1
BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan proses kearah yang lebih baik sesuai tujuan yang diharapkan. Menurut Todaro (1997: 20) pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai kebutuhan yang mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi, penanganan
ketimpangan
pendapatan,
serta
pengentasan
kemiskinan.
Pembangunan nasional selama PJP 1 harus diakui memang telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan pendapatan nasional per kapita Indonesia pada tahun 1995 telah mencapai US$ 980 tetapi masih yang terendah bila dibandingkan dengan Filipina, Thailand, Malaysia, Brunai Darusalam dan Singapura. Namun meningkatnya pendapatan perkapita tidaklah mencerminkan bahwa penduduk Indonesia bisa menikmati hasil pembangunan sepenuhnya, karena dengan paradigma pertumbuhan ekonomi justru yang muncul kemudian adalah kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin melebar. Trilogi pembangunan sejalan dengan teori Kuznets, seperti di kemukakan Todaro (1997: 189-192), mengemukakan bahwa pada permulaan pembangunan suatu negara lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan faktor pemerataan. Pada saat ketika pertumbuhan mencapai tingkat tertinggi atau puncaknya, diharapkan akan berpengaruh secara trickle down yang intinya
2
berdampak kepada pemerataan, akan tetapi hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan paradigma yang diinginkan. Dalam prioritas pemerintah, kebijakan pembangunan semakin diarahkan kepada peran serta masyarakat sebagai motor penyelenggara otonomi daerah. Otonomi tidak dipahami sebagai tujuan, akan tetapi harus dipahami dalam mewujudkan pembangunan dalam rangka untuk menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang lestari. Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan perekonomian pada daerah-daerah tertentu, telah mengilustrasikan pendapatan perkapita penduduk/masyarakat tidak merata, di mana harta kekayaan atau modal hanya pada sebagian penduduk/masyarakat tertentu. Di sisi lain penduduk/masyarakat perdesaan terbatas dana, sangat sulit dalam kepemilikan modal, baik itu modal ekonomi produktif maupun modal ekonomi non produktif dalam upaya untuk peningkatan pendapatan penduduk/masyarakat dalam porsi yang memadai untuk pembangunan ekonomi perdesaan. Ketidakberhasilan dalam penerapan teori pertumbuhan, sebagaimana yang telah dilaksanakan, Indonesia membuat polemich pada diskusi antarteori pertumbuhan dan pemerataan. Abimayu, et. al. (1995: 12-22) menguraikan pengalaman di negara-negara lain yang menunjukkan bahwa trade of semacam itu tidak selalu harus terjadi. Negara-negara seperti Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Singapura,
tingkat pertumbuhan ekonomi diikuti dan difasilitasi dengan
perbaikan ketimpangan.
3
Ketimpangan akan kepemilikan sumber-sumber atau faktor produksi menjadi perhatian yang sangat serius dengan harapan persoalan dapat dipecahkan untuk peningkatan pertumbuhan wilayah agar tingkat perekonomian membaik. Dalam kenyataannya penduduk masyarakat perdesaan secara umum tidak memiliki modal, pendidikan, keterampilan yang sesuai standard dan rendahnya akses terhadap kredit. Keadaan ini akan berdampak pada pengentasan kemiskinan dan sangat sulit untuk diatasi, karena penduduk/masyarakat terbelengu dengan dilemadilema primer yang merupakan tolak ukur perdesaan tetap miskin, akan tetapi penduduk/masyarakat yang punya modal, pendidikan, keterampilan, dan tingkat kesehatan yang sesuai dengan standar sehat. Patut diperhatikan fenomena lebih mendasar
yang
memerlukan
sikap
kehati-hatian
dan
kesabaran,
yakni
penduduk/masyarakat tidak memberlakukan penduduk miskin hanya sebagai objek, namun juga sebagai subjek yang mengambil peran dalam menanggulangi kemiskinan. Dengan demikian tingkat pertumbuhan wilayah yang masih minim dan kesulitan untuk berkembang tetap menjadi kendala yang sangat berat untuk dipecahkan. Tingginya pengangguran dan kemiskinan bukan masalah sederhana lagi, tetapi masalah tersebut disebabkan kurang tersedia lapangan pekerjaan, faktor modal dan kurangnya pengetahuan untuk mendapatkan dana-dana dari lembaga keuangan, baik itu bank maupun non bank. Hal ini mengilustrasikan ketidakberdayaan produktif.
penduduk/masyarakat
untuk
melaksanakan
usaha
yang
4
Ketidakseimbangan ekonomi antarwilayah yang ada sekarang dapat mengilustrasikan pertumbuhan belum mempresentatifkan pemerataan karena adanya
ketimpangan
yang
nyata
baik
antarsektor,
antargolongan
dan
antarwialyah/daerah. Berbagai upaya pengembangan ekonomi rakyat perlu diarahkan untuk mendorang perubahan struktural, yakni dengan memperkuat kedudukan
dan
peran
ekonomi
rakyat
dalam
perekonomian
nasional
(Sumodiningrat, 1996: 6). Perubahan ini mensyaratkan ekonomi rakyat akan memperlihatkan
kecendrungan
tingkat
pendapatan
dan
arah
pergeseran
kesejahteraan harus berubah dengan pola pemerataan. Pertumbuhan ekonomi yang membaik dapat dinikmati oleh kelompok penduduk/masyarakat berpendapatan rendah di perkotaan. Hal ini didasarkan data Bank Dunia, Indonesia telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin secara relative dari 40.08 persen pada tahun 1975 menjadi 17,42 persen dari jumlah populasi pada tahun 1987, suatu penurunan yang cukup besar hanya dalam kurun waktu 10 tahun. Namun demikian, secara absolute jumlah penduduk Indonsesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan ternyata masih banyak yakni 22,6 juta jiwa pada tahun 1996 Kesenjangan antarkelompok dan antarwilayah/daerah di atas mencerminkan hubungan timbal balik, di mana dengan ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial antarsektor ekonomi akan melahirkan kecemburuan yang berdampak keterbatasan penyerapan tenaga kerja dan semakin bertambah tingkatan pengangguran.
Keterbatasan
sarana
dan
prasarana
perdesaan
membuat
penduduk/masyarakat harus bekerja di sektor pertanian. Bertambah jumlah
5
penduduk mempersempit lahan untuk diolah, sehingga mendorong tenaga kerja industri memunculkan masalah baru yang tidak dielakan, karena peralihan tersebut memerlukan keterampilan, pengetahuan dan modal yang memadai. Pergeseran dari pola pertanian kepola sektor jasa dan sektor industri membuat masalah baru dalam ekonomi dan sosial antarwilayah/daerah. Pembangunan perdesaan (rural development) yang terlantar dibandingkan dengan pembangunan perkotaan yang selalu cepat dan dimanja menghasilkan tingkat kesejahteraan yang berbeda antarwilayah/daerah. Kesuksesan ini antara lain di pengaruhi oleh potensi yang dimiliki wilayah/daerah seperti modal yang tersedia, kekuatan sumber daya manusia, prasarana dan sarana yang memadai Dalam upaya penanggulangan kemiskinan pada Tahun Anggaran 1998/1999 pemerintah meluncurkan program baru dengan bantuan Bank Dunia dengan nama Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan selanjutnya PPK berubah namanya menjadi Progaram Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini terbuka bagi penduduk/masyarakat miskin diperdesaan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan cara memperluas lapangan kerja produktif melalui peningkatan berbagai pembangunan di desa tertinggal, meningkatkan dan memantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin melalui penyediaan dana dalam meningkatkan kesadaran, kemauan tanggung jawab, rasa kebersamaan, harga diri dan percaya diri masyarakat. Secara khusus program ini dirancang untuk
meningkatkan
keterpaduan
pengembangan
pembangunan prasarana dan sarana perdesaan.
usaha
produktif
dan
6
Dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), diharapkan menciptakan pengembangan kantong-kantong pertumbuhan wilayah/daerah, sehingga penanggulangan kemiskinan dan pengentasan dan pemberdayaan penduduk/masyarakat miskin secara nasional dapat dipercepat. Pemberian modal usaha yang bersifat kegiatan usaha produktif dan pembangunan prasarana serta sarana yang membantu lapangan pekerjaan untuk peningkatan pendapatan penduduk/masyarakat perdesaan. Saat ini Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kabupaten Gorontalo telah dilaksanakan dengan menyalurkan dana kepada kelompokkelompok masyarakat di kecamatan yang mengelola usaha ekonomi produktif. Salah satu kecamatan yang telah menerima bantuan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah Kecamatan Tibawa. Penyaluran dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dilakukan melalui Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) kecamatan yang selanjutnya menyalurkannya kepada kelompok-kelompok masyarakat di kecamatan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif. Pemanfaatan dana tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
mengenai
pemanfaatan
dana
Program Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) yang telah disalurkan kepada kelompok-kelompok masyarakat di kecamatan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif. Kehadiran
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
yang
diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan modal usaha diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
7
Berdasarkan hal tersebut menarik untuk diteliti apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo telah mampu membantu masalah permodalan kelompok masyarakat yang mengelola usaha ekonomi produktif dalam upaya meningkatkan pendapatan. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu. 1.
Masih banyaknya jumlah penduduk di Kecamatan Tibawa yang tingkat pendapatannya rendah. Keadaan ini terutama disebabkan masih rendahnya modal untuk mengembangkan usaha kelompok.
2.
Belum
efektifnya
pendampingan
pelaksanaan
Program
Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo.
1.2
Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh bantuan modal usaha terhadap peningkatan pendapatan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) belum pernah dilakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Namun ada beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan penelitian ini. Zamzani (2002) penelitian yang dilakukukan berlokasi di Kecamatan XIII Koto Kempar Kabupaten Kempar Provinsi Riau dengan sampel sebanyak empat desa yakni Desa Koto Mesjid, Desa Pulau Gading, Desa Binamang dan Desa Pongkai Istiqomah. Lokasi tersebut dipilih karena terdapat bantuan modal usaha dan bantuan prasarana serta sarana dan relatif berhasil dalam peningkatan pendapatan
masyarakat
perdesaan.
Penelitian
ini
menyimpulkan
bahwa
8
pembangunan prasarana dan sarana menghasilkan pendapatan dari padat karya pada masyarakat perdesaan. Gaol (2000) penelitian yang dilakukan
berlokasi di Kecamatan Weru,
Kecamatan Bulu dan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini merupakan kecamatan yang mendapat bantuan dana ekonomi produktif dan pembangunan prasarana serta sarana fisik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Program Pengembangan Kecamatan (PPK) memiliki prospek yang cukup baik untuk menciptakan pertumbuhan wilayah dengan cepat. Young (1995) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang fundamental yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Hongkong, Singapura, Korea Selatan dan Taiwan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan produktifitas dalam perekonomian non pertanian di negara-negara industri Asia timur mempunyai tingkat pertumbuhan produktifitas yang dipengaruhi oleh usia tenaga kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jumlah tenaga kerja. Astusti (2005) menguraikan dalam penelitian tentang analisis pendapatan usahatani cabai pada bagian proyek Pengembangan Agribisnis Cabai Merah di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah dengan adanya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) menyebabkan terjadinya peningkatan yang signifikan antara pendapatan petani sebelum menerima BLM dan sesudah menerima BLM. Dampak adanya BLM dapat meningkatkan rata-rata pendapatan petani cabai penerima BLM per 1.000 m2 pada tahun 2004 bila dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 39,80 persen. Dengan menggunakan analisis uji dua beda rata-rata diperoleh nilai t hitung
9
sebesar 6.887 dengan standar deviasi sebesar 158.908.43 dan t tabel sebesar 2,756 pada tingkat derajat kepercayaan 95 persen sehingga Ho ditolak. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan usahatani cabai pada tahun 2004 bila dibandingkan tahun 2003 adalah adanya peningkatan produktivitas tanaman dari 612,29 kg/1.000 m2 pada tahun 2003 menjadi 727,49 kg/1.000 m2 pada tahun 2004. Peningkatan ini disebabkan karena adanya sekolah lapang, ketersediaan dana yang cukup untuk usahatani cabai dan adanya pemantauan dan evaluasi secara rutin. Secara umum penelitian-penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa program pemberian kredit/modal, baik dalam bentuk dana maupun dalam bentuk input produksi pertanian yang diberikan kepada masyarakat dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut adalah objek yang benar yaitu pemberian dana sebagai penguatan modal untuk meningkatkan pendapatan. Walaupun demikian disadari bahwa kondisi ekonomi dan geografi setiap daerah tidaklah sama. Perbedaan substansi penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas terletak pada lokasi, waktu dan jenis program bantuan yang diberikan. Adanya perbedaan inilah yang mendorong untuk mengetahui bagaimana dampak bantuan modal usaha Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) terhadap pendapatan masyarakat yang mengelola usaha ekonomi produktif di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo.
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah. 1.
Mengetahui efektifitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo.
2.
Mengetahui pengaruh bantuan modal usaha Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) terhadap pendapatan masyarakat yang mengelola usaha ekonomi produktif di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo.
1.3.2 Manfaat penelitian Secara umum manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk mengevaluasi program dan kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat.
2.
Sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian bantuan modal usaha kepada kelompok masyarakat.
3. Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya guna memperkaya kajian tentang pemberdayaan masyarakat
1.4 Sistematika Penulisan Tesis ini terbagi dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I Pengantar, memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, memuat tentang tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis dan alat analisis.
11
Bab III Analisa data, memuat tentang cara penelitian, hasil analisa data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran.