BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesusastraan Bali terus mengalami perkembangan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala aspek permasalahan dan persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat sudah banyak dituangkan dalam sastra. Tokoh dan peristiwa yang diceritakan melalui sastra, dianggap pernah terjadi di masa lalu atau bahkan hanya sekedar kreasi yang ingin menyampaikan pesan maupun amanat dan juga memberikan hiburan untuk masyarakat. Diciptakannya karya sastra tersebut, selain untuk menghibur, juga untuk menyampaikan pesan atau amanat yang positif bagi pembacanya. Agastia (1980: 1) mengatakan hubungan antara sastra Bali dan kebudayaan Bali, di antaranya "sastra Bali sebagai aspek kebudayaan Bali", "sastra Bali sebagai penunjang kebudayaan Bali", "sastra Bali sebagai cerminan kebudayaan Bali". Sekalipun tersirat adanya keraguankeraguan dalam masing-masing ungkapan tersebut, namun sedikit disadari dan diyakini bahwa peranan sastra Bali cukup berarti dalam usaha pembinaan dan pengembangan kesenian Bali selama ini. Kesusastraan Bali secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern). (Bagus dan Ginarsa, 1978: 3). Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) adalah warisan sastra Bali yang mengandung nilai-nilai tradisional masyarakat pendukungnya. Sastra Bali Anyar adalah sastra Bali yang mengandung unsurunsur masukan yang baru dari suatu kebudayaan (sastra) modern dewasa ini.
Masing-masing nantinya dapat dibagi lagi sesuai dengan bentuknya, yaitu berbentuk prosa dan puisi. Kesusastraan Bali Purwa/klasik dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesustraan Gantian (satua, foklor atau cerita rakyat) dan kesusastraan Sesuratan/tulis. Kesusastraan Bali klasik dapat berupa geguritan, kidung, kakawin, gancaran, dan lain-lain. Karya sastra Bali yang lahir pada zaman modern atau setelah masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam karya sastra Bali yang lahir pada zaman modern atau setelah masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam karya sastra Bali disebut dengan kesustraan Bali Anyar (modern) misalnya novel, cerpen, drama, dan puisi (Bagus dan Ginarsa, 1978: 4). Kesusastraan Satua Bali modern salah satunya dapat berupa cerpen. Cerita pendek adalah salah satu genre prosa yang digemari oleh masyarakat, terutamanya karena jalan ceritanya jauh lebih pendek dari pada genre-genre lainnya seperti roman
atau
novel.
Nugroho
Notosusanto
(Via
Hutagalung,
1967:76)
mengistilahkan kepepelan (kepadatan isi) cerita pendek itu sebagai" terpusat lengkap pada dirinya sendiri". Kepepalan (kepadatan isi) cerita pendek itu mengakibatkan penyajian pendek sehingga tidak menuntut waktu lama untuk membacanya. Menurut (Rosidi, 1959: ix) semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada kesatuan jiwa, yaitu pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagianbagian yang boleh dikatakan "lebih" dan bisa dibuang. Kelahiran cerpen (cerita pendek) dalam kesusastraan Bali modern tidak lepas dari pertumbuhan sastra nasional saat ini. Tonggak awal pertumbuhan sastra Bali modern sebetulnya sudah muncul pertengahan 1910-an dan berlanjut 1920an, hampir dua dekade lebih awal dibandingkan dengan munculnya roman Nemoe
Karma tahun 1931 (Putra, 2010: 16). Ditandai dengan munculnya cerpen berbahasa Bali yang dimuat dalam buku pelajaran untuk sekolah-sekolah yang didirikan belanda di Bali. Bentuk awal kemunculannya berupa cerpen yang dimuat dalam buku pelajaran terbitan pemerintah kolonial dan menjadi bacaan untuk sekolah-sekolah formal masyarakat pribumi. Kehadiran cerpen-cerpen Bali pada saat itu merupakan hasil karya I Made Pasek dalam bukunya yang berjudul Aneka Warna Tjakepan Kaping Kalih, Pepaosan Bali Kasoerat Antoek Aksara Belanda (1918). Buku cerita berbahasa bahasa bali juga muncul dari tangan Guru non-bali, yaitu Mas NItisastro, guru di Singaraja, menerbitkan buku Warna Sari, Tjakepan Bali Sastera Belanda (1925), diterbitkan oleh (Waltevreden-Batavia), ditulis dengan huruf latin digunakan untuk kelas III di sekolah formal kolonial Belanda. Dua guru inilah yang pengarang produktif ketik itu dan karyanya berupa cerpen cukup berkualitas sehingga kepadanya wajar diberikan gelar ' sang pemula' atau 'perintis' lahirnya sastra Bali modern (Putra, 2010: 15). Pada konteks ini tidaklah mengherankan kalau dalam cerpen-cerpen awal Sastra Bali kuat terasa pengaruh tradisi lisan seperti dampak pada munculnya ekspresi 'sedek dina anoe' (pada suatu hari), 'gelisan satua' (singkat cerita). Akan tetapi, pengaruh seperti itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menggurkan arti dan fungsi cerpen-cerpen karya Made Pasek dan Nitisastro dalam sejarah sastra (Putra, 2012: 16). Saat sekarang ini, pesatnya berbagai penciptaan karya-karya sastra seperti cerpen, tidak didukung oleh perhatian generasi muda Bali seperti halnya anak didik. Padahal keberadaan kesusastraan Bali modern (cerpen) sudah jelas merupakan sastra cerita yang
didalamnya berisikan nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang berlandaskan nilai pendidikan yang patut digunakan sebagai tuntutunan dalam menjalani hidup. Sampai saat ini, cerpen Bali modern masih digemari oleh masyarakat. Akan tetapi kelahiran cerpen Bali modern sebagai genre-nya prosa tampak lebih banyak merupakan hasil adanya rangsangan dan dorongan berupa sayembara. Perkembangan sastra Bali modern sampai saat ini telah menghasilkan cerpencerpen berbahasa Bali yang telah diciptakan oleh para pengawi-pengawi Bali, di antaranya cerpen Basa Bali karya Drs.Ida Bagus Mayun, cerpen Biur karya Djelantik Santha. Salah satu pengarang yang masih produktif adalah I Madé Sugianto. Banyak karya-karya sastra yang telah dihasilkan baik berupa novel dan cerpen. I Madé Sugianto merupakan pengawi
muda yang berasal dari Desa Marga,
kabupaten Tabanan. Karya-karya sastra yang dihasilkan antara lain: novel Sing Jodoh, novel Sentana Cucu Marep, novel Keris dan karya-karya sastra lainnya. Karya sastra karya I Madé Sugianto telah banyak diteliti oleh mahasiswa Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana yakni : novel dan cerpen. Salah satu karya I Madé Sugianto yang belum diteliti adalah Pupulan Satua Bali Modern Sundel Tanah yang diterbitkan Pustaka Ekspresi. Penelitian ini menggunakan lima Satua Bali Modern dari 13 Satua Bali Modern berbahasa Bali yaitu: Shanti, Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Celuluk, Nyingnying, Seduk, Pregina Peteng, Bégal, Lulus, Mobil, Ada léak di Pura, Dagang Ubad. Kelima teks Satua Bali modern (cerpen) yang akan dianalisis sebagai objek penelitian adalah Krématoriun, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying,dan Lulus. Peneliti memilih kelima Satua Bali modern ini selain memiliki tema yang sama
tentang kritik sosial juga terdapat pesan dan nilai yang disampaikan pengarang kepada pembaca sehingga dapat dijadikan sebuah cerminan dalam kehidupan yang ada di masyarakat. Suatu hal yang sangat menarik dalam kelima teks Satua Bali modern Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus adalah banyak mengandung pesan dan nilai tentang kritik sosial yang ada pada masyarakat. Kritik sosial adalah interaksi yang terjadi antara manusia dengan keadaan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Kritik sosial yang terkandung di dalam kelima Satua Bali Modern ini antara lain adalah kritik sosial antara masyarakat dengan krama banjar, kritik sosial jual beli tanah yang dilakukan oleh pengembang yang ingin membeli tanah warisan, kritik sosial seorang pemimpin Anggota Dewan yang lupa akan janji setelah kedudukannya tinggi, kritik sosial tentang seorang dukun menempuh jalan mempromosikan dirinya di surat kabar mengaku menjadi dukun paling pintar dan sudah banyak bisa mengobati orang semata-mata agar bisa terkenal, dan yang terakhir kritik sosial tentang kedudukan, dimana orang yang kaya lebih berkuasa. Apapun bisa dilakukan yang penting mempunyai banyak uang. Adanya fenonema kehidupan inilah yang menjadi motivasi unntuk melakukan penelitian lebih mendalam terhadapan teks Satua Bali Modern Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus. Penelitian ini akan mengamati Struktur dan amanat yang terkandung dalam teks Satua Bali Modern Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus. melalui kajian ini diharapkan dapat mengetahui pesan dan amanat masyarakat yang terkandung di dalam teks Satua Bali Modern dan ceritanya dipandang layak
untuk dijadikan objek penelitian. Dari hasil pengamatan, naskah Pupulan Satua Bali Modern ini belum pernah diangkat sebagai objek peneliti sehingga layak untuk dikaji.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dibahas disajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1) Bagaimanakah struktur naratif yang membangun Teks Satua Bali Modern Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus? 2) Bagaimana amanat yang terkandung dalam
Teks Satua Bali Modern
Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus?
1.3 Tujuan Penelitian dilakukan karena memiliki tujuan. Tujuan adalah memecahkan permasalahan yang tergambar dalam latar belakang dan rumusan masalah. Karena itu, tujuan penelitian sebaiknya dirumuskan berdasarkan rumusan masalahnya. Tujuan penelitian dicapai melalui serangkaian metodologi penelitian. Oleh karenanya, tujuan penelitian yang baik adalah rumusannya operasional (Suban dan Sudrajat, 2005: 71). Adapun tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu sastra di samping juga untuk menambah khasanah hasil-hasil penelitian di bidang sastra khususnya Sastra Bali Modern, serta meningkatkan karya-karya sastra Bali Modern yang nantinya dapat memberikan sumbangan bermanfaat bagi kehidupan manusia. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan utuk mengetahui dan memahami unsur-unsur yang membangun struktur naratif Teks Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus. Melalui penelitian ini juga kita dapat mengetahui dan memahami amanat yang terkandung dalam Teks Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam melakukan sebuah penelitian, pasti ada manfaatnya. Begitu pula dalam penelitian Teks Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus. Manfaat penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai karya sastra, dan nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan kesustraan Bali Modern khususnya Satua Bali Modern dalam bentuk analisis struktur dan amanat, serta dari analisis yang dilakukan diharapkan dapat memberikan wawasan kepada pembaca mengenai pesan-pesan yang disampaikan melalui amanat dalam Teks
Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus dalam Pupulan Satua Bali Modern Sundel Tanah.
1.4.2 Manfaat Praktis Secara peraktis masyarakat dapat mengetahui dan memahami pesan amanat yang terdapat dalam Teks Krématorium, Anggota Déwan, Sundel Tanah, Nyingnying, dan Lulus dalam Pupulan Satua Bali Modern Sundel Tanah.. Manfaat lainnya untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan masyarakat terhadap karya sastra Bali khususnya Satua Bali Modern sebagai pedoman dalam kehidupan.