BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia sejak
zaman dahulu. Selain untuk menyampaikan pesan, bahasa juga merupakan salah satu aspek terpenting bagi manusia karena bahasa mencerminkan identitas, kebudayaan, dan cara berpikir penutur. Melalui bahasa dapat terjadi percakapan antar manusia, kemudian manusia saling membentuk hubungan satu sama lain, sehingga pada akhirnya melahirkan sebuah masyarakat penutur bahasa. Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang berfungsi sebagai piranti untuk menyokong kehidupan masyarakat yang diperoleh manusia bukan sebagai warisan yang diturunkan secara biologis, melainkan dengan cara dipelajari sebagai suatu kebudayaan. Bahasa sangat beragam karena keberadaan manusia itu sendiri yang majemuk dilihat dari faktor usia, jenis kelamin, status sosial, lingkungan sosial, dan sebagainya. Bahasa juga berubah dari waktu ke waktu karena masyarakatnya yang dinamis dan selalu berkembang setiap saat. Menurut Poerwadarmita (1985:5) bahasa adalah alat yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan. Ia berfungsi sebagai alat komunikasi anatara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa, sehingga saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut. Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tulisan, orang tersebut dapat menangkap apa
7 Universitas Sumatera Utara
yang dimaksud, tiada lain karena ia memahami makna (imi/ 意味) yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Jadi, fungsi bahasa merupakan media untuk menyampaikan (dentatsu/ 伝達) suatu makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis (Sutedi, 2004:2). Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji baik secara internal maupun secara eksternal. Yang dimaksud kajian secara internal adalah pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, yaitu struktur fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori atau prosedur yang telah menjadi disiplin linguistik. Sedangkan kajian eksternal adalah pengkajian yang dilakukan terhadap struktur di luar bahasa itu sendiri. Dalam kajian internal bahasa terdapat empat cabang linguistik yaitu : 1. Fonologi (音韻論/on-inron) merupakan cabang linguistik yang mengkaji
tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya 2. Morfologi (形態論/keitairon) merupakan cabang linguistik yang mengkaji
tentang kata dan proses pembentukannya 3. Sintaksis (統語論/tougoron) merupakan cabang linguistik yang mengkaji
tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat 4. Semantik ( 意 味 論 /imiron) merupakan cabang linguistik yang mengkaji
tentang makna.
8 Universitas Sumatera Utara
Kridalaksana (2008: 216) mengemukakan dua pengertian tentang semantik : (1) bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dan struktur makna kdalam suatu wicara; (2) sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya. Makna suatu kata mengalami perkembangan karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Dalam Kogo-Jiten dijelaskan pengertian semantik yaitu : 意味論というのは「語学」単語。形態素の意味との対応を歴史的変遷 や民族心理などの諸方面から考察する言語学の一分野;[哲]記号と それが指示するものとの関系を取り扱う記号論 理学の一分野。
Imiron to iu no wa 1) [go-gaku] tango. Keitaiso no imi to no taiou wo rekishiteki hensen ya minzoku shinri nado no shohoumen kousatsusuru gengogaku no ippunya ; 2) [tetsu] kigou to sore ga shijisuru mono to no kankei wo toriatsukau kigoron rigaku no ippunya. Terjemahan : Imiron adalah 1[ilmu semantik]. Cabang linguistik yang mengkaji transisi sejarah dan psikologis dari suatu bangsa dengan pihak lain dengan makna morfem yang berbeda ; 2) [ penjelasan ] . Cabang linguistik yang kajiannya berhubungan dengan logika. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007: 297).
9 Universitas Sumatera Utara
Salah satu relasi makna yang dibahas dalam semantik adalah sinonim. Secara etimologi sinonim berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma ‘nama’ dan syn ‘dengan’. Secara harafiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama (Chaer, 1995: 82). Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, dapat dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:267). Dalam bahasa Jepang sinonim disebut ruigigo ( 類義語). Dalam kamus Super Dai Jiten dijelaskan : 類義語というのは同じ一の言語体系の中で語形は異なっていても意味 の似るかあった二つ以上の語。例えば ホテルと旅館...など。
Ruigigo to iu no wa onaji ichi no gengo taikei no naka de gokei wa kotonatte ite mo imi no niru ka atta futatsu ijyou no go. Tatoeba hoteru to ryokan …. nado.
Terjemahan :
10 Universitas Sumatera Utara
Ruigigo adalah dua atau lebih kata-kata yang berbeda morfem atau pun bentuk namun memiliki arti yang mirip. Contohnya hoteru dan ryokan, dan lain-lain. Sehubungan dengan makna ruigigo, dalam Kogo-jiten juga dijabarkan sebagai berikut : 類義語というのは意味が同じか、またはよく似ている二つ以上の単語 。意味や使い方に微妙ならがいがあって、一般にはその違いを明確に 説明しにくい。例えばゆらぐとゆれる、母とお母さん...など。
Ruigigo to iu no wa imi ga onajika, mata wa yoku nite iru futatsu ijyo no tango. Imi ya tsukaikata ni bimyou nara ga iga atte, ippan ni wa sono chigai wo meikaku ni setsumeishi nikui. Tatoeba yuragu to yureru, haha to okaasan, ….. nado. Terjemahan : Ruigigo adalah kata dari dua atau lebih sinonim yang berarti sangat mirip, atau sama. Ada sedikit keraguan dalam arti dan penggunaan, sulit untuk menjelaskan bahwa pada umumnya berbeda. Sebagai contoh, yuragu dan yureru, haha dan okaasan, dan lain-lain. Sinonim dalam bahasa Jepang dapat ditemukan baik dalam kategori nomina ( 名詞/meishi), adjektiva (形容詞/keiyooshi) maupun verba (動詞/doushi), bahkan pada ungkapan dan partikel pun dapat terjadi. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Misalnya dalam makna frasa
11 Universitas Sumatera Utara
“ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori”. Secara umum, kedua frasa tersebut apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang mirip “bermaksud” . Contoh : 1. 明日映画見に行こうと思います。 Ashita eiga mini ikouto omoimasu. Besok bermaksud pergi menonton film. Kalimat ini mengandung pengertian berencana pergi menonton ke bioskop (masih dalam pikiran saja, kemungkinan ada perubahan rencana).
2. 明日映画見に行くつもりです。 Ashita eiga mini iku tsumori desu. Besok bermaksud pergi menonton film. Kalimat ini mengandung pengertian memiliki rencana menonton film (sudah membeli tiket, sudah ada tindakan). Frasa “ishikei + omou” dan “jishokei + tsumori” merupakan contoh Frasa yang bersinonim dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dibutuhkan ketelitian dalam penggunaannya agar dimengerti oleh lawan bicara yang sama-sama menggunakan bahasa Jepang. Sehubungan dengan uraian di atas, penulis akan menguraikannya pada skripsi yang berjudul “ANALISIS SEMANTIK FRASA ‘ISHIKEI + TO OMOU’ DAN ‘JISHOKEI + TSUMORI”
12 Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai makna dari frasa “ishikei + to
omou” dan “jishokei + tsumori” yang memiliki kemiripan arti “bermaksud, berencana”, tetapi kemungkinan memiliki perbedaan juga dalam artinya masingmasing. Hal ini merupakan salah satu kesulitan dalam mempelajari bahasa Jepang karena harus memikirkan kontekstualnya ataupun situasi. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sabagai berikut: 1. Apa makna rrasa “ishikei to omou” dan “jishokei + tsumori”? 2. Apa perbedaan semantik rrasa “Ishikei to omou” dan “jishokei + tsumori” dalam bahasa Jepang?
1.3
Ruang Lingkup Pembahasan Frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori” bila diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia berarti bermaksud, berencana. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya hanya pada analisis perbedaan nuansa makna frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori” yang contoh-contoh kalimatnya diambil dari beberapa seri majalah Wochikochi. Agar pembahasan lebih akurat dan jelas, maka penulis akan menjelaskan fungsinya pada bab II mengenai struktur kalimat bahasa Jepang, pemaknaan dan fungsi frasa “ishikei to omou” dan “jishokei + tsumori”, studi semantik dan pengertian sinonim.
13 Universitas Sumatera Utara
1.4
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
a.
Tinjauan Pustaka Untuk menghindari kesalahan dan kekaburan dalam menginterpretasikan
makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba mendefinisikan beberapa istilah linguistik, khususnya yang berkenaan dengan semantik. Dalam bahasa Jepang banyak terdapat sinonim
baik dalam kelas kata
nomina (名詞 /meishi), adjektiva (形容詞 /keiyoushi) maupun kata kerja (動詞 /doushi). Pengertian sinonim adalah bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lsin, perasamaan ini berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim adalah kata-kata saja. (Kridalaksana, 2001: 196). Menurut Chaer (1994: 296) sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori yang akan dibahas ini termasuk dua frasa yang memiliki makna yang mirip namun akan terlihat perbedaan maknanya apabila dilekatkan dengan partikel atau kata lain. Untuk itulah dilakukan pendekatan linguistik. b.
Kerangka Teori Sesuai dengan judul skripsi ini, teori atau pendekatan yang digunakan untuk
menganalisa penggunaan frasa adalah pendekatan linguistik dalam kajian semantik. Ilmu linguistik sering disebut dengan linguistik umum (general linguistik), yang
14 Universitas Sumatera Utara
artinya ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, namun juga mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya. Ilmu linguistik juga mempunyai beberapa bidang kajian yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu, salah satunya yaitu bidang kajian makna (semantik / 意味論 imiron) yang mengkaji antara lain makna kata, relasi makna antar suku kata dengan kata lainnya, makna frasa dalam sebuah idiom, dan makna kalimat. Pengertian makna adalah 1) arti; 2) maksud pembicara dan penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Menurut Parera (2004 : 46), secara umum teori makna dapat dibedakan atas: 1.
Teori Referensial / Korespondensi
2.
Teori Kontekstual
3.
Teori Mentalisme / Konseptual
4.
Teori Formalisme
Dari keempat teori tersebut yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas adalah teori kontekstual. Teori kontekstual mengisyaratkan bahwa sebuah kata/simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks (Parera, 2004:47). Didukung juga oleh Chaer (1995:81), makna kontekstual mengandung 2 arti, yaitu pertama, makna penggunaan sebuah kata (gabungan kata) dalam konteks kalimat tertentu; kedua, makna keseluruhan kalimat (ujaran) dalam konteks situasi tertentu. Menurut Chaer (1994:59), makna terbagi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut jisho teki imi/ 辞書
15 Universitas Sumatera Utara
的意味 (makna kamus) atau goi teki imi/語彙的意味(makna kata) adalah makna kata sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Sedangkan makna gramatikal yang dalam bahasa Jepang disebut bunpou teki imi/ 文 法 的 意 味 (makna kalimat) yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. Dalam buku yang berjudul Nihongo Bunkei Ziten, Migotoko (1998:316) menjelaskan beberapa bentuk dari verba omou mempunyai beberapa bentuk namun penulis hanya akan mengambil tiga bentuk yang akan menjadi acuan dalam pembahasan pada skripsi ini, seperti: - to omou : digunakan untuk menyatakan pemikiran atau pendapat kepada lawan bicara. Contoh : 山田先生は来ないと思う Yamada Sensei wa konai to omou Saya kira Guru Yamada tidak akan datang. - to omotte iru : digunakan untuk menunjukkan orang ketiga yang berarti harus dalam bentuk kalimat progresif ( Eriko Satou, 2008) dan bermakna ‘berpikir’. Contoh : 警察はあの男が犯人だと思っている Keisatsu wa ano otoko ga hannin da to omotte iru
16 Universitas Sumatera Utara
Polisi berpikir pria itu adalah penjahat - ishikei + to omou : digunakan untuk menyatakan rencana atau maksud si pembicara. Contoh : 今日はゆっくり休もうと思う Kyou wa yukkuri yasumou to omou Hari ini bermaksud benar-benar istirahat Dari beberapa contoh diketahui bahwa verba omou memiliki beberapa bentuk, begitu pun dengan tsumori ( Isao, 2001:20), di antaranya yakni : - jishokei + tsumori da : digunakan untuk menyatakan maksud, rencana. Contoh : A: 雨が降りそうですよ。 B : そうですか。じゃ、傘を持っていくつもりです。 A : ame ga furi sou desuyo. B : sou desuka. Ja, kasa wo motte iku tsumori desu. Makna dari percakapan di atas adalah B berencana membawa payung karena sepertinya akan turun hujan. - jishokei + tsumori de …. : digunakan untuk menunjukkan arti dan kemauan. Contoh : 電車の中で食べるつもりで弁当を買ったが、食べないうちに目的地に 着いてしまった
17 Universitas Sumatera Utara
Densha no naka de taberu tsumori de bentou wo katta ga, tabenai uchi ni mokuteki chi ni tsuite shimatta Sudah membeli bekal karena bermaksud makan di dalam kereta api, tetapi selama perjalanan tidak di makan hingga sampai ke tempat tujuan. Dari perbedaan conton di atas maka penulis akan mencoba menguraikan penjelasan dari frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori” yang memiliki arti yang mirip yaitu “bermaksud, berencana” melalui cuplikan-cuplikan dan ceritacerita dari majalah Wochikochi yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini yaitu frasa yang menunjukkan maksud pembicara. Selain menganalisis teori perbedaan nuansa makna frasa “ishikei + to omou” dan “jishokei + tsumori”, penulis juga akan menguraikan fungsi dari kedua frasa tersebut. Definisi-definisi dan konsep-konsep yang penulis kemukakan di atas tadi inilah yang dipakai sebagai acuan dasar dalam penulisan skripsi ini.
1.5
Tujuan dan Manfaat Penelitian
a.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui makna frasa ishikei to omou dan jishokei + tsumori. 1. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna frasa ishikei to omou dan jishokei + tsumori dalam kalimat bahasa Jepang.
18 Universitas Sumatera Utara
b.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Mudah-mudahan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi adikadik mahasiswa dan pembaca tentang frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori. 2. Dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk penelitian mengenai frasa yang bersinonim lainnya.
1.6
Metode Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif (descriptive research), yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis (Isyandi, 2003 : 13). Penulis juga akan menggunakan metode kepustakaan (library research), yaitu metode yang menggunakan pengumpulan data-data atau berbagi informasi dengan cara pengumpulan data dan cuplikan-cuplikan baik dari buku-buku maupun majalahmajalah berbahasa Jepang yang berkaitan dengan judul penulisan. Setelah data terkumpul maka penulis akan berusaha menuturkan dan mengklasifikasikan kalimat yang menggunakan frasa ishikei + to omou dan jishokei + tsumori, menerjemahkan konteks-konteks kalimat atau cuplikan kalimat yang terdapat frasa ishikei + to omou dan jishokei+ tsumori, kemudian menganalisis fungsi dan makna dari kalimatkalimat tersebut yang akan dituangkan dalam karya tulis. Tahap akhir berupa penarikan kesimpulan dari data-data yang telah diteliti, setelah itu dari kesimpulan yang diambil dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat.
19 Universitas Sumatera Utara