BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia sangat terkenal dengan negara agraris dimana hampir sluruh warga negaranya mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan bergerak di sektor pertanian. Di seluruh Indonesia ada sekitar 51.4 juta hektar lahan kering, dimana sekitar 70% di antaranya dikelola dengan berbagai tipe usahatani lahan kering. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah keadaan bio-fisik lahan kering yang sangat beragam dan sebagian sudah rusak atau mempunyai potensi sangat besar untuk menjadi rusak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan kebijakan-kebijakan penajaman teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan dan kebijakan kelembagaan penunjang operasional. Pembangunan pertanian yang sedang digalakkan oleh pemerintah dewasa ini, diarahkan untuk mencapai sasaran berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Pembangungan diharapkan berkelanjutan dengan strategi pembangunan yang berwawasan lingkungan, yakni pemanfaatan sumberdaya alam yang ditindaklanjuti dengan upaya rehabilitasi, sehingga komponen keanekaragaman hayati yang didayagunakan dapat terus hidup, tumbuh, berkembang dan tidak merusak ekosistem yang ada (Soemarwoto, 1992). Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, selain melalui peremajaan dan rehabilitasi, pengembangan dan pemanfaatan
1
teknologi tepat guna, juga penganekaragaman komoditi, penyuluhan dan penigkatan efisiensi dan penyediaan sarana dan prasarana. Pemanfaatan lahan yang terlanjutkan berkaitan erat dengan lingkungan dan pembangunan, yaitu pembangungan yang berusaha memenuhi kebutuhan kini dan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat tertentu meliputi: biosfer, atmosfer, tanah, hidrologi, populasi tanaman, binatang dan hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang yang mempengaruhi pemanfaatan lahan sekarang dan yang akan datang (FAO, 1976). Lahan merupakan sumberdaya alam dengan sifat tetap dalam hal luasannya, sedangkan kebutuhan lahan untuk berbagai macam keperluan seperti pertanian,
permukiman,
kawasan
industri,
dan
sebagainya
semakin
meningkat. Evaluasi lahan ini dinilai penting karena pada kenyataannya banyak dijumpai adanya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kesesuaian lahannya. Penelitian ini menekankan pada analisis persyaratan tumbuh untuk setiap jenis tanaman pangan. Karakteristik topografi, iklim, geologi, tanah dan vegetasi yang menutupinya sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan sehingga optimalisasi produksi didapat dari penanaman jenis tanaman yang sesuai dengan kelas lahan tersebut. Selama ini, pemanfaatan lahan hanya sebatas mencukupi kebutuhan pangan masyarakat masyarakat,
setempat. serta
Kendala
lingkungan,
kondisi
sentuhan
teknologi
keterbatasan
2
sosial yang
ekonomi adaptif
mengakibatkan kualitas, produktivitas dan stabilitas sistem usaha tani masih terbatas. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kesesuaiannya, akan mengakibatkan produktivitas dan kualitas lahan menurun, serta tidak berkelanjutan. Menghindari hal tersebut, maka peranan evaluasi lahan untuk mendukung perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan sangat besar. Evaluasi lahan membantu dalam memperoleh nilai kesesuaian lahan yang berfungsi untuk mengetahui bagaimanakah pemanfaatan lahan secara optimal sesuai dengan kelas kesesuaiannya. Potensi lahan tersebut dapat dioptimalkan dalam rangka pengembangan nilai produktivitas tanaman pangan di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Lahan di Kabupaten Sleman yang didominasi oleh perbukitan struktural memiliki karakteristik spesifik, baik dari aspek tanah, hidrologi, maupun dalam penggunaan lahan. Berdasarkan karateristik lahan tersebut dapat dibuat evaluasi lahan yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui penggunaan lahan secara optimum di daerah tersebut. Sleman adalah salah satu daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Komoditas unggul yang paling beragam di Daerah Istimewa Yogyakarta pun terdapat pada Kabupaten Sleman yang memiliki beranekaragam komoditas unggul yaitu: padi, jagung, semangka, cabe merah, kelapa, durian, manggis, mangga, rambutan, tanaman biofarma (seperti jahe dan kencur), pisang, teh, kopi, dan kakao. Berdasarkan hasil Pendataan Usaha Tani 2009 terdapat 51.877 Rumah
3
Tangga Tani yang mengusahakan tanaman Padi, Jagung, Kedelai dan Tebu (PJKT). Persentase terbesar adalah Padi yaitu 54,30 %, kemudian Jagung sebesar 32,72 %, Kedelai sebesar 12,95 % dan Tebu sebesar 0,04 %. Kecamatan Pakem merupakan daerah yang masih sangat luas bagus perkembangannnya di dalam bidang pertanian. Hal ini membuat masyarakat di kecamatan ini banyak yang memanfaatkan lahan mereka sebagai lahan pertanian tanaman padi dan pisang setelah dilakukan penelitian lapangan. Penggunaan lahan yang paling menguntungkan merupakan suatu keputusan yang bijaksana dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama secara lestari (Sitorus, 1985). Melihat kenyataan ini maka tentu saja pendapatan petani hanya tergantung pada tanaman padi saja, meskipun ada beberapa petani yang menanam tanaman pangan pada tepian sawah selam musim tanam padi yang dapat menambah pendapatan petani. Hortikultura (Horticulture) berasal dari Bahasa Latin ‘hortus’ yang artinya kebun dan ‘colere’ yang artinya membudidayakan. Jadi hortikultura adalah membudidayakan tanaman di kebun. Budidaya di kebun bersifat lebih intensif, padat modal dan tenaga kerja. Namun, hortikultura akan akan menghasilkan pengembalian, apakah berupa keuntungan ekonomi atau kesenangan pribadi, yang sesuai dengan usaha yang intensif tersebut. Praktek hortikultura merupakan tradisi yang telah berkembang sejak sangat lama. Hortikultura merupakan perpaduan antara ilmu, teknologi, seni, dan ekonomi. Praktek hortikultura modern berkembang berdasarkan pengembangan ilmu
4
yang menghasilkan teknologi untuk memproduksi dan menangani komoditas hortikultura yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi maupun kesenangan pribadi. Tanaman hortikultura yang ada di Indonesia saat ini telah banyak yang terdesak oleh tanaman impor. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan berdampak buruk pada perekonomian negara ini. Tanaman hortikultura ini diharapkan dapat menjadi penyeimbang tanaman hortikultura yang diimpor dari negara lain dan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Penanaman tanaman pangan dan tanaman hortikultura ini terkadang dalam pola penanamannya ditumpangsarikan dengan tanaman musiman yang lain. Penanaman dengan menggunakan pola seperti ini dapat meningkatkan nilai tambah suatu penggunaan lahan,selain penanaman dengan pola ini dapat meningkatkan nilai ekonomis pendapatan petani. Keberhasilan suatu kegiatan pertanian salah satunya ditentukan oleh produksi tanaman, apabila pertumbuhan dan produksi tanaman baik, maka petani dapat menimbang pengeluaran dengan bentuk tenaga dan usaha untuk memperoleh kualitaas dan kuantitas produksi yang baik. Evaluasi kesesuaian lahan ini dinilai penting karena pada kenyataannya banyak dijumpai adanya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kesesuaian lahannya. Penelitian ini menekankan pada analisis persyaratan tumbuh untuk jenis tanaman padi dan tanaman pisang. Karakteristik topografi, iklim, geologi, tanah dan vegetasi yang menutupinya sangat menentukan tingkat kesesuaian lahan sehingga optimalisasi produksi didapat dari penanaman jenis tanaman yang sesuai dengan kelas lahan
5
tersebut. Selama ini, pemanfaatan lahan hanya sebatas mencukupi kebutuhan pangan masyarakat setempat. Kendala lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat,
serta
keterbatasan
sentuhan
teknologi
yang
adaptif
mengakibatkan kualitas, produktivitas dan stabilitas sistem usaha tani masih terbatas. Selain kondisi fisik suatu area, kepadatan penduduk dan jenis mata pencaharian penduduknya juga berpengaruh. Semakin padat penduduk suatu wilayah, maka akan menimbulkan semakin padatnya juga jenis penggunaan lahan yang ada, bisa saja berupa areal permukiman, sehingga kualitas tenaman pangan akan semakin berkurang. Begitu pula dengan jenis mata pencaharian penduduknya, hal ini dilihat dari jenis angakatan kerja yang sangat banyak sekali di bidang pertanian, apabila semakin banyak penduduk yang bergerak dan bekerja di bidang pertanian maka akan semakin baik pula dalam mengelola suatu lahan pertanian di daerah tersebut. Upaya tersebut dilakukan untuk optimalisasi pengelolaan dan produksi pada lahan dan juga mengoptimalkan hasil produksinya. Nilai produktivitas tanaman pangan akan lebih baik jika pemanfaatan lahan lebih optimum. Namun kondisi petani-petani di lahan tersebut kurang mendukung optimalnya pemanfaatan lahan tersebut. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan seperti: minimnya pengetahuan, alasan ekonomi, keterbatasan lahan, kondisi alam dan alat. Selama ini kebanyakan petani memanfaatkan lahan pertaniannya untuk jenis tanaman tertentu yang menguntungkan dan untuk kebutuhan
sehari-hari
sehingga
kurang
memperhatikan
kelestarian
sumberdaya lahan. Perlunya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan
6
maka survei evaluasi lahan digunakan sebagai dasar dalam peningkatan produktivitas tanpa merusak kelestarian sumberdaya lahan. Evaluasi sumberdaya lahan tersebut dinilai penting dalam perencanaan penggunaan lahan yang didasarkan pada kemampuan dan kesesuaian lahan. Produktivitas pertanian
tanaman
pangan
tersebut
diperlukan
dalam
memberikan
rekomendasi jenis tanaman pangan yang memiliki nilai produktivitas optimal bagi lahan.
1.2. Rumusan Masalah Lahan memiliki banyak fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam usaha meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam usaha penggunaan lahan pertanian, hal ini berkaitan erat dengan peningkatan produksi dan hasil yang tinggi, maka tanaman yang akan diusahakan pada suatu lahan harus disesuaikan dengan kelas kesesuaian lahannya Usaha tani pada lahan pertanian dapat dikatakan sebagai sumber pendapatan yang diandalkan. Permasalahan yang sering terjadi adalah luas kepemilikan lahan yang sempit, kondisi alam, dan tingkat produktivitas lahan yang rendah. Selain itu kondisi sosial ekonomi menyebabkan pemanfaatan lahan ini kurang optimal. Oleh karena itu penulis memformulasikan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sebaran kelas kesesuaian lahan di daerah penelitian? 2. Faktor – faktor pembatas apa saja yang berpengaruh terhadap kesesuaian lahan tanaman padi dan tanaman pisang?
7
3. Daerah mana saja di Kecamatan Pakem yang sesuai untuk tanaman padi dan tanaman pisang dengan bantuan citra Quickbird?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kelas kesesuaian lahan, mengkaji dan serta mengklasifikasikan kesesuaian lahan beserta faktor - faktor pembatasnya untuk tanaman padi dan pisang 2. Mengkaji kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi daerah yang sesuai untuk ditanami tanaman padi dan tanaman pisang di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman
1.4. Sasaran Penelitian 1. Kelas kesesuaian lahan untuk mengetahui karakteristik lahan. 2. Arahan penggunaan lahan yang tepat. 3. Optimalisasi lahan dengan pemanfaatan penggunaan lahan.
1.5. Kegunaan Penelitian 1. Memberikan evaluasi sumberdaya lahan untuk optimalisasi lahan sesuai dengan pengembangan ilmu geografi. 2. Memberikan informasi kesesuaian lahan tanaman pangan dan tanaman hortikultura serta memberikan pertimbangan bagi pemerintah daerah
8
setempat untuk masukan dalam pengembangan pertanian dan pemanfaatan lahan.
1.6. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.6.1
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui sebuah analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Keifer, 1979). Caranya dengan mendeteksi gelombang elektromagnetik yang datang dari objek tersebut, baik yang dipantulkan, diemisikan maupun dihamburkan balik. Tiga macam proses yang dikenal dalam penginderaan jauh yaitu pengumpulan data, pengolahan data serta analisa data. Proses pengumpulan data meliputi energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi energi dengan kenampakan di permukaan bumi, sensor, wahana yang dapat berupa pesawat terbang, satelit atau wahana lain dan hasil bentukan data yang berupa cetak kertas atau data digital (Lillesand dan Kiefer, 1994). Pengertian penginderaan jauh sebagai suatu sistem adalah data penginderaan jauh merupakan serangkaian komponen yang saling terkait dan terkoordinasi yang diharapkan dapat menghasilkan tujuan tertentu (Sutanto, 1986)
9
Sistem penginderaan jauh satelit secara umum terdiri dari objek permukaan bumi yang diindera atau diamati menggunakan sensor pengamat yang diletakkan pada wahana satelit yang bergerak pada orbitnya dengan pengamatan yang berulang dan liputan yang luas. Penginderaan jauh secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis. Pertama adalah sensor pasif. Sensor ini merekam energi radiasi yang dipantulkan oleh objek atau wilayah yang diindera. Pantulan energi matahari adalah sumber energi radiasi yang paling umum direkam oleh sensor pasif. Contoh dari penginderaan jauh sensor pasif adalah mata, teleskop optik dan radiometer. Kedua adalah Sensor aktif yang menggunakan tenaga sendiri untuk mendapatkan rekaman dari objek yang diindera. Sensor aktif akan memancarkan radiasi kepada objek yang diindera dan kemudian mendeteksi dan mengukur radiasi yang dipantulkan atau dihamburkan oleh objek.
1.6.2 Citra Satelit Quickbird Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Quickbird. Citra Quickbird merupakan salah satu bukti perkembangan teknologi satelit yang memiliki resolusi spasial tinggi. Satelit Quickbird dari Digital Globe ini diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 dengan peluncur Boeing Delta II di Vandenberg Air Force Base, California.
Satelit ini mengorbit
secara sun synchronous atai
sinkkron matahari yang berarti orbit satelit berputar dengan arah
10
gerakan utara – selatan, sementara bumi berotasi dengan arah barattimur, hal ini memungkinkan untuk meliput hampir semua bagian permukaan bumi dalam suatu periode waktu tertentu. Citra Quickbird memiliki lebar swath 16,5 km x 16,5 km pada nadir. Ketinggian orbit 450 km dengan inklinasi orbit 97,2 derajat. Citra Quickbird dalam melintasi bumi memerlukan waktu 93,5 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7,1 km/ detik. Pada orbit ini satelit Quickbird akan melewati daerah equator secara tetap dan akan memotret
daerah
equator kurang lebih pada pukul 10.30. Citra Quickbird mempunyai kemampuan 8 bit piksel yang berarti memiliki 256 tingkat keabuan (gray scale). Citra Quickbird memiliki kemampuan untuk merekam kembali (resolusi temporal) dalam jangka waktu 1 – 3,5 hari ( Digital Globe, 2002). Resolusi temporal yang sangat cepat ini memberikan kemudahan bagi pengguna data untuk memperbaiki dan memperbarui data secara cepat pada daerah yang luas. Danoedoro ( 1996) menyebutkan Citra Quickbird memiliki resolusi spasial 0,61 meter – 0,72 meter untuk saluran pankromatik (panjang gelombang 0,45 – 0,9 µ m), biru (panjang gelombang 0,45 – 0,52 µ m), hijau (panjang gelombang 0,52 – 0,6 µ m), merah (panjang gelombang 0,63 – 0,69 µ m) dan inframerah dekat (panjang gelombang 0,76 – 0,9 µ m). Dengan karakteristik tersebut citra Quickbird dinyatakan sebagai citra satelit penginderaan jauh yang memiliki resolusi tinggi, yang mulai banyak digunakan untuk aplikasi
11
bidang ilmu kekotaan hingga sebagian daerah pedesaan. Citra ini mampu memberikan informasi kekotaan yang lebih rinci dibanding citra – citra pendahulunya sehingga diyakini penel;itiaan yang mengkaji wilayah sempit yang dilakukan dengan menggunakan media citra ini akan memperoleh hasil yang lebih maksimal. Produk citra Quickbird ini tersedia dalam 3 jenis citra yang berbeda, yaitu :
• Citra Dasar (Basic Imagery) Citra ini merupakan citra yang paling sedikit diproses. Citra ini sudah mengalami pemrosesan berupa koreksi dari distorsi radiometrik, geometrik sensor internal, distorsi optikal, dan distorsi sensor. Citra ini tidak memiliki geo referensi dan tersedia dalam pilihan hitam putih atau multispektral serta bundle (hitam putih dan multispektral). Resolusi spasial citra dasar tergantung pada sudut off-nadir pada saat perekaman citra. Citra yang direkam lebih dekat dengan nadir memiliki jarak sampel tanah (ground sampel distante) yang lebih kecil daripada citra yang direkam jauh dari nadir.
• Citra Baku (Standard Imagery) Citra ini memiliki produk citra yang sudah dikalibrasi radiometrik, dikoreksi dari distorsi sensor dan distorsi yang disebabkan atau wahana. Citra ini cocok untuk pengguna untuk kepentingan analisis yang lebih akurat dan luas. Citra standar ini
12
merupakan produk berbasis area, yang artinya
bahwa produk ini
dibatasi oleh area of interest yaitu pilihan pemesanan tanpa referensi scene citra.
• Citra terkoreksi (Orthorectified Imagery) Citra ini merupakan produk dengan koreksi terrain, dikalibrasi radiometrik, dikkoreksi dari distorsi sensor dan distorsi akibat platfrom atau wahana, dan dipetakan dalam proyeksi kartografis. Produk ini bisa digunakan untuk analisis Sistem Informasi Geografis dan bisa digunakan sebagai citra untuk peta dasar bagi variasi terapan yang luas dimana ketelitian tinggi sangat diperlukan. Citra ini merupakan produk berbasis area, dimana produk ini dibatasi oleh area of interest menurut kepentingan pemesanan tanpa referensi scene citra. Citra teroktorektifikasi ini tersedia dalam produk hitam putih, multispektral, berwarna dan produk pan-sharpened.
1.6.3 Pengertian Lahan Menurut FAO (1976), lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat (Arsyad, 1989). Lahan juga dapat diartikan sebagai kenampakan muka daratan
13
beserta segala gejala di bawah permukaannya yang berhubungan dengan pemanfaatan bagi manusia (Tejoyuwono, 1989 dalam Tandisalla, 2002). Menurut Dent dan Young (1981), lahan terdiri dari semua elemen dari lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi potensi penggunaan lahan. Lahan tidak hanya mengacu pada tanah tapi juga berkaitan dengan kenampakan geologi, bentuklahan, iklim dan air, penutup lahan dan fauna, termasuk di dalamnya serangga dan mikroorganisme.
Hampir setiap
aktivitas manusia
melibatkan
penggunaan lahan dan karena jumlah dan aktivitas manusia bertambah besar, maka lahan menjadi sumberdaya alam yang langka (Rae dan Burnham, 1981). Lahan yang merupakan sumberdaya alam dengan sifat yang tetap dalam hal luasannya, namun kebutuhan lahan untuk berbagai macam keperluan terus meningkat maka terjadi tekanan terhadap lahan demi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Salah satu pemanfaatan lahan yaitu di bidang pertanian, pertanian sendiri merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun perekonomian, dan berperan sebagai sumber penghasil bahan makanan pokok dari berbagai jenis tanaman pangan pertanian. Di dalam memilih lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu, perlu menilai persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan dengan mengetahui sifat-sifat tanah dan mengidentifikasi atau membatasi lahan yang mempunyai sifat tanah yang diinginkan.
14
1.6.4 Tanaman Pangan Tanaman pangan dapat berupa padi, jagung, ketela pohon yang merupakan kebutuhan makanan pokok dan harus mendapat perhatian lebih dalam suatu lahan pertanian. Tanaman pangan tersebut mempunyai kandungan karbohidrat tinggi, menghasilkan sumber tenaga, sehingga manusia dapat bekerja dan melakukan aktivitasnya. Setiap jenis tanaman pangan memiliki syarat untuk tumbuh dan berproduksi yang berbeda-beda. Menurut Djaenudin dkk (1997), syarat tumbuh untuk jenis tanaman padi, jagung, dan ketela adalah sebagai berikut : 1. Padi Padi dapat tumbuh pada temperatur optimum antara 24-29°C, namun suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23°C dengan curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Tanah yang cocok adalah tanah yang memiliki kedalaman lebih dari 60 cm dengan ketebalan tanah pada lapisan atas antara 18-22 cm, drainase terhambat, tekstur pasir berlempung sampai liat, reaksi tanah (pH) antara 5,5-7,0. Tanaman padi di Indonesia pada mulanya diusahakan di daerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi dapat hidup di
15
daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 01500 mdpal. 2. Jagung Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di dataran rendah, seperti: tegalan, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Sebagian terdapat juga didaerah pegunungan pada ketinggian 1000-1800 mdpal. Tanah yang sesuai yaitu gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Tanah lempung berdebu adalah
yang
paling
baik
bagi
pertumbuhannya,
dengan
permeabilitasnya sedang, drainase agak cepat hingga baik. Keasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,57,0. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung dengan arah penanaman tegak lurus terhadap miringnya tanah, tujuannya untuk mencegah erosi yang berat saat turun hujan besar. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari. Bila tidak mendapat penyinaran mataharai hasilnya akan berkurang. Jagung dapat tumbuh pada temperatur 16-32°C, dan yang optimum antara 20-27°C. Curah hujan berkisar 5005000mm/th, dan yang optimum antara 1000-1500mm/th.
16
3. Ketela Ketela dapat tumbuh pada kisaran temperatur antara 18-35°C, sedangkan yang optimum berkisar antara 22-28°C, curah hujan yang diperlukan berkisar antara 500-4000 mm selama masa pertumbuhan. Tanaman ketela pohon tidak menghendaki adanya genangan banjir. Persyaratan tanah untuk ketela pohon adalah dengan kedalaman tanah minimum 20 cm dan yang optimum >100 cm, permeabilitas sedang, drainase agak cepat sampai baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur geluh lempung berpasir sampai lempung berpasir dengan pH antara <4-8,5 dan optimumnya antara 5,5-6,5. Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah bertekstur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu porus serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik. Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10700 mdpal, sedangkan toleransinya antara 10-1500 mdpal. Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela pohon sekitar 10°C. Bila suhunya < 10°C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman
17
ketela pohon sekitar 10 jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
1.6.5 Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumberdaya lahan (Young, 1976). Di dalam perencanaan penggunaan lahan pertanian untuk memperoleh hasil produksi yang optimal diperlukan tindakan evaluasi lahan. Evaluasi lahan ini dinilai penting dalam penggunaan lahan pertanian, karena adanya kenyataan tiap-tiap jenis tanaman memiliki persyaratan tumbuh yang berbeda-beda. Menurut FAO (1976), evaluasi lahan merupakan proses pemikiran perkiraan dari suatu pernyataan lahan, apabila akan digunakan untuk tujuan tertentu, yang memerlukan suatu survei dan studi serta interpretasi gatra-gatra lahan, dengan tujuan mengidentifikasi dan membuat perbandingan dari macam penggunaan lahan sesuai tujuan evaluasi. Evaluasi lahan merupakan proses membandingkan dan menginterpretasi data tentang tanah, vegetasi, iklim, dan aspek-aspek lain dari lahan (Vink, 1975). Tujuan dari evaluasi lahan adalah untuk menetapkan alternatif-alternatif penggunaan lahan tersebut dalam konteks sosial ekonomi, sehingga dapat dikatakan bahwa evaluasi lahan sebagai jembatan penghubung antara komponen-komponen
18
fisik, biologi, teknologi dengan sasaran sosial ekonomi yang ingin dicapai dalam suatu bentuk penggunaan lahan tertentu. Salah satu tahapan penting di dalam pelaksanaan evaluasi fisik lahan untuk menilai kemampuannya adalah menentukan dan memperoleh informasi tentang karakteritik dan kualitas lahan, sehingga diketahui tingkat kesesuaian lahannya. Karakteristik lahan meliputi semua faktor lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, antara lain: tekstur tanah, kemiringan lereng, persentase batu permukaan (Puslitanak, 1993). Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan sering mempunyai interaksi satu dengan lainnya. Dengan demikian dalam interpretasi perlu mempertimbangkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan, misalnya ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan oleh jumlah bulan kering dan banyaknya curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang diserap tanaman tertentu tergantung pula pada kualitas lahan lain, yaitu kondisi perakaran, tekstur tanah, dan kedalaman efektif. Jadi kualitas lahan tidak lain merupakan dari kumpulan atau interaksi dari berbagai karakteristik lahan. Tabel 1.1. di bawah ini menyajikan mengenai kualitas dan karakteristik lahan yang perlu dinilai sebagai dasar dalam penilaian evaluasi lahan.
19
Tabel 1.1. Kualitas dan Karakteristik Lahan dalam Penilaian Evaluasi Lahan
No. 1. 2.
Simbol Tc Wa
Kualitas Lahan Temperatur Ketersediaan Air
3. 4.
Oa Rc
Ketersediaan Oksigen Media Perakaran
5.
Nr
Retensi Hara
6. 7.
Xc Eh
Toksisitas Bahaya Erosi
8. 9.
Fh Lp
Bahaya Banjir Penyiapan Lahan
Karakteristik Lahan Temperatur rerata tahunan (◦C) Curah Hujan (mm) Lamanya masa kering (bulan) Drainase tanah Tekstur tanah Kedalaman efektif tanah (cm) KTK tanah (me/100 gram tanah) pH(H2O) Kejenuhan basa (%) C-Organik (%) Salinitas (mmhos/cm) Lereng (%) Bahaya Erosi Genangan Batu di permukaan (%) Singkapan batuan
Sumber : Puslittanak (1997) Sitorus (1985) menyatakan bahwa, evaluasi sumberdaya lahan adalah proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai
penggunaan.
sumberdaya
lahan
Adapun
adalah
kerangka
dasar
membandingkan
dari
evaluasi
persyaratan
yang
diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. FAO (1976) telah menetapkan kegiatan utama dalam evaluasi lahan untuk melakukan evaluasi lahan, yaitu : 1. Konsultasi pendahuluan, meliputi penetapan tujuan evaluasi, data dan asumsi yang akan dipergunakan sebagai dasar di dalam evaluasi. 2. Deskripsi
dari
jenis
penggunaan
lahan
dipertimbangkan dan persyaratan yang diperlukan.
20
yang
sedang
3. Deskripsi satuan peta lahan dan kualitas lahan. 4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada. 5. Analisis ekonomi dan sosial. 6. Klasifikasi kesesuaian lahan (kualitatif atau kuantitatif). 7. Penyajian dari hasil evaluasi. Setelah survei lahan dilakukan dan data telah dianalisa, proses selanjutnya adalah klasifikasi kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan lahan untuk suatu penggunaan tertentu (FAO, 1976). Proses tersebut dapat dilakukan dengan metode matching yaitu membandingkan antara karakteristik atau kualitas lahan yang ada dengan persyaratan kesesuaian lahan untuk jenis tanaman
yang
dipilih
dalam
penelitian.
Setelah
proses
membandingkan atau matching tersebut dilakukan, penentuan kelas kesesuaian lahan menggunakan hukum minimum. Metode hukum minimum yaitu dalam menentukan penilaian kelas kesesuaian lahan sekaligus faktor pembatasnya digunakan kelas yang terendah. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian secara sistematis dan pengelompokan dalam kategori tertentu, berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat bagi penggunaannya (Arsyad, 1989). Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) terdiri atas empat kategori yang merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun, yaitu :
21
1. Ordo Kesesuaian Lahan (Order) : menunjukkan jenis / macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum. 2. Kelas Kesesuaian Lahan (Class) : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo. 3. Sub-kelas Kesesuaian Lahan (Sub-Class) : menunjukkan tingkat pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan. 4. Satuan Kesesuaian Lahan (Unit) : menunjukkan perbedaanperbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam subkelas kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan pada tingkat sesuai untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu, ordo kesesuaian lahan dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Ordo S : Sesuai (Suitable) Lahan yang termasuk Ordo S adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit risiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. 2. Ordo N : Tidak Sesuai (Non Suitable) Lahan yang termasuk Ordo N mempunyai pembatas sedemikian rupa, sehingga mencegah suatu penggunaan tertentu secara lestari. Ordo kesesuaian lahan selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelas (class) yang menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari Ordo. Jumlah kelas untuk Ordo sesuai tiga, dan untuk Ordo tidak sesuai ada dua (Sitorus, 1985). a. Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)
22
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk sesuatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya. b. Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable) Lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. c. Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable) Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. d. Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini (Currently not suitable) Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. e. Kelas N2 : Tidak Sesuai pemanen (Permanently Suitable) Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari. Pada tingkat subkelas (sub class) merupakan kelas kesesuaian lahan yang dibedakan menjadi subkelas berdasarkan karakteristik
23
lahan yang merupakan faktor pembatas tersebut. Tiap kelas, kecuali S1 dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas, tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Kesesuaian lahan pada tingkat satuan unit merupakan pembagian lebih lanjut dari subkelas. Semua satuan yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat subkelas (Sitorus, 1985). Contoh penamaan kategori tingkat kesesuaian lahan dari mulai tingkat Ordo sampai tingkat satuan (unit), ditunjukkan pada Gambar 1.1. Subkelas S3t
Ordo S (sesuai)
S3t-1
Kelas S3 (sesuai marginal)
Satuan 1 dari subkelas S3t
Gambar 1.1. Cara Penamaan Kategori Kesesuaian Lahan dari Ordo sampai Unit (Sitorus, 1985) Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993), membedakan pelaksanaan evaluasi kesesuaian lahan ke dalam 3 tingkatan, yaitu : 1. Skala Tinjau, skala 1 : 250.000 atau lebih kecil 2. Skala Semi Rinci, skala 1 : 25.000 sampai 1 : 50.000
24
3. Skala Rinci, skala 1 : 10.000 sampai 1: 25.000 atau lebih besar. Dengan terdapatnya variasi dalam hal jenis, jumlah dan kualitas data yang dihasilkan dari ketiga tingkat pemetaan tersebut, maka penyajian hasil akhir evaluasi lahan ditetapkan sebagai berikut : pada tingkat tinjau
dinyatakan
kelas/subkelas,
dalam
dan
Order,
pada
tingkat
tingkat Rinci
Semi
Rinci
dalam
dinyatakan
dalam
Subkelas/Subunit.
1.6.6 Penelitian sebelumnya Agustina Wijayanti (1993) mengadakan penelitian kesesuaian lahan untuk pertanian di Daerah Atas Waduk Sermo Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengklasifikasikan kesesuaian lahan untuk tanaman ketela pohon, kacang tanah, kakao, kayu putih, akasia, sengon, dan mahoni. Tujuan yang kedua adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk arahan konservasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan bentuklahan dengan satuan lahan sebagai satuan pemetaan dan satuan analisis. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik Stratified Purposive Sampling dengan satuan lahan sebagai strata dan macam tanah sebagai pertimbangan. Klasifikasi kesesuaian lahan masing-masing satuan lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diambil dari CSR/FAO (1983) dan Pusat Penelitian Tanah (1981). Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan sampai pada kategori
25
sub kelas dengan faktor pembatas. Hasil penelitian disajikan dalam peta kesesuaian lahan untuk masing-masing tipe penggunaan lahan berkisar antara S2 (cukup sesuai) hingga N2 (tidak sesuai permanen). Budianto (2007) melakukan penelitian kesesuaian lahan untuk tanaman Jarak Pagar di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Di dalam penelitiannya ini tujuannya untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jarak pagar dan mengetahui faktorfaktor penghambat tanaman jarak pagar pada daerah penelitian. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan penentuan titik sampel menggunakan teknik Stratified Random Sampling dengan strata satuan lahan yang disusun dari 4 peta, yaitu : peta bentuklahan, peta tanah, peta lereng, dan peta penggunaan lahan. Pengambilan sampel tanah menggunakan Stratified Random Sampling dengan mempertimbangkan bahwa tiap satuan lahan yang mempunyai satuan tanah yang sama mempunyai sifat fisik dan kimia tanah yang sama pula. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kelas cukup sesuai (S2) seluas 4073,67 ha atau 82,65%; kelas sangat sesuai (S1)
seluas
126,53 ha atau 2,57%; kelas sesuai marginal seluas 728,42 ha atau 14,78%. Faktor pembatas yang terdapat pada daerah penelitian antara lain : erosi, ketersediaan oksigen, media perakaran, retensi hara, satuan permukaan, dan singkapan batuan. Ria Fatarhan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul ”Evaluasi kesesuaian lahan dan produktivitas tanaman pangan di Kecamatan
26
Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah”.
Tujuan
peneltian ini adalah mengetahui karakteristik dan kualitas lahan pada setiap satuan lahan, mengklasifikasikan kesesuaian lahan untuk tiga jenis tanaman pangan (padi, ketela, dan jagung) beserta faktor pembatasnya, menentukan jenis perbaikan terhadap faktor pembatas, dan mengetahui produktivitas tanaman pangan menurut kesesuaiannya di setiap zone penelitian. Metode yang digunakan adalah metode survei dan analisa laboratorium. Untuk mengetahui klasifikasi kesesuaian lahan dengan metode matching, produktivitas tanaman pangan diketahui dengan cara wawancara dengan petani. Penentuan titik sampel dengan menggunakan Stratified Random Sampling, dengan stratanya yaitu satuan lahan sebagai hasil overlay dari peta tanah, lereng, bentuklahan, dan penggunaan lahan. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode Purposive Sampling, dengan pertimbangan satuan lahan dengan satuan tanah yang sama akan mempunya sifat fisik dan kimia tanah yang sama. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 8 kelas kesesuaian lahan tanaman padi, 9 kelas kesesuaian lahan tanaman jagung dan ketela. Faktor pembatas dominan tanaman padi adalah temperatur (t), tanaman jagung adalah retensi hara (n), bahaya erosi (e), sedangkan untuk tanaman ketela berupa media perakaran (r). Daerah penelitan yang sesuai (S) untuk tanaman padi, jagung, dan ketela mempunyai luas sebesar 2803,52 ha
27
atau 82,19% dari luas total daerah penelitian, sedangkan yang tidak sesuai (N) seluas 600,722 ha atau 17,80% dari total daerah penelitian. Metria Larasati (2009) dalam penelitiannya ”Kesesuaian lahan untuk tanaman jarak pagar (Jatropa curcas L) di DAS Kayangan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jarak pagar, mengetahui kesesuaian lahan potensial untuk tanaman jarak pagar. Metode yang digunakan adalah metode pengambilan data sekunder, analisa laboratorium terhadap sampel tanah, dan survei lapangan dengan teknik pengambilan sampel Stratified Random Sampling dengan satuan lahan sebagai stratanya. Penentuan kelas kesesuaian lahannya dengan menggunakan metode weight factor matching method. Beberapa pustaka dan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan baik secara konsepsional maupun operasional. Penelitian mengenai evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan penulis menggunakan satuan lahan sebagai satuan pemetaannya. Satuan lahan yang akan dioverlay terdiri dari: peta lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan, dan peta bentuklahan. Satuan lahan hasil dari overlay tersebut akan digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan. Pengambilan sampel untuk penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada setiap satuan lahan yang ada dengan asumsi bahwa dalam satuan lahan yang sama memiliki tingkat
28
kesesuaian lahan yang sama. Metode yang digunakan penulis adalah matching
dengan
menekankan
kepada
subyektif
matching.
Produktivitas tanaman diperoleh dari wawancara secara langsung kepada petani, baik itu petani pemilik lahan pertanian tersebut maupun petani penggarap. Wawancara tersebut menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan produktivitas tanaman. Persamaan dan perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
29
Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Penyusun No.
Peneliti
Judul
1.
Agustina W. (1993)
Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Daerah DAS Atas Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
2.
Nuryanti (2004)
Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Kesesuaian Lahan Tanaman Salak Pondoh Di kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta
Lokasi Penelitian Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
Sajian Hasil
Tujuan Penelitian
Metode dan Cara Pengambilan Sampel
• Mengklasifasikan kesesuaian lahan untuk ketela pohon, kacang tanah, kakao, akasia, kayu putih, sengon. • Memberikan arahan konservasi tanah • Memperkirakan kesesuaian lahan untuk tanaman salak pondoh di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman DIY 2004 • Mengetahui daerah yang potensial untuk dijadikan lahan perkebunan salak pondoh di kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta
Survei, interpretasi Foto Udara dan pengamatan lapangan, metode pengambilan sampel dengan stratified purposive sampling.
Peta Kesesuaian lahan untuk ketela pohon, kacang tanah, kakao, akasia, kayu putih, sengon.
Survei, Interpretasi Citra, dan Pengamatan lapangan. Sampel pengamatan random sampling
Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Salak Pondoh di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta skala 1 : 100.000
30
3.
Budianto (2007)
4.
Ria Fatarhan (2007)
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jarak Pagar di Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Produktivitas Tanaman Pangan di Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
• Mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jarak pagar. • Mengetahui faktorfaktor penghambat tanaman jarak pagar daerah penelitian • Mengetahui karakteristik dan kualitas lahan pada setiap satuan lahan • Mengklasifasikan kesesuaian lahan untuk 3 jenis tanaman pangan (padi,jagung,ketela) beserta faktor pembatasnya • Menentukan jenis perbaikan terhadap faktor pembatas • Mengetahui produktivitas tanaman pangan menurut kesesuaiannya di setiap zone penelitian.
31
Metode survei dengan teknik pengambilan sampel Stratified Random Sampling dengan satuan pemetaan satuan lahan
Peta kesesuaian lahan untuk tanaman jarak pagar.
Survei dan analisa laboratorium. Klasifikisi kesesuaian lahan dengan metode matching, produktivitas tanaman diketahui dengan wawancara petani. Penentuan titik sampel dengan stratified random sampling, pengambilan sampel tanah dengan purposive sampling.
• Tabel karakteristik dan kualitas lahan pada setiap satuan lahan. • Peta kesesuaian lahan untuk 3 jenis tanaman pangan. • Peta produktivitas tanaman pangan menurut kesesuaiannya.
5.
Metria Larasati (2009)
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas L) di DAS Kayangan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakrta
6.
Fatimah (2010)
Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Buah – Buah untuk Agrowisata Kebun Buah di Desa Mangunan, Kecamatan Dlinggo, Kabupaten Bantul DIY
DAS Kayangan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
• Mengetahui kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jarak pagar (Jatropa curcas L) di DAS Kayangan. • Mengetahui kesesuaian lahan potensial untuk tanaman jarak pagar (Jatropa curcas L) di DAS Kayangan. • Mengetahui lokasi arahan penggunaan lahan untuk tanaman jarak pagar (Jatropa curcas L) pada DAS Kayangan. • Mengevaluasi kesesuaian lahan aktual dan potensial tanaman buah – buahan • Menganalisis hubungan antara kesesuaian lahan dengan produksi tanaman buah – buahan • Menentukan arahan
32
Metode pengambilan data sekunder, analisa laboratorium terhadap sampel tanah dan survey lapangan dengan teknik pengambilan sampel Stratified Random Sampling dengan satuan lahan sebagai stratanya. Satuan lahan hasil tumpang susun antara peta lereng, bentuklahan, tanah, penggunaan lahan. Penentuan kelas kesesuaian lahan dengan metode matching weight factor method.
• Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jarak pagar di DAS Kayangan. • Peta kesesuaian lahan potensial untuk tanaman pagar di DAS Kayangan. • Peta arahan lokasi pengembangan tanaman jarak pagar di DAS Kayangan.
Survei. Sampel tanah stratified sampling. Teknik wawancara mendalam (indepth interview)
Peta Arahan Perluasan Kawasan Agrowisata Kebun Buah Mangunan Di Desa Mangunan Kecamatan Dlingo Bantul
7.
Alvyntha G.A. (2010)
Optimalisasi Lahan dengan Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Produktivitas Tanaman Pangan di Sebagian Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebagian Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo, DIY
pengembangan lokasi agrowisata kebun buah Mangunan • Mengetahui nilai kelas kesesuaian lahan di daerah penelitian. • Memberikan arahan penggunaan lahan untuk pengoptimalan lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan. • Menjelaskan keterkaitan antara produktivitas tanaman pangan dengan optimalisasi lahan di daerah penelitian.
33
Metode yang digunakan untuk penentuan titik sampel dengan stratified random sampling, dengan strata satuan lahan. Perhitungan kelas kesesuaian lahan dengan metode matching Pengambilan sampel tanah dengan stratified random sampling, kemudian melakukan analisis laboratorium. Produktivitas pertanian diperoleh dari wawancara kepada petani.
• Peta Kesesuaian Lahan untuk tanaman pangan di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo • Peta produktivitas tanaman pangan
1.7. Kerangka Pemikiran Lahan memiliki banyak manfaat dalam kehidupan manusia, karena manusia melakukan aktivitas perekonomiannya berdasarkan penggunaan lahan tersebut. Lahan mempunyai beberapa unsur pembentuk yang sangat menentukan karakteristik dan kualitasnya. Unsur-unsur pembentuk lahan yang dapat mencerminkan karakteristik dan kualitas lahan antara lain bentuklahan, kemiringan lereng, tanah, dan penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensinya, akan mengakibatkan produktivitas dan kualitas lahan menurun, serta tidak berkelanjutan. Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan fisik yang mencakup bentuklahan, iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman pertanian. Lahan merupakan objek penelitian, keadaannya kompleks yang merupakan hasil interaksi dari lingkungan, kultur, dan biofisik. Dalam hal ini penggunaan lahan untuk tanaman pangan dan hortikultura sangat erat sekali hubungannya dengan kesesuaian lahan yang ada, yang nantinya berdampak pada tingkat maupun hasil produksinya. Kesesuaian lahan merupakan sistem klasifikasi kecocokan suatu lahan untuk penggunaan lahan tertentu. Berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan tumbuh yang berbeda – beda. Oleh karena itu, diperlukan informasi tentang lahan yang menyangkut kesesuaian lahan dengan rencana peruntukan lahan.
34
Penelitian ini bertujuan untuk membuat klasifikasi kesesuaian didaerah penelitian berdasarkan tingkat kesesuaiannya untuk beberapa jenis tanaman pangan dan tanaman buah. Satuan lahan diperoleh dari tumpang susun (overlay) antara peta bentuklahan, peta kemiringan lereng,peta jalan, peta tanah, dan peta penggunaan lahan. Setiap satuan lahan memiliki kualitas dan karakteristik lahan yang berbeda – beda, sehingga tingkat kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan tanaman pangan maupun tanaman hortikultura juga berbeda. Kelas kesesuaian lahan yang diperoleh dari tiap parameter satuan lahan kemudian dicocokan dengan syarat tumbuh tanaman atau kriteria kelas kesesuaian tanaman pangan dan tanaman buah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk penentuan kelas kesesuaian lahan adalah metode pembandingan (matching), metode ini merupakan suatu cara membandingkan karakteristik kesesuaian lahan terhadap kriteria persyaratan kesesuaian lahan yang telah ditetapkan bagi pertumbuhan tanaman pangan dan hortikultura. Teknik pengambilan sampel tanah pada penelitian ini adalah stratified random sampling dengan mapping unit satuan lahan. Pada penelitian ini, juga dilakukan wawancara mendalam (indepth interview) pada key person untuk mendapatkan informasi mengenai tanaman pangan dan tanaman buah yang ada di lokasi penelitian ini. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 1.2.
35
Lahan dan Komponenya
Penggunaan Lahan (masyarakat)
Faktor Fisik : - Iklim - Tanah - Topografi - Hidrologi -Bentuklahan
Usaha Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Karakteristik Lahan : - Darinase - Tekstur tanah - Kedalaman Efiektif Tanah - KTK - Kejenuhan basa - C- Organik
Tindakan Usaha Pertanian : - Pembibitan - Pengolahan - Penanaman - Pemeliharaan - Panen
Sampel Tanaman Pangan dan Hortikultura
Persyaratan Tumbuh Tanaman Pangan dan Hortikultura
Matching / Dibandingkan
Kelas Kesesuaian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran
36