini, maka beban pembayaran bunga utang dalam negeri secara keseluruhan pada tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp70.857,1 miliar. Jumlah ini berarti Rp1.517,1 miliar atau 2,2 persen melampaui pagu alokasi anggaran untuk pembayaran bunga utang dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp69.340,0 miliar, atau Rp787,1 miliar atau 1,1 persen dari lebih tinggi dari alokasi anggaran bunga utang dalam negeri dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Hal ini terutama berkaitan dengan meningkatnya jumlah penerbitan SBN domestik untuk memenuhi sebagian tambahan pembiayaan utang yang di-back up oleh pinjaman siaga. Sementara itu, prognosis beban pembayaran bunga utang luar negeri pada semester II 2009 diperkirakan mencapai Rp23.160,6 miliar, atau 71,7 persen dari pagu alokasi pembayaran utang luar negeri yang dianggarkan dalam APBN tahun 2009, atau 57,1 persen dari alokasi anggaran dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Hal ini berkaitan dengan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang cenderung semakin menguat jika dibandingkan dengan realisasi nilai tukar pada semester I, yield SBN yang diperkirakan semakin menurun akibat credit risk Indonesia yang semakin baik, dan tingkat bunga Libor 6 bulan yang semakin menurun sebagai dampak dari kecenderungan kebijakan penetapan suku bunga rendah di negara-negara maju. Dengan berbagai perkembangan tersebut, maka beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp39.193,8 miliar, yang berarti lebih tinggi Rp 6.876,0 miliar atau 21,3 persen dari pagu alokasi pembayaran bunga utang luar negeri yang dianggarkan dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp32.317,8 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan alokasi anggaran pembayaran bunga utang pada dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp40.565,8 miliar, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam keseluruhan tahun 2009 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp1,372,0 miliar atau 3,4 persen. Perkiraan realisasi dan prognosis pembayaran bunga utang tahun 2009 sebagaimana Tabel III.10. Dalam hal subsidi energi, berdasarkan perkembangan ICP, konsumsi BBM dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam semester II, maka beban anggaran subsidi BBM dalam semester II tahun 2009 diperkirakan akan mencapai
III-34
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
TABEL III.10 *) PERKIRAAN PEMBAYARAN BUNGA UTANG TAHUN 2009 (miliar rupiah) 2009 Keterangan APBN
Dok. Stimulus
Perk Real Sem I
Perk Sem II
Total
I. Utang dalam negeri
69.340,0
70.070,0
33.957,4
36.899,7
70.857,1
II. Utang luar negeri a. Pinjaman Luar Negeri b. SBN Valas
32.317,8 22.730,0 9.587,8
40.565,8 26.598,9 13.966,9
16.033,2 10.997,5 5.035,7
23.160,6 14.701,9 8.458,7
39.193,8 25.699,3 13.494,5
101.657,8
110.635,8
49.990,6
60.060,3
110.050,9
Pembayaran Bunga Utang
*) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan. Sumber: Departemen Keuangan
Rp45.778,3 miliar, yang berarti 79,5 persen dari pagu anggaran subsidi BBM yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 186,7 persen dari pagu anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan realisasi subsidi BBM dalam semester I tahun 2009, maka beban anggaran subsidi BBM dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp54.300,1 miliar. Jumlah ini berarti 5,7 persen lebih rendah dari pagu anggaran subsidi BBM yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp57.605,0 miliar, namun sekitar 121,5 persen lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran subsidi BBM dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp24.517,1 miliar. Sejalan dengan itu, berdasarkan perkembangan ICP dan nilai tukar rupiah dalam semester II tahun 2009, maka beban anggaran subsidi listrik dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp27.771,6 miliar. Jumlah ini berarti 60,4 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 65,3 persen dari pagu anggaran subsidi listrik dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Dengan perkembangan ini, dan memperhitungkan realisasi anggaran subsidi listrik dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp20.390,0 miliar, maka beban anggaran subsidi listrik dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp48.161,6 miliar. Jumlah ini berarti 4,8 persen lebih tinggi dari pagu anggaran subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 13,3 persen melampaui pagu alokasi anggaran subsidi listrik dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp42.500,0 miliar. Perkiraan lebih tingginya beban subsidi listrik dalam tahun 2009 tersebut, selain berkaitan dengan lebih tingginya volume penjualan tenaga listrik bersubsidi, juga disebabkan oleh perkembangan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang masih terus meningkat. Dengan perkembangan subsidi BBM dan subsidi listrik sebagaimana diuraikan di atas, maka beban anggaran subsidi energi dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp73.550,0 miliar, atau 71,0 persen dari pagu anggaran subsidi energi yang dianggarkan dalam APBN 2009, atau sekitar 109,7 persen dari pagu anggaran subsidi energi dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Berdasarkan prognosis subsidi energi dalam semester II tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi energi dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp28.911,7 miliar, maka beban anggaran subsidi energi dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp102.461,7 miliar. Jumlah ini berarti 1,1 persen lebih rendah dari Laporan Semester I Tahun 2009
III-35
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
GRAFIK III.12 SUBSIDI BBM, 2006 - 2009
84,9%
2009
142,2% 93,5%
2008
150,7% 103,4%
2007
100,0% 92,6%
2006
-
40.000
80.000
120.000
160.000
2006
2007
2008
LKPP
64.212
83.792
139.107
2009
SEM-II
59.472
57.515
118.536
46.105
APBN-P
64.212
55.604
126.816
54.300
miliar rupiah
Sumber: Departemen Keuangan
pagu alokasi subsidi energi yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp103.568,6 miliar, atau 52,9 persen melampaui pagu alokasi anggaran subsidi energi dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp67.017,1 miliar. Dalam upaya meringankan beban anggaran subsidi energi tersebut, maka dalam semester II tahun 2009 akan terus dilakukan berbagai upaya dan langkah-langkah kebijakan untuk menurunkan beban subsidi BBM dan subsidi listrik, serta mengintensifkan pelaksanaan kampanye Gerakan Penghematan BBM dan listrik kepada masyarakat luas melalui antara lain penggunaan lampu hemat energi, penggunaan BBM non-subsidi, serta penggunaan energi alternatif dan biofuel. GRAFIK III.13 SUBSIDI LISTRIK, 2006 - 2009
-
59,2%
2009
139.2% 88,5%
2008
101,9% 75,0%
2007
97,3% 85,9%
2006
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
miliar rupiah
2006
2007
2008
LKPP
30.393
33.074
83.906,5
2009 -
SEM-II
26.844
24.343
53.387,7
28.528,3
APBN-P
31.246
32.444
60.291,6
48.161,6
Sumber: Departemen Keuangan
III-36
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
Pada subsidi non-energi, prognosis realisasi anggaran subsidi pangan dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.493,5 miliar, atau 50,0 persen dari pagu alokasi anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Dengan perkembangan prognosis subsidi pangan dalam semester II seperti itu, dan memperhatikan perkiraan realisasinya dalam semester I tahun 2009, maka realisasi anggaran subsidi pangan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp12.987,0 miliar atau sama dengan pagu alokasi anggaran subsidi pangan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Sementara itu, prognosis realisasi anggaran subsidi pupuk dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp11.797,0 miliar, yang berarti 67,3 persen dari pagu anggaran subsidi pupuk yang dianggarkan dalam APBN 2009, dan dokumen stimulus fiskal 2009. Dengan prognosis beban subsidi pupuk dalam semester II tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi subsidi pupuk dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp6.640,0 miliar, maka beban anggaran subsidi pupuk dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.437,0 miliar. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp900,0 miliar apabila dibandingkan dengan dengan pagu anggaran subsidi pupuk dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp17.537,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran subsidi pupuk dalam tahun 2009 tersebut, terutama berkaitan dengan adanya rencana pembayaran sebagian kekurangan subsidi pupuk tahun 2008 sesuai hasil audit BPK. Selanjutnya, prognosis realisasi anggaran subsidi benih, yang pendistribusiannya dilakukan melalui PT Sang Hyang Seri, dan PT Pertani, dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.315,4 miliar. Berdasarkan prognosis beban subsidi benih dalam semester II tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi subsidi benih dalam semester I tahun 2009, maka beban subsidi benih dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.315,4 miliar, atau sama dengan pagu anggaran subsidi benih yang ditetapkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal 2009. Demikian pula, beban anggaran subsidi/bantuan PSO dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.050,9 miliar, atau 77,3 persen dari pagu alokasi subsidi/bantuan PSO yang dianggarkan dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Berdasarkan prognosis semester II tersebut, dan memperhatikan realisasi pembayaran subsidi/bantuan PSO dalam semester I tahun 2009, maka beban anggaran subsidi/bantuan PSO dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.360,0 miliar, atau sama dengan pagu alokasi subsidi/bantuan PSO yang dianggarkan dalam APBN dan dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp1.360,0 miliar. Subsidi/bantuan PSO tersebut diberikan sebagai kompensasi finansial kepada BUMN-BUMN yang diberikan tugas untuk menjalankan kewajiban pelayanan umum (public service obligation, PSO). Subsidi/bantuan PSO tersebut antara lain diberikan kepada PT Kereta Api untuk penugasan layanan jasa angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi; PT Pelni untuk penugasan layanan jasa angkutan penumpang laut kelas ekonomi; PT Posindo untuk tugas layanan jasa pos di daerah terpencil; dan PT LKBN Antara untuk penugasan layanan berita berupa teks, foto, radio, multimedia, english news, dan TV. Dalam semester II tahun 2009, realisasi anggaran subsidi bunga kredit program diperkirakan mencapai Rp4.336,8 miliar, atau 92,6 persen dari alokasi subsidi bunga kredit program dalam APBN 2009 sebesar Rp4.683,6 miliar, atau 92,1 persen dari alokasi subsidi bunga kredit program yang dialokasikan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp4.709,5 Laporan Semester I Tahun 2009
III-37
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
miliar. Berdasarkan prognosis realisasi subsidi bunga kredit program dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan memperhatikan realisasi subsidi bunga kredit program semester I sebesar Rp372,7 miliar, maka realisasi subsidi bunga kredit program dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp4.709,5 miliar, atau sama dengan pagu anggaran subsidi bunga kredit program dalam dokumen stimulus tahun 2009. Jumlah alokasi anggaran subsidi bunga kredit program dalam tahun 2009 tersebut terdiri dari subsidi bunga eks pola KLBI sebesar Rp66,4 miliar, subsidi bunga kredit ketahanan pangan dan energi sebesar Rp628,0 miliar, risk sharing KKP-E sebesar Rp216,0 miliar, subsidi bunga KPRSh dan rusunami sebesar Rp2.513,6 miliar, subsidi bunga kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan sebesar Rp640,6 miliar, subsidi bunga bagi pengusaha NAD sebesar Rp60,0 miliar, subsidi bunga kredit usaha sektor peternakan sebesar Rp145,0 miliar, resi gudang sebesar Rp50,0 miliar, subsidi bunga untuk air bersih Rp15,0 miliar, dan imbal jasa penjaminan kredit usaha rakyat (IJP KUR) sebesar Rp375,0. Kewajiban IJP KUR kepada perusahaan penjamin, yaitu PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo tersebut merupakan konsekwensi atas pelaksanaan program kredit usaha rakyat (KUR) yang dilancarkan pemerintah dalam rangka meningkatkan akses usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) pada sumber pembiayaan, dengan tujuan untuk penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja, melalui pemberian penjaminan kredit/pembiayaan. Sementara itu, beban anggaran subsidi pajak (tax expenditure) dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.330,0 miliar. Berdasarkan prognosis realisasi subsidi pajak dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi subsidi pajak dalam semester I yang masih nihil, maka prognosis realisasi subsidi pajak dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.330,0 miliar, atau 72,6 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran subsidi pajak dalam yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 100,4 persen dari alokasi subsidi pajak dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 sebesar Rp18.250,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi subsidi pajak tahun 2009 dari yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009 terutama karena adanya tambahan jenis PPh DTP baru, yaitu untuk Program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) sebesar Rp80,0 miliar. Subsidi obat generik, yang diberikan dalam kerangka program stimulus fiskal tahun 2009 untuk meringankan beban hidup masyarakat, prognosis realisasinya dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp300,0 miliar. Berdasarkan prognosis subsidi obat generik dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan memperhatikan realisasinya dalam semester I tahun 2009, maka realisasi anggaran subsidi obat generik dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp350,0 miliar, atau sama dengan pagu anggaran subsidi obat generik yang ditetapkan dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Selanjutnya, belanja hibah merupakan semua pengeluaran negara dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau Lembaga/Organisasi Internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Belanja Hibah meskipun dalam UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN 2009, dialokasikan nihil. Namun, dalam perkembangannya terdapat beberapa penerimaan hibah yang direncanakan akan diterushibahkan kepada daerah. Jumlah hibah tersebut adalah Rp31,6 miliar yang terdiri atas (1) hibah untuk pendidikan dasar, yang berasal dari Bank Dunia, III-38
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
yang merupakan realokasi anggaran dari pagu belanja Departemen Pendidikan Nasional sebesar Rp22,50 miliar dan (2) hibah baru untuk peningkatan pelayanan jasa kesehatan, yang berasal dari World Health Organization (WHO) sebesar Rp9,08 miliar. Dengan demikian, dalam semester II dan keseluruhan Tahun 2009, hibah ke daerah diperkirakan mencapai Rp31,6 miliar. Selanjutnya, perkiraan realisasi anggaran belanja bantuan sosial dalam semester II tahun 2009 mencapai Rp58.452,3 miliar, yang berarti menyerap 74,0 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN dan anggaran bantuan sosial dalam dokumen stimulus fiskal APBN tahun 2009. Dengan prognosis realisasi bantuan sosial dalam semester II dan memperhatikan perkiraan realisasi bantuan sosial dalam semester I, maka realisasi anggaran belanja bantuan sosial dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp77.765,3 miliar, atau lebih rendah 1,5 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dari pagu anggaran bantuan sosial dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja bantuan sosial dibandingkan dengan pagunya tersebut, terutama berkaitan dengan kemampuan penyerapan K/L terhadap alokasi belanja bantuan sosial. Prognosis realisasi belanja lain-lain pada semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp38.489,3 miliar, atau menyerap 59,1 persen dari pagu alokasi belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 67,9 persen dari alokasi anggaran belanja lain-lain dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Berdasarkan prognosis belanja lain-lain dalam semester II tersebut, dan memperhatikan perkiraan realisasi belanja lain-lain dalam semester I 2009 yang mencapai Rp14.819,7 miliar, maka realisasi belanja lain-lain dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp53.309,0 miliar. Jumlah ini berarti lebih rendah sebesar Rp11.814,6 miliar atau 18,1 persen dari pagu alokasi anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN, atau 5,9 persen dibawah pagu anggaran belanja lain-lain dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp56.645,2 miliar.
3.3.2
Prognosis Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi dalam Semester II tahun 2009
Dari prognosis realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II dan dalam keseluruhan tahun 2009, realisasi anggaran belanja K/L dalam semester II diperkirakan mencapai Rp221.074,4 miliar, atau menyerap 68,6 persen dari pagu alokasi anggaran belanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp322.317,4 miliar, atau 66,3 persen dari pagu anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Dengan demikian, dalam keseluruhan tahun 2009, realisasi anggaran belanja K/L diperkirakan mencapai Rp316.989,0 miliar, yang berarti menyerap 98,3 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau 95,0 persen dari pagu alokasi anggaran belanja K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp333.652,4 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja K/L dalam tahun 2009 tersebut terutama disebabkan oleh adanya upaya peningkatan efisiensi belanja dari masing-masing kementerian negara/lembaga. Sementara itu, realisasi anggaran belanja non-K/L atau yang dikenal dengan anggaran pembiayaan dan perhitungan dalam semester II diperkirakan mencapai Rp246.121,0 miliar, yang berarti menyerap 62,5 persen dari pagu alokasi anggaran belanja non-K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp394.058,9 miliar, atau 70,0 persen dari pagu
Laporan Semester I Tahun 2009
III-39
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
anggaran belanja non-K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp351.383,1 miliar. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja non-K/L dalam semester II 2009 tersebut, dan memperhitungkan perkiraan realisasi anggaran belanja non-K/L dalam semester I 2009 yang sebesar Rp132.991,4 miliar, maka dalam keseluruhan tahun 2009 realisasi anggaran belanja non-K/L diperkirakan mencapai Rp379.112,4 miliar. Jumlah ini berarti Rp14.946,5 miliar atau 3,8 persen lebih rendah dari pagu anggaran belanja non-K/L yang ditetapkan dalam APBN 2009, namun berarti Rp27.729,3 miliar atau 7,9 persen lebih tinggi dari pagu alokasi anggaran belanja non-K/L dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Sebagai ilustrasi dari perkembangan tersebut, dalam Grafik III.14 disajikan perkembangan realisasi 2005-2008 dan perkiraan realisasi tahun 2009 dari belanja 10 K/L terbesar. GRAFIK III.14 PERKEMBANGAN REALISASI 10 K/L TERBESAR, 2005 - 2009
Triliun Rupiah 70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
DIKNAS
DEP PU 2005 LKPP
DEPHAN 2006 LKPP
DEPAG
POLRI 2007 LKPP
DEPKES
DEPHUB
2008 LKPP (unaudited)
DEPKEU
DEPDAGRI
DEPTAN
2009 Perkiraan Realisasi
Sumber : Departemen Keuangan
Pada anggaran belanja K/L, prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp42.121,2 miliar, atau menyerap 67,8 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pendidikan Nasional yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Selanjutnya, mengingat realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.187,9 miliar, maka dengan perkembangan prognosis daya serap anggaran dalam semester II tersebut, realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp60.309,0 miliar, atau 97,1 persen terhadap pagunya dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp62.098,3 miliar. Perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, program pendidikan tinggi, dan program pendidikan menengah. Pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan III-40
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
tahun, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) bantuan operasional sekolah (BOS); (2) subsidi tunjangan profesi guru; (3) penyediaan beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD dan SMP; dan (4) penyelenggaraan paket B setara SMP. Sementara itu, alokasi anggaran pada program pendidikan tinggi, digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat; (2) pembangunan gedung dan laboratorium baru di perguruan tinggi; serta (3)penyediaan sarana dan prasarana perguruan tinggi. Pada program pendidikan menengah, kegiatan yang akan dilakukan antara lain adalah: (1) pembangunan gedung pendidikan; (2) perluasan dan peningkatan mutu SMA; (3) bantuan operasional manajemen mutu (BOMM) SMK dan SMA; dan (4) tunjangan profesi guru. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp29.648,6 miliar, atau menyerap 84,7 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 71,3 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Berdasarkan prognosis semester II tersebut, dan dengan memperhatikan perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp9.408,3 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp39.056,9 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 111,6 persen dari pagunya dalam APBN 2009, atau sekitar 93,9 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Alokasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan/ pembangunan jalan dan jembatan, serta program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan. Pada program peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan lintas; (2) pembangunan jalan nasional; (3) peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan non lintas; dan (4) perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan. Sementara itu, pada program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) pemeliharaan jalan nasional; (2) rehabilitasi jalan nasional; dan (3) bantuan penanggulangan darurat jalan dan jembatan. Selanjutnya, realisasi anggaran Departemen Pertahanan dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp15.341,1 miliar, atau menyerap sekitar 45,6 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan realisasi anggaran dalam semester I tahun 2009, maka berarti realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp32.861,1 miliar, atau 97,6 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Pertahanan yang ditetapkan dalam APBN 2009. Perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Pertahanan tersebut antara lain digunakan untuk melaksanakan program pengembangan industri pertahanan, serta program pengembangan pertahanan matra darat. Pada program pengembangan industri pertahanan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatankegiatan: (1) pengadaan alutsista TNI; (2) pengembangan materiil industri pertahanan; (3) pengembangan industri pertahanan; dan (4) pengembangan sistem pertahanan. Pada program pengembangan pertahanan matra darat, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan personil matra darat dan pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana.
Laporan Semester I Tahun 2009
III-41
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
Dalam semester II tahun 2009, realisasi anggaran belanja Departemen Agama diperkirakan mencapai sebesar Rp17.204,8 miliar, atau 64,5 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Departemen Agama yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp26.656,6 miliar. Dengan perkembangan ini, dan memperhatikan perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Agama dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp7.848,7 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Agama dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp25.053,4 miliar, atau 94,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Alokasi anggaran belanja Departemen Agama tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program manajemen pelayanan pendidikan, serta program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Pada program manajemen pelayanan pendidikan, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan fasilitas pelayanan umum dan operasional; (2) pengembangan manajemen informasi kependidikan; dan (3) penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas kementerian/lembaga. Sementara itu, pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, alokasi anggaran akan digunakan antara lain untuk: (1) penyediaan BOS pada MI/MTs; (2) rehabilitasi MI/MTs; dan (3) beasiswa untuk siswa miskin di MI/MTs. Selanjutnya, realisasi anggaran Kepolisian Negara RI dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp13.900,8 miliar, atau menyerap 56,0 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp24.816,7 miliar. Mengingat realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp10.784,2 miliar, maka dengan perkembangan prognosis daya serap anggaran dalam semester II tersebut, berarti realisasi anggaran belanja Kepolisian Negara RI dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp24.685,0 miliar, atau 99,5 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2009. Alokasi anggaran tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program pemeliharaan Kamtibmas, serta program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian. Pada program pemeliharaan Kamtibmas, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) layanan keamanan; (2) pengaturan dan penertiban kegiatan masyarakat/instansi; dan (3) dukungan umum. Sementara itu, pada program pengembangan sarana dan prasarana kepolisian, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) pembangunan materiil dan fasilitas polisi; (2) penyelenggaraan operasional dan penyelenggaraan perkantoran. Pada Departemen Kesehatan, realisasi anggaran dalam semester II tahun 2009, diperkirakan mencapai Rp14.677,2 miliar atau 72,4 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp20.273,5 miliar , atau 71,9 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp20.423,5 miliar. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam semester II tersebut, dan mengingat bahwa realisasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai sebesar Rp4.211,8 miliar, maka prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.889,0 miliar. Jumlah ini berarti 93,2 persen dari pagunya dalam APBN 2009, atau 92,5 persen dari pagu anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Alokasi anggaran belanja Departemen Kesehatan dalam tahun 2009 tersebut antara lain digunakan untuk melaksanakan program upaya kesehatan perorangan, serta upaya kesehatan masyarakat. Pada program upaya kesehatan perorangan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan
III-42
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
kesehatan bagi penduduk miskin kelas III rumah sakit; (2) peningkatan operasional tumah sakit; serta (3) peningkatan pelayanan kesehatan rujukan. Sementara itu, pada program upaya kesehatan masyarakat, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan: (1) pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk di puskesmas dan jaringannya; (2) peningkatan kesehatan masyarakat; serta (3) peningkatan kesehatan Ibu. Dalam semester II 2009, realisasi anggaran belanja Departemen Perhubungan diperkirakan mencapai Rp15.151,6 miliar, yang berarti menyerap 89,2 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp16.977,8 miliar, atau sekitar 79,0 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp19.176,6 miliar. Berdasarkan prognosis realisasi anggaran Departemen Perhubungan dalam semester II 2009 tersebut, dan memperhitungkan realisasi anggarannya dalam semester I tahun 2009 yang diperkirakan mencapai Rp3.463,2 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Perhubungan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp18.614,7 miliar. Jumlah ini berarti 109,6 persen dari pagu alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 97,1 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Alokasi anggaran belanja Departemen Perhubungan tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api, serta program pembangunan transportasi laut. Pada program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api, alokasi anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pembangunan double track dan double-double track, (2) peningkatan jalan dan prasarana kereta api; (3) peningkatan dan rehabilitasi sistem sinyal dan telekomunikasi, serta (4) pengembangan perkeretaapian. Sementara itu, pada program pembangunan transportasi laut, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan; (2) pembangunan dermaga laut; (3) pelayanan pelayaran perintis; serta (4) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran. Sementara itu, realisasi anggaran belanja Departemen Keuangan dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp9.776,2 miliar, atau 63,6 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009. Dengan prognosis realisasi anggaran dalam semester II tersebut, dan memperhitungkan perkiraan realisasi anggaran dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp4.674,3 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Keuangan dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp14.450,5 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 94,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Perkiraan realisasi anggaran belanja Departemen Keuangan dalam tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan penerimaan dan pengamanan keuangan negara, serta program peningkatan efektivitas pengeluaran negara. Alokasi anggaran pada program peningkatan penerimaan dan pengamanan keuangan negara digunakan untuk terutama membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pemantapan modernisasi administrasi perpajakan; (2) modernisasi administrasi kepabeanan dan cukai; (3) peningkatan sarana dan prasarana kepabeanan; dan (4) pengembangan sistem informasi kepabeanan dan cukai. Pada program peningkatan efektivitas pengeluaran negara, alokasi anggaran digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) pengelolaan dan pengendalian anggaran; (2) penyempurnaan dan pengembangan manajemen keuangan pemerintah; (3) penyelenggaraan dan peningkatan sistem informasi keuangan daerah; dan (4) pengkajian Laporan Semester I Tahun 2009
III-43
BAB III
Belanja Pemerintah Pusat
dan pengembangan sistem informasi. Selanjutnya, realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp5.889.8 miliar, yang berarti menyerap sekitar 72,1 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 66,8 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009 sebesar Rp8.820,8 miliar. Dengan prognosis realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam semester II tahun 2009 tersebut, dan dengan mempertimbangkan realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.310,6 miliar, maka realisasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp7.200,4 miliar. Jumlah ini berarti menyerap 88,1 persen dari pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2009, atau sekitar 81,6 persen dari alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian dalam dokumen stimulus fiskal APBN 2009. Alokasi anggaran belanja Departemen Pertanian tahun 2009 tersebut digunakan untuk melaksanakan program peningkatan kesejahteraan petani dan program peningkatan ketahanan pangan. Pada program peningkatan kesejahteraan petani, alokasi anggaran digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) penguatan kelembagaan ekonomi petani melalui PMUK dan LM3; (2) pembinaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian; dan (3) pemberdayaan petani, pelaku agribisnis, dan penyuluhan pertanian. Sementara itu, pada program peningkatan ketahanan pangan, alokasi anggaran digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan, antara lain: (1) penyediaan dan perbaikan insfrastruktur pertanian; (2) bantuan benih/bibit, sarana produksi pertanian, dan penguatan kelembagaan perbenihan; (3) pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), penyakit hewan, karantina, dan peningkatan keamanan pangan; dan (4) penelitian dan diseminasi inovasi pertanian. Pada Departemen Dalam Negeri, realisasi anggaran belanja dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp6.949,3 miliar, atau 79,9 persen dari pagu alokasi anggaran Departemen Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN 2009 dan dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Mengingat realisasi anggaran belanja Departemen dalam negeri dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.173,4 miliar, maka dengan perkembangan prognosis daya serap anggaran belanja Departemen Dalam Negeri dalam semester II 2009 tersebut, berarti realisasi anggaran belanja Departemen Dalam Negeri dalam keseluruhan tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp8.122,7 miliar, atau menyerap 93,3 persen dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dalam dokumen stimulus fiskal tahun 2009. Alokasi anggaran belanja Departemen Dalam Negeri dalam tahun 2009 tersebut digunakan antara lain untuk melaksanakan program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan, dan program pengembangan wilayah tertinggal. Pada program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan, alokasi anggaran digunakan antara lain untuk: (1) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM perdesaan dengan kecamatan; (2) peningkatan kapasitas Pemda dan masyarakat dalam pembangunan kawasan perdesaan; (3) pemantapan kelembagaan pemerintah desa dalam pengelolaan pembangunan. Sementara itu, alokasi anggaran pada program pengembangan wilayah tertinggal, digunakan antara lain untuk: (1) fasilitasi pembangunan wilayah tertinggal; (2) pengembangan kapasitas/kualitas SDM aparatur; serta (3) pembinaan/penyelenggaraan kerjasama internasional. Realisasi anggaran belanja K/L dalam semester I, dan prognosisnya dalam semester II, dan dalam keseluruhan tahun 2009 dapat diikuti dalam Tabel III.11. III-44
Laporan Semester I Tahun 2009
Belanja Pemerintah Pusat
BAB III
Tabel III.11 BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA 1) SEMESTER I dan PROGNOSA SEMESTER II TAHUN 2009 (miliar Rupiah)
KODE
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
1
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Dok. Stimulus
Real. Smt. I
% Thd Dok. Stim.
Prognosa Smt II
% Thd Dok. Stim
Perk. Real.
% Thd Dok. Stim.
337,7
54,3
16,1
262,0
77,6
316,3
93,7
1.948,4
477,9
24,5
1.274,3
65,4
1.752,2
89,9
4
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
1.725,5
492,4
28,5
1.094,6
63,4
1.587,0
5
MAHKAMAH AGUNG
5.473,1
2.010,5
36,7
3.067,0
56,0
5.077,5
92,8
6
KEJAKSAAN AGUNG
1.911,2
560,0
29,3
1.831,2
95,8
2.391,1
125,1
92,0
7
SEKRETARIAT NEGARA
1.532,9
301,5
19,7
942,7
61,5
1.244,2
81,2
10
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
8.702,2
1.173,4
13,5
6.949,4
79,9
8.122,8
93,3
11
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
5.221,0
1.169,0
22,4
2.943,5
56,4
4.112,5
78,8
12
DEPARTEMEN PERTAHANAN
33.667,6
17.520,0
52,0
15.341,1
45,6
32.861,1
97,6
13
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM
4.391,4
1.499,6
34,1
2.891,8
65,9
4.391,4
100,0
15
DEPARTEMEN KEUANGAN
15.369,6
4.674,3
30,4
9.776,2
63,6
14.450,5
94,0
18
DEPARTEMEN PERTANIAN
8.820,8
1.310,6
14,9
5.889,8
66,8
7.200,4
81,6
19
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN
1.763,0
349,1
19,8
1.354,8
76,8
1.704,0
96,7 102,0
20
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
22
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
7.245,1
638,2
8,8
6.750,7
93,2
7.388,8
19.176,6
3.463,2
18,1
15.151,6
79,0
18.614,8
97,1
23
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
62.098,3
18.187,9
29,3
42.121,2
67,8
60.309,0
97,1
24
DEPARTEMEN KESEHATAN
20.423,5
4.211,8
20,6
14.677,2
71,9
18.889,0
92,5
25
DEPARTEMEN AGAMA
26.656,6
7.848,7
29,4
17.204,8
64,5
25.053,4
94,0
26
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
3.128,1
476,2
15,2
2.473,5
79,1
2.949,7
94,3
27
DEPARTEMEN SOSIAL
3.427,2
1.029,8
30,0
2.240,3
65,4
3.270,1
95,4
29
DEPARTEMEN KEHUTANAN
2.616,9
552,6
21,1
1.640,8
62,7
2.193,4
83,8
32
3.547,6
785,8
22,2
2.316,6
65,3
3.102,4
87,5
33
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
41.588,7
9.408,3
22,6
29.648,6
71,3
39.056,9
93,9
34
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
207,4
62,5
30,1
124,5
60,0
187,0
90,1
129,1
26,1
20,2
63,6
49,2
89,7
69,5
99,3
25,2
25,4
40,0
40,3
65,2
65,7
1.118,2
258,9
23,2
934,1
83,5
1.193,0
106,7
35
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
36
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
40
DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA
176,4
79,6
45,1
52,2
29,6
42
KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI
424,4
105,8
24,9
312,3
73,6
418,1
98,5
43
41
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
376,4
133,2
35,4
216,2
57,4
349,4
92,8
44
KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
849,8
119,2
14,0
637,1
75,0
756,3
89,0
47
KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
117,0
43,7
37,3
62,7
53,6
106,3
90,9
48
KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
121,8
26,5
21,7
85,4
70,1
111,8
91,8
50
BADAN INTELIJEN NEGARA
982,9
327,3
33,3
655,6
66,7
982,9
100,0
51
LEMBAGA SANDI NEGARA
497,9
52
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
54
BADAN PUSAT STATISTIK
55
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BAPPENAS
56
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
57
PERPUSTAKAAN NASIONAL
59
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
60
KEPOLISIAN NEGARA
131,9
74,8
28,8
5,8
469,1
94,2
497,9
100,0
25,6
11,9
46,4
13,7
53,6
25,6
100,0
1.706,3
505,8
29,6
1.011,2
59,3
1.517,0
88,9
393,1
73,7
18,7
303,7
77,3
377,4
96,0
2.858,4
734,9
25,7
1.978,5
69,2
2.713,4
94,9
366,6
34,6
9,4
314,8
85,9
349,5
95,3
2.061,0
365,3
17,7
1.695,7
82,3
2.061,0
100,0
24.816,7
10.784,2
43,5
13.900,8
56,0
24.685,0
99,5
63
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
661,4
156,0
23,6
453,8
68,6
609,8
92,2
64
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
128,2
83,8
65,4
44,4
34,6
128,2
100,0 91,0
65
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
376,8
134,8
35,8
208,0
55,2
342,7
66
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
324,8
59,6
18,4
242,7
74,7
302,3
93,1
67
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
1.091,8
259,0
23,7
1.033,4
94,6
1.292,4
118,4
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
1.196,0
68
601,3
50,3
565,6
47,3
1.166,9
97,6
74
KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA
55,1
22,0
40,0
33,1
60,0
55,1
100,0
75
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
801,1
195,2
24,4
574,1
71,7
769,3
96,0
76
KOMISI PEMILIHAN UMUM
956,6
182,3
19,1
688,4
72,0
870,7
91,0
77
MAHKAMAH KONSTITUSI
193,2
37,3
19,3
122,8
63,6
160,1
82,9
78
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
105,3
93,0
113,2
11,2
9,9
94,1
79
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
478,6
197,0
41,2
274,4
57,3
471,4
80
BADAN TENAGA NUKLIR
382,0
145,4
38,1
216,9
56,8
83,1
362,3
94,8
81
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
523,0
145,5
27,8
361,0
69,0
506,5
96,8
82
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
206,2
81,4
39,5
119,7
58,1
201,1
97,5
83
BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL
359,5
70,4
19,6
275,9
76,8
346,4
96,3
98,5
84
BADAN STANDARISASI NASIONAL
74,1
15,7
21,2
52,4
70,6
68,0
91,8
85
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NASIONAL
55,6
16,3
29,3
35,2
63,4
51,6
92,7
29,3
128,0
66,0
86
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
193,9
56,9
184,8
95,3
87
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
115,0
30,3
26,4
81,4
70,7
111,7
97,1
88
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
360,1
102,8
28,6
231,2
64,2
334,0
92,8
89
BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
610,2
237,1
38,8
325,6
53,3
562,6
92,2
90
DEPARTEMEN PERDAGANGAN
1.637,4
266,8
16,3
1.204,3
73,5
1.471,0
89,8
91
KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT
1.364,2
231,2
16,9
1.115,6
81,8
1.346,8
98,7
92
KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA
858,1
255,4
29,8
551,2
64,2
806,6
94,0
93
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
315,2
96,7
30,7
197,9
62,8
294,6
93,5
95
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
462,2
106,7
23,1
283,6
61,4
390,3
84,4
100
KOMISI YUDISIAL RI
99,8
34,6
106,9
40,3
8,7
74,9
391,1
103
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA
147,5
21,7
23,5
86,2
86,4
107,9
50,8
104
BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI
262,5
42,8
8,3
201,9
136,9
244,7
41,1
105
BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO
1.147,7
75,3
3,7
516,7
196,8
592,0
21,3
333.652,4
95.914,6
28,7
221.074,5
66,3
JUMLAH
316.989,1
95,0
1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan adalah karena pembulatan Sumber : Departemen Keuangan
Laporan Semester I Tahun 2009
III-45
Transfer ke Daerah
Bab IV
BAB IV PERKEMBANGAN TRANSFER KE DAERAH SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009
4.1 Pendahuluan Pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal bertujuan untuk: (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) serta antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; (3) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (5) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; (6) mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; dan (7) mendukung kegiatan prioritas pembangunan nasional yang juga merupakan urusan daerah. Sementara itu, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan fiskal secara nasional, kebijakan alokasi anggaran transfer ke daerah, yang merupakan implementasi dari kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dalam tahun 2009, diarahkan untuk mendukung program/prioritas nasional, dengan tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sejalan dengan arah kebijakan alokasi anggaran transfer tersebut, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. PMK tersebut secara teknis telah mengatur periode waktu penyaluran, besaran setiap penyaluran, dan penatausahaan dokumen dalam penyaluran anggaran transfer ke daerah. Pengaturan mekanisme penyaluran anggaran transfer tersebut diharapkan akan memberikan kepastian terhadap cash flow APBD, sehingga daerah dapat segera mempercepat pelaksanaan APBD guna mendanai berbagai kegiatan yang terkait dengan pelayanan publik maupun pembangunan ekonomi daerah.
4.1.1 Perkembangan Realisasi Transfer ke Daerah dalam Semester I Tahun 2009 Realisasi transfer ke daerah hingga 29 Mei 2009 telah mencapai Rp113.539,9 miliar, yang berarti 35,4 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp320.691,0 miliar atau 37,5 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus 2009 sebesar Rp303.051,9 miliar. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran sebagaimana yang tertuang dalam PMK Nomor 21/PMK.07/2009, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka realisasi anggaran transfer ke daerah dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp139.419,2 miliar, yang
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-1
Transfer ke Daerah
Bab IV
Persen
Triliun rupiah
berarti mencapai 43,5 persen dari pagunya dalam APBN 2009, atau 46,0 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Dibandingkan dengan realisasi anggaran transfer ke daerah dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp116.755,2 miliar, perkiraan realisasi tersebut lebih tinggi Rp22.664,0 miliar. Perkiraan realisasi anggaran transfer yang relatif lebih tinggi tersebut selain disebabkan oleh lebih besarnya pagu anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2009, juga GRAFIK IV.1 terkait dengan adanya peraturan REALISASI TRANSFER KE DAERAH, 2005‐2009 Menteri Keuangan mengenai 350 48,0% 46,9% mekanisme penyaluran anggaran 320,7 300 46,0% transfer ke daerah yang dapat 292,4 250 diterbitkan secara lebih cepat. 43,5% 254,2 44,0% Perkiraan realisasi anggaran trans220,8 200 42,0% 41,3% 42,0% fer sebesar Rp139.419,2 miliar 150 39,9% 153,4 tersebut, 97,3 persen diantaranya 139,4 40,0% 100 116,8 merupakan penyaluran Dana 106,8 103,6 38,0% Perimbangan dan selebihnya 50 63,4 merupakan penyaluran Dana 0 36,0% Otonomi Khusus dan Penyesuaian. 2005 2006 2007 2008 2009 (APBN) Perkembangan realisasi transfer ke APBN‐P SEMESTER I % THD APBN‐P daerah semester I tahun 2005-2009 Catatan: Semester I Tahun 2009 menggunakan angka perkiraan realisasi. dapat dilihat pada Grafik IV.1.
4.1.1.1 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Realisasi dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp110.056,7 miliar, yang berarti mencapai 37,1 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp296.952,4 miliar atau 39,4 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus 2009 sebesar Rp279.313,3 miliar. Berdasarkan realisasi 29 Mei 2009 tersebut, dan GRAFIK IV.2 memperhitungkan kecenderungan PROPORSI DANA PERIMBANGAN, PERKIRAAN REALISASI pada tahun-tahun sebelumnya, SEMESTER I 2009 realisasi dana perimbangan dalam DAK semester I tahun 2009 diperkirakan DBH 5,5% 14,4% mencapai Rp135.598,8 miliar, yang berarti mencapai 45,7 persen dari pagunya dalam APBN 2009 atau DAU 48,5 persen dari pagunya dalam 80,1% dokumen stimulus fiskal 2009. Jika dibandingkan dengan realisasi dana perimbangan dalam periode yang sama tahun sebelumnya, perkiraan realisasi tersebut menunjukkan peningkatan pencapaian sebesar 4,9%. Peningkatan ini terkait dengan peningkatan pencapaian DAU. Dari perkiraan realisasi semester I tersebut, 80,1 persen merupakan realisasi DAU, 14,4 persen realisasi DBH, dan 5,5 persen realisasi DAK. Proporsi Dana Perimbangan semester I tahun 2009 dapat dilihat pada Grafik IV.2.
IV-2
Laporan Semester I Tahun 2009
Transfer ke Daerah
Bab IV
Dana Bagi Hasil
Persen
Triliun rupiah
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun Anggaran 2009, DBH meliputi: (1) DBH Pajak, yang terdiri atas (a) DBH PPh, (b) DBH PBB, (c) DBH BPHTB, dan (d) DBH Cukai Hasil Tembakau; serta (2) DBH sumber daya alam (SDA), yang terdiri atas (a) DBH SDA Minyak Bumi, (b) DBH SDA Gas Bumi, (c) DBH SDA Pertambangan Umum, (d) DBH SDA Kehutanan, (e) DBH SDA Perikanan, dan (f) DBH SDA Pertambangan Panas Bumi. Realisasi DBH sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp9.943,4 miliar, atau 11,6 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp85.718,7 miliar atau 14,6 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp68.079,6 miliar. Berdasarkan realisasi DBH sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran DBH ke masing-masing daerah yang berhak menerima sebagaimana diatur dalam PMK yang terkait dengan penetapan alokasi sementaranya, serta m e m p e r h i t u n g k a n GRAFIK IV.3 REALISASI DANA BAGI HASIL, 2005‐2009 kecenderungan yang terjadi 28,4% 90 30,0% dalam tahun-tahun 80 sebelumnya, maka DBH yang 22,7% 25,0% 22,5% 21,7% 70 akan direalisasikan dalam se60 20,0% mester I tahun 2009 14,4% 50 diperkirakan mencapai 15,0% 85,7 40 77,7 Rp19.470,0 miliar, yang berarti 62,7 30 10,0% 59,6 mencapai 22,7 persen dari 52,6 20 pagunya dalam APBN 2009 5,0% 19,47 17,5 16,9 10 atau 28,6 persen dari pagunya 11,4 9,0 0,0% 0 dalam dokumen stimulus fiskal 2005 2006 2007 2008 2009 2009. Perkembangan realisasi (APBN) DBH dalam semester I tahun APBN‐P SEMESTER I % THD APBN‐P 2005-2009 dapat dilihat pada Catatan: Semester I Tahun 2009 menggunakan angka perkiraan realisasi. Grafik IV.3. Berdasarkan PMK Nomor 160.2/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Tahun Anggaran 2009, penerimaan PPh yang dibagihasilkan ke daerah disalurkan secara triwulanan. Untuk triwulan I sampai dengan triwulan III, DBH PPh disalurkan masing-masing sebesar 20,0 persen dari jumlah alokasi sementara, sedangkan untuk triwulan IV disalurkan sebesar selisih antara alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan I sampai dengan triwulan III. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi DBH PPh (PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN) mencapai Rp2.017,8 miliar, yang berarti mencapai 20,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp10.089,2 miliar atau 21,2 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus 2009 sebesar Rp9.503,6 miliar. Berdasarkan realisasi DBH PPh sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran sebagaimana yang tertuang dalam PMK dimaksud, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka dalam semester I tahun 2009, realisasi penyaluran DBH PPh diperkirakan mencapai Rp4.035,7 miliar, atau 40,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009.
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-3
Bab IV
Transfer ke Daerah
Penyaluran DBH PBB dilakukan dengan mekanisme berbeda sesuai dengan jenis masingmasing dari DBH PBB, yang terdiri atas (1) bagian daerah; (2) biaya pemungutan; (3) bagian Pemerintah Pusat yang dibagikan merata kepada kabupaten/kota; dan (4) bagian Pemerintah Pusat sebagai insentif kabupaten/kota. Sesuai dengan PMK Nomor 23/PMK.07/2009 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Bagian Daerah Tahun Anggaran 2009, penyaluran DBH PBB bagian daerah dilakukan secara mingguan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan. Sedangkan DBH PBB bagian pemerintah pusat yang telah ditetapkan dalam PMK Nomor 160.3/PMK.07/2008 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Pajak Bumi dan Bangunan Bagian Pemerintah Pusat yang Dibagikan kepada Seluruh Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2009, penyalurannya dilaksanakan dalam tiga tahap berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 21/ PMK.07/2009. Tahapan penyaluran DBH PBB bagian Pemerintah Pusat yaitu, tahap I disalurkan pada bulan April, tahap II disalurkan pada bulan Agustus, dan tahap III disalurkan pada bulan November. Sementara penyaluran DBH PBB bagian Pemerintah Pusat yang diberikan sebagai insentif disalurkan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan pada tahap III bulan November. Sampai dengan 29 Mei 2009 realisasi penyaluran DBH PBB mencapai Rp1.402,6 miliar atau 5,1 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp27.446,8 miliar atau 6,2 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp22.688,3 miliar. Berdasarkan realisasi DBH PBB sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran sebagaimana yang tertuang dalam PMK dimaksud, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka realisasi penyaluran DBH PBB dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp3.314,2 miliar, atau 12,1 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Untuk DBH BPHTB, penyalurannya juga dilakukan dengan mekanisme yang berbeda untuk masing-masing jenisnya DBH BPHTB terdiri atas bagian daerah dan bagian Pemerintah Pusat yang dibagikan merata kepada kabupaten/kota. Alokasi DBH BPHTB bagian daerah sebagaimana telah ditetapkan dalam PMK Nomor 24/PMK.07/2009 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagian Daerah Tahun Anggaran 2009, penyalurannya dilakukan secara mingguan berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan. Sedangkan DBH BPHTB bagian Pemerintah Pusat yang alokasinya telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160.3/PMK.07/2009 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagian Pemerintah Pusat yang Dibagikan kepada Seluruh Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2009, penyalurannya dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap I pada bulan April, tahap II pada bulan Agustus, dan tahap III pada bulan November. Berdasarkan kedua PMK tersebut, realisasi penyaluran DBH BPHTB sampai dengan 29 Mei 2009 sebesar Rp1.595,6 miliar atau 22,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp7.253,6 miliar atau 23,9 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus 2009 sebesar Rp6.665,5 miliar. Berdasarkan realisasi DBH PBB sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran sebagaimana yang tertuang dalam PMK dimaksud, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka realisasi penyaluran DBH BPHTB dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp1.813,4 miliar, atau 25,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Sementara itu, alokasi DBH Cukai yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.07/2009 tentang Alokasi Sementara DBH Cukai Hasil Tembakau TA 2009, penyalurannya dilaksanakan secara triwulanan mengacu kepada ketentuan dalam PMK IV-4
Laporan Semester I Tahun 2009
Transfer ke Daerah
Bab IV
Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi DBH Cukai Hasil Tembakau mencapai Rp15,8 miliar, atau 1,6 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp964,8 miliar atau 1,5 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp1.062,2 miliar. Berdasarkan realisasi DBH Cukai Hasil Tembakau sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran DBH Cukai Hasil Tembakau, maka dalam semester I tahun 2009, realisasi DBH Cukai Hasil Tembakau diperkirakan mencapai Rp482,4 miliar, atau 50,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Apabila dilihat dari jenis DBH pajak per daerah (tidak termasuk DBH PBB dan BPHTB bagian daerah), realisasi DBH pajak dalam semester I tahun 2009 yang diperkirakan mencapai Rp5.350,7 miliar, terdiri dari perkiraan realisasi DBH pajak bagi Provinsi sebesar Rp2.957,6 miliar dan perkiraan realisasi DBH pajak bagi Kabupaten/Kota sebesar Rp2.393,1 miliar. Rincian lebih lengkap dapat diikuti dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4. Perkiraan alokasi DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi tahun 2009 ditetapkan dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas PMK Nomor 17/PMK.07/2009 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2009, dan PMK Nomor 51/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas PMK Nomor 15/PMK.07/2009 tentang Perkiraan Alokasi DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat TA 2009, serta PMK Nomor 52/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas PMK Nomor 16/PMK.07/2009 tentang Perkiraan Alokasi Tambahan DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam TA 2009. Penyaluran DBH SDA tersebut dilaksanakan secara triwulanan mengacu kepada ketentuan dalam PMK Nomor 21/PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. Pada triwulan I dan II, penyaluran dilakukan sebesar 20,0 persen dari pagu PMK-nya. Selanjutnya, penyaluran triwulan III didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan DBH SDA sampai dengan triwulan III dengan realisasi penyaluran triwulan I dan triwulan II. Demikian pula, penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan DBH SDA sampai dengan triwulan IV dengan realisasi penyaluran triwulan I, triwulan II, dan triwulan III. Berdasarkan peraturan tersebut, realisasi DBH SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi sampai dengan 29 Mei 2009 masing-masing mencapai Rp1.872,6 miliar atau 9,8 persen dan Rp1.319,2 miliar atau 10,8 persen terhadap pagunya dalam APBN 2009, atau masing-masing 18,7 persen dan 14,2 persen terhadap pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyalurannya, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka dalam semester I tahun 2009, penyaluran DBH Minyak Bumi dan Gas Bumi masing-masing diperkirakan mencapai Rp3.744,7 miliar dan Rp2.638,4 miliar, atau masing-masing 19,6 persen dan 21,6 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Seperti halnya penyaluran DBH SDA migas, penyaluran DBH SDA pertambangan umum, SDA kehutanan, dan SDA perikanan juga dilaksanakan secara triwulanan, yaitu triwulan I dan II sebesar 20 persen dari pagu alokasi, dan sisanya yaitu pada triwulan III dan IV penyalurannya dilakukan berdasarkan realisasi penerimaannya. Alokasi DBH SDA pertambangan umum telah ditetapkan dalam PMK Nomor 208/PMK.07/2008 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Tahun
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-5
Bab IV
Transfer ke Daerah
Anggaran 2009. Alokasi DBH kehutanan dan DBH perikanan telah ditetapkan dalam PMK Nomor 195/PMK.07/2008 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2009 dan PMK Nomor 194/PMK.07/2008 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perikanan Tahun Anggaran 2009. Sampai dengan 29 Mei 2009, DBH SDA pertambangan umum yang telah disalurkan mencapai Rp1.398,2 miliar, yang berarti 20,0 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp6.978,8 miliar. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyalurannya, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, realisasi DBH SDA pertambangan umum dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp2.791,5 miliar, atau 40,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Sementara itu, sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi DBH SDA kehutanan mencapai Rp297,6 miliar, yang berarti 19,8 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus 2009 yaitu sebesar Rp1.505,8 miliar. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyalurannya, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, realisasi penyaluran DBH SDA kehutanan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp602,3 miliar, atau 40,0 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Sama halnya dengan realisasi penyaluran DBH SDA pertambangan umum dan kehutanan, penyaluran DBH SDA perikanan sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp24,0 miliar, yang berarti 20,0 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp120,0 miliar. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyalurannya, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, penyaluran DBH SDA perikanan dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp47,4 miliar, atau 39,5 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Apabila dilihat dari jenis DBH SDA per daerah, realisasi DBH SDA dalam semester I tahun 2009 yang diperkirakan mencapai Rp9.824,9 miliar tersebut, terdiri atas realisasi DBH bagi Provinsi sebesar Rp2.248.998,6 miliar, dan DBH SDA bagi Kabupaten/Kota sebesar Rp7.575,4 miliar. Realisasi DBH SDA bagi provinsi dan kabupaten/kota tersebut, sekitar 88 persen disalurkan di luar Jawa, khususnya pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. Penyaluran DBH SDA per daerah secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Dana Alokasi Umum Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi dana alokasi umum (DAU) mencapai Rp93.140,8 miliar, yang berarti 50,0 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dalam dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp186.414,1 miliar. Berdasarkan realisasi sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyalurannya, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka realisasi DAU sampai dengan akhir Juni 2009 diperkirakan mencapai Rp108.642,2 miliar, atau 58,3 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009. Realisasi penyaluran DAU yang diperkirakan melebihi 50 persen dari pagunya tersebut dihitung sesuai dengan ketentuan dalam PMK Nomor 21/PMK.07/2009. Setiap bulan, DAU IV-6
Laporan Semester I Tahun 2009
Transfer ke Daerah
Bab IV
Persen
Triliun Rupiah
disalurkan ke daerah masingGRAFIK IV.4 REALISASI DANA ALOKASI UMUM, 2005‐2009 masing sebesar seperduabelas dari 60,0% 200 alokasinya dan dilakukan satu hari 58,3% 58,1% 57,9% 57,7% 180 kerja sebelum bulan berikutnya. 186,4 58,0% 179,5 Kemudian, guna mempercepat 160 164,8 56,0% pelaksanaan APBD, sesuai dengan 140 145,7 54,0% PMK Nomor 46/PMK.07/2006 120 tentang Tata Cara Penyampaian 100 52,0% 50,0% Informasi Keuangan Daerah, telah 80 88,8 50,0% dilakukan penundaan penyaluran 60 108,6 48,0% 25 persen dari DAU untuk bulan 95,4 89,7 84,7 40 Mei dan Juni 2009 kepada tiga 51,2 46,0% 20 kabupaten yang belum 0 44,0% menyampaikan Perda tentang 2005 2006 2007 2008 2009 APBD Tahun 2009. Tiga kabupaten APBN‐P Semester I % thd APBN‐P tersebut adalah Kabupaten Nias sebesar Rp8,3 miliar, Kabupaten Catatan: Semester I Tahun 2009 menggunakan angka perkiraan realisasi. Blora Rp10,1 miliar, dan Kabupaten Merauke Rp14,6 miliar. Perkembangan realisasi DAU dalam semester I tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Grafik IV.4. Perkiraan realisasi DAU dalam semester I tahun 2009 sebesar Rp108.642,2 miliar tersebut terdiri atas DAU Provinsi Rp10.874,2 miliar dan DAU Kabupaten/Kota Rp97.768,0 miliar, atau masing-masing mencapai 58,3 persen dari pagunya dalam APBN. Adapun daerah provinsi yang diperkirakan akan menerima DAU cukup besar dalam semester I tahun 2009, antara lain adalah Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp443,9 miliar, Provinsi Jawa Barat sebesar Rp570,0 miliar, Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp659,6 miliar, Provinsi Jawa Timur sebesar Rp652,4 miliar, dan Provinsi Papua sebesar Rp617,3 miliar. Penyaluran DAU per daerah provinsi secara rincian dapat dilihat dalam Lampiran 7. Sementara itu, daerah kabupaten/kota yang diperkirakan akan menerima DAU cukup besar dalam semester I tahun 2009, antara lain adalah Kabupaten Bandung sebesar Rp630,1 miliar, Kabupaten Bogor sebesar Rp648,6 miliar, Kabupaten Garut sebesar Rp590,3 miliar, Kota Bandung sebesar Rp577,0 miliar, dan Kabupaten Malang sebesar Rp559,4 miliar. Rincian penyaluran DAU untuk kabupaten/kota dapat dilihat dalam Lampiran 8.
Dana Alokasi Khusus Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi DAK mencapai Rp6.972,5 miliar, yang berarti 28,1 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp24.819,6 miliar. Berdasarkan realisasi DAK sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan tentang penyaluran DAK, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka realisasi penyaluran DAK dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp7.486,6 miliar, atau 30,2 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009.
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-7
Transfer ke Daerah
Bab IV
Persen
Triliun rupiah
Perkiraan realisasi tersebut berasal dari penyaluran DAK tahap I sebesar Rp7.381,8 miliar (29,7%) dan tahap II sebesar Rp104,8 miliar (0,4%). Sebagaimana telah diatur dalam PMK Nomor 21/PMK.07/2009, penyaluran DAK pada tahap I adalah sebesar 30% dari pagu alokasi, yang pelaksanaannya dilakukan GRAFIK IV.5 paling cepat pada bulan Februari REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS, 2005‐2009 bagi daerah-daerah yang sudah 30 35,0% menyampaikan Perda mengenai 30,2% 30,2% 30,0% APBD dan Laporan Penyerapan 25 DAK Tahun 2008. Perkembangan 25,0% 20 realisasi DAK dalam semester I 20,0% tahun 2005-2009 dapat dilihat 15 15,0% 12,3% 12,1% 24,8 pada Grafik IV.5. 10
8,3%
21,2
10,0% 17,1 Perkiraan realisasi DAK dalam 11,6 5 5,0% semester I tahun 2009 tersebut 4,8 0,4 1,4 2,1 6,4 7,5 terdiri atas realisasi DAK provinsi 0 0,0% Rp432,1 miliar dan DAK 2005 2006 2007 2008 2009 (APBN) kabupaten/kota Rp7.054,5 miliar, APBN‐P SEMESTER I % THD APBN‐P atau masing-masing mencapai 29,5 persen dan 28,4 persen dari Catatan: Semester I Tahun 2009 menggunakan angka perkiraan realisasi. pagunya dalam APBN 2009. Daerah provinsi yang menerima transfer DAK cukup besar dalam semester I tahun 2009 tersebut, antara lain Provinsi Bengkulu Rp39,9 miliar, Provinsi Maluku Rp20,5 miliar, Provinsi Maluku Utara Rp25,1 miliar, Provinsi Papua Rp24,4 miliar, dan Provinsi Papua Barat Rp20,6 miliar. Realisasi DAK per provinsi dapat dapat dilihat pada Lampiran 9. Sementara itu untuk daerah kabupaten/kota yang menerima transfer DAK cukup besar dalam semester I tahun 2008, antara lain adalah Kabupaten Serdang Bedagai Rp56,4 miliar, Kabupaten Ciamis Rp31,2 miliar, Kabupaten Garut Rp30,6 miliar, Kabupaten Sukabumi Rp31,5 miliar, dan Kabupaten Sangihe Rp31,4 miliar. Rincian penyaluran DAK kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.1.1.2 Perkembangan Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi dana Otsus dan penyesuaian mencapai Rp3.483,2 miliar, yang berarti 14,7 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp23.738,6 miliar. Berdasarkan realisasi dana Otsus dan penyesuaian sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran dana Otsus dan Penyesuaian, serta memperhitungkan kecenderungan yang terjadi tahuntahun sebelumnya, maka realisasi dana Otsus dan penyesuaian dalam semester I pelaksanaan APBN tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp3.820,5 miliar, atau 16,1 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009. Pencapaian realisasi dana Otsus dan penyesuaian tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian realisasi dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3.142,0 miliar, atau 22,5 persen dari pagunya dalam APBN-P 2008 sebesar Rp13.986,7 miliar. Hal ini antara lain disebabkan belum direalisasikan dana Otsus tahap II dan dana tambahan DAU untuk Guru
IV-8
Laporan Semester I Tahun 2009
Transfer ke Daerah
Bab IV
PNSD. Perkembangan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian semester I tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Grafik IV.6. GRAFIK IV.6 REALISASI DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN, 2005‐2009 25,0%
25,0 22,1% 23,7
20,0%
20,0 14,6%
15,0%
15,0 14,0
10,0%
10,0
5,0
Persen
Triliun rupiah
16,0%
9,6
5,6% 7,2
5,0%
3,1% 4,1 0,4
0,6
0,3
3,1
3,8 0,0%
‐ 2005
2006 APBN‐P
2007 SEMESTER I
2008
2009 (APBN)
% THD APBN‐P
Catatan: Semester I Tahun 2009 menggunakan angka perkiraan realisasi.
Dana Otonomi Khusus Penyaluran dana otonomi khusus, yang terdiri dari (i) dana Otsus Papua; (ii) dana Otsus Aceh; serta (iii) dana tambahan Otsus Infrastruktur Papua tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Sesuai dengan PMK Nomor 21/PMK.07/2009 penyaluran dana Otsus dilaksanakan secara bertahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 15 persen, tahap II pada bulan Juni sebesar 30 persen, tahap III pada bulan September sebesar 40 persen, serta tahap IV pada bulan November sebesar 15 persen. Selanjutnya, untuk pencairan dana otonomi khusus Aceh selain menunggu pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri, juga didasarkan pada Qanun yang mengatur tentang penggunaan dana otonomi khusus Aceh. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi dana Otsus mencapai Rp1.328,5 miliar, yang berarti 15,0 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp8.856,6 miliar. Berdasarkan realisasi dana Otsus sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, realisasi dana otonomi khusus dalam semester I tahun 2009 diperkirakan tidak mengalami perubahan atau sama dengan realisasinya sampai dengan 29 Mei 2009. Hal ini karena penyaluran dana Otsus tersebut baru merupakan penyaluran tahap I, sedangkan tahap II belum dapat disalurkan pada bulan Juni 2009 sehubungan dengan provinsi penerima dana Otsus belum menyampaikan laporan penyerapan dana Otsus Triwulan I 2009. Dengan demikian, penyaluran dana Otsus tahap II tersebut diperkirakan baru dapat dilaksanakan pada bulan Juli 2009. Penyaluran dana otonomi khusus dapat dilihat dalam Lampiran 11.
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-9
Bab IV
Transfer ke Daerah
Dana Penyesuaian Dana penyesuaian dalam tahun 2009 terdiri atas (1) dana penguatan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah (DPDF-PPD) termasuk dana tambahan DAU Tahun 2008 untuk Kabupaten Manokwari, (2) dana tambahan DAU untuk guru PNSD, (3) kurang bayar dana penyesuaian infrastruktur jalan dan lainnya (DPIL) Tahun 2007, dan (4) kurang bayar DAK Tahun 2007. Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi dana penyesuaian mencapai Rp2.154,7 miliar, yang berarti 14,5 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp14.882,0 miliar. Berdasarkan realisasi dana penyesuaian sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyaluran dana penyesuaian, maka realisasi dana penyesuaian dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp2.492,0 miliar, atau 16,7 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Sementara itu, sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi DPDF-PPD mencapai Rp1.916,2 miliar atau 27,4 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp7.000,0 miliar. Berdasarkan realisasi DPDF-PPD sampai dengan 29 Mei 2009 tersebut, dan memperhatikan ketentuan penyalurannya, maka realisasi penyaluran DPDF-PPD dalam semester I tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp2.253,4 miliar, atau 32,2 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Realisasi penyaluran tersebut berasal dari penyaluran DPDF-PPD tahap I Rp2.130,2 (30,4 persen) dan tahap II Rp123,2 miliar (1,8 persen). Sebagaimana telah diatur dalam PMK Nomor 41/PMK.07/2009 dan PMK Nomor 42/PMK.07/2009, penyaluran DPDF-PPD dilakukan dalam tiga tahap, yaitu untuk tahap I sebesar 30 persen, tahap II sebesar 45 persen, dan tahap III sebesar 25 persen. Selanjutnya, realisasi penyaluran kurang bayar DPIL 2007 dan kurang bayar DAK 2007 dalam semester I tahun 2009 masing-masing diperkirakan mencapai Rp41,4 miliar dan Rp197,1 miliar, yang berarti sama dengan realisasi kurang bayar DPIL 2007 dan kurang bayar DAK 2007 sampai dengan 29 Mei 2009. Dengan demikian perkiraan realisasi tersebut masing-masing mencapai 42,8 persen dari pagu kurang bayar DPIL 2007 dalam APBN 2009 sebesar Rp96,7 miliar dan 66,8 persen dari pagu kurang bayar DAK 2007 dalam APBN 2009 sebesar Rp295,3 miliar. Apabila dilihat menurut daerah, realisasi dana penyesuaian dalam semester I tahun 2009 yang diperkirakan mencapai Rp2.492,0 miliar tersebut terdiri atas perkiraan realisasi dana penyesuaian untuk provinsi Rp169,7 miliar dan untuk kabupaten/kota Rp2.322,2 miliar. Perkiraan realisasi dana penyesuaian bagi provinsi yang mencapai jumlah cukup besar adalah Provinsi Kalimantan Barat Rp18,0 miliar, Provinsi Kalimantan Tengah Rp18,0 miliar, Provinsi Kalimantan Selatan Rp45,0 miliar, Provinsi Sulawesi Selatan Rp18,0 miliar, dan Provinsi Maluku Rp17,7 miliar. Sementara itu, perkiraan realisasi dana penyesuaian bagi kabupaten/ kota kota yang mencapai jumlah yang cukup besar adalah Kabupaten Kepahiang Rp35,9 miliar, Kabupaten Wakatobi Rp39,6 miliar, Kabupaten Maluku Tengah Rp38,1 miliar, Kabupaten Kepulauan Sula Rp40,6 miliar, dan Kabupaten Manokwari Rp59,4 miliar. Penyaluran dana penyesuaian per propinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat dalam Lampiran 11 dan Lampiran 12.
IV-10
Laporan Semester I Tahun 2009
Transfer ke Daerah
Bab IV
TABEL IV.1 TRANSFER KE DAERAH, 2008 - 2009 (miliar rupiah) 2008
I. DANA PERIMBANGAN A. DANA BAGI HASIL 1. Pajak a. Pajak Penghasilan i. Pasal 21 ii. Pasal 25/29 OP b. Pajak Bumi dan Bangunan c. BPHTB
% thd APBN-P
Semester I
% thd APBN-P
APBN Dok. Stimulus
APBN
% thd APBN Dok. Stimulus
% thd APBN
Perkiraan Realisasi Smt I
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
APBN-P
30 Mei
278.436,1
95.356,8
34,2
113.613,2
40,8
296.952,4
279.313,3
110.056,7
37,1
39,4
135.598,8
45,7
48,5
77.726,8
14.253,8
18,3
17.494,5
22,5
85.718,7
68.079,6
9.943,4
11,6
14,6
19.470,0
22,7
28,6
35.926,2
8.342,9
23,2
11.583,6
32,2
45.754,4
39.919,5
5.031,8
11,0
12,6
9.645,6
21,1
24,2
8.491,3
1.698,2
20,0
1.698,2
20,0
10.089,2
9.503,6
2.017,8
20,0
21,2
4.035,7
40,0
42,5
7.900,3
1.580,0
20,0
1.580,0
20,0
9.387,0
8.842,2
1.877,4
20,0
21,2
3.754,8
40,0
42,5
591,0
118,2
20,0
118,2
20,0
702,2
661,4
140,4
20,0
21,2
280,9
40,0
42,5
22.001,9
4.991,2
22,7
7.892,2
35,9
27.446,8
22.688,3
1.402,6
5,1
6,2
3.314,2
12,1
14,6
5.433,0
1.653,5
30,4
1.993,2
36,7
7.253,6
6.665,5
1.595,6
22,0
23,9
1.813,4
25,0
27,2
-
-
-
-
-
964,8
1.062,2
15,8
1,6
1,5
482,4
50,0
45,4
d. Cukai 2. Sumber Daya Alam
2009
29 Mei
41.800,6
5.910,9
14,1
5.910,9
14,1
39.964,3
28.160,1
4.911,5
12,3
17,4
9.824,3
24,6
34,9
a. Minyak Bumi
22.235,3
2.573,2
11,6
2.573,2
11,6
19.152,5
10.027,1
1.872,6
9,8
18,7
3.744,7
19,6
37,3
b. Gas Alam
11.363,5
2.114,8
18,6
2.114,8
18,6
12.207,3
9.272,5
1.319,2
10,8
14,2
2.638,4
21,6
28,5
c. Pertambangan Umum
6.330,5
848,6
13,4
848,6
13,4
6.978,8
6.978,8
1.398,2
20,0
20,0
2.791,5
40,0
40,0
d. Kehutanan
1.711,3
342,3
20,0
342,3
20,0
1.505,8
1.505,8
297,6
19,8
19,8
602,3
40,0
40,0
160,0
32,0
20,0
32,0
20,0
120,0
120,0
24,0
20,0
20,0
47,4
39,5
39,5
-
-
-
-
-
-
256,0
-
-
-
-
-
-
179.507,1
74.772,5
41,7
89.730,4
50,0
186.414,1
186.414,1
93.140,8
50,0
50,0
108.642,2
58,3
58,3
21.202,1
6.330,5
29,9
6.388,4
30,1
24.819,6
24.819,6
6.972,5
28,1
28,1
7.486,6
30,2
30,2
13.986,7
1.255,9
9,0
3.142,0
22,5
23.738,6
23.738,6
3.483,2
14,7
14,7
3.820,5
16,1
16,1
A. DANA OTONOMI KHUSUS
7.510,3
588,0
7,8
588,0
7,8
8.856,6
8.856,6
1.328,5
15,0
15,0
1.328,5
15,0
15,0
B. DANA PENYESUAIAN
6.476,4
667,8
10,3
2.554,0
39,4 -
14.882,0
14.882,0
2.154,7
14,5
14,5
2.492,0
16,7
16,7
292.422,8
96.612,7
33,0
116.755,2
39,9
320.691,0
303.051,9
113.539,9
35,4
37,5
139.419,2
43,5
46,0
e. Perikanan f. Pertambangan Panas Bumi B. DANA ALOKASI UMUM C. DANA ALOKASI KHUSUS II. DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN
J U M L A H
4.1.2 Prognosis Transfer ke Daerah dalam Semester II Tahun 2009 Realisasi transfer ke daerah dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp170.153,0 miliar, yang berarti 53,1 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp320.691,0 miliar atau 56,2 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp303.051,9 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi transfer ke daerah semester I, dan semester II tahun 2009 tersebut, maka secara keseluruhan, realisasi transfer ke daerah dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp309.572,2 miliar. Jumlah tersebut berarti 3,5 persen lebih rendah dari pagunya dalam APBN 2009. Lebih rendahnya perkiraan realisasi transfer ke daerah tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan realisasi dana perimbangan, sementara realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian diperkirakan sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2009. Namun, jika dibandingkan dengan pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009, perkiraan realisasi transfer ke daerah dalam tahun 2009 tersebut mengalami peningkatan sekitar 2,2 persen.
4.1.2.1 Prognosis Dana Perimbangan Dalam semester II tahun 2009, realisasi dana perimbangan diperkirakan mencapai Rp149.718,4 miliar, yang berarti 50,4 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-11
Transfer ke Daerah
Bab IV
Rp296.952,4 miliar atau 53,6 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp279.313,2 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi dana perimbangan semester I dan semester II tahun 2009 tersebut, maka secara keseluruhan, realisasi dana perimbangan dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp285.317,1 miliar. Jumlah tersebut berarti 3,9 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2009. Lebih rendahnya perkiraan realisasi dana perimbangan tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH, sedangkan realisasi DAU dan DAK diperkirakan sama dengan pagunya dalam APBN 2009. Namun, jika dibandingkan dengan pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp279.313,2 miliar, perkiraan realisasi dana perimbangan dalam tahun 2009 tersebut mengalami peningkatan sekitar 2,1 persen.
Dana Bagi Hasil (DBH) Realisasi dana bagi hasil dalam semeter II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp54.613,5 miliar, atau 63,7 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp85.718,7 miliar atau 80,2 persen dari pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp68.079,5. Berdasarkan perkiraan realisasi DBH semester I dan semester II tahun 2009 tersebut, realisasi DBH secara keseluruhan dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp74.083,5 miliar, yang berarti 13,6 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2009. Lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH tersebut sejalan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaannya. Perkiraan realisasi DBH tersebut terdiri dari perkiraan realisasi DBH pajak dan perkiraan realisasi DBH sumber daya alam. Namun, jika dibandingkan dengan pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp68.079,5 miliar, perkiraan realisasi DBH dalam tahun 2009 tersebut mengalami peningkatan sekitar 8,8 persen.
DBH Pajak Dalam semester II tahun 2009, DBH pajak diperkirakan mencapai Rp28.917,7 miliar, atau 63,2 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp45.754,4 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi DBH pajak semester I dan semester II tahun 2009 tersebut, maka realisasi DBH pajak secara keseluruhan dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp38.563,4 miliar, yang berarti 15,7 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan pagunya dalam APBN 2009 atau 3,4 persen jika dibandingkan dengan pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp39.919,4 miliar. Perkiraan realisasi DBH pajak dalam tahun 2009 tersebut telah memperhitungkan kurang bayar DBH PPh sebesar Rp3,8 miliar dan kurang bayar DBH PBB 2006 – 2008 sebesar Rp122,8 miliar. Perkiraan realisasi DBH pajak dalam tahun 2009 tersebut terdiri atas: a. Perkiraan realisasi DBH PPh sebesar Rp8.207,4 miliar; b. Perkiraan realisasi DBH PBB sebesar Rp22.811,0 miliar; c. Perkiraan realisasi DBH BPHTB sebesar Rp6.480,0 miliar; dan d. Perkiraan realisasi DBH Cukai Hasil Tembakau Rp1.065,1 miliar.
IV-12
Laporan Semester I Tahun 2009
Transfer ke Daerah
Bab IV
DBH Sumber Daya Alam Dalam semester II tahun 2009, DBH SDA diperkirakan mencapai Rp25.695,8 miliar, atau 64,3 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2009 sebesar Rp39.964,3 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi DBH SDA semester I dan semester II tahun 2009 tersebut, maka realisasi DBH SDA secara keseluruhan dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp35.520,1 miliar, yang berarti 11,1 persen lebih rendah dari pagunya dalam APBN 2009. Namun, jika dibandingkan dengan pagunya dalam dokumen stimulus fiskal 2009 sebesar Rp28.160,1 miliar, perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2009 tersebut lebih tinggi sekitar 26,1 persen. Perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2009 tersebut telah memperhitungkan kurang bayar DBH SDA migas tahun 2008 sebesar Rp2.000,0 miliar, kurang bayar DBH SDA pertambangan umum tahun 2008 sebesar Rp221,5 miliar, serta kurang bayar DBH SDA pertambangan panas bumi 2006 – 2008 yang belum disalurkan sebesar Rp753,1 miliar. Perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2009 tersebut terdiri atas: a.
Perkiraan realisasi DBH SDA migas sebesar Rp26.390,1 miliar, yang meliputi: (1) Perkiraan realisasi DBH SDA minyak bumi sebesar Rp13.640,1 miliar; (2) Perkiraan realisasi DBH SDA gas bumi sebesar Rp10.750,0 miliar; dan (3) Kurang bayar DBH SDA migas sebesar Rp2.000,0 miliar.
b.
Perkiraan realisasi DBH SDA nonmigas sebesar Rp9.130,1 miliar, yang meliputi: (1) Perkiraan realisasi DBH SDA pertambangan umum sebesar Rp7.200,3 miliar; (2) Perkiraan realisasi DBH SDA kehutanan sebesar Rp800,7 miliar; (3) Perkiraan realisasi DBH SDA perikanan sebesar Rp120,0 miliar; dan (4) Perkiraan realisasi DBH SDA pertambangan panas bumi sebesar Rp1.009,1 miliar.
Dana Alokasi Umum (DAU) Sebagaimana telah diatur dalam PMK Nomor 21/PMK.07/2009, bahwa mekanisme penyaluran DAU ke daerah dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar seperduabelas dari alokasi DAU masing-masing daerah yang telah ditetapkan dalam APBN. Terkait dengan hal tersebut, dan berdasarkan perkiraan realisasi DAU dalam semester I tahun 2009, maka realisasi DAU dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp77.771,9 miliar atau 41,7 persen dari pagunya dalam APBN 2009. Dengan demikian, secara keseluruhan tahun 2009, realisasi DAU diperkirakan akan sama dengan pagu DAU yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2008 sebesar Rp186.414,1 miliar.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Realisasi DAK dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp17.333,0 miliar, atau 69,8 persen dari pagunya dalam APBN 2009 sebesar Rp24.819,6 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi DAK semester I dan semester II tahun 2009 tersebut, maka realisasi DAK secara keseluruhan tahun 2009, diperkirakan mencapai Rp24.819,6 miliar, yang berarti sama dengan pagunya dalam APBN 2009 dan dokumen stimulus fiskal 2009.
Laporan Semester I Tahun 2009
IV-13
Bab IV
Transfer ke Daerah
4.1.2.2 Prognosis Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dalam semester II tahun 2009, realisasi dana otonomi khusus (Otsus) dan penyesuaian diperkirakan mencapai Rp20.434,6 miliar, yang berarti 86,1 persen baik dari pagunya dalam APBN 2009 maupun dokumen stimulus fiskal 2009 yaitu sebesar Rp23.738,6 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi dana Otsus dan penyesuaian semester I dan semester II tahun 2009 tersebut, maka realisasi dana Otsus dan penyesuaian dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp24.255,1 miliar, atau 2,2 persen lebih tinggi dari pagunya dalam APBN tahun 2009 dan dokumen stimulus fiskal 2009. Lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian tersebut karena menampung amanat Penjelasan Pasal 18 Ayat (2) angka 3 yang menyebutkan terdapat kekurangan dana tambahan otonomi khusus infrastruktur Provinsi Papua tahun anggaran 2008 sebesar Rp670,0 miliar. Perkiraan realisasi dana Otsus dan penyesuaian tersebut terdiri atas: (1) dana Otsus sebesar Rp9.526,6 miliar, yang meliputi dana Otsus Papua dan Papua Barat sebesar Rp3.728,3 miliar (terdiri atas dana Otsus Papua sebesar Rp2.609,8 miliar dan dana Otsus Papua Barat sebesar Rp1.118,5 miliar), dan dana Otsus Aceh sebesar Rp3.728,3 miliar, serta dana tambahan Otsus infrastruktur Papua dan Papua Barat sebesar Rp2.070 miliar; dan (2) dana penyesuaian Rp14.728,5 miliar, yang meliputi Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah sebesar Rp7.000,0 miliar, dana tambahan DAU untuk guru PNSD sebesar Rp7.490,0 miliar, kurang bayar Dana Prasarana Infrastruktur Lainnya tahun 2007 sebesar Rp41,4 miliar, dan kurang bayar DAK tahun 2007 sebesar Rp197,1 miliar.
IV-14
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
BAB V PERKEMBANGAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009 5.1 Pendahuluan Kondisi perekonomian dunia sepanjang tahun 2008 cenderung menunjukkan adanya perlambatan ekonomi yang cukup signifikan. Kondisi krisis ini terus berlanjut pada saat memasuki tahun 2009, bahkan telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara di dunia memasuki masa resesi. Walaupun kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2008 masih relatif cukup terkendali sebagaimana terlihat pada indikator makro ekonomi yang ada, namun kondisi krisis tersebut tetap memberikan dampak yang cukup signifikan antara lain menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan menyebabkan terjadinya kekeringan likuiditas di pasar keuangan domestik. Sedangkan terkait dengan pelaksanaan kebijakan fiskal, realisasi APBN tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Realisasi penerimaan negara lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan dan realisasi belanja negara lebih rendah dari target yang ditetapkan. Hal ini menyebabkan realisasi defisit anggaran menurun tajam menjadi hanya sebesar 0,1 persen PDB, jauh lebih rendah dari target APBN Perubahan tahun 2008 sebesar 2,1 persen PDB. Sebagai konsekuensi dari penurunan defisit tersebut dan mempertimbangkan kondisi keringnya likuiditas di pasar keuangan, target pembiayaan utang juga dilakukan penyesuaian menjadi lebih rendah dari target semula. Namun karena realisasi defisit masih lebih rendah dari realisasi pembiayaan maka menyebabkan adanya sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) pada tahun anggaran 2008. Selanjutnya, kondisi perekonomian global yang belum membaik pada awal tahun 2009 kembali berdampak pada situasi perekonomian domestik sehingga pemerintah perlu melakukan penyesuaian kebijakan fiskalnya melalui pemberian stimulus fiskal agar stabilitas perekonomian dalam negeri tetap terjaga. Penyesuaian tersebut mengakibatkan seluruh komponen dalam APBN mengalami perubahan untuk mengakomodir kebutuhan dari sisi belanja dan pengeluaran pembiayaan, sekaligus menyeimbangkan dengan kemampuan pendapatan negara serta penerimaan pembiayaan. Sebagai bagian dari keseluruhan kebijakan fiskal, perubahan tersebut berimbas pada struktur pembiayaan anggaran terutama berupa peningkatan defisit yaitu dari semula 1,0 persen terhadap PDB pada APBN 2009 menjadi 2,5 persen terhadap PDB pada Dokumen Stimulus 2009. Peningkatan defisit tersebut terutama akan dibiayai dari tambahan pembiayaan utang dan tambahan pembiayaan dari sisa anggaran lebih (SAL) yang bersumber dari SILPA tahun 2008. Tambahan pembiayaan utang direncanakan bersumber dari pasar keuangan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) yang di-back up oleh pinjaman siaga jika SBN yang diterbitkan tidak mampu diserap oleh pasar keuangan. Secara nominal, rencana pembiayaan anggaran tahun 2009 mengalami perubahan yang cukup besar dari semula didominasi oleh utang menjadi lebih seimbang antara utang dengan
Laporan Semester I Tahun 2009
V-1
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
non-utang. Semula pembiayaan yang bersumber dari non-utang mencapai sebesar Rp6.071,3 miliar (11,8 persen dari total kebutuhan pembiayaan) dan utang mencapai Rp45.270,8 miliar (88,2 persen dari kebutuhan pembiayaan). Kemudian dalam Dokumen Stimulus 2009, besaran tersebut menjadi pembiayaan non-utang Rp54.739,5 miliar (39,2 persen dari total kebutuhan pembiayaan) dan pembiayaan utang Rp84.775,9 miliar (60,8 persen dari total kebutuhan pembiayaan). Secara umum, pembiayaan anggaran bersifat neto atau bersih karena merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan utang bersumber dari penerbitan SBN (neto) dan penarikan pinjaman luar negeri (neto). Sedangkan penerimaan pembiayaan non-utang bersumber dari rekening pemerintah yang berada di Bank Indonesia, hasil pengelolaan aset pemerintah yang dikelola oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan (DJKN), serta privatisasi BUMN. Penerimaan pembiayaan anggaran tersebut digunakan untuk membiayai defisit dan pengeluaran pembiayaan antara lain untuk membayar utang negara yang jatuh tempo, penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN, membiayai investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN, dana bergulir, serta menyediakan dana apabila terdapat kegiatan yang dijamin oleh pemerintah dan terjadi gagal bayar. Dalam Dokumen Stimulus 2009 penerimaan pembiayaan ditetapkan sebesar Rp225.734,2 miliar yang bersumber dari perbankan dalam negeri sebesar Rp65.797,4 miliar, hasil pengelolaan aset program restrukturisasi perbankan sebesar Rp2.565,0 miliar, privatisasi sebesar Rp500,0 miliar, penerbitan SBN (neto) sebesar Rp54.719,0 miliar dan penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp57.621,0 miliar. Penerimaan pembiayaan tersebut digunakan untuk membiayai defisit sebesar Rp139.515,4 miliar dan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp86.218,8 miliar yang akan digunakan untuk membiayai dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN sebesar Rp14.122,9 miliar, dan membayar cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp72.095,9 miliar.
5.2 Perkembangan Realisasi Defisit Anggaran dalam Semester I 2009 Sampai dengan 29 Mei 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp295.675,6 miliar atau 34,8 persen apabila dibandingkan dengan target dalam Dokumen Stimulus 2009. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp317.501,8 miliar, maka realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan akhir Mei 2009 mengalami penurunan sebesar Rp21.826,2 miliar atau 6,9 persen. Sedangkan realisasi belanja negara sampai dengan akhir Mei 2009 mencapai Rp286.953,3 miliar atau 29,0 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009. Dalam periode yang sama tahun 2008, realisasi belanja negara mencapai Rp248.849,6 miliar atau 25,1 persen terhadap APBN-P 2008. Hal tersebut menunjukkan bahwa realisasi belanja negara untuk tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp38.103,7 miliar atau 15,3 persen. Berdasarkan perkembangan realisasi pendapatan negara dan hibah serta belanja negara sebagaimana tersebut di atas, maka pelaksanaan APBN 2009 hingga akhir Mei 2009 mengalami surplus tahun anggaran berjalan (running surplus) sebesar Rp8.722,3 miliar (negatif 6,3 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009). Apabila dibandingkan dengan realisasi
V-2
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
anggaran pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, maka realisasi surplus tersebut mengalami penurunan sebesar Rp59.929,9 miliar atau 87,3 persen. Surplus sampai dengan akhir Mei 2009 disebabkan oleh masih rendahnya tingkat penyerapan belanja negara. Sedangkan di sisi pembiayaan anggaran, sampai dengan akhir Mei 2009, realisasi pengeluaran pembiayaan anggaran mencapai Rp21.722,1 miliar (25,2 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009), sedangkan penerimaan pembiayaan mencapai sebesar Rp90.932,8 miliar (40,3 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009). Dengan demikian terdapat surplus pembiayaan sebesar Rp69.210,8 miliar (49,6 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009). Apabila surplus pembiayaan dan surplus yang terjadi karena lebih besar pendapatan negara dan hibah dibandingkan dengan belanja negara seluruhnya diperhitungkan, maka terdapat overall surplus anggaran sebesar Rp77.933,1 miliar. Berdasarkan perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam bulan Juni 2009, maka realisasinya dalam semester I 2009 diperkirakan mencapai Rp366.024,4 miliar atau 43,1 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009. Sedangkan realisasi belanja negara diperkirakan mencapai Rp368.325,9 miliar atau 37,3 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009 (35,5 persen). Dengan demikian, pelaksanaan APBN 2009 sampai dengan akhir semester I diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp2.301,5 miliar atau 1,6 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009 (4,4 persen terhadap APBN 2009). Di sisi lain, realisasi pembiayaan anggaran diperkirakan akan mengalami surplus dalam semester I 2009 sebesar Rp46.842,1 miliar atau 33,6 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009. Secara keseluruhan, pelaksanaan APBN 2009 dalam semester I mengalami overall surplus anggaran sebesar Rp44.540,6 miliar.
5.3 Perkembangan Realisasi Pembiayaan Non-Utang dalam Semester I 2009 Realisasi pembiayaan non-utang sampai dengan 29 Mei 2009 mencapai Rp1.243,8 miliar (2,3 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009 atau 20,5 persen terhadap APBN 2009), yang dalam Dokumen Stimulus 2009 ditetapkan sebesar Rp54.739,5 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan non-utang dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp361,8 miliar, maka berarti mengalami peningkatan sebesar Rp769,5 miliar atau 212,7 persen. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh adanya tambahan kas yang berasal dari Rekening Dana Investasi (RDI) untuk membiayai pelaksanaan APBN. Perkembangan pelaksanaan pembiayaan non-utang sampai dengan semester I 2009 dapat dilihat dalam Tabel V.1.
5.3.1 Privatisasi Dalam APBN 2009 pemerintah menetapkan penerimaan dari privatisasi BUMN sebesar Rp500,0 miliar. Dalam pengajuan Dokumen Stimulus 2009, pemerintah tidak mengubah target tersebut atau tetap seperti yang ditetapkan dalam APBN 2009. Realisasi pembiayaan non-utang yang bersumber dari hasil privatisasi sampai dengan akhir Mei 2009 masih nihil. Belum adanya realisasi privatisasi tersebut disebabkan karena kebijakan privatisasi BUMN saat ini lebih diarahkan untuk pengembangan BUMN dan bukan untuk menutup defisit
Laporan Semester I Tahun 2009
V-3
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
TABEL V.I PEMBIAYAAN NON-UTANG SEMESTER I TAHUN 2008 DAN 2009 (miliar rupiah) 2008 Uraian
1. Perbankan Dalam Negeri a. Rekening Dana Investasi b. Rekening Pemerintah c. Pelunasan Piutang Negara (PT Pertamina) d. Rekening Pembangunan Hutan e. SILPA 2008 2 Non Perbankan Dalam Negeri a Penerimaan Privatisasi b Hasil Pengelolaan Aset c. Dana Investasi Pemerintah dan Restruk. BUMN i. Investasi Pemerintah ii. PMN dan Restrukturisasi BUMN iii Dana Kontinjensi Untuk PT PLN iv Dana Bergulir Jumlah
2009
Realisasi Semester I
% thd APBN-P
(541,2) (541,2) -
4,6 4,5 -
16.629,2 3.690,0 9.136,4 1.696,5 2.106,3
65.797,4 3.690,0 9.136,4 1.696,5 51.274,5
1.526,9 500,0 3.850,0 (2.823,1) (2.823,1) -
904,1 82,3 821,8 -
59,2 16,5 21,3 -
(10.557,9) 500,0 2.565,0 (13.622,9) (500,0) (10.136,4) (1.000,0) (1.986,5)
(11.057,9) 500,0 2.565,0 (14.122,9) (500,0) (10.636,4) (1.000,0) (1.986,5)
(10.173,1)
362,9
(3,6)
6.071,3
54.739,5
APBN-P (11.700,0) 300,0 (12.000,0) -
APBN
Dok. Stimulus
Perk. Realisasi Semester I
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
1.845,0 1.845,0 -
11,1 50,0 -
2,8 50,0 -
(2,6) 10,6 -
(2,5) 10,6 -
272,3 272,3 2.117,3
34,9
3,9
Sumber : Departemen Keuangan
APBN. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang mengatur bahwa privatisasi antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Apabila di masa mendatang privatisasi terhadap BUMN dilakukan, maka kegiatan tersebut lebih diutamakan untuk mendukung pengembangan perusahaan atau BUMN dimaksud, dengan metode Initial Public Offering (IPO). Realisasi tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan realisasi privatisasi dalam periode yang sama tahun 2008 sebesar Rp82,3 miliar. Besarnya penerimaan hasil privatisasi sangat tergantung pada nilai BUMN yang akan dijual dan kondisi permintaan pada saat dijual. Sejalan dengan perkembangan keadaan di pasar finansial semenjak awal tahun 2009, Pemerintah memandang bahwa privatisasi belum dapat dilakukan mengingat hasilnya tidak akan maksimal. Berdasarkan proyeksi perkembangan pasar finansial yang masih sangat fluktuatif, Pemerintah tidak akan melakukan privatisasi untuk mendukung pembiayaan anggaran sampai dengan akhir tahun 2009, sehingga diproyeksikan tidak ada penerimaan hasil privatisasi untuk APBN 2009.
5.3.2 Rekening Pemerintah dan Pengelolaan Aset Berdasarkan realisasi surplus anggaran dan pembiayaan sampai dengan akhir Mei 2009, Pemerintah mengakumulasikan tambahan kas berupa kelebihan pembiayaan sejumlah Rp77.933,1 miliar. Tambahan kas tersebut berangsur-angsur dapat berkurang seiring dengan peningkatan kebutuhan untuk membiayai belanja negara dan pengeluaran pembiayaan seperti pembayaran kembali utang yang jatuh tempo, pengeluaran untuk ditempatkan sebagai dana investasi, pengeluaran dana bergulir dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan lainnya. Dalam Dokumen Stimulus 2009, diharapkan dalam rekening kas umum negara terdapat akumulasi/tambahan saldo sebesar Rp65.797,4 miliar. Akumulasi saldo tersebut terutama berasal dari penggunaan dana SILPA tahun anggaran 2008 sebesar Rp51.274,5 miliar, RDI sebesar Rp3.690,0 miliar, pelunasan piutang negara oleh PT Pertamina sebesar Rp9.136,4 miliar, dan Rekening Pembangunan Hutan (RPH) sebesar Rp1.696,5 miliar. Dari keseluruhan uang kas yang masuk ke rekening kas umum negara dan digunakan untuk pembiayaan anggaran 2009, penggunaan dana kas yang berasal dari pelunasan piutang negara oleh
V-4
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
PT Pertamina telah dikhususkan (earmarked) untuk membiayai PMN kepada PT Pertamina. Sedangkan dana kas dari RPH penggunaannya khusus untuk membiayai kegiatan dana bergulir (revolving fund) di bidang kehutanan. Sampai dengan akhir Mei 2009, realisasi sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari perbankan dalam negeri baru mencapai Rp1.071,9 miliar (1,6 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009 atau 6,4 persen terhadap APBN 2009). Kemudian untuk semester I 2009, sumber pembiayaan anggaran yang berasal dari perbankan dalam negeri diperkirakan mencapai Rp1.845,0 miliar atau baru mencapai 2,8 persen dari yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009 atau 11,1 persen terhadap APBN 2009. Mengingat sampai dengan akhir Mei 2009 masih terdapat surplus anggaran sebesar Rp8.722,3 miliar, maka pemerintah memandang belum perlu untuk menggunakan saldo rekening pemerintah guna menutup kebutuhan pembiayaan. Keseluruhan realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri berasal dari RDI. Penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pelunasan piutang negara dari PT Pertamina, RPH, SILPA, dan rekening pemerintah lainnya diperkirakan realisasinya masih nihil. Bila dibandingkan dengan realisasi semester I 2008, maka perkembangan realisasi semester I 2009 meningkat Rp3.833,0 miliar. Sementara itu, realisasi pembiayaan non-utang yang berasal dari Hasil Pengelolaan Aset (HPA) program restrukturisasi perbankan sampai dengan akhir Mei 2009 baru mencapai Rp171,9 miliar (6,7 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009). HPA tersebut berasal dari pengelolaan aset baik yang dilakukan oleh PT PPA (Persero) maupun DJKN, dimana setoran HPA sampai dengan bulan Mei 2009 atas pengelolaan aset yang dilaksanakan oleh DJKN adalah sebesar Rp139,5 miliar dan sisanya berasal dari HPA yang diperoleh dari pengelolaan aset oleh PT PPA. HPA diperoleh dari realisasi aset yang berasal dari penagihan aset kredit, penjualan aset properti, dan realisasi lainnya. Apabila dibandingkan dengan realisasi hasil pengelolaan aset pada periode yang sama tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp179,2 miliar, maka terdapat penurunan sebesar Rp7,3 miliar atau 4,1 persen. Penurunan hasil pengelolaan aset yang tersebut terkait dengan jenis aset yang tersedia untuk dapat dijual, kualitas, nilai aset yang ada serta situasi dan kondisi pasar. Selain itu, PT PPA sebagai perusahaan pengelolaan aset masih menunggu momentum yang tepat untuk menjual aset agar nilai jualnya tinggi. Saat ini perjanjian pengelolaan aset yang dilakukan antara Pemerintah dengan PT PPA selalu diperbaharui setiap tahunnya. Dengan demikian Pemerintah dapat melakukan evaluasi secara lebih baik mengenai kualitas hasil pengelolaan aset yang dilakukan oleh PT PPA. Untuk semester I 2009, diperkirakan realisasinya menjadi Rp272,3 miliar (10,6 persen terhadap Dokumen Stimulus 2009). Realisasi semester I tersebut sedikit mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan realisasi sampai dengan akhir Mei 2009. Bila dibandingkan dengan tahun 2008, perkembangan realisasi semester I 2009 mengalami penurunan Rp549,4 miliar atau 66,9 persen. Melalui PP Nomor 61 Tahun 2008, Pemerintah memperluas maksud dan tujuan PT PPA menjadi: (i) pengelolaan aset negara eks BPPN, (ii) restrukturisasi dan/atau revitalisasi BUMN, (iii) kegiatan investasi, dan (iv) kegiatan pengelolaan aset BUMN. Berkaitan dengan perluasan tugas PT PPA tersebut, pada tahun 2009 Pemerintah telah mengalokasikan PMN untuk restrukturisasi BUMN sebesar Rp1.000,0 miliar. Realisasi PMN tersebut sampai dengan akhir Mei 2009 masih nihil. Mengingat sampai saat ini PT PPA masih menyiapkan berbagai proses administratif berkenaan dengan pemberian PMN, maka hingga akhir semester I 2009, realisasi PMN yang dikelola oleh PT PPA diperkirakan juga masih nihil.
Laporan Semester I Tahun 2009
V-5
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
5.3.3 Dana Investasi Pemerintah dan Restrukturisasi BUMN Pembiayaan anggaran untuk dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN dalam Dokumen Stimulus 2009, direncanakan sebesar Rp14.122,9 miliar, yang sebelumnya ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp13.622,9 miliar. Hal tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp500,0 miliar atau 3,7 persen. Peningkatan dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN tersebut, dikarenakan adanya PMN baru kepada PT Askrindo dan Perum Jamkrindo dalam rangka penambahan dana penjaminan kredit usaha rakyat (KUR). Penjaminan KUR tersebut diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan akses usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui PMN tersebut, diharapkan akan dapat meningkatkan kapasitas penjaminan KUR sehingga semakin banyak usaha kecil, mikro dan menengah yang dapat memperoleh KUR. PMN untuk kedua BUMN tersebut merupakan bagian dari paket kebijakan stimulus fiskal. Selain itu, dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN dalam tahun 2009 sebagian akan digunakan untuk ditempatkan sebagai dana investasi dukungan infrastruktur dan dana investasi non-infrastruktur, termasuk di dalamnya alokasi dana kontijensi untuk PT PLN (persero) sebesar Rp1.000,0 miliar. Perkembangan pelaksanaan dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN yang terdiri dari investasi Pemerintah yang dianggarkan Rp500,0 miliar, PMN Rp10.636,4 miliar, dana kontijensi PT PLN Rp1.000,0 miliar, dan dana bergulir Rp1.986,5 miliar, realisasinya sampai dengan semester I 2009 diperkirakan masih nihil. Belum terdapatnya realisasi dana investasi pemerintah tersebut dikarenakan pencairan dana membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan kelengkapan datanya seperti rencana penggunaan dana investasi. Demikian juga dengan dana PMN sebesar Rp10.636,4 miliar yang terdiri dari PMN kepada Pertamina sebesar Rp9.636,4 miliar dan PMN untuk pendirian guarantee fund sebesar Rp1.000,0 miliar, realisasinya sampai dengan semester I 2009 diperkirakan masih nihil. Hal ini dikarenakan penerbitan Peraturan Pemerintah yang dipergunakan sebagai dasar pemberian PMN saat ini prosesnya masih sedang berjalan. Sementara itu, perkiraan realisasi dana kontinjensi PT PLN sampai dengan semester I 2009 juga masih nihil. Hal ini dikarenakan sampai saat ini PT PLN (Persero) belum melaporkan tentang kemungkinan gagal bayar atas kewajiban pembayaran bunga pinjaman yang sudah jatuh tempo. Dalam APBN 2009, Pemerintah mulai mengalokasikan dana bergulir untuk kehutanan dan koperasi usaha kecil dan menengah (KUKM) di dalam pembiayaan anggaran. Pengalokasian dana bergulir di dalam pembiayaan anggaran didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Pada Kementerian Negara/Lembaga. Di dalam Dokumen Stimulus 2009, besaran dana bergulir baik untuk sektor kehutanan dan KUKM masih tetap seperti yang dialokasikan dalam APBN yaitu masing-masing Rp1.696,5 miliar dan Rp290,0 miliar. Dalam perkembangannya sampai dengan akhir Mei 2009, realisasi dana bergulir untuk kedua sektor tersebut masih nihil. Pemerintah memperkirakan realisasinya hingga akhir semester I 2009 juga masih nihil. Hal tersebut disebabkan hingga saat ini pemerintah masih menyelesaikan proses administratif, terutama menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tatacara dan mekanisme pencairan dana bergulir. Oleh karena itu, baru dalam semester II 2009 dana bergulir dapat terealisir, meskipun untuk dana bergulir sektor kehutanan V-6
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
diperkirakan realisasinya hanya mencapai Rp625,0 miliar dari sasaran yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009 sebesar Rp1.696,5 miliar. Perkiraan realisasi dana bergulir sektor kehutanan tersebut didasarkan pada kebutuhan riil BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan selaku satker pengelola dana bergulir kehutanan. Sedangkan untuk dana bergulir sektor KUKM, realisasinya dalam semester II 2009 diperkirakan sama dengan yang telah dianggarkan.
5.4 Perkembangan Realisasi Pembiayaan Utang dalam Semester I 2009 5.4.1 Pembiayaan Utang Besaran pembiayaan utang ditetapkan dengan mempertimbangkan sasaran kebijakan fiskal yang akan dicapai dan kemampuan memperoleh utang dengan biaya yang wajar pada tingkat risiko yang dapat diterima. Dalam APBN Perubahan 2008, pembiayaan utang ditetapkan cukup tinggi mencapai Rp104.676,4 miliar yang berasal dari SBN (neto) sebesar Rp117.790,0 miliar dan pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp13.113,6 miliar. Kebutuhan pembiayaan utang yang cukup tinggi tersebut dipergunakan untuk memenuhi tingginya target defisit APBN sebesar 2,1 persen terhadap PDB guna mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen. Namun dalam realisasinya defisit APBN tahun 2008 hanya mencapai sekitar 0,1 persen terhadap PDB dan pembiayaan utang menjadi hanya sekitar Rp67.023,6 miliar. Penurunan target defisit dan target pembiayaan utang tersebut antara lain karena mempertimbangkan kondisi pasar keuangan yang semakin memburuk akibat keringnya likuiditas dan pertumbuhan ekonomi global yang semakin melambat. Dalam APBN 2009, target pembiayaan utang ditetapkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan target tahun sebelumnya. Pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp45.270,8 miliar atau hanya sekitar 67,5 persen dari realisasinya dalam tahun 2008. Pembiayaan utang tersebut bersumber dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp54.719,0 miliar dan pinjaman luar negeri (neto) sebesar negatif Rp9.448,2 miliar. Namun dalam perkembangannya, setelah melihat kondisi akhir tahun 2008 yang menunjukkan indikasi perekonomian global yang menuju resesi, maka Pemerintah merencanakan untuk mengubah APBN 2009 dalam rangka pemberian stimulus fiskal guna mempertahankan kondisi perekonomian nasional. Pemberian stimulus fiskal tersebut menyebabkan peningkatan defisit yang cukup tajam yaitu dari semula 1,0 persen menjadi 2,5 persen terhadap PDB. Akibat dari peningkatan defisit tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan pembiayaan utang sebesar Rp44.531,8 miliar. Peningkatan tambahan utang tersebut akan bersumber dari pasar keuangan melalui penerbitan SBN yang di-back up oleh pinjaman siaga (contingency loan). Hingga saat ini beberapa kreditor telah menyatakan komitmennya untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan pembiayaan tahun 2009 dalam rangka pemberian stimulus fiskal dimaksud, melalui mekanisme pinjaman siaga. Adapun kreditor yang telah siap untuk memberikan pinjaman siaga dengan total komitmen mencapai sebesar USD5,5 miliar adalah Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank, ADB), Bank Dunia (World Bank, WB), Australia, dan Jepang melalui JBIC. Total komitmen tersebut merupakan komitmen yang dapat digunakan sebagai back-up dalam jangka waktu dua tahun yaitu tahun 2009 dan 2010. Apabila jumlah tersebut tidak seluruhnya ditarik dalam tahun 2009, maka komitmen Laporan Semester I Tahun 2009
V-7
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
tersebut masih dapat digunakan sebagai back-up untuk tahun 2010. Perkembangan pembiayaan utang dalam semester I tahun 2008 dan 2009 dapat diikuti pada Tabel V.2. TABEL V.2 PEMBIAYAAN UTANG SEMESTER I TAHUN 2008 DAN 2009 (miliar rupiah) Tahun 2008 Uraian
APBN-P
Realisasi Semester I
Tahun 2009 % thd APBN-P
APBN
Dok. Stimulus
Perkiraan Semester I
% thd APBN
% thd Dok. Stimulus
SBN (Netto)
117.790,0
81.620,1
69,3%
54.719,0
99.250,8
67.579,4
123,5%
68,1%
Penerbitan
157.000,0
96.930,1
61,7%
99.619,0
144.150,8
99.387,7
99,8%
68,9%
Pokok jatuh tempo dan Pembelian kembali
(39.210,0)
(15.310,0)
39,0%
(44.900,0)
(44.900,0)
(31.808,3)
70,8%
70,8%
(13.113,6)
(19.993,2)
152,5%
(9.448,2)
(14.474,9)
(22.854,5)
241,9%
157,9%
- Penarikan:
48.141,3
9.910,0
20,6%
52.161,0
57.621,0
17.948,7
34,4%
31,1%
Pinjaman program Pinjaman proyek - Penerusan Pinjaman
26.390,0 21.751,3 0,0
3.842,8 6.067,2 (1.446,8)
14,6% 27,9% -
26.440,0 25.721,0 -
31.900,0 25.721,0 -
3.575,6 14.373,1 (4.125,0)
13,5% 55,9% -
11,2% 55,9% -
(61.254,9)
(28.456,4)
46,5%
(61.609,2)
(72.095,8)
(36.678,2)
59,5%
50,9%
104.676,4
61.626,9
58,9%
45.270,8
84.775,9
44.724,9
98,8%
52,8%
Pinjaman Luar Negeri (neto)
- Pokok Jatuh Tempo Jumlah
Dalam tabel V.2 terlihat bahwa persentase perkiraan realisasi semester I 2009 terhadap APBN 2009 maupun Dokumen Stimulus 2009 lebih tinggi dibandingkan persentase realisasi semester I 2008. Tingginya realisasi tersebut terutama disebabkan oleh besarnya penerbitan SBN pada awal tahun, baik SBN dalam rupiah maupun dalam valas, berbasis syariah maupun konvensional. Tingginya penerbitan SBN tersebut karena mengantisipasi tingginya target pembiayaan utang untuk kebutuhan stimulus fiskal. Sedangkan untuk pinjaman luar negeri, realisasi penarikan semester I 2009 diperkirakan juga lebih tinggi dibandingkan semester I tahun 2008 yang disumbang oleh tingginya penarikan pinjaman proyek. Lebih tingginya penarikan pinjaman proyek diantaranya mengindikasikan bahwa readiness criteria sebagai syarat kegiatan yang dapat dibiayai dari pinjaman luar negeri telah semakin baik pemenuhannya. Di sisi lain, pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri meningkat cukup tajam karena peningkatan outstanding dan nilai tukar pinjaman luar negeri.
5.4.2 Surat Berharga Negara (SBN) Realisasi pembiayaan utang sampai dengan Mei 2009 mencapai Rp67.967,0 miliar atau 80,2 persen dari sasaran pembiayaan utang yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009. Realisasi pembiayaan utang tersebut berasal dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp78.548,5 miliar dan penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp15.180,7 miliar, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri yang jatuh tempo sebesar Rp21.722,1 miliar. Dalam Dokumen Stimulus 2009, SBN (neto) ditetapkan sebesar Rp54.719,0 miliar, sedangkan penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp57.621,0 miliar dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri yang jatuh tempo sebesar Rp72.095,9 miliar. Selain itu terdapat tambahan pembiayaan utang sebesar Rp44.531,8 miliar yang pemenuhannya akan diupayakan dari sumber SBN dengan didukung oleh pinjaman siaga (contingency loan). Sampai dengan semester I, realisasi SBN (neto) diperkirakan sudah melebihi dari target V-8
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
penerbitan awal, hal ini merupakan dampak dari kebijakan pemenuhan tambahan pembiayaan yang akan memaksimalkan penerbitan SBN. Pembiayaan dari SBN (neto) selama semester I 2009 tersebut berasal dari total penerbitan sebesar Rp99.387,7 miliar dan pembayaran pokok SBN jatuh tempo serta pembelian kembali SBN sebelum jatuh tempo sebesar Rp31.808,3 miliar. Pembayaran pokok tersebut termasuk pelunasan sebagian pokok obligasi negara seri SRBI-01/MK/2003 sebesar Rp2.646,4 miliar yang berasal dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian pemerintah. Penerbitan surat berharga selama semester I bersumber dari penerbitan surat berharga baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional. Di pasar dalam negeri, SBN yang diterbitkan ditawarkan pada investor institusi maupun investor individu. SBN yang telah diterbitkan dalam semester I 2009 adalah sebagai berikut: 1. Instrumen jangka pendek a. Surat Perbendaharaan Negara (SPN) b. Surat Dana Haji Indonesia (SDHI) 2. Instrumen jangka panjang a. Untuk investor institusi i. Obligasi dengan tingkat bunga tetap (Fixed Rate/FR), ii. Obligasi dengan tingkat bunga mengambang (Variable Rate/VR), iii. Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) b. Untuk instrumen individu dalam bentuk Sukuk Ritel Pemerintah harus secara cermat menyusun strategi penerbitannya, baik dari sisi waktu penerbitan, jenis instrumen yang diterbitkan, maupun jumlah yang diterbitkan untuk setiap jadwal yang ditetapkan, selain itu Pemerintah dituntut memiliki kemampuan untuk membaca kondisi pasar surat berharga, mengingat kondisi market yang belum sepenuhnya pulih setelah krisis keuangan global. Terkait dengan waktu dan jumlah surat berharga yang diterbitkan, Pemerintah menerapkan strategi front loading issuance yaitu dengan menerbitkan surat berharga, baik di pasar domestik maupun internasional, dalam jumlah yang lebih besar pada awal tahun anggaran. Alasan utama front loading issuance adalah untuk: 1) memanfaatkan likuiditas yang besar pada awal tahun; 2) menghindari beban penerbitan terkonsentrasi pada akhir tahun anggaran sehingga berpotensi terjadinya cornering mengingat target gross issuance yang besar; dan 3) mengantisipasi ketidakpastian kondisi pasar keuangan global dan domestik. Dalam tahun 2009, Pemerintah semaksimal mungkin tetap mengupayakan penerbitan SBN yang berasal dari sumber dalam negeri, dengan senantiasa mempertimbangkan dan menghitung kapasitas pasar dalam negeri untuk dapat menyerap jumlah penerbitan pada harga yang dapat diterima dan mendukung pembangunan pasar surat berharga secara berkesinambungan. Menyadari kemampuan pasar domestik yang relatif terbatas, penerbitan di pasar luar negeri akan tetap dilakukan, dengan tetap memperhitungkan struktur utang dalam jangka panjang, serta mengukur biaya dan risiko yang terkait dengan penerbitan tersebut. Di pasar domestik, hingga akhir semester I 2009 jumlah surat berharga yang diterbitkan diperkirakan mencapai Rp56.280,9 miliar dan pada pasar internasional, jumlah surat berharga yang diterbitkan mencapai Rp43.106,7 miliar. Setelah memperhitungkan Laporan Semester I Tahun 2009
V-9
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
jumlah surat berharga yang jatuh tempo dan pembelian kembali sebesar Rp31.808,3 miliar, maka penerbitan surat berharga neto selama semester I diperkirakan mencapai Rp67.579,4 miliar. Dari segi tenor Pemerintah lebih memfokuskan pada SBN dengan tenor menengah dan pendek dengan pertimbangan kondisi pasar yang belum sepenuhnya pulih dari krisis, namun dengan tetap menjaga batasan risiko refinancing yang terkendali. Secara lebih rinci, SBN yang diterbitkan sampai dengan semester I 2009 disajikan dalam Tabel V.3 tentang Realisasi SBN (neto) Semester I 2009. TABEL V.3 REALISASI SBN (neto) SEMESTER I 2009 (miliar rupiah) No
Uraian
I. Pembiayaan Utang SBN (Neto) Penerbitan Penerbitan SBN Domestik SPN (Surat perbendaharaan negara) FR(Fixed rate) VR(Variable Rate) SUKUK Penerbitan SBN Valas Pokok jatuh tempo SPN (Surat perbendaharaan negara) FR(Fixed rate) VR(Variable Rate) SUKUK SU, SRBI Pembelian kembali Debt Switch
Realisasi 67.579,4 99.387,6 56.280,9 20.550,0 22.224,6 6.450,0 7.056,3 43.106,7 (23.290,2) (5.750,0) (13.103,9) (4.436,3) (8.518,0) 3.278,0
Keterangan : * Perhitungan SBN neto memperhitungkan accrued interest sebesar Rp184,1 miliar
Sampai dengan Mei 2009 Pemerintah telah melakukan sepuluh kali lelang penerbitan SBN Domestik, satu kali penerbitan Sukuk Ritel, dua kali penerbitan SBN domestik dengan cara Private Placement, dan dua kali penerbitan SBN Valas (global medium term notes/GMTN dan Sukuk Valas). Diantara SBN yang diterbitkan tersebut terdapat dua instrumen baru yang diperkenalkan pada tahun 2009 ini yaitu penerbitan Sukuk Ritel dan Sukuk Valas. Selain menerbitkan seri baru, Pemerintah juga melakukan re-opening seri-seri lama, yaitu penambahan jumlah terhadap seri SBN yang diterbitkan sebelumnya, re-opening tersebut dilakukan untuk tujuan pengembangan pasar, dimana secara ideal untuk tiap seri atau kelompok jatuh tempo SBN diperlukan jumlah tertentu dan dengan kepemilikan yang tersebar pada berbagai kelompok investor agar dapat mendukung likuiditas pasar. Pada tahun 2008, penerbitan SBN Valas dilakukan menggunakan mekanisme Reg. S/144A, sedangkan pada tahun 2009 Pemerintah masuk ke GMTN yang secara basis investor sama namun proses penerbitannya lebih cepat dan dapat dilakukan sewaktu-waktu dalam masa program selama 1 tahun. Penerbitan GMTN juga ditujukan untuk diversifikasi instrumen SBN. GMTN diterbitkan dengan tenor lima dan sepuluh tahun dengan nilai nominal masing masing USD1,0 miliar dan USD2,0 miliar. Biaya penerbitan GMTN ini cukup mahal, karena V-10
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
kondisi krisis pasar keuangan global yang belum sepenuhnya pulih. Penerbitan pada awal tahun ini juga dilakukan untuk mengantisipasi besarnya kebutuhan penerbitan SBN di saat kondisi pasar finansial dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Selain GMTN, Pemerintah pada bulan April 2009 juga menerbitkan Sukuk dengan mata uang dolar Amerika Serikat di pasar internasional dengan skema penerbitan ijarah. Instrumen ini juga diperuntukkan untuk diversifikasi produk dari SBN, mengingat instrumen ini merupakan instrumen baru bagi pemerintah. Sukuk ini diterbitkan dengan tenor 5 tahun. Penawaran yang masuk sebesar USD4,76 miliar, namun nilai nominal yang diterbitkan hanya USD0,65 miliar. Besarnya permintaan ini, selain merupakan suatu tanda kepercayaan pasar internasional terhadap Pemerintah Indonesia, juga merupakan pertanda bahwa terdapat potensi yang cukup besar untuk penerbitan sukuk valas ini. Penerbitan SBN valas semester I 2009 ini dilakukan dalam kondisi likuiditas pasar keuangan yang masih cukup rentan (volatile), sebagai akibat krisis subprime mortgage yang masih terasa akibatnya, yang ditunjukkan oleh memburuknya kondisi keuangan beberapa perusahaan finansial dan kondisi harga di pasar komoditas yang sedang sangat fluktuatif serta sentimen pasar terhadap emerging market. Dengan kondisi pasar tersebut, Pemerintah harus ekstra cermat dalam melihat peluang dan kondisi pasar dari waktu ke waktu selama masa penerbitan. Pemerintah menyadari bahwa penerbitan SBN valas ini mengandung risiko nilai tukar yang tidak kecil. Namun akibat tingginya kebutuhan pembiayaan dan kapasitas pasar dalam negeri yang masih terbatas, maka Pemerintah akan tetap menggunakan instrumen ini untuk menutup kebutuhan tersebut. Hingga akhir semester I, jumlah penerbitan SBN di pasar internasional diperkirakan mencapai USD3,65 miliar. Pada semester I 2009 Pemerintah juga melakukan penerbitan obligasi dengan bunga variable. Hal ini dilakukan mengingat adanya permintaan pasar atas instrumen ini dari beberapa kelompok investor. Pemerintah juga kembali menerbitkan surat berharga berjangka pendek, SPN, yang telah memperoleh sambutan baik dari para pelaku pasar. Hal ini terjadi setelah dilakukan perubahan perlakuan perpajakan atas instrumen SPN, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tanggal 4 April 2008 tentang PPh atas diskonto SPN. Dengan perubahan tersebut, pemerintah kembali menerbitkan SPN yang apabila menilik hasilnya dapat dikatakan lebih dapat diterima oleh pasar. Penerbitan SBN di pasar domestik pada semester I 2009 dilakukan dengan cukup agresif. Hal ini disebabkan karena besarnya kebutuhan pembiayaan yang harus dibiayai melalui SBN. Kondisi likuiditas pasar pada semester I 2009 cukup baik. Hal ini ditandai dengan rasio penawaran SBN yang disampaikan dalam lelang (bid to cover ratio) yang cukup tinggi. Secara rata-rata, selama semester I 2009 bid to cover ratio mencapai 2,30 kali lebih baik, apabila dibandingkan dengan semester I tahun 2008 yang hanya sebesar 1,48 kali. Hasil penerbitan SBN sampai dengan bulan Mei 2009 menyebabkan profil jatuh tempo SBN domestik dan internasional yang dapat diperdagangkan mengalami perubahan, sebagaimana terlihat pada Grafik V.1.
5.4.3 Pinjaman Luar Negeri Dari sisi pembiayaan melalui pinjaman luar negeri (neto), sampai dengan bulan Mei 2009 realisasinya mencapai sebesar negatif Rp10.581,6 miliar. Realisasi tersebut terdiri dari realisasi penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp15.180,7 miliar dan realisasi pembayaran cicilan Laporan Semester I Tahun 2009
V-11
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
GRAFIK V.1 PROFIL JATUH TEMPO SURAT BERHARGA NEGARA (SBN) PERBANDINGAN AKHIR DESEMBER 2008 DENGAN AKHIR MEI 2009 150 Des 2008
Mei 2009
120
90
60
30
20 09 20 10 20 11 20 12 20 13 20 14 20 15 20 16 20 17 20 18 20 19 20 20 20 21 20 22 20 23 20 24 20 25 20 26 20 27 20 28 20 29 20 30 20 31 20 32 20 33 20 34 20 35 20 36 20 37 20 38
0
pokok jatuh tempo sebesar Rp21.722,1 miliar. Pada bulan Juni 2009 diperkirakan realisasi pinjaman luar negeri neto) sebesar negatif Rp12.272,9 miliar, sehingga realisasi pembiayaan pinjaman luar negeri (neto) sampai dengan akhir semester I diperkirakan sebesar negatif Rp22.854,5 miliar. Perkiraan realisasi ini berasal dari perkiraan penarikan pinjaman sebesar Rp17.948,7 miliar dan perkiraan pembayaran cicilan pokok jatuh tempo sebesar Rp36.678,2 miliar. Apabila dibandingkan dengan pagu pembiayaan luar negeri (neto) Dokumen Stimulus sebesar negatif Rp14.474,9 miliar maka realisasi pembiayaan luar negeri (neto) telah mencapai 157,9 persen, hal ini disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri yang terkonsentrasi pada kuartal keempat atau di akhir tahun anggaran. Penarikan pinjaman luar negeri dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu realisasi penarikan pinjaman program sebesar Rp3.575,6 miliar atau sebesar 11,2 persen dari pagu Dokumen Stimulus dan realisasi penarikan pinjaman proyek sebesar Rp14.373,1 miliar atau sebesar 39,8 persen dari pagu Dokumen Stimulus. Secara keseluruhan realisasi penarikan pinjaman luar negeri ini sebesar 31,1 persen dari pagu Dokumen Stimulus. Penyerapan pinjaman yang cukup rendah ini disebabkan oleh pinjaman program yang jadwal penarikannya telah ditentukan yaitu pada kuartal ketiga dan keempat. Berdasarkan sumbernya, dari pinjaman luar negeri dapat dipisahkan menjadi tiga sumber utama yaitu yang bersumber dari pinjaman multilateral, pinjaman bilateral dan pinjaman komersial. Pinjaman multilateral terutama berasal dari Asian Development Bank (ADB) dan World Bank, sedangkan untuk pinjaman bilateral terutama bersumber dari Jepang dan Jerman. Pinjaman program yang telah direalisasikan pada semester I 2009 antara lain penarikan pinjaman program yang berasal dari World Bank dan Negara Jepang melalui JICA. Pinjaman program dari World Bank diperuntukkan bagi Pembiayaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS Refinancing), sedangkan dari JICA terdiri dari Climate Change Policy Reform dan V-12
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
Infrastructure Development Policy Loan. Realisasi pinjaman program sampai dengan saat ini adalah sebesar Rp3.575,6 miliar atau 11,2 persen dari pagu Dokumen Stimulus. Tingkat pinjaman program yang relatif rendah, disebabkan adanya kewajiban untuk memenuhi policy matrix. Adapun saat ini sebagian besar policy matrix yang dipersyaratkan oleh pemberi pinjaman tersebut masih dalam proses penyusunan dan penyelesaian di tingkat Pemerintah. Pencairan pinjaman program dapat dilakukan dalam beberapa bulan ke depan tergantung dari penyelesaian policy matrix. Adapun rincian pinjaman program yang dibiayai dari keempat lender dan direncanakan ditarik dalam tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel V.4 tentang Rencana Pinjaman Program. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, keseluruhan dana yang tersedia melalui pinjaman program dapat ditarik pada triwulan ketiga dan keempat. TABEL V.4 RENCANA PINJAMAN PROGRAM TAHUN 2009 No. 1
Nama Program
Lender ADB
1. Development policy support program V 2. Capital market development program 2
2
Jepang (JBIC/JICA)
1. Climate change program loan 2. Development policy loan V 3. Infrastructure reform sector development program
3
World Bank
1. Sixth development policy loan 2. Third infrastructure development policy loan 3. BOS refinancing
4.
Perancis (AFD)
1. Climate change program loan
Dari sisi pembayaran cicilan pokok jatuh tempo pinjaman luar negeri dalam semester I 2009 telah mencapai Rp36.678,2 miliar. Jumlah tersebut berasal dari realisasi pembayaran sampai dengan bulan Mei 2009 sebesar Rp21.722,1 miliar dan perkiraan realisasi bulan Juni 2009 sebesar Rp14.956,1 miliar. Jumlah tersebut berarti 50,9 persen dari jumlah yang diperkirakan akan dibayar kembali dalam tahun 2009 sebagaimana tercantum dalam Dokumen Stimulus. Pembayaran pokok jatuh tempo pinjaman luar negeri terkonsentrasi pada bulan Juni dan Desember, hal ini disebabkan karena terms and condition dari pinjaman luar negeri yang lebih banyak menggunakan mekanisme pembayaran amortisasi dan waktu pembayaran tiap semester. Sebagaimana struktur jatuh tempo pinjaman luar negeri, dari sisi mata uang, pembayaran cicilan pokok jatuh tempo terutama untuk membayar pinjaman dalam mata uang Yen Jepang dan dolar Amerika Serikat. Secara keseluruhan realisasi pembiayaan anggaran pada semester I 2009 dibanding periode yang sama tahun 2008 dapat diikuti dalam Tabel V.1. Dari sisi mata uang, jumlah pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri didominasi oleh pinjaman dengan mata uang Yen, USD, dan Euro. Pembayaran kembali pinjaman luar negeri dalam mata uang Yen mengambil porsi paling banyak yaitu 41,79 persen diikuti oleh USD dan Euro masing-masing sebesar 36,35 persen dan 16,32 persen. Besarnya pembayaran kembali pinjaman yang telah jatuh tempo khususnya dalam mata uang Yen, dolar Amerika Serikat dan Euro memberikan tambahan beban bagi APBN mengingat pada awal tahun anggaran sampai dengan sekarang rupiah mengalami tekanan terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Proyeksi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri bulanan per mata uang tahun 2009 dapat dilihat pada Grafik V.2. Laporan Semester I Tahun 2009
V-13
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
GRAFIK V.2 PROYEKSI PEMBAYARAN CICILAN POKOK PINJAMAN LUAR NEGERI BULANAN PER MATA UANG TAHUN 2009 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Others
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
0,10%
0,70%
1,54%
0,67%
4,61%
6,76%
EUR
7,58%
8,55%
9,31%
8,61%
13,22%
24,75%
JPY
24,14%
49,67%
32,94%
54,87%
35,44%
41,98%
GBP
0,18%
0,25%
1,10%
0,04%
1,62%
3,11%
USD
67,99%
40,83%
55,12%
35,81%
45,12%
23,40%
5.5 Perkembangan Pengelolaan Utang Semester I 2009 5.5.1 Surat Berharga Negara Kondisi pasar keuangan global dan domestik sejak pertengahan tahun 2007 sampai dengan saat ini masih berada dalam situasi yang kurang menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh krisis subprime mortgage yang pada akhirnya mengakibatkan krisis keuangan global. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi pasar adalah fluktuasi harga komoditi yang tidak mudah untuk diperkirakan, serta kondisi politik dalam negeri yang sedang menghadapi pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2009. Situasi tersebut mengakibatkan kondisi likuiditas pasar keuangan yang semakin ketat dan meningkatnya ekspektasi inflasi, yang menyebabkan kondisi pasar SUN domestik menjadi bearish yang ditunjukkan oleh kecenderungan menurunnya harga atau meningkatnya yield SUN secara tajam. Krisis pasar global yang berkepanjangan juga berdampak pada turunnya perkiraan penerimaan negara, sehingga meningkatkan permintaan atas pembiayaan. Tambahan pembiayaan yang diperlukan untuk menutup tambahan defisit dan pemberian stimulus fiskal sebesar Rp44.531,8 miliar, tambahan ini akan diupayakan dapat dibiayai dari SBN. Besarnya tambahan pembiayaan tersebut dipersepsikan terlalu besar dan berpotensi menciptakan crowding-out mengingat pasar SUN domestik dianggap belum cukup dalam (deep) dan likuid. Sentimen negatif pelaku pasar dapat dilihat dari tingginya permintaan imbal hasil yang diminta oleh investor. Hal ini dapat dilihat pada kurva imbal hasil bulan Desember 2008 sampai dengan Juni 2009.
V-14
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
Setelah pemilu legislatif 2009 terjadi kecenderungan kurva imbal hasil menurun. Hal ini dapat dilihat pada kurva imbal hasil pada bulan Mei 2009, yang apabila dibandingkan dengan akhir Desember 2008, imbal hasil untuk Obligasi Negara satu tahun pada bulan Mei 2009 mengalami penurunan sebesar 331 basis poins (bps) atau sekitar 3,31 persen. Artinya apabila pemerintah menerbitkan instrumen dengan jangka waktu jatuh tempo satu tahun pada bulan Desember, maka pada saat tersebut investor akan meminta imbalan atas investasinya (return) atau bunga sebesar 11,2 persen. Sementara itu, apabila pada akhir Mei 2009 pemerintah menerbitkan instrumen dengan tenor yang sama maka imbalan atas investasinya (return) atau bunga yang diminta investor akan lebih rendah 3,31 persen dibanding enam bulan sebelumnya. Seperti dapat dilihat pada Grafik V.3, kondisi imbal hasil yang paling tinggi adalah pada bulan Februari 2009, dimana tingkat bunga pada Obligasi Negara satu tahun sebesar 11,2 persen dan 30 tahun sebesar 14,6 persen. Penurunan yield pada bulan Mei 2009 mengindikasikan respon positif pasar keuangan atas keputusan hasil pemilu 2009 dan pulihnya pasar keuangan global. GRAFIK V.3 PERKEMBANGAN YIELD CURVE DESEMBER 2008 – JUNI 2009
15
14
13
12
11
10
9
8
7
10y
15y
20y
30y
Des-08 11,2 11,4 11,6 11,7 11,8 11,8 11,8 11,8 11,8 11,9
1y
2y
3y
4y
5y
6y
7y
8y
9y
11,9
11,9
12,2
Jan-09 10,2 10,5 10,7 10,9 11,1 11,3 11,3 11,4 11,6 11,9
12,3
12,3
12,3
Feb-09 11,2 11,8
14,3
14,4
14,6
12 12,3 12,9
13 13,4 13,6 13,9 13,6
Mar-09 9,71 10,3 10,9 11,3 11,6 11,9 12,2 12,3 12,5 12,6 Apr-09 8,97 9,54 10,1 10,8 11 11,6 11,8 11,9 Mei-09
12
12
7,89 8,75 8,96 9,41 9,57 9,75 9,95 10,2 10,6 10,5
13
13
13,1
12,4
12,5
12,8
11,2
11,7
11,9
Untuk memenuhi target penerbitan SBN (neto) yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009, Pemerintah berusaha menyeimbangkan antara kondisi portofolio dan risiko utang dengan kondisi pasar SBN. Hal ini dilakukan agar target pembiayaan SBN (neto) dapat terpenuhi pada kondisi portofolio utang yang sustainable dalam jangka panjang. Untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pembiayaan di tengah situasi pasar domestik dan global yang tidak menguntungkan, dalam tahun 2009 ditempuh strategi penerbitan surat berharga dengan membuka seluruh kemungkinan penerbitan instrumen yang tersedia,
Laporan Semester I Tahun 2009
V-15
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
pasar yang mungkin bisa menyerap penerbitan, dan pada tingkat maturity yang menengah dan pendek serta yang relatif tinggi likuiditasnya. Surat berharga yang diterbitkan dalam semester I 2009 meliputi: 1) SBN dengan denominasi Rupiah • • • • •
Surat Perbendaharaan Negara (SPN), Obligasi dengan tingkat bunga tetap, Obligasi dengan tingkat bunga mengambang, Sukuk Ritel, Sukuk dengan private placement.
2) SBN dengan denonimasi USD • •
Obligasi dengan tingkat bunga tetap di pasar internasional, Sukuk di pasar international.
Dalam semester I surat berharga hanya diterbitkan dengan dua denominasi yaitu rupiah dan dolar Amerika Serikat. Sementara itu, direncanakan pada semester II 2009 Pemerintah akan mengeluarkan SBN dengan denominasi Yen (shibosai). Shibosai ini merupakan instrumen baru yang diterbitkan Pemerintah, dan untuk pertama kali Pemerintah secara langsung masuk ke pasar Jepang. Dampak positif dari penerbitan obligasi internasional ditengarai dengan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat dan pasar SUN domestik yang relatif stabil karena menurunnya tekanan (pressure) ke pasar akibat berkurangnya supply SUN. Selain dengan obligasi dalam mata uang asing, untuk memenuhi sisa penerbitan SBN (neto) bulan Juni sampai dengan akhir tahun, Pemerintah akan tetap lebih fokus pada pasar dalam negeri dengan menerbitkan obligasi negara ritel, obligasi negara tanpa kupon, obligasi negara reguler dengan tingkat bunga tetap dan mengambang, SPN, serta menerbitkan Sukuk. Namun komposisi tersebut bersifat indikatif mengingat realisasinya tergantung kondisi pasar SBN dan portofolio utang. Apabila kondisi memungkinkan Pemerintah akan mengutamakan penerbitan SBN dalam jangka panjang dan melakukan debt switching guna mengurangi risiko pembiayaan kembali utang (refinancing) yang meningkat cukup signifikan pada lima tahun ke depan, yaitu sampai dengan tahun 2013, sebagaimana terlihat pada Grafik V.1 tentang profil jatuh tempo SBN. Sementara dari sisi tenor, dengan mempertimbangkan assessment terhadap kondisi likuiditas pasar dalam negeri, penerbitan SBN dometik dilakukan dengan tenor menengah dan pendek, dan dengan tetap menawarkan tenor yang panjang walaupun permintaan atas tenor panjang sangat sedikit. Begitu pula dengan pasar international Pemerintah menerbitkan dalam tenor lima dan sepuluh tahun. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang diterbitkan dengan tenor yang panjang. Hal ini disebabkan karena tipisnya likuiditas di pasar global dan kurangnya kepercayaan investor pada emerging market. Namun demikian, tenor penerbitan SBN telah memperhitungkan risiko refinancing. Penerbitan obligasi negara dalam mata uang asing masih tetap dilakukan untuk mengurangi exposure terhadap pasar dalam negeri. Hal ini juga dilakukan karena potensi penyerapan pasar dalam negeri yang diperkirakan tidak mampu untuk menyerap seluruh kebutuhan pembiayaan tahun 2009. Dari sisi kepemilikan SBN oleh investor asing, pada bulan Januari sampai dengan Maret 2009 mengalami penurunan. Titik paling rendah adalah pada bulan Maret 2009 yaitu sebesar V-16
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
Rp79,83 triliun. Ini menunjukkan rendahnya minat investor asing pada SBN domestik dan menurunnya kepercayaan investor asing pada emerging market. Kepercayaan investor asing mulai pulih kembali sejak April 2009, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kepemilikan asing dan pada bulan Mei 2009 kepemilikan asing meningkat menjadi Rp88,9 triliun. Minat investor asing terlihat dari perkembangan kepemilikan SUN rupiah oleh asing. Meningkatnya kepemilikan investor asing mengindikasikan bahwa pasar SBN domestik masih cukup menarik sebagai salah satu tempat investasi oleh global fund manager, dan menandakan pulihnya kepercayaan investor asing pada emerging market. Namun besarnya kepemilikan asing juga perlu diwaspadai terhadap potensi terjadinya sudden reversal. Perkembangan kepemilikan atas SBN domestik dapat dilihat dalam Tabel V.5. TABEL V.5 KEPEMILIKAN SBN DOMESTIK YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN (triliun rupiah) Des-2008
Jan-2009
Feb-2009
Mar-2009
Apr-2009
Mei-2009
Bank: Bank BUMN Rekap Bank Swasta Rekap Bank Non Rekap BPD Rekap Bank Syariah
258,75 144,72 61,67 45,17 6,50 0,69
267,34 145,52 68,19 45,92 6,98 0,74
277,32 146,50 76,02 46,50 7,54 0,77
279,12 154,08 66,45 49,36 8,45 0,77
274,73 145,93 66,89 53,66 7,49 0,77
273,87
Bank Indonesia*) :
23,01
23,83
28,24
21,32
-
-
-
-
25,51 25,51 -
28,30 28,30 -
Non-Banks: Reksadana Asuransi Asing Dana Pensiun Sekuritas Lain-lain
243,93 33,11 55,83 87,61 32,98 0,53 33,87
243,73 33,11 56,95 86,02 33,41 0,63 33,60
245,79 35,10 58,93 80,90 34,29 0,72 35,85
246,22 35,19 60,25 79,83 34,52 0,53 35,89
250,61 35,04 61,17 83,71 34,83 0,58 35,27
259,97 35,66 62,57 88,90 35,16 0,65 37,02
Total
525,69
534,89
551,35
546,66
550,86
562,13
Departemen Keuangan:
0,77
*) Sejak 8 Februari 2008, termasuk transaksi repo SUN kepada Bank Indonesia
5.5.2 Pinjaman Luar Negeri Salah satu strategi pengelolaan utang Pemerintah adalah untuk meminimalisasi risiko pembiayaan kembali portofolio pinjaman luar negeri. Risiko pembiayaan kembali ini terdiri dari risiko untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman serta risiko fluktuasi mata uang (currency risk). Strategi ini dilakukan dengan mengurangi secara bertahap pinjaman luar negeri. Dalam hal ini Pemerintah dari tahun ke tahun selalu menggunakan tambahan pinjaman luar negeri negatif, artinya jumlah penarikan pinjaman luar negeri lebih rendah Laporan Semester I Tahun 2009
V-17
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
dibandingkan dengan jumlah yang dibayarkan untuk pembayaran cicilan pokok jatuh tempo pada tahun berjalan. Pada APBN tahun 2009 Pemerintah menetapkan penarikan pinjaman luar negeri (neto) sebesar Rp52.161,0 miliar yang terdiri dari pinjaman program sebesar Rp26.440,0 miliar dan pinjaman proyek Rp25.721,0 miliar. Namun, akibat kondisi perekonomian yang belum menunjukkan adanya perbaikan, maka pada awal tahun 2009 asumsi nilai tukar dolar Amerika Serikat pada APBN disesuaikan dari Rp9.400,0 menjadi Rp11.000,0, hal ini mengakibatkan perubahan terhadap nilai pinjaman program Pemerintah, yang semula dianggarkan sebesar Rp26.440,0 miliar menjadi Rp31.900,0 miliar. Kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan ini juga pada akhirnya menekan penerimaan pemerintah, yang dampaknya pada peningkatan defisit APBN. Selain itu, dalam rangka mengurangi dampak krisis ini, Pemerintah memberikan stimulus kepada perekonomian. Dampak dari semua ini adalah naiknya pembiayaan melalui utang sebesar Rp44.531,8 miliar. Tambahan pembiayaan melalui utang tersebut, akan diusahakan dengan menggunakan instrumen pasar modal, namun demikian karena tingginya tambahan pembiayaan tersebut maka Pemerintah perlu untuk mencari alternatif lain untuk menutup pembiayaan tersebut apabila kapasitas pasar tidak mencukupi. Alternatif pembiayaan yang diambil Pemerintah adalah dengan mengusahakan dari sumber pinjaman luar negeri dengan mekanisme pinjaman program, jenis pinjaman yang digunakan adalah pinjaman siaga (contingency loan). Penggunaan pinjaman siaga sesuai dengan amanat Pasal 23 UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN 2009 yang mengatur kondisi dan kebijakan yang dapat ditempuh Pemerintah dengan persetujuan DPR, dalam keadaan darurat. Keadaan darurat meliputi: penurunan pertumbuhan ekonomi, kenaikan biaya utang, dan krisis sistemik. Sampai dengan pertengahan tahun 2009, Pemerintah telah menghimpun dukungan dari berbagai pihak, yaitu World Bank, Asian Development Bank (ADB), Pemerintah Australia, dan Pemerintah Jepang senilai ekuivalen USD5,5 miliar. Pinjaman siaga atau Contingency Loan dimaksud merupakan budget support, yaitu dukungan terhadap pembiayaan program-program penanggulangan krisis oleh Pemerintah Indonesia yang akan ditarik dalam hal Pemerintah kesulitan menerbitkan SBN. Kesulitan menerbitkan SBN dapat terjadi dalam hal tidak adanya demand yang mencukupi terhadap SBN, atau sekalipun ada, tingkat imbal hasil (yield) yang dikehendaki investor sangatlah mahal. Dalam operasionalisasinya, penerbitan SBN ditetapkan dalam target-target tiga bulanan, yang diharapkan akan dicapai melalui penerbitan berbagai instrument SBN, baik dalam denominasi Rupiah maupun valas. Dalam hal terdapat kekurangan (shortfall) realisasi penerbitan dibandingkan target tiga bulanan, maka pinjaman siaga akan ditarik sebesar kekurangan tersebut, dengan memperhatikan batasan tingkat bunga yang diatur dalam skema pinjaman siaga dimaksud. Bentuk pinjaman siaga secara umum dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu Base budget support, Contingent budget support, dan Direct market support. Pinjaman siaga, khususnya base budget dan contingent budget support, akan ditarik dalam bentuk tunai. Sampai dengan semester I tahun 2009, perjanjian dalam rangka pinjaman siaga telah disepakati adalah yang bersumber dari World Bank dan JBIC. Pinjaman dari World Bank V-18
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
telah ditandatangani pada tanggal 4 Maret 2009, dengan nilai pinjaman sebesar USD2,0 miliar dalam bentuk contingent budget support. Demikian pula pinjaman dari JBIC, penandatanganan Loan Agreement dilakukan pada tanggal 7 April 2009 dengan nilai kesepakatan setara dengan USD1,5 miliar dalam bentuk direct market support. Sedangkan pinjaman dari ADB dan Australia sampai dengan awal Juni 2009 loan agreement belum ditandatangani. Namun, pinjaman siaga dari ADB telah memperoleh persetujuan dari Board of director, senilai USD1,0 miliar dalam bentuk contingent budget support. Dari pemerintah Australia bentuk contingent budget support dan pada saat ini masih dalam proses persetujuan dari parlemennya dengan nilai USD1,0 miliar. Dalam operasionalnya, Pemerintah bersama Development Partners akan mengadakan pertemuan secara periodik setiap tiga bulan yang akan membahas mengenai tercapai atau tidaknya target penerbitan SBN dalam tiga bulan sebelumnya, terpenuhi atau tidaknya batasan tingkat bunga yang ditetapkan, dan besarnya jumlah pinjaman siaga yang akan ditarik, serta proposal perubahan skema penarikan pinjaman siaga dalam hal diperlukan. Dalam pemenuhan pinjaman luar negeri Pemerintah mengusahakan untuk memperoleh pinjaman dengan terms and conditions yang favourable dengan tetap memperhatikan pemenuhan kebutuhan pembiayaan. Dalam situasi pasar keuangan yang masih terkena dampak krisis keuangan, terdapat kecenderungan adanya kenaikan biaya pinjaman yang ditawarkan oleh pemberi pinjaman khususnya lembaga keuangan komersial. Salah satu dampak yang dirasakan akibat krisis adalah berkurangnya lender komersial yang bersedia menyediakan komitmen pinjaman sesuai kebutuhan Pemerintah dan dukungan pembiayaan yang memiliki terms relatif murah sulit dijumpai. Menyikapi hal tersebut perlu diambil langkah-langkah kehati-hatian dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pembiayaan melalui pinjaman namun tetap memperhatikan/memperhitungkan indikasi penawaran terms and conditions. Salah satu persyaratan yang dianggap menguntungkan Pemerintah adalah pinjaman dengan tingkat bunga tetap. Dengan tingkat bunga tetap maka Pemerintah dapat mengurangi interest rate risk yang diakibatkan oleh fluktuasi tingkat bunga. Pada semester I tahun 2009, Pemerintah telah melakukan beberapa kegiatan dalam mengelola portofolio dan risiko utang. Salah satu diantaranya adalah memanfaatkan momentum suku bunga yang berada pada historically-low level, yang mana merupakan kondisi terbaik untuk melakukan refixing pinjaman bersuku bunga mengambang. Pada bulan Januari 2009 Pemerintah telah melakukan refixing atas pinjaman World Bank, sebagai kelanjutan dari kegiatan yang dimulai dari tahun sebelumnya. Refixing ini dilakukan Pemerintah secara bilateral dengan World Bank melalui pemanfaatan opsi yang terkait dengan perjanjian pinjamannya. Selain itu, Pemerintah juga telah mengkaji tawaran serupa yang disampaikan oleh salah satu kreditur komersial untuk melakukan refixing secara bilateral. Namun sampai akhir semester I ini, Pemerintah belum menerima tanggapan dari kreditur yang bersangkutan, dengan alasan masih dilakukan pembahasan dari sisi legal documentation mengenai pelaksanaan transaksi ini. Tidak terlepas dari kegiatan di atas, Pemerintah juga berupaya meminimalisasi biaya utang dan mengendalikan risiko sebagaimana ditetapkan dalam strategi pengelolaan utang negara tahun 2009 melalui operasionalisasi penerbitan obligasi maupun pengadaan pinjaman. Salah satu upaya lain yang dilakukan Pemerintah dalam rangka mengoptimalkan portofolio pinjaman adalah pengkajian terhadap program debt swap yang ditawarkan oleh lender. Laporan Semester I Tahun 2009
V-19
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Karena memenuhi kriteria yang dipersyaratkan, Indonesia saat ini sedang melakukan pembahasan dengan pemerintah USA dalam pelaksanaan Tropical Forest Conservation Act (TFCA). Dalam program ini terdapat beberapa pihak yang terlibat antara lain kementerian negara dan/atau lembaga dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Adapun dalam kesempatan pertama ini, jumlah yang diberikan untuk dimanfaatkan adalah USD19,6 juta.
5.6 Prognosis Defisit dan Pembiayaan Anggaran dalam Semester II 2009 5.6.1 Prognosis Defisit dalam Semester II 2009 Sejalan dengan perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah, serta perkiraan realisasi belanja negara, maka dalam semester II tahun 2009 diperkirakan terdapat defisit anggaran sebesar Rp130.740,4 miliar atau 93,7 persen dari sasaran yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009 atau 254,6 persen bila dibandingkan dengan APBN 2009. Defisit anggaran tersebut diperkirakan dapat ditutup dengan pembiayaan non-utang sebesar Rp40.612,7 miliar atau 74,2 persen dibandingkan sasarannya dalam Dokumen Stimulus 2009 (668,9 persen dibandingkan APBN 2009). Selain itu juga dari pembiayaan utang sebesar Rp45.587,0 miliar atau 53,7 persen dibandingkan sasarannya dalam Dokumen Stimulus 2009 (100,7 persen dibandingkan APBN 2009).
5.6.2 Prognosis Pembiayaan Anggaran dalam Semester II 2009 Perkiraan realisasi pembiayaan anggaran dalam semester II tahun 2009 diharapkan dapat dicapai sejalan dengan ditempuhnya beberapa kebijakan yang telah diprogramkan, antara lain penggunaan SILPA 2008, pengelolaan aset program restrukturisasi perbankan, penerbitan obligasi baru, pengadaan utang baru, penarikan pinjaman siaga serta percepatan penyelesaian policy matrix sebagai syarat pencairan pinjaman program. Dengan ditempuhnya berbagai langkah kebijakan tersebut, maka pembiayaan anggaran dalam semester II tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp88.199,8 miliar atau 95,4 persen dibandingkan dengan target dalam Dokumen Stimulus 2009 (167,9 persen dibandingkan APBN 2009).
5.6.2.1 Pembiayaan Non-Utang Berdasarkan perkembangan perkiraan realisasi pembiayaan non-utang dalam semester I 2009, realisasinya dalam semester II 2009 diperkirakan sebesar Rp40.612,7 miliar. Perkiraan realisasi pembiayaan non-utang tersebut telah memperhitungkan adanya penerimaan dari hasil pengelolaan aset oleh PT PPA dan pemanfaatan rekening pemerintah yang belum terealisir dalam semester I 2009. Prognosis pembiayaan non-utang tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel V.6.
V-20
Laporan Semester I Tahun 2009
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
Bab V
TABEL V.6 REALISASI DAN PROYEKSI PEMBIAYAAN NON-UTANG TAHUN 2009 (miliar rupiah)
Uraian 1. Perbankan Dalam Negeri a. Rekening Dana Investasi b. Rekening Pemerintah c. Pelunasan Piutang Negara (PT Pertamina) d. Rekening Pembangunan Hutan e. SILPA 2008 2. Non Perbankan Dalam Negeri a Penerimaan Privatisasi b Hasil Pengelolaan Aset c. Dana Investasi Pemerintah dan Restruk. BUMN i. Investasi Pemerintah ii. PMN dan Restrukturisasi BUMN iii Dana Kontinjensi Untuk PT PLN iv Dana Bergulir Jumlah
APBN
Dok. Stimulus
16.629,2 3.690,0 9.136,4 1.696,5 2.106,3
65.797,4 3.690,0 9.136,4 1.696,5 51.274,5
(10.557,9) 500,0 2.565,0 (13.622,9) (500,0) (10.136,4) (1.000,0) (1.986,5)
(11.057,9) 500,0 2.565,0 (14.122,9) (500,0) (10.636,4) (1.000,0) (1.986,5)
6.071,3
54.739,5
Perk. Prognosis Realisasi Semester II Semester I 1.845,0 1.845,0 272,3 272,3 2.117,3
54.138,5 1.845,0 394,0 625,0 51.274,5
RAPBN-P 55.983,5 3.690,0 394,0 625,0 51.274,5
(13.525,8) (436,8) (13.089,0) (500,0) (10.674,0) (1.000,0) (915,0)
(13.253,5) (164,5) (13.089,0) (500,0) (10.674,0) (1.000,0) (915,0)
40.612,7
42.730,0
Sumber : Departemen Keuangan
5.6.2.2 Pembiayaan Utang Perkembangan kondisi perekonomian Indonesia menjelang memasuki paruh kedua tahun 2009 menunjukkan indikasi semakin membaik. Hal ini antara lain terlihat dari kondisi makro ekonomi pada awal bulan Juni seperti tingkat inflasi yang rendah sehingga berdampak pada penurunan suku bunga BI rate menjadi sebesar 7,0 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang semakin menguat hingga menembus level di bawah Rp10.000/USD dan nilai tukar terhadap Yen yang menjadi sekitar Rp107/Yen, yield SUN domestik dan credit default swap yang semakin menurun, serta indeks harga saham gabungan yang telah menembus level 2000. Penurunan yield SUN, CDS, dan nilai tukar antara lain mengindikasikan bahwa dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia semakin meningkat dan diharapkan secara bertahap dapat kembali normal seperti sebelum masa krisis. Namun demikian, masuknya dana asing tersebut berpotensi menimbulkan sudden reversal sehingga perlu diantisipasi sebelumnya. Dengan melihat kondisi tersebut, maka diharapkan pemenuhan target pembiayaan utang pada semester II tahun 2009 sebesar Rp45.586,9 miliar dapat dipenuhi dengan biaya yang lebih murah dan risiko yang lebih rendah. Rincian pemenuhan target pembiayaan utang sebagaimana Tabel V.7 berikut ini. Dalam Tabel V.7, terlihat bahwa target pembiayaan akan dipenuhi dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp34.511,5 miliar dan melalui penarikan pinjaman luar negeri (neto) sebesar Rp11.075,5 miliar. Penerbitan SBN (neto) akan dipenuhi melalui penerbitan SUN dan SBSN baik valas maupun domestik. Untuk SBN valas diperkirakan akan dipenuhi dari penerbitan Shibosai di pasar Jepang, sedangkan untuk SBN domestik akan dipenuhi dari penerbitan SPN, ON seri FR, ORI, dan Sukuk. Sementara itu, penarikan pinjaman luar negeri akan dipenuhi dari penarikan pinjaman program dari lender World Bank, ADB, Perancis dan Jepang pada triwulan terakhir tahun 2009 serta penarikan pinjaman proyek yang akan dilakukan
Laporan Semester I Tahun 2009
V-21
Bab V
Defisit dan Pembiayaan Anggaran TABEL V.7 REALISASI DAN PROYEKSI PEMBIAYAAN UTANG TAHUN 2009 (miliar rupiah) Uraian
I. Pembiayaan Utang 1. SBN Penerbitan
APBN
Dok. Stimulus
Perkiraan Semester I
Prognosis Semester II
Total
45.270,8
84.775,9
44.725,0
45.586,9
90.311,9
54.719,0
99.250,8
67.579,5
34.511,5
102.091,0
99.619,0
144.150,8
99.387,7
48.286,5
147.674,2
Pokok Jatuh Tempo
(42.690,9)
(42.690,9)
(23.290,2)
(13.775,0)
(37.065,2)
Pembelian Kembali
(2.209,2)
(2.209,2)
(8.518,0)
(9.448,2)
(14.474,9)
(22.854,5)
11.075,4
(11.779,1)
52.161,0
57.621,0
17.948,7
52.738,2
70.686,9
Pinjaman Program
26.440,0
31.900,0
3.575,6
28.207,4
31.783,0
Pinjaman Proyek
25.721,0
25.721,0
14.373,1
24.530,8
38.903,8
25.721,0
25.721,0
10.248,1
15.664,1
25.912,2
0,0 0,0
0,0 0,0
4.125,0 (4.125,0)
8.866,7 (8.866,7)
12.991,7 (12.991,7)
(36.678,2)
(32.796,1)
(69.474,2)
2. Pinjaman Luar Negeri Penarikan:
- Pemerintah Pusat - Penerimaan Penerusan Pinjaman Penerusan Pinjaman Pokok Jatuh Tempo
(61.609,2)
(72.095,9)
0,0
(8.518,0)
oleh K/L berdasarkan kemajuan proyek yang dilakukan. Di samping penarikan pinjaman, pada semester II juga akan dilakukan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp32.796,1 miliar. Jika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan Yen semakin menguat maka diharapkan realisasi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri lebih rendah dari perkiraan.
V-22
Laporan Semester I Tahun 2009
LAMPIRAN
RUU APBN-P 2009
Lampiran 1
REALISASI TRANSFER KE DAERAH, 2009 (miliar rupiah)
APBN
I. DANA PERIMBANGAN A. DANA BAGI HASIL
Dok. Stimulus
Perkiraan Realisasi Semester I
Prognosis Semester II
Total
296.952,4
279.313,2
135.598,8
149.718,4
285.317,1
85.718,7
68.079,5
19.470,0
54.613,5
74.083,5
1.
Pajak a. Pajak Penghasilan b. PBB c. BPHTB d. Cukai
45.754,4 10.089,2 27.446,8 7.253,6 964,8
39.919,4 9.503,6 22.688,2 6.665,5 1.062,2
9.645,6 4.035,7 3.314,2 1.813,4 482,4
28.917,7 4.171,7 19.496,8 4.666,6 582,7
38.563,3 8.207,4 22.811,0 6.480,0 1.065,1
2.
Sumber Daya Alam a. migas b. Pertambangan Umum c. Kehutanan d. Perikanan e. Pertambangan Panas Bumi
39.964,3 31.359,8 6.978,8 1.505,8 120,0 -
28.160,1 19.299,6 6.978,8 1.505,8 120,0 256,0
9.824,3 6.383,1 2.791,5 602,3 47,4 -
25.695,8 20.007,0 4.408,8 198,3 72,6 1.009,1
35.520,1 26.390,1 7.200,3 800,7 120,0 1.009,1
186.414,1
186.414,1
108.642,2
77.771,9
186.414,1
24.819,6
24.819,6
7.486,6
17.333,0
24.819,6
23.738,6
23.738,6
3.820,5
20.434,6
24.255,1
8.856,6 7.456,6 1.400,0
8.856,6 7.456,6 1.400,0
1.328,5 1.118,5 210,0
8.198,1 6.338,1 1.860,0
9.526,6 7.456,6 2.070,0
14.882,0 7.490,0 7.000,0 96,7 295,3
14.882,0 7.490,0 7.000,0 96,7 295,3
2.492,0 2.253,4 41,4 197,1
12.236,6 7.490,0 4.746,6 -
14.728,6 7.490,0 7.000,0 41,4 197,1
320.691,0
303.051,8
139.419,2
170.153,0
309.572,3
B. DANA ALOKASI UMUM C. DANA ALOKASI KHUSUS II. DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN A. DANA OTONOMI KHUSUS 1. Dana Otsus 2. Dana tambahan Otsus Infrastruktur Prov Papua B. DANA PENYESUAIAN 1. Dana Tambahan DAU untuk Guru PNSD 2. Dana Tambahan DAU 3. Kurang Bayar DPIL 2007 4. Kurang Bayar DAK 2007 J U M L A H
L-1
Lampiran 2 REALISASI TRANSFER KE DAERAH, 2008 - 2009 (miliar rupiah) 2008
A. DANA BAGI HASIL 1. Pajak a. Pajak Penghasilan i. Pasal 21 ii. Pasal 25/29 OP b. Pajak Bumi dan Bangunan c. BPHTB d. Cukai 2. Sumber Daya Alam
% thd APBN Dok. Stimulus
APBN Dok. Stimulus
Perkiraan Realisasi Semester I
296.952,4
279.313,3
135.598,8
45,7
48,5
85.718,7
68.079,6
19.470,0
22,7
28,6
32,2
45.754,4
39.919,5
9.645,6
21,1
24,2
20,0
10.089,2
9.503,6
4.035,7
40,0
42,5
20,0
9.387,0
8.842,2
3.754,8
40,0
42,5
Semester I
% thd APBN-P
278.436,1
113.613,2
40,8
77.726,8
17.494,5
22,5
35.926,2
11.583,6
8.491,3
1.698,2
7.900,3
1.580,0
APBN-P
I. DANA PERIMBANGAN
2009
APBN
% thd APBN
591,0
118,2
20,0
702,2
661,4
280,9
40,0
42,5
22.001,9
7.892,2
35,9
27.446,8
22.688,3
3.314,2
12,1
14,6
5.433,0
1.993,2
36,7
7.253,6
6.665,5
1.813,4
25,0
27,2
-
-
-
964,8
1.062,2
482,4
50,0
45,4 34,9
41.800,6
5.910,9
14,1
39.964,3
28.160,1
9.824,3
24,6
a. Minyak Bumi
22.235,3
2.573,2
11,57
19.152,5
10.027,1
3.744,7
19,6
37,3
b. Gas Alam
11.363,5
2.114,8
18,61
12.207,3
9.272,5
2.638,4
21,6
28,5
c. Pertambangan Umum
6.330,5
848,6
13,4
6.978,8
6.978,8
2.791,5
40,0
40,0
d. Kehutanan
1.711,3
342,3
20,0
1.505,8
1.505,8
602,3
40,0
40,0
160,0
32,0
20,0
120,0
120,0
47,4
39,5
39,5
-
-
-
-
256,0
-
-
-
179.507,1
89.730,4
50,0
186.414,1
186.414,1
108.642,2
58,3
58,3
21.202,1
6.388,4
30,1
24.819,6
24.819,6
7.486,6
30,2
30,2
13.986,7
3.142,0
22,5
23.738,6
23.738,6
3.820,5
16,1
16,1
7.510,3
588,0
7,8
8.856,6
8.856,6
1.328,5
15,0
15,0
7.180,3
538,5
7,5
7.456,6
7.456,6
1.118,5
15,0
15,0
- Otsus Papua
3.590,1
538,5
15,0
3.728,3
3.728,3
559,2
15,0
15,0
- Otsus Aceh
3.590,1
-
-
3.728,3
3.728,3
559,2
15,0
15,0
e. Perikanan f. Pertambangan Panas Bumi B. DANA ALOKASI UMUM C. DANA ALOKASI KHUSUS II. DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN A. DANA OTONOMI KHUSUS 1. Otsus Murni (Persentase DAU)
2. Tambahan Otsus Infrastruktur
330,0
49,5
15,0
1.400,0
1.400,0
210,0
15,0
15,0
6.476,4 -
2.554,0 -
39,4 -
14.882,0
14.882,0
2.492,0
16,7
16,7
7.490,0
7.490,0
-
-
-
2. Dana Tambahan DAU
-
-
-
7.000,0
7.000,0
2.253,4
32,2
32,2
3. Kurang Bayar DPIL 2007
-
-
-
96,7
96,7
41,4
42,8
42,8
4. Kurang Bayar DAK 2007
-
-
-
295,3
295,3
197,1
66,8
66,8
292.422,8
116.755,2
39,9
320.691,0
303.051,9
139.419,2
43,5
46,0
B. DANA PENYESUAIAN 1. Dana Tambahan DAU untuk Guru PNSD
J U M L A H
L-2
Lampiran 3 PERKIRAAN REALISASI DANA BAGI HASIL PAJAK PER PROVINSI SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No
Daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bangka Belitung Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi DKI Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Provinsi Jawa Tengah Provinsi DI Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat Total
PPh Pasal 21 16.350,8 40.233,3 6.254,2 49.246,4 26.903,2 3.365,8 28.451,3 5.096,7 2.718,8 8.568,2 1.835.320,7 141.978,7 61.514,2 58.276,5 9.720,2 87.778,2 7.052,9 6.880,3 11.816,3 84.528,6 5.947,1 1.531,9 2.965,3 22.262,0 1.006,2 3.400,5 20.630,4 11.328,8 4.100,8 1.936,1 5.136,8 23.721,6 7.093,1 2.603.115,9
*) Tidak termasuk bagian daerah
L-3
Pasal 25/29 199,3 4.098,8 641,5 1.517,2 1.202,3 336,2 1.243,8 355,1 142,7 1.164,3 147.818,9 10.083,1 2.493,4 6.298,4 810,9 11.180,1 1.095,2 249,4 1.631,6 2.311,3 486,8 190,8 253,8 1.083,0 14,0 207,4 1.826,4 735,7 356,2 197,9 102,6 548,9 163,5 201.040,4
PBB*)
BPHTB*)
CUKAI
4.874,4 4.874,4
3.762,2 3.762,2
596,7 10.584,0 42.368,8 1.267,2 89.903,6 144.720,3
Lampiran 4 PERKIRAAN REALISASI DANA BAGI HASIL PAJAK PER KABUPATEN/KOTA SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Daerah Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. Bireun Kab. Pidie Kab. Simeulue Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab. Bener Meriah Kota Subulussalam Kab. Pidie Jaya Kab. Asahan Kab. Dairi Kab. Deli Serdang Kab. Karo Kab. Labuhan Batu Kab. Langkat Kab. Mandailing Natal Kab. Nias Kab. Simalungun Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Utara Kab. Toba Samosir Kota Binjai Kota Medan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi Kota Padang Sidempuan Kab. Pakpak Bharat Kab. Nias Selatan Kab. Humbang Hasundutan Kab. Serdang Bedagai Kab. Samosir Kab. Batu bara Kab. Padang Lawas Kab. Padang Lawas Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Labuhan Batu Selatan Kab. Limapuluh Kota Kab. Agam Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Padang Pariaman Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Sijunjung
PPh Pasal 21 933,2 1.746,2 626,5 416,9 661,5 515,9 340,3 1.652,8 689,0 913,8 454,3 6.219,9 577,3 1.073,8 3.118,2 693,0 464,4 506,4 431,2 835,3 456,7 500,0 699,7 1.844,5 1.064,8 2.131,3 971,4 1.702,4 1.775,8 843,0 962,9 1.845,1 954,4 799,5 858,0 1.210,5 1.170,4 25.851,5 2.879,8 1.027,5 948,2 1.011,9 1.489,2 679,0 680,0 788,0 1.476,4 742,8 1.358,8 643,8 635,5 871,3 1.132,3 356,7 409,4 299,0 369,3 326,1 344,1 356,6
Pasal 25/29 10,4 15,7 7,2 4,9 10,0 7,4 4,3 27,6 10,5 8,8 5,3 52,7 6,0 17,3 53,6 7,9 5,4 5,9 5,9 13,1 6,3 5,8 7,0 178,7 66,1 126,9 79,9 132,8 101,4 65,7 92,1 98,0 65,7 64,7 68,8 64,7 131,7 3.390,4 239,4 94,9 126,0 155,0 88,2 61,5 63,1 63,7 106,5 62,1 71,7 61,8 61,9 88,1 76,7 28,6 29,8 25,8 26,9 28,1 26,3 26,9
L-4
PBB*) 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
BPHTB*) 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 213,0 603,2 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 20,6 -
No 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Daerah Kab. Solok Kab. Tanah Datar Kota Bukit Tinggi Kota Padang Panjang Kota Padang Kota Payakumbuh Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Pariaman Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi Kab. Pelalawan Kab. Rokan Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Siak Kota Dumai Kota Pekanbaru Kab. Bintan Kab. Natuna Kab. Karimun Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Lingga Kab. Kepulauan Anambas Kab. Batanghari Kab. Bungo Kab. Kerinci Kab. Merangin Kab. Muaro Jambi Kab. Sarolangun Kab. Tanjung Jabung Barat Kab. Tanjung Jabung Timur Kab. Tebo Kota Jambi Kota Sungai Penuh Kab. Lahat Kab. Musi Banyuasin Kab. Musi Rawas Kab. Muara Enim Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kota Palembang Kota Pagar Alam Kota Lubuk Linggau Kota Prabumulih Kab. Banyuasin Kab. Ogan Ilir Kab. OKU Timur Kab. OKU Selatan Kab. Empat Lawang Kab. Bangka Kab. Belitung Kota Pangkal Pinang Kab. Bangka Selatan
PPh Pasal 21 338,5 342,6 579,7 297,7 3.133,8 343,5 313,3 323,2 292,2 312,2 269,8 373,6 14.911,2 3.408,2 3.587,9 3.308,1 2.702,8 3.899,6 3.408,2 2.847,6 7.612,8 8.775,9 19.407,2 2.955,3 1.916,4 2.251,5 25.311,3 3.062,2 2.147,2 2.710,9 529,3 438,2 263,4 398,7 333,3 315,3 309,4 396,3 296,0 1.587,1 181,8 1.280,8 1.955,3 903,9 3.624,8 2.882,8 2.099,7 18.048,7 1.088,9 1.719,9 3.180,6 1.467,2 1.203,4 1.134,0 1.031,4 1.055,4 584,6 834,0 4.365,4 409,5
Pasal 25/29 26,4 34,1 73,7 34,8 397,7 41,8 26,1 28,4 26,9 27,4 26,6 25,9 345,1 93,5 114,9 68,8 83,7 65,5 78,8 67,4 77,0 167,7 1.113,6 106,0 79,1 151,3 1.025,1 274,2 89,4 78,3 29,6 55,5 26,2 28,5 28,6 26,8 33,1 26,1 28,2 203,6 18,1 70,2 56,0 41,2 98,5 68,9 89,3 845,0 39,3 200,4 135,3 45,4 42,5 49,1 44,9 39,8 51,1 99,7 229,2 31,7
L-5
PBB
*)
974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
*)
BPHTB
752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI -
No 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180
Daerah Kab. Bangka Tengah Kab. Bangka Barat Kab. Belitung Timur Kab. Bengkulu Selatan Kab. Bengkulu Utara Kab. Rejang Lebong Kota Bengkulu Kab. Kaur Kab. Seluma Kab. Mukomuko Kab. Lebong Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Tengah Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Timur Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Way Kanan Kota Bandar Lampung Kota Metro Kab. Pesawaran Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bandung Barat Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Kota Serang Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang
PPh Pasal 21 602,0 445,5 404,0 272,6 400,8 290,6 1.687,4 180,7 278,1 329,5 189,8 196,3 252,5 982,2 646,3 678,5 1.122,6 676,8 1.906,3 461,2 1.081,7 4.356,5 515,9 424,5 5.225,2 48.458,9 15.367,7 3.274,6 3.484,0 5.630,5 4.116,5 6.036,6 15.708,8 3.136,6 3.172,5 6.780,7 4.004,2 4.258,4 3.234,1 3.216,5 31.127,8 8.201,3 7.457,0 4.860,6 7.862,8 3.510,4 3.641,7 4.080,5 2.724,3 4.395,7 4.642,2 4.602,4 8.535,0 26.590,3 13.843,3 27.386,8 6.671,3 1.791,5 3.134,2 1.236,8
Pasal 25/29 51,0 35,5 34,4 13,3 10,4 22,1 124,5 6,7 6,7 9,1 6,6 7,9 6,8 47,9 71,3 73,8 62,7 102,0 65,5 509,0 48,7 629,8 82,3 53,6 361,8 1.821,7 497,0 195,8 322,0 235,0 266,1 204,3 1.067,1 199,1 199,7 281,3 206,7 224,8 214,2 184,1 4.491,0 664,0 1.131,5 403,0 655,0 280,0 274,1 316,2 190,6 238,6 186,5 174,5 334,3 1.313,5 598,2 879,3 253,9 114,9 426,4 119,8
L-6
*)
PBB
974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
*)
BPHTB
752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI 413,7 8.763,9 407,1 407,7 408,0 896,4 411,7 407,1 2.767,5 407,3 407,6 407,1 407,1 407,1 409,8 409,5 407,4 407,1 407,1 3.291,1 407,1 407,1 407,1 407,6 409,0 407,2 1.228,7 1.255,7 1.611,6
No
Daerah
181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240
Kab. Blora Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kab. Bangkalan Kab. Banyuwangi Kab. Blitar Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Kediri Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Pacitan Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo Kab. Sampang
PPh Pasal 21 1.679,3 1.850,3 1.363,3 5.625,6 1.505,0 1.713,7 1.853,5 2.192,5 1.564,6 1.412,0 2.547,3 8.314,6 1.775,8 1.468,4 931,1 1.159,4 1.786,1 1.717,0 1.090,3 2.223,0 1.380,3 1.934,5 1.342,1 1.235,5 2.083,5 1.379,4 1.442,4 1.629,9 1.486,1 16.691,4 5.214,4 1.659,8 2.060,3 1.403,5 1.298,7 4.969,5 4.848,3 1.341,2 1.841,3 1.461,6 1.624,7 1.469,3 10.754,4 3.109,5 1.787,2 1.866,4 1.471,4 1.563,5 1.528,5 1.411,3 3.048,1 2.200,4 1.660,9 1.458,8 1.437,8 1.040,0 4.961,8 1.486,6 2.208,8 1.240,6
Pasal 25/29 200,1 126,6 136,6 269,5 120,9 183,2 214,9 138,9 147,3 211,2 213,4 926,3 203,4 139,0 103,4 119,6 153,1 149,9 99,0 153,7 109,9 226,3 139,5 148,5 129,8 105,6 375,1 219,6 114,1 1.893,5 1.055,3 259,4 136,2 94,6 92,4 330,6 562,5 170,0 262,6 157,9 234,3 154,0 383,2 253,9 380,5 192,6 174,5 211,4 150,9 173,8 274,3 483,7 222,4 179,1 143,9 132,5 570,3 180,7 177,5 148,5
L-7
*)
PBB
974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
*)
BPHTB
752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI 1.733,6 1.712,9 1.249,1 1.319,6 3.013,2 2.518,0 1.346,8 2.831,4 1.288,4 4.571,3 2.604,2 35.412,9 1.671,9 2.287,1 1.275,5 1.269,2 1.688,2 1.277,7 1.245,8 1.454,8 1.320,5 1.386,1 1.542,2 4.294,8 1.241,7 1.888,2 1.234,4 1.647,1 1.677,3 4.102,4 1.382,5 1.275,7 844,8 422,4 633,6 591,4 464,6 2.414,0 2.538,9 4.073,6 8.090,1 4.155,3 2.465,6 4.440,8 4.332,8 20.219,9 3.735,9 2.883,8 2.934,0 2.704,7 13.154,7 3.139,9 4.346,7 3.812,5 2.745,8 9.253,0 19.543,9 2.914,3 5.274,7 3.144,4
No 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300
Daerah Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kab. Tulungagung Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya Kota Batu Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu Kab. Ketapang Kab. Pontianak Kab. Sambas Kab. Sanggau Kab. Sintang Kota Pontianak Kota Singkawang Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Kubu Raya Kab. Barito Selatan Kab. Barito Utara Kab. Kapuas Kab. Kotawaringin Barat Kab. Kotawaringin Timur Kota Palangkaraya Kab. Barito Timur Kab. Murung Raya Kab. Pulang Pisau Kab. Gunung Mas Kab. Lamandau Kab. Sukamara Kab. Katingan Kab. Seruyan Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Kotabaru Kab. Tabalong Kab. Tanah Laut Kab. Tapin Kota Banjarbaru Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kab. Tanah Bumbu Kab. Berau Kab. Bulungan Kab. Kutai Kartanegara Kab. Kutai Barat
PPh Pasal 21 8.458,8 1.434,7 1.040,3 1.467,8 2.042,3 1.706,9 1.489,8 3.698,8 2.485,9 5.153,0 1.659,7 1.759,0 1.770,6 44.279,3 1.246,3 545,1 592,4 594,2 707,5 405,1 813,1 898,2 658,4 2.919,5 504,7 431,3 466,5 485,6 557,9 562,6 644,3 522,1 1.343,5 1.814,0 1.953,5 655,6 557,1 363,4 361,3 267,3 283,8 430,9 561,0 1.031,3 700,8 678,1 782,6 744,9 2.912,4 1.595,7 928,9 607,0 1.469,0 4.401,2 735,3 1.137,3 4.130,8 3.503,2 7.473,9 4.215,3
Pasal 25/29 623,9 169,7 132,4 150,9 170,3 263,9 176,5 1.491,3 278,0 694,1 406,6 199,1 274,0 6.175,9 151,1 43,9 44,5 44,1 47,3 45,0 74,1 58,6 56,0 913,3 129,7 42,8 48,2 41,7 53,5 12,3 15,0 20,4 60,9 87,6 103,6 8,6 9,0 8,6 8,8 9,2 9,4 9,3 11,4 112,8 171,0 58,3 64,8 59,4 76,0 192,9 428,4 57,4 71,0 1.038,0 56,8 60,6 117,2 89,4 85,6 75,5
L-8
*)
PBB
974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
*)
BPHTB
752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI 4.789,6 2.770,7 6.660,9 2.774,2 3.095,2 5.382,7 2.738,1 20.527,0 2.459,1 8.814,4 2.743,2 2.802,7 2.420,5 6.938,5 2.538,9 -
No 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360
Daerah Kab. Kutai Timur Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Pasir Kota Balikpapan Kota Bontang Kota Samarinda Kota Tarakan Kab. Penajam Paser Utara Kab. Tana Tidung Kab. Bolaang Mongondow Kab. Minahasa Kab. Sangihe Kota Bitung Kota Manado Kab. Kepulauan Talaud Kab. Minahasa Selatan Kota Tomohon Kab. Minahasa Utara Kota Kotamobagu Kab. Bolaang Mongondow Kab. Kep. Siau Tagulandang Kab. Minahasa Tenggara Kab. Bolaang Mongondow Kab. Bolaang Mongondow Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Kab. Banggai Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol Kab. Toli-Toli Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Poso Kota Palu Kab. Parigi Moutong Kab. Tojo Una Una Kab. Sigi Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja
PPh Pasal 21 10.036,9 3.082,5 2.759,4 4.772,1 47.502,7 18.022,0 11.095,8 4.554,2 2.881,8 2.762,2 272,1 528,7 245,9 598,7 4.608,2 235,9 370,1 330,2 262,7 305,2 243,4 222,7 306,4 197,1 193,4 240,7 471,9 912,2 264,4 280,9 127,8 451,7 243,1 193,0 388,9 201,7 226,8 337,1 1.737,7 294,3 225,3 148,1 509,6 595,7 1.090,8 796,8 420,0 783,4 665,1 690,0 604,7 1.589,5 1.313,0 725,8 512,7 612,6 602,6 610,6 574,1 597,0
Pasal 25/29 101,2 84,3 87,0 86,5 609,7 262,3 1.426,7 290,2 75,9 75,5 22,3 43,3 20,1 49,0 377,2 19,3 30,3 27,0 21,5 25,0 19,9 18,2 25,1 16,1 15,8 15,6 22,8 198,5 20,0 14,7 14,5 52,6 20,2 13,7 28,4 27,9 10,5 14,9 159,7 23,2 13,4 16,2 29,4 23,4 44,7 32,3 20,5 34,4 21,1 41,3 23,0 26,9 25,6 30,7 25,5 27,9 28,0 25,5 21,3 29,3
L-9
*)
PBB
974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
*)
BPHTB
752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI -
No 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420
Daerah Kab. Wajo Kota Pare-pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Kab. Majene Kab. Mamuju Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Mamuju Utara Kab. Buton Kab. Konawe Kab. Kolaka Kab. Muna Kota Kendari Kota Bau-bau Kab. Konawe Selatan Kab. Bombana Kab. Wakatobi Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Utara Kab. Buton Utara Kab. Badung Kab. Bangli Kab. Buleleng Kab. Gianyar Kab. Jembrana Kab. Karangasem Kab. Klungkung Kab. Tabanan Kota Denpasar Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kab. Alor Kab. Belu Kab. Ende Kab. Flores Timur Kab. Kupang Kab. Lembata Kab. Manggarai Kab. Ngada Kab. Sikka Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur Kab. Timor Tengah Selatan Kab. Timor Tengah Utara Kota Kupang Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Kab. Nagekeo Kab. Sumba Barat Daya
PPh Pasal 21 753,9 1.255,4 11.431,3 753,0 5.368,2 537,2 306,4 341,1 285,2 274,0 302,5 233,2 272,0 1.247,3 419,3 1.470,8 306,9 169,6 188,8 245,5 144,7 169,6 233,2 7.993,1 1.355,6 1.977,7 2.172,8 1.366,4 1.797,5 1.571,3 1.662,7 11.048,6 601,4 729,4 1.186,4 917,4 1.121,2 1.018,1 2.751,7 865,9 7.153,3 648,4 305,2 380,7 269,5 239,5 190,3 198,7 185,6 180,2 384,6 154,3 288,3 337,3 208,2 2.000,0 157,6 157,6 133,7 131,5
Pasal 25/29 32,2 73,8 887,5 46,9 47,0 26,3 2,4 11,4 4,2 1,4 1,6 8,5 21,1 24,5 16,5 154,5 33,6 9,9 8,1 7,9 7,8 9,9 8,5 511,4 99,7 209,0 215,6 121,2 104,9 109,7 159,1 1.209,1 38,2 44,3 71,8 68,1 68,1 105,1 382,7 75,0 209,3 41,0 27,7 47,7 23,8 11,7 13,0 8,4 17,9 19,7 39,0 20,6 28,1 15,8 13,8 173,3 8,7 14,9 11,7 14,4
L-10
PBB
*)
974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9 974,9
BPHTB
*)
752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4 752,4
CUKAI -
No 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477
Daerah Kab. Sumba Tengah Kab. Manggarai Timur Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tenggara Kab. Pulau Buru Kota Ambon Kab. Seram Bagian Barat Kab. Seram Bagian Timur Kab. Kepulauan Aru Kota Tual Kab. Buru Selatan Kab. Maluku Barat Daya Kab. Halmahera Tengah Kab. Halmahera Barat Kota Ternate Kab. Halmahera Timur Kota Tidore Kepulauan Kab. Kepulauan Sula Kab. Halmahera Selatan Kab. Halmahera Utara Kab. Biak Numfor Kab. Jayapura Kab. Jayawijaya Kab. Merauke Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kab. Yapen Waropen Kota Jayapura Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Boven Digoel Kab. Mappi Kab. Asmat Kab. Waropen Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Lanny Jaya Kab. Nduga Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Sorong Kab. Manokwari Kab. Fak Fak Kota Sorong Kab. Sorong Selatan Kab. Raja Ampat Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Kaimana Total
PPh Pasal 21 128,2 120,3 146,8 247,2 238,1 140,5 1.479,5 131,0 82,9 104,7 132,2 99,6 101,7 436,6 329,8 3.304,1 392,6 415,5 462,5 423,0 1.941,1 609,3 502,6 571,8 1.105,5 19.153,6 657,1 401,5 449,5 478,7 4.393,9 422,7 454,0 406,9 487,4 404,5 460,5 417,7 505,7 396,1 396,5 396,1 412,7 410,5 408,9 408,7 408,9 460,8 1.463,6 1.374,8 490,7 2.248,4 610,5 496,5 2.914,7 396,8 643,6 1.151.692,9
Pasal 25/29 13,2 11,0 9,5 16,9 16,1 8,9 168,5 8,9 8,5 31,8 10,8 8,4 8,6 6,4 8,4 93,4 6,3 6,8 7,3 8,4 16,9 42,8 28,3 17,6 64,2 173,5 41,6 10,1 10,2 18,7 251,2 11,5 9,4 9,1 9,1 9,1 9,5 9,1 9,1 9,3 9,4 9,7 9,5 9,4 9,4 9,5 9,4 13,5 11,2 39,7 19,4 124,9 9,0 8,3 9,1 9,4 14,1 79.832,4
*) Tidak termasuk bagian daerah
L-11
*)
PBB
*)
BPHTB
974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 752,4 974,9 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 974,9 752,4 465.015,5 358.917,8
CUKAI 337.680,7
Lampiran 5 PERKIRAAN REALISASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PER PROVINSI SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bangka Belitung Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi DKI Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Provinsi Jawa Tengah Provinsi DI Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat Total
DBH SDA DBH SDA Gas DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi Bumi Iuran Tetap Royalti
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH
113.428,8 191,3 485.444,0 28.528,9 10.808,5 48.820,4 708,2 8.167,5 9.486,1 16.896,0 175,9 17.814,5 1.122,3 115.539,3 137,6 78,4 52.767,5 910.115,2
15,8 36,4 7,9 608,0 304,0 972,1
121.811,5 248,0 145,6 24.958,8 25.179,8 117.778,1 1.303,2 2.584,7 11,1 1.358,3 402.712,5 604,5 698.696,3
72,5 103,2 46,8 132,9 246,4 65,4 379,5 792,1 56,5 26,8 36,5 9,0 5,2 2,8 21,2 265,6 496,6 604,5 880,0 114,8 24,3 93,4 155,8 2,0 213,2 192,8 3,6 0,8 169,8 306,9 28,6 5.549,4
L-12
1.232,3 2.432,5 12.416,1 1.375,0 25.828,2 25.432,6 689,6 5,0 1.666,2 42,2 24,8 45,2 8.511,5 8.070,3 95.638,5 230.591,4 128,5 195,0 7.166,1 2.179,0 5.849,3 21,8 13.625,1 109.862,5 487,5 553.516,2
125,8 5.483,2 1.119,6 18.861,3 4.685,1 4.975,1 81,9 2.395,6 148,9 3.660,8 0,7 3.397,7 2.036,2 8.537,3 382,6 10.208,2 107,8 305,5 521,2 1,7 449,9 323,5 0,4 1.205,7 1.354,4 4.621,3 5.158,2 80.149,5
DR
DBH SDA Perikanan
‐
‐
Lampiran 6 PERKIRAAN REALISASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PER KABUPATEN/KOTA SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
Daerah Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. Bireun Kab. Pidie Kab. Simeulue Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab. Bener Meriah Kota Subulussalam Kab. Pidie Jaya Kab. Asahan Kab. Dairi Kab. Deli Serdang Kab. Karo Kab. Labuhan Batu Kab. Langkat Kab. Mandailing Natal Kab. Nias Kab. Simalungun Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Utara Kab. Toba Samosir Kota Binjai Kota Medan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi Kota Padang Sidempuan Kab. Pakpak Bharat Kab. Nias Selatan Kab. Humbang Hasundutan Kab. Serdang Bedagai Kab. Samosir Kab. Batu bara Kab. Padang Lawas Kab. Padang Lawas Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Labuhan Batu Selatan Kab. Limapuluh Kota Kab. Agam Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Padang Pariaman Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Sijunjung Kab. Solok Kab. Tanah Datar Kota Bukit Tinggi Kota Padang Panjang Kota Padang Kota Payakumbuh Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Pariaman
DBH SDA Minyak Bumi 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 1.038,2 10.446,0 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 533,4 1.316,5 533,4 533,4 533,4 13,2 13,2 15,7 13,2 13,2 341,5 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 51,8 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 -
DBH SDA Gas Bumi 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 31.776,9 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 1.444,4 17,1 17,1 112,4 17,1 17,1 364,2 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 53,7 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 17,1 -
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti 29,3 4,7 6,3 5,9 180,4 - 10,2 - - 26,6 - - - - - 12,7 2,9 6,0 - 4,8 - - 0,1 - 31,6 - - - - 117,2 2,1 - 131,5 63,3 28,6 - - - - - - - 23,9 8,7 - 5,8 - - - - - - - 4,5 136,9 1,6 136,9 - 136,9 - 136,9 30,3 136,9 11,1 136,9 23,0 233,4 9,5 136,9 - 136,9 - 136,9 - 136,9 - 136,9 - 136,9 98,9 2.368,2 - 136,9 - 136,9
L-13
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 11,4 - 135,3 379,6 - 11,4 - 11,4 - 76,5 199,6 - 11,4 - 15,4 12,1 - 11,4 - 11,4 - 51,5 122,9 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 11,4 - 18,6 22,0 - 11,4 - 378,2 - 2.484,4 184,3 - 378,2 - 378,2 0,1 31,6 3.655,1 342,3 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 450,4 218,9 - 2.105,7 408,3 - 378,2 31,6 3.443,3 266,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 521,6 434,6 - 378,2 - 574,7 595,5 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 378,2 - 125,8 4,2 - 124,4 - 771,6 2.004,9 - 124,4 - 1.390,6 112,2 - 130,9 20,2 - 124,5 0,3 - 127,5 9,6 - 124,7 0,9 - 124,4 - 124,4 - 124,4 - 124,4 - 124,4 - 124,4 - 124,4 -
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
No 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Daerah Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi Kab. Pelalawan Kab. Rokan Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Siak Kota Dumai Kota Pekanbaru Kab. Bintan Kab. Natuna Kab. Karimun Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Lingga Kab. Kepulauan Anambas Kab. Batanghari Kab. Bungo Kab. Kerinci Kab. Merangin Kab. Muaro Jambi Kab. Sarolangun Kab. Tanjung Jabung Barat Kab. Tanjung Jabung Timur Kab. Tebo Kota Jambi Kota Sungai Penuh Kab. Lahat Kab. Musi Banyuasin Kab. Musi Rawas Kab. Muara Enim Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kota Palembang Kota Pagar Alam Kota Lubuk Linggau Kota Prabumulih Kab. Banyuasin Kab. Ogan Ilir Kab. OKU Timur Kab. OKU Selatan Kab. Empat Lawang Kab. Bangka Kab. Belitung Kota Pangkal Pinang Kab. Bangka Selatan Kab. Bangka Tengah Kab. Bangka Barat Kab. Belitung Timur Kab. Bengkulu Selatan Kab. Bengkulu Utara Kab. Rejang Lebong Kota Bengkulu Kab. Kaur Kab. Seluma Kab. Mukomuko Kab. Lebong Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Tengah Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Timur Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Way Kanan Kota Bandar Lampung Kota Metro Kab. Pesawaran
DBH SDA Minyak Bumi 533.575,6 97.088,8 97.966,2 196.983,9 97.088,8 98.501,0 253.623,6 99.708,2 273.062,1 97.088,8 97.088,8 9.473,5 55.762,2 9.473,5 9.473,5 9.473,5 9.473,5 9.473,5 2.364,3 2.161,7 2.161,7 2.161,7 3.325,1 3.051,2 15.427,4 5.450,3 2.161,7 2.807,3 2.161,7 7.999,1 68.628,8 17.036,9 15.251,3 6.974,3 9.776,7 6.974,3 6.974,3 6.974,3 9.118,5 11.150,2 7.499,5 6.974,3 6.974,3 6.974,3 202,1 202,1 202,1 202,1 202,1 202,1 202,1 1.519,4 1.519,4 1.519,4 1.519,4 5.030,0 1.519,4 1.519,4 1.519,4 1.519,4 1.519,4 1.519,4
DBH SDA Gas Bumi 29,1 29,1 29,1 29,1 29,1 43,6 29,1 29,1 29,1 29,1 276,7 7.483,0 19.886,8 7.483,0 7.483,0 7.483,0 7.483,0 7.483,0 5.036,0 5.036,0 5.036,0 5.036,0 5.036,0 5.036,0 40.418,0 14.977,6 5.036,0 5.036,0 5.036,0 17.011,2 202.821,5 45.515,8 20.343,2 16.825,4 17.066,4 16.825,4 16.825,4 16.825,4 16.925,3 16.825,4 16.825,4 16.825,4 16.825,4 16.825,4 -
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti - 136,9 2,4 136,9 5,7 136,9 21,9 486,5 86,1 486,5 271,1 4.007,6 70,6 486,5 58,4 1.233,6 15,0 486,5 - 486,5 2,0 486,5 6,4 596,8 - 486,5 - 486,5 93,9 12.407,7 0,3 4.079,8 109,6 7.043,4 - 4.079,8 14,0 10.382,0 39,2 4.497,3 - 4.079,8 70,9 642,8 33,6 2.290,2 - 275,0 61,7 275,0 13,3 275,0 56,3 366,9 14,7 275,0 - 275,0 11,0 275,0 - 275,0 - 275,0 146,3 17.623,2 521,4 3.689,7 120,5 3.689,7 478,3 37.723,0 - 3.689,7 80,7 3.689,7 - 3.689,7 - 3.689,7 - 3.689,7 6,8 3.689,7 137,9 3.689,7 - 3.689,7 17,2 3.689,7 9,0 3.689,7 - 3.689,7 916,0 21.193,6 126,9 11.778,7 30,7 8.477,5 639,5 18.721,7 478,1 13.029,1 557,7 16.475,9 419,3 12.053,8 4,8 153,2 146,2 834,3 - 153,2 - 153,2 2,9 153,2 47,0 698,1 17,5 153,2 6,3 153,2 1,3 153,2 - 153,2 10,5 1,0 4,7 7,5 - 1,0 - 1,0 - 1,0 90,4 3,6 - 1,0 1,2 1,0 - 1,0 - 1,0 0,3 1,0
L-14
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 125,2 2,6 - 124,4 - 313,7 586,4 50,6 12.998,4 1.046,8 - 4.999,2 452,7 - 4.322,9 51,2 31,6 11.311,0 823,6 - 3.828,7 183,4 15,8 8.280,6 1.107,0 - 3.882,6 358,6 15,8 8.087,1 478,2 31,6 10.163,8 1.696,9 - 3.798,6 23,3 - 3.772,3 - - - - - - - - - - - - - - - 2.941,6 396,8 - 963,9 87,3 - 938,0 - 955,8 60,9 15,8 2.777,2 181,3 - 1.406,1 83,9 15,8 2.904,8 447,8 - 2.801,1 389,3 - 1.177,2 361,2 - 937,5 1,6 - 937,0 - 2.410,1 149,0 - 1.747,1 93,4 - 2.363,6 149,0 - 710,7 - 5.497,7 431,4 - 710,7 - 710,7 - 710,7 - 710,7 - 710,7 - 728,1 - 710,7 - 710,7 - 710,7 - 757,2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 16,4 - 16,4 - 16,4 - 163,9 13,7 - 16,4 - 16,4 - 16,4 - 16,4 - 16,4 - 16,4 - 16,4 -
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
No
Daerah
145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219
Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bandung Barat Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Kota Serang Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kab. Bangkalan Kab. Banyuwangi
DBH SDA Minyak Bumi 1.316,3 7.913,1 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 3.622,9 2.947,0 1.316,3 1.390,6 1.316,3 1.598,6 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 1.316,3 10,3 10,3 10,3 351,8 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 10,3 1.630,8 958,4
DBH SDA Gas Bumi 206,7 532,0 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 728,0 1.816,6 206,7 237,1 206,7 2.658,3 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 206,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 22,2 0,7 0,7 173,4 72,9
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti - 133,3 - 133,3 78,3 3.332,0 - 133,3 15,7 133,3 - 133,3 10,7 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 0,7 133,5 - 133,3 31,1 133,5 - 133,3 1,8 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 - 133,3 7,5 133,3 35,3 84,4 0,7 14,1 - 14,1 - 14,1 - 14,1 - 14,1 - 14,1 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 1,6 18,9 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 2,9 1,5 - 1,5 - 1,5 14,5 32,0 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 1,6 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - 1,5 - - 11,3 - - - 2,4 0,2 10,9
L-15
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 569,7 - 191,6 - 191,8 - 437,4 - 1.433,8 - 191,6 - 959,5 - 642,2 - 191,6 - 509,3 - 396,4 - 191,6 - 191,7 - 192,3 - 395,8 - 601,4 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 191,6 - 569,7 - 49,6 - 49,6 - 297,7 - 49,6 - 49,6 - 49,6 - 49,6 - 218,2 - 236,3 - 228,9 - 6.102,0 - 235,3 - 239,7 - 222,0 - 215,3 - 441,6 - 221,0 - 215,3 - 222,1 - 541,4 - 215,3 - 236,9 - 219,2 - 215,3 - 215,9 - 298,9 - 215,3 - 227,5 - 528,1 - 279,6 - 215,3 - 215,3 - 283,0 - 215,5 - 215,3 - 215,3 - 215,3 - 215,3 - 215,3 - 215,3 - 215,3 - 215,3 - 0,3 - 1,3 - 0,3 - 0,3 - 0,3 - 183,8 - 187,2 -
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
No 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294
Daerah Kab. Blitar Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Kediri Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Pacitan Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo Kab. Sampang Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kab. Tulungagung Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya Kota Batu Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu Kab. Ketapang Kab. Pontianak Kab. Sambas Kab. Sanggau Kab. Sintang Kota Pontianak Kota Singkawang Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Kubu Raya Kab. Barito Selatan Kab. Barito Utara Kab. Kapuas Kab. Kotawaringin Barat Kab. Kotawaringin Timur Kota Palangkaraya Kab. Barito Timur Kab. Murung Raya Kab. Pulang Pisau Kab. Gunung Mas Kab. Lamandau Kab. Sukamara Kab. Katingan Kab. Seruyan Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Kotabaru Kab. Tabalong Kab. Tanah Laut Kab. Tapin Kota Banjarbaru Kota Banjarmasin
DBH SDA Minyak Bumi 958,4 20.870,4 958,4 5.920,5 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 4.022,3 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 958,4 187,0 187,0 187,0 187,0 187,0 187,0 1.962,9 187,0 187,0 187,0 187,0
DBH SDA Gas Bumi 72,9 312,5 72,9 1.693,8 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 72,9 -
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 23,1 2,4 6,5 61,2 - 2,4 - 2,4 3,2 2,4 5,6 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 7,5 2,4 - 2,4 9,4 19,4 5,0 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 24,4 6,2 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 - 2,4 17,5 1.309,5 30,1 1.309,5 251,3 1.349,2 438,3 16.228,8 1,5 1.309,5 18,7 1.309,5 146,4 2.063,9 74,5 1.309,5 - 1.309,5 - 1.309,5 18,5 1.309,5 39,3 1.309,5 - 1.309,5 26,3 1.309,5 151,0 1.807,4 361,9 2.514,7 73,9 1.241,6 12,9 1.719,0 34,6 2.498,8 8,5 1.347,7 120,9 1.996,0 954,1 11.674,7 - 1.241,6 119,4 1.241,6 23,9 1.241,6 - 1.241,6 94,6 1.273,4 30,6 1.241,6 247,3 33.963,8 - 15.939,7 112,2 19.237,7 32,4 15.939,7 - 15.939,7 716,0 53.636,5 200,1 51.527,4 294,9 27.627,6 148,5 23.100,1 69,3 16.600,0 - 15.939,7
L-16
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 422,0 - 1.974,6 - 183,7 - 183,7 - 403,4 - 484,4 - 481,5 - 183,7 - 183,7 - 725,9 - 198,3 - 769,3 - 227,4 - 554,6 - 1.254,0 - 202,5 - 183,7 - 361,5 - 766,1 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 413,3 - 183,7 - 242,9 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 183,7 - 248,7 - 313,3 0,2 - 313,8 1,8 - 705,0 1.241,7 - 2.246,6 6.111,2 - 472,2 476,3 - 317,3 1,9 - 462,1 75,8 - 1.260,2 2.605,5 - 313,3 - 313,3 - 313,3 0,1 - 487,8 553,3 - 313,3 - 313,3 - 1.670,1 430,4 - 3.049,5 4.603,2 - 2.895,5 2.859,6 - 4.480,3 3.075,3 - 3.110,7 5.696,6 - 1.317,7 1,7 - 1.313,4 - 2.774,1 4.629,7 - 1.313,4 - 1.441,4 405,7 - 1.620,0 971,7 - 1.329,0 49,4 - 4.340,5 9.594,5 - 3.493,7 6.910,5 - 126,4 5,7 - 241,2 553,4 - 63,8 - 63,8 - 63,8 - 328,7 496,0 - 166,6 232,8 - 127,6 9,6 - 64,1 1,0 - 63,8 - 63,8 -
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
No 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365
Daerah Kab. Balangan Kab. Tanah Bumbu Kab. Berau Kab. Bulungan Kab. Kutai Kartanegara Kab. Kutai Barat Kab. Kutai Timur Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Pasir Kota Balikpapan Kota Bontang Kota Samarinda Kota Tarakan Kab. Penajam Paser Utara Kab. Tana Tidung Kab. Bolaang Mongondow Kab. Minahasa Kab. Sangihe Kota Bitung Kota Manado Kab. Kepulauan Talaud Kab. Minahasa Selatan Kota Tomohon Kab. Minahasa Utara Kota Kotamobagu Kab. Bolaang Mongondow Utara Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Kab. Minahasa Tenggara Kab. Bolaang Mongondow Selatan Kab. Bolaang Mongondow Timur Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Kab. Banggai Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol Kab. Toli-Toli Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Poso Kota Palu Kab. Parigi Moutong Kab. Tojo Una Una Kab. Sigi Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja Kab. Wajo Kota Pare-pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur
DBH SDA Minyak Bumi 468,7 187,0 17.255,9 18.023,2 136.903,6 17.255,9 18.016,1 17.255,9 18.079,7 17.255,9 17.255,9 17.667,9 18.074,5 18.914,2 19.497,8 17.265,7 -
DBH SDA Gas Bumi 59.809,9 59.809,9 442.000,1 59.809,9 59.809,9 59.809,9 59.809,9 59.809,9 59.809,9 60.072,7 62.291,3 59.858,7 60.079,7 59.809,9 -
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti 140,7 49.408,5 456,6 43.693,4 321,2 70.474,3 136,7 35.475,6 1.231,2 108.422,5 588,8 73.482,8 624,5 240.116,0 23,6 36.140,4 118,0 50.784,2 233,5 82.934,1 - 35.475,6 7,5 35.475,6 107,5 46.403,2 - 35.475,6 127,4 36.230,0 - 35.475,6 421,1 257,0 - 18,4 - 18,4 2,7 18,4 0,1 18,4 - 18,4 - 18,4 - 18,4 28,5 18,4 - 18,4
-
-
3,7 18,4 - 179,1 515,8 99,4
-
-
- 18,4 - 15,4 - 99,4 3,3 18,4 - 15,4 - 99,4
-
-
- 18,4 - 15,4 - 99,4
27,5 27,5 27,5 27,5 27,5 275,2 27,5 27,5 27,5 27,5 27,5 -
-
1,3 12,6 9,6 65,2 8,4 51,3 7,1 14,8 17,3 222,7 1,8 19,4 38,2 1,0 0,6 0,4 11,8 2,3 89,9 50,0 6,4 32,0 2,6 2,9 2,2 0,9 420,9
L-17
18,4 390,0 39,0 39,0 39,0 39,0 39,0 39,0 39,0 39,0 39,0 39,0 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 623,1 14.332,2
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 70,0 19,8 - 86,9 73,9 681,0 5.507,6 11.531,7 535,0 3.212,0 4.343,2 - 2.902,5 1.584,5 - 4.776,0 9.721,2 - 5.221,9 9.706,0 1.216,0 2.928,2 4.303,4 - 3.314,3 5.527,4 - 3.263,8 3.945,8 - 1.570,5 - 1.570,5 - 1.570,5 - 1.573,0 8,0 - 1.851,4 585,2 - 1.570,5 - 48,5 104,2 - 15,4 - 15,4 - 15,4 - 15,4 - 18,9 11,1 - 15,4 - 15,4 - 15,4 - 15,4 -
-
15,4 124,2 141,9 122,2 565,8 127,5 140,5 484,1 104,2 111,6 279,4 146,4 371,9 114,2 104,3 160,0 104,4 104,2 0,2 0,5 1,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,7 0,2 0,2 1,0 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,7
7,4 72,1 1.622,5 19,1 66,8 1.234,9 23,9 569,3 137,0 870,3 32,4 0,3 181,2 0,5 -
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
No 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440
Daerah Kab. Toraja Utara Kab. Majene Kab. Mamuju Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Mamuju Utara Kab. Buton Kab. Konawe Kab. Kolaka Kab. Muna Kota Kendari Kota Bau-bau Kab. Konawe Selatan Kab. Bombana Kab. Wakatobi Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Utara Kab. Buton Utara Kab. Badung Kab. Bangli Kab. Buleleng Kab. Gianyar Kab. Jembrana Kab. Karangasem Kab. Klungkung Kab. Tabanan Kota Denpasar Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kab. Alor Kab. Belu Kab. Ende Kab. Flores Timur Kab. Kupang Kab. Lembata Kab. Manggarai Kab. Ngada Kab. Sikka Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur Kab. Timor Tengah Selatan Kab. Timor Tengah Utara Kota Kupang Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Kab. Nagekeo Kab. Sumba Barat Daya Kab. Sumba Tengah Kab. Manggarai Timur Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tenggara Kab. Pulau Buru Kota Ambon Kab. Seram Bagian Barat Kab. Seram Bagian Timur Kab. Kepulauan Aru Kota Tual Kab. Buru Selatan Kab. Maluku Barat Daya Kab. Halmahera Tengah Kab. Halmahera Barat Kota Ternate Kab. Halmahera Timur Kota Tidore Kepulauan Kab. Kepulauan Sula Kab. Halmahera Selatan
DBH SDA Minyak Bumi 15,7 15,7 15,7 15,7 15,7 15,7 156,8 15,7 15,7 15,7 15,7 -
DBH SDA Gas Bumi -
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti - 623,1 - 8,2 - - - 78,2 1.016,6 447,0 396,2 153,0 2.851,3 - 396,2 - 396,2 - 396,2 64,1 396,2 30,6 1.282,5 - 396,2 62,8 396,2 3,9 396,2 13,1 396,2 - - - - - - - - - 52,9 1.299,8 36,0 1.299,8 0,9 1.299,8 1,6 1.299,8 - 1.299,8 291,6 1.299,8 - 1.299,8 12,8 1.299,8 375,3 11.698,5 - 1.299,8 1,1 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 10,9 43,6 - 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 1,2 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 1,3 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 - 2,3 0,8 1,1 1,2 - - - - - - - - 122,6 4.812,1 1,3 3.892,9 - 3.892,9 274,0 23.580,5 - 3.892,9 8,2 3.892,9 34,8 4.227,1
L-18
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 0,2 - 224,9 - 894,8 2.613,2 - 229,0 12,6 - 225,8 3,4 - 224,9 - 61,5 8,7 - 66,6 25,2 - 198,6 449,8 - 58,8 - 58,8 - 58,8 - 65,9 22,7 - 60,5 5,4 - 58,8 - 288,4 739,0 - 250,9 618,2 - 66,3 24,1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,1 - 0,0 - 0,1 - 0,7 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 0,1 - 0,0 - 0,0 - 0,0 - 241,1 - 701,9 1.286,4 - 384,7 466,6 - 1.467,5 3.985,5 - 241,1 - 242,0 2,7 - 484,3 790,6 - 336,7 310,6 - 241,1 - 48,2 - 241,1 - 706,8 768,7 - 418,3 106,9 - 403,5 56,3 - 953,8 1.199,3 - 410,6 80,5 - 483,6 329,8 - 1.448,2 3.622,3
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4
No 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477
Daerah Kab. Halmahera Utara Kab. Biak Numfor Kab. Jayapura Kab. Jayawijaya Kab. Merauke Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kab. Yapen Waropen Kota Jayapura Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Boven Digoel Kab. Mappi Kab. Asmat Kab. Waropen Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Lanny Jaya Kab. Nduga Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Sorong Kab. Manokwari Kab. Fak Fak Kota Sorong Kab. Sorong Selatan Kab. Raja Ampat Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Kaimana Total
DBH SDA Minyak Bumi 5.109,7 682,3 682,3 682,3 682,3 959,4 754,3 682,3 682,3 2.834.605,9
DBH SDA Gas Bumi 157,7 19,7 19,7 19,7 19,7 19,7 19,7 19,7 19,7 1.939.741,7
DBH SDA Pertambangan Iuran Tetap Royalti 238,5 6.309,0 - 8.451,0 20,1 8.451,0 43,4 8.451,0 - 8.451,0 236,6 219.725,1 216,5 8.451,0 219,2 8.451,0 40,1 8.451,0 3,2 8.451,0 - 8.451,0 209,1 8.451,0 119,9 8.451,0 - 8.451,0 36,4 8.451,0 52,7 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 30,5 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 8.451,0 - 121,9 - 121,9 - 121,9 - 121,9 - 121,9 28,0 974,9 - 121,9 - 121,9 86,4 121,9 21.469,0 2.210.969,8
L-19
DBH SDA Kehutanan IHPH/IIUPH PSDH DR - 593,0 703,3 - 340,1 - 665,0 988,5 - 340,1 1.216,0 346,8 20,4 - 1.027,9 2.092,9 - 1.139,0 2.430,9 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 1.896,5 4.735,9 - 1.170,3 2.526,1 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 2.800,8 7.487,6 - 340,1 - 340,1 - 620,6 853,5 - 340,1 - 1.896,5 4.735,9 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 340,1 - 2.663,8 4.595,3 - 1.382,2 309,7 - 2.808,1 5.077,6 - 1.289,5 - 1.428,1 463,4 - 1.507,3 728,0 - 4.472,0 10.641,5 - 1.326,7 124,4 - 3.755,0 8.243,8 3.888,3 319.605,2 197.696,0
DBH SDA Perikanan 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 99,4 47.403,7
Lampiran 7 PERKIRAAN REALISASI DANA ALOKASI UMUM PER PROVINSI SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Daerah
DAU
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bangka Belitung Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi DKI Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Provinsi Jawa Tengah Provinsi DI Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat Total
297.317,0 443.948,6 378.550,1 100.246,4 235.160,6 276.211,8 295.957,6 237.997,0 284.281,4 366.628,3 570.055,3 210.687,8 659.599,9 305.620,0 652.445,7 434.486,6 405.313,0 281.962,8 10.422,5 325.870,4 226.523,1 367.148,4 386.996,4 228.118,6 344.075,7 274.786,5 323.418,6 380.774,9 337.262,2 267.465,1 617.299,5 347.524,2 10.874.155,9
L-20
Lampiran 8 PERKIRAAN REALISASI DANA ALOKASI UMUM PER KABUPATEN/KOTA SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Daerah
DAU
Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. Bireun Kab. Pidie Kab. Simeulue Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab. Bener Meriah Kota Subulussalam Kab. Pidie Jaya Kab. Asahan Kab. Dairi Kab. Deli Serdang Kab. Tanah Karo Kab. Labuhan Batu Kab. Langkat Kab. Mandailing Natal Kab. Nias Kab. Simalungun Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Utara Kab. Toba Samosir Kota Binjai Kota Medan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga
184.125,5 232.244,1 190.455,3 122.021,1 185.352,5 166.082,7 209.212,5 132.405,3 228.643,8 243.467,9 122.398,5 182.653,6 106.431,1 133.508,6 144.971,3 189.121,4 127.468,1 135.258,3 147.514,8 151.431,0 132.600,2 97.473,8 123.983,6 260.488,9 191.233,3 457.343,2 229.477,5 144.260,8 348.525,9 224.712,1 208.460,1 370.083,0 160.372,1 170.673,0 210.315,0 163.271,2 165.454,5 499.117,0 179.388,7 123.203,9
L-21
No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Daerah
DAU
Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi Kota Padang Sidempuan Kab. Pakpak Bharat Kab. Nias Selatan Kab. Humbang Hasundutan Kab. Serdang Bedagai Kab. Samosir Kab. Batu Bara Kab. Padang Lawas Kab. Padang Lawas Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Labuhan Batu Selatan Kab. Limapuluh Kota Kab. Agam Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Padang Pariaman Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Sijunjung Kab. Solok Kab. Tanah Datar Kota Bukit Tinggi Kota Padang Panjang Kota Padang Kota Payakumbuh Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Pariaman Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi Kab. Pelalawan Kab. Rokan Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Siak Kota Dumai Kota Pekanbaru Kab. Bintan Kab. Natuna
132.925,4 129.153,0 149.647,6 94.737,1 156.322,3 151.699,0 231.205,4 137.048,0 183.934,4 81.653,8 87.836,9 100.213,1 92.560,5 228.406,1 244.272,2 161.378,5 243.497,8 185.898,7 254.069,6 162.986,7 215.159,5 221.607,9 137.728,6 113.672,4 366.609,0 138.534,4 111.023,5 120.068,9 129.776,4 188.488,6 145.597,2 127.618,0 233.122,2 157.051,9 126.710,5 159.271,8 125.784,8 139.541,9 66.225,6 198.899,7 94.043,3 52.665,5
L-22
No. 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
Daerah
DAU
Kab. Karimun Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Lingga Kab. Kepulauan Anambas Kab. Batanghari Kab. Bungo Kab. Kerinci Kab. Merangin Kab. Muaro Jambi Kab. Sarolangun Kab. Tanjung Jabung Barat Kab. Tanjung Jabung Timur Kab. Tebo Kota Jambi Kota Sungai Penuh Kab. Lahat Kab. Musi Banyuasin Kab. Musi Rawas Kab. Muara Enim Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kota Palembang Kota Pagar Alam Kota Lubuk Linggau Kota Prabumulih Kab. Banyuasin Kab. Ogan Ilir Kab. OKU Timur Kab. OKU Selatan Kab. Empat Lawang Kab. Bangka Kab. Belitung Kota Pangkal Pinang Kab. Bangka Selatan Kab. Bangka Tengah Kab. Bangka Barat Kab. Belitung Timur Kab. Bengkulu Selatan Kab. Bengkulu Utara Kab. Rejang Lebong Kota Bengkulu Kab. Kaur Kab. Seluma Kab. Mukomuko
107.295,7 163.133,4 133.757,3 104.132,2 19.259,1 161.956,6 181.568,4 194.864,8 201.912,7 170.548,7 159.511,7 118.247,0 127.585,4 164.142,5 216.279,6 34.114,6 207.544,4 50.593,1 226.911,4 232.762,4 311.345,1 177.600,3 401.980,0 101.909,9 120.759,6 109.406,1 257.454,0 164.927,6 210.627,4 147.753,2 110.845,8 162.364,3 141.616,5 137.003,1 128.162,4 114.788,7 127.897,1 127.238,9 158.920,2 178.540,8 187.376,5 198.500,8 119.530,3 144.304,3 136.561,5
L-23
No. 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175
Daerah
DAU
Kab. Lebong Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Tengah Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Timur Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Way Kanan Kota Bandar Lampung Kota Metro Kab. Pesawaran Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bandung Barat Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon
121.279,4 125.658,8 46.302,7 195.629,1 259.391,1 390.315,2 265.135,2 313.563,2 330.935,0 270.696,5 190.912,0 308.367,2 132.618,2 138.350,6 630.125,7 360.638,8 648.654,7 500.602,4 490.452,1 483.396,3 590.358,8 412.285,0 421.224,4 372.626,1 374.921,3 265.110,6 389.040,3 499.209,1 366.920,7 467.666,2 577.052,9 367.729,2 256.227,0 209.395,9 266.546,3 167.723,3 197.750,2 244.343,0 122.272,8 330.503,9 336.105,3 360.960,6 339.817,7 498.878,2 172.278,0
L-24
No. 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220
Daerah
DAU
Kota Tangerang Kota Serang Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kab. Bangkalan Kab. Banyuwangi Kab. Blitar
289.556,0 88.516,1 294.441,6 428.837,7 242.903,7 253.810,6 341.845,6 418.010,8 456.250,5 285.141,8 358.686,5 304.535,7 301.974,4 372.635,9 299.138,6 423.612,2 275.257,2 347.922,1 362.348,7 277.228,3 355.528,9 269.559,2 307.196,6 237.509,2 296.744,5 321.949,5 297.339,6 364.572,4 250.990,4 358.516,4 251.845,8 149.758,5 154.793,8 138.070,0 401.117,0 254.024,6 141.041,4 331.626,3 296.457,2 240.964,3 342.917,0 241.701,4 279.281,5 447.317,7 367.431,2
L-25
No. 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265
Daerah
DAU
Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Kediri Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Pacitan Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo Kab. Sampang Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kab. Tulungagung Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya Kota Batu Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu Kab. Ketapang Kab. Pontianak Kab. Sambas Kab. Sanggau Kab. Sintang Kota Pontianak Kota Singkawang
347.917,7 265.679,5 298.272,5 548.565,0 350.846,0 409.209,7 339.336,0 311.621,4 270.406,4 285.574,0 559.474,2 292.936,4 344.653,7 324.114,8 250.329,7 267.306,5 353.595,0 321.268,5 313.624,1 250.218,8 388.591,0 252.842,0 330.079,9 271.802,8 303.344,7 364.606,9 131.658,2 238.143,9 158.845,2 275.181,2 138.859,5 134.612,8 151.394,3 446.766,6 127.245,6 168.572,1 202.346,5 306.547,9 345.259,3 108.225,5 260.942,2 257.776,0 284.007,3 235.806,5 153.037,1
L-26
No. 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310
Daerah
DAU
Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Kubu Raya Kab. Barito Selatan Kab. Barito Utara Kab. Kapuas Kab. Kotawaringin Barat Kab. Kotawaringin Timur Kota Palangkaraya Kab. Barito Timur Kab. Murung Raya Kab. Pulang Pisau Kab. Gunung Mas Kab. Lamandau Kab. Sukamara Kab. Katingan Kab. Seruyan Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Kotabaru Kab. Tabalong Kab. Tanah Laut Kab. Tapin Kota Banjarbaru Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kab. Tanah Bumbu Kab. Berau Kab. Bulungan Kab. Kutai Kartanegara Kab. Kutai Barat Kab. Kutai Timur Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Pasir Kota Balikpapan Kota Bontang Kota Samarinda Kota Tarakan Kab. Penajam Paser Utara Kab. Tana Tidung
145.235,4 169.538,6 123.545,4 219.064,1 193.398,4 179.532,8 288.401,8 215.098,9 267.058,3 195.013,1 155.634,0 224.199,3 175.616,0 178.328,0 148.948,9 148.782,7 225.599,6 201.250,6 220.582,4 176.735,4 171.643,8 169.729,2 144.774,8 219.369,9 148.163,1 170.373,4 149.787,9 127.356,3 235.598,1 107.443,3 146.360,8 148.374,9 102.253,8 198.272,0 107.747,8 233.888,3 72.557,6 73.888,1 103.161,4 9.578,9 156.591,8 26.603,0 13.247,1 14.193,2
L-27
No. 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355
Daerah
DAU
Kab. Bolaang Mongondow Kab. Minahasa Kab. Sangihe Kota Bitung Kota Manado Kab. Kepulauan Talaud Kab. Minahasa Selatan Kota Tomohon Kab. Minahasa Utara Kota Kotamobagu Kab. Bolaang Mongondow Utara Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Kab. Minahasa Tenggara Kab. Bolaang Mongondow Selatan Kab. Bolaang Mongondow Timur Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Kab. Banggai Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol Kab. Toli-Toli Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Poso Kota Palu Kab. Parigi Moutong Kab. Tojo Una Una Kab. Sigi Kab. Bantaeng Kab. Barru Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Kepulauan Selayar
145.933,3 217.048,5 163.740,4 158.213,8 245.439,0 148.802,8 163.071,6 119.403,4 149.632,9 112.310,8 114.412,8 118.132,4 119.928,4 32.308,8 28.948,5 120.074,5 201.033,4 152.302,5 140.503,8 134.407,0 101.052,1 255.209,4 148.915,5 150.847,5 179.335,3 168.360,5 215.202,7 221.402,5 206.861,9 213.191,8 153.977,0 125.964,5 132.708,6 147.311,3 310.282,0 216.114,5 153.743,1 244.592,3 176.345,9 197.396,2 189.872,5 184.561,4 194.007,0 202.218,1 147.210,8
L-28
No. 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400
Daerah
DAU
Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja Kab. Wajo Kota Pare-pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Kab. Majene Kab. Mamuju Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Mamuju Utara Kab. Buton Kab. Konawe Kab. Kolaka Kab. Muna Kota Kendari Kota Bau-bau Kab. Konawe Selatan Kab. Bombana Kab. Wakatobi Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Utara Kab. Buton Utara Kab. Badung Kab. Bangli Kab. Buleleng Kab. Gianyar Kab. Jembrana Kab. Karangasem Kab. Klungkung Kab. Tabanan Kota Denpasar Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima
178.958,9 168.445,3 187.077,3 170.439,4 153.052,0 205.884,4 138.423,7 377.591,5 142.533,8 132.874,0 81.566,6 147.145,6 211.138,9 199.842,1 132.826,1 112.295,7 192.709,6 233.377,6 219.278,9 231.552,2 197.805,0 152.589,1 187.396,6 133.919,4 118.562,0 136.540,6 146.248,0 116.413,9 163.909,6 161.000,3 295.337,5 229.599,5 178.711,1 208.064,2 162.489,3 247.497,5 210.006,6 256.842,2 175.004,0 189.066,4 300.802,6 365.766,9 247.741,0 183.310,4 136.642,4
L-29
No. 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445
Daerah
DAU
Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kab. Alor Kab. Belu Kab. Ende Kab. Flores Timur Kab. Kupang Kab. Lembata Kab. Manggarai Kab. Ngada Kab. Sikka Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur Kab. Timor Tengah Selatan Kab. Timor Tengah Utara Kota Kupang Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Kab. Nagekeo Kab. Sumba Barat Daya Kab. Sumba Tengah Kab. Manggarai Timur Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tenggara Kab. Buru Kota Ambon Kab. Seram Bagian Barat Kab. Seram Bagian Timur Kab. Kepulauan Aru Kota Tual Kab. Buru Selatan Kab. Maluku Barat Daya Kab. Halmahera Tengah Kab. Halmahera Barat Kota Ternate Kab. Halmahera Timur Kota Tidore Kepulauan Kab. Kepulauan Sula Kab. Halmahera Selatan Kab. Halmahera Utara Kab. Biak Numfor Kab. Jayapura Kab. Jayawijaya Kab. Merauke
101.188,5 94.858,4 172.628,2 224.515,8 188.099,4 189.485,0 240.626,1 130.341,0 135.495,4 140.051,6 181.925,3 128.934,1 196.829,0 230.850,8 168.696,6 191.918,0 120.815,6 144.282,2 123.194,4 130.656,4 99.881,6 99.938,3 142.268,8 255.264,4 129.003,5 114.489,4 207.020,4 163.963,6 127.984,7 154.627,1 32.122,2 54.755,2 84.914,2 124.541,5 126.318,2 152.888,4 113.834,8 128.453,0 136.765,9 175.599,4 160.832,2 183.907,4 217.611,9 94.242,5 365.624,1
L-30
No. 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477
Daerah
DAU
Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kab. Kepulauan Yapen Kota Jayapura Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Boven Digoel Kab. Mappi Kab. Asmat Kab. Waropen Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Lanny Jaya Kab. Nduga Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Sorong Kab. Manokwari Kab. Fak Fak Kota Sorong Kab. Sorong Selatan Kab. Raja Ampat Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Kaimana Total
113.037,9 167.533,7 218.499,5 141.929,4 150.495,8 195.532,3 231.598,9 166.445,0 232.194,2 260.581,9 183.713,4 280.295,2 256.404,8 311.620,5 181.404,2 113.416,2 227.956,3 30.925,1 50.493,4 48.063,3 43.509,8 115.673,0 78.895,4 190.986,0 230.522,1 211.053,2 139.713,9 156.041,9 183.192,0 200.306,4 124.802,3 206.127,0 97.768.055,3
L-31
Lampiran 9 PERKIRAAN REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS PER PROVINSI SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Daerah
DAK
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bangka Belitung Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi DKI Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Provinsi Jawa Tengah Provinsi DI Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat
14.456,7 13.890,9 14.153,7 0,0 6.279,3 10.536,3 0,0 13.668,9 39.957,8 12.004,8 0,0 0,0 9.636,3 1.031,1 10.023,0 5.400,3 17.788,8 13.005,6 1.143,3 15.863,7 18.017,1 13.454,7 19.815,9 16.895,4 10.832,4 14.407,2 17.919,9 20.480,1 25.097,4 24.381,9 20.574,0 15.994,2 15.403,8
Provinsi Kalimantan Barat* Provinsi Gorontalo* TOTAL
432.114,5
L-32
Lampiran 10 PERKIRAAN REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS PER KABUPATEN/KOTA SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Daerah
DAK
Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. Bireun Kab. Pidie Kab. Simeulue Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Lhokseumawe Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab. Bener Meriah Kota Subulussalam Kab. Pidie Jaya Kab. Dairi Kab. Deli Serdang Kab. Labuhan Batu Kab. Langkat Kab. Mandailing Natal Kab. Simalungun Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Utara Kota Binjai Kota Medan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi Kota Padang Sidempuan Kab. Pakpak Bharat Kab. Nias Selatan Kab. Humbang Hasundutan
13.639,8 14.691,6 13.058,1 14.439,6 12.262,5 29.954,3 15.342,9 15.111,6 14.084,1 17.632,2 13.623,9 12.278,4 12.901,2 10.289,7 12.161,4 10.969,2 11.410,5 27.161,3 11.478,9 11.736,9 11.572,5 14.479,5 14.407,8 27.356,4 17.346,0 19.191,6 15.834,3 23.242,8 16.257,0 18.226,8 21.299,3 15.193,5 11.768,4 11.238,3 12.397,8 9.985,5 11.625,3 12.702,3 14.505,3 14.777,1
L-33
No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Daerah
DAK
Kab. Serdang Bedagai Kab. Samosir Kab. Batu Bara Kab. Padang Lawas Kab. Padang Lawas Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Labuhan Batu Selatan Kab. Limapuluh Kota Kab. Agam Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Padang Pariaman Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Sijunjung Kab. Solok Kab. Tanah Datar Kota Bukit Tinggi Kota Padang Panjang Kota Padang Kota Payakumbuh Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Pariaman Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Indragiri Hulu Kab. Kuantan Singingi Kab. Pelalawan Kab. Rokan Hulu Kota Dumai Kota Pekanbaru Kab. Bintan Kab. Natuna Kab. Karimun Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Lingga Kab. Kepulauan Anambas Kab. Batanghari Kab. Bungo Kab. Merangin Kab. Muaro Jambi Kab. Sarolangun Kab. Tanjung Jabung Barat
56.410,5 16.739,1 16.440,3 3.094,2 5.076,9 1.106,7 1.106,7 21.527,4 16.373,7 14.890,2 17.750,1 13.519,2 17.782,2 11.368,8 14.289,0 18.104,4 11.133,9 11.457,6 13.638,9 10.937,7 12.373,5 11.360,1 13.994,4 15.103,2 12.196,2 14.171,4 3.383,7 12.778,2 11.168,7 12.870,6 9.616,2 2.441,1 6.306,0 11.692,2 9.975,3 10.395,0 10.566,0 10.778,4 1.229,1 12.044,7 12.097,2 13.909,2 14.475,6 13.204,2 2.941,5
L-34
No. 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
Daerah
DAK
Kab. Tanjung Jabung Timur Kab. Tebo Kota Jambi Kota Sungai Penuh Kab. Lahat Kab. Musi Banyuasin Kab. Musi Rawas Kab. Muara Enim Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kota Palembang Kota Pagar Alam Kota Lubuk Linggau Kota Prabumulih Kab. Banyuasin Kab. Ogan Ilir Kab. OKU Timur Kab. OKU Selatan Kab. Empat Lawang Kab. Bangka Kab. Belitung Kota Pangkal Pinang Kab. Bangka Selatan Kab. Bangka Tengah Kab. Bangka Barat Kab. Belitung Timur Kab. Bengkulu Selatan Kab. Rejang Lebong Kota Bengkulu Kab. Kaur Kab. Seluma Kab. Mukomuko Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Tengah Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Timur Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Way Kanan Kota Bandar Lampung Kota Metro Kab. Pesawaran
14.478,6 13.136,1 10.930,8 1.116,0 14.537,4 8.741,4 16.543,5 10.396,8 21.934,5 7.518,3 3.531,0 10.710,3 11.806,5 10.073,1 19.064,7 13.200,0 15.916,2 13.101,0 10.468,2 16.541,4 12.524,7 11.740,2 12.552,0 12.289,8 12.000,6 11.486,7 15.058,8 16.927,5 12.952,5 14.701,2 15.198,0 15.715,5 17.328,0 1.260,6 16.770,3 23.192,1 22.072,2 18.211,8 23.198,4 17.318,1 15.775,8 13.000,8 17.610,3 11.221,2 10.656,0
L-35
No. 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175
Daerah
DAK
Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bandung Barat Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon Kota Tangerang Kota Serang Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal
8.816,4 8.531,1 18.440,7 31.236,9 30.377,1 14.716,2 30.610,5 13.651,8 15.786,9 11.793,9 11.938,8 13.636,5 24.431,4 31.507,8 12.231,0 23.260,8 12.272,4 4.538,4 6.305,7 10.161,9 5.787,9 12.026,7 9.523,8 12.133,5 9.321,0 5.739,0 20.422,8 23.351,7 21.939,6 14.929,5 8.104,2 2.948,7 2.539,5 19.788,0 11.288,7 20.513,1 20.970,3 11.768,7 25.942,5 21.568,8 8.042,4 22.831,2 20.428,8 22.267,8 22.468,5
L-36
No. 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220
Daerah
DAK
Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kab. Bangkalan Kab. Banyuwangi Kab. Blitar Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Pacitan Kab. Pamekasan
21.598,5 17.955,3 24.195,6 22.758,0 18.199,5 10.401,0 15.535,5 20.628,6 16.989,9 19.517,4 14.447,4 18.932,1 13.882,8 15.355,5 21.106,2 20.105,7 8.979,6 11.611,5 9.613,2 12.540,9 11.629,5 11.362,8 16.690,5 21.456,9 16.919,7 10.792,8 10.947,3 20.671,8 23.972,7 22.451,7 12.873,9 13.214,1 18.712,2 22.386,3 14.792,4 25.068,0 21.269,1 14.566,2 20.994,0 28.194,9 19.402,5 21.393,3 20.954,1 18.362,1 18.143,4
L-37
No. 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265
Daerah
DAK
Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo Kab. Sampang Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kab. Tulungagung Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya Kota Batu Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu Kab. Ketapang Kab. Pontianak Kab. Sambas Kab. Sanggau Kab. Sintang Kota Pontianak Kota Singkawang Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Kubu Raya Kab. Barito Selatan Kab. Barito Utara Kab. Kapuas Kab. Kotawaringin Barat Kab. Kotawaringin Timur Kab. Barito Timur Kab. Murung Raya Kab. Pulang Pisau Kab. Gunung Mas Kab. Lamandau Kab. Sukamara Kab. Katingan
26.674,2 23.465,7 13.498,8 22.683,0 13.614,6 18.237,6 10.242,0 20.682,9 17.857,2 25.125,0 9.930,0 8.478,0 9.247,5 6.179,1 8.036,4 11.563,8 10.516,8 8.560,2 9.911,1 14.836,2 14.420,1 18.115,8 18.203,1 14.427,6 24.817,2 22.765,5 16.130,1 12.687,9 17.134,8 12.786,0 12.338,1 13.681,5 5.540,4 15.013,2 11.998,2 19.314,9 18.901,2 9.962,7 11.155,5 4.086,5 18.963,6 12.476,4 13.094,4 11.824,8 14.111,7
L-38
No. 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310
Daerah
DAK
Kab. Seruyan Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Kotabaru Kab. Tabalong Kab. Tanah Laut Kab. Tapin Kota Banjarbaru Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kab. Tanah Bumbu Kab. Berau Kab. Kutai Kartanegara Kab. Kutai Timur Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Pasir Kota Balikpapan Kota Samarinda Kab. Tana Tidung Kab. Bolaang Mongondow Kab. Minahasa Kab. Sangihe Kota Bitung Kota Manado Kab. Kepulauan Talaud Kab. Minahasa Selatan Kota Tomohon Kab. Minahasa Utara Kota Kotamobagu Kab. Bolaang Mongondow Utara Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Kab. Minahasa Tenggara Kab. Bolaang Mongondow Selatan Kab. Bolaang Mongondow Timur Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Kab. Banggai
15.468,6 18.860,4 18.261,6 15.996,3 16.135,5 15.650,1 10.630,2 15.330,9 12.997,5 12.995,4 12.801,0 14.913,3 12.290,7 15.537,0 6.300,3 11.512,5 9.105,0 12.212,7 15.994,5 2.267,1 10.377,6 5.395,5 3.525,3 21.810,0 22.821,9 31.446,0 13.221,0 16.704,6 17.991,9 17.114,4 15.053,4 18.141,9 19.018,2 16.262,4 21.611,1 16.837,5 1.128,9 1.128,9 13.432,5 19.975,5 15.942,0 12.862,5 13.604,7 15.124,2 16.209,3
L-39
No. 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355
Daerah
DAK
Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol Kab. Toli-Toli Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Poso Kota Palu Kab. Parigi Moutong Kab. Tojo Una Una Kab. Sigi Kab. Bantaeng Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Kepulauan Selayar Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Wajo Kota Pare-pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Kab. Majene Kab. Mamuju Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Mamuju Utara Kab. Buton Kab. Konawe Kab. Kolaka Kab. Muna Kota Kendari Kota Bau-bau Kab. Bombana Kab. Wakatobi
14.266,2 15.884,4 14.232,0 19.205,4 12.976,2 20.562,0 13.869,0 20.687,4 14.934,6 1.080,9 13.624,5 23.612,4 21.029,1 14.298,6 19.817,1 14.372,1 18.476,4 14.731,8 17.113,8 18.209,4 14.763,6 16.565,7 16.836,0 15.821,1 16.049,7 16.906,2 19.956,3 13.329,3 12.945,3 13.540,5 14.359,8 1.057,8 13.706,7 17.681,7 19.599,6 10.160,4 14.708,1 19.374,9 20.589,3 14.717,7 21.444,6 14.237,7 12.704,1 14.746,8 15.900,9
L-40
No. 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400
Daerah
DAK
Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Utara Kab. Buton Utara Kab. Badung Kab. Bangli Kab. Buleleng Kab. Gianyar Kab. Jembrana Kab. Karangasem Kab. Klungkung Kab. Tabanan Kota Denpasar Kab. Bima Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kab. Alor Kab. Belu Kab. Ende Kab. Kupang Kab. Lembata Kab. Manggarai Kab. Ngada Kab. Sikka Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur Kota Kupang Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Kab. Nagekeo Kab. Sumba Barat Daya Kab. Sumba Tengah Kab. Manggarai Timur Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tenggara Kab. Buru Kota Ambon Kab. Seram Bagian Barat
11.836,8 14.376,6 14.957,1 12.494,4 13.683,3 15.069,3 17.884,2 15.569,4 17.012,4 15.364,8 16.916,4 10.475,4 17.750,1 14.575,2 15.275,1 17.131,2 18.850,8 19.162,2 13.534,2 12.534,6 13.790,1 990,0 15.207,3 20.800,8 21.629,4 22.825,5 14.694,9 19.316,7 21.224,7 16.594,2 20.205,9 21.457,2 14.631,9 14.128,5 15.057,6 16.178,1 12.307,8 16.056,9 9.883,2 17.772,9 17.979,0 14.369,7 15.627,3 13.449,9 17.374,5
L-41
No. 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445
Daerah
DAK
Kab. Seram Bagian Timur Kota Tual Kab. Buru Selatan Kab. Maluku Barat Daya Kab. Halmahera Tengah Kab. Halmahera Barat Kota Ternate Kab. Halmahera Timur Kota Tidore Kepulauan Kab. Kepulauan Sula Kab. Halmahera Selatan Kab. Halmahera Utara Kab. Jayapura Kab. Jayawijaya Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kota Jayapura Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Boven Digoel Kab. Mappi Kab. Asmat Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Lanny Jaya Kab. Nduga Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Sorong Kab. Manokwari Kab. Fak Fak Kota Sorong Kab. Sorong Selatan Kab. Raja Ampat Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Kaimana
12.803,4 12.559,8 1.274,1 1.408,5 18.117,6 26.367,0 16.089,3 15.718,2 15.899,4 16.626,3 15.862,5 18.582,3 16.466,1 23.526,3 17.679,3 12.792,3 15.633,3 19.920,6 16.850,7 11.853,9 14.281,2 18.709,5 23.085,9 17.736,3 15.278,1 16.609,2 19.857,9 13.293,9 10.305,6 16.347,0 15.385,8 16.269,9 16.168,2 23.025,9 8.884,8 14.876,1 15.588,9 14.192,4 13.713,6 14.056,2 19.816,5 12.212,7 12.136,2 11.432,7 11.621,7
Kota Langsa*
L-42
No. 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477
Daerah
DAK 23.259,6 14.811,0 17.586,0 15.016,8 7.813,8 6.834,9 5.438,4 9.730,8 5.910,6 14.917,2 25.570,5 11.502,3 4.125,6 13.218,0 4.487,7 14.263,8 2.300,1 1.444,5 1.859,7 16.000,5 18.707,7 21.763,2 17.819,7 20.258,7 15.704,7 14.695,8 17.485,2 16.441,2 18.174,3
Kab. Asahan* Kab. Tanah Karo* Kab. Nias* Kab. Tapanuli Tengah* Kab. Toba Samosir* Kab. Bengkalis* Kab. Indragiri Hilir* Kab. Kampar* Kab. Rokan Hilir* Kab. Siak* Kab. Kerinci* Kab. Bengkulu Utara* Kab. Lebong* Kab. Blora* Kab. Kediri* Kota Palangkaraya* Kab. Bulungan* Kab. Kutai Barat* Kota Bontang* Kota Tarakan* Kab. Penajam Paser Utara* Kab. Barru* Kab. Tana Toraja* Kab. Konawe Selatan* Kab. Flores Timur* Kab. Timor Tengah Selatan* Kab. Timor Tengah Utara* Kab. Kepulauan Aru* Kab. Biak Numfor* Kab. Merauke* Kab. Kepulauan Yapen* Kab. Waropen* TOTAL
7.054.480,0
L-43
Lampiran 11 PERKIRAAN REALISASI DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN PER PROVINSI SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bangka Belitung Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi DKI Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Provinsi Jawa Tengah Provinsi DI Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara* Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat Total
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK 559.242,3 - - - - - - - - - - 7.188,1 - - - - - - - 15.280,4 - - - 7.394,0 - - - - - - - - - 18.000,0 - 18.000,0 - 45.000,0 - - - 5.323,7 - - - - - - - - - 17.745,7 - - - - - - - 17.745,7 - - 511.469,6 - 257.772,7 - 1.328.484,6 151.677,6 ‐
L-44
KB DPIL 18.046,1 18.046,1
TOTAL 559.242,3 7.188,1 15.280,4 7.394,0 18.000,0 18.000,0 45.000,0 5.323,7 18.046,1 17.745,7 17.745,7 511.469,6 257.772,7 1.498.208,3
Lampiran 12 PERKIRAAN REALISASI DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN PER KABUPATEN/KOTA SEMESTER I TAHUN 2009 (juta rupiah)
No.
Daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Utara Kab. Bireun Kab. Pidie Kab. Simeulue Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab. Bener Meriah Kota Subulussalam Kab. Pidie Jaya Kab. Asahan Kab. Dairi Kab. Deli Serdang Kab. Tanah Karo Kab. Labuhan Batu Kab. Langkat Kab. Mandailing Natal Kab. Nias* Kab. Simalungun Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Utara Kab. Toba Samosir Kota Binjai Kota Medan Kota Pematang Siantar Kota Sibolga
OTSUS -
OTSUS & PENYESUAIAN DPDF PPD KB DAK - 20,6 1.042,6 - 739,4 - - 14.788,1 - 121,1 739,4 - - 7.320,1 - - - - - - - 739,4 7.376,3 - - - - 4.128,9 - 5.986,5 - 13.500,0 - 893,7 1.478,8 14.788,1 14.788,1 - 10.055,9 10.336,6 - - 14.788,1 1.183,0 -
L-45
KB DPIL 3.092,0 -
TOTAL 20,6 1.042,6 739,4 14.788,1 121,1 739,4 7.320,1 8.115,7 4.128,9 5.986,5 13.500,0 893,7 1.478,8 14.788,1 14.788,1 10.055,9 10.336,6 3.092,0 14.788,1 1.183,0
No. 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Daerah Kota Tanjung Balai Kota Tebing Tinggi Kota Padang Sidempuan Kab. Pakpak Bharat Kab. Nias Selatan Kab. Humbang Hasundutan* Kab. Serdang Bedagai Kab. Samosir Kab. Batu Bara Kab. Padang Lawas Kab. Padang Lawas Utara Kab. Labuhan Batu Utara Kab. Labuhan Batu Selatan Kab. Limapuluh Kota Kab. Agam Kab. Kepulauan Mentawai Kab. Padang Pariaman Kab. Pasaman Kab. Pesisir Selatan Kab. Sijunjung Kab. Solok Kab. Tanah Datar Kota Bukit Tinggi Kota Padang Panjang Kota Padang Kota Payakumbuh Kota Sawahlunto Kota Solok Kota Pariaman Kab. Pasaman Barat Kab. Dharmasraya Kab. Solok Selatan Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi Kab. Pelalawan Kab. Rokan Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Siak Kota Dumai Kota Pekanbaru* Kab. Bintan Kab. Natuna
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - 3.549,1 5.899,5 - 11.830,4 - 8.577,1 - - - - - 2.957,6 - 4.732,2 - - - 1.183,0 - - - - - - - - - - - - - - - 6.041,9 - - - - 4.574,8 - 5.915,2 - - - 3.253,4 - - - - - - 657,3 - - - - - - - - - - - 14.788,1 - - - - - - - - - 11.830,4 - 1.787,3 - - - - 3.948,7 - - - - - 1.478,8 809,2 - 886,8 - - 5.798,6 - - 402,6
L-46
KB DPIL 7.188,2 -
TOTAL 9.448,6 11.830,4 8.577,1 2.957,6 4.732,2 1.183,0 6.041,9 4.574,8 5.915,2 3.253,4 657,3 14.788,1 7.188,2 11.830,4 1.787,3 3.948,7 2.288,0 886,8 5.798,6 402,6
No. 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130
Daerah Kab. Karimun* Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Lingga Kab. Kepulauan Anambas Kab. Batanghari Kab. Bungo Kab. Kerinci Kab. Merangin Kab. Muaro Jambi Kab. Sarolangun Kab. Tanjung Jabung Barat Kab. Tanjung Jabung Timur Kab. Tebo Kota Jambi Kota Sungai Penuh Kab. Lahat* Kab. Musi Banyuasin Kab. Musi Rawas Kab. Muara Enim Kab. Ogan Komering Ilir Kab. Ogan Komering Ulu Kota Palembang Kota Pagar Alam Kota Lubuk Linggau Kota Prabumulih Kab. Banyuasin Kab. Ogan Ilir Kab. OKU Timur Kab. OKU Selatan Kab. Empat Lawang Kab. Bangka Kab. Belitung* Kota Pangkal Pinang Kab. Bangka Selatan Kab. Bangka Tengah Kab. Bangka Barat Kab. Belitung Timur Kab. Bengkulu Selatan Kab. Bengkulu Utara Kab. Rejang Lebong Kota Bengkulu Kab. Kaur Kab. Seluma Kab. Mukomuko
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - 1.787,3 - - - - 4.423,0 - 5.915,2 3.804,1 - - - - - 8.872,8 2.149,2 - - - 2.957,6 - - - 2.366,1 - 8.872,8 - 9.390,4 - 4.436,4 8.158,9 - - - - - 1.478,8 - 1.478,8 - 2.957,6 - 12.717,7 - - - - - 1.183,0 - 1.608,6 - 1.478,8 - - - 14.788,1 - 1.183,0 - 14.788,1 - 8.872,8 - - - 591,1 - 591,1 - 804,3 - 1.608,6 - 1.072,4 3.040,8 - 1.206,5 6.439,5 - 591,1 - - - 3.549,1 - 14.745,7 - 5.915,2 - - - - - 15.000,0 -
L-47
KB DPIL -
TOTAL 1.787,3 4.423,0 9.719,3 11.022,1 2.957,6 2.366,1 8.872,8 9.390,4 12.595,3 1.478,8 1.478,8 2.957,6 12.717,7 1.183,0 1.608,6 1.478,8 14.788,1 1.183,0 14.788,1 8.872,8 591,1 591,1 804,3 1.608,6 4.113,2 7.646,0 591,1 3.549,1 14.745,7 5.915,2 15.000,0
No. 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175
Daerah Kab. Lebong Kab. Kepahiang Kab. Bengkulu Tengah Kab. Lampung Barat Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Timur Kab. Tanggamus Kab. Tulang Bawang Kab. Way Kanan Kota Bandar Lampung Kota Metro Kab. Pesawaran Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Purwakarta Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bandung Barat Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - - - 35.861,0 - - - 5.915,2 - 13.294,3 - - - 1.183,0 - - - - - - - 15.000,0 - 1.774,6 - 15.000,0 238,0 - - - 5.915,2 1.239,9 - - - - - - - - - 8.872,8 - - - 10.351,6 - - - 5.851,3 - 90,0 - 5.915,2 - - - 600,0 - 90,0 - 7.291,3 - - 1.298,3 - 1.183,0 - - - - - - - - - - 241,5 - 5.915,2 - - - - - 5.870,9 3.992,3 - - - - - - - - -
L-48
KB DPIL 3.403,5 -
TOTAL 35.861,0 5.915,2 13.294,3 1.183,0 15.000,0 1.774,6 15.238,0 7.155,2 8.872,8 10.351,6 5.851,3 90,0 5.915,2 600,0 90,0 7.291,3 4.701,8 1.183,0 241,5 5.915,2 9.863,1 -
No. 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220
Daerah Kota Tangerang Kota Serang Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kab. Bangkalan Kab. Banyuwangi* Kab. Blitar
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - - - - - 1.478,8 - 1.478,8 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2.085,2 - 11.475,5 - - - 2.218,2 - - - - - 14.766,9 - 887,3 - - - - - 7.394,0 - - - - - - - - - 13.013,5 - - - - - - - 8.872,8 - - - - - 13.900,8 - - - - - 4.468,3 - - - - - 11.386,8 - 11.830,4 -
L-49
KB DPIL 341,6 -
TOTAL 1.478,8 1.478,8 2.085,2 11.475,5 2.218,2 14.766,9 887,3 341,6 7.394,0 13.013,5 8.872,8 13.900,8 4.468,3 11.386,8 11.830,4
No. 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265
Daerah Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Kediri Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Pacitan Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Probolinggo Kab. Sampang Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Tuban Kab. Tulungagung Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Mojokerto Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya Kota Batu Kab. Bengkayang Kab. Landak Kab. Kapuas Hulu Kab. Ketapang Kab. Pontianak* Kab. Sambas Kab. Sanggau Kab. Sintang Kota Pontianak Kota Singkawang
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - 1.869,8 - 11.830,4 - 2.085,2 - - - - - 7.394,0 - 11.830,4 - 591,1 - 14.788,1 - - 335,7 - 638,4 - - - 11.830,4 - - 12.401,5 - - - - - - 15,2 - - - 4.436,4 - - - 10.351,6 - - - - - 8.872,8 - - - 11.830,4 - 7.394,0 - 2.957,6 - - - - - - - - - 13.309,3 - - 82,9 - - - 600,0 - 16.245,7 - 2.957,6 - - - 13.309,3 - 10.277,7 - - - 1.500,0 - 6.654,6 - 6.427,4 -
L-50
KB DPIL -
TOTAL 1.869,8 11.830,4 2.085,2 7.394,0 11.830,4 591,1 14.788,1 335,7 638,4 11.830,4 12.401,5 15,2 4.436,4 10.351,6 8.872,8 11.830,4 7.394,0 2.957,6 13.309,3 82,9 600,0 16.245,7 2.957,6 13.309,3 10.277,7 1.500,0 6.654,6 6.427,4
No. 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310
Daerah Kab. Sekadau Kab. Melawi Kab. Kayong Utara Kab. Kubu Raya Kab. Barito Selatan Kab. Barito Utara Kab. Kapuas Kab. Kotawaringin Barat Kab. Kotawaringin Timur Kota Palangkaraya* Kab. Barito Timur Kab. Murung Raya Kab. Pulang Pisau Kab. Gunung Mas* Kab. Lamandau Kab. Sukamara Kab. Katingan Kab. Seruyan Kab. Banjar Kab. Barito Kuala Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Hulu Sungai Tengah Kab. Hulu Sungai Utara Kab. Kotabaru Kab. Tabalong Kab. Tanah Laut Kab. Tapin Kota Banjarbaru Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kab. Tanah Bumbu Kab. Berau Kab. Bulungan Kab. Kutai Kartanegara Kab. Kutai Barat* Kab. Kutai Timur Kab. Malinau Kab. Nunukan Kab. Pasir Kota Balikpapan Kota Bontang* Kota Samarinda* Kota Tarakan Kab. Penajam Paser Utara Kab. Tana Tidung
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - - - 5.915,2 - 5.915,2 - 887,3 - - - - - 5.705,2 - 4.182,1 - - - 14.788,1 - - - - - 7.394,0 - 16.236,9 - - 976,2 - 7.394,0 - - 426,9 - 14.788,1 - 5.957,6 - 16.455,7 - - - - - 5.915,2 - - - - - 1.478,8 - - - - - 14.758,1 - - - - - 8.872,8 - 4.673,0 - - - 13.309,3 - 2.700,0 14.057,8 - - - 1.500,0 - - - - - 2.383,1 - 7.435,5 1.054,2 - 1.200,0 - 900,0 2.842,9 - - -
L-51
KB DPIL 427,6 -
TOTAL 5.915,2 5.915,2 887,3 5.705,2 4.182,1 427,6 14.788,1 7.394,0 16.236,9 976,2 7.394,0 426,9 14.788,1 5.957,6 16.455,7 5.915,2 1.478,8 14.758,1 8.872,8 4.673,0 13.309,3 16.757,8 1.500,0 2.383,1 8.489,7 1.200,0 3.742,9 -
No. 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355
Daerah Kab. Bolaang Mongondow Kab. Minahasa Kab. Sangihe Kota Bitung Kota Manado Kab. Kepulauan Talaud Kab. Minahasa Selatan Kota Tomohon* Kab. Minahasa Utara Kota Kotamobagu Kab. Bolaang Mongondow Utara* Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Kab. Minahasa Tenggara Kab. Bolaang Mongondow Selatan Kab. Bolaang Mongondow Timur Kab. Boalemo Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Kab. Pohuwato Kab. Bone Bolango Kab. Gorontalo Utara Kab. Banggai Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol* Kab. Toli-Toli* Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Poso Kota Palu Kab. Parigi Moutong Kab. Tojo Una Una Kab. Sigi Kab. Bantaeng Kab. Barru* Kab. Bone Kab. Bulukumba Kab. Enrekang Kab. Gowa* Kab. Jeneponto Kab. Luwu Kab. Luwu Utara Kab. Maros Kab. Pangkajene Kepulauan Kab. Pinrang Kab. Kepulauan Selayar
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - 14.788,1 2.128,7 - 16.245,7 - 8.444,0 2.778,5 - 9.464,4 - 1.340,5 4.253,1 - 2.957,6 - 14.788,1 - 8.872,8 - 9.033,4 - 5.885,2 - 14.773,1 - 4.753,4 - 6.802,5 - - - - - 5.915,2 - 13.605,0 - 2.957,6 - 8.872,8 - - - 11.238,9 - 15.379,6 - 11.830,4 - 15.675,3 13.598,8 - 2.366,1 - 5.978,8 - 8.365,6 - 16.266,9 - 16.333,7 - - - 15.675,3 - - - 12.020,7 - 16.245,7 - - - - - 12.333,2 - 5.915,2 - 14.788,1 - - 79,4 - 1.183,0 - 4.014,0 - 14.492,3 - 1.183,0 - 15.905,5 -
L-52
KB DPIL 418,1 -
TOTAL 16.916,8 16.245,7 11.640,7 9.464,4 5.593,6 2.957,6 14.788,1 8.872,8 9.033,4 5.885,2 14.773,1 4.753,4 6.802,5 5.915,2 13.605,0 2.957,6 8.872,8 11.238,9 15.379,6 11.830,4 29.274,1 2.366,1 5.978,8 8.365,6 16.266,9 16.333,7 15.675,3 12.020,7 16.245,7 12.333,2 5.915,2 14.788,1 79,4 1.183,0 4.014,0 14.492,3 1.183,0 15.905,5
No. 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400
Daerah Kab. Sidenreng Rappang Kab. Sinjai Kab. Soppeng Kab. Takalar Kab. Tana Toraja* Kab. Wajo Kota Pare-pare Kota Makassar Kota Palopo Kab. Luwu Timur Kab. Toraja Utara Kab. Majene Kab. Mamuju Kab. Polewali Mandar Kab. Mamasa Kab. Mamuju Utara* Kab. Buton Kab. Konawe Kab. Kolaka Kab. Muna* Kota Kendari Kota Bau-bau Kab. Konawe Selatan Kab. Bombana Kab. Wakatobi Kab. Kolaka Utara Kab. Konawe Utara Kab. Buton Utara Kab. Badung Kab. Bangli Kab. Buleleng Kab. Gianyar Kab. Jembrana Kab. Karangasem Kab. Klungkung Kab. Tabanan Kota Denpasar Kab. Bima* Kab. Dompu Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Tengah Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa Kota Mataram Kota Bima
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - - - 11.563,4 - 5.560,3 - 591,1 - 4.436,4 - - - 887,3 - 14.754,1 - 12.717,7 - 1.489,4 - - - 904,9 - 2.957,6 - 5.767,3 - 5.915,2 - 2.661,9 951,3 - 1.191,6 - 1.478,8 - 6.506,7 - 16.245,7 - - - - - 1.500,0 - - - 39.558,1 - 9.800,4 - - - - - 14.894,3 - - - - - 14.745,7 - - - 14.745,7 - - - - - - - 16.245,7 - - - - - - - - - - - - - 5.978,8 -
L-53
KB DPIL -
TOTAL 11.563,4 5.560,3 591,1 4.436,4 887,3 14.754,1 12.717,7 1.489,4 904,9 2.957,6 5.767,3 5.915,2 3.613,2 1.191,6 1.478,8 6.506,7 16.245,7 1.500,0 39.558,1 9.800,4 14.894,3 14.745,7 14.745,7 16.245,7 5.978,8
No. 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445
Daerah Kab. Sumbawa Barat Kab. Lombok Utara Kab. Alor Kab. Belu Kab. Ende Kab. Flores Timur Kab. Kupang Kab. Lembata Kab. Manggarai Kab. Ngada* Kab. Sikka Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Timur Kab. Timor Tengah Selatan Kab. Timor Tengah Utara Kota Kupang Kab. Rote Ndao Kab. Manggarai Barat Kab. Nagekeo Kab. Sumba Barat Daya Kab. Sumba Tengah Kab. Manggarai Timur Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tenggara Kab. Buru Kota Ambon Kab. Seram Bagian Barat Kab. Seram Bagian Timur* Kab. Kepulauan Aru Kota Tual Kab. Buru Selatan Kab. Maluku Barat Daya Kab. Halmahera Tengah Kab. Halmahera Barat Kota Ternate Kab. Halmahera Timur Kota Tidore Kepulauan Kab. Kepulauan Sula Kab. Halmahera Selatan Kab. Halmahera Utara Kab. Biak Numfor Kab. Jayapura Kab. Jayawijaya Kab. Merauke
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - 1.489,4 - - - - 7.453,3 - - - - - - - - - 1.774,6 - 9.390,4 1.832,0 - 1.035,2 - 10.072,8 - - - - - 2.957,6 4.876,2 - 4.436,4 30,4 - 5.027,9 - - - - 319,9 - - - 1.478,8 - - - - - 11.830,4 4.736,4 - 36.970,1 - 1.489,4 - - - 10.351,6 - 9.189,8 - 14.640,2 - 8.872,8 - 1.478,8 - 4.500,0 - - - 5.027,9 - 591,1 - 14.788,1 - 16.500,0 - - - 40.614,2 - - - - - - 4.658,9 - 16.245,7 - 14.773,1 354,8 - - -
L-54
KB DPIL 1.577,8 4.888,0 94,9 1.115,6 -
TOTAL 1.489,4 7.453,3 1.774,6 12.800,3 1.035,2 10.072,8 12.721,8 4.466,8 5.027,9 414,8 1.478,8 16.566,8 38.085,7 1.489,4 10.351,6 9.189,8 14.640,2 8.872,8 1.478,8 4.500,0 5.027,9 591,1 14.788,1 16.500,0 40.614,2 4.658,9 16.245,7 15.127,9 -
No. 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477
Daerah Kab. Mimika Kab. Nabire Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kab. Kepulauan Yapen Kota Jayapura Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Boven Digoel Kab. Mappi* Kab. Asmat Kab. Waropen Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Lanny Jaya Kab. Nduga Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Sorong Kab. Manokwari Kab. Fak Fak Kota Sorong Kab. Sorong Selatan Kab. Raja Ampat Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Wondama Kab. Kaimana TOTAL
OTSUS & PENYESUAIAN OTSUS DPDF PPD KB DAK - 1.500,0 - 5.986,5 - 16.500,0 - 16.500,0 - 2.957,6 - 16.245,7 - 3.000,0 - 7.394,0 - 16.500,0 15.587,4 - 16.500,0 - 16.266,9 1.584,6 - 16.500,0 - 13.309,3 18.502,7 - - 12.391,8 - - - 600,0 - 8.872,8 - 14.788,1 - - - - - 2.957,6 - - - - - 5.957,6 - 59.382,9 - 16.500,0 - 14.788,1 - 16.500,0 51,1 - 15.971,1 - 16.500,0 - 1.800,0 - 5.915,2 ‐ 2.101.757,0 197.125,9
L-55
KB DPIL 841,7 23.389,1
TOTAL 1.500,0 5.986,5 16.500,0 16.500,0 2.957,6 16.245,7 3.000,0 7.394,0 32.087,4 16.500,0 17.851,4 16.500,0 31.812,0 12.391,8 600,0 8.872,8 14.788,1 2.957,6 5.957,6 59.382,9 16.500,0 14.788,1 17.392,8 15.971,1 16.500,0 1.800,0 5.915,2 2.322.272,0