1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Merebaknya dekadensi moral di kalangan pelajar dan generasi muda yang semakin hari semakin memprihatinkan menjadikan lembaga pendidikan formal untuk berbenah diri pada upaya peningkatan pendidikan karakter bagi peserta didiknya. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus diajarkan melalui tindakan praktik dalam proses pembelajaran, bukan sebatas pemahaman
dan
teori
saja
(moral
understanding).1
E.
Mulyasa
mengungkapkan bahwa dalam memahami pendidikan karakter harus dinamis, artinya bergerak dari kesadaran (awarennes), pemahaman (undestanding), kepedulian (consern), dan komitmen (commitment), menuju tindakan (doing atau acting).2 Bagaimana melaksanakan pendidikan berkarakter? Dalam hal ini Madrasah Tsanawiyah Assalam Kejene berusaha menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang disempurnakan dengan memadukan nilai-nilai pendidikan karakter yang ada di dalamnya. Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter tersebut menghendaki suatu
1
H.M. Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal; Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), cet. I, hlm. 136-137. 2 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet. III, hlm.15.
2
proses yang berkelanjutan (never ending process),3 dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, proses internalisasi nilai dalam pembelajaran di madrasah, termasuk internalisasi pendidikan karakter di Madrasah Tsanawiyah Assalam Kejene dapat dilakukan dengan dua pendekatan.
Pertama,
Madrasah
Tsanawiyah
secara
terstruktur
mengembangkan pendidikan karakter melalui kurikulum formal.4 Pada pendekatan ini madrasah dapat melakukan upaya pembentukan melalui kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Namun dalam pelaksanaannya ada beberapa kendala di lapangan, baik di dalam kegiatan pembelajaran ataupun dalam kegiatan di luar pembelajaran. Namun demikian,
peneliti melihat
adanya pengaruh yang positif dari peserta didik yang mempunyai latar belakang pendidikan diniyah dalam upaya pembinaan karakter, walaupun ini tidak bisa digeneralisasikan dan memerlukan kajian yang mendalam. Tentunya hal ini tidak terlepas dari penanaman nilai-nilai akhlak diterapkan di Madrasah Diniyah. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene. Pendidikan Diniyah yang sarat dengan materi pendidikan agama Islam (PAI) hendaknya dapat dijadikan sarana menumbuhkembangkan nilai-nilai sosial keagamaan dan pengetahuan akhlak mulia. Maka, pengalaman belajar nilainilai keagamaan sejak dini yang ada di Madrasah Diniyah menjadi sangat 3
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibilty, Penerjemah: Juma Abdu Wamaungo (Jakarta: Bumi Aksara , 2013), cet. II, hlm. 81. 4 Achmad Rifai,”Nila-Nilai Pendidikan Karakter Bagi Guru Madin Wustha”, Makalah disampaikan pada Workshop Orientasi Guru Madin Tingkat Wustha di Kanwil Kemenag Prov. Jateng tanggal 11-14 Oktober 2013.
3
penting dalam membentuk karakter peserta didik agar berakhlak mulia. Dilihat dari tujuan penyelenggaraannya Madrasah Diniyah bertujuan memberikan tambahan dan memperdalam pengetahuan agama Islam kepada peserta didik sekolah/madrasah umum agar memiliki sikap sebagai seorang muslim yang bertaqwa dan berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan ketrampilan beribadah, sikap terpuji dan kemampuan untuk melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat.5 Sehingga inilah, kenapa peneliti berani mengatakan bahwa pendidikan diniyah bisa menjadi salah satu faktor pendukung pelaksanaan pendidikan karakter yang ada di MTs Assalam Kejene. Kedua, pendidikan karakter berlangsung secara alamiah dan sukarela melalui jalinan hubungan interpersonal antar warga madrasah, meski hal ini tidak diatur secara langsung dalam kurikulum formal. Namun akhir-akhir ini, ada kecendrungan menurunnya nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh sebagian kecil anak sekolah ataupun madrasah. Sering kita saksikan tingkah polah sebagian anak sekolah yang sudah di ambang batas kewajaran. Sebagai contoh kejadian yang terjadi di MTs Assalam Kejene pernah ada peserta didik yang masih menggunakan pakaian seragam sekolah, mereka seenaknya keluyuran atau bolos saat jam pelajaran berlangsung, main playstation, menyontek ketika ulangan semester, berkata
5
Choirul Fuad Yusuf, dkk, Inovasi Pendidikan Agama dan Keagamaan (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), hlm. 297. Lihat juga Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dirrektorat Jendral pendidikan Islam kementerian Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah (Jakarta:Dirjen Pendis, 2012), hlm. 9-10.
4
seenaknya (tidak sopan) kepada orang yang lebih tua, apalagi sesama teman sekolah.6 Melihat realitas perilaku generasi pelajar pada hari ini masih jauh dari harapan. Nampaknya ada yang salah dengan generasi pelajar pada hari ini. Berbagai bentuk perilaku yang berseberangan dengan nilai-nilai sosial dan norma agama masih terus terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan sistem yang dapat menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada peserta sejak dini, karena masa depan bangsa ada di tangan generasi muda, untuk membentuk generasi muda yang berkarakter, diperlukan suatu sistem untuk menghantarkannya pada tujuan yang ingin dicapai. Jika memang kita sadari demikian, maka pantaslah pendidikan karakter perlu mendapat perhatian semua pihak. Di madrasah, peserta didik perlu mendapat pembinaan karakter yang lebih baik. Karena kalau kita lihat di Madrasah Tsanawiyah dibandingkan di SMP materi keagaamaannya jauh lebih banyak dan terperinci dibandingkan di SMP sehingga ini merupakan peluang untuk mengembangkan nilai-nilai karakter lebih baik di madrasah, termasuk di MTs Assalam Kejene. Menurut Mastuhu
sebagaimana
dikutip
Rohendi
menyatakan
bahwa
untuk
mengembangkan kecerdasan emosi spiritual dan agama sekaligus maka model pendidikan yang sesuai itu adalah madrasah.7 Tapi kenapa yang terjadi penanaman nilai-nilai karakter di Madrasah Tsanawiyah ini belum berjalan 6
Dokumen catatan pelanggaran peserta didik dari guru BK MTs Assalam Kejene yang diambil pada tanggal 28 April 2014. 7 Rohendi, “Pesantren Moral dan Revitalisasi Madrasah”, dalam Choirul Fuad Yusuf, dkk, Potret Madrasah Dalam Media Massa (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), hlm. 143
5
sesuai yang diharapkan sebagaimana digambarkan di atas, adanya berbagai pelanggaran yang dilakukan peserta didik di madrasah tersebut. Di lain pihak, orang tua perlu memberi keteladanan yang pantas ditiru oleh anak-anak mereka, bukan sebaliknya. Media masa seperti televisi lebih banyak menayangkan acara yang lebih menunjang pembentukan karakter bangsa, bukan mengutamakan tayangan kekerasan, kemewahan, dan kebebasan. Realitas di masyarakat membuktikan pendidikan formal belum mampu menghasilkan peserta didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan ini dapat dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji, anarkhis, dan tindakan amoral lainnya terjadi setiap hari.8 Realitas ini memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk peserta didik berkepribadian paripurna. Bahkan pendidikan agama yang selama ini diharapkan mampu menginternalisasikan nilai-nilai luhur dalam perilaku peserta didik belum mampu direalisasikan.9 Menurut M.A. Sahal Mahfudz kegagalan ini juga disebabkan adanya disintegrasi antara ilmu sekuler (umum) dengan ilmu agamis dalam sistem pendidikan selama ini. Sehingga 8
Ngainun Naim, Character Building; Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 47. Lihat juga pendapat Maksudin dalam artikelnya yang berjudul “Pendidikan Karakter Non-Dikotomik” dan juga Adjat Sudrajat dan Ari Wibowo dalam artikelnya yang berjudul “Pembentukan Karakter Terpuji di Sekolah Dasar Muhammadiyah Condongcatur” mengungkapkan bahwa munculnya kemerosotan moral dan tindakan asusila yang ada di masyarakat sekarang ini disebabkan karena keringnya nilai-nilai spiritual (nilai rohaniyah). Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III No. 2, edisi Juni 2013. 9 Menurut Amin Abdullah sebagaimana dikutip Agus Wibowo, ada beberapa hal yang menyebabkan Pendidikan Agama Islam gagal membendung krisis moral bangsa, pertama, PAI terlalu berkonsentrasi pada persoalan-spersoal teoritis keagamaan yang bersifat kognitif serta amalan-amalan ibadah praktis.Kedua, metodologi PAI kurang memiliki kaitan dengan era modernitas lantaran masih bersifat tradisional. Ketiga, sistem evaluasi yang lebih banyak menitikberatkan pada aspek konitif sehingga jarang memiliki bobot muatan nilai dan makna spiritualitas keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehar-hari. Keempat, guru yang kurang profesional. Agus Wibowo, Pendidikan Karakter; Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. I hlm. 55-57.
6
pengajaran agama Islam lebih bermuara pada Islamologi, bukan pendidikan yang berwatak membentuk karakter, sikap, dan perilaku peserta didik.10 Penanaman nilai-nilai yang luhur dan juga pembentukan karakter yang baik tidaklah mutlak menjadi tugas guru-guru yang ada di lembaga pendidikan formal saja tetapi juga yang ada di lembaga pendidikan in formal (keluarga) dan juga non formal (masyarakat), termasuk di dalamnya Madrasah Diniyah (PP 55 tahun 2007 Pasal 8 ayat 1). Madrasah Diniyah telah memberikan kontribusi yang besar terhadap keikutsertaannya dalam menjaga kelanjutan pendidikan keagamaan yang akhir-akhir ini dirasa oleh sebagian masyarakat, sedang terpuruk dengan indikasi semakin parahnya krisis moral bangsa ini. tidak sedikit alumni Madrasah Diniyah yang memiliki kontribusi terhadap pembangunan bangsa terutama dalam pembangunan mental, seperti Muh. Natsir, Nurcholis Madjid, Komarudin Hidayat, Gus Dur, Mahfudz MD dan banyak lagi tokoh yang berlatar belakang pendidikan Madrasah Diniyah.11 Menurut Ibnu Hajar sebagaimana dikutip oleh Abdul Azis dalam artikelnya menyatakan bahwa berangkat dari kondisi modernisasi dan perkembangan teknologi komunikasi dengan budaya asing yang bertentangan dengan ajaran agama dan budaya bangsa Indonesia telah menyentuh seluruh pelosok tanah air dan mempengaruhi pola hidup dan perilaku generasi muda
10
M. A. Sahal Mahfudz, “Pendidikan Agama Bukan Pengajaran”, dalam Washington P. Napitupulu, Visi dan Tatanan Berpikir di Alam Pendidikan Memasuki Abad Ke-21 (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet I, hlm, 110. 11 Ali Khudrin, “Implementasi Manajemen Kurikulum Pada Madrasah Diniyah Al-Azis Pondok Pesantren Nurul Huda II Kabupaten Sleman D.I. Yogyakarta”, Analisa, Volume XV, No. 02, Mei-Agustus, 2008, hlm. 15.
7
bangsa. Kondisi tersebut telah membuat para orang tua resah dengan pergaulaan para remajanya, sehingga kecenderungan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di Madrasah Diniyah menjadi trend.12 Lebih lanjut beliau mengemukakan Madrasah Diniyah merupakan bentuk madrasah yang spesifik sejak dulu. Madrasah Diniyah telah berhasil memberikan pelajaran keagamaan yang baik di samping pendidikan akhlak yang tidak sekedar dihafalkan dan diketahui, tetapi ditampilkan dalam perilaku sehari-hari. Madrasah memiliki poin penting untuk diusung sebagai kekuatan dalam menggalang kembali kepercayaan diri bangsa ini untuk mandiri dengan ideide dasar kehidupan bangsa yang memang telah dan pernah kita miliki, spritualitas yang termanifestasi dalam prikehidupan sosial kemasyarakatan dan tetap menghargai konteks kemajemukan yang ada.13 Beberapa persoalan pendidikan yang diungkapkan di atas semakin memperkuat
alasan
Kementerian
Pendidikan
Nasional
untuk
mengaktualisasikan program pendidikan karakter secara serentak di seluruh jenjang pendidikan, terlebih pada sekolah yang secara kemampuan manajerialnya sudah cukup baik, dengan tujuan output dari pendidikan tersebut memiliki kecerdasan yang kaffah.14 Dengan demikian, maka keterpurukan Indonesia yang disebabkan degradasi moral yang dapat merusak karakter bangsa akan dapat ditanggulangi dengan mempersiapkan generasi
12
Abdul Azis Al Bone, “Pendidikan Keagamaan Madrasah Diniyah Al Fatah; Studi tentang Respon Masyarakat terhadap Formalisasi Madrasah Diniyah di Kab. Demak Jawa Tengah”, Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 4, No. 4, Oktober – Desember 2006, hlm. 122-123. 13 Abdul Azis Al Bone, Pendidikan Keagamaan....hlm. 125. 14 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter....hlm. 51
8
muda yang benar-benar berkarakter, serta dilaksanakan secara tersistem di lembaga pendidikan sejak dini. Pada permasalahan yang berkaitan dengan karakter ini, upaya perbaikan pendidikan tidak hanya membutuhkan perbaikan pada sisi manajerial saja, dibutuhkan juga usaha perbaikan pendidikan yang bersifat pemberian keterampilan peserta didik atau biasa disebut dengan soft skill, pengembangan diri dan pembinaan karakter melalui pemberian kegiatan-kegiatan yang akan membentuk karakter dalam kegiatan pembiasaan-pembiasaan di madrasah dan kegiatan ektrakurikuler. Mengacu pada permasalahan tersebut di atas, maka perlu adanya penelitian yang mendalam sebagai solusi terhadap pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Assalam Kejene. Apakah perilaku yang tidak terpuji pada peserta didik dikarenakan adanya faktor dari luar lingkungan madrasah yang menghambat proses internalisasi nilai-nilai karakter yang dilakukan guru di madrasah? atau mungkin karena di dalam proses pembelajaran guru belum menjelaskan secara detai nilai-nilai karakter yang perlu dipahami dan dipraktekkan peserta didik dalam kehidupan di madrasah dan di rumah, atau bisa juga berkaitan dengan persoalan perencanaan pendidikan karakter yang kurang matang dan aplikatif sehingga implementasi di madrasah banyak mengalami kendala, atau bahkan karena dalam kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler yang belum optimal menerapkan
ketentuan-ketentuan
yang sudah
ditetapkan
berdasarkan
kurikulum yang dibuat. Sehingga dari dasar inilah peneliti berusaha mencoba untuk melakukan kajian terhadap persoalan yang ada. Kajian yang akan
9
peneliti lakukan juga dengan melihat faktor-faktor yang memungkinkan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter yang ada di MTs Assalam Kejene. Sebagaimana dikatakan E. Mulyasa bahwa pendidikan karakter di madrasah/sekolah akan dapat berjalan dengan baik, efesien, dan efektif apabila didukung oleh beberapa faktor, antara lain: sumber daya manusia yang profesional, dana yang memadai, sarpras yang mendukung serta dukungan dari masyarakat.15 Penelitian ini akan mengambil lokasi di MTs Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang. Sebagai dasar pertimbangannya adalah sebagai berikut: pertama, di MTs Assalam Kejene merupakan salah satu madrasah yang ada di Kabupaten Pemalang yang melaksanakan program pengembangan diri berupa baca kitab kuning di madrasah (bahkan sejauh pengamatan peneliti satu-satunya di wilayah Pemalang Selatan). Dan ini merupakan salah satu pengembangan kajian keagamaan di madrasah/sekolah yang lokasinya di luar pondok pesantren. Kedua, secara geografis MTs Assalam Kejene berada di wilayah Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang, di mana jarak 1 km ke Selatan ada dua sekolah lain yang sudah cukup lama berdiri, yaitu MTs Salafiyah Kalimas dan SMPN 2 Randudongkal. Namun, selama perjalanannya kurang lebih 12 tahun tetap bisa mempertahankan jumlah peserta didiknya walaupun hanya berasal dari satu desa saja. Dan ketiga, pengurus yayasan di madrasah ini tidak hanya mengembangkan
15
pendidikan
formal
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan....hlm. 41.
semata
tetapi
juga
berusaha
10
mengembangkan pendidikan Non Formal (Madrasah Diniyah) yang dikelola sendiri sebagai upaya pendidikan agama Islam secara intens dan pendidikan akhlak peserta didik.
B. Fokus Penelitian Menurunnya moralitas di kalangan pelajar dan generasi muda yang semakin hari semakin memprihatinkan menjadikan sekolah/madrasah untuk berbenah diri terhadap upaya peningkatan pendidikan karakter mulia bagi peserta didiknya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tindakan tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh generasi muda. Dari sini peneliti berusaha untuk mengkaji realitas yang ada di MTs Assalam Kejene dengan melihat persoalan yang ada dikaitkan dengan kurikulum yang dibuat oleh pihak madrasah. Sehingga dari konteks penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka sub fokus permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang? 2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene dalam proses pembelajaran dan pembiasaan madrasah? 3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene dalam kegiatan ekstrakurikuler? 4. Bagaimana evaluasi pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang?
11
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis perencanaan pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang.
2.
Mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene dalam proses pembelajaran dan pembiasaan madrasah.
3.
Mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene dalam kegiatan ekstrakurikuler.
4.
Mengetahui evaluasi pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang?
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat mengenai
perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan karakter bagi pembentukan karakter (akhlak mulia) dan pengembangan pendidikan agama Islam (PAI) peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang. Secara praktis, bagi lembaga yang diteliti, dapat menjadi pijakan dan acuan di dalam memperbaiki dan mengembangkan pendidikan karakter yang dilaksanakan. Bagi pemerintah atau pengambil kebijakan, dapat menjadi
12
salah satu referensi di dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia. Selain itu juga, penelitian ini diharapkan bisa memberikan inspirasi bagi pengelola madrasah maupun sekolah untuk memaksimalkan peran faktor-faktor yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan karakter di madrasah ataupun di sekolah.
E. Kerangaka Teoritis Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 salah satu tujuan pendidikan nasional kita adalah mengupayakan agar peserta didik menjadi manusia yang memiliki spiritual keagamaan dan akhlak mulia.16 Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat ditekankan dalam ketentuan undang-undang tersebut. Pendidikan merupakan proses penanaman nilai-nilai (transfer of values)17. Dalam konteks pendidikan Islam, Usman Abu
Bakar
menekankan
pada
kemandirian
peserta
didik
untuk
mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan nilai-nilai Islam, melalui suasana belajar dan proses pembelajaran yang hormonis, demokratis dan dialogis, agar memilik keimanan, keilmuan, dan ketrampilan, sehingga peserta didik dapat memilki karakter yang islami dan juga dapat mencapai
16
Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundangan Standar Nasional Pendidikan (Bandung: Fokus Media, 2005), hlm. 98. 17 Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), cet. VIII, hlm. 52
13
kebahagiaan di dunia dan akhirat.18 Dalam membangun karakter, Islam menggunakan beberapa metode sebagaimana diungkapkan Ade Dedi Rohayana, antara lain: Penguatan akidah, perbaikan akhlak, pembiasaan, dan integrasi ajaran.19
Penanaman nilai-nilai karakter pada madrasah/sekolah
hanya dapat dilakukan melalui upaya pengintegrasian dalam proses pembelajaran dan pembiasaan yang ada di madrasah/sekolah. Menurut Wedawaty sebagaimana dikutip Trianto, istilah integrasi memiliki sinonim dengan perpaduan, penyatuan atau penggabungan dari dua objek atau lebih.20 Dalam integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu. Apa yang disajikan di madrasah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar madrasah.21 Sedangkan menurut Alisyahbana sebagaimana dikutip Udin Syaefudin Sa’ud mengatakan bahwa konsep keterpaduan pada hakekatnya menunjuk pada keseluruhan, kesatuan, kebulatan, kelengkapan, kompleks, yang ditandai oleh interaksi dan interpendensi antara komponen-komponennya.22 Pada pengintegrasian materi atau tema pada model pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi pengintegrasian kurikulum, pertama, pengintegrasian di dalam satu disiplin ilmu; kedua, 18
Usman Abu Bakar, Paradigma dan Epistemologi Pendidikan Islam; Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Penyelenggara Pendidikan (Yogyakarta: UAB Media, 2013), Cet. I. hlm. 101-102 19 Ade Dedi Rohayana, “Islam dan Metode Membangun Karakter”, dalam Abdul Majid, dkk, Ahmad Ta’rifin dan Musoffa Basyir (editor) Character Building Trough Education (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), cet. I, hlm. 181-183. 20 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu; Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet. II, hlm. 35. 21 Zubaedi, Desain Pendidikan karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2013), cet. III, hlm. 268-269. 22 Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan (Bandung: ALFABETA, 2012), cet. V, hlm. 113.
14
pengintegrasian beberapa disiplin ilmu; ketiga, pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu. Berdasarkan pola pengintegrasian yang ketiga ini ada beberapa model pembelajaran terpadu yang layak dikembangkan dan dilaksanakan pada pendidikan formal, sebagaimana dikatakan Prabowo dalam Trianto, diantaranya model keterhubungan (connected), model jaring labalaba (webbed), dan model keterpaduan (integrated).23 Menurut Marzuki sebagaimana dikutip oleh Agus Wibowo mengatakan bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilainilai yang universal yang punya dimensi vertikal dan horisontal, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, perbuatan berdasarkan norma-norma agama dan juga norma yang lain.24 Sedangkan pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Nilai moralitas tersebut mencakup unsur koginitif (pikiran, pengetahuan, kesadaran), unsur afektif (perasan), dan unsur psikomotorik (perilaku).25 Ahmad Sudrajat sebagaimana dikutip Sopiah mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu sistem penanaman nilai
23
Model terhubung (connected) adalah model pembelajaran yang menghubungkan secara eksplisit suatu topik dengan topik berikutnya. Model jaring laba-laba (webbed) merupakan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan beberapa bidang studi. Model tertintegrasi (integrated) adalah model pembelajaran yang menggabungkan berbagai bidang studi dengan menemukan konsep, ketrampilan, dan sikap yang saling tumpang tindih. Lihat Damiyati Zuchdi, dkk, Model Pendidikan Karakter; Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pengembangan Kultur Sekolah (Yogyakarta: Multi Presindo, 2013), cet. I, hlm, 30. 24 Agus Wibowo, Manajemen Pendidian Karakter di Sekolah; Konsep dan Praktik Implementasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), cet. I, hlm. 10-11. Menurut Ibnu Maskawaih sebagaimana dikutip oleh Selly Sylviyanah dalam artikelnya menyatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran. Lihat Selly Sylviyanah “Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar; Studi Deskriptif Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur al-Rohman.” Tarbawi, Vol. I No. 3, September 2012, hlm. 193. 25 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. II, hlm. 67.
15
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik kepada Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.26 Menurut Foerster sebagaimana dikutip Masnur menyatakan bahwa ada empat ciri dasar pendidikan karakter, yaitu: Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan di ukur berdasar hierarki nilai; Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip; Ketiga, otonomi; Keempat, keteguhan dan kesetiaan.27 Dalam pendidikan karakter Islam orientasinya pada pembentukan iman yang kuat dan pelestarian nilai-nilai Ilahiyah dan insaniyah dalam memperkuat moralitas.28 Sehingga diharapkan peserta didik ini kelak akan menjadi anak yang berpengetahuan dan berkarakter. Di sini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan karakter. Setidaknya ada empat alasan mengapa pendidikan karakter penting sebagaimana diungkapkan Maksudin, yaitu: Pertama, karakter adalah bagian esensial manusia dan karenanya harus dididikkan; Kedua, saat ini karakter generasi muda (bahkan juga generasi tua) mengalami erosi, pudar, dan kering keberadaannya; Ketiga, terjadi detolisasi kehidupan yang diukur dengan uang yang dicari dengan menghalalkan segala cara; dan Keempat, karakter merupakan salah satu bagian manusia yang 26
Sopiah, “Pendidikan Karakter di Sekolah; Upaya Peningkatan Mutu Anak Bangsa”, dalam Abdul Majid, dkk, Ahmad Ta’rifin dan Musoffa Basyir (editor) Character Building Trough Education (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), cet. I, hlm. 320. 27 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter....hlm. 127-128. 28 Nurlaeli,”Cita-cita dan Rancangan Kurikulum Pendidikan Islam”, Ta’dib, Vol. X, No. 01, Edisi. Juni 2005, hlm. 49. Lihat juga Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), cet. II, hlm. 58.
16
menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan warga bangsa, baik Indonesia maupun dunia.29 Thomas Lickona mengatakan ada 7 (tujuh) unsur karakter esensial yang penting harus ditanamkan kepada peserta didik sebagaimana dikutip oleh Stephen C. Jhon dalam artikelnya, yaitu sebagai berikut : Ketulusan hati atau kejujuran (honesty), Belas kasih (compassion), Kegagahberanian (courage), Kasih
sayang
(kindness),
Kontrol
diri
(self-control),
Kerja
sama
(cooperation); Kerja keras (diligence or hand work).30 Tujuh karakter inti (core characters) itulah, menurut Thomas Lickona yang paling penting dan mendasar untuk dikembangkan pada peserta didik selain sekian banyak unsur-unsur karakter yang lain. Selain tujuh karakter tersebut menurut penelti perlu ditambahkan dengan adanya unsur pendidikan berbasis ketuhanan sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Abd. Majid.31 Nilai karakter yang ingin dibangun pada peserta didik tidak hanya sebatas yang disebutkan di atas, tetapi nilai moralitas yang lain juga, seperti 29
Maksudin dalam artikelnya yang berjudul “Pendidikan Karakter Nondikotomik” , Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III No. 2, edisi Juni 2013. 30 Stephen C. Jones and Janice Stoodley, “Community of Caring: A Character Education Program Designed To Integrate Values into a chool Community”, NASSP Bulletin 1999 83: 46. 31 Pendidikan berberbasis ketuhanan adalah keseluruhan kegiatan pendidikan yang meliputi pembimbingan, pembinaan dan pengembangan potensi diri manusia sesuai dengan bakat, kadar kemampuan dan keahliannya masing-masing yang bersumber dan bermuara kepada Tuhan, llah Swt. Selanjutnya ilmu dan keahlian yang dimilikinya diaplikasikan dalam kehidupan konkret pengabdian dan kepatuhannya kepada Allah Swt. Konsep ini mengharuskan setiap orang baik dalam kapasitas sebagai subyek maupun obyek pendidikan memasuki satu fase kehidupan yang kaffah (QS. al Baqarah (2) : 208). Lihat Abd. Majid, Pendidikan Berbasis Ketuhanan (Bandung: Maulana Media Grafika, 2012), Cet. II, hlm. 18-20. Lebih lanjut Syeikh al-Zarnuji mengatakan bahwa metode pendidikan karakter tidak hanya yang mencakup aspek lahir saja tetapi juga batin yaitu penekanan pada adab yang didasarkan pada nilai-nilai religius. Baca Syeikh al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum, al-Maktabah al-Mishriyah, 1940, hlm. 26. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud menambahkan bahwa keberhasilan dari pendidikan karakter (akhlak) yang berbasis ketuhanan akan dikatakan berhasil manakala segala aktifitas dan perilakunya sudah mencerminkan nilai-nilai Al-Qur’an. Lihat Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyah al-Khuluqiyah, Penerjemah. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 1995), Cet. I, hlm. 159
17
keikhlasan, kesederhanaan, rendah hati, dan lain sebagainya. Sebagaimana dikatakan Amin Syukur bahwa untuk mewujudkan terbentuknya akhlak dan karakter yang baik upaya yang dilakukan adalah melalui pembinaan. Dan pembinaan akhlak itu dapat ditempuh dengan empat cara, yaitu: pendidikan, agama dan pendidikan agama, bacaan yang baik, pengalaman sehari-hari.32 Saefudin Zuhri menambahkan bahwa penerapan pendidikan karakter di madrasah dapat ditempuh melalui berbagai strategi maupun pendekatan, seperti penegakan rutin atau prosedur, proses pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, pengkondisian lingkungan sekolah, ketaladanan guru dan adanya evaluasi instrumen yang terukur.33 Dalam kerangka implementasi character building, Ngainun Naim menyatakan bahwa hal esensial yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memahami substansi pendidikan dan bagaimana posisi anak didik. Sebab jika substansi pendidikan telah bergeser oleh berbagai kepentingan, seperti kepentingan politik, bisnis, ataupun kepentingan lainnya, implikasinya akan mengenai peserta didik.34 Menurut Zuchdi sebagaimana dikutip Maksudin menyebutkan bahwa strategi yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai karakter ada empat, yaitu: Pertama, inculcating yaitu menanamkan nilai dan moralitas; Kedua, modelling yaitu meneladankan nilai dan moralitas; Ketiga, facilitating yaitu memudahkan perkembangan nilai dan moral; dan Keempat
32
HM. Amin Syukur, Studi Akhlak (Semarang: Walisongo Press, 2010), cet. I, hlm. 184-185 Saefudin Zuhri, “Upaya Implementasi pendidikan Karakter Pada lembaga Pendidikan” dalam Abdul Majid, dkk, Ahmad Ta’rifin dan Musoffa Basyir (editor) Character Building Trough Education (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), cet. I, hlm. 61 34 Ngainun Naim, Character Building.... hlm. 46. 33
18
skill evelopment yaitu pengembangan keterampilan untuk mencapai kehidupan pribadi yang tentram dan kehidupan sosial yang kondusif.35 Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor dan seterusnya. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal. Karena pada dasarnya fitrah manusia itu memiliki potensi yang bercorak baik, benar dan selalu islami.36 Menurut Megawangi sebagaimana dikutip oleh Dumiyati mengatakan bahwa ada enam faktor yang menjadi titik pijak pembentukan karakter, yaitu: hubungan antar pribadi yang menyenangkan, keadaan emosi, metode pengasuhan anak, peran dini yang diberikan kepada anak, struktur keluarga di masa kanak-kanak, rangsangan terhadap lingkungan sekitarnya.37 Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanakaan pendidikan karakter di sekolah/madrasah sebagaimana dikatakan Sujak yang dikutip oleh Oci Melisa D, diantaranya: mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter, mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku, memiliki cakupan
35
149.
36
Maksudin, dalam artikelnya yang berjudul “Pendidikan Karakter Nondikotomik”....hlm.
Chusnan B. Djaenuri, Strategi Belajar dan Pendidikan Islami; Pendekatan Teori Optimisme Fitrah Manusia (Semarang: eLSA, 2013), hlm. 15. 37 Dumiyati “Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah”, Prospektus, Tahun IX Nomor 2, Oktober 2011
19
terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang, mengharagai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses, memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.38 Menurut Agus Wibowo implementasi pendidikan karakter dapat dilakukan
melalui
tiga
cara39,
yaitu:
Pertama,
terintegrasi
dalam
pembelajaran, artinya pengenalan nilai-nilai, kesadaran akan pentingnya nilainilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik melalui proses pembelajaran pada semua pelajaran dengan menyesuaikan substansi materi pelajaran yang ada (ada sinkronisasi materi dengan karakter yang akan dikembangkan). Secara ringkas dapat digambarkan berikut ini:
Nilai-nilai Karakter
Perencanaan - Penyusunan silabus - RPP - Bahan Ajar Pelaksanaan - Kegiatan - Pembelajaran Aktif (Misal CTL) Evaluasi
Siswa MTs Berkarakter
Gambar 1.1. Skema Pendidikan Karakter Yang Terintegrasi dalam Proses Pembelajaran40
38
Oci Melisa Depiyanti “Model Pendidikan Karakter Di Islamic Ful Day School; Studi Studi deskriptif Pada SD Cendikia LeadershipScool Bandung.” Tarbawi, Vol. I No. 3, September 2012, hlm. 225-226.. 39 Agus Wibowo, Manajemen Pendidian Karakter di Sekolah; Konsep dan Praktik Implementasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), cet. I, hlm. 15-19. 40 Agus Wibowo, Manajemen Pendidian....hlm. 17.
20
Kedua, terintegrasi dalam pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler,
artinya
berbagai
hal
terkait
dengan
karakter
diimplementasikan dalam kegiatan pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler, seperti olah raga, pembiasaan akhlak mulia keagamaan, MOS, kepramukaan, drumband, upacara bendera, UKS, dan lain sebagianya. Skema pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler dapat digambarkan sebagai berikut:
Nilai-nilai Karakter
Pembiasaan akhlak mulia Keagamaan MOS, OSIS Kepramukaan Upcara Bendera Drumband UKS PMR
Siswa MTs Berkaarkter
Gambar 1.2. Skema Pendidikan Karakter Yang Terintegrasi Dalam Kegiatan Pengembangan Diri41 Ketiga, terintegrasi dalam manajemen sekolah, artinya berbagai hal terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma, iman dan ketaqwaan, dan lainlain) dirancang dan diimplementasikan dalam aktivitas manajemen madrasah, seperti pengelolaan: peserta didik, peraturan madrasah, SDM, sarpras, keuangan, perpustakaan, penilaian, dan informasi, dan sebagainya. Secara ringkas dapat digambarkan dalam skema berikut:
41
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan....hlm. 18
21
- Perencanaan - Pelaksanaan - Supervisi Nilai-nilai Karakter
Kemandirian Kemitraan Partipasi Tranparansi Akuntabilitas
- SI & SKL Pembelajaran - Pendidik & tenaga Kependidikan - Sarana dan Prasarana - Kesiswaan - Pendanaan
Siswa MTs Berkarakter
Gambar 1.3. Skema Pendidikan Karakter Yang Terintegrasi Dalam Manajemen Madrasah42 Lebih
lanjut
Agus
Wibowo
mengatakan
bahwa
manajemen
pendidikan karakter adalah pengelolaan atau penataan dalam bidang pendidikan
karakter
yang dilakukan
melalui
aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi secara sistematis untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan secara efektif dan efesien. Dan ini akan lebih efektif manakala terintegrasi dengan manajemen berbasis madrasah (MBM).43
F. Tinjauan Pustaka Sesungguhnya banyak tulisan atau karya tulis baik yang berupa artikel, skripsi, ataupun tesis yang mengkaji tentang permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter peserta didik di sekolah ataupun di madrasah. Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, penulis menemukan 42 43
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan....hlm. 18 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan....hlm. 136-137
22
beberap judul tesis yang hampir sama dengan penelitian ini, namun peneliti berusaha mengkaji dalam perspektif yang berbeda. Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian yang terdahulu yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah/madrasah. 1.
Maftukhin dengan tesis yang berjudul “Pengaruh Arahan Pendidikan oleh Keluarga dan Kompetensi Guru terhadap Pembentukan Karakter (character building) Siswa SMP al-Izzah Islam Boarding School Batu Malang”, dalam kajian penelitian ini lebih menitikberatkan pada sejauh mana pengaruh positif arahan dari orang tua siswa dan juga guru pada sekolah yang bersangkutan terhadap karakter siswa yang ada pada sekolah tersebut. Sehingga dalam penelitian ini masih dalam satu lembaga pendidikan dan tidak melibatkan lembaga yang lain dalam upaya pembentukan karakter siswa. Objek dalam penelitian adalah siswa SMP al-Izzah Islam Boarding School Batu Malang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan berjenis korelasional. Simpulan dari penelitian tersebut adalah tidak adanya pengaruh yang positif dari arahan pendidikan orang tua dalam pendidikan karakater pada pendidikan formal dan nonformal sedangkan kalau kompetensi guru dapat memberikan pengaruh yang posistif.44
2.
Eka Fitriah. A dalam tesisnya yang berjudul “Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Islam” (studi kasus di Sekolah Dasar YIMA
44
Maftukhin, Pengaruh Arahan Pendidikan oleh Keluarga dan Kompetensi Guru terhadap Pembentukan Karakter (character building) Siswa SMP al-Izzah Islam Boarding School Batu Malang, Tesis, Program Pascasarjana (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2012)
23
Islamic School Bondowoso). Dalam penelitiannya ia menyimpulkan perlunya rancangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter sebagai upaya untuk menciptakan pembelajaran yang efektif bagi siswa di lembaga pendidikan tersebut melalui penerapan akhlakul karimah. Objek penelitian ini adalah seputar manajemen proses pada SD YIMA Islamic School Bondowoso. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis.45 3.
Muhamad Johan dengan tesis berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren (Studi kasus di Tarbiyatul Mu’allimien AlIslamiyah (TMI) Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan Sumenep). Dalam penelitian ini juga lebih banyak mengkaji seputar penerapan pendidikan karakter di sekolah tersebut, yang kebetulan berada dalam lingkungan pondok pesantren. Dengan kyai sebagai tokoh sentralnya. Bentuk implementasi tersebut melalui materi kepesantrenan, integrasi ke pelajaran, integrasi ke peraturan kebiasaan dan juga keteladanan. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.46
4.
Solikhah dengan tesis berjudul “ Pendidikan Karakter menurut KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim”. Dalam tesis ini peneliti mengungkapkan adanya relevansi ajaran-ajaran KH
45
Eka Fitriah. A, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Islam (studi kasus di Sekolah Dasar YIMA Islamic School Bondowoso). Tesis, Program Pascasarjana (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2012). 46 Muhammad Johan, Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren (Studi kasus di Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah (TMI) Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan Sumenep) Tesis, Program Pascasarjana (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2012)
24
Hasyim Asy’ari dengan konteks pendidikan karakter di lembaga pendidikan yang ada sekarang ini, baik dari sisi makna dan tujuan, nilainilai karakter yang ada, metode maupun media pendidikan karakter itu sendiri. Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan metode pendekatan kualitatif.47 5.
Sri Wahyuni Tanshzil dengan tesis berjudul ”Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun
Kemandirian
dan
Disiplin
Santri;
Sebuah
Kajian
Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan.” Dalam penelitiannya ia mengungkapkan bahwa model pembinaan pendidikan karakter yang dilaksanakan di Pondok Pesantren KH. Zaenal Mustafa dalam membangun kemandirian dan kedisplinan yang dilaksanakan secara holistik (terintegrasi) memberikan keunggulan pada sikap dan perilaku santri serta dalam kemandirian berpikir.48 Dari beberapa kajian tulisan ilmiah yang penulis telusuri, maka ada beberapa hal yang membedakan dengan penelitian yang akan penulis lakukan, diantaranya obyek penelitian dan kajian penelitian yang mana dalam penelitian nanti, peneliti akan berusaha menganalisis bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene dilihat dari aspek perencanaan. Kemudian pelaksanaan dalam pembelajaran dan pengembangan diri peserta
47
Solikhah, Pendidikan Karakter menurut KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, Tesis, Program Pascasarjana (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2011). 48 Sri Wahyuni Tanshzil, ”Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok Pesantren Dalam Membangun Kemandirian dan Disiplin Santri; Sebuah Kajian Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan.” Jurnal Penelitian Pendidikan UPI, Vol. 13 No. 2 Oktober 2012, hlm. 17.
25
didik
serta
mengeksplorasi
faktor
pendukung
dan
penghambat
pleksanakaannya di madrasah. Untuk memudahkan dalam melihat perbedaan kajian yang akan diteliti dalam penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Persamaan dan Perbedaan (Orisinilitas Penelitian) No.
Peneliti
Persamaan
Perbedaan
1
Maftukhin
Pembentukan Fokus penelitian adalah karakter di tingkat menganalisis pelaksanaan SMP pendidikan karakter dari aspek perencanaan, implementasi, faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene serta penilainnya dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Sedangkan pada penelitian Maftukhin adalah pengaruh arahan orang tua dan kompetensi guru. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kuantitatif dan berjenis korelasional.
2.
Eka Fitrian
Pendidikan karakter dengan pendekatan kualitatif desktiptif
3
M. Johan
Pendidikan Pelaksanaan pendidikan karakter karakter dengan di MTs Assalam Kejene
Implementasi pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene, dari aspek perencanaan, pelaksanaan dalam pembelajaran dan pengembangan diri serta mengkaji faktor pendukung dan penghambatnya serta penilaiannya. Sedangkan penelitian Eka Firtian objek penelitiannya adalah Sekolah Dasar di mana persoalan yang ada tidak begitu kompleks. Demikian juga implementasinya tentunya berbeda antara guru kelas dengan guru mapel.
26
pendekatan kualitatif desktiptif
Pendidikan dari aspek perencanaan dan implementasi serta mengkaji faktor pendukung dan penghambatnya serta penilainnya.Sedangkan M. Johan fokus penelitian pada pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren yang tentunya memiliki kultur berbeda dengan pendidikan di luar Pondok Pesantren.
4
Solikhah
Pendidikan Merupakan penelitian lapangan karakter dengan (field research) dengan kajian pendekatan pelaksanaan pendidikan karakter kualitatif di MTs Assalam Kejene dengan melihat sisi perencanaan, implementasi dan faktor pendukung serta penghambatnya serta penilainnya. Sedangkan penelitian Solikhah merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan kajian pemikiran tokoh, yaitu KH Hasyim Asy’ari.
5
Sri Wahyuni Tanshzil
Pendidikan karakter dengan pendekatan kualitatif desktiptif
Fokus penelitian adalah menganalisis tentang implementasi pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene dari aspek perencanaan, pelaksanaan dalam pembelajaran dan mengkaji faktor pendukung dan penghambatnya serta penilainnya. Sedangkan pada penelitian Sri Wahyuni model pembinaan pendidikan karakter di lingkungan Pondok Pesantren terkait dengan pengembangan pendidikan kewarganegaraan.
27
G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan berbentuk deskriptif. Hal ini dikarenakan penelitian ini berusaha memaparkan realitas yang ada tanpa memerlukan data yang berupa angka-angka (kuantitatif) dan berusaha menggambarkan suatu keadaan beserta segala aspeknya dalam rangka pemberian informasi sejelas-jelasnya kepada peneliti. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.49 Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran yang utuh dan terorganisasi dengan baik tentang komponen-komponen tertentu, sehingga dapat memberikan kevalidan hasil penelitian. Dalam perspektif pendekatan dan jenis penelitian di atas, maka penelitian ini berusaha memaparkan realitas implementasi pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene, meliputi perencanaan pelaksanaan pendidikan karakter, pelaksanaan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri, serta melihat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambatnya dan juga penilaian pelaksanaan pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene.
49
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. XIV hlm. 142.
28
2. Latar setting penelitian Penelitian ini akan mengambil lokasi di Madrasah Tsanawiyah Assalam Kejene yang beralamat di Jalan Raya Kejene – Kalimas KM. 01 RT. 11 RW. 01 Desa Kejene Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. 3. Subjek penelitian Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yang dipadukan dengan snowball sampling.50 Sumber data (informan) utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sembilan orang, yaitu Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Guru Akidah Akhlak, Guru Pkn, Guru BK, Guru IPA, Pembina Pramuka serta Peserta Didik yang diwakili oleh Pengurus OSIS (Sumber primer). Sedangkan Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya adalah informan pendamping (sumber sekunder). Sumber utama (informan) ditentukan atau dipilih berdasarkan keperluan atau tujuan yang sesuai dengan fokus penelitian. Adapun yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah segala hal yang berkaitan dengan tempat (place) yaitu MTs Assalam Kejene, pelaku (Kepala Madrasah/Guru/Peserta Didik), dan juga aktivitas pembelajaran pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene. Karena sebagaimana dikatakan Spradley dalam Sugiyono bahwa obyek atau 50
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan snowball sampling adalah tekanik pengambilan sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012), cet. XV, hlm. 300.
29
subyek dalam penelitian kualitatif adalah “social situation” atau sistuasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu: place, actors, and activity.51 4.
Metode pengumpulan data Data yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah data yang menggambarkan keseluruhan pola pendidikan karakter yang ada di MTs Assalam Kejene Randudongkal Kabupaten Pemalang dari aspek perencanaan
dan
pelaksanaan
dalam
proses
pembelajaran
dan
pengembangan diri, termasuk faktor pendukung dan penghambatnya serta evaluasi pelaksanaannya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a.
Observasi terlibat Observasi adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti melakukan pengamatan terus menerus pada latar yang menjadi objek penelitiannya. Observasi ini merupakan kegiatan interaksi langsung antara peneliti dengan objek yang ditelitinya sehingga data yang didapatkan dari wawancara dapat dikuatkan dan menjadi valid.52 Data yang diperlukan dalam teknik ini adalah mengamati langsung perilaku peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas dan perilaku keseharian di madrasah, termasuk juga mengamati
51
Sugiyono, Metode Penelitian.... hlm. 297. Menurut Muhajir dalam M. Idrus menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif pemilihan subjek penelitian dapat menggunakan criterion-based selection, yang di dasarkan pada asumsi bahwa subjek tersebut sebagai aktor dalam tema penelitian yang diajukan. Selain itu juga dalam menentukan informan bisa juga menggunakan model snow ball sampling. Lihat Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, edisi kedua (Bandung: Erlangga, 2009), hlm. 92. 52 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), cet. I, hlm. 165.
30
bagaimana guru menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Dalam melakukan observasi peneliti menyiapkan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen yang berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak hanya mencatat tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam skala bertingkat. Untuk mengamati kejadian yang kompleks dan terjadi serentak pengamat dibantu dengan alat, seperti kamera, video, audio-tape recorder. Kejadian tersebut kemudian diamati dan dianalisis setelah rekamannya diputar kembali. Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa dalam melakukan pengamatan dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu: 1) Mendiskusikan format observasi, menjelaskan dengan contohcontoh kejadian dan gerak untuk setiap item dengan Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Guru Akidah Akhlak, Guru Pkn, Guru BK, Guru IPA, Pembina Pramuka serta Peserta Didik yang diwakili oleh Pengurus OSIS. Pada tahap ini peneliti
melakukan
penjelajah
umum
dan
menyeluruh,
melakukan deskripsi terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan (observasi deskriptif) di MTs Assalam Kejene. Semua data direkam dan hasilnya disimpulkan dalam keadaan belum tertata.
31
2) Melakukan simulasi dengan peserta didik dengan dibantu guru, sedangkan yang lain menjadi pengamat dan mengisi format yang telah disiapkan peneliti.53 Kemudian hasilnya didiskusikan dengan Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Guru Akidah Akhlak, Guru Pkn, Guru BK, Guru IPA, Pembina Pramuka serta Peserta Didik yang diwakili oleh Pengurus OSIS. Dapat juga mengamati kejadian yang dilihat dalam layar televisi dari kaset video atau laptop. Waktu diskusi kejadian tersebut dapat diputar kembali. Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation.54 Selanjutnya Spradley menambahkan tahapan observasi yang ketiga sebagaimana dikutip Sugiyono55, yaitu tahapan menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih rinci (observasi terseleksi). Pada tahap ini peneliti diharapkan telah menemukan pemahaman yang mendalam dari apa yang dilihat dan didengar dari hasil observasi dan diskusi dengan guru terkait sehingga fokus penelitian dapat dianalisis dengan baik. Dalam mengumpulkan data melalui observasi ini, peneliti berusaha mendiskusikan format observasi yang akan dilakukan oleh peneliti untuk merekam data yang diperlukan, tahap selanjutnya
53
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. XIV, hlm. 273-274. 54 Mini tour observation adalah suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu, karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian... hlm. 316. 55 Sugiyono, Metode Penelitian....hlm. 317.
32
adalah menguraikan fokus yang ditemukan dari data yang ditemukan untuk dianalisis secara mendalam. b.
Wawancara mendalam Teknik ini dilakukan untuk dapat menggali apa yang tersembunyi di dalam sanubari informan mengenai permasalahan sehingga dapat menghasilkan data yang lengkap dan mendalam. Dalam wawancara ini peneliti berusaha memperoleh data terkait dengan bagaimana perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter yang ada di MTs Assalam Kejene dan penerapannya dalam kegiatan proses pembelajaran dan juga pengembangan diri peserta didik serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaannya
di
madrasah,
termasuk
juga
evaluasi
pelaksanaannya. Dalam melakukan wawancara peneliti juga dapat memberikan kertas lepas (booklet) atau check-list untuk menghendaki jawaban tertulis. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara antara lain: sikap pada waktu datang, sikap duduk, kecerahan wajah, tutur kata, keramahan, kesabaran serta keseluruhan penampilan, akan sangat berpengaruh terhadap isi jawaban responden yang diterima oleh peneliti. Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur. Kegiatan wawancara ini dapat dilakukan tahap-tahap sebagai berikut:
33
1) Peneliti mempelajari pedoman wawancara dan hal-hal yang berhubungan dengan kondisi wawancara, seperti kepada siapa wawancara akan dilakukan (dalam penelitian ini adalah sembilan orang, yaitu Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Guru Akidah Akhlak, Guru Pkn, Guru BK, Guru IPA, Pembina Pramuka serta Peserta Didik yang diwakili oleh Pengurus OSIS). 2) Peneliti melatih bagaimana menjadi pewawancara yang baik, seperti: menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan, bagaimana datang, membuka percakapan, mengemukakan maksud, mengajukan pertanyaan, memberikan respon, dan mentranskrip hasil wawancara. 3) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh. Dan untuk membantu mereviuw hasil pembicaraan dapat digunakan tape recorder untuk merekam pembicaraan. 4) Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan metode sarasehan (Round table).56 Mengingat dalam proses interaksi akan selalu dibatasi oleh nilai-nilai yang dianggap etis, tidak etis, boleh maupun tabu. Maka peneliti dalam melakukan wawancara perlu memahami kaidahkaidah masyarakat yang dianut yang menjadi subjek penelitian.
56
Round table adalah metode wawancara yang dilakukan dengan cara kelompok, di mana para responden diminta duduk melingkar dan pewawancara yang bertidak sebagai fasilitator merupakan salah satu dari anggota lingkaran. Lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. XIV, hlm. 272.
34
Muhammad Idrus menguraikan beberapa etika yang perlu dipahami peneliti dalam melakukan penelitian kualitatif, diantaranya: 1) Mulailah dengan salam sesuai adat setempat, dan nyatakan kehadiran peneliti adalah untuk belajar dari pengelola/guru di MTs Assalam Kejene 2) Memberi tahu topik penelitian kepada Kepala Madrasah dan subyek penelitian lainnya dengan terlebih dahulu meminta izin baik secara lisan maupun tertulis 3) Ciptakan wawancara dalam suasana informal, dan pertanyaan diselang-selingi dengan diskusi secara rileks. 4) Tidak mengalihkan fokus pembicaraan ketika melakukan wawancara dengan subyek penelitian (Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Guru Akidah Akhlak, Guru Pkn, Guru BK, Guru IPA, Pembina Pramuka serta Peserta Didik yang diwakili oleh Pengurus OSIS) dan membiarkan setiap informan menyelesaikan kalimatnya, jangan menginterupsi serta bersikap obyektif dan terbuka.57 c.
Dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan dalam pengumpulan data untuk melengkapi data dan informasi
yang dikumpulkan melalui
wawancara dan observasi. Sebelum menggunakan dokumen yang
57
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung: Erlangga, 2009), cet. II, hlm. 105-107. Lihat juga Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris Dan Upaya Pemberdayaan; Panduan Bagi Praktisi Lapangan (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), cet. V, hlm. 126-127
35
diperlukan dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat permohonan ijin secara lisan dan tertulis kepada Kepala MTs Assalam Kejene untuk meminjam dokumen yang ada di madrasah untuk difoto copi ataupun hanya sebatas dipinjam untuk dibaca sebagai bahan untuk kajian analisis dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan berupa dokumen tertulis maupun visual yang berupa arsip, laporan atau rekaman peristiwa yang berhubungan dengan fokus penelitian. Dokumen-dokumen tersebut meliputi: Kurikulum Madrasah, Pogram Kerja Kepala Madrasah, Program Kegiatan Guru Akidah Akhlak, Pkn, dan IPA, Buku Catatan Siswa Guru, Buku Catatan Guru BK, Buku Catatan Wali Kelas, dan Buku catatan Pembina Pramuka dan OSIS. Dalam menggunakan metode ini peneliti memegang check-list untuk mencari fokus penelitian yang sudah ditentukan. Apabila muncul fokus penelitian yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check-list di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam fokus penelitian dapat menggunakan kalimat bebas. 5.
Pemeriksaan Keabsahan Data Dalam penelitian kualitatif dikenal istilah credibility (kriteria derajat kepercayaan), transferability (kriteria keteralihan), dependability (kriteria kebergantungan), dan comfirmability (kriteria kepastian). Istilah
36
tersebut pada dasarnya merupakan kriteria yang bertujuan untuk menjamin penelitian.58
trustworthiness Istilah
(kelayakan
tersebut
untuk
merupakan
dipercaya)
rangkuman
dari
sebuah tahap
pengecekan keabsahan data yang merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian kualitatif. Untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti dalam penelitiannya maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan peneliti yang sesuai dengan standar kredibilitas hasil penelitian kualitatif, yaitu: a.
Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan. Yang berarti peneliti kembali lagi ke MTs Assalam Kejene untuk melakukan observasi dan wawancara kembali dengan sumber data (Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Guru Akidah Akhlak, Guru Pkn, Guru BK, Guru IPA, Pembina Pramuka serta Peserta Didik yang diwakili oleh Pengurus OSIS Kepala madrasah, Guru Akidah Akhlak, PKn, BK, Guru Mapel lainnya, dan Peserta Didik.) dengan tujuan untuk menguji kredebilitas data penelitian, apakah data yang diperoleh setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak.
b.
Meningkatkan ketekunan melalui observasi secara lebih cermat dan terus menerus sehingga peneliti semakin mendalami fokus
58
Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), cet. XXXII, hlm. 324-325.
37
permasalahan. Dengan cara ini data dan urutan waktu akan dapat direkam lebih akurat dan pasti serta sistematis. c.
Melakukan triangulasi baik triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Kegiatan ini dilakukan setelah selesai wawancara dan observasi untuk mengkonfirmasikan antara data dengan informasi yang diberikan informan. Trangulasi juga dilakukan kepada informan yang lain yang memiliki pengetahuan mengenai fokus penelitian untuk memantapkan data yang diperoleh.
d.
Melakukan analisis atau kajian kasus negatif yang dapat dijadikan kasus pembanding terhadap hasil penelitian. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
e.
Menggunakan bahan referensi untuk mendukung dan membuktikan data yang diperoleh peneliti. Seperti rekaman hasil wawancara, fotofoto hasil interaksi dengan subyek penelitian.
f.
Mengecek bersama-sama dengan informan mengenai data yang telah diperoleh peneliti kepada pemberi data. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian data yang diperoleh peneliti dengan yang diberikan oleh si pemberi data. Apabila data yang dimaksud sudah disepakati berarti data tersebut sudah dianggap valid dan kredibel.
38
6.
Analisis Data Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui pengaturan data secara logis dan sistematis, dan dianalisis dilakukan sejak awal penelitian sampai akhir penelitian. Menurut A. Strauss dan Juliet Corbin sebagaimana dikutip oleh M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, prosedur analisis data penelitian kualitatif itu mengacu pada prosedur analisis nonmatematik yang hasil temuannya diperoleh dari data yang dihimpun oleh ragam alat yang digunakan peneliti.59 Menurut Miles and Huberman sebagaimana dikutip Sugiyono menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif ada beberapa analisis data yang digunakan, yaitu: a.
Reduksi Data (Data Reduction) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang yang tidak perlu data yang diperoleh di MTs Assalam Kejene. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan akan mempermudah peneliti melakukan penelitian selanjutnya. Reduksi data berlangsung secara terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung.
Dalam
mereduksi data peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai, yaitu adanya temuan yang berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu implementasi pendidikan karakter di MTs Assalam Kejene.
59
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian....hlm. 247.
39
Proses reduksi data dimaksudkan untuk lebih menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan, serta mengorganisasi data sehingga memudahkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses verifikasi. Kegiatan reduksi data menjadi sangat penting karena yang bersangkutan dapat mulai memilah dan memilih data mana dan data dari siapa yang harus lebih dipertajam. b.
Penyajian Data (Data Display) Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data ini, peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Dalam melakukan display data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network dan chart.
c.
Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification) Tahap akhir proses pengumpulan data adalah kesimpulan, yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang ditampilkan. Beberapa cara yang dilakukan dalam proses ini adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola-pola dan tema yang sama, pengelompokkan, dan pencarian kasus-kasus negatif. Penarikan kesimpulan dapat saja berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung, baru kemudian dilakukan reduksi dan penyajian data. Hanya saja kesimpulan yang dibuat bukan merupakan kesimpulan final.
40
Kesimpulan yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Sehingga kesimpulan akhir dari penelitian ini akhirnya dapat memberikan kontribusi yang positif bagi dunia pendidikan. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga telah diteliti menjadi jelas.60 Dari uraian analisis data lapangan model Miles and Hubermen sebagaimana dijelaskan Sugiyono dapat digambarkan langkah-langkahnya sebagai berikut: Data Collection
Data Display
Data Reduction Conclusions:drawing veryfying
Gambar 1.4. Komponen dalam analisis data (interactive model)61
H. Sistematika Penulisan Bab Pertama: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, kerangka teoritis, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
60 61
Sugiyono, Metode Penelitian....hlm. 338-345 Sugiyono, Metode Penelitian....hlm. 338
41
Bab Kedua: Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Karakter yang terdiri dari: Pertama, Pendidikan Karakter yang meliputi: Pengertian Karakter, Nilai, Moral, dan Akhlak, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter, Ciri Dasar dan Pendekatan Pendidikan Karakter, Prinsip-prinsip dan Strategi Pendidikan Karakter, Model dan Metode Pendidikan Karakter, Penilaian Pendidikan Karakter; Kedua, Pembelajaran Integralistik (Terpadu) yang meliputi: Model pembelajaran Terpadu, Strategi Pengintegrasian Pendidikan Karakter, Model Integrasi pendidikan Karakter di Madrasah. Bab
Ketiga:
Pendidikan
Karakter
di
MTs
Assalam
Kejene
Randudongkal Kabupaten Pemalang yang terdiri dari: Pertama, Gambaran Umum Obyek Penelitian yang meliputi: Sejarah dan Profil MTs Assalam Kejene, Data Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan, Data Sarana dan Prasarana, Kegiatan Ekstrakurikuler dan Prestasi Madrasah, Kurikulum MTs Assalam Kejene, Hubungan Dengan Masyarakat; Kedua, Perencanaan Pendidikan Karakter di MTs Assalam Kejene; Ketiga, Pelaksanaan Pendidikan Karakter di MTs Assalam Kejene yang meliputi: Dalam Kegiatan Proses Pembelajaran, Pembiasaan di Madrasah, Kegiatan Ekstrakurikuler, Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Karakter; Keempat, Evaluasi Pendidikan Karakter di MTs Assalam Kejene. Bab Keempat: Pendidikan Karakter: Analisis atas Implementasi di MTs Assalam Kejene yang meliputi: Perencanaan Pendidikan Karakter, Pelaksanaan dalam Kegiatan Proses Pembelajaran, Pembiasaan Madrasah,
42
Kegiatan
Ekstrakurikuler,
dan
Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
Pelaksanaan Pendidikan Karakter, serta Evaluasi Pendidikan Karakter. Bab Kelima: penutup yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan hasil kajian penelitian dan permasalahan, implikasi, dan rekomendasi atau saran-saran.