BAB I PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang Masalah Paska ditetapkannya UU No. 26/2007 mengenai Tata Ruang Nasional, seluruh Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia memiliki kewajiban menyusun Perda RTRW baru untuk menyesuaikan penataan ruang daerah dengan penataan ruang nasional. Dalam proses legislasi Raperda RTRW Kabupaten Subang tahun 2011-‐2031, isu kontroversial yang mendapatkan perhatian berbagai pihak adalah mengenai kawasan peruntukan industri. Kemuncuan isu kontroversial tersebut menyebabkan Raperda RTRW beberapa kali gagal disahkan di Paripurna DPRD. Di dalam Perda RTRW No. 2 tahun 2004, kawasan peruntukan industri di Kabupaten Subang dikembangkan di 7 Kecamatan, yaitu; Kecamatan Pabuaran, Cipeundey, Kalijati, Purwadadi, Cibogo, Pagaden dan Cipunagara. Sementara di dalam Raperda RTRW yang baru, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), melalui Ketua Fraksinya Ating Rusnatim, mengusulkan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru, yaitu; Kecamatan Patokbeusi, Ciasem dan Dawuan, sehingga di Kabupaten Subang nantinya akan ada 10 kawasan peruntukan industri. Usulan Fraksi PDIP tersebut mendapatkan dukungan dari Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Gabungan Gerakan Nurani Kebangsaan; terdiri dari: Partai Gerakan Indonesia Raya (GRINDRA), Hati Nurani Rakyat (HANURA), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK).
1
Ating Rusnatim menjelaskan bahwa perlunya penambahan kawasan peruntukan industri baru di Kabupaten Subang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pengurangan angka pengangguran, penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu penambahan kawasan peruntukan industri baru pun dimaksudkan untuk mendekatkan lapangan pekerjaan kepada calon tenaga kerja (tintahijau.com, (/02/07/2012)). Namun berbagai pihak melihat, keinginan Fraksi PDIP menambahkan 3 kawasan peruntukan idustri baru, tidak terlepas dari kepentingan untuk menyelamatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang yang telah memberikan izin kepada 5 Perusahaan yang berada di 3 Kecamatan tersebut, padahal ketiganya bukan merupakan kawasan peruntukan industri sesuai dengan Perda RTRW No. 2 tahun 2004. Di sisi lain, Pabrik-‐Pabrik itu berdiri di lahan pertanian pangan berkelanjutan (tintahijau.com, (11/07/2012)). Izin-‐izin pendirian pabrik diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Subang yang sudah 2 periode Kepala Daerahnya berasal dari PDIP. Hal ini jelas telah melanggar UU No. 26/2007, UU No. 41/2009 dan Perda RTRW Subang No. 2/2004, dimana izin pabrik tidak boleh diberikan di luar kawasan peruntukan industri dan di lahan pertanian pangan berkelanjutan.
2
Tabel. 1.1. Pabrik-‐Pabrik Berizin di Luar Kawasan Peruntukan Industri No
Nama Perusahaan
Lokasi Desa
Kecamatan Patokbeusi
Lahan yang Digunakan Luas
Status
1
PT Bumi Vitek Indonesia Ciberas
2
PT SJ. Mode Indonesia
Ciasem Baru Ciasem
3 Ha
Lahan Pertanian
3
PT SJ. Situ Texpia
Ciasem Baru Ciasem
-‐
-‐
4
PT Mpan Pasifik
Ciasem Hilir Ciasem
3 Ha
Lahan Sawah
5
PT Daenong Global
Manyeti
-‐
-‐
Dawuan
3,9 Ha Sawah Teknis
Sumber: Hasil Pengolahan dari Tintahijau.com (11/07/2012) Usulan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru tersebut, di DPRD mendapatkan resistensi dari Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga didukung oleh Fraksi Gabungan Karya Peduli Amanat Persatuan; terdiri dari Partai Amanat Nasional (PAN) Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Demokrat, Ahmad Rizal, menyampaikan bahwa perubahan alih fungsi lahan dengan menjadikannya sebagai kawasan industri akan berpreseden buruk terhadap kondisi sosial masyarakat. Di daerah pemukiman dan lahan pertanian yang berdekatan dengan pabrik sering terjadi kelangkaan air dan pencemaran limbah (inilah.com, (11/6/2012)). Bahkan Ahmad Rizal mengancam akan memperkarakan keberadaan Pabrik-‐pabrik di luar kawasan peruntukan industri ke tingkat Provinsi dan Pemerintah Pusat (inilah.com, (11/07/2012)). Di sisi lain, menurut Lutfi Israr Al Farabi, dari PAN, secara keruangan lahan di 7 kawasan peruntukan industri yang telah ditetapkan dalam Perda No 2 tahun 2004 adalah seluas 11.250 Ha, sementara yang baru digunakan hanya 30 persennya saja,
3
penggunaannya belum maksimal. Dalih industrialisasi sebagai upaya penyediaan lapangan pekerjaan, pada kenyataannya hanya sedikit masyarakat lokal yang dipekerjakan karena terhambat keterampilan (inilah.com, (10/07/2012)). Ketua Umum DPC PAN Kabupaten Subang, Asep R Dimyati, menginstruksikan kepada 3 anggota DPRD dari PAN untuk konsisten menolak Raperda RTRW apabila masih mencantumkan 3 kawasan peruntukan industri baru (tintahijau.com, (16/07/2012)). Di luar Fraksi-‐Fraksi Partai Politik yang berada di DPRD, penolakan datang dari gabungan 23 Kelompok Kepentingan yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Konstitusi (KORSI); yang merupakan gabungan dari unsur Organisasi Kemasyarakatan, Kepemudaan (OKP), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi-‐organisasi mahasiswa (radar-‐karawang.com, (13/07/2012)). Indra Gumilang sebagai Koordinator KORSI menyampaikan bahwa secara hukum apabila terjadi penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru akan bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi (pikiran-‐rakyat.com, 5/7/2012). Tabel. 1.2. Peraturan Perundangan yang Terancam Dilanggar No Perundangan
No dan Tahun
Tentang
1
UU
37 tahun 2007
Tata Ruang Nasional
2
UU
41 tahun 2009
Lahan Pangan Berkelanjutan
3
UU
32 tahun 2009
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4
PP
68 tahun 2002
Ketahanan Pangan
5
PP
24 tahun 2009
Kawasan Industri
6
PP
01 tahun 2011
Alih Fungsi Lahan Pangan Berkelanjutan
7
PP
12 tahun 2012
Insentive Lahan Pangan Berkelanjutan
4
8
PP
25 tahun 2012
Sistem Informasi Lahan Pangan Berkelanjutan
9
PP
30 tahun 2012
Lahan Pangan Berkelanjutan
10
Perda Jabar
27 tahun 2010
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Sumber: Diolah dari inilah.com, tintahijau.com, dan pikiran-‐rakyat.com Beberapa kali KORSI melakukan demonstrasi ke gedung DPRD sebagai bentuk tekanan politik supaya Gabungan Fraksi Partai Politik yang mengusulkan penambahan kawasan peruntukan industri baru mencabut usulannya. Dalam demonstrasi yang dilakukan 15 juli 2012, 40 orang perwakilan KORSI berhasil beraudiensi dengan Ketua Pansus (Panitia Khusus) RTRW, Hendra Purnawan, untuk menyampaikan penolakan terhadap penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru. Kemudian pada tanggal 22 juli 2012 ormas Gabungan Inisiatif Barisan Siliwangi (GIBAS), yang juga merupakan bagian dari elemen KORSI, dalam pernyataan persnya mengancam akan melakukan sweeping terhadap pabrik-‐pabrik bermasalah di luar zona kawasan industri. Puncaknya demonstrasi kembali dilakukan oleh KORSI di gedung DPRD pada tanggal 16 Agustus 2012 bertepatan dengan paripurna RTRW. Dalam kesempatan tersebut masa KORSI membentangkan Dua spanduk yang bertuliskan “Tolak Raperda RTRW Subang yang Disusupi Pasal Silmuan dan Ayat-‐Ayat Setan” dan “Raperda RTRW disahkan = Penghianatan Terhadap Lumbung Padi Nasional”. Bahkan perwakilan orator dari PAGAS (Salah satu elemen KORSI) menyerukan untuk menembak mati terhadap mereka yang pro penambahan kawasan peruntukan industri baru (inilah.com, (11/06/2012); (22/07/2012); (16/08/2012); formatnews.com, (18/07/2012)).
5
Tabel. 1.3. Elemen – Elemen KORSI No
Segmen Kelompok
1
Organisasi Kepemudaan
2
Organisasi Mahasiswa
3
Lembaga Swadya Masyarakat (LSM)
4
Organisasi Petani
5
Lain-‐Lain
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kelompok Kepentingan Gerakan Pemuda Islam (GPI) Gerakan Inisiative Barisan Muda Siliwangi (GIBAS) Karang Taruna Cibogo HMI Cabang Subang BEM Universitas Subang BEM STIESA Subang GEMA Keadilan Subang Aliansi Mahasiswa Utusan Desa (AMUD-‐Subang) LSM GIVAL LSM AKAR LSM JARANG (Jaringan Aspirasi Rakyat Subang) WALHI Purwasuka Komite DAS dan LH LSM LAP Gapoktan Subang (PAGAS) Himpunan Petani Nanas Masyarakat Peduli Alam Subang KASBI Subang Forum Masyarakat Subang LIAR GOSP FAM Subang Forum Masyarakat Marginal
Sumber: Diflat Aksi KORSI Sebagai akibat dari penolakan yang dilakukan oleh Gabungan beberapa Fraksi Partai Politik dan aksi-‐aksi yang dilakukan KORSI, beberapa kali Raperda RTRW gagal disahkan. Bahkan saat Raperda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031 berhasil disahkan, di Kabupaten Subang tetap hanya ada 7 kawasan peruntukan industri yaitu; Kecamatan Pabuaran, Cipeundeuy, Kalijati, Purwadadi, Cibogo, Pagaden dan Cipunagara. Sehingga usulan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru yang diusung Fraksi PDIP tidak menjadi keputusan akhir dari paripurna DPRD Kabupaten Subang.
6
Hal ini jelas merupakan kemenangan bagi gerakan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan. Mengingat Kabupaten Subang merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Barat setelah Kabupaten Karawang dan Indramayu (BPS, 2011; BPS, 2012; Soegeng Sarjadi Syndicated, 2001). Wilayah Kecamatan Patokbeusi, Ciasem dan Dawuan yang diusulkan sebagai 3 kawasan peruntukan industri baru, 90 persennya merupakan kawasan pertanian subur yang harus dipertahankan. Dan ironisnya di Kecamatan Ciasem yang merupakan Kecamatan dengan areal sawah berpengairan teknis terluas di Kabupaten Subang (6.364 Ha) (BPS, 2011), justru telah berdiri beberapa perusahaan seperti PT SJ Mode Indonesia, PT Site Texpia dan PT Mpan Pacific. Di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Subang merupakan salah satu Kabupaten yang menjadi target perluasan pembangunan perusahaan-‐perusahaan industri manufaktur. Hal itu bisa dipahami karena adanya kemudahan bagi investor untuk memperoleh lahan murah tetapi tetap masih bisa menjangkau fasilitas-‐fasilitas yang ada di kota-‐kota besar (Firman, 2009). Selain itu telah terjadi pergeseran fungsi kawasan, dimana pusat kota di kota-‐kota besar telah berubah menjadi pusat kegiatan bisnis, keungan dan jasa, sementara industri manufaktur bergeser ke arah tepi kota (Firman, 2009). Ditambah dengan kemudahan perizinan pendirian perusahaan, sebagai konsekuensi dari kebijakan desentralisasi yang memberikan kewenangan perizinan dan penataan ruang kepada Pemerintah Daerah (PP 38/2007). Secara geo-‐ekonomi, posisi Kabupaten Subang sangat strategis, bersebelahan dengan daerah-‐daerah yang mengalami proses industrialisasi (ongoing), seperti; Kabupaten Karawang, Purwakarta dan Bekasi (BPPD Jabar, 2011). Dan juga dilalui jalur
7
Pantura yang menghubungkan Kabupaten Subang dengan tol Cikampek yang terhubung dengan pelabuhan internasional Tanjung Priuk dan Bandara Soekarno-‐Hatta. Sehingga wajar apabila dalam catatan FORMAL, di Kabupaten Subang telah terjadi alih fungsi lahan seluas 5 ribu Ha dari lahan pertanian menjadi kawasan industri dan perumahan (inilah.com, (19/06/2012)). Dengan berkembangnya proses industrialisasi, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Subang terus mengalami peningkatan. Dari 4,74 persen tahun 2008 menjadi 4,77 persen di tahun 2009, dimana 6,30 persennya disumbangkan oleh industri manufaktur, padahal di tahun 2007 industri manufaktur hanya menyumbangkan 3,03 persen. Namun sebaliknya, sektor pertanian tanaman pangan terus mengalami penurunan. Dari 3,26 persen di tahun 2007, menjadi 2,28 persen di tahun 2008, dan naik sedikit menjadi 2,73 persen di tahun 2009 (BPS, 2007-‐2009). Hal ini jelas merupakan akibat dari berkurangnya lahan pertanian sawah yang telah berubah fungsi menjadi kawasan industri. Di tahun 2008 luas lahan sawah di Kabupaten Subang adalah seluas 85.555 Ha, berkurang menjadi 85.362 Ha di tahun 2009 dan menjadi 84.929 Ha di tahun 2010. Begitupun untuk lahan sawah yang sudah beririgasi teknis, dari 57.423 Ha pada tahun 2008 berkurang menjadi 54.766 Ha pada tahun 2011. Produksi padi di Kabupaten Subang pun terus mengalami penurunan dari 1.128.353 ton pada tahun 2009 menjadi 959.523 ton pada tahun 2010 (BPS, 2011). Padahal kebutuhan akan pangan baik di tingkatan regional maupun nasional terus mengalami peningkatan sebagai konsekuensi logis dari pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi.
8
Selain terhadap sektor pertanian, industrialisasi yang tidak ramah pun berdampak terhadap kerusakan lingkungan, karena tidak semua industri di Kabupaten Subang mengikuti petunjuk pemerintah dalam pemanfaatan Instalasi Pemanfaatan Limbah (IPAL); sebagaimana pencemaran sungai Cilamaya di Kecamatan Blanakan yang tercemari oleh limbah B3. Berdasarkan catatan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Subang, limbah tersebut berasal dari 2 perusaahan yang berada di Kabupaten Subang, 2 perusahaan di Kabupaten Purwakarta dan 1 Perusahaan di Kabupaten Karawang. Akibat sungai yang tercemar limbah selama 5 tahun, banyak petani Bandeng yang berada di Kecamatan Blanakan mengalami gulung tikar (inilahkora.com, 01/04/2013); tribunnews.com, 01/04/2013). Dengan strategisnya posisi Pemerintah Daerah dalam merumuskan kebijakan Perda RTRW, maka menjadi keniscayaan bagi Kelompok Kepentingan, sebagai representasi dari kepentingan masyarakat, untuk ikut terlibat dalam proses perumusannya. Tanpa adanya agregasi nilai yang dilakukan KORSI, bisa saja kepentingan Koalisi Fraksi Partai Politik yang mengusung penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru menjadi keputusan akhir dari kebijakan zonasi. Padahal dilihat dari sisi urgensitas pembangunan, hal yang terpenting bagi penataan ruang di Kabupaten Subang adalah bagaimana Pemerintah Daerah melalui Perda RTRW 2011-‐2013 mampu memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan supaya tetap tersedianya kebutuhan manusia hari ini dan di masa yang akan datang (UNECE, 2008: vi, 1; Nichersu & Iacohoaea, 2011: 67).
9
1.2. Rumusan Masalah Secara teoritis di dalam studi stakeholders dalam proses perumusan kebijakan publik, Partai Politik dan Kelompok Kepentingan memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik (Burstein & Linton, 2002:381). Keduanya merupakan bagian dari Nongovernmental Participan selain dari Media Masa, Think Thank dan Individu (Anderson, 2003: 56-‐64). Baik Partai Politik maupun Kelompok Kepentingan merupakan penjembatan kepentingan individu dengan pemerintah (Zeigler, 1992; Lapalombara & Anderson, 1992; Berry, 1995; Dye, 2002). Hanya saja Kelompok Kepentingan tidak memiliki perwakilan yang secara resmi bisa menduduki kursi legislative, sementara Partai Politik melalui fungsi rekrutmennya menjadi institusi resmi yang bisa menempatkan perwakilannya sebagai anggota legislatif (Amal et.al., 1988:xviii; UU No. 2/2008). Sehingga dalam proses perumusan kebijakan, Partai Politik lebih memiliki power dan resources untuk jauh lebih bisa mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik (Amal et.al., 1988; Burstein & Linton, 2002). Idealnya bahwa dengan legitimasi, power dan resources yang jauh lebih besar alternatif penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru yang diusung Fraksi PDIP dengan dukungan Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Gabungan Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) akan mampu menjadi keputusan akhir (decision making) dari Paripurna DPRD. Namun justru keputusan akhir dari paripurna DPRD memutuskan di Kabupaten Subang tetap hanya ada 7 zona sesuai dengan agregasi nilai yang diusung koalisi Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS, Fraksi Gabungan Karya Peduli Amanat Persatuan (KPAP). Padahal ketiga Fraksi ini hanya mememiliki 23 kursi di DPRD. Partai Demokrat sendiri sebagai
10
penentang utama hanya memiliki 9 kursi. Sementara Koalisi pengusung penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru menguasai lebih banyak kursi dengan total keseluruhan 27 kursi. PDIP sebagai inisiator merupakan partai pemenang Pemilu 2009 dengan perolehan 14 kursi atau menguasai hampir 30 persen dari total kursi DPRD Kabupaten Subang. Selain itu usulan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru yang diusung oleh Fraksi PDI pun dari Birokrasi mendapatkan dukungan dari BPMP (Badan Penanaman Modal dan Perijinan) Kabupaten Subang yang selama ini menjadi salah satu SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) berpengaruh dalam pembangunan di Kabupaten Subang. Hal itu tidak terlepas dari Tugas Pokok dan Fungsi BPMP sebagai pintu masuk bagi investor-‐ investor yang akan menanaman investasi di Kabupaten Subang. Sekalipun ada SKPD lain seperti Dinas Tata Ruang Permukiman dan Kebersihan (TARKIMSIH) dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, tetapi basis argumentasi kedua Dinas ini berdasar pada regulasi, padahal proses pengambilan kebijakan di DPRD sifatnya sangat politis yang berbasis pada transaksi kepentingan, sehingga penolakan yang disampaikan kedua Dinas ini tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap peta kekuatan politik di DPRD Kabupaten Subang.
11
Tabel. 1.4. Aktor-‐Aktor dalam Isu Penambahan 3 Kawasan Peruntukan Industri Baru Institusi
Pihak yang Mendukung
Pihak yang Menolak
DPRD/ Fraksi
Fraksi PDIP Fraksi Golkar Fraksi Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) (GRINDRA, HANURA, PKB dan PDK) Badan Penanaman Modal dan Perijinan (BPMP)
Fraksi Demokrat Fraksi PKS Fraksi Gabungan Karya Peduli Amanat Persatuan (KPAP) (PKPB, PAN, dan PPP) Dinas Tata Ruang Permukiman dan Kebersihan (TARKIMSIH) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Koalisi Rakyat Subang untuk Konstitusi (KORSI) Forum Mantan Anggota Legislatif (FORMAL)
Parpol
Birokrasi
CSO/ Gabungan Kelompok Kepentingan
Sumber: Hasil Pengolahan dari Tintahijau.com Di sinilah letak strategis penolakan yang dilakukan KORSI terhadap penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru. Tanpa adanya tekanan-‐tekanan politik yang dilakukan KORSI, agregasi nilai yang diusung Koalisi Fraksi Demokrat, Fraksi PKS, dan Fraksi Gabungan KPAP dan Dinas TARKIMSIH dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan tidak akan memiliki legitimasi dan kekuatan secara politik. Tekanan-‐tekanan politik yang dilakukan KORSI, baik secara langsung maupun tidak langsung, mampu merubah peta kekuatan koalisi Fraksi Partai Politik di DPRD, sehingga keputusan akhir Paripurna menjadi sesuai dengan agregasi nilai yang diperjuangkan oleh KORSI. Di sisi lain, media lokal, seperti; Pikiran Rakyat, Radar Karawang, tinjahijau.com dan inilah.com, sering memuat pemberitaan mengenai KORSI. Dari keempat media masa tersebut yang selalu update memberitakan peristiwa-‐peristiwa yang terjadi di wilayah
12
Kabupaten Subang adalah tintahijau.com, inilah.com dan Radar Karawang1. Baik tintahijau.com, inilah.com maupun Radar Karawang secara khusus selalu memuat aktivitas-‐aktivitas yang berkaitan dengan KORSI, seperti Konsolidasi, pernyataan pers, Demonstrasi dan aktivitas-‐aktivitas yang dilakukan oleh Kelompok Kepentingan bagian dari elemen KORSI di luar agenda KORSI. Sehingga KORSI pun mampu membangun opini publik atas nilai yang diperjuangkannya melalui media masa. Maka berdasarkan kegelisahan tersebut, Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah “Mengapa KORSI mampu mempengaruhi keputusan akhir dari kebijakan kawasan peruntukan industri di Kabupaten Subang, sehingga kawasan peruntukan industri pada Raperda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031 tetap hanya berada di 7 Kecamatan?” Rumusan masalah tersebut akan diturunkan ke dalam beberapa pertanyaan berikut ini: 1. Bagaimanakah KORSI terbentuk dan nilai-‐nilai apakah yang menjadi pemersatu sehingga 23 elemen Kelompok Kepentingan yang berbeda bisa bersatu di dalam KORSI? 2. Bagaimanakah
upaya-‐upaya
politik
yang
dilakukan
KORSI
untuk
mempengaruhi Fraksi-‐Fraksi Partai Politik di DPRD dan Pemberitaan Media Masa?
1
Pikiran Rakyat jangkauannya cukup luas untuk seluruh Wilayah Jawa Barat. Sementara Radar Purwakarta lebih banyak memuat peristiwa-‐persitiwa yang terjadi di Kabupaten Purwakarta.
13
3. Faktor apakah yang menyebabkan keberhasilan KORSI sehingga keputusan akhir dari penetapan kebijakan kawasan peruntukan industri pada Raperda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031 tetap hanya berada di 7 Kecamatan?
1.3.
Tujuan Penelitian Dengan menjawab berbagai pertanyaan sebagaimana dirumuskan di dalam
rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah akan berusaha memahami keberhasilan Koalisi Kelompok Kepentingan yang tergabung di dalam KORSI dalam mengartikulasikan kepentingan politiknya, sehingga keputusan akhir dari kebijakan kawasan peruntukan industri di dalam Perda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031 sesuai dengan artikulasi nilai yang diperjuangkannya. Secara teoritis hal ini tentunya akan menjadi temuan baru di dalam studi proses perumusan kebijakan publik. Dimana di dalam kesimpulan-‐kesimpulan sebelumnya, para ahli melihat bahwa dalam sistem politik demokrasi melalui mekanisme perwakilan, Partai Politik dengan suara mayoritas, melalui legitimasi, power dan resources yang dimilikinya, akan sangat menentukan keputusan akhir dari suatu proses perumusan kebijakan publik. Namun justru di dalam kasus ini, nilai yang diartikulasikan Koalisi Kelompok Kepentingan mampu menjadi keputusan akhir dari proses perumusan kebijakan, padahal nilai yang diartikulasikannya bertolak belakang dengan kepentingan Partai Politik yang memiliki suara mayoritas di DPRD. Oleh karenanya penelitian ini berkeinginan untuk mengetahui:
14
1. Terbentuknya KORSI dan nilai-‐nilai yang menjadi pemersatu di dalam KORSI, sehingga 23 elemen Kelompok Kepentingan yang berbeda bisa bersatu di dalamnya 2. Upaya-‐upaya politik yang dilakukan KORSI untuk mempengaruhi Fraksi-‐Fraksi Partai Politik di DPRD dan Pemberitaan Media Masa 3. Faktor yang menyebabkan keberhasilan KORSI sehingga keputusan akhir dari kebijakan kawasan peruntukan industri pada Perda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031 tetap hanya berada di 7 Kecamatan.
Adapun secara akademik, penilitian ini merupakan prasyarat untuk meraih gelar
MPA (Master of Public Administration) dengan konsentrasi Governance dan Kebijakan Publik pada program Pascasarjana Magister Adiministrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
15