BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perempuan. Wacana tentang perempuan ataupun feminis berkembang
diseluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Perempuan mempunyai peran penting pada realitas sosial. Mereka, “perempuan”, bukanlah kaum yang tidak bisa apa – apa di bawah bayang – bayang kekuasaan kaum pria di zaman industrialisasi dewasa ini. Harapan inilah yang selalu dicetuskan oleh para pendukung gerakan feminisme sejak dahulu, termasuk di Indonesia dengan berbagai cara dan medium, salah satunya medium film. Itulah mengapa studi tentang perempuan pun banyak dijadikan tema, sebagai bahan kajian atau karya seni film. Film tentang perempuan sudah menjadi kategori penting dalam industri perfilman karena target penontonnya adalah perempuan, suatu strategi yang dikaitkan dengan sinema Hollywood ‘klasik’ tahun 1930-an, 1940-an, dan 1950-an. Karena alasan itulah, film – film dari periode ini menarik sebagian besar perhatian kritikus feminis.1 Meskipun ada fakta yang menyebutkan bahwa film perempuan sebagai suatu kategori yang berkaitan juga dengan semua genre, tapi masih memungkinkan untuk
1
Hollows, Joanne. Feminisme Feminitas dan Budaya Populer, Jalasutera, 2010. Hal. 52
1
2
mengidentifikasi sejumlah ciri – ciri utama yang memberikan koherensi pada kategori film perempuan. Film perempuan dibedakan oleh tokoh utamanya yang perempuan, sudut pandang dan narasinya yang sering kali berkutat disekitar realisme tradisional pengalaman perempuan; keluarga, rumah tangga, dan percintaan-wilayah cinta, emosi dan pengalaman terjadi sebelum munculnya tindakan atau peristiwa. Salah satu aspek penting dari genre ini adalah adanya suatu tempat mencolok yang sesuai dengan hubungan antara perempuan.2 Patricia White berpendapat, film perempuan menghubungkan ‘fokus pada “penggambaran perempuan” dengan “figur perempuan”.
3
Perempuan dalam film
sering kali digambarkan sebagai objek seksual (virgin), sosok yang lemah karena cinta, tidak mempunyai kekuatan apa – apa terhadap seorang laki – laki, walaupun terdapat juga tema perlawanan terhadap kelompok masyarakat tertentu. Eksistensi perempuan dalam film juga tidak terwakili secara proposional, karena melalui penggambaran itu kaum perempuan telah mengalami bentuk penindasan dari segilintir kelompok yang mempunyai kekuasan, misalnya pembatasan peran sosial sebagai perempuan, hak asasi nya, dan profesi. Hadirnya film – film bertemakan perempuan menyampaikan pesan – pesan tertentu mengenai “perempuan”. Bagaimanapun pemilihan tema perempuan dalam
2 3
Hollows, Joanne. Feminisme Feminitas dan Budaya Populer, Jalasutera, 2010 Hal. 52 Ibid hal.53
3
film, penyusunan pesan serta adegan – adegan perempuan tersebut dalam film berpengaruh pada sosok nyata perempuan yang sebenarnya. Film bertemakan perempuan pada dasarnya merupakan gambaran dari kehidupan manusia sehari – hari. Pesan-pesan yang terdapat dalam film kebanyakan diangkat dari realitas kehidupan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahkan tidak sedikit pula yang menggunakan film sebagai tempat menuangkan ide terhadap sebuah isu – isu tertentu yang banyak terjadi di masayarakat sosial. Berbagai contoh tema film bertemakan perempuan di Hollywood sudah jauh lebih dulu hadir di di bioskop – bioskop dunia sebagai contoh Sleeping With the Enemy (1991) Sex and the City (2008), Sex and the City 2 (2010) dan Eat, Pray, Love (2010). Tidak kalah film – film bioskop Indonesia menghadirkan film sejenis seperti Wanita Berkalung Sorban(2009), Minggu Pagi di VictoriaPark (2010,) 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita (2011), Sang Penari (2012). Seperti yang dikisahkan pada film “Minggu Pagi di Victoria Park” film ini berangkat dari kisah nyata para TKI di Hongkong. Digambarkan hidup para migran, dari tempat pelatihan hingga cobaan hidup yang mereka alami dinegara tujuan. Film ini menggambarkan problematika dan realitas TKI. Dari kesulitan mencukupi kebutuhan hidup, menjalani kesepian, sampai pengaruh lingkungan budaya asing.4
4
Yogira.wordpress.com/2011/01/15/catatan-fim-minggu-pagi-di-victoria-park/ Diakses pada 7 Desember 2010
4
Film Minggu Pagi di Victoria Park merupakan film arahan Lola Amaria yang di rilis 10 Juni 2010. Film Minggu Pagi di Victoria Park menggunakan cara pandang yang berbeda menyikapi TKW yang biasanya digambarkan oleh media dengan kasus – kasus penyiksaan oleh majikan, pelecehan, penghinaan dan sebagainya. Kemampuan sang sutradara, Lola Amaria memvisualkan bahwa perempuan adalah manusia juga yang harus dimanusiakan seperti kaum laki – laki dalam realitas sosial, bukan sebagai objek yang selalu kalah. Dalam beberapa adegan, Lola memvisualkan pesan perlawanan perempuan terhadap laki – laki agar tidak mudah ditindas dan di permainkan, khususnya atas dasar cinta. Pesan perlawanan ini bisa ditangkap dari tokoh – tokohnya, seperti Mayang (Lola Amaria), Sekar (Titi Tsuman), Sari (Imelda Soraya), dan Yati (Permata Sari Harahap). Namun dari keempat tokoh ini pesan perlawanan karena cinta paling kentara dimunculkan oleh Sari dan Yati. Dua tokoh ini akhirnya memperlihatkan kekuasaanya dihadapan pacar masing – masing dengan memutuskan cintanya, bukan semata karena sakit hati, tapi karena mereka lebih berkuasa dalam hal produktifitas kerja. Film yang mempunyai semangat perlawanan, dan menyuarakan keberpihakan kepada kalangan tersisih ini merupakan film yang benar – benar menarik dan menuai banyak penghargaan dari berbagai macam festival film, baik skala nasional atau internasional. Sebagai contoh anugerah FFI (2010) dengan nominasi film cerita panjang terbaik, sutradara terbaik, pemeran utama wanita (Titi Tsuman), Pemeran pendukung wanita terbaik (Ella Hamid), skenario cerita asli dan adaptasi terbaik
5
(Titien Wattimena), tata sinematografi terbaik, penyuntingan terbaik.5 Tetapi disayangkan banyak penghargaan yang diterima tidak sebanding dengan jumlah penontonnya yang hanya menyampai 24.000 penonton, padahal film ini termasuk dalam film yang memiliki standart kualitas.6 Victoria Park itu sendiri merupakan sebuah taman seluas 4 hektar yang menjadi tempat berkumpul para ribuan pekerja asal Indonesia setiap hari minggu. Bercengkrama, sekedar bersenda gurau hingga bersantap bersama. Tidak jarang diantara mereka juga yang memanfaatkan dengan usaha sampingan misalnya pijit hingga menjajakan masakan nusantara. Taman ini menjadi simbol yang akrab dengan kehidupan para pekerja yang sebagian besar diantaranya perempuan.7 Terkait dengan film “Minggu pagi di Victoria Park” diatas, penulis melihat bagaimana media massa khususnya film memposisikan perempuan kedalam sebuah tayangan bioskop.
5
http://yogira.wordpress.com//2011/01/15/catatan-film-minggu-pagi-di-victoria-park, Catatan film : Minggu Pagi di Victoria Park. Diakses pada tanggal 9 November 2011 pukul 19.00. 6 http://perfilman.pnri.go.id/film_v1/artikel.php?a=view&recid=BER-000162. Maka lengkaplah penderitaan itu. Diakses 3 Januari 2012 pukul 11.00 7 http://movieguide101.wordpress.com/2010/12/17minggu-pagi-di-victoria-park-ada-rindu-di victoria-park. Minggu Pagi di Victoris Park: Ada rindu di Victoria Park. Diakses pada tanggal 9 November 2011 pukul 21.00
6
Berdasarkan permasalah tersebut diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh bagaimana perempuan diposisikan dalam sebuah film.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana “Representasi Perempuan pada Film Minggu Pagi di Victoria Park (Analisis Wacana Sara Mills)”
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
bagaimana
perempuan
direpresentasikan dalam film “Minggu Pagi di Victoria Park”.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi manifestasi dan penerapan teori yang telah lama diperoleh selama peneliti mengikuti perkuliahan, khususnya yang menyangkut tentang teori komunikasi dan teori feminis.
7
1.4.2 Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan studi berbagai studi ilmu komunikasi, broadcasting khususnya yang selama ini telah melembaga baik formal maupun nonformal. Dan diharapkan pula dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi industri perfilman atau pihak – pihak yang ingin melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap kekurangan – kekurangan yang terdapat dalam film tersebut.