BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Untuk itu pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut harus dilakukan dengan cara luar biasa dengan menggunakan cara-cara khusus. Perkembangan pemberantasan korupsi saat ini semakin menunjukkan titik terang sebagai upaya pemerintah dalam menanggapi tindak pidana korupsi di Indonesia. Pemerintah pusat membentuk suatu badan khusus untuk memberantas korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut merupakan salah satu wujud nyata pemerintah untuk memberantas korupsi. KPK dan pengadilan harus membuktikan kecurigaan mereka kepada seseorang tentang apakah dia melakukan korupsi atau tidak. Pengusutan ini sangat sulit dilakukan karena berkaitan dengan bidang tertentu diluar hukum, yaitu bidang ekonomi. Melakukan pengusutan tindak pidana diluar bidang hukum pengadilan dapat dibantu seorang yang ahli. Ahli ekonomi yang dapat membantu adalah seorang auditor. Auditor dianggap sebagai orang yang ahli dibidang keuangan dan akuntansi
9
10
oleh masyarakat dan penyidik, oleh sebab itu apabila dalam pengadilan atau hukum terdapat kasus ekonomi, penyidik dapat meminta bantuan auditor sebagai tenaga ahli untuk mengungkap indikasi ada tidaknya korupsi atau kecurangan lainnya Skandal-skandal keuangan (Enron, WorldCom, Global Crossing, Qwest, Parmalat) yang telah menurunkan kepercayaan investor dan membuat akuntansi forensik menjadi peluang karir yang menarik bagi para akuntan untuk digunakan sebagai alat penanggulangan tindak penipuan. Hal yang serupa terjadi di Indonesia (kasus BLBI, Bank Bali, kasus Bank Century) yang juga telah mengurangi kepercayaan lembaga bantuan dana luar negeri. Dengan demikian akuntansi penting untuk meyakinkan kembali investor dan kepercayaan publik terhadap laporan keuangan
perusahaan
(Rezaee
2003),
sehingga
akuntansi
forensik
yang
dikembangkan dan sebagai pelaksanaannya akuntan forensik yang memiliki keahlian yang relevan untuk menginvestigasi kasus-kasus yang terjadi tersebut. Menurut Tuanakota (2007), faktor yang mendorong berkembangnya akuntansi forensik dengan cepat di Amerika Serikat, yaitu Sarbanes-Oxley Act (2002). Yang menjadi objek akuntansi forensik di sektor swasta maupun sektor publik adalah skandal keuangan yang menyangkut fraud “penghilangan” aset, seperti pencurian, penyalahgunaan, dan lain-lain. Dengan demikian diperlukan akuntan forensik yang mempunyai keahlian dalam menginvestigasi indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di sebuah perusahaan atau instansi negara. Menurut Brooks et al. (2005), akuntan forensik dalam menjalankan tugas mencari aktivitas keuangan yang mencurigakan dan fraud yang dilakukan oleh perorangan maupun bisnis. Akuntan forensik juga menjalankan peran yang lebih
11
nyata dalam membantu pemerintah untuk mengevaluasi catatan akuntansi dan perbankan yang dicurigai terlibat dalam aksi terorisme. Sehingga peran akuntan forensik di dalam pemerintahan sangat penting dalam mengevaluasi catatan akuntansi atau laporan realisasi anggaran pemerintahan. Kahan (2006) menjelaskan akuntan forensik semakin dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan
finansial
perusahaan
bersama shareholders
dan
lembaga
pemerintah, untuk mencegah terjadinya fraud dan kecurangan di dalam praktek akuntansi. Dengan demikian akuntan forensik sangat berperan dalam pendeteksian dan pencegahan terjadinya fraud di setiap kegiatan financial. Rezaee et al. (2006) mengemukakan bahwa kejadian transaksi keuangan yang kompleks akan lebih mudah ditangani oleh orang-orang memiliki tingkat kecakapan atau keahlian yang baik. Ramaswamy (2005) maupun Rezaee et al. (2006) lebih jauh menyatakan bahwa salah satu dari keahlian yang diperlukan untuk mengatasi kasuskasus pelanggaran keuangan ialah keahlian atau kecakapan dalam bidang akuntansi forensik. Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki keahlian atau kecakapan dalam bidang akuntansi forensik semakin sering digunakan dalam penyelidikan tindak kecurangan dalam bidang keuangan. Menurut lembaga akuntan forensik indonesia (LAFI) dalam Tuanakota (2007), akuntan forensik harus memiliki suatu perasaan mendalam tentang etika dan perilaku etik profesional, dan mampu membuat laporan yang kuat dan meyakinkan baik dalam bentuk tulisan maupun verbal sebagai saksi ahli di persidangan pengadilan atau proses persidangan hukum lainnya. Setiap saat, seorang akuntan forensik harus mampu membawa suatu pola pikir profesional yang skeptis yang tetap
12
dipertahankan, dan karena itu dapat meyakinkan bahwa informasi yang dia kerjakan akan selalu akurat dan obyektif. Topik tentang fraud kebanyakan disampaikan pada mata kuliah audit internal. Di Amerika Serikat, Buckhoff dan Schrader (2000) mengamati ruang lingkup di mana lembaga akademik yang menawarkan mata kuliah akuntansi forensik. Hasil pengamatan menemukan bahwa secara rata-rata perguruan tinggi menganggap akuntansi forensik menjadi penting untuk dimasukkan ke dalam kurikulum dan mengadakan
pengamatan
terhadap
silabus-silabus
perguruan
tinggi
yang
menyelenggarakan mata kuliah akuntansi forensik dan menjelaskan bahwa para pengajar bidang akuntansi sepakat bahwa perguruan tinggi semakin memerlukan pendidikan akuntansi forensik, sedangkan Rezaee (2002) lebih jauh menyatakan bahwa para mahasiswa percaya bahwa akuntansi forensik merupakan sebuah peluang karir yang layak bagi mereka, namun masalahnya adalah bahwa bidang ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi. Di Indonesia, di beberapa institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan akuntansi telah memasukkan akuntansi forensik dalam kurikulum pendidikan mereka. Pada tingkatan lebih lanjut, yakni tingkatan pascasarjana, akuntansi forensik telah menjadi topik yang banyak diminati oleh mahasiswa. Hal ini dapat menjadi peluang tersendiri bagi mahasiswa akuntansi untuk dapat memilih akuntan forensik sebagai pilihan karir mereka. Menjadi seorang akuntan yang memiliki spesialisasi forensik adalah sebuah pilihan hidup. Akuntansi forensik yang telah berkembang menjadi alternatif bagi seorang calon akuntan sebagai sebuah lahan
13
pekerjaan yang memiliki keunikan sendiri. Namun pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh persepsi yang terbangun dalam benak calon akuntan. Institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan akuntansi menjadi media untuk penyampaian informasi dan pembelajaran mengenai hal yang terkait dengan akuntansi forensik dan profesi akuntan forensik bagi mahasiswa. Jika mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang cukup mengenai akuntansi forensik selama di bangku kuliah maka seharusnya mahasiswa akan memiliki persepsi bahwa akuntansi forensik bersifat unik dan membutuhkan keahlian yang unik juga serta pilihan akan profesi akuntan forensik terbuka luas. Penelitian tentang akuntan forensik telah dilakukan oleh Harris dan Brown (2000), Messmer (2004), Ramaswamy (2005), Digabriele (2008) di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia dilakukan oleh Iprianto (2009). Tapi penelitian-penelitian tersebut hanya menghimpun persepsi akademisi dan praktisi serta lebih terfokus untuk membahas tentang keahlian yang harus dimiliki oleh seorang akuntan forensik. Sedangkan peneltian dalam rangka melihat persepsi mahasiswa masih belum ada. Padahal pandangan dan pendapat mahasiswa dapat mendukung relevansi keahlian akuntan forensik dan memperjelas marketability lulusan program akuntansi forensik. Pandangan dan opini dari mahasiswa sangat bermanfaat bagi perguruan tinggi yang akan menyelenggarakan program akuntansi forensik. Penelitian tentang persepsi tapi dengan sasaran yang berbeda telah banyak dilakukan, seperti penelitian Musriyadi (2010) tentang persepsi mahasiswa terhadap fraud, ataupun Adriansyah (2011) tentang persepsi mahasiswa dan praktisi akuntansi syariah terhadap praktisi akuntansi syariah di Indonesia.
14
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi terhadap akuntan forensik. Adapun judul dalam penelitian ini adalah “Persepsi Mahasiswa dan Praktisi Akuntansi Terhadap Profesi Akuntan Forensik”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini akan melakukan penilaian terhadapa persepsi dari mahasiswa akuntansi tentang akuntan forensik. Masalah yang kemudian akan dibahas diturunkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi mahasiswa dan praktisi akuntansi terhadap profesi akuntan forensik terkait dengan etika, keahlian, dan pilihan karir? 2. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dan praktisi akuntansi terhadap profesi akuntan forensik terkait dengan etika, keahlian, dan pilihan karir?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa dan praktisi akuntansi terhadap profesi akuntan forensik di Indonesia terkait dengan etika, keahlian, dan pilihan karir. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa mahasiswa dan praktisi akuntansi terhadap profesi akuntan forensik di Indonesia terkait dengan etika, keahlian, dan pilihan karir.
15
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis, terkhusus pada topik permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Bagi akademisi, diharapkan agar hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum akuntansi forensik. 3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai literature tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang juga tertarik untuk membahas bidang kajian permasalahan ini. 4. Bagi institusi, sebagai bahan masukan bagi istitusi terkait, baik itu institusi yang menggunakan jasa akuntan forensik atau institusi pendidikan sebagai penyedia tenaga professional akuntasi forensik dengan melihat pemahaman mahasiswa terhadap permasalahan dalam penelitian ini.
1.5 Sistematika Penulisan Penulisan karya akhir ini tersusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan. Bab ini menguraikan secara singkat mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan dan mendasari di dalam penulisan skripsi ini.
16
BAB III : Metode Penelitian Bab ini membahas tentang lokasi penelitian, variable penelitian dan difenisi operasional, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, serta metode analisis data. BAB IV : Analisis dan Pembahasan Bab ini berisi pembahasan mengenai karateristik data, hasil uji validitas dan realibilitas data, uji hipotesis, dan pembahasan hasil analisis data. BAB V : Penutup Bab ini menjelaskan mengenai simpulan atas pembahasan masalah serta saransaran yang diberikan kepada pihak-pihak yang terkait berdasarkan hasil penelitian ini.