1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Usaha Micro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi, peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM semakin nampak khususnya sejak krisis tahun 1997. Di tengahtengah proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN yang berlangsung lamban, sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor ini mempunyai ketahanan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena kurangnya ketergantungan pada bahan baku impor dan potensi pasar yang tinggi mengingat harga produk yang dihasilkan relatif rendah sehingga terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Sementara itu, kemajuan yang dicapai dalam restrukturisasi di sektor keuangan, khususnya industri perbankan, telah pula mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan dengan tingkat pertumbuhan dan porsi yang lebih besar untuk UMKM. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa pemberian kredit ke UMKM merupakan salah satu upaya dalam rangka penyebaran risiko perbankan, sementara suku bunga kredit UMKM sesuai dengan tingkat bunga pasar sehingga bank akan mempunyai margin yang cukup.
1
2 Karakteristik dari pembiayaan sektor UMKM ini berbeda bila dibandingkan dengan pembiayaan sektor lainnya. Karaktristik dari sektor UMKM ini bersifat unik karena diperlukannya ketersediaan dana pada saat ini, jumlah dan sasaran yang tepat, prosedur yang relatif sederhana, adanya kemudahan akses ke sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan (technical assistance). 1 Perbankan yang ingin bersaing dalam pembiayaan sektor ini harus memperhatikan karakteristik tersebut terutama kemudahan akses dan program pendampingan. Sektor UMKM sangat memerlukan kemudahan akses karena pada sektor ini sangat jarang usaha yang memenuhi persyaratan yang diwajibkan perbankan untuk mengajukan kredit sehingga diperlukan persyaratan khusus untuk sektor ini. Rendahnya tingkat pendidikan sektor ini juga membuat beberapa bank melakukan kegiatan pendampingan untuk mengedukasi nasabahnya sehingga mereka dapat menggunakan kredit yang mereka dapat untuk kegiatan yang lebih produktif dan bukan kegiatan yang bersifat konsumtif. Perkembangan micro banking di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan yang cukup pesat dibandingkan dengan beberapa tahun lalu, ketahanan sektor UMKM dalam menghadapi krisis ekonomi dan rendahnya Non Performing Loan (NPL) pada sektor tersebut telah menarik minat beberapa bank untuk mencoba mengambil keuntungan dari sektor ini. Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah bank pemerintah yang telah lama bergerak pada pembiayaan untuk sektor UMKM dan merupakan pelopor sekaligus pemegang pangsa pasar terbesar untuk pembiayaan sektor UMKM.
3 Saat ini bank-bank lain baik pemerintah maupun swasta berlomba-lomba ingin mencari keuntungan pada sektor ini, seperti : Bank Danamon (Danamon Simpan Pinjam), Bank Mandiri (Mandiri Mikro), BTPN, PNM, maupun bank asing seperti HSBC (HSBC Pinjaman). Selain bank-bank konvensional seperti disebutkan di atas terdapat juga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Bank-bank ini mengejar kebutuhan kredit untuk debitur dengan kebutuhan plafon kredit kurang dari Rp. 100 Juta.
Tabel 1.1 Perkembangan Kredit UMKM Menurut Plafond dan Jenis Penggunaan 2001 Menurut plafond : - Kredit mikro (s.d. 50 juta) - Kredit kecil (Rp 50 juta 500 juta) - Kecil menengah (500 juta - 5 milyar) Menurut penggunaan - Kredit modal kerja - Kredit investasi - Kredit konsumsi Total kredit UMKM - Posisi (Rp trilliun) - Growth (% pertahun)
2002
2003
Posisi
2004 (Sept) Growth Pangsa
59.5 28.5
83.2 39.4
101.3 50.3
121.5 66.1
26.0% 33.4%
46.3% 25.2%
31.8
45.0
61.7
75.0
32.0%
28.6%
50.3 14.6 54.9
73.7 17.3 76.6
90.0 22.3 101.0
104.8 27.8 130.1
21.9% 31.3% 36.0%
39.9% 10.3% 49.5%
119.7
167.7 40.1
213.3 27.1
262.6 29.5
29.5% --
100% --
Sumber : Bank Indonesia
Dari beberapa bank konvensional yang bergerak dibidang pembiayaan micro, hanya BRI dan Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang mampu menguasai sebagian besar dari pangsa pasar UMKM ini dan sisanya masih berupaya untuk menarik pangsa pasar yang ada dan meningkatkan brand awareness mereka terhadap
4 pesaingnya. Saat ini BRI telah memiliki 4.417 BRI Unit yang tersebar pada kota kecamatan di pelosok Tanah Air dengan total kredit per September 2008 sebesar Rp 41 triliun, bahkan BRI pada tahun 2009 ini akan kembali membuka 400 Teras BRI di pasar-pasar tradisional yang merupakan usaha BRI untuk merebut kembali pangsa pasar mikro dari para pesaingnya. Bank Danamon hanya memerlukan waktu 5 tahun untuk membuka 1.049 DSP dan telah menyalurkan kredit tidak kurang dari Rp11 triliun, alias 16% dari total kredit perseroan. BTPN meluncurkan Mitra Usaha Rakyat (MUR) yaitu sebuah layanan kredit mikro dengan mengcopy sistem yang ada pada DSP. BTPN saat ini mengendalikan sedikitnya unit 110 MUR di berbagai tempat di Indonesia. Sementara itu, Bank Mega Syariah telah mendirikan lebih dari 200 Mega Mitra Syariah (M2S) dan berusaha untuk melepaskan diri dari ketergantungan pola pembiayaan bersama sebagai penopang bisnis.
Tabel 1.2 Jumlah Penyaluran Kredit Mikro dan UMKM 2004 - 2008
2004
115.995
UMKM Rp Miliar 271.093
2005
146.221
354.907
41,20
2006
168.966
410.442
41,17
2007
187.514
502.796
37,29
2008 Mei
195.310
552.111
35,38
Tahun
Mikro Rp Miliar
Sumber: Bank Indonesia, diolah.
Mikro / UMKM 42,79
5
1.2. Permasalahan Bank Mandiri mulai memasuki sektor pembiayaan micro pada tahun 2005 dengan mendirikan divisi baru bernama Micro Business. Pada awalnya Micro Business tidak berdiri sendiri namun menyatu dengan divisi yang telah ada sebelumnya yaitu Small Business Group (SBG) hingga pada tahun 2006 pada saat Micro Business sudah mulai berkembang maka dibentuklah divisi Micro Business Group (MBG) yang berdiri sendiri dan memiliki kewenangannya sendiri. Sebagai pendatang baru pada sektor pembiayaan UMKM Micro Business Bank Mandiri berupaya untuk menarik pangsa pasar yang ada dan membangun brand awareness masyarakat terhadap Micro Business Bank Mandiri. Bank Mandiri menggunakan Mandiri Mikro sebagai nama yang dipergunakannya dalam upaya mensosialisasikan/memasarkan produk-produk pembiayaan micro dari Bank Mandiri kepada calon-calon debiturnya. Dalam upaya mempromosikan Mandiri Mikro, Bank Mandiri lebih banyak mempergunakan sarana promosi yang bersifat below the line (BTL), hal ini sesuai dengan arahan dari Direktur Micro & Retail Banking yang menyebutkan bahwa untuk mempromosikan Mandiri Mikro harus lebih banyak menggunakan kegiatan promosi yang bersifat BTL dan bukan above the line (ATL) karena lebih efisien dalam penggunaan anggaran dan tepat sasaran kepada segmen yang dituju.
6
1.3. Masalah Penelitian •
Apakah kegiatan marketing secara BTL masih relevan untuk dilakukan mengingat bank pesaing telah melakukan beberapa kegiatan marketing yang agresif?
•
Apakah layanan dan produk Micro Business Bank Mandiri telah mampu mengakomodir kebutuhan nasabah?
•
Apakah produk knowledge nasabah Micro Business sudah cukup baik mengingat segmen yang dituju adalah segmen Micro?
1.4. Tujuan penelitian •
Mengukur brand equity dari nasabah Micro Business Bank Mandiri untuk selanjutnya dijadikan acuan dalam merancang strategi pemasaran yang tepat.
•
Mengetahui tanggapan nasabah terhadap pelayanan yang diberikan.
1.5. Manfaat penelitian •
Memberikan acuan/dasar kepada Micro Business Group Bank Mandiri untuk dapat menentukan strategi pemasaran yang akan diambil.
•
Memberikan acuan dalam menyusun produk dan layanan yang akan diberikan terhadap nasabah.
7
1.6. Ruang lingkup penelitian 1.6.1. Objek penelitian Penelitian ini mengambil elemen-elemen dari brand equity seperti brand awareness, brand perceived quality, dan brand loyalty untuk diteliti lebih mendalam.
1.6.2. Responden Yang menjadi responden penelitian ini adalah nasabah Mikro Business yang tinggal di wilayah Jadebotabek. Alasan mengapa responden berasal dari daerah Jabodetabek karena diwilayah ini memiliki Micro Business Unit dan Micro Business District Center terbanyak dibandingkan wilayah lain, wilayah ini juga mempunyai nasabah dengan variasi jenis usaha paling banyak dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan di wilayah lain yang mempunyai struktur nasabah hampir sama.