BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasar modal (capital market) merupakan salah satu elemen penting dan tolok ukur kemajuan perekonomian negara. Salah satu ciri-ciri negara industri maju maupun negara industri baru adalah adanya pasar modal yang tumbuh dan berkembang dengan baik. Pasar modal berperan sebagai lembaga penghubung dalam pengalokasian dana masyarakat secara efisien, transparan, dan akuntabel.1 Salah satu ciri yang membedakan perdagangan di pasar modal dan perdagangan di pasar barang adalah penggunaan pialang atau broker. Seorang investor tidak dapat melakukan kegiatan jual beli surat berharga secara langsung, melainkan melalui jasa broker. Seorang investor tidak bisa membeli atau menjual surat berharganya secara langsung ke bursa, tetapi dilakukan dengan menggunakan jasa broker ini. Oleh karena transaksi di pasar modal tidak boleh dilakukan secara langsung, maka terpaksa investor harus memilih broker atau pialang. Perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi. Perusahaan efek inilah yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan perusahaan pialang. Perusahaan pialang adalah perusahaan yang membeli dan 1
Iswi Hariyanti, 2010, Buku Pintar Hukum Bisnis dan Pasar Modal, Transmedia Pustaka, Jakarta, hlm.1.
2
menjual saham di bursa efek atas pesanan investor. Untuk melakukan pembelian maupun penjualan saham di bursa, harus berhubungan dengan perusahaan efek sehingga perusahaan efek harus memiliki orang-orang yang mewakili yang disebut pialang atau broker.2 Perusahaan efek mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan industri perbankan yaitu keduanya menjalankan fungsi intermediary. Namun karena di satu pihak, bank lebih berfungsi sebagai sebuah depository institution sedangkan yang lainnya sebagai lembaga investasi (investment banking), maka keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Orang yang berhubungan dengan lembaga investasi seperti perusahaan efek, secara tidak langsung harus menyadari bahwa dia akan melibatkan uangnya dalam kegiatan yang mempunyai resiko. Sedangkan sebuah depository institution, seperti bank, mengisyaratkan bahwa orang atau siapapun yang menyimpan uangnya menghendaki keamanan atas hartanya tersebut. Dengan kata lain depository institution lebih dimaksudkan untuk menyimpan dana, meskipun tidak juga dapat dihindari bahwa kegiatan tersebut mempunyai unsur investasi (karena adanya unsur bunga yang diberikan bank). Tetapi dengan berhubungan dengan investment banking, orang jelas akan berinvestasi dan dengan demikian unsur resiko investasi harus diperhitungkan.3 Berdasarkan
karakteristik
yang
demikian
berbeda
maka
ada
kecenderungan untuk memisahkan kegiatan dari kedua lembaga ini, sehingga orang yang memang berhubungan dengan bank dan bermaksud menyimpan 2
Veithzal Rivai, Andria Permata Veithzal, dan Ferry N. Idroes, 2007, Bank and Financial Institution Management, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 928. 3 Hamud M. Balfas , 2012, Hukum Pasar Modal di Indonesia, Tatanusa, Jakarta, hlm. 348-349.
3
uangnya memang tidak mengharapkan akan menanggung resiko terlalu besar. Oleh karena itu bank menjadi lembaga yang diharapkan menjaga kekayaan nasabah yang disimpannya, dan umumnya tidak diperbolehkan untuk melakukan investasi atau menyalurkan dananya untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya mempunyai resiko yang tinggi seperti investasi dalam efek, yang umumnya mempunyai sifat yang sangat fluktuatif.4 Karena sifat industri perbankan yang demikian maka ada larangan bagi perbankan untuk secara langsung terlibat melakukan kegiatan yang berkaitan dengan industri sekuritas. Berdasarkan Undang-undang Perbankan, Bank misalnya tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek. Bank hanya diperkenankan untuk melakukan penyertaan modal pada
perusahaan
efek.
Undang-undang
perbankan
juga
hanya
memperbolehkan bank untuk melakukan penyertaan modal pada usaha-usaha tertentu, sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang Perbankan. Sedangkan untuk penyertaan modal dalam usaha-usaha di luar yang ditentukan tersebut hanya boleh dilakukan untuk sementara. Bank wajib menarik kembali penyertaan modal tersebut apabila melebihi jangka waktu lima tahun, atau perusahaan di mana penyertaan tersebut dilakukan telah memperoleh keuntungan. Dengan demikian ada pembatasan yang dilakukan atas bank untuk secara langsung aktif terlibat dalam pasar modal, dan ini semuanya dimaksudkan untuk menjaga bank agar tidak melibatkan dana simpanan nasabahnya ke dalam usaha-usaha yang dianggap mempunyai
4
Ibid., hlm. 350.
4
resiko berlebihan. Selain itu kegiatan bank dalam industri sekuritas dianggap dapat menyebabkan terjadinya benturan kepentingan antara kegiatan bank sebagai peminjam di satu pihak dengan investasi efek di lain pihak.5 Belakangan ini, di tengah kemajuan kegiatan pasar modal yang juga semakin berkembang, saat ini bank dapat memasarkan produk asuransi atau yang dikenal dengan istilah bankassurance, kegiatan tersebut dapat dilakukan setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Dalam batas-batas tertentu, bank juga dapat terlibat dalam penjualan reksadana, hal ini sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/19/DPNP tanggal 14 Juni 2005 sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP tanggal 31 Desember 2009 perihal Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang melakukan aktivitas Berkaitan dengan Reksa Dana. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak melepaskan bank untuk memperoleh izin, persetujuan atau kewajiban untuk melakukan pendaftaran kepada Bapepam dan LK. Salah satu bank di Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (selanjutnya disebut Bank Mandiri), sejak tahun 2006 hingga saat ini telah mengadakan perjanjian kerjasama yang dinamakan Layanan Retail Brokerage (LRB) dengan PT Mandiri Sekuritas (selanjutnya disebut Mandiri Sekuritas) selaku anak perusahaannya, dimana nasabah Bank Mandiri yang datang ke
5
Ibid., hlm. 351.
5
cabang Bank Mandiri tertentu yang menyediakan layanan tersebut akan disarankan untuk berinvestasi di pasar modal melalui pojok khusus Mandiri Sekuritas yang ada di cabang Bank Mandiri tersebut. Layanan retail brokerage yang ditawarkan pihak Bank Mandiri didasarkan pada perjanjian yang dilakukan antara Bank Mandiri dan pihak Mandiri Sekuritas, dimana Bank Mandiri bertindak sebagai pemberi referral nasabah Bank Mandiri kepada Mandiri Sekuritas dan atas pemberian referral tersebut Mandiri Sekuritas memberikan kontra prestasi berupa referral fee kepada Bank Mandiri. Adanya layanan retail brokerage yang dilaksanakan Bank Mandiri tersebut kemudian dievaluasi oleh Bank Indonesia, selaku institusi yang berwenang mengawasi kegiatan perbankan. Dalam evaluasinya, pihak Bank Indonesia meminta pihak Bank Mandiri untuk segera menghentikan aktivitas retail brokerage di cabang-cabang Bank Mandiri yang ditunjuk. Hukum perjanjian Indonesia mengenal adanya asas kebebasan berkontrak yang berarti bahwa masyarakat memiliki kebebasan untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum. Dapat dikatakan bahwa perjanjian LRB yang dilakukan oleh Bank dan Perusahaan Sekuritas adalah sah. Namun perlu pula dilihat kembali apakah materi perjanjian LRB yang dilaksanakan juga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya peraturan perbankan dan pasar modal.
6
Hal inilah yang menjadi objek bahasan dalam penelitian ini, yaitu terkait legalitas kegiatan referral yang didasarkan pada perjanjian layanan retail brokerage antara Bank dan Perusahaan Sekuritas. Praktek kegiatan referral Bank Mandiri kepada nasabahnya untuk berinvestasi melalui pojok khusus Mandiri Sekuritas yang ada di dalam kantor Bank Mandiri tersebut harus ditinjau kesesuaiannya tidak hanya berdasarkan asas kebebasan berkontrak semata, namun juga kesesuaiannya dengan peraturan perundangundangan khususnya peraturan perbankan dan peraturan pasar modal. Berdasarkan latar belakang dimaksud, penulis bermaksud untuk mengkaji lebih dalam permasalahan di atas dengan judul : “Aktivitas Referral antara Bank dan Perusahaan Sekuritas terkait Layanan Retail Brokerage ditinjau dari Undang-undang Perbankan dan Peraturan Pasar Modal.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan rumusan masalah, untuk dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana legalitas kegiatan referral antara bank dan perusahaan sekuritas terkait layanan retail brokerage menurut peraturan perbankan dan pasar modal? 2. Apa kendala dan bagaimana solusinya untuk dapat melaksanaan kegiatan referral antara bank dan perusahaan sekuritas?
7
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah a.
Untuk mengetahui, menganalisis, dan menjelaskan aspek legalitas dari kegiatan referral terkait layanan retail brokerage yang dilaksanakan atas kerjasama Bank Mandiri dan Mandiri Sekuritas.
b.
Untuk mengetahui kendala pelaksanaan aktivitas referral antara bank dan perusahaan sekuritas dan solusi yang diharapkan untuk mengatasi kendala tersebut.
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.
Secara teoritis, memberikan sumbangsih pemikiran mengenai proses kegiatan bisnis di pasar modal yang berkaitan dengan bank umum.
2.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara utuh dan jelas kepada praktisi mengenai legalitas layanan retail brokerage yang ditawarkan oleh bank ditinjau dari peraturan perundang-undangan khususnya peraturan perbankan dan pasar modal.
E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, penelitian tentang Aktivitas Referral antara Bank dan Perusahaan Sekuritas terkait Layanan Retail Brokerage Menurut Peraturan Perbankan dan Pasar Modal belum pernah ada, namun
8
penelitian yang mirip dengan judul diatas pernah dilakukan, seperti yang pernah dilakukan oleh: 1. Tina Megahwati, dengan judul Keabsahan Transaksi E-Commerce Menurut Hukum Perjanjian dan Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia, dengan mengambil permasalahan: a. Bagaimana keabsahan transaksi e-commerce menurut hukum perjanjian dan hukum informasi dan transaksi elektronik di Indonesia? b. Akibat apakah yang dapat terjadi pada transaksi e-commerce di Indonesia? 2. R. Dwiyanto Prihartono, dengan judul penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dan Batasannya dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dengan mengambil pokok permasalahan yaitu: a.
Apakah makna atau hakekat asas kebebasan berkontrak dalam praktek bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha?
b.
Apakah asas kebebasan berkontrak itu bertentangan atau tidak sinkron dengan larangan-larangan yang diatur dalam UU Persaingan Usaha?
c.
Apakah akibat hukumnya jika kontrak yang dibuat oleh para pelaku usaha berdasarkan asas kebebasan berkontrak ternyata melanggar ketentuan yang ada pada UU Persaingan Usaha?
3. Widyawati, dengan judul pengaturan Transakasi Marjin yang Dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Ditinjau Dari Hukum Perikatan, dengan mengambil permasalahan:
9
a. Bagaimana sifat transaksi marjin dalam hukum perikatan Indonesia? b. Apakah transaksi marjin tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam dan LK No.258/BL/2008 melanggar Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata? Walaupun sebelumnya terdapat beberapa penelitian yang memiliki fokus penelitian yang hampir sama yaitu meninjau keabsahan suatu perjanjian dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, akan tetapi objek penelitian yang penulis kemukakan berbeda dengan penelitian yang sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti objeknya adalah Kegiatan Referral berdasar Perjanjian Layanan Retail Brokerage dan subjek yang diteliti dalam hal ini adalah antara Bank dengan Perusahaan Sekuritas. Apabila dikemudian hari ada penelitian sejenis diluar sepengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian yang pernah ada sebelumnya.