1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Dalam hukum agraria nasional dikenal dengan siklus atau fungsi keagrariaan yang mempunyai bidang-bidang diantaranya Tata Guna Tanah, Landreform, Pendaftaran Tanah dan Pengurusan Hak Atas Tanah. Bidang-bidang hukum agraria nasional tersebut terikat dalam satu kesatuan yang utuh dan bulat. Pelaksanaan dari semua bidang harus terpadu dan tidak dapat dipilah-pilah, sehingga dari beberapa fungsi yang ada apabila ada yang tidak terpenuhi maka tujuan dari hukum agraria nasional akan mengalami hambatan untuk mencapainya dan akan mempengaruhi fungsi yang lain.1 Berdasarkan Penjelasan Umum Perarturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah di Indonesia jelas masih menjadi masalah, karena masih banyak bidang yang belum terdaftar. Dalam pendaftaran tanah, salah satu yang ingin dicapai adalah adanya pemberian perlindungan dan kepastian hukum kepada pemegang hak yaitu dengan diberikannya sertifikat. Penerbitan sertifikat tanah merupakan fungsi yang sangat penting yaitu sebagai alat bukti bagi pemegang hak atas tanah. Dengan adanya sertifikat ini pemegang hak atas tanah lebih mendapat jaminan kepastian dan perlindungan hukum. Hal tersebut jelas berkaitan dengan tujuan diundangkannya UUPA sebagaimana yang dimuat dalam Penjelasan Umum
1
Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum dan Politik Agraria,Karunia Jakarta, Jakarta, Hlm 6.1.
2
angka (1) yaitu : (1) meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan & keadilan bagi negara & rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil & makmur; (2) meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan & kesederhanaan hukum pertanahan; dan (3) meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dalam rangka mencapai tujuan meletakkan dasar-dasar adanya kepastian hukum tersebut UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 19 ayat (1). Secara lebih detail isi dari pasal 19 ayat (1) adalah : untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan perarturan pemerintah. Ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan bagi pemerintah. Kepada pemegang Hak Milik, kewajiban mendaftarkan tanah diatur dalam Pasal 23 UUPA, sedangkan kepada pemegang Hak Guna Usaha diatur dalam Pasal 32 UUPA, dan kepada pemegang Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 38 UUPA. Untuk pemegang Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, kewajiban mendaftarkan haknya diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966. Dari ketentuan pasal-pasal dalam UUPA ini kemudian dilaksanakan dengan Perarturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menggantikan Perarturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah 24
3
Tahun 1997 adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/Ka.BPN) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tujuan Pendaftaran Tanah yaitu : (1) untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; (2) untuk menyediakan informasi
kepada pihak-pihak
yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; dan (3) untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.2 Berdasarkan Penjelasan Umum Perarturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah didaftar. Sehubungan dengan hal ini, sampai sekarang pun juga mengalami hal yang sama seperti di desa Beran, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. 2
Perarturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
4
Desa Beran terdiri dari Sembilan dusun yaitu Pojok, Jenggot, Balong, Beran (1), Beran (2), Wareng, Karangrejo, Belukan, dan Ingahrejo, yang memiliki 5377 jumlah bidang tanah. Berdasarkan penjelasan Kepala Desa Beran, Bapak Supriyadi, S.H masih banyak tanah yang belum didaftarkan, baik itu pendaftaran pertama kali maupun pemeliharaan data. Dari 5377 jumlah bidang tanah tercatat kurang lebih 3400 jumlah bidang tanah3 yang sudah disertifikatkan, sisanya masih ada yang dalam proses pensertifikatan dan belum diproses. Jumlah bidang tanah yang belum disertifikatkan ada 1977 atau sekitar 30% (persen). Masih banyak warga Desa Beran yang belum mendaftarkan tanahnya dimungkinkan adanya hambatan baik dalam proses pendaftaran tanah maupun dari sumber daya manusianya. Aparat Pemerintah baik itu Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi atau Kepala Desa Beran sudah memberikan upaya atau program agar masyarakat khususnya Desa Beran bersedia mendaftarkan hak atas tanahnya, namun pada kenyataannya banyak masyarakat yang mengabaikan hal ini. Sebagaimana pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh aparat pemerintah pada umumnya, pendaftaran tanah sangat dimungkinkan adanya hambatan-hambatan. Berdasarkan uraian di atas maka Pendaftaran Tanah hingga saat ini masih menjadi bahan yang menarik untuk diteliti, sehingga Penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum dengan judul “Pendaftaran Tanah di Desa Beran, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur”.
3
Wawancara dengan Kepala Desa Beran Bapak Supriyadi, S.H
5
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, dapat dirumuskan beberapa rumusan sebagai berikut : 1.
Mengapa masyarakat Desa Beran masih ada yang belum untuk mendaftarkan hak atas tanahnya?
2.
Apakah hambatan dari Kantor Pertanahan dan masyarakat Desa Beran dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Desa Beran?
3.
Bagaimana upaya dari aparat pemerintah (Kepala Desa dan Kantor Pertanahan) dalam mengatasi banyaknya masyarakat yang belum mendaftarkan tanahnya?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui mengapa masyarakat Desa Beran masih banyak yang belum mendaftarkan hak atas tanahnya. b. Untuk mengetahui apa yang menjadi hambatan pendaftaran tanah di Desa Beran. c. Untuk mengetahui upaya dari aparat Pemerintah khususnya Kepala Desa dan Kantor Pertanahan dalam mengatasi banyaknya masyarakat yang belum mendaftarkan tanahnya.
6
2.
Tujuan Subyektif a. Untuk memperluas wawasan penulis dalam bidang Hukum Agraria, dan mencoba mengembangkan teori yang diterima selama perkuliahan dan belajar menulis suatu karya ilmiah. b. Untuk memperoleh data yang diperlukan guna menyusun penulisan hukum sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D.
Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian ini telah dilakukan penelusuran penelitian pada berbagai referensi dan hasil penelitian serta media cetak maupun elektronik. Peneliti menyatakan bahwa penelitian yang berjudul “Pendaftaran Tanah di Desa Beran, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur” belum pernah penulis temukan. Kendati demikian, sebelumnya telah ada penulisan hukum yang penulis temukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang berkaitan dengan tema Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, sebagai berikut : 1.
Penulisan hukum yang dilakukan oleh Noveriusman Zebua yang berjudul “Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kabupaten Nias” tahun penyusunan 2006. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum Noveriusman Zebua adalah : Bagaimana pelaksanaan pendaftaran hak milik atas tanah di kecamatan Idana Gawo dan Kecamatan Gido di Kabupaten Nias. Hasil penelitian yang
7
dilakukan adalah bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah di wilayah Kabupaten Nias dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Nias Seksi Pengurusan Hak Atas Tanah yang dibantu oleh camat selaku kepala wilayah dan selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah serta dibantu oleh Kepala desa pada masing-masing wilayah kerjanya. Berdasarkan faktanya, Pelaksanaan pendaftaran tanah di wilayah kabupaten Nias masih belum dapat memenuhi cita-cita dan harapan yang ingin dicapai berdasarkan UUPA Jo PP Nomor 24 Tahun 1997 dan Kantor Pertanahan di kabupaten Nias belum sepenuhnya melaksanakan Tap MPR Nomor IV/MPR/1978 Jo Keppres Nomor 7 Tahun 19794 dalam hal ini adalah perwujudan terselanggaranya Tertib Administrasi Pertanahan. 2.
Penulisan hukum yang dilakukan oleh Suherman yang berjudul “Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan di Kabupaten Sleman” tahun penyusunan 2009. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum Suherman adalah : Ditetapkannya ketentuan bebas biaya pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan, apakah hal ini mendorong para ahli waris untuk segera mendaftarkan peralihan hak atas tanahnya serta bagaimana upaya yang dilakuakan oleh Kantor Pertanahan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya pendaftaran peralihan hak atas tanah demi terjamin tertib administrasi dalam bidang pertanahan. Dari hasil penelitian, walaupun sudah dikenakan bebas biaya
4
Tap MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Pembangunan Bidang Pertanahan yang Diarahkan pada Penataan Kembali Penggunaan, Pemguasaan dan Pemilikan Tanah, yang ditindaklanjuti oleh Keppres Nomor 7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan
8
pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan, tidak menjadikan warga di kabupaten Sleman segera melakukan pendaftaran tanah karena sangat kurangnya sosialisasi atau penyuluhan hukum khususnya hukum pertanahan kepada masyarakat kabupaten Sleman. Dari hasil jawaban masyarakat yang menajdi responden menjawab tidak tahu akan adanya ketentuan bebas biaya pendaftaran peralihan hak milik atas tanah dilakukan dalam waktu enam bulan sejak meninggal pewaris. Dari fakta ini maka upaya yang dilakukan dari Kantor Pertanahan adalah menyelenggarakan penyuluhan atau sosialisasi pada masyarakat yang memuat materi penyuluhan pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah karena peristiwa pewarisan demi memberikan perlindungan pada ahli waris dan ,menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah, serta memberikan kemudahan pelayanan dengan adanya Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dan Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah (LARASITA). 3. Penulisan hukum yang ditulis oleh Risca Mery Adriaty yang berjudul “Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Banten” tahun penyusunan 2011. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum Risca Mery Adriaty adalah : Bagaimana respon pelaku UMK terhadap kegiatan pendaftaran tanah pelaku UMK di kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang Banten. Berdasarkan penelitian sebagian besar pelaku UMK mengetahui adanya pendaftaran tanah pelaku UMK dari pengumuman yang ditempel di Kantor Kepala Desa dalam bentuk surat edaran. Para pelaku UMK yang mengetahui
9
pengumuman umumnya adalah pelaku UMK yang bertempat tinggal dekat dengan kantor kepala desa. Peneyebran informasi oleh ketua RT hanya aktif pada lingkungan RT yang dekat dengan kantor Kepala Desa, selebihnya penyebaran informasi dilaksanakan dari mulut ke mulut. 4. Penulisan hukum yang ditulis oleh Yetti Setyaningrum yang berjudul “Pelaksanaan Pendaftaran Tanah dalam LMPDP (Land Management And Policy Develeopment Project) di Kabupaten Bantul” tahun penyusunan 2009. Sebagai permasalahan dalam penulisan hukum Yetti Setyaningrum adalah : Apa yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan pendaftaran dalam LMPDP periode 2005-2007 di
kabupaten Bantul. Dari hasil penelitian, faktor
pendukungnya adanya pelayanan pada masyarakat yaitu kemudahan dalam pengurusan surat-surat kelengkapan data yuridis masyarakat sebagai subjek hak atas tanah, misalnya dalam perpanjangan KTP. Selain itu adanya keringanan untuk pembayaran BPHTB yaitu untuk pendaftaran peralihan hak karena warisan, masyarakat hanya dikenai pajak sebesar 25% dari pajak yang seharusnya dibayar. Berdasarkan pengamatan penulis terhadap judul penulisan hukum, rumusan masalah, tujuan penelitian, obyek penelitian maupun tempat penelitian terdapat perbedaan antara keempat penulisan hukum yang penulis sebutkan diatas dengan penulisan hukum yang dibuat oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dan penulisan hukum yang dilakukan berkaitan dengan tema “Pelaksanaan Pendaftaran Tanah demi Mewujudkan Tertib Adminstrasi Pertanahan” belum pernah dilakukan dan juga memiliki perbedaan terhadap penulisan hukum yang telah ada
10
sebelumnya sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penulisan hukum ini adalah asli.
E.
Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu hukum secara umum, khususnya dalam bidang Hukum Agraria, atau lebih khusus bidang hukum Pendaftaran Tanah yaitu mengenai pelakasanaan pendaftaran tanah demi terwujudnya tertib administrasi pertanahan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dibaca oleh masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum pada khususnya, sehingga dapat memberikan pengetahuan mengenai tanah.
pelaksanaan pendaftaran hak milik atas