BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang baik di bidana ekonomi, social maupun infrastruktur. Khusus di bidang infrastruktur, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan kebutuhan akan gedung seperti rumah tinggal, gedung perkantoran dan lain-lain ikut meningkat. Oleh karena itu peningkatan pembangunan di Indonesia ini telah mendorong berkembangnya metode kontruksi di dunia teknik sipil. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, tuntutan akan pekerjaan kontruksi yang efektif dan efisien dalam segi waktu, kemudahan pelaksanaan dan ekonomis makin besar. Dan salah satu metode kontruksi yang sedang marak digunakan adalah metode pracetak. Pracetak dapat diartikan sebagai suatu proses produksi elemen struktur bangunan pada suatu lokasi yang berbeda tempat atau lokasi dimana elemen struktur tersebut akan digunakan menjadi satu kesatuan dalam sebuah bangunan. Teknologi pracetak ini dapat diterapkan pada berbagai jenis material, dan salah satunya adalah material beton. Beton pracetak dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan beton yang memakai system pengecoran di tempat. Keuntungan tersebut antara lain adalah tidak memerlukan bekisting dan penopang bekisting yang terlalu banyak dan memakan tempat, dapat menghasilkan komponen bangunan dengan ketepatan dimensi yang lebih baik, mengurangi kesalahan atau ketidaksesuaian mutu beton karena proses pembuatan beton pracetak dilakukan di pabrik, serta mempermudah proses pelaksanaan di lapangan sehingga dapat meminimalis pekerja yang ada di lapangan. Akan tetapi ada beberapa kelemahan dari metode pracetak ini apabila tidak tepat pengalikasiannya. System pracetak ini lebih efektif dan efisian apabila diaplikasikan pada beberapa hal. Diantaranya adalah pengaplikasian pada gedung yang tidak terlalu tinggi (15 lantai atau sekitar 40 meter), berada pada daerah dengan zona
gempa relatif rendah ( zona gempa 1 dan 2) serta pada gedung yang bertipe tipikal (struktur antara lantai dengan lantai yang lain hamper sama). Zona gempa relative rendah memiliki frekuensi gempa yang tidak terlalu dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi. Oleh karena pada metode pracetak, iktan atau hubungan antar komponen struktur tidak terlalu kaku. Dan juga karena hal tyersebut, gedung yang dibangun dengan system ini tidak boleh terlalu tinggi. Sedangkan pengaplikasian pada gedung yang tipikal ini lebih efisien karena lebih mudah dalam pengerjaan dan pelaksanaannya. Dari uraian di atas, maka dalam penulisan ini saya memodifikasi gedung dengan Bank BCA di Surabaya tinggi 15 lantai dan tiap lantai mempunyai tinggi 4 m eter dengan menggunakan metode pracetak. 1.2.
Perumusan Masalah Dalam penulisan ini, permasalahan yang timbul pada metode beton pracetak meliputi beberapa hal, antara lain: 1. Bagaimana mendesain dimensi elemen– elemen beton pracetak untuk struktur gedung yang kuat menahan beban– beban yang ada serta gaya–gaya yang timbul akibat proses pelaksanaan selama pengangkatan dan pemasangan elemen beton pracetak? 2. Bagaimana merencanakan struktur bangunan penahan gaya lateral (shearwall) dan merencanakan pondasi? 3. Bagaimana merencanakan sambungan pada komponen pracetak yang memenuhi criteria perancangan struktur, yaitu kekuatan, kekakuan dan stabilitas? 4. Bagaimana cara untuk menuangkan hasil perhitungan dan perencanaan ke dalam gambar teknik?
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dari perencanaan struktur gedung ini, antara lain adalah : 1. Mendapatkan desain elemen-elemen beton pracetak yang mampu menahan beban-beban yang ada serta gaya-gaya yang timbul akibat proses pelaksanaan selama pengangkatan dan pemasangan. 2. Merencanakan struktur bangunan penahan gaya lateral (shearwall) dan merencanakan pondasi..
1
2 pada aspek perencanaan yang tergantung atau ditentukan oleh metoda pelaksanaan dari fabrikasi, penyatuan, dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh cara penyambungan antar komponen(joint). Beberapa prinsip beton pracetak tersebut dapat memberikan manfaat lebih dibandingkan beton monolit antara lain terkait dengan pengurangan waktu dan biaya, serta peningkatan jaminan kualitas (Gibb, 1999).
3. Merencanakan detail sambungan pada komponen pracetak yang memenuhi kriteria perancangan struktur. 4. Mendapatkan hasil dari perancangan struktur secara keseluruhan dan dituangkan dalam bentuk gambar teknik. 1.4.
Batasan Masalah Permasalahan dalam menggunakan beton pracetak sebenarnya cukup banyak yang harus diperhatikan, akan tetapi mengingat keterbatasan waktu, maka perancangan gedung ini mengambil batasan : 1. Tidak menghitung analisa biaya dan manajemen kontruksi. 2. Tidak membandingkan kecepatan waktu pelaksanaan proyek antara metode pracetak dengan metode cor di tempat. 3. Beton pracetak yang digunakan adalah beton pracetak biasa (non prestress). 4. Komponen struktur yang menggunakan beton pracetak adalah balok dan pelat saja. Komponen lain menggunakan metode cor ditempat. 5. Perencanaan tidak termasuk sistem utilitas, kelistrikan, dan sanitasi.
2.2.
Elemen Struktur Pracetak Seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, pembuatan beton pracetak dilakukan di pabrik. Untuk itu, agar elemen pracetak yang dibuat dapat sesuai dengan yang direncanakan dan tidak mengalami kesulitan dalam proses fabrikasi, hendaknya perencana mengetahui macam-macam elemen struktur pracetak yang umum digunakan dan diproduksi saat ini.
2.2.1 Pelat Dalam PCI Design Handbook 5th Edition Precast and Prestressed Concrete, ada tiga macam pelat yang umum diproduksi dan digunakan sebagai elemen pracetak, antara lain :
1.5.
Manfaat Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah : Dengan penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan contoh konkret penggunaan metode pracetak dalam pembangunan suatu gedung mengingat metode ini memiliki berbagai kelebihan dibandingkan metode konvensial dan telah banyak diterapkan dalam berbagai pekerjaan struktur dalam bidang teknik sipil di Indonesia
1.
2.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.
2.1.
Umum Teknologi pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan komponenkomponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus, terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih dahulu (pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi (installation). Dengan demikian, sistem pracetak ini akan berbeda dengan konstruksi beton cor ditempat
2.2.2
Pelat Pracetak Berlubang (Hollow Core Slab) Pelat ini merupakan pelat pracetak dimana ukuran tebal lebih besar dibanding dengan pelat pracetak tak berlubang. Biasanya pelat tipe ini menggunakan kabel pratekan. Pelat jenis ini memiliki tebal 4 – 15 inchi. Pelat Pracetak tak Berlubang (Solid Flat Slab) Adalah pelat pracetak dimana tebal pelat lebih tipis dibandingkan dengan pelat pracetak dengan lubang. Pelat pracetak tak berlubang ini bisa berupa pelat pratekan atau pelat beton bertulang biasa. Umumnya tebal dari pelat ini antara 4 hingga 8 inchi. Pelat pracetak Double Tees Pada pelat ini ada bagian berupa dua buah kaki sehingga tampak seperti dua T yang terhubung.
Balok Untuk balok pracetak (Precast Beam), ada tiga jenis balok yang sering atau umum digunakan menurut PCI Design Handbook 5th Edition Precast and Prestressed Concrete : 1. Balok berpenampang persegi (Rectangular Beam) 2
3 Desain sambungan yang dipakai dalam perancangan Gedung Bank Mega ini adalah sambungan Basah (topping) yang relatif lebih mudah dalam pelaksanaan jika dibandingkan dengan sambungan kering (non topping) seperti mechanical connection dan welding connection yang cukup komplek. Sambungan basah seperti cor ditempat maupun dengan cara grouting sudah banyak dilaksanakan atau dipergunakan sebagai salah satu pemecahan masalah dalam mendesain konstruksi pracetak yang setara dengan konstruksi cor ditempat.
Keuntungan dari balok jenis ini adalah sewaktu fabrikasi lebih mudah dengan bekisting yang lebih ekonomis.
Gambar 2.1. Balok Berpenampang Persegi 2. Balok berpenampang L (L-Shaped Beam)
2.3.1 Sambungan Balok dengan Pelat STUD PELAT STUD BALOK
Gambar 2.2. Balok Berpenampang L 3. Balok berpenampang T terbalik (Inverted Tee Beam)
PELAT PRACETAK
BALOK INDUK PRACETAK
OVERTOPPING
Gambar Sambungan Balok dan Pelat dengan Overtopping
Gambar 2.3. Balok Berpenampang T 2.3
Perencanaan Sambungan Salah satu bagian yang terpenting dalam perencanaan struktur pracetak adalah perencanaan desain sambungan. Sambungan dalam perencanaan elemen pracetak disamping sebagai penghubung antar elemen pracetak, juga berfungsi sebagai penyalur gaya-gaya yang bekerja dari elemen struktur yang satu dengan elemen struktur yang lain yang nantinya akan diteruskan ke pondasi. Selain itu, desain sambungan juga dibuat untuk menciptakan kestabilan. Kesalahan dalam perencanaan desain sambungan akan berakibat keruntuhanm struktur yang sangat besar.
2.3.2 Sambungan Balok Induk dengan Kolom Dalam tugas akhir ini direncanakan konsol pendek pada kolom sebagai tumpuan untuk meletakkan balok induk pracetak yang bias di lihat di Gambar 2.6. P ada pelaksanaannya, pengecoran dari corbel bersama-sama dengan pengecoran kolom. Jadi antara kolom dan konsol pendek direncanakan bersifat monolit. Pada setiap kolom tempat menumpu balok pracetak, dimensi dari corbel direncanakan sama semua.
Sebuah sambungan akan dikatakan baik jika sambungan tersebut dapat memenuhi kroteria praktis dan ekonomis. Praktis dalam hal ini sambungan mudah dilaksanakan serta tidak memerlukan teknik tertentu dalam pemasangan sambungan tersebut. Sedangkan ekonomis merupakan kelanjutan dari praktis, dimana semakin mudah dalam pelaksanaan serta tidak membutuhkan teknik tertentu maka akan mengurangi biaya-biaya dari produksi.
Plat Tumpu Nuc
Vu
a
As (tulangan utama)
2 3
d
h d Ah (sengkang tertututp)
rangka untuk mengangkur sengkang tertutup
Gambar Penampang Konsol Pendek (SNI 03-2847-2002 Gambar 11) 3
4 2. Titik angkat dan sokongan untuk balok pracetak
2.3.3 Sambungan Balok Induk dengan Balok Anak Sambungan antara balok induk dan balok anak juga menggunakan konsol pendek. Dalam hal ini, fungsi dari konsol pendek hampir sama seperti pada sambungan antara kolom dengan balok, yaitu sebagai dudukan atau tumpuan balok anak.
Gambar Sambungan Induk dengan Balok Anak 2.4
Antara
Balok
Gambar Titik angkat dan sokongan sementara untuk balok pracetak
Tinjauan Komponen Pracetak BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Perancangan Langkah -langkah yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
Hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan produk pracetak adalah pada saat proses pengangkatan dan penyimpanan. Untuk menjamin agar produk pracetak tidak mengalami kerusakan / keretakan, maka kita harus memperhatikan hal-hal yang telah tertera pada PCI Design Handbook 5th Edition Precast and Prestressed Concrete Chapter 5. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memperlakukan elemen beton pracetak adalah : 1. Titik Angkat dan Sokongan untuk pelat pracetak
4
5 3.2.2 Pencarian Kriteria
Data
dan
Penentuan
Desain yaitu penentuan gedung sebagai obyek perancangan, tinggi gedung, peruntukan gedung dan lokasi dibangunnya gedung tersebut beserta wilayah gempanya. Adapun rincian dari data tersebut antara lain : •
Data Umum Bangunan Nama gedung Kelas Situs KDS Jumlah lantai Tinggi Bangunan Ketinggian tiap lantai Jenis tanah
•
3.2
•
Penjelasan Metodologi
3.2.1 Studi literatur
• • • • •
Data Bahan : Kekuatan tekan beton (f’c) = 35 Mpa Tegangan leleh baja (fy) = 400 Mpa Data Tanah Data tanah digunakan untuk merencanakan pondasi gedung tersebut.
3.2.3 Preliminary Design Preliminary design merupakan awal dari perancangan. Pada preliminary design ini kita menentukan dimensi elemen struktur gedung untuk digunakan dalam tahap perancangan selanjutnya.Yang meliputi:
Mempelajari literatur mengenai perancangan elemen pracetak dan mengenai perencanaan struktur yang menjadi acuan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Adapun beberapa literatur serta peraturan gedung tersebut antara lain adalah sebagai berikut : • •
: Gedung Bank BCA Surabaya : SC :C : 15 lantai : ± 60 m :4m : tanah keras
1. Perencanaan struktur sekunder (Pelat, balok anak, dan tangga) 2. Perencanaan Dimensi Balok 3. Perencanaan Dimensi Kolom 4. Perencanaan Shearwall
Edward G. Nawy, 1985, Beton Bertulang SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung PPIUG 1983 Tata Cara Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan Gedung PCI Design Handbook 5th Edition, Precast and Prestressed Concrete Rahmat Purwono, 2006, Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Wulfram I. Ervianto, 2006, Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi
3.2.4 Analisa Beban Analisa beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan atas, meliputi beban gravitasi dan beban lateral. 3.2.5 Pemodelan Struktur Pemodelan strktur dan analisa gaya-gaya akibat pembebanan menggunakan software ETABS v9.7.1. 3.2.6 Analisa Struktur Utama Yang meliputi Balok, kolom, sambungan, dinding geser, dan pondasi. 5
6 Tabel 5.1 Tulangan Terpasang pada Pelat
3.2.7 Hasil Dari Perancangan Hasil dari perancangan akan dituangkan dalam gambar teknik. Dalam penggambaran ini menggunakan program AutoCAD 2007. BAB IV PRELIMINARY DESIGN
Data dan bahan Data-data yang ada sebagai berikut : type bangunan : perkantoran fy : 400 f’c : 35 Mpa Peraturan 1. Peraturan RSNI 03-1727-1989 2. PBI 1971 3. SNI 03-2847-02 Perencanaan Balok Induk • Balok Induk Memanjang (L=900 cm) Dimensi 50/75 cm • Balok Induk Melintang (L = 900 cm) Dimensi 50/75 cm Perencanaan Balok Anak • Balok Anak (L = 900 cm) Dimensi 40/60 cm Perancangan Tebal Pelat • Pelat atap 10 cm o Pelat pracetak 7 cm o Overtoping 3 cm • Pelat lantai 12 cm o Pelat pracetak 7 cm o Overtoping 5 cm Perencanaan Kolom • Kolom (L = 400 cm) Dimensi 100 x 100 cm Perencanaan Dinding Geser Tebal Dinding Geser = 40 cm Panjang bentang : 1200 cm Tinggi total : 60 m Tebal shearwall 40 cm
5m
0,7
m 1,5
5m
0,7
0,75m
1,5m
0,75m
Perencanaan Tangga Syarat kemiringan tangga 20 ≤ α ≤ 40 Mutu beton (fc’) = 35 Mpa Mutu baja (fy) = 400 Mpa Tinggi antar lantai = 400 cm Panjang bordes = 120 cm Panjang tangga = 225 cm Lebar tangga = 112,5 cm Tebal pelat miring = 15 cm Tebal pelat bordes = 15 cm Tinggi injakan ( t ) = 20 cm Lebar injakan ( i ) = 25 cm Diameter tulangan lentur = 16 mm (arah memanjang) Diameter tulangan lentur = 8 mm (arah melintang) Tebal selimut beton = 20 mm Perencanaan Balok Anak 30/ 45 Tebal selimut beton = 40 mm φ tulangan utama = 16 mm φ tulangan sengkang = 8 mm f’c = 35 MPa fy = 400 Mpa
BAB V PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER Perencanaan Pelat Dimensi pelat : 300cm × 300cm Tebal pelat : 70 mm (sebelum komposit) Tebal decking : 50 mm Diameter tulangan rencana : 10 mm Mutu tul baja (fy): 400 Mpa Mutu beton (f’c) : 35 Mpa 1 = 0,85 – 0,008 (35-30) = 0,81 dx = 70-20-(1/2)10 = 45 mm (sebelum komposit)
Overtopping
5D22
5cm 7cm
Pelat Pracetak Balok Induk
48cm Ø8-150
40cm
3D22
Tulangan tumpuan balok anak 6
7
Overtopping
2D22
5cm 7cm
Pelat Pracetak Balok Induk
48cm Ø8-150
40cm
4D22
Tulangan lapangan balok anak BAB VI PERENCANAAN PEMBEBANAN GEMPA Data-Data Perencanaan Perancangan Gedung Perkantoran PT. Alstom Power Esi Perak Surabaya adalah sebagai berikut : • Mutu beton ( fc' ) = 35 Mpa • Mutu baja tulangan ( fy ) = 400 Mpa • Mutu tulangan sengkang = 400 Mpa • Fungsi bangunan = Perkantoran • Tinggi bangunan = 60 m • Jumlah tingkat = 15 • Tinggi tiap tingkat =4m • Jenis bangunan = beton bertulangg • Dimensi balok induk = 50 x 75 cm2 • Dimensi kolom • Tebal shearwall • Balok anak • Kelas situs
= 100 x 100 cm2 = 40 cm = 40 x 60 cm2 = SC
Pembagian wilayah gempa diatas, diperoleh S1 = 0,175g untuk daerah Madura Fa = 1,2 Fv = 1,625 SDS = 0,36 SD1 = 0,19 Ta = 1,86 s Cs = 0,0232 V = 293920 kg Tabel Gaya lateral untuk masing-masing lantai Tingkat Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5 Tingkat 6 Tingkat 7 Tingkat 8 Tingkat 9 Tingkat 10 Tingkat 11 Tingkat 12 Tingkat 13 Tingkat 14 Tingkat 15 Total
hx (m) 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60
Wx (kg)
Wx hx^(k)
865308 5067540 865308 12263388 865308 20564910 865308 29677253 865308 39444274 865308 49766838 865308 60575528 865308 71818601 865308 83455777 865308 95454676 865308 107788612 865308 120435161 865308 133375169 865308 146592062 554664 102606016 12668976 1078885805
Cvx 0,0047 0,0114 0,0191 0,0275 0,0366 0,0461 0,0561 0,0666 0,0774 0,0885 0,0999 0,1116 0,1236 0,1359 0,0951
Fx-y (kg) 1381 3341 5602 8085 10746 13558 16503 19565 22736 26005 29365 32810 36335 39936 27953 293920
Tabel Kontrol kinerja batas struktur akibat beban gempa (Respon Spektrum) arah sumbu X Tingkat 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Pembagian wilayah gempa diatas, diperoleh Ss = 0,45 g untuk daerah Madura
7
hi
δ xe
δx
Drift ( Δ s )
(m) 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
(mm) 23,54 22,28 20,91 19,42 17,82 16,13 14,35 12,52 10,64 8,74 6,83 4,96 3,21 1,67 0,52
(mm) 84,74 80,21 75,29 69,92 64,16 58,05 51,67 45,06 38,30 31,46 24,60 17,87 11,55 6,02 1,85
(mm) 4,53 4,92 5,37 5,76 6,10 6,38 6,61 6,76 6,84 6,87 6,73 6,32 5,53 4,17 1,85
Syarat Drift Δs (mm) 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
Ket OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK
8 Tabel Kontrol kinerja batas struktur akibat beban gempa (Respon Spektrum) arah sumbu Y Tingkat 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
hi
δ xe
δx
Drift ( Δ s )
(m) 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
(mm) 11,75 10,80 9,86 8,89 7,93 6,96 6,00 5,05 4,14 3,27 2,47 1,73 1,10 0,58 0,20
(mm) 42,28 38,89 35,48 32,01 28,53 25,05 21,59 18,19 14,91 11,78 8,87 6,24 3,96 2,09 0,72
(mm) 3,39 3,42 3,46 3,48 3,48 3,46 3,39 3,29 3,12 2,91 2,63 2,29 1,86 1,37 0,72
Syarat Drift Δs (mm) 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
Overtopping 5cm 7cm
Ket OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK
RSPX RSPY
Pelat Pracetak Balok Induk
68cm Ø10-150
50cm
3D22
Penulangan tumpuan pada balok induk Perancangan Kolom Dimensi kolom = 1000 x1000 mm2 Tinggi kolom = 4000 mm Mutu Beton (fc’) = 35 Mpa Mutu Baja (fy) = 400 Mpa Decking = 40 mm Tulangan Utama = 20D 22 Beugel = Ø 12-150
Tabel Kemampuan Shearwall dan rangka gedung terhadap beban gempa Kombinasi
6D22
Prosentasi Penahan Gempa (%) Arah X Arah Y Shearwall Frame Shearwall Frame 83,2 16,8 83 17 84 16 84,5 16,5
BAB VII PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Perancangan Balok Induk (L = 900cm) Mutu beton : 35 Mpa Mutu baja : 400 Mpa Dimensi Balok induk : 50/75 cm Tebal decking : 40 mm Diameter tulanagan utama : 22 mm Diameter sengkang : 10 mm Overtopping
Diagram interaksi desain kolom lantai 1 eksterior
2D22
5cm 7cm
Tabel Rekapitulasi tipe-tipe kolom Pelat Pracetak
Balok Induk 68cm Ø10-150
50cm
Dinding Geser Tinggi tiap lantai Tinggi total dinding Tebal Dinding Mutu Beton (fc’) Mutu Baja (fy) Lw
5D22
Penulangan lapangan pada balok induk
8
= = = = = =
4m 6000 cm 40 cm 35 Mpa 400 Mpa 1200 cm
9 Denah perencanaan pondasi Kolom dan shearwall Perancangan Sloof (TIE BEAM) Struktur sloof dalam hal ini digunakan dengan tujuan agar terjadi penurunan secara bersamaan pada pondasi atau dalam kata lain sloof mempunyai fungsi sebagai pengaku yang menghubungkan antar pondasi yang satu dengan yang lainnya. Adapun beban-beban yang ditimpakan ke sloof meliputi : berat sendiri sloof, berat dinding pada lantai paling bawah, beban aksial tekan atau tarik yang berasal dari10% beban aksial kolom. 8.4.1. Data Perancangan Data-data perancangan perhitungan sloof adalah sebagai berikut : Panjang Sloof = 4,0 m Mutu Beton fc’ = 35 MPa Mutu Baja fy = 400 MPa Decking dc = 50 mm Diameter Tulangan Utama = 25 mm Diameter Sengkang = 12 mm Dimensi Sloof =(400 x 600) mm² Tinggi Efektif = 600–50–12–(1/2 . 25)= 525,5 m
Gambar diagram interaksi shearwall BAB VIII ANALISA PONDASI Dalam perancangan pondasi digunakan tiang pancang Wika Pile tipe 600 C, diameter 50 dan 60 cm dengan menggunakan data tanah hasil uji SPT dari data tanah Lab. Mekanika Tanah ITS. Dari hasil perhitungan, untuk pondasi kolom digunakan 9 tiang pancang berdiameter 50 cm pada kedalaman 14 m, sedangkan untuk shearwall tipe C digunakan 40 tiang pancang berdiameter 60 cm pada kedalaman 20 m. Poer Kolom • Dimensi poer = 4 m x 4 m x 1m • Diameter Tulangan = 25 mm • Selimut beton = 50 mm Dari hasil perhitungan, didapatkan : Tulangan arah X = D25-100 Tulangan arah Y = D25-100 Poer Shearwall Tipe C • Dimensi poer = 15,5 m x 6,5 m x 1m • Diameter Tulangan = 25 mm • Selimut beton = 50 mm Dari hasil perhitungan, didapatkan : Tulangan arah X = D25-125 Tulangan arah Y = D25-125
BAB X PERENCANAAN SAMBUNGAN Kriteria perencanaan sambungan disesuaikan dengan desain, karena ada perbedaan criteria untuk masing-masing type sambungan. Persyaratan suatu sambungan dapat menjadi syarat yang tidak terlalu penting untuk sambungan lain. Hal ini diakibatkan karena perbedaan asumsi /anggapan atau perbedaan spesifikasi dari pihak perancang dan pemilik struktur. • Kekuatan Suatu sambungan harus mempunyai kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang diterapkan sepanjang umur dari sambungan. Beberapa dari gaya ini disebabkan oleh gaya gravitasi, angin, gempa dan perubahan volume. • Daktilitas Daktilitas sering didefinisikan sebagai kemampuan relatif struktur untuk menampung deformasi yang besar tanpa mengalami runtuh. Untuk material struktur, daktilitas diukur dengan total deformasi yang terjadi saat leleh awal terhadap leleh batas (ultimate failure). 9
10 Daktilitas pada portal sering digabungkan dengan ketahanan terhadap momen, hal ini dipakai dalam perencanaan gempa. Pada elemen sambungan tahan momen, tegangan tarik lentur biasanya ditahan oleh komponen baja. Dan kondisi runtuh akhir dapat terjadi karena kondisi putusnya baja, hancurnya beton atau kegagalan dari sambungan baja dan beton. Pada perhitungan kali ini menggunakan daktilitas parsial. • Daya Tahan Sambungan perlu diawasi dan dipelihara. Sambungan yang diperkirakan akan langsung dapat bersentuhan dengan cuaca harus dilakukan tindakan perlindungan dengan beton atau dengan cat (galvanis). Daya tahan yang buruk dapat diakibatkan oleh retak, spelling beton dan yang paling sering diakibatkan oleh korosi dari komponen baja elemen beton pracetak. • Ketahanan Terhadap Kebakaran Beberapa sambungan beton pracetak tak mudah terpengaruh akibat api, seperti pada perletakan antara pelat dan balok yang secara umum tidak memerlukan perlindungan secara khusus terhadap api. Apabila pelat diletakkan di atas bearing pads yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar, maka perlindungan khusus dari bearing pads tersebut tidak perlu karena keadaan terburuk dari pads tidak akan menyebabkan runtuh, tetapi sesudah kebakaran pads harus diganti. Untuk sambungan yang tidak tahan api memerlukan perlindungan khusus seperti dengan melapisi beton, gypsum wallboard atau bahan lain yang tahan api. • Perubahan Volume Kombinasi pemendekan akibat dari rangkak, susut dan penurunan suhu dapat menyebabkan beberapa tegangan pada elemen beton pracetak ataupun perletakannya ditarik pergerakannya. Tegangan ini harus dimasukkan oleh desain dan akan lebih baik bila sambungan diijinkan untuk berpidah tempat untuk mengurangi besarnya tegangan tersebut. • Kesederhanaan Sambungan Semakin sederhana sambungan maka diharapkan akan semakin ekonomis. Kriteria penyederhanaan sambungan adalah : Memakai bahan-bahan standar Menggunakan detail yang sama (berulang) Mengurangi bagian-bagian yang perlu ditancapkan pada elemen sehingga memerlukan presisi tinggi untuk menempatkannya. Mempersiapkan cara-cara pergantian.
Konsep Desain Sambungan Mekanisme pemindahan beban Tujuan dari sambungan adalah memindahkan beban dari satu elemen pracetak ke elemen lainnya atau sebaliknya. Pada setiap sambungan, beban akan ditransfer melalui elemen sambungan dengan mekanisme yang bermacam-macam. Untuk menjelaskan mekanisme pemindahan beban, diambil contoh seperti gambar 8.1. di mana pemindahan beban diteruskan kekolom dengan melalui tahap sebagai berikut:
Gambar Mekanisme Pemindahan Beban 1. Beban diserap pelat dan ditransfer ke perletakan dengan kekuatan geser 2. Perletakan ke haunch melalui gaya tekan pads 3. Haunch menyerap gaya vertical dari perletakan dengan kekuatan geser dan lentur dari profil baja. 4. Gaya geser vertical dan lentur diteruskan ke pelat baja melalui titik las. 5. Kolom beton memberikan reaksi terhadap profil baja yang tertanam. Mekanisme pemindahan gaya tarik akibat susut, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Balok beton ke tulangan dengan lekatan / ikatan. 2. Tulangan baja siku di ujung balok diikat dengan las. 3. Baja siku di ujung balok ke haunch melalui gesekan di atas dan di bawah bearing pads. Sebagian gaya akibat perubahan volume dikurangi dengan adanya deformasi pada pads. 4. Sebagian kecil dari gaya akibat perubahan volume dipindahkan melalui las ke pelat baja. 5. Gaya tersebut ditahan oleh perletakan dan diteruskan oleh stud ke kolom beton melalui ikatan / lekatan. 10
11 Pola-pola kehancuran Sebagian perencanaan diharuskan untuk menguji masing-masing pola kehancuran. Pada dasarnya pola kehancuran kritis pada sambungan sederhana akan tampak nyata. Sebagai contoh pada kehancuran untuk sambungan sederhana dapat dilihat pada gambar 6.2
Gambar Sistem Penulangan Konsol Pendek Dipakai pelat landasan 250 x 300 mm² BAB X KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Dengan penggunaan elemen pracetak pada gedung betingkat akan didapat banyak keuntungan , diantaranya adalah kualitas beton, waktu pelaksanaan dapat dipercepat yang pada akhirnya dapat menghemat biaya total konstruksi bangunan. Dari perancangan struktur yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Dari hasil modifikasi perancangan struktur gedung Perkantoran Bank BCA cabang Rungkut Surabaya didapatkan data-data perencanaan sebagai berikut : a. Tebal plat atap: 10 cm dan plat lantai : 12 cm b. Dimensi kolom : 100 x 100 cm (tulangan utama D25 mm dan sengkang Ø 12 mm) c. Dimensi balok induk : 50 x 7 5 cm (tulangan utama D22 mm dan sengkang Ø10 mm) d. Dimensi balok anak : 30 x 40 c m (tulangan uatama D16 mm dan sengkang Ø 8 mm) e. Tebal shearwall : 40 cm (tul D 25-300) 2. Perencanaan pondasi direncanakan dengan tiang pancang diameter 60 cm. 3. Pengaplikasian elemen pracetak pada suatu gedung dapat dibuat mendekati sifat monolit , bergantung dari perencanaan sambungannya. 4. Sistem pracetak dapat diterapkan pada pemodelan Sistem Ganda, dengan menggunakan elemen pracetak pada elemen framenya. 5. Pelaksanaan metode pracetak sangat dimungkinkan untuk
4 3
1
5
2 Nh
Vh
Gambar Model – Model Keruntuhan Gedung PCI Design Hanbook memberikan lima pola kehancuran yang harus diselidiki pada waktu perencanaan dapped-end dari balok, yaitu sebagai berikut : 1. lentur dan gaya tarik aksial pada ujung 2. tarik diagonal yang berasal dari sudut ujung 3. geser langsung antar tonjolan dengan bagian utama balok 4. tarik diagonal pada ujung akhir 5. perletakan pada ujung atau tonjolan Dalam tugas akhir ini, penulis merencanakan system balok pracetak yang mampu menumpu pada kolom dengan bantuan konsol pendek pada saat proses pencapaian kekuatan penyambungan sebelum komposit sehingga mencapai kekuatan yang benar – benar monolith. Perencanaan konsol pada kolom Pada perencanaan sambungan antara balok induk dan kolom dipergunakan sambungan dengan menggunakan konsol pendek. Balok induk diletakan pada konsol yang berada pada kolom yang kemudian dirangkai menjadi satu kesatuan. Bentuk konsol pendek yang dipakai dapat dilihat pada gambar 8.3 berikut ini:
V u ( termasuk 23 V vt )
Vu a Nu d 2
2 3
d d
2 3
h
V vt bidang geser
11
12 dilaksanakan, namun membutuhkan ketelitian dan keahlian dalam proses pembuatan hingga pemasangannya. 10.2. Saran 1. Masih perlu lagi pengembangan teknologi pracetak agar lebih mudah dalam pengaplikasiannya. 2. Masih perlu dibuat standardisasi dan peraturan mengenai beton pracetak yang sesuai dengan keadaan lingkungan dan alam Indonesia. 3. Demi efektifitas dan efisiensi dari metode pracetak , pembatasan jumlah elemen seragam yang dibuat perlu diperhatikan. DAFTAR PUSTAKA Purwono, Rachmat., Tavio., Iswandi Imran., dan I Gusti Putu Raka. 2007. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan. Surabaya : itspress. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). Bandung : DPPW. Departemen Pekerjaan Umum. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983. Jakarta : DPU. Departemen Pekerjaan Umum. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Purwono, Rachmat. 2006, Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Surabaya : itspress. Wahyudi, Herman. 1999. Daya Dukung Pondasi Dalam. Surabaya : Jurusan Teknik Sipil FTSP – ITS. PCI. 1992. PCI Design Handbook Precast and Prestress Concrete 5th Edition. Chicago : Illinois.
12