Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
“BAYANG-BAYANG MEMORABILIA TEMARAM” Sani Yudha Febriani
Dr. Agung Hujatnika, M.Sn
Program Studi Sarjana Seni Rupa, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : instalasi, kerapuhan, memori, proyeksi, seni intermedia, seni performans, traumatik, video
Abstrak Operasi pembedahan merupakan pemecahan yang dilakukan oleh dokter untuk mengobati kondisi yang sulit disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana. Kondisi setelah operasi ini yang menciptakan batasan-batasan pergerakan dan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara normal. Proses pemulihan yang menyakitkan karena menguras banyak waktu dan tenaga inilah yang menimbulkan traumatik mendalam. Karya ini merupakan penafsiran kembali sebuah objek memorial yang merupakan refleksi dari pengalaman setelah operasi serta dalam rangka menghadapi traumatik sebagai proses pencapaian kedewasaan. Karya ini juga memberikan sebuah pernyataan akan keadaan zaman dan bagaimana media-media digital memberi pengaruh yang besar pada generasi penulis.
Abstract A surgical operation is one of medical approaches performed by physicians to cure diseases and disorders that cannot be treated with standard medications, such as drugs. Common post-surgical care involves restriction of strenuous works, which also limits patient’s movements and ability to carry out normal daily activities. The painful recovery stages generally also lead to post traumatic stress after surgery. This artwork is a reinterpretation of reminiscent objects as reflection of post-surgical experience. It also represents an effort to achieve maturity stage after dealing with post-traumatic syndromes. This artwork also expresses the condition of this changing era and the great influences of digital media in author's generation.
1. Pendahuluan Semua manusia yang hidup di dunia pasti pernah merasakan sakit, menderita sakit, terserang penyakit. Seberapa parah sakitnya pasti manusia mencari jalan untuk menyembuhkan sakit tersebut. Dari cara yang mudah seperti istirahat dan minum obat sampai cara yang ekstrem yaitu operasi. Operasi merupakan pemecahan yang dilakukan oleh dokter untuk mengobati kondisi yang sulit disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana. Operasi diawali dengan pembedahan dan diakhiri dengan penjahitan luka bedah. Kondisi setelah operasi ini yang menciptakan batasan-batasan pergerakan dan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara normal. Tindakan bedah atau yang sering disebut dengan operasi ini merupakan tindakan medis yang dapat mendatangkan ancaman potensial maupun aktual terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang. Tindakan bedah dapat mengakibatkan reaksi stress baik fisiologis atau psikologis. Operasi yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan kecemasan pada pasien. Kecemasan yang terjadi dihubungkan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung dengan orang lain dan mungkin kematian . Begitu pula dengan efek yang terjadi setelah proses pembedahan selesai seperti halnya dengan munculnya sikap trauma yang mendalam akan pengalaman operasi. Trauma ini bisa dikarenakan terlalu berlebihan dalam memikirkan konsekuensi akan ketidakberhasilan operasi, ketidaknyamanan dan rasa nyeri setelah operasi, perawatan yang berkepanjangan, kehilangan kebebasan, dan yang terakhir adalah ketakutan akan kematian. Disamping segala kecemasan yang dialami sebelum dan
sesudah operasi, proses pemulihan setelah operasi yang membutuhkan waktu yang lama ini menimbulkan traumatik berkepanjangan. Penulis tertarik mengangkat gagasan tentang pengalaman penulis dalam penyembuhan setelah operasi tulang belakang yang membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun. Pengalaman yang dialami penulis merupakan traumatik mendalam yang menyebabkan ketidakberdayaan penulis pada kala itu dan timbul rasa tidak percaya diri, seperti malu ketika membawa kursi yang bolong untuk ke kamar mandi, setiap hari dalam satu tahun harus mengenakan korset yang terbuat dari plastik keras yang membuat gerah dan susah bernafas. Melalui karya ini penulis berusaha membuat pencapaian kedewasaan dengan menerima keadaan yang telah terjadi dan berusaha menjadi sosok yang percaya diri. Kekaryaan yang berangkat dari pengalaman personal merupakan semacam rekonstruksi yang harus dimaknai secara baru, kemudian direfleksikan dengan konteks pemahaman yang baru. Pengalaman traumatik setelah operasi yang menyebabkan ketidakberdayaan tersebut tidak semua orang mengalaminya. Hal ini yang membuat karya ini menjadi sangat dekat dan intim dengan penulis. Kondisi ketidakberdayaan yang dialami penulis berupa larangan-larangan dan ketidakmampuan tubuh dalam menjalani kehidupan manusia secara normal seperti dilarang jongkok ataupun membungkuk, tidak boleh terlalu banyak bergerak, susah untuk mandi. Kondisi inilah yang menyebabkan penulis mengalami masa krisis di dalam hidup. Kondisi lemah dan rapuh serta tidak mampu berdiri sendiri tanpa bantuan alat-alat. Sehingga membutuhkan alat bantu yang langka ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Alat bantu tersebut dijadikan referensi sebagai objek yang dirujuk dari pengalaman tersebut sehingga terciptalah konsep pemahaman yang baru. Sumber gagasan yang digunakan dalam menafsirkan kembali atau membuat suatu intervensi sebuah objek berasal dari peran seorang ayah dalam membantu proses penyembuhan. Peran ayah dalam “menciptakan” benda yang semula merupakan benda sehari-hari menjadi benda yang sangat berarti dan tidak bisa ditemukan di apotek maupun toko kesehatan sebagai alat penunjang kesehatan inilah yang membuat penulis ingin membuat suatu kode penghargaan kepada ayah yang juga dapat dikatakan sebagai seniman. Penulis ingin sekali menjadikan momen karya tugas akhir sebagai proses dan momen pencapaian penulis akan hal ini. Penulis kemudian mencoba menggali diri untuk dapat menggapai tujuan penulis, disini kemudian penulis menyadari berbagai hal yang menyangkut pencapaian kedewasaan penulis, salah satunya yang penting adalah permasalahan penulis akan pentingnya menerima keadaan diri sendiri dan menjadi sosok yang percaya diri. Kekaryaan yang berangkat dari pengalaman personal merupakan semacam rekonstruksi yang dimaknai secara baru, kemudian direfleksikan dengan konteks pemahaman yang baru. Pengalaman traumatik setelah operasi yang menyebabkan ketidakberdayaan tersebut tidak semua orang mengalaminya. Kondisi ketidakberdayaan yang dialami penulis berupa larangan-larangan dan ketidakmampuan tubuh dalam menjalani kehidupan manusia secara normal. Sehingga membutuhkan alat bantu yang langka ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Alat bantu tersebut dijadikan referensi sebagai objek yang dirujuk dari pengalaman tersebut sehingga terciptalah konsep pemahaman yang baru. Penulis menghubungkan kata temaram dengan memorabilia. Memorabilia yang dimiliki penulis sebagai gagasan karya ini merupakan bagian dari memori yang redup, tidak terang namun juga tidak gelap. Keredupan memori yang dirasakan penulis memiliki arti bahwa memori yang dirasakan tersebut sengaja untuk disaring/tidak sesuai Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
Sani Yudha Febriani ke-1
dengan sejarah aslinya karena sebuah pengalaman traumatik, sehingga memori yang dimiliki menjadi kabur atau dapat juga disebut sebagai distorsi memori. Kekaburan memori ini penulis aplikasikan ke sebuah bayang-bayang. Bayang-bayang yang berwarna gelap dan datar tidak berdimensi ini ada karena terhalangnya sebuah cahaya/sinar terang yang mengenai suatu objek nyata. Bayang-bayang yang bersifat tidak nyata/kabur namun kehadirannya mampu dilihat ini berfungsi sebagai metafora distorsi yang menyertai memori dan trauma.
2. Proses Studi Kreatif Proses studi dimulai dengan menentukan konsep yang akan digunakan dalam karya tugas akhir. Kemudian setelah pematangan konsep, penulis mencari benda-benda yang kira-kira berhubungan dengan konsep sembari mencaricari referensi yang berhubungan dengan konsep. Studi oleh penulis dimulai melalui studi video-video art di internet, literatur dan media-media masa yang menurut penulis merupakan sebuah medium utama dari pencarian makna tersirat dari kerapuhan dan traumatik. Lalu dilanjutkan dengan melakukan pembicaraan dengan dosen pembimbing dan teman satu bimbingan maupun orang-orang terdekat penulis tentang perumusan gagasan penulis sehingga menjadi sebuah karya. Kemudian di lanjutkan dengan proses sketsa benda-benda yang akan direkonstruksi berikut tata letaknya. Serta pendataan material yang cocok untuk menggambarkan sebuah kerapuhan. Kemudian memikirkan visual apa yang cocok untuk melengkapi kursi tersebut sehingga bergabung menjadi satu kesatuan karya dengan satu gagasan yang sama. Proses pendataan benda memorial dimulai dengan mengumpulkan beberapa benda sehari-hari yang pada kenyataannya sangat membantu penulis saat mengalami masa-masa tersulit dalam menghadapi kondisi setelah operasi. Penulis mencatat beberapa benda yang terdapat peran ayah didalamnya, yaitu shower kamar mandi, kasur busa tinggi, kursi bolong, dan kursi biasa. Setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing, penulis memutuskan untuk menggunakan kursi bolong dan merekonstruksinya menjadi sebuah karya. Penulis ingin menghasilkan sumber gagasan yang digunakan dalam menafsirkan kembali atau membuat suatu intervensi sebuah objek yang berasal dari peran seorang ayah dalam membantu proses penyembuhan. Peran ayah dalam “menciptakan” benda yang semula merupakan benda sehari-hari menjadi benda yang sangat berguna dalam proses pemulihan penulis pada masa itu. Inilah yang membuat penulis ingin membuat suatu kode penghargaan kepada ayah yang juga dapat dikatakan sebagai seniman. Setelah didapatkan objeknya, penulis kemudian mendata beberapa material yang kiranya mampu direkonstruksi menjadi sebuah kursi namun memiliki sifat yang rapuh. Setelah melalui beberapa pencarian dan pertimbangan, akhirnya penulis akan menggunakan empat material, yaitu cermin, jerami, lidi, dan selotip.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 3
Gambar 2.1 desain dan ukuran kursi (sumber: dokumentasi penulis)
Gambar 2.2 kursi material cermin, jerami, lidi, selotip (sumber: dokumentasi penulis)
Objek-objek tersebut direkonstruksi dengan penggantian material dengan pola yang sama, yaitu membuat kembali kursi tanpa fondasi yang kokoh dengan material yang terkesan rapuh dan tidak memiliki kekuatan untuk diduduki. Kursi yang aslinya bermaterialkan kayu terkesan kokoh dan kuat akan direkonstruksi menjadi kursi yang terkesan rapuh dan mustahil untuk dapat diduduki. Kerapuhan yang ingin penulis hadirkan pada kursi-kursi tersebut adalah dengan memperlihatkan kursi yang bentuknya seperti sudah tidak layak untuk diduduki, contohnya kursi yang kakinya miring.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Sani Yudha Febriani ke-1
Penulis mengerucutkan beberapa potensi material menjadi empat jenis, kemudian membaginya ke dalam dua jenis sumber material, yaitu dari alam dan hasil produksi. Hal ini dihubungkan dengan gagasan penulis yang mengalami kejadian alam dan juga produksi oleh seseorang atau mesin, yaitu tubuh penulis sendiri yang terkena penyakit termasuk kejadian dan hasil dari alam, sedangkan operasi yang terjadi termasuk kejadian yang dibuat oleh produksi seseorang melalui mesin. Bersatunya hasil alam dengan hasil produksi yang ada di dalam karya ini termasuk sebuah simbol yang hanya dimengerti oleh penulis sendiri. Penulis merasa tubuhnya merupakan gabungan dari kedua jenis tersebut, karena adanya benda hasil produksi yang menempel di dalam tubuh penulis, yaitu titanium yang menopang seluruh tulang belakang. Tanpa benda tersebut, penulis tidak akan mampu berdiri. Sehingga terpilihlah jerami dan lidi yang berasal dari alam, cermin dan selotip yang berasal dari hasil produksi. Pemililhan mengapa cermin, jerami, lidi, dan selotip ini merupakan benda-benda memorabilia yang mengingatkan penulis ketika setelah operasi. Cermin yang selalu digunakan penulis untuk mengecek keadaan punggung apabila ada kelainan setelah operasi, jerami yang mengingatkan penulis akan saat-saat di rumah sakit karena ketika rumah sakit yang dekat dengan sawah, lidi yang mengingatkan penulis akan sebuah benda yang menempel di punggung melalui foto x-ray, selotip yang mengingatkan penulis dengan plester untuk merekatkan perban luka operasi. Kursi-kursi tersebut secara tersirat merupakan simbol tubuh penulis, rapuh. Penulis men-display kursi-kursi dengan sejajar secara berurutan dari kiri ke kanan: cermin, jerami, lidi, selotip. Jerami dan lidi yang merupakan hasil dari alam dan menyimbolkan tubuh penulis seolah sedang dijaga oleh hasil produksi. Cermin menghadap ke samping kiri, jerami menghadap ke depan, lidi menghadap ke belakang, selotip menghadap ke kanan. Cermin dan selotip yang berlawanan arah dan berada di antara jerami dan lidi seakan seperti sedang menjaga bagian tubuh penulis yang disimbolkan sebagai material dari alam. Penulis ingin menghadirkan semua objek secara terbuka dan mampu dilihat sekilas langsung oleh penonton, sehingga penulis memutuskan untuk men-display kursi-kursi tersebut secara sejajar dan garis lurus.
Gambar 2.3 sketsa karya akhir (sumber: dokumentasi penulis)
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 5
Untuk mempertegas gagasan, penulis menambahkan visual untuk kemudian diproyeksikan ke beberapa kursi tersebut. Penulis menghadirkan empat bayang-bayang sosok wanita yang seolah sedang menduduki kursi-kursi. Posisi bayangan yang terbagi menjadi empat: depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri ini penulis hadirkan dalam rangka ingin menunjukkan memorabilianya yang temaram dari berbagai sudut, karena jika menggunakan bayang-bayang yang terkesan abstrak dan datar hanya dari satu sudut pandang saja akan menimbulkan perbedaan spekulasi penonton.
3.
Hasil Studi dan Pembahasan Karya “Bayang-Bayang Memorabilia Temaram” ini merupakan penafsiran kembali sebuah objek yang merupakan refleksi dari pengalaman pribadi serta dalam rangka menghadapi sebuah traumatik yang ingin dihadapi sebagai proses pencapaian kedewasaan.
Gambar 3.1 video siluet bayang-bayang yang sudah di- masking (sumber: dokumentasi penulis)
Gambar 3.2 dokumentasi “Bayang-Bayang Memorabilia Temaram” (sumber: dokumentasi penulis)
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Sani Yudha Febriani ke-1
Terdapat empat kursi sejajar dengan arah yang berbeda-beda. Kursi tersebut merupakan sebuah objek yang menjadi gagasan penulis dalam membuat sebuah karya. Objek yang digunakan merupakan benda yang selama setelah operasi telah bersama penulis untuk membantu penulis dalam menjalani aktivitas sehari secara normal. Sehingga benda tersebut memiliki kedekatan personal dengan penulis.
Objek-objek tersebut direkonstruksi
dengan penggantian material dengan pola yang sama, yaitu membuat kembali kursi tanpa fondasi yang kokoh dengan material yang terkesan tidak memiliki kekuatan untuk diduduki, yaitu cermin, selotip, jerami, dan lidi. Kursi-kursi disusun ke dalam beberapa pandangan, yaitu dari depan, samping kanan, samping kiri, dan belakang. Terdapat bayang-bayang wanita yang masing-masing duduk di atas kursi dengan berbagai sudut kamera yang berbeda-beda dengan gerak tubuh seperti tidak nyaman selama kurang lebih 8 menit. Durasi ini berdasarkan waktu rata-rata yang dibutuhkan penulis selama berada di kamar mandi untuk buang air besar, karena sumber dari gagasan terciptanya kursi-kursi berasal dari benda pembantu selama berada di kamar mandi. Untuk konten video, karena penulis ingin menghadirkan kesan distorsi memori yang dialami, maka ada kalanya keempat bayangbayang menjadi tidak sinkron dalam waktu yang cepat. Bayang-bayang tersebut dibuat seakan sedikit kabur dengan menggunakan efek blur dengan tujuan memberikan sedikit batasan untuk tidak menghadirkan secara jelas memori penulis karena penulis masih merasa ingin mengubur sedikit memori yang menurut penulis merupakan memori yang kelam atau mendistorsi memori tersebut. Penulis menghadirkan bayang-bayang dengan aspek siluet agar penonton lebih fokus terhadap gerak tubuh yang diciptakan keempat bayang-bayang tersebut. Gerak tubuh bayang-bayang tersebut seperti sedang tidak nyaman, gelisah, dan berusa meredam rasa pegal pada punggung karena sakit yang diderita. Gerak tubuh yang memukul-mukul punggung ini merupakan kebiasaan penulis sebelum melakukan operasi, kemudian dilarang oleh dokter setelah operasi, namun dilakukan kembali saat pemulihan operasi sudah selesai, dan kini berubah menjadi sebuah kebiasaan. Hal ini didasarkan kepada gagasan penulis yang ingin membangun persepsi kegelisahan, terutama sakit punggung kepada orang yang melihatnya. Selain itu, penulis mengajak penonton mengingatkan memori yang juga mungkin dimiliki oleh penonton lain meskipun karya ini menitikberatkan terhadap pengalaman pribadi yang temaram. Penulis membuat bayang-bayang yang hadir pada karya ini berdiri sendiri tanpa adanya suatu sumber dari objek yang nyata karena penulis hanya ingin menghadirkan memori dan bayang-bayang saja sehingga penonton mampu fokus melihat gerak yang dihasilkan bayang-bayang. Hadirnya bayang-bayang yang berdiri sendiri ini menciptakan pemahaman baru bahwa karya ini menggambarkan sesuatu yang tidak nyata namun kehadirannya mampu dilihat. Penulis menggabungkan proyeksi dan video sebagai media dalam mengeksekusi karya ini. Hal ini didasari pemikiran bahwa selain teknik proyeksi tersebut dapat berbicara banyak mengenai waktu dan rekonstruksi memori, teknik proyeksi merupakan media yang paling tepat dalam menghadirkan sebuah ilusi bayang-bayang yang seakan sedang duduk diatas kursi-kursi, dan mampu menciptakan situasi temaram sesuai dengan gagasan penulis. Media proyeksi ini paling cocok dalam menghadirkan bayang-bayang, terlebih lagi proyeksi yang menghasilkan sebuah cahaya/sinar terang yang pada dasarnya merupakan pasangan dari bayangan, di mana ada sinar, di situ ada bayang-bayang yang membuat penulis yakin akan penggunaan media proyeksi sangat tepat dalam mengeksekusi karya ini. Proyeksi juga mampu menghasilkan video melalui sinar terangnya, penggabungan proyeksi dengan video berperan penting dalam penciptaan ilusi bayang-bayang yang mampu berdiri sendiri tanpa adanya objek nyata yang merupakan sumber utama adanya bayangan.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 7
4. Penutup / Kesimpulan Penulis mengalami sebuah pengalaman yang melegakan dalam menyelesaikan karya, hal ini dikarenakan oleh karya merupakan sebuah tuangan sekaligus medium pencapaian penulis dalam mengalami proses akhir pendewasaan, dimana di tengah-tengah pengerjaannya penulis mengalami pendalaman akan pengertian dan permasalahan bagaimana mengatasi kerapuhan maupun proses penerimaan kondisi diri sendiri. Di karya ini penulis berhasil mengutarakan sesuatu yang penulis selalu pendam dan sering kali menjadi permasalahan dalam diri penulis. Permasalahan kerapuhan dalam kehidupan penulis sangat membantu proses berfikir untuk kekaryaan. Karya ini disebut juga sebagai katarsis yaitu penulis mampu berbicara mengungkapkan isi pikiran secara tidak langsung, dan momen Tugas Akhir ini mampu meringankan beban jiwa penulis. Penulis mampu membuat suatu intervensi sebuah objek berasal dari peran seorang ayah dalam membantu proses penyembuhan. Peran ayah dalam “menciptakan” benda yang semula merupakan benda sehari-hari menjadi benda yang sangat berarti dan tidak bisa ditemukan di apotek maupun toko kesehatan sebagai alat penunjang kesehatan. Inilah yang membuat penulis ingin membuat suatu kode penghargaan kepada ayah yang juga dapat dikatakan sebagai seniman. Penulis juga mampu membuat video proyeksi yang merupakan interpetasi dari “pe-nyata-an” digitalism dimana digitalism merupakan media yang selama hidup penulis memiliki porsi yang besar dalam menjelaskan dan memberi contoh tentang kerapuhan yang pernah dialami penulis. Hal ini membuktikan bahwa digitalism telah menjadi bagian besar dari hidup generasi penulis dan memberi dampak nyata melalui sesuatu yang sering dibilang tidak nyata. Karya ini sekaligus dapat menjadi pengingat kepada penulis sendiri bahwa manusia harus senantiasa bersyukur karena dapat beraktivitas dengan normal. Selain itu karya ini memperlihatkan seni rupa yang mampu mewakili zaman, bermain dalam memori dan waktu dengan pendekatan modern seperti instalasi, seni video, dan seni proyeksi.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Agung Hujatnika, M.Sn dan Aminudin T.H. Siregar, M.Sn selaku koordinator Tugas Akhir.
Daftar Pustaka Buku Caruth, Cathy. 1995. Trauma: Explorations in Memory. London: The John Hopkins University Press. Chang, William. 2009. Bioetika. Yogyakarya: Kanisius. Drever, James. 1988. Kamus Psikologi ; diterjemahkan oleh Nancy Simanjuntak. Jakarta: Bina Aksara. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8
Sani Yudha Febriani ke-1
Eamon, Christopher. 2009. Art of Projection. Ostfildern: Hatje Cantz Verlag Goldberg, Roselee. 2001. Performance Art: From Futurism to the Present (World of Art). London: Thames & Hudson; Rev Sub edition. Howell, Anthony. 1999. The analysis of performance art: a guide to its theory and practice. London: Routledge. Lowenthal, Marc. 2007. I Am a Beautiful Monster: Poetry, Prose, and Provocation. Cambridge: The MIT Press. Mujica, Barbara. 2004, Frida: A Novel Based on the Life of Frida Kahlo. Yogyakarta: Bentang. Prawiroharjo, Sarwono. 1996. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Schimmel, Paul. 1998. Out of actions: between performance and the object, 1949-1979. New York: New York Thames and Hudson. Solso, R.L. 1995. Cognitive Psychology. (4th ed). Boston: Allyn and Bacon, Inc. Suderburg, Erika. 2000. Space, Site, Intervention: Situating Installation Art. London: University of Minnesota Press. Sulastianto, Harry. 2006. Seni Budaya. Wibowo, A. Setyo. 2009. Manusia Teka Teki yang Mencari Solusi. Yogyakarta: Kanisius.
Karya Ilmiah Bezharie, Agung. 2012. Homage to a Fatherhood. Penulisan Tugas Akhir terbitan Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Sandström, Edvin. 2010. Performance Art: A Mode of Communication. Magister thesis in sociology, Stockholms Universitet.
Pdf Borkin,
Michelle
A.
Beyond
Memorability:
Visualization
Recognition
and
Recall
http://vcg.seas.harvard.edu/files/pfister/files/infovis_submission251-camera.pdf, diakses pada 25 Desember 2015 pukul 17:14. Bryne,
Sophie
dan
Lisa
Moran.
2010.
What
Is
Installation
Art?
http://www.imma.ie/en/downloads/what_is_installationbooklet.pdf , diakses pada 25 Desember 2015 pukul 22:15. Damajanti, Irma, Setiawan Sabana dan Yasraf Amir Piliang. 2015. The Search for Identity in the Contemporary Artworks of Heri Dono. Doctoral Program of Art and Design, Bandung Institute of Technology.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 9
Darmoko dan Ekotjipto. 2010. Pedoman Pewayangan Berperspektif Perlindungan Saksi dan Korban. Jakarta:LPSK(Lembaga
Perlindungan
Saksi
dan
Korban),
2010.
http://www.lpsk.go.id/upload/Buku%20Wayang.pdf diakses pada 4 Januari 2016 pukul 22:54.
Website Abramović, Marina. 2010. Interview on MoMa. Conducted by MoMa on the 14/03/2010 at The Museum of Modern Art, New York, diakses pada 30 Desember 2015 pukul 12:10. Anonim.
2011.
For
New
Media:
Jim
Campbell.
UC
Berkeley’s
Center.
(http://atc.berkeley.edu/bio/Jim_Campbell/, diakses pada 25 Desember 2015 pukul 12:27). Anonim.
2011.
Heri
Dono,
Mengangkat
Tradisi
dalam
Seni
Kontemporer.
(http://youpainting.blogspot.co.id/2011/05/heri-dono-mengangkat-tradisi-dalam-seni.html, diakses pada 4 Januari 2016 pukul 23:32). Fahmi, Zulfikar. 2014. Mengapa Bayangan Berwarna Hitam?. (http://anakbertanya.com/mengapa-bayanganberwarna-hitam-ii-g/ , diakses pada 1 Januari 2016 pukul 19:57). Farelhana, Sawiji. 2009. Memorabilia. (http://www.andaluarbiasa.com/memorabilia, diakses pada 25 Desember 2015 pukul 15:38). Installation Art, History, Characteristics. 2015. (http://www.visual-arts-cork.com/installation-art.htm, diakses pada 25 Desember 2015 pukul 00:01). Kahlo, Frida. 2011. Frida Kahlo and Her Paintings. (www.fridakahlo.org, diakses pada 25 Desember 2015 pukul 11:03). Leksono, Triesno Agung Putro. 2012. Filsafat Manusia. (http://www.scribd.com/doc/83773250/FilsafatManusia, diakses pada 28 Mei 2015 pukul 16:20). Munir,
Zaldi.
2008.
Filsafat
dan
Hakekat
Manusia
(Sebuah
Pengantar).
(http://zaldym.wordpress.com/2008/07/15/filsafat-dan-hakekat-manusia-sebuah-pengantar, diakses pada 28 Mei 2015 pukul 15:32) . Reiss,
Julie.
2014.
Installation
Art.
(http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-
9780199920105/obo-9780199920105-0026.xml, diakses pada 27 Desember 2015 pukul 00:29). Syafiq, Muhammad. 2015. Menggapai Pesona Frida Kahlo. (http://documents.mx/documents/menggapai-pesonafrida-kahlo.html, diakses pada 25 Desember 2015 pukul 11:35). Tegby, Gustav. 2010. Interview at Skånegatan, Stockholm. Conducted by Edvin Sandström on 12/04/2010, diakses pada 30 Desember 2015 pukul 11:03.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 10
Sani Yudha Febriani ke-1
Top,
pengetahuan.
2013.
Pengertian
Cahaya
dan
Bayangan.
(http://newsdengan.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-cahaya-dan-bayangan.html, diakses pada 1 Januari 2016 pukul 19:44). Wattimena, Reza A.A. 2014. Trauma dan Jiwa Manusia. (http://rumahfilsafat.com/2014/01/04/trauma-dan-jiwamanusia, diakses pada 28 Mei 2015 pukul 16:28).
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 11
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING TA Bersama surat ini saya sebagai pembimbing menyatakan telah memeriksa dan menyetujui Artikel yang ditulis oleh mahasiswa di bawah ini untuk diserahkan dan dipublikasikan sebagai syarat wisuda mahasiswa yang bersangkutan. diisi oleh mahasiswa
Nama Mahasiswa
Sani Yudha Febriani
NIM
17011021
Judul Artikel
Bayang-Bayang Memorabilia Temaram
diisi oleh pembimbing
Nama Pembimbing
Dr. Agung Hujatnika, M.Sn 1. Dikirim ke Jurnal Internal FSRD
Rekomendasi
2. Dikirim ke Jurnal Nasional Terakreditasi
Lingkari salah satu à
3. Dikirim ke Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi 4. Dikirim ke Seminar Nasional 5. Dikirim ke Jurnal Internasional Terindex Scopus 6. Dikirim ke Jurnal Internasional Tidak Terindex Scopus 7. Dikirim ke Seminar Internasional 8. Disimpan dalam bentuk Repositori
Bandung, 00/02/2016 Tanda Tangan Pembimbing : _______________________ Nama Jelas Pembimbing
: Dr. Agung Hujatnika, M.Sn
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 12