BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan Negara dilaksanakan dalam pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa. 1 Karakter
pembangunan
baik
arah
dan
langkah
maupun
cara
manusia
memanfaatkannya terutama ditentukan oleh bagaimana suatu Negara mengelola investasi sumber dayanya. 2 Artinya keberhasilan negara dalam melaksanakan pembangunan terutama tergantung pada keberhasilan mengelola sumber dayanya secara optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Walaupun pembangunan dilaksanakan di segala aspek kehidupan, namun pembangunan ekonomi merupakan pendorong yang sangat besar untuk kemajuan dalam bidang-bidang lain dalam keseluruhan hidup bangsa dan negara. Pembangunan ekonomi adalah usaha mentransformasikan kehidupan jutaan manusia di seluruh dunia yang sedang berkembang. 3 Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan dana, artinya setiap melaksanakan pembangunan diperlukan dana bagi kelangsungan pembangunan tersebut. Begitu pula bagi pelaku usaha, baik perseorangan ataupun badan usaha, dalam melaksanakan
1
Indonesia, Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat, 1999 - 2004 Warren C. Baum & Staokes M. Tolbert, Investasi Dalam Pembangunan Pelajaran Dari Pengalaman Bank Dunia, Grafindo Persada, Jakarta, 1988, hal 5 3 Ibid, hal 6 2
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, atau kegiatan usaha akan memerlukan dana yang tidak sedikit, dalam arti jumlahnya melebihi dana yang dimilikinya. Menurut Remy Sjahdeini, dana merupakan ‘darah’ bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya. Ibarat manusia yang tidak mungkin hidup tanpa darah, pelaku usaha juga akan ‘mati’ tanpa dana. 4 Dana untuk usaha mula-mula berasal dari modal (equity) perusahaan/ perseorangan pelaku usaha itu sendiri, dan karena tidak mencukupi maka perlu dicarikan penambahan dana, antara lain dengan cara memperoleh pinjaman atau utang (loan). Adapun dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak yang meminjam dana adalah debitur dan yang memberikan pinjaman dana disebut kreditor, sedangkan fasilitas pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh Bank atau badan lain disebut kredit. 5 Bagi masyarakat, perorangan atau badan usaha yang berusaha meningkatkan kebutuhan komsumtif atau produktif sangat membutuhkan pendanaan dari Bank sebagai salah satu sumber dana yang di antaranya dalam bentuk perkreditan, agar mampu mencukupi dalam mendukung peningkatan usahanya. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan
4
Sutan Remy Sjahdeini, “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S.Hutagalung, UI, Jakarta 2006, hal 641 5 Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, Ed.Rev. Cetakan 3, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2007, hal57
Universitas Sumatera Utara
melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat agar dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan sebagai upaya mengantisipasi timbulnya resiko bagi kreditor pada masa yang akan datang. Untuk usaha tersebut dapat menggunakan jasa Perbankan. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat di perdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu. Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman. 6 Peranan lembaga perbankan yang sangat strategis ini terus ditata dan diperbaiki dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut UU Perbankan). Undang-Undang ini memberikan landasan 6
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 6th Ed, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 20
Universitas Sumatera Utara
yuridis yang lebih luas dan jelas mempertegas jangkauan pelayanan Bank terhadap segala lapisan masyarakat. Pengertian Bank, menurut Pasal 1 angka (2) UU Perbankan mendefinisikan bahwa bank merupakan
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya pada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. 7 Dari pengertian tersebut
maka
sebagai lembaga kepercayaan
masyarakat, pada umumnya Bank berfungsi, sebagai berikut : 1. menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; 2. memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; 3. memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. 8 Fungsi Bank sebagaimana disebutkan di atas dapat dikatagorikan manjadi 2 (dua), yaitu sebagai fungsi perantara (intermediation role) adalah penyediaan kemudahan untuk aliran dana dari mereka yang mempunyai dana nganggur atau kelebihan dana selaku penabung (saver) atau pemberi pinjaman (lender) kepada mereka yang memerlukan atau kekurangan dana untuk memenuhi berbagai kepentingan selaku peminjam (borrower), dan sebagai fungsi transmisi (transmission role) adalah berkaitan dengan peranan Bank dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dengan menciptakan intrumen keuangan, seperti penciptaan uang
7
Ketut Rindjin, Pengantar Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 14 8 Ibid
Universitas Sumatera Utara
kartal oleh Bank Central, uang giral yang dapat diambil atau dipindahtangankan dengan menggunakan cek atau bilyet giro.9 Dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang penyaluran kredit, Bank di hadapkan pada permasalahan resiko yaitu : resiko pengembalian kredit sehubungan dengan adanya jangka waktu antara pencairan kredit dengan pembayaran kembali. Ini berarti bahwa semakin lama jangka waktu kredit semakin tinggi pula resiko kredit tersebut. Oleh karena itu dalam menghadapi resiko tersebut, Pasal 2 UU Perbankan mengamanatkan suatu prinsip agar pihak perbankan dalam melakukan kegiatan usahanya harus berazaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip ekonomi kehati-hatian ( Frudential Banking Principle). Prinsip tersebut merupakan salah satu perwujudan dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit.
Sebelum memberikan pinjaman kepada debitur, pihak
kreditur melakukan beberapa langkah atau disebut juga sebagai prosedur pemberian kredit yaitu dengan melakukan pengumpulan informasi, penilaian (analisis) kredit, keputusan kredit, pelaksanaan (pencairan kredit). 10 Lebih lanjut dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” 11
9
Ibid, hal 15-16 Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank,Jakarta, Bumi Aksara, 1992, hal 240 11 Direktorat Hukum Bank Indonesia, Undang-Undang Perbankan, Jakarta, 1998, hal 14 10
Universitas Sumatera Utara
Jelas ketentuan Pasal tersebut mengarahkan bahwa Bank perlu unsur pengamanan dalam pengembalian kredit sebelum kredit diberikan kepada debitur. Adapun unsur pengaman (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability). 12 Pemberian pinjaman (kredit) merupakan salah satu layanan yang sangat banyak menarik minat masyarakat dan menjadi andalan suatu bank. Karena itu tidak heran jika ada yang mengatakan kredit usaha merupakan jantung bank. Saat ini masyarakat, baik individu maupun badan/kelompok usaha sudah tidak ragu lagi untuk meminjam ke bank, untuk memenuhi segala kebutuhan hidup atau memperlancar usaha. Mereka menganggap bank lebih aman bila dibandingkan harus pergi ke rentenir misalnya, seperti yang dulu umum terjadi pada masyarakat kita. Melihat respon yang terjadi bank-bank pun tidak tinggal diam, mereka memberikan dan menambahkan fasilitas-fasilitas dan janji-janji yang menarik agar banyak mayarakat meminjam (kredit) ke mereka. Sebelum memberikan kredit Bank juga harus memperoleh keyakinan dan melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, jaminan, dan prospek usaha dari calon debitur.
Menurut UU Perbankan bahwa dalam
memberikan kredit bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan debitur serta kesanggupan nasabah
12
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta, Bina Aksara, 1989, hal 4
Universitas Sumatera Utara
debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan hutang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. 13 Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh R. Tjiptoadinugroho bahwa
“Inti
sari dari kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya serta kepada siapapun diberikannya”. 14 Falsafah kredit yang berlandaskan pada kepercayaan dapat dilihat pada contoh kredit-kredit antara negara dan bangsa yang dilaksanakan dalam jumlah yang besar dan jangka waktu yang panjang. 15 Oleh sebab itu debitur harus memberikan jaminan guna kelancaran terhadap proses pemberian kredit Namun kenyataan kadang tidak sesuai dengan harapan. Banyak bank pada umumnya mengalami kesulitan dengan adanya tunggakan kredit, artinya uang yang dipinjamkan mengalami kemacetan dalam penagihan, atau lazim disebut orang sebagai kredit bermasalah. Walaupun hal ini bukan barang baru di dunia bisnis perbankan, namun apabila tidak ditangani secara professional, kredit tersebut (terutama yang berjumblah besar) akan membawa dampak yang merugikan, baik bagi bank yang sedang menghadapinya maupun kehidupan ekonomi bangsa. Oleh karena kredit adalah bagian terbesar dari aktiva produktif setiap bank umum, maka sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumblah besar pasti akan mengalami berbagai kesulitan operasional. Kesehatan bank yang 13
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal 141 R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan Penghayatan, Analisis dan penuntutan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hal 14 15 Ibid, hal 15 14
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan di mata bank sentral juga akan bernilai rendah. Apabila jumblah bank bermasalah di suatu negara cukup besar dan pemerintah tidak mampu mengatasi problem itu dengan baik, para nasabah bank di negara itu dapat kejangkitan penyakit kurang percaya kepada bank. Mereka dapat berbondong-bondong menarik kembali dana yang mereka titipkan. Akibat selanjutnya kelancaran usaha bisnis perbankan dan perkembangan ekonomi negara tersebut akan terganggu. Dalam praktek, bank di dalam memberikan kredit selalu meminta barang jaminan, apakah barang bergerak ataupun barang tidak bergerak. Hal ini sangat tergantung dari nilai kredit yang diminta, dan biasanya bank hanya memberikan kredit sebesar 60 % sampai 70 % dari nilai jaminan yang diberikan. 16 Ada dua pertimbangan yang setidaknya menjadi prasyarat utama untuk sesuatu benda dapat diterima sebagai jaminan, yaitu : 1. Secured, artinya benda jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memilik kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi. 2. Marketable, artinya benda jaminan tersebut bila hendak dieksekusi dapat segera dijual dan diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur. 17 Dalam praktek, dimintanya jaminan oleh bank karena bank memperhitungkan kemungkinan kegagalan kredit yang bisa saja disebabkan oleh faktor di luar dugaan
16
Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000, hal 51-52 Johanes Ibrahim, Cros Default dan cross collateral sebagai upaya penyelesian kredit bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hal 71 17
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri, adapun gunanya jaminan tersebut adalah untuk menghindarkan kerugian bagi bank atas kemungkinan kegagalan-kegagalan kredit. Dan jaminan yang sering diterima oleh kreditur (bank) bukan hanya milik debitur itu sendiri tetapi juga bisa milik pihak ke tiga yang atas kemauannya sendiri menyerahkan secara tegas harta kekayaannya untuk menjamin kredit dari debitur. Oleh karena itu jaminan merupakan benteng terakhir bagi keselamatan kredit, maka atas semua barang-barang yang diajukan dalam permohonan kredit sebagai jaminan harus diteliti terlebih dahulu oleh bank baik dari segi yuridis maupun fisiknya, sehingga akan terjaminnya kegiatan hukum pengikatan dan taksirannya yang tepat dan cukup atas hasil terjualnya untuk melunasi jumlah kewajibannya apabila penerima fasilitas kredit tersebut ingkar janji dan tidak menyelesaikan kewajibannya sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Mengingat bahwa agunan atau jaminan merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit yang sangat penting dan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk adanya kepastian atas pelunasan utang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur, maka meskipun berdasarkan unsurunsur lain telah dapat diperoleh keyakinan
atas
kemampuan
debitur
untuk
mengembalikan utangnya, akan tetapi jaminan tambahan masih tetap diminta oleh pihak Bank. 18
18
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah & Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Atas Pemisahan Horizontal ( Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan ), Citra Aditya Bakti bandung, Bandung, 1996, hal 233
Universitas Sumatera Utara
Untuk memberi landasan yuridis bagi kreditur dalam melaksanakan hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur atau penjamin debitur, maka atas barang jaminan tersebut terlebih dahulu dilakukan pengikatan menurut hukum yang berlaku, misalnya dengan pengikatan Hipotik, Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai atau dengan jaminan perorangan (Personal Guarantee) dan Jaminan Perusahaan (Coorporate Guarantee). Adapun salah satu jaminan yang di inginkan oleh Bank adalah deposito, karena dengan kata lain deposito merupakan tabungan yang dapat dicairkan bila telah jatuh tempo. Namun apabila waktu pencairan deposito tersebut belum terjadi, sementara deposan tersebut memerlukan dana dan meminjam kredit kepada Bank, maka deposito dapat di jadikan jaminan untuk pelunasan utang yang timbul dari perjanjian kredit tersebut. Dari uraian tersebut di atas, maka deposito dapat di golongkan sebagai “benda bergerak”, oleh sebab merupakan “perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat ditagih atau yang mengenai benda-benda bergerak”. 19 Oleh karena itu, deposito dapat juga disebut sebagai piutang, yaitu merupakan hak untuk menerima pembayaran. 20 Dalam hal ini deposan berhak atas pembayaran sejumlah dana yang tertera dalam surat deposito tersebut beserta bunganya.
19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.25, Pradnya Paramita, Jakarta , 1992, Ps. 511 angka 3 20 Indonesia, Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia, UU 42 tahun 1999, Ps. 1 angka 3
Universitas Sumatera Utara
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di kenal 3 (tiga) jenis piutang, yaitu: 1. Piutang atas bawa yaitu penyerahannya dilakukan dengan menyerahkan surat piutang tersebut 2. Piutang atas tunjuk yaitu penyerahannya dilakukan dengan diserahkannya surat piutang tersebut disertai endosmennya. 3. Piutang atas nama yaitu penyerahannya dilakukan dengan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan. 21 Dalam hal ini maka deposito merupakan piutang atas nama karena tidak termasuk pada piutang atas bawa dan piutang atas tunjuk. 22 Bank mengklasifikasikan deposito sebagai jaminan pokok, karena memiliki tingkat kepastian nominal yang sudah pasti dan likuiditasnyapun paling likuid di bandingkan
dengan jaminan-jaminan kredit lainnya, sehingga dapat di katakan
bahwa pemberian kredit dengan jaminan deposito memberikan tingkat keamanan yang sangat tinggi dan pasti bagi
kreditur. Apalagi
jika
deposito
tersebut
keberadaannya (penempatannya) berada di Bank pemberi kredit. Selain karena sifatnya yang sangat likuid tersebut, dari sudut debitur, faktor pendorong deposito diserahkan sebagai jaminan kredit, adalah pertimbangan proses permohonan dan approval kredit serta biaya bila dibandingkan dengan kredit dalam bentuk jaminan selain deposito yaitu di mana proses permohonan dan approval kreditnya sangat cepat dan tidak berbelit-belit. Demikian juga dengan biaya, dalam 21 22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Op.cit., Ps 613 Ibid., Ps. 1977 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
kredit dengan jaminan deposito, biaya kredit yang dikeluarkan oleh debitur dapat ditekan sedemikian rupa, sehingga bisa jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit umum dengan jaminan lainnya. Hal ini disebabkan karena 2 (dua) hal, yaitu: a. seluruh pengikatan kredit dan jaminannya cukup dilakukan secara dibawah tangan; b. karena kepentingan kreditur yang tidak mau kehilangan bisnis dari sisi pendanaan, yaitu dengan penempatan depositonya di Bank yang sama dengan kreditur, maka bagi kreditur, deposito jaminan ini juga membawa keutungan tersendiri sebagai bagian dari pemenuhan target pengumpulan dana-dana pihak ketiga. Oleh karena itu, jika memungkinkan, jaminan inilah yang dimintakan Bank kepada calon debitur untuk diserahkan.
23
Dalam hal pengikatan deposito adapun berdasarkan ketentuan Pasal 1152 dan 1153 KUH Perdata, deposito dapat di jaminkan dengan gadai. Selanjutnya dalam praktek perbankan juga dikenal dengan cessie, yaitu lembaga jaminan bagi piutang atas nama dan benda-benda tidak bertubuh lainnya, sehingga dalam hal ini depositopun dapat di jaminkan dengan cessie. Oleh karena itu peneliti melihat bahwa dengan mudah dan cepatnya proses persetujuan dan pencairan kredit dengan Jaminan deposito itu, dalam banyak kasus justru menjadi salah satu sumber permasalahan hukum tersendiri bagi bank, karena debitur yang memberikan deposito sebagai jaminan tersebut, umumnya adalah
23
Wawacara dengan Bapak riky , Staff human resort development, PT. Bank Mandiri (Persero), Tanggal 1 maret 2010
Universitas Sumatera Utara
debitur yang secara financial kuat, sehingga memiliki bargaining position di mata perbankan. Berdasarkan uraian di atas maka Peneliti memilih judul “ TINJAUAN
HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN DEPOSITO. PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO), TBK KANTOR CABANG MEDAN”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang
dikemukakan di atas, peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan fokus kepada permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah lembaga jaminan dalam pembebanan deposito sebagai jaminan kredit? 2. Bagaimanakah
pelaksanaan
pengikatan
deposito yang dijadikan sebagai
jaminan kredit pada PT. Bank Mandiri ? 3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh Bank dalam penyelesaian pencairan kredit dengan jaminan deposito apabila tanggal jatuh tempo kredit berbeda dengan tanggal jatuh tempo pada deposito?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan utama penulisan ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui lembaga jaminan dalam pembebanan deposito sebagai jaminan kredit. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan deposito yang dijadikan sebagai jaminan kredit pada PT. Bank Mandiri 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Bank dalam penyelesaian pencairan kredit dengan jaminan deposito apabila tanggal jatuh tempo kredit berbeda dengan tanggal jatuh tempo pada deposito.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Hasil Penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum perbankan dan bidang hukum jaminan yang menyangkut dalam hal pemberian kredit dengan jaminan deposito. 2. Secara Praktis Bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perbankan dan bidang hukum jaminan, bagi praktisi hukum, serta profesi hukum lainnya, dan juga untuk menjadi bahan diskusi tentang kredit dengan jaminan deposito, serta sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang tertarik pada tema yang sama.
Universitas Sumatera Utara
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “tinjauan hukum pemberian kredit dengan jaminan deposito pada pt. bank mandiri (persero), tbk kantor cabang medan”.belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul penelitian di atas sebelumnya. Dengan demikian bahwa penelitian ini adalah asli, untuk itu peneliti dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Tinjaun Kepustakaan Perjanjian kredit Bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya adalah mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang debitur. Subjek perjanjian kredit bank adalah pihak bank sendiri dan debitur, sedangkan objek perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank kepada debitur. 24 Perikatan di atur dalam Pasal 1233 dan Pasal 1234 KUH Perdata, yang berbunyi adalah sebagai berikut “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu” Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata tersebut di atas, secara jelas dapat kita ketahui bahwa sumber dari Perikatan adalah berasal dari persetujuan dan
24
Ahmad Anwari, praktek perbankan di Indonesia Mengenai Deposito Berjangka, cetakan kedua balai aksara,Jakarta,tahun 1983, hal 30
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata disebutkan mengenai adanya suatu bentuk prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan suatu perjanjian sudah pasti merupakan suatu perikatan. Hukum jaminan tergolong dalam bidang hukum yang akhir-akhir ini secara populer disebut economic law (hukum ekonomi) wiertschaftrecht atau droit economic yang mempunyai fungsi menunjang pembangunan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya. 25 Dalam UU Perbankan sama sekali tidak menyebutkan tentang pengertian jaminan, namun dalam Pasal 1131 KUH Perdata disebutkan bahwa “ segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Salah satu usaha perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat. Dana yang dihimpun itu diadakan dalam bentuk simpanan, yang salah satu jenis simpanan itu adalah deposito, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu mengenai pengertian deposito terakhir diatur dalam UU Perbankan Pasal 1 angka 7. Berdasarkan pasal tersebut, deposito dikatagorikan sebagai bentuk simpanan dana oleh nasabah penyimpan (deposan) kepada pihak Bank, dimana berdasarkan perjanjian antara keduanya, dana itu dapat ditarik kembali oleh nasabah setelah jangka waktu tertentu. 25
Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980, hal 1
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yaitu dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan dan kemudian diadakan analisis terhadap data tersebut. 1. Bentuk Penulisan Penulisan skripsi ini menggunakan bentuk penelitian normative empiris yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder, yaitu yang meliputi : a. Bahan Hukum Primer Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perbankan. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya Rancangan Undang-Undang Informasi dan Telematika, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum c. Bahan Hukum Tersier Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal hukum serta laporan ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
2. Alat Pengumpul Data Dalam Penulisan ini menggunakan data-data yang diperlukan dengan cara : 1. Penelitian Kepustakaan Studi dokumen, untuk mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundangundangan yang ada kaitannya dengan perikatan perbankan selanjutnya digunakan sebagai kerangka teoritis untuk penelitian lapangan 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan yaitu dengan mengadakan wawancara dengan staf Bank Mandiri Tbk, serta mengadakan studi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik skripsi ini.
H. Sistematika Penulisan. Dalam penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika penulisan merupakan suatu bagian yang sangat penting, karena dengan adanya sistematika penulisan ini maka pembahasannya akan dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan membuktikan kebenaran hipotesanya. Kemudian agar memudahkan isi dari skripsi ini, maka sistematika penulis disusun secara menyeluruh mengikat kerangka dasarnya yang dibagi dalam beberapa bab serta sub bab secara berurutan, yang masing-masing bab itu akan menyelesaikan pemecahan permasalahan dalam pembahasannya dan kita lihat sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Pada bab I sebagai pendahuluan, penulis menguraikan tentang hal-hal umum dari sekripsi ini seperti uraian singkat garis besar permasalahan yang digunakan sebagai dasar pemegang dalam penulisan skripsi ini. Secara sistematis bab I ini di bagi dalam beberapa sub bab, yaitu tentang : Pada bab ini, penulis menguraikan tentang hal-hal yang umum yang mendasari penulisan skripsi ini, yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, manfaat dan tujuan penulisan, keaslian penelitian, tinjauan pustaka dan sistimatika penulisan Pada Bab II penulis membahas tentang Pembebanan Deposito sebagai Anggunan Kredit dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu : Pengertian tentang jaminan, pengertian tentang deposito, dan lembaga penjaminan deposito. Pada Bab III penulis membahas tentang Pelaksanaan Pengikatan Kredit dengan Jaminan Deposito pada Bank mandiri cabang Medan dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu : Gambaran Umum PT. Bank Mandiri ( Persero ) Tbk, Perjanjian Pada Umumnya, Tinjauan kredit dan Perjanjian Kredit Bank, Bentuk Perjanjian Kredit dan Kredit Bermasalah, Deposito Sebagai Jaminan Kredit, Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Deposito Pada bab IV penulis membahas tentang Penyelesaian Kredit dengan jaminan deposito dibagi menjadi beberapa sub bab yaitu : Penyelesaian kredit pada umumnya, kelebihan dan kekurangan pemberian kredit dengan jaminan deposito, penyelesaian kredit dengan jaminan deposito.
Universitas Sumatera Utara