1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Angka kriminalitas di negara ini presentasenya terus meningkat. Aparat keamanan juga semakin gencar menumpas dan menangkap para pelakunya yang secara tidak langsung mengganggu keamanan dan meresahkan masyarakat. Pelakupelaku tersebut ditangkap dan dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan untuk direhabilitasi dan dibina, agar nantinya para narapidana ketika terjun di masyarakat tidak mengulangi perbuatan yang sama. Seperti yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Indramayu. Dalam hal ini, pembimbing moral keagamaan memiliki peran penting dalam proses pembinaan, karena salah satu penyadaran bagi mereka adalah dengan cara mengembalikan ke jalan agama. Akan tetapi, internalisasi bimbingan keagamaan terhadap narapidana pada realitasnya kurang terlihat hasilnya, sehingga para narapidana setelah bebas dari Lapas (kembali ke masyarakat) masih berperilaku kriminal. Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah merupakan orangorang yang mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat. Mereka gagal memenuhi norma-norma yang ada dalam masyarakatnya, sehingga pada akhirnya gagal menaati aturan-aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Kegagalan seseorang dalam bidang hukum disebabkan oleh banyak hal, antara lain karena tidak terpenuhinya kebutuhan biologis atau sosial psikologinya. Akibat tidak
2
terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat mengakibatkan seseoarang menjadi nekad lalu melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya mereka dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Hidup dengan peraturan tata tertib yang ketat dan harus dipatuhi. Kebebasaan bergeraknyadibatasi, bergabung dengan orang-orang yang perasaan terancam yang berpikirkan normal menginginkan hidup demikian. Kehidupan narapidana disatu pihak sering memunculkan fenomena perilaku keagamaan yang positif, dimana mereka merasakan betapa pentingnya dekat dengan Tuhan. Nuraninya senatiasa ingin menghadap Tuhannya dan ingin mengikuti agamaNya; dan fitrah yang telah Allah ciptakan dalam diri setiap manusia tidak akan pernah berubah, ia tetap menyuarakan seruan agar senantiasa kembali kepada kebenaran illahiyah. Bagaimanapun jelek dan buruknya perilaku dan perbuatan seorang manusia, tetapi hati nuraninya tetap hidup dalam dada, hanya saja gaungnya tidak dapat menembus dinding-dinding jiwa, akal fikiran, qalbu, inderawi dan fisiknya, kecuali kelima hal itu mengalami benturan yang sangat dahsyat dalam perjalanan kehidupannya. Dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak ia dilahirkan hingga menjadi dewasa, fitrah itu sering kurang menjadi perhatian, sehingga ia tidak dapat turut eksis dalam setiap perkataan, perbuatan, sikap, dan gerak-gerik ( Hamdani, 2001 : 372). Peran pembimbing moral keagamaan di LP kelas II B indramayu juga memiliki peran mendampingi para narapidana untuk membimbingnya agar dia mampu kembali menjalani kehidupan dalam masyarakat ketika dia bebas dari
3
LAPAS. Peran pembimbing moral keagamaan juga adalah pada tahan re-integrasi, maksudnya mengembalikan narapidana kepada keadaan semula. Di mana narapidana diintegrasikan ke dalam masyarakat untuk mengembalikan hubungannya dengan masyarakat termasuk korban kejahatannya menjadi baik. Penerimaan yang baik dari masyarakat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang teratur yaitu dengan pelaksanaan program pembimbing moral keagamaan. Pembimbing keagamaan sangat penting untuk seorang narapidana, karena pembimbing keagamaan akan memperbaiki moral seseorang narapidana. Sehingga agama bagi narapidana diharapkan dapat memberikan jawaban secara benar dan fungsional yaitu sebagai penawar, penyejuk, pengendali dalam kehidupan sehari-hari, serta memberikan suatu harapan dan motivasi yang kuat untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Pembimbing moral keagamaan adalah untuk memberikan pembinaan rohani dan mencegah terjadinya aksi anarkisme. Selain itu juga difokuskan untuk mengembalikan jati diri narapidana, bimbingan tersebut diberikan rutin kepada para narapidana agar mereka bisa menyadari kesalahan dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Serta bisa beradaptasi dengan cepat saat ke luar dari Lapas. Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. (Poespoprodjo, 1999 : 118). Bimbingan moral dapat berupa pembentukan etika antara sesama narapidana, hubungan narapidana dengan masyarakat sekitar.
4
Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Lapas bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar narapidana menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.Dengan demikian jika narapidana di lapas kelak bebas dari hukuman, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial narapidana yang ada di dalam lapas. Dalam
melaksanakan
pembinaan
tersebut
maka
Kepala
Lembaga
Pemasyarakatan menetapkan pembimbing moral keagamaan yang bertugas sebagai Wali Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Oleh karena itu mutlak memerlukan adanya pelatihan khusus bagi Pembimbing moral keagamaan untuk dapat melakukan pembinaan tersebut hingga dapat mewujudkan tujuan dari pembinaan tersebut jika tidak tentu saja hal tersebut sangat mungkin akan menjadi hambatan tersendiri bagi pelaksanaan pembinaan narapidana Lembaga Pemasyarakatan di Indramayu, termasuk salah satu yang memahami pentingnya bimbingan moral kaagamaan bagi para tahanan. Di tempat tersebut para narapidana dibina dan di bimbing moral keagamaannya melalui ceramah keagamaan, anjuran melaksanakan shalat 5 waktu dan shalat jum’at. Dengan bimbingan ini, diharapkan agar para narapidana berprilaku baik didalam LP dan sesudah keluar dari LP. Selain itu bimbingan tersebut dimaksudkan agar para narapidana mampu
5
membedakan yang hak dan batil untuk menentukan langkah selanjutnya sesuai dengan agama dan hukum. Ada beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak LP kelas II B Indramayu
dalam
rangka
mengembalikan
moralitas
narapidana.
Beberapa
kegiatannya yaitu Pembimbing moral keagamaan memberikan bimbingan berupa pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian terdiri dari pembinaan keagamaan dan pembinaan moral. Pembinaan keagamaan berupa bimbingan moral keagamaan. Pembinaan moral berupa penyuluhan budi pekerti, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dan penyuluhan hukum, kesehatan dan sosial. Dari uraian diatas, pada dasarnya semua narapidana di LAPAS kelas II B Indramayu memerlukan pembimbing guna mengembalikan moral dan agama kepada kesucian dan pada akhirnya mendapat ketenangan batin. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang peran pembimbing moral keagamaan di LP kelas II B Indramayu. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari masalah di atas yaitu : 1. Bagaimana program kerja pembimbing moral keagamaan bagi narapidana ? 2. Bagaimana pelaksanaan program kerja pembimbing moral keagamaan bagi narapidana ? 3. Bagaimana tanggapannarapidana dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayuterhadap peran pembimbing moral keagamaan?
6
4. Bagaimana kendala-kendala yang di hadapi pembimbing moral keagamaan bagi narapidana ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana program kerja pembimbing moral keagamaan bagi narapidana. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan program kerja pembimbing moral keagamaan bagi narapidana. 3. Untuk
mengetahui
bagaimana
tanggapan narapidana
dan Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Indramayuterhadap peran pembimbing moral keagamaan. 4. Untuk mengetahui bagaimana kendala-kendala yang di hadapi pembimbing moral keagamaan bagi narapidana. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis : Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang Bimbingan Penyuluhan Islam. Dan hasil penelitian diharapkan juga dapat memberikan informasi tentang peran pembimbing moral keagamaan bagi narapidana untuk semua kalangan. Dan diharapkan menarik minat peneliti lain, khususnya dikalangan mahasiswa.
7
2.
Secara praktis : Diharapkan berguna dalam pelaksanaan bimbingan moral keagamaan di LAPAS Indramayu khususnya bagi para pembimbing dalam membimbing para narapidana.
E. Tinjauan Pustaka Dari permasalahan di atas, maka kajian ini akan memusatkan perhatian pada penelitian tentang “Peran Pembimbing Moral Keagamaan Bagi Narapidana di LAPAS kelas II B Indramayu”. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang bimbingan moral keagamaan bagi narapidana . Salah satunya skripsi yang di tulis oleh Linda Nurbaeni (UIN, 2006) yang berjudul “Peranan Bimbingan Islam dalam Membina Moralitas Narapidana”. Dalam skripsi tersebut digambarkan bahwa bimbingan dengan nilai keislaman merupakan hal yang paling signifikan. Mulai dari mendapatkan ketenangan dalam hidup sampai kehidupan yang berdasarkan nilai-nilai tersebut, ternyata bimbingan Islam lah yang menciptakan kesadaran narapidana akan hal itu. Bimbingan Islam sangat mempunyai peranan dalam menentukan arah hidup yang benar dan baik pada diri narapidana. Hal ini terbukti dari adanya perubahan perilaku pada diri narapidana setelah mendapatkan /mengikuti proses bimbingan Islam di Lembaga Pemasyrakatan. Terlepas perubahan perilaku cepat atau lambat, namun yang penting adanya proses kesadaran sendiri dari dalam merubah perilaku (moralitas) itu sendiri.
8
Skripsi yang di tulis Linda Nurbaeni mempunyai perbedaan dengan skripsi yang di tulis oleh penulis yaitu pada pembahasan antara peranan bimbingan agama Islam dengan peran pembimbing moral keagamaan narapidana. F. Kerangka Berpikir Pada pokoknya seorang pendidik/pembimbing adalah seorang pemimpin di kalangan anak didik/anak bimbingnya, yang berkemampuan tinggi dalam melakukan komunikasi dengan mereka,menjadi suri tauladan dalam tingkah laku, bersikap melindungi anak bimbingnya dari kesulitan-kesulitan yang ada, serta menunjukkan jalan pemecahan terhadap kesulitan yang dialami(Arifin, 1982:32). Pembimbing agama atau bisa di sebut sebagai da’i adalah salah satu faktor dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah. Setiap muslim yang hendak menyampaikan
dakwah
khususnya
juru
dakwah
(Da’i)
profesional
yang
mengkhususkan diri di bidang dakwah seyogianya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan dakwah, apakah kepribadian yang bersifat rohaniah (psikologis) atau kepribadian bersifat fisik (Faizah & Lalu, 2009:89) Menurut Bimo Walgito (1995:30-31)supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syaratsyarat tersebut yaitu : 1. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas baik segi teori maupun praktik. Segi teori merupakan hal yang penting karena segi inilah merupakan landasan di dalam praktik. Praktik tanpa teori akan
9
merupakan praktik yang ngawur-ngawuran. Segi praktik adalah perlu dan penting, karena bimbingan dan penyuluhan merupakan ”applied science,” ilmu yang harus ditrapkan dalam praktik sehari-hari ; sehingga seorang pembimbing akan sangat canggung apabila ia hanya memiliki segi teori saja tanpa memiliki kecakapan di dalam praktik. 2. Di dalam segi psikologik, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan bijaksana, jika pembimbing telah menuju dewasa dalam segi psikologiknya,
yaitu adanya kemantapan atau kestabilan di dalam
psikologiknya, terutama dalam segi emosi. 3. Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikiknya. Bila jasmani dan psikik tidak sehat hal ini akan mengganggu tugasnya. 4. Seorang
pembimbing
harus
mempunyai
sikap
kecintaan
terhadap
pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya. Sikap ini akan membawa kepercayaan diri anak. Sebab tanpa adanya kepercayaan dari klien tidaklah mungkin pembimbing akan dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. 5. Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik, sehingga, sehingga dengan demikian dapat diharapkan adanya kemajuan didalam usaha bimbingan dan penyuluhan ke arah keadaan yang lebih sempurna. 6. Karena bidang gerak dari pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga seorang pembimbing akan mendapatkan
10
kawan yang sanggup bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak. 7. Seorang
pembimbing
diharapkan
mempunyai
sifat-sifat
yang
dapat
menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan denagn sebaik-baiknya. Dalam kaitan menjalankan tugas, pembimbing agama perlu memiliki beberapa persyaratan tersebut diatas. Sebagaimana yang juga pernah dinasehatkan oleh seorang ulama kenamaan pada abad 1 Masehi, di masa Bani Umayyah di Spanyol, bernama Ibn Muqaffa. Adalah sangat relevan disitir di sini bahwa tugas pembimbing dan penyuluh tersebut sebagai berikut : “Barang siapa ingin menjadi imam agama (pembimbing agama) yang tegak dan lurus jiwanya dalam masyarakat, ia terlebih dahulu harus mampu mendidik dirinya, dan meluruskan tingkah lakunya sendiri, juga meluruskan pendapat dan tutur katanya lebih dahulu, karena mendidik orang lain dengan tingkah lakunya akan lebih berhasil daripada mendidik dengan lisannya” (Arifin, 1994:30). Nabi Muhammad SAW. Menyuruh umat muslim untuk menyebarkan atau manyampaikan ajaran agama Islam yang diketahuinya walaupun satu ayat saja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi. Dalam hal ini, islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukkan adanya bimbingan, nasihat, atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat berikut ini : “dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru
11
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Anas, 2010:100-101).Oleh karena itu, tidaklah salah, apabila para pembimbing agama senantiasa untuk memfungsikan dirinya sebagai penolong, pembantu, dan pengabdi terhadap anak bimbingnya yang sedang berada dalam kegelapan untuk ditarik keluar dari kegelapan tersebut kedalam cahaya kehidupan yang terang benderang (Arifin, 1994:31). Bagi para pembimbing agama, maka sudah tentu menitik beratkan pada usaha pemantapan sikap self direction, self-realization dan self inventiory masingmasing individu terbimbing kedalam religious reference yaitu sikap keimanan, sikap penyerahan diri serta rasa bakti dan pengalamannya terhadap Tuhan seru sekalian alam (Arifin, 1985:35). Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah merupakan orangorang yang mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat. Mereka gagal memenuhi norma-norma yang ada dalam masyarakatnya, sehingga pada akhirnya gagal menaati aturan-aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Kegagalan seseorang dalam bidang hukum disebabkan oleh banyak hal, antara lain karena tidak terpenuhinya kebutuhan biologis atau sosial psikologinya. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut dapat mengakibatkan seseoarang menjadi nekad lalu melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya mereka dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Hidup dengan peraturan tata tertib yang ketat dan harus dipatuhi. Kebebasaan bergeraknyadibatasi, bergabung dengan orang-orang yang perasaan terancam yang berpikirkan normal
12
menginginkan
hidup
demikian.Kehidupan
narapidana
disatu
pihak
sering
memunculkan fenomena perilaku keagamaan yang positif, dimana mereka merasakan betapa pentingnya dekat dengan Tuhan. Peran pembimbing di Lembaga Pemasyarakatan sangat diperlukan dalam melakukan penyadaran terhadap moral narapidana melalui bimbingan tersebut, terutama bimbingan moral keagamaan agar mereka kembali ke kehidupan yang layak sebagaimana mestinya. Sedangakan bimbingan dapat diartikan sebagai usaha pemberi bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik kesulitan lahiriyah maupun kesulitan batiniyah yang sedang dihadapinya. Bantuan tersebut berupa bantuan dibidang spiritual, dengan maksud orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitan dengan kemampuan yang ada pada dirinya, melaui dorongan dari kekuatan iman dan takwanya. Oleh karena itu, sasaran pembimbing moral keagamaan adalah membangkitkan daya ruhaniyah moral beragama manusia melalui konsep iman kepada Allah SWT. Tujuan Bimbingan moral keagamaan dimaksudkan untuk membantu si terbimbing supaya memiliki religious reference(sumber pegangan keagamaan)dalam pemecahan masalah-masalah, serta membantu si terbimbing supaya dengan kesadaran dan kemampuanya bersedia mengamalkan agamanya (Arifin, 1985:29). Inti sari dari pada religious reference tersebut pada hakekatnya terletak pada ketentraman dan kebahagiaan hiduprasa terjalinnyapribadi dengan Tuhannya (Arifin, 1985:35)
13
Dengan pembimbing moral keagamaan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi psikologis narapidana, besar kemungkinan dapat terbentuk sikap moral keagamaan yang positif yang berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain. G. Langkah-langkah Penelitian Untuk menghimpun, menyusun dan mengemukakan data-data penelitian penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Indramayu JL. Gatot Subroto no. 04 Indramayu. 2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metode deskriftif,karena metode ini merupakan metode penelitian terhadap bukti-bukti dokumenter. Sehingga dapat menjelaskan jenis-jenis variabel yang mempunyai hubungan satu sama lain yang pada akhirnya dapat menjelaskan pula maksud dari penelitian. 3. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel akan senantiasa ada dan dibutuhkan dalam setiap penelitian ilmiah, karena bagaimanapun juga populasi dan sampel penentu dalam memperoleh data untuk diperinci dan kemudian disimpulkan. Populasi yang dimaksud disini adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti, berdasarkan batasan yang telah ditetapkan, maka yang termasuk populasi adalah seluruh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Indramayu, yakni sebanyak 354 orang. Tetapi dalam
14
pengambilan sampel peneliti menggunakan sampel purposif (sampel bertujuan), sampel purposif dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan atas adanya tujuan tertentu, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu (Arikunto, 1993:127). Oleh karena itu peneliti dalam hal ini mengambil sampel hanya berjumlah 5 orang. Ini sesuai dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Mewakili strata usia b. Mewakili strata kejahatan yang dilakukan c. Bisa diwawancarai d. Sesuai dengan rekomendasi dari pihak LP. 4. Jenis Data Jenis data itu adalah : a. Jenis Data Primer 1) Program pembimbing moral keagamaan bagi narapidana di LP kelas II B Indramayu 2) Pelaksanaan program kerja pembimbing moral keagamaan bagi narapidana di LP kelas II B Indramayu 3) Tanggapan narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan terhadap pembimbing moral keagamaan di LP kelas II B Indramayu 4) Kendala-kendala yang dihadapi oleh pembimbing moral keagamaan di LP klas IIB Indramayu Data sekunder meliputi data yang terkait dengan komentar-komentar, ulasan, pandangan, penjelasan-penjelasan dan wacana tentang proses peran. Sumber data
15
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder, adapun yang menjadi data primer yaitu para pengurussipir/pengurus Lapas. Dan para narapidana yang berada dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan Indramayu. Sedangkan yang menjadi sumber data sekunder yaitu berbagai bentuk dokumen resmi seperti profil Lembaga Pemasyarakatan, dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. 5. Sumber Data 1) Data Primer atau Data Asli a) Pengurus Lembaga Pemasyarakatan Indramayu yang berjumlah 87 orang. b) Pembimbing khusus para narapidana di LP Indramayu yang berjumlah 4 orang. c) Para narapidana di LP Indramayu yang berjumlah 354 orang. 2) Data Sekunder atau Data Tersedia a) Dokumen-Dokumen Resmi. b) Buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti. 6. Observasi Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan oleh pengumpul data terhadap gejala atau peristiwa yang diselidiki pada obyek penelitian. Setelah peneliti melakukan observasi ternyata kondisi moral keagamaan narapidana di LAPAS kelas II B Indramayu sangat
memprihatinkan. Hal ini
dikarenakan kurangnya perhatian, kasih sayang dan pengawasan dari orang tua atau
16
keluarganya, selain itu pemahaman akan agama Islam mereka sangat minim dikarenakan mereka berlatarbelakang pendidikan dari sekolah umum. Sehingga mereka melakukan tindakan kejahatan dan kemudian harus menjalani hukuman dan masa tahanan di LAPAS kelas II B Indramayu. 7. Teknik Pengumpulan Data Adapun tehnik yang digunakan untuk menghimpun data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Observasi Teknik pengumpulan data melalui observasi langsung dilakukan dengan cara mengamati berbagai kegiatan dan proses bimbingan moral keagamaan yang dilaksanakan di LP Indramayu. Disamping itu, penulis juga mengamati secara langsung berbagai kegiatan narapidana terutama yang berkaitan dengan bimbingan moral narapidana. b. Wawancara Untuk mendapatkan data penelitian yang detail dan lengkap penulis melakukan teknik wawancara langsung dengan responden. Menurut penulis teknik ini sangat efektif dan efisien dalam tahap operasionalnya antara lain, para sipir LP Indramayu dan para narapidana untuk menghimpun dan mengenai berbagai kegiatan bimbingan, latar belakang pembimbing dan kondisi objektif LP Indramayu. Disamping itu juga dalam rangka melengkapi data hasil observasi penulis yang berkaitan bimbingan moral keagamaan bagi narapidana.
17
c. Catatan Lapangan Dalam penelitian ini, kemampuan peneliti dalam mengumpulkan data-data sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk memudahkan penulis maka penulis menggunakan catatan lapangan untuk mencatat peristiwa seseorang, kejadian, tempat, percakapan, pemikiran dan refleksi. Catatan lapangan bentuknya beraneka ragam, bisa berupa note book, loose leaf, notes lecil atau buku-buku catatan yang lainnya. 8. Teknik Analisis Data Data-data yang terkumpul selanjutnya secara keseluruhan di analisis sesuai dengan kelompok data, baik primer maupun sekunder. Untuk menganalisis data-data hasil dari penelitian, penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis data kualitatif. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, secara langsung terhadap objek penelitian, data-data yang berkaitan dengan proses pelaksanaan kegiatan bimbingan moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Indramayu, realitas moral beragama napi serta pengaruhnya peran
pembimbing moral keagamaan bagi
narapidana. Data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan catatan lapangan dianalisis dengan pendekatan logika, karena data-data tersebut bersifat kualitatif. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : a. Mengumpulkan data dan menyusun seluruh data yang diperlukan. b. Mengklasifikasi data-data yang sudah terkumpul menjadi data primer dan data sekunder.
18
c. Data yang berupa kalimat diinterpretasikan dengan menggunakan logika ilmiah. d. Setelah selesai, sesuai hasil diatas maka diadakan suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif dan deduktif.
19
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERAN PEMBIMBING, MORAL KEAGAMAAN DAN NARAPIDANA
A. Peran Pembimbing 1. Pengertian Peran dan Pembimbing a.
Pengertian Peran
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2007:870) peran adalah sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang yang terutama (dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa). Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Peran adalah suatu pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya dimasyarakat. Posisi ini merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam suatu sistim sosial dan merupakan perwujudan aktualisasi diri. Peran juga diartikan sebagai serangkaian perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu dalam berbagai kelompok sosial. Peran merupakan salah satu komponen darikonsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri,peran dan identitas diri) Menurut Beck, William and Rawlin (1986) pengertian konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh meliputi
20
fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Penampilan peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial atau masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pillihan. Peran yang diterima adalah peran
yang
terpilih
atau
dipilih
oleh
individu
(http://www.scribd.com/doc/39727097/Peran-Adalah-Seperangkat-Tingkah-LakuYang-Diharapkan-Oleh-Orang-Lain-Terhadap-Seseorang-Sesuai-KedudukannyaDalam-Suatu-System/diakses09-05-2012). Konsep tentang peran menurut Komarudin (1994 : 768) dalam buku Ensklopedia Manajemen mengungkapkan bahwa peran merupakan penilaian sejauhmana fungsi seseorang, atau bagian dalam menunjang hubungan dua variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat. Lvinson mengemukakanbahwa peran mengandung 3 hal penting yaitu (dalam Susanto, 1983: 95): 1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi ataukedudukan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat atau instansi. 2) Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individudalam masyarakat atau instansi sebagai organisasinya. 3) Peran juga dapat dimaknai sebagai perilaku individu yang sangat pentingbagi struktur
sosial
dalam
masyarakat
atau
sebuah
instansi
(http://www.scribd.com/doc/75973787/4/F-1-Definisi-Peran/diakses09-052012).
21
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang yang menjadi bagian atau sesuai kedudukannya.
b. Pengertian Pembimbing Kata pembimbing diartikan sebagai orang yang membimbing atau penuntun, para pembimbing mempunyai peran yang penting dalam kegiatan bimbingan moral keagamaan karena salah satu faktor keberhasilan pembimbing adalah bergantung pada kemampuan, skill, dan profesionalisme pembimbing. Pembimbing menentukan efektif tidaknya kegiatan bimbingan. Menurut Sukardi (2000 : 65-66) pembimbing ialah orang yang berusaha memberikan bantuan kepada klien agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Mengenali diri sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab. Pada pokoknya seorang pendidik/pembimbing adalah seorang pemimpin di kalangan anak didik/anak bimbingnya, yang berkemampuan tinggi dalam melakukan komunikasi dengan mereka, menjadi suri tauladan dalam tingkah laku, bersikap melindungi anak bimbingnya dari kesulitan-kesulitan yang ada, serta menunjukkan jalan pemecahan terhadap kesulitan yang dialami (Arifin, 1982:32). Dapat diambil kesimpulan dari berbagai pengertian di atas bahwa pembimbing adalah seseoarang yang bertujuan untuk membimbing kearah yang baik dan membantu agar kliennya bisa mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.
22
2. Syarat Pembimbing Persyaratan mental-psikologis bagi pendidik/pembimbing, ialah sebagai berikut : a. Dia harus memiliki bentuk jasmaniah yang bagus. b. Berwajah berseri (yang memberi kesan akan kebersihan jiwanya). c. Dahi mukanya lebar (yang menandakan akan kecerdasannya). d. Berdahi terbuka, tidak tertutup oleh rambut kepalanya (tanda sebagai orang yang terpelajar/terdidik). e. Berpikiran sehat, tajam dalam memahami permasalahan, berwatak ksatria, jelas ucapan-ucapannya (yang mudah dipahami artinya oleh orang lain), dan apabila berbicara arti ucapannya terlebih dahulu disadari dalam jiwanya, beradap hatinya, bersikap adil, bertasammuh (luas dada), kata-kata yang diucapkan selalu dipilih yang baik-baik, menjauhi ucapan/kata-kata yang kabur/tidak jelas artinya (Arifin, 1982: 31-32). Oleh karena itu hendaklah para pembimbing agama tersebut menjadikan sumber petunjuk ajaran agama sebagai dasar utama dalam tugasnya, yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut : a. Dengan sikap lemah lembut serta simpatik, seorang pembimbing agama akan disenangi dan dicintai oleh anak bimbingnya. Sikap demikian merupakan daya tarik yang kuat terhadap pribadi-pribadi anak bimbing untuk mengikuti segala apa yang dinasehatkan kepada mereka. Yang antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
23
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Q.S. Ali-Imran:159). b. Kenalilah diri sendiri lebih dahulu sebelum mengenali orang lain, atau kendalikanlah diri sendiri sebelum mengendalikan orang lain. Ini adalah nasihat yang patut dipegang. c. Dalam proses berkomunikasi dengan anak bimbing pada khususnya, pembimbing/konselor agama hendaklah berusaha memberikan kegembiraan dan kemudahan pada anak bimbingnya, baik dalam berkomunikasi dengan dirinya sendiri sebagai pembimbing maupun dalam memberikan nasihat dan bimbingan keagamaan kepada mereka secara individual atau secara kelompok. Menakut-nakuti atau mempersulit ajaran agama di kalangan mereka adalah bertentangan dengan yang tersebut di atas.
24
d. Bilamana orang dalam beragama merasakan dirinya berada dalam kegembiraan dan ketentraman, jauh dari ancaman atau intimidasi, ia akan dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dengan sepenuh hati. Rasa kegembiraan dan kedamaian karena agama akan menjadi pola dasar kehidupan pribadinya di masa-masa selanjutnya. e. Efektivitas bimbingan agama melalui penciptaan situasi lingkungan yang menggembirakan itu dapat terwujud bilamana pembimbing/konselor agama berwatak/berjiwa simpatik yang menggembirakan dan menentramkan orang yang berdekatan dengan pembimbing/konselor agama (Anas, 2010:204-205). Menurut Bimo Walgito (1995:30-31) supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syaratsyarat tersebut yaitu : a. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas baik segi teori maupun praktik. Segi teori merupakan hal yang penting karena segi inilah merupakan landasan di dalam praktik. Praktik tanpa teori akan merupakan praktik yang ngawur-ngawuran. Segi praktik adalah perlu dan penting, karena bimbingan dan penyuluhan merupakan ”applied science,” ilmu yang harus ditrapkan dalam praktik sehari-hari ; sehingga seorang pembimbing akan sangat canggung apabila ia hanya memiliki segi teori saja tanpa memiliki kecakapan di dalam praktik. b. Di dalam segi psikologik, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan bijaksana, jika pembimbing telah menuju dewasa dalam segi
25
psikologiknya,
yaitu adanya kemantapan atau kestabilan di dalam
psikologiknya, terutama dalam segi emosi. c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikiknya. Bila jasmani dan psikik tidak sehat hal ini akan mengganggu tugasnya. d. Seorang
pembimbing
harus
mempunyai
sikap
kecintaan
terhadap
pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya. Sikap ini akan membawa kepercayaan diri anak. Sebab tanpa adanya kepercayaan dari klien tidaklah mungkin pembimbing akan dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. e. Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik, sehingga dengan demikian dapat diharapkan adanya kemajuan didalam usaha bimbingan dan penyuluhan ke arah keadaan yang lebih sempurna. f. Karena bidang gerak dari pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga seorang pembimbing akan mendapatkan kawan yang sanggup bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak. g. Seorang
pembimbing
diharapkan
mempunyai
sifat-sifat
yang
dapat
menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya. Sedangkan menurut M.Arifin (1982:28-30) mengungkapkan syarat-syarat psikologis yang harus dimiliki pembimbing agama sebagai tolok ukur keberhasilan
26
bimbingan moral keagamaan, yaitu : (a) Menyakini akan kebenaran agama yang dianutnya,menghayati dan mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama (religious norma drager) yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang dikagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir maupun batin, dikalangan anak bimbingnya, (b) memiliki sikap dan kepribadian menarik, terutama terhadap anak bimbingnya, dan juga terhadap orang-orang yang berada dilingkungan sekitarnya, (c) memiliki rasa tanggung jawab, rasa bakti tinggi, dan loyalitas terhadap tugas pekerjaannya secara konsisten (tidak terputus-putus, atau berubah-ubah) di tengahtengah pergolakan masyarakat, (d) memiliki kematangan jiwa dalam bertindak menghadapi permasalahan yang memerlukan pemecahan. Kematangan jiwa berarti, matang dalam berfikir, berkehendak, dan merasakan (melakukan reaksi-reaksi emosional) terhadap segala hal-hal yang melingkupi tugas kewajibannya, (e) mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap anak bimbing dan lingkungan sekitarnya, (f) mempunyai sikap dan perasaan terkait terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang harus ditegakkan, terutama dikalangan anak bimbingnya sendiri. Harkat dan martabat kemanusiaan harus dijunjung tinggi di kalangan mereka, (g) mempunyai keyakinan bahwa tiap anak bimbing memiliki kemampuan dasar yang baik, dan dapat dibimbing menuju ke arah perkembangan yang optimal, (h) memiliki rasa cinta yang mendalam, dan meluas kepada anak bimbingnya. Dengan perasaan cinta ini, pembimbing selalu siap menolong memecahkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh anak bimbing, (i) memiliki katangguhan, kesabaran serta keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian ia tidak lekas putus asa bila
27
menghadapi kesulitan-kesulitan dalam tugas, (j) memiliki sikap yang tanggap dan peka terhadap kebutuhan anak bimbing, (k) memiliki watak dan kepribadian yang familiar, seningga orang yang berada di sekitar suka bergaul dengannya, (l) memiliki jiwa yang progressif (ingin maju) dalam kariernya dengan selalu meningkatkan kemampuannya melalui belajar tentang pengetahuan yang ada hubungannya dengan tugasnya, (m) memiliki pribadi yang bulat dan utuh, tidak berjiwa terpecah-pecah, orang yang jiwanya terpecah-pecah tidak dapat merekam sikap, pandangan yang teguh, dan konsisten, melainkan selalu berubah-ubah karena pengaruh sekitar, (n) memiliki pengetahuan teknis termasuk metode tentang bimbingan dan penyuluhan serta mampu menerapkan dalam tugas. Menurut Aunur (2001:46-52) sejalan dengan Al-Qur’an dan hadits, syaratsyarat
yang
harus
dipenuhi
oleh
pembimbing
islami
itu
dapat
dibedakan/dikelompokan sebagai berikut : a. Kemampuan Keahlian (Profesional) Keahlian (kealiman) di bidang bimbingan islami merupakan syarat mutlak, sebab apabila yang bersangkutan tidak menguasai bidangnya, maka bimbingan dan konseling tidak akan mencapai sasarannya, tidak akan berhasil. Secara rinci dapatlah disebutkan kemampuan profesional yang perlu dimiliki pembimbing islami itu sebagai berikut: 1) menguasai bidang permasalahan yang dihadapi. Bidang di sini misalnya bidang pernikahan dan keluarga, bidang pendidikan, bidang sosial dan sebagainya, 2) menguasai metode dan teknik bimbingan dan atau konseling, 3) menguasai hukum islam yang sesuai dengan bidang
28
bimbingan dan konseling islami yang sedang dihadapi, 4) memahami landasan filosofis bimbingan dan konseling islam, 5) memahami landasan-landasan keilmuan bimbingan konseling islami yang relevan, 6) mampu mengorganisasikan dan mengadministrasikan layanan bimbingan dan konseling islami, 7) mampu menghimpun dan memanfaatkan data hasil penelitian yang berkaitan dengan bimbingan konseling islami. b. Sifat kepribadian yang baik (akhlakul-karimah) Sifat kepribadian yang baik (ahlak yang mulia) dari seorang pembimbing diperlukan untuk menunjang keberhasilannya melakukan bimbingan islami. Sifatsifat yang baik itu diantaranya : 1) Siddiq (mencintai dan membenarkan kebenaran). 2) Amanah (bisa dipercaya). 3) Tabligh (mau menyampaikan apa yang layak disampaikan) 4) Fatonah (intelejen, cerdas, berpengetahuan) 5) Mukhlis (ikhlas dalam menjalankan tugas) 6) Sabar 7) Tawaduk (rendah hati) 8) Adil 9) Mampu mengendalikan diri c. Kemampuan kemasyarakatan (Hubungan Sosial) Pembimbing Islami harus memiliki kemampuan melakukan hubungan kemanusiaan atau hubungan sosial, ukhuwah Islamiyah yang tinggi. Hubungan sosial
29
tersebut meliputi hubungan dengan: 1) klien, orang yang dibimbing, 2) teman sejawat, 3) orang lain selain yang tersebut di atas. d. Ketakwaan pada Allah Ketakwaan merupakan syarat dari segala syarat yang harus dimiliki seorang pembimbing islami, sebab ketakwaan merupakan sifat paling baik. Dari beberapa pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan tentang syarat pembimbing ialah bersikap lemah lembut, seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas baik dari segi teori maupun praktik, memiliki sikap dan kepribadian yang baik dan menarik, memiliki rasa tanggung jawab, dan yang terakhir adalah mampu mengadakan komunikasi kepada anak bimbing dan lingkungan sekitarnya.
3. Fungsi dan Tugas Pembimbing a.
Fungsi Pembimbing
Seorang pembimbing agama pada dasarnya adalah berfungsi sebagai “Bapak Pelindung” (Godfather) yang bersikap lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri. Oleh karena itu, tidaklah salah, apabila para pembimbing/penyuluh agama senantiasa berusaha untuk memfungsikan dirinya sebagai penolong, pembantu, dan pengabdi terhadap anak bimbingnya yang sedang berada dalam kegelapan, untuk ditarik keluar dari kegelapan tersebut ke dalam cahaya kehidupan yang terang benderang (Arifin, 1982:31).
30
Fungsi pembimbing sendiri di jelaskan oleh Slameto (1988 : 121-126) menurutnya pembimbing memiliki fungsi atau peranan sebagai berikut : 1) Pembimbing sebagai perencana program bimbingan dan penyuluhan, dimana pembimbing adalah orang yang membuat program bimbingan baik program tahunan, bulanan, mingguan bahkan program harian. 2) Pembimbing sebagai administrator bimbingan, yang mana pembimbing mengumpulkan data kegiatan dari terbimbing selama mengikuti bimbingan. 3) Pembimbing sebagai penasihat, dimana pembimbing memberikan nasihat bagi terbimbing dalam menghadapi kesulitan ketika mengikuti bimbingan. 4) Pembimbing sebagai konsultan, dalam hal ini pembimbing berfungsi sebagai orang yang berkonsultasi dengan orang tua, pembimbing lainnya, untuk membahas kesulitan-kesulitan apa saja yang ditemukan oleh terbimbing sehingga dapat diketahui solusinya. 5) Pembimbing sebagai pemberi informasi (informan), dimana seperti kita tahu bahwa tugas utama pembimbing adalah memberikan informasi atau materi. 6) Pembimbing
sebagai
tester,
dimana
pembimbing
berfungsi
sebagai
pengumpul data terbimbing baik dari segi kecerdasan, kepribadian, maupun minat dan bakatnya. 7) Pembimbing sebagai penatar bimbingan dan penyuluhan (Trainer), dimana pembimbing juga dituntut untuk selain bisa membimbing terbimbing, manun juga dituntut sebagai pembimbing dari rekan-rekan sejawatnya yang dirasa masih belum begitu menguasai materi bimbingan.
31
8) Pembimbing sebagai konselor/ penyuluh, dimana pembimbing sebagai orang yang mempersiapkan materi, media, serta metode yang tepat bagi terbimbing. Berdasarkan penjelasan mengenai fungsi pembimbing di atas, maka dapat kita ketahui bahwa fungsi pembimbing bukan hanya sebagai seorang yang memberikan bimbingan saja, tetapi juga sebagai seorang yang berfungsi untuk memastikan dan mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan baik secara teknis maupun secara praktis agar tidak ada hambatan ketika pembimbing sedang melaksanakan program kerjanya.
b. Tugas Pembimbing Sehubungan dengan fungsi ini maka seorang pembimbing mempunyai tugastugas tertentu yaitu : 1) Mengadakan penelitian ataupun observasi terhadap situasi atau keadaan, baik mengenai peralatannya, tenaganya, penyelenggaraannya maupun aktivitasaktivitas ysng lain. 2) Berdasarkan atas hasil penelitian atau observasi tersebut maka pembimbing berkewajiban memberikan saran-saran ataupun pendapat-pendapat 3) Menyelenggarakan bimbingan terhadap anak-anak baik yang bersifat preventif, preservatif maupun yang bersifat korektif atau kuratif. a) Yang bersifat preventif yaitu dengan tujuan menjaga jangan sampai anakanak mengalami kesulitan-kesulitan, menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, dapat ditempuh antara lain dengan :
32
(1) mengadakan papan. Bimbingan untuk berita-berita atau pedomanpedoman yang perlu mendapatkan perhatian dari anak-anak. (2) mengadakan kotak masalah atau kotak tanya untuk menampung segala persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis, sehingga dengan demikian bila ada masalah dapat dengan segera diatasi. (3) menyelenggarakan kartu pribadi, sehingga dengan demikian pembimbing atau staf pengajar yang lain dapat mengetahui data dari anak bila diperlukan. (4) memberikan penjelasan-penjelasan atau ceramah-ceramah yang dianggap penting. b) Yang bersifat preservatif ialah suatu usaha untuk menjaga keadaan yang telah baik agar tetap baik, jangan sampai keadaan yang telah baik menjadi keadaan yang tidak baik. c) Yang bersifat korektif ialah mengadakan konseling kepada anak-anak yang mengalami kesulitan, yang tidak dapt dipecahkan sendiri, yang membutuhkan pertolongan dari pihak lain (Bimo, 1995:29-30). Dapat disimpulkan bahwa tugas seorang pembimbing adalah mulai dari mengadakan penelitian, kemudian memberikan saran dan pendapatnya tentang hasil penelitian tersebut dan mengadakan bimbingan kepada anak didiknya yang bersifat preventif, preservatif dan korektif.
33
B. Moral Keagamaan 1. Pengertian Moral Keagamaan Dasar kerangka pemberian pengetahuan tentang moral keagamaan, diperlukan pemisahan kata moral dan agama. Hal ini sebagai upaya mendapatkan pengertian yang utuh tentang makna moral keagamaan. Berkaitan dengan hal diatas, maka kata pertama akan di ulas pengertiannya adalah tentang moral. Menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Pratidarmanastiti, 1991). Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila (Grinder,1978). Sedangkan Baron, dkk. (1980) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. Oleh Magnis-Suseno (1987) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia (Asri, 2004:24). Moral adalah realisasi dari kepribadian (mental) pada umumnya, bukanlah hasil pekerjaan pikiran se-mata. Berapa banyaknya orang yang tahu bahwa yang dikatakan atau dilakukannya sebenarnya tidak dapat diterima oleh akalnya sendiri, tapi ia masih tidak sanggup menghindarinya (Zakiah, 1985:58). Menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2008:136) moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi (Shaffer, 1979). Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur
34
prilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial (Roger, 1985). Dan dalam kamus umum bahasa Indonesia (2007:775) moral adalah (ajaran tentang) baik buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak, kewajiban, dsb). Moral berkaitan dengan disiplin dan kemajuan kualitas perasaan, emosi, kecenderungan manusia, sedangkan aturan pelaksanaannya merupakan aturan praktis tingkah laku yang tunduk pada sejumlah pertimbangan dan konvensi lainnya. Meskipun kadangkadang sesuai dengan kriteria moral (Shahidin, Buchari Alma, dkk. 2009 : 241). Dari berbagai penjelasan di atas, maka bisa di ambil kesimpulan bahwa moral adalah rangkaian nilai tentang perilaku baik buruknya perbuatan atau kelakuan seseorang. Selanjutnya tentang pengertian Agama menurut Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis, “Agama adalah percaya akan adanya Tuhan yang Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat” (jalaluddin, 2004:20). Harun Nasution (1974: 910) dalam buku “psikologi Agama” (Jalaluddin, 2000:12-14) merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudia dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau leregere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti menningkat. Adapun
35
kata agama terdiri dari a= tidak, gam= pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun. Secara definitif, Harun Nasution, agama adalah : 1) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi 2) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia 3) Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatanperbuatan manusia. 4) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 5) Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib. 6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang yakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 7) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alasan sekitar manusia. 8) Ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul. Selanjutnya Harun Nasution merumuskan ada empat unsur yang terdapat dalam agama, yaitu : 1) Kekuatan gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia. Didorong oleh kelemahan dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan gaib
36
tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap patuh terhadap pemerintah dan larangan kekuatan gaib itu. 2) Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan nasib buruk manusia. Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini agar kesejahteraan dan kebahagiaannya terpelihara. 3) Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respons ini dalam realisasinya terlihat dalam bentuk penyembahan karena didorong oleh perasaaan takut (agama primitif) atau pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta bentuk cara hidup tertentu bagi penganutnya. 4) Paham akan adanya yang kudus (sacred) dan suci. Sesuatu yang kudus dan suci ini adakalanya berupa kekuatan gaib, kitab yang berisi ajaran agama, maupun tempat-tempat tertentu. Menurut M. H. Arifin (1982:1-2) pengertian agama sebagai salah satu istilah yang kita pakai sehari-hari sebenarnya bisa dilihat dari 2 aspek yaitu : 1) Aspek subjektif (pribadi manusia). Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa getaran batin, yang dapat mengatur, dan mengarahkan tingkah laku tersebut, kepada pola hubungan dengan masyarakat, serta alam sekitarnya. Dari aspek inilah manusia dengan tingkah lakunya itu, merupakan perwujudan (manifestasi) darin “pola hidup” yang telah membudaya dan batinnya, dimana nilai-nilai keagamaan telah membentuknya menjadi rujukan (referensi) dari sikap, dan orientasi hidup sehari-hari.
37
2) Aspek objektif (doktrinair). Agama dalam pengertian ini mengandung nilainilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut. Agama dalam pengertian ini belum masuk ke dalam batin manusia, atau belum membudaya dalam berada di luar diri manusia. Oleh karena itu, secara formal agama di lihat dari aspek objektif dalam diartikan sebagai “peraturan yang bersifat ilahi (dari Tuhan) yang menuntun orang-orang yang berakal budi kearah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di
atas,
maka
pengertian
moral
keagamaan adalah perilaku baik buruknya perbuatan dan kelakuan manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan perilaku tersebut kepada pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitarnya. Moral keagamaan juga adalah suatu ukuran atau batasan mengenai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan aturan-aturan yang telah termaktub dalam kitab suci maupun fatwa pemuka agama.
2. Nilai-Nilai Moral Menurut Zakiah Daradjat (1985:29-34) nilai moral yang tercakup dalam pancasila, ialah realisasi dari sila-sila itu sendiri :
38
a. Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama dari pancasila adalah Ketuhanan Y.M.E. artinya setiap warga Indonesia harus hidup ber-Tuhan. Realisasi dari Ketuhanan Y.M.E. itu hanya mungkin dalam agama. Pendek kata, nilai moral tidak boleh berlawanan atau bertentangan dengan agama yang dianutnya. Apabila seorang mengaku beragama, akan tetapi ia tidak mengakui nilai moral yang diajarkan oleh agamanya, berarti dia tidak mengakui Sila Pertama dari Pancasila. Pengakuan harus ada realisasinya dalam sikap, tindakan dan perbuatan. b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Dalam Sila kedua dari Pancasila, dengan tegas disebutkan bahwa setiap orang Indonesia itu dalam segala tindakan dan kelakuannya harus berdasarkan perikemanusiaan, keadilan dan adab sopan. c. Persatuan Indonesia Nilai moral yang berhubungan dengan Sila yang ketiga itu ialah, setiap warga negara indonesia harus mempunyai jiwa, yang otomatis ingin bersatu dan mempersatukan. Maka setiap perkataan, sikap dan perbuatannya harus membawa kepada persatuan. Kalau tidak, maka ia bukanlah orang yang bermoral Pancasila. d. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
Hikmah
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan Perwakilan Untuk memberikan ketegasan dan kepastian dari sila keempat itu supaya dapat dilaksanakan dalam hidup, meka seharusnya sila tersebut dijiwai oleh Sila
39
Pertama (Ketuhanan). Apabila Sila telah tegas jiwanya dan mempunyai ketentuan yang tidak dapat dibolak-balik, dan ditafsirkan menurut selera masing-masing, maka nilai moral dari Sila keempat itupun dapat kita pastikan pula. e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Mau tidak mau, Sila yang kelima ini harus dijiwai oleh Sila pertama. Sehingga sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu dilaksanakan betul-betul, dengan cara yang tidak berlawanan dengan maksud ketuhanan Y.M.E. Dari pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai moral itu terkandung di dalam pancasila yaitu dengan merealisasikan isi pancasila dari sila pertama sampai sila kelima.
3.
Faktor-Faktor dan Penyebab Kemerosotan Moral Menurut
Zakiah Daradjat
(1985:13-19) Faktor-faktor penyebab dari
kemerosotan moral dewasa ini sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah : a. Kurang Tertanamnya Jiwa Agama pada Tiap-tiap Orang Dalam Masyarakat. Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelasanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.
40
b. Keadaan Masyarakat yang Kurang Sehat Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral masyarakat ialah kurang stabilnya keadaan, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Kegoncangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketentraman dalam hidup. c. Tidak Terlaksananya pendidikan moral dengan Baik Faktor ketiga yang juga penting, adalah maka terlaksananya pendidikan moral dengan baik, dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral, seharusnya dilaksanakan sejak si anak kecil, sesuai dengan kemampuan dan umumnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik buat pembunuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. d. Suasana Rumah Tangga yang Kurang Baik Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang, ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai diantara suami isteri. e. Diperkenalkannya Obat-obat dan Alat-alat anti Hamil Suatu hal yang oleh sementara pejabat tidak sadari bahayanya terhadap moralmoral anak-anak muda adalah diperkenalkannya secara populair obat-obatan dan alatalat yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan.
41
f. Banyaknya Tulisan-tulisan dan Gambar-gambar yang Tidak Mengindahkan Dasar-dasar dan Moral Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarkan dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Inipun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral. g. Kurang Adanya Bimbingan untuk Mengisi Waktu Terluang Suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-anak muda, ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu terluang, dengan cara yang baik dan sehat. h. Kurangnya Markas Bimbingan Terakhir perlu dicatat, bahwa kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak kearah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anank-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan menggabung kepada anak-anak yang juga gelisah. Dari sinilah akan keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan. Kemudian Zakiah, (1985:48) mengungkapkan kembali faktor penting yang mempunyai pengaruh dalam terjadinya dekadensi moral di tanah air kita pada tahuntahun terakhir ini antara lain adalah : a) kurangnya pembinaan mental, b) kurangnya
42
pengenalan terhadap moral Pancasila, c) kegoncangan suasana dalam masyarakat, d) kurang jelasnya hari depan di mata anak muda, e) pengaruh kebudayaan asing. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor dan penyebab terjadinya kemerosotan moral adalah kurang tertanamnya jiwa agama, faktor ketidak harmonisan hubungan keluarga, pengaruh budaya asing dan diperkenalkanya obat-obat dan alat anti hamil yang bisa merusak moral anak-anak muda.
4.
Pembinaan Moral Keagamaan Menurut Zakiah, (1985:119) dalam pembinaan moral ada dua segi yang perlu
diperhatikan yaitu : a. Tindak moral (moral behavior) dan, b. moral concepts (pengertian tentang moral). Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral, sebenarnya yang didahulukan adalah tindakan moral, sejak kecil anak-anak telah dibina untuk mengarah kepada moral yang baik. Moral itu bertumbuh melalui pengalaman langsung dalam lingkungan di mana ia hidup, kemudian berkembang menjadi kebiasaan, yang baik dimengerti ataupun tidak, kelakuan adalah hasil dari pembinaan yang terjadi secara langsung atau formil dan non formil. Pembinaan moral juga dikemukakan oleh Abuddin Nata (2001:248) bahwa langkah-langkah pembinaan moral dan agama di era globalisasi ini adalah : Pertama, pembinaan moral dapat dilakukan dengan pendidikan agama yang dapat menghasilkan pendidikan moral, pendidikan tersebut berarti Transfer of Religi Knowledge. Kedua, pembinaan moral dapat dilakukan dengan pendekatan yang
43
bersifat integrated, yaitu melibatkan dalam seluruh disiplin ilmu bukan dalam agama saja seperti bahasa, logika, dan lain-lain. Ketiga, pembinaan moral harus melibatkan seluruh pembimbing, guru bahkan seluruh masyarakat yang terlibat, serta diikuti dengan kemauan yang kompak dari semua lapisan. Keempat, pembinaan moral juga harus menggunakan seluruh kesempatan, berbagai sarana, termasuk teknologi modern. Dalam kesempatan ini dapat dilakukan melalui pameran, rekreasi, kunjungan dan dari teknologi seperti televisi, radio, dan internet. Moral, akan mengajarkan kita cara menjadi manusia yang manusiawi, agama akan mengajarkan bahwa akan ada waktunya kita harus mempertanggung jawabkan sikap kita terhadap Yang Maha Kuasa. Moral keagamaan adalah suatu ukuran atau batasan mengenai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan aturan-aturan yang telah termaktub dalam kitab suci maupun fatwa pemuka agama. Kemerosotan moral yang terjadi, salah satu penyebabnya yaitu keringnya jiwamanusia dari nilai-nilai spiritual, jauh dari ajaran agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan pada agama akan terus berubah sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. Nilai-nilai yang berubah itu akan menimbulkan kegoncangan jiwa, disebabkan tidak adanya pegangan yang pasti. Nilai-nilai yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolutdan berlaku sepanjang zaman. Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh (Zakiah, 1985:13-14).
44
Untuk pembinaan moral kiranya peran pembimbing, bapak/ibu dan lingkungan sekitarnya sangat berperan. Jika anak dibesarkan dengan orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik, ditambah dengan lingkungan masyarakat yang goncang dan kurang mengindahkan nilai moral maka akan menghasilkan yang negatif, maka sebaiknya pembinaan moral dilakukan dalam rumah tangga, dan lingkungan sekitarnya dengan mengajarkan peningkatan pendidikan agama islam. Dari penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembinaan moral keagamaan itu dapat dilakukan dengan pendidikan agama, harus melibatkan pembimbing, menggunakan teknologi modern dan memasukkan disiplin ilmu bukan dalam Agama saja tetapi seperti bahasa, logika dan lain-lain.
C. Narapidana 1. Pengetian Narapidana Menurut UU no. 12 tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kebebasan di penjara, sedangkan Wilson (2005) menjelaskan bahwa narapidana adalah manusia yang bermasalah yang harus dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik, dan menurut Harsono (1995) narapidana adalah manusia yang sedang berada di persimpangan jalan karena harus memilih akan meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dahulu dan tengah mengalami krisis disosialisasi (merasa takut diasingkan di dalam masyarakat dan keluarga, tidak mampu bersosialisasi dengan baik akibat rasa minder dan putus harapan).
45
Berdasarkan penjelasan mengenai narapidana di atas, maka ada sebuah anggapan yang menyatakan bahwa seorang narapidana hanya dapat dibina jika diasingkan dari lingkungan sosialnya dan seorang narapidana merupakan individu yang telah rusak dalam
segala-galanya
(Panjaitan
dan
Simorangkir,
1995).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23405/4/Chapter%20I.pdf/diakses25 -04-2012). Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa narapidana adalah manusia yang bermasalah yang sedang berada dipersimpangan jalan karena harus memilih untuk meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dahulu mengalami krisis disosialisasikan.
2. Hak dan Kewajiban Narapidana Harus
diakui,
narapidana
sewaktu
menjalani
pidana
di
Lembaga
Pemasyarakatan dalam beberapa hal kurang mendapat perhatian, khususnya perlindungan hak-hak asasinya sebagai manusia. Dengan pidana yang dijalani narapidana itu, bukan berarti hakhaknya dicabut. Pemidanaan pada hakekatnya mengasingkan dari lingkungan masyarakat serta sebagai pembebasan rasa bersalah. Penghukuman bukan bertujuan mencabut hak-hak asasi yang melekat pada dirinya sebagai manusia.Untuk itu, sistem pemasyarakatan secara tegas menyatakan, narapidana mempunyai hak-hak seperti hak untuk surat menyurat, hak untuk dikunjungi dan mengunjungi, remisi, cuti, asimilasi serta bebas bersyarat, melakukan ibadah sesuai dengan agamanya, menyampaikan keluhan, mendapat pelayanan kesehatan, mendapat upah atas pekerjaan, memperoleh bebas bersyarat.
46
Hak-hak narapidana di Indonesia melalui sistem pemasyarakatan dikatakan baik, atau memiliki prospek, perlu dikaitkan dengan pedoman PBB Mengenai Standar Minimum Rules untuk memperlakukan narapidana yang menjalani hukuman, yang meliputi: buku register, pemisahan narapidana pria dan wanita, dewasa dan anak-anak, fasilitas akomodasi yang harus meiliki ventilasi, fasilitas sanitasi yang memadai, mendapatkan air serta perlengkapan toilet, pakaian dan tempat tidur, makanan sehat, hak untuk berolah raga ditempat terbuka, hak untuk mendapatkan pelayanan dokter umum maupun dokter gigi, hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan hak untuk membeladiri apabila dianggap indisipliner, tidak diperkenankan mengurung pada sel gelap dan hukuman badan, borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana, berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmi untuk mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan, hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar, hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku-buku yang bersifat mendidik, hak untuk mendapatkan pelayanan agama, hak untuk mendapatkan jaminan penyimpanan barang- barang berharga, pemberitauan kematian, sakit dari anggota keluarga. (Elsam, 1996:5-17) Sebagai negara hukum hak-hak narapidana itu dilindungi dan diakui oleh penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana juga harus harus diayomi hak-haknya walaupun telah melanggar hukum. Disamping itu juga ada ketidakadilan perilaku bagi narapidana, misalnya penyiksaan, tidak mendapat fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat remisi. Untuk itu dalam Undang-undang No. 12 tahun 1995 Pasal ( 14 ) secara tegas menyatakan narapidana berhak: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
47
b. Mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makan yang layak e. Menyampaikan keluhan f.
Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
g. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya h. Mendapatkan pengurangan masa pidana i.
Mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga
j.
Mendapatkan pembebasan bersyarat
k. Mendapatkan cuti menjelang bebas l.
Mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya hak antara narapidana perempuan dan narapidana pria adalah
sama, hanya dalam hal ini karena narapidananya adalah wanita maka ada beberapa hak yang mendapat perlakuan khusus dari narapidana pria yang berbeda dalam beberapa hal, diantaranya karena wanita mempunyai kodrat yang tidak dipunyai oleh narapidana pria yaitu menstruasi, hamil, melakirkan, dan menyusui maka dalam hal ini hak-hak narapidana wanita perlu mendapat perhatian yang khusus baik menurut Undang-Undang maupun oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal (14) disebutkan hak-hak narapidana, disamping hak-hak narapidana juga ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh
48
narapidana seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No.12 Tahun1995 tentang pemasyarakatan Pasal (15) yaitu: 1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu 2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Hak dan kewajiban merupakan tolak ukur berhasil tidaknya pola pembinaan yang dilakukan oleh para petugas kepada narapidana. Dalam hal ini dapat dilihat apakah petugas benarbenar memperhatikan hak-hak narapidana. Dan apakah narapidana juga sadar selain hak narapidana juga mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dengan baik dan penuh kesadaran. Dalam halini dituntut
adanya
kerjasama
yang
baik
antara
petugas
dan
para
narapidana
(http://www.scribd.com/camarog/d/76564659-Hak-Dan-Kewajiban-NarapidanaSiti/diakses25-04-2012). Dengan adanya Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal (14) dan pasal (15) maka hak-hak dan kewajiban narapidana menjadi terpenuhi, karena narapidana mempunyai perlindungan hak-hak asasinya sebagai manusia. Oleh karena itu, Lembaga Pemasyarakatn harus memberikan perhatian dan mengayomi narapidana agar mendapatkan hak-haknya dan menjalankan kewajibannya dengan baik walaupun mereka telah melanggar hukum. Kesimpulan dari penjelasan-penjelasan diatas adalah bahwa hak dan kewajiban narapidana sudah di atur dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 tantang Pemasyarakatan, diantaranya mendapatkan hak untuk surat menyurat, untuk dikunjungi dan mengunjungi, remisi, cuti, asimilasi serta bebas bersyarat, mendapatkan bacaan berupa buku-biku yang bersifat mendidik, untuk beribadah. Sedangkan kewajibannya pun harus dikerjakan seperti
49
mengikuti program pembinaan dan kegiatan-kegiatan tertentu yang diadakan oleh Lembaga Pemasyarakatan.
D. Tujuan Bimbingan Moral Keagamaan Terhadap Narapidana Menurut Aunur (2001:35-36)secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan islam itu dapat dirumuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat”. Bimbingan islam berusaha membantu mencagah jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. Dalam skripsi yang berjudul Peranan Bimbingan Islam dalam Membina Moralitas Narapidana yang ditulis oleh Linda Nurbaeni, didalam buku Pola Pembinaan narapidana/tahanan (1990:21) : 1. Pembinaan/bimbingan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara pembimbing/pembina dengan yang di bimbing (narapidana). 2. Pembinaan/bimbingan bersifat persuasif adukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia lainnya.
50
3. Pembinaan/bimbingan berencana atau terus menerus dan sistematis. Pembinaan Moral dan agama sangat penting, pembinaan itu terjadi melalui kebiasaan dan pengalaman hidup yang ditanamkan orang tua dengan jalan memberi contoh. Dan pembinaan moral itu tidak mungkin dilakukan dengan jalan pengertian saja, karena kebiasaan jauh lebih berpengaruh dari pengertian dan pengetahuan tentang moral, apalagi pada orang yang mengalami kegoncangan jiwa (Zakiah Darajat, 1976:16-17). Pada dasarnya pembinaan moral itu dilakukan dengan pendekatan kebiasaan, karena kebiasaan lebih berpengaruh dalam pengalaman hidup. Dan pembinaan moral juga harus sesuai dengan pernyataan bahwa bimbingan sabagai membantu individu untuk individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dari pernyataan-pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan bimbingan moral keagamaan terhadap narapidana itu untuk merubah tingkah laku melalui keteladanan dan memperlakukan para narapidana secara adil, sama dengan manusia lainnya. Sehingga dengan perlakuan tersebut bisa menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji.
51
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN TENTANG PERAN PEMBIMBING MORAL KEAGAMAAN BAGI NARAPIDANA Penjara Indramayu di bangun pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1918 berlokasi di Jl. RA. Kartini Kabupaten Indramayu. Penjara Indramayu merupakan salah satu bentuk yang seharusnya sebagai bangunan yang dilestarikan walaupun bangunan yang semasanya sudah punah. Namun bangunan penjara Indramayu masih ada sampai sekarang dan sekitar tahun 1990 dijadikan produksi sarang walet yang dikelola oleh pihak ketiga. Hasil produksi sarang walet dimanfaatkan untuk kepentingan kas negara melalui Direktur Jendral pemasyarakatan Jl. Veteran 11 Jakarta serta untuk kesejahteraan pegawai LAPAS Klas IIB Indramayu. Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman maka pada tahun1988 Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu yang ada di jalan RA. Kartini dipindah ke jalan Gatot Subroto dengan sebutan Rumah Tahanan Negara Klas IIB Indramayu. Lalu berdasarkan surat keputusan Mentri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.05.PR.07.03 terjadi perubahan status baru Rumah Tahanan Negara menjadi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu. Secara umum lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu sudah memiliki berbagai fasilitas sarana dan prasarana guna proses pembinaan bagi tahanan/warga binaan pemasyarakatan (WBP) maupun narapidana.
52
Adapun struktur organisasi LAPAS Klas IIB Indramayu adalah sebagai berikut : KEPALA LAPAS Kasubag. TU
Kaur Kepeg dan Keuangan
Kasi Binadik dan keg. Kerja Kepala KPLP
Kasubsi Reg. dan Bimkemas
Petugas Keamanaan A
B
C
D
Kasubsi Perawatan Napi/AD
Kaur Umum
Kasi Adm. Kamtib
Kasubsi Keamanan Kasubsi Pelaporan
Kasubsi Keg. Kerja
Kelengkapan sarana yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu akan dapat menunjang tercapainya tugas pokok dan fungsi yang diembannya, apabila ada tunjangan oleh adanya struktur organisasi yang terpadu dan terkoordinir untuk mengatur semua potensi yang dapat diberikan oleh setiap unsur
53
didalamnya. Maka dengan adanya organisasi yang lengkap dan memadai akan memudahkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Mengingat urgensi dari organisasi itu sendiri adalah untuk memudahkan satu pekerjaan dengan pekerjaan yang lainnya, sehingga pada akhirnya tidak akan terjadi tumpang tindih antara tugas yang satu dengan tugas-tugas yang lainnya. Hal yang sama pun terjadi pada struktur organisasi pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu yang diharapkan akan mengontrol jalur kerja antara job yang satu dengan job yang lainnya. Maka akhir dari semua itu adalah adanya kesatuan ide untuk mencapai suatu tujuan dalam sebuah organisasi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu. Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu ada 4 pembimbing moral keagamaan diantaranya yaitu : 1) Anhar Likorin, SE., S.HI, 2) Saparudin Siswanto, SH., 3) Rastam, 4) Sunanto. Di LAPAS Klas IIB Indramayu ini pembimbing moral keagamaan itu ada yang di tujuk oleh KEMENAG dan ada yang awalnya mendapatkan SK LAPAS Indramayu dan ditugaskan di pembimbing moral keagamaan. Bapak Anhar likorin, SE. S.HI. sendiri menjadi pembimbing moral keagamaan ialah karena beliau di tunjuk oleh KEMENAG, dan selain menjadi pembimbing moral keagamaan beliaupun menjabat sebagai KASI BINADIK dan KEG. KERJA di LAPAS Klas IIB Indramayu (hasil wawancara dengan Bapak Anhar Likorin, SE., S.HI pada tanggal 13 Juni 2012)
54
Dan berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pembimbing moral keagamaan bahwa yang menjadi kriteria pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu itu tidak diformulasikan dalam bentuk aturan. Sehingga realitas pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Indramayu bergantung penuh pada nilai-nilai moral dan keagamaan yang diketahui oleh pembimbing itu sendiri. Selain itu juga seorang pembimbing moral keagamaan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Indramayu mau tidak mau dituntut untuk melakukan percontohan pada narapidana, bahwa materi yang diberikannya itu benar menurut pembimbing dan secara otomatis harus dijalani oleh narapidana yang telah mendapatkan bimbingan. Secara tuntutan moral bahwa pembimbing yang ideal itu mengacu pada sifat Rasulullah. Seperti ; Sidiq, hal ini berkaitan erat dengan etika pembimbing dalam menyampaikan materi bimbingan. Seperti halnya kejujuran dalam penguasaan teori bimbingan, sehingga tidak menutup adanya kebohongan dalam penyampaian materi. Amanah, bahwa seorang pembimbing harus dapat di percaya. Konteks ini berlaku tidak hanya sedang berlangsungnya proses bimbingan moral keagamaan tetapi setelah terjadinya bimbingan itu sehingga apa yang disampaikan oleh pembimbing moral keagamaan terhadap narapidana dapat terwujud sesuai dengan apa yang disampaikan oleh seorang pembimbing. Tabligh,
sifat
ini
mengacu
pada
kewajiban setiap
muslim untuk
menyampaikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain disekitarnya. Dalam hal ini berarti seorang narapidana membutuhkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya
55
dengan adanya pembimbing moral keagamaan itu sendiri. Fatonah, sifat ini harus dimiliki oleh seorang pembimbing moral keagamaan, karena menyangkut kecerdasan dalam menguasai meteri bimbingan dan psikologis narapidana. Sehingga dengan sifat ini dapat memilih mana yang pantas disampaikan da tidak pantas untuk menjadi bahan bimbingan. Dari hasil penelitian (pada tanggal 13 Juni 2012) bahwa keadaan jumlah narapidana secara keseluruhan berjumlah sebanyak 354 narapidana, dan 254 tahanan. Untuk lebih rincinya lagi penulis menyusun tabel keadaan narapidana ditinjau dari kejahatanya, sehingga dapt diketahui dengan pasti keberadaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Indramayu. Tabel I KEJAHATAN YANG DILAKUKAN NARAPIDANA
No.
Dewasa
Pemuda
Anak
P
W
P
W
P
W
Kasus
Total
1.
Mata Uang
5
1
-
-
-
-
6
2.
Memalsukan Materai/Surat
1
-
-
-
-
-
1
3.
Kesusilaan
2
3
-
-
-
-
5
4.
Pembunuhan
2
-
4
-
2
-
8
5.
Penganiayaan
9
1
2
-
3
-
15
6.
Pencurian
60
-
22
-
9
-
91
56
7.
Perampokan
29
-
6
-
5
-
40
8.
Pemerasan/Mengancam
2
-
-
-
-
-
2
9.
Penggelapan
12
-
3
-
-
-
15
10.
Penipuan
11
2
1
-
-
-
14
11.
Penadahan
8
-
-
-
-
-
8
12.
Narkotika
53
-
5
-
2
-
60
13.
Korupsi
1
-
-
-
-
-
1
14.
Lalu Lintas
4
-
-
-
1
-
5
15.
Perlindungan Anak
52
-
5
-
5
-
62
16.
Ilegal loging
1
-
-
-
-
-
1
17.
Senjata Tajam
-
-
1
-
-
-
1
18.
Traficking
12
4
-
-
-
-
16
267
11
49
-
27
-
354
Jumlah
Berdasarkan tebel di atas,
kasus
yang
mendominasi di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Indramayu adalah pencurian sebanyak 91 narapidana, perlindungan anak sebanyak 62 narapidana, narkotika sebanyak 60 narapidana dan perampokan sebanyak 40 narapidana.
57
Tabel II KEJAHATAN YANG DILAKUKAN TAHANAN
No.
Dewasa
Pemuda
Anak
P
W
P
W
P
W
Kasus
Total
1.
Mata Uang
6
-
2
-
-
-
8
2.
Perjudian
70
5
1
-
-
-
81
3.
Pembunuhan
1
1
1
-
-
-
3
4.
Penganiayaan
8
-
-
-
-
-
8
5.
Pencurian
44
1
12
-
4
-
61
6.
Perampokan
9
-
4
-
3
-
16
7.
Penggelapan
3
-
-
-
-
-
3
8.
Penipuan
10
1
1
-
-
-
12
9.
Penadahan
3
-
-
-
-
-
3
10.
Narkotika
18
-
7
-
1
-
26
11.
Korupsi
2
1
-
-
-
-
3
12.
Lalu Lintas
1
-
-
-
-
-
1
13.
Perlindungan Anak
13
-
2
-
1
-
16
14.
Senjata Tajam
2
-
1
-
-
-
3
15.
Traficking
8
1
-
-
-
-
9
16.
Terorisme
1
-
-
-
-
-
1
58
Jumlah
199
10
36
-
9
-
254
Berdasarkan tabel di atas, kasus perjudian mendominasi para tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Indramayu sebanyak 81 tahanan. Kemudian disusul oleh kasus perjudian sebanyak 61 tahanan dan kasus narkotika sebanyak 26 tahanan. Sesuai dengan pengamatan penulis dan hasil wawancara dengan salah satu petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Indramayu, maka dapat diketahui tugas dan
fungsi
pokok
Lembaga
Pemasyarakatan
adalah
memelihara,
mambina/membimbing dan mengarahkan narapidana agar sadar dengan apa yang dilakukannya
sehingga
mengakibatkan
mereka
masuk
ke
dalam
lembaga
Pemasyarakatan. Kemudian yang kedua yaitu menerima titipan tahanan dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (hasil wawancara dengan bapak Drs. Abdurrohim pada tanggal 15 Juni 2012). Dalam rangka merealisasikan fungsi yang pertama maka pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Indramayu memberikan fasilitas kepada para narapidana guna merawat, memelihara, membina dan membimbing mereka. Baik fasilitas secara meteril dan fasilitas untuk meningkatkan spiritual mereka. Adapun fasilitas secara materil adalah sebagai berikut : 1. Kesehatan Untuk menjamin kesehatan para narapidana selama menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Indramayu, dilakukan pemeriksaan kesehatan
59
oleh tenaga medis. Dalam penanganan pelayanan kesehatan dipegang oleh tenaga ahli yang sudah berpengalaman, apabila ada narapidana atau tahanan yang menderita penyakit serius maka pihal LAPAS memeanggil dokter atau membawanya ke rumah sakit terdekat dalam pengawasan petugas LAPAS. 2. Makanan Pemberian makanan kepada narapidana di LAPAS Klas II B Indramayu sebanyak tiga kali sehari, yaitu pagi jam 07.00, siang jam 13.00 dan sore jam 17.00. Makanan yang diberikan kepada narapidana diusahakan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai. Selain pemberian makanan rutin dari petugas, para narapidana juga diperbolehkan untuk menerima pemberian makanan dari pihak keluarga yang menjenguk mereka, akan tetapi makanan yang dibawa oleh pihak keluarga harus diperiksa terlabih dahulu agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan LAPAS. 3. Pakaian Demikian pula dengan pakaian, yang dijatah masing-masing atau perorang. Namun diperbolehkan pula untuk memakai pakaian yang dikirim keluarganya.
60
A. Program
Kerja
Pembimbing
Moral
Keagamaan
dalam
Membina
Narapidana 1. Program
Kerja
Pembimbing
Moral
Keagamaan
Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu Program kerja di Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Indramayu yaitu meliputi pembuatan jadwal kegiatan bimbingan seperti ceramah keagamaan, khutbah Jum’at, baca tulis Al-Qur’an dan pengajian rutin di blok wanita. Pembimbing moral keagamaan pada dasarnya adalah fasilitator dan tugasnya hanya mengawasi dan mengontrol ketika ada kegiatan-kegiatan moral keagamaan, tetapi ada juga pembimbing moral keagamaan yang memang menjalankan tugasnya dengan membuat program kerja dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Karena pembimbing moral keagamaan ada di bawah Kasubsi Reg. dan Bimkemas maka dalam membuat program kerja pembimbing moral keagamaan di bantu oleh Kasubsi Reg. dan Bimkemas, selain membuat program kerja pembimbing moral kegamaan juga menjalin kerja sama dengan elemen kemasyarakatan. Dan dari hasil observasi penulis dan wawancara dengan pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Indramayu yaitu bapak Rastam, bahwa pembimbing menjalin kerjasama dengan DEPAG dan KEMENAG, kemudian dengan elemen kemasyarakatan seperti; yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyyah, yayasan Al-Sunnah, Nurul Iman, Al Uratul Wutsqo, Nasru Sunnah dan LDNU (lembaga dakwah NU). Dan dari kerjasama tersebut terjadi kesepakatan bahwa dari elemen kemasyarakatan akan membantu mengisi kegiatan yang telah ada di program kerja
61
pembimbing moral keagamaan yaitu dengan mengisi ceramah umum disertai juga dengan tanya jawab (wawancara dengan bapak Rastam pada tanggal 13 Juni 2012). Kemudian pada hari-hari besar Islam pun pembimbing moral keagamaan membuat sebuah program seperti : Maulid Nabi Muhammad SAW., Isra’ Mi’raj, Tahun Baru Hijriah, lomba ceramah, cerdas cermat, pidato dan lomba baca tulis AlQur’an. Penjelasan di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Slameto (1988 : 121-126) bahwa pembimbing memiliki fungsi atau peranan sebagai berikut : a. Pembimbing sebagai perencana program bimbingan dan penyuluhan, dimana pembimbing adalah orang yang membuat program bimbingan baik program tahunan, bulanan, mingguan bahkan program harian. b. Pembimbing sebagai administrator bimbingan, yang mana pembimbing mengumpulkan data kegiatan dari terbimbing selama mengikuti bimbingan. c. Pembimbing sebagai penasihat, dimana pembimbing memberikan nasihat bagi terbimbing dalam menghadapi kesulitan ketika mengikuti bimbingan. d. Pembimbing sebagai konsultan, dalam hal ini pembimbing berfungsi sebagai orang yang berkonsultasi dengan orang tua, pembimbing lainnya, untuk membahas kesulitan-kesulitan apa saja yang ditemukan oleh terbimbing sehingga dapat diketahui solusinya. e. Pembimbing sebagai pemberi informasi (informan), dimana seperti kita tahu bahwa tugas utama pembimbing adalah memberikan informasi atau materi.
62
f. Pembimbing
sebagai
tester,
dimana
pembimbing
berfungsi
sebagai
pengumpul data terbimbing baik dari segi kecerdasan, kepribadian, maupun minat dan bakatnya. g. Pembimbing sebagai penatar bimbingan dan penyuluhan (Trainer), dimana pembimbing juga dituntut untuk selain bisa membimbing terbimbing, manun juga dituntut sebagai pembimbing dari rekan-rekan sejawatnyayang dirasa masih belum begitu menguasai materi bimbingan. h. Pembimbing sebagai konselor/ penyuluh, dimana pembimbing sebagai orang yang mempersiapkan materi, media, serta metode yang tepat bagi terbimbing. Dari uraian di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa program kerja pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu itu meliputi pembuatan jadwal kegiatan bimbingan moral keagamaan baik jadwal harian, bulanan maupun tahunan. Kemudian bukan hanya pembuatan jadwal saja tetapi pembimbing moral keagamaan pun sebagai fasilitator, pengawas dan pengontrol kegiatan bimbingan.
2. Pelaksanaan Program Kerja Pembimbing Moral Keagamaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu Pelaksanaan program kerja pembimbing moral keagamaan di LAPAS Klas IIB Indramayu sudah terlaksana dengan baik dan sudah terjadwalkan dengan rapih yang disusun oleh pembimbing moral keagamaan itu sendiri. Dari hasil observasi penulis dan wawancara dengan petugas LAPAS jadwal tersebut diantaranya;
63
HARI JAM Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
08.00-
Ceramah
Ceramah
09.00
Agama
umum dan tanya jawab
11.00-
Khutbah
12.30
Jum’at
18.30- Baca tulis Baca tulis Baca tulis Baca tulis Baca tulis
Baca tulis
19.00
Al-Qur’an
Al-Qur’an
Al-Qur’an
Al-Qur’an
Al-Qur’an
Al-Qur’an
Ceramah keagamaan dan tanya jawab dalam jadwal diatas biasanya di isi oleh pemateri dari DEPAG, KEMENAG, elemen masyarakat dan tidak terkecuali dari pembimbing moral keagamaan itu sendiri. Kemudian untuk program baca tulis Al-Qur’an di bantu oleh narapidana yang memang sudah mahir untuk membagi ilmunya kepada narapidana yang lainnya. Adapun materi-materi pada ceramah umum biasanya di isi dengan materi moral keagamaan, seperti halnya : a. Aqidah Materi aqidah ini memfokuskan pembahasannya bagaimana narapidana dapat mengetahui masalah-masalah tauhid, agar narapidana yang mendapatkan materi ini akan bertambah keimanannya, sehingga apa yang terdapat dalam ajaran agama Islam
64
bisa diamalkan oleh dirinya. Dan diharapkan setelah keluar dari Lapas, narapidana bisa mengembangkan moral dan keimanannya pada aspek-aspek kehidupan. b. Akhlak Materi ini didalamnya menyangkut permasalahan-permasalahan norma, moral, tata krama dan adat istiadat seseorang. Secara sederhana akhlak adalah pelajaran megenai sikap yang ditinjau dari segi baik buruknya sikap seseorang, pemahaman akan akhlak ini bisa membawa para narapidana ke arah hidup yang harmonis dan dinamis. Karena memang akhlaklah yang mengajarkan bagaimana hidup akan dijalani dengan baik dan akan merubah moral yang kurang baik menjadi jauh lebih baik. c. Ibadah Pemberian materi ibadah ini untuk membekali narapidana agar bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya karena dengan ibadah maka keimanan narapidana akan bertambah seperti halnya shalat, puasa dan ibadah-ibadah yang lainnya. Manfaat lainnya ialah agar narapidana mampu membuktikan diri bahwa dengan mereka beribadah kepada Allah SWT. Hidup ini akan mendapatkan ketenangan dan tidak akan meresarkan lingkungan dimanapun mereka berada. d. Syari’ah Materi ini mencakup pembahasan masalah-masalah aturan hidup yang ada dalam agama Islam, baik itu aturan dalam ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya. Dan diharapkan para narapidana tidak akan terjerumus dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan aturan-aturan, dengan diberikannya materi ini maka
65
narapidana akan lebih peka terhadap aturan-aturan yang ada dan berlaku dimasyarakat, karena hidup tanpa aturan akan berantakan dan di setiap aturan ada sanksi masing-masing. Penjelasan diatas sejalan dengan yang di ungkapkan oleh Dewa Ketut Sukardi (2000:198-199) bahwa pelaksanaan program adalah mengacu kepada terpenuhi tidaknya kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung, berperan membantu peserta didik memperoleh perubahan perilaku dan pribadi kearah yang lebih baik. Kemudian Dewa Ketut Sukardi mengemukakan kembali (2000:201) bahwa pelaksanaan program bimbingan yaitu : a. Staf pembimbing mempunyai semangat kerja yang tinggi, membuktikan kemampuannya untuk bekerja sama dan berhasil dalam mengatasi perbedaan pendangan yang mungkin timbul di antara mereka. b. Staf pembimbing menghhindari pengambilan sikap “sudah tahu segalagalanya, mampu memecahkan masalah segala persoalan sendiri, dan tidak membutuhkan bantuan dari ahli lain”. c. Staf pembimbing mampu menjelaskan secara memuaskan sifat dan ciri khas dari layanan yang mereka berikan, misalnya menjelaskan kepada staf apa yang dikerjakan, dengan tujuan apa, dengan cara bagaimana. Dari uraian di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan program pembimbing keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Indramayu sudah mengacu kepada terpenuhi tidaknya kebutuhan-kebutuhan narapidana dan pihak yang
66
terlibat dalam bimbingan tersebut, kemudian pembimbing moral keagamaan pun sudah bisa memberikan materi yang memang sangat dibutuhkan oleh paranarapidana.
3.
Tanggapan
Narapidana
dan
Lembaga
Pemasyarakatan
Klas
IIB
Indramayu Terhadap Peran Pembimbing Moral Keagamaan a. Tanggapan Narapidana Terhadap Peran Pembimbing Moral Keagamaan Dari hasil wawancara dengan lima narapidana yaitu : 1) Kamsari, 2) Yadi, 3) Karto Wiharjo, 4) Warsinih, 5) Sumarsih. Dengan kasus yang berbeda-beda (pada tanggal 14 Juni 2012) didapati kesimpulan tentang tanggapan narapidana terhadap pembimbing moral keagamaan. Diantaranya : menurut Kamsari, dengan kasus pencurian, usia 32 tahun dan sudah 10 bulan berada di LAPAS Klas IIB Indramayu. Bahwa pembimbing moral keagamaan yang ada di LAPAS Klas IIB Indramayu ini sudah bagus, karena sudah mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan yang bisa maningkatkan keimanan bagi para narapidana dan bisa merubah moral mereka yang tadinya kurang baik menjadi lebih baik. Lalu peran pembimbing moral keagamaan sangat diperlukan narapidana karena bisa membimbing mereka ke jalan yang benar yaitu bertaqwa kepada Allah dan tidak melakukan larangan Allah SWT. Kegiatan-kegiatan pembinaan moral keagamaan di Lapas bisa meningkatkan keimanan serta moral narapidana menjadi lebih baik dari sebelumnya, dengan pembimbing moral keagamaan yang bertujuan untuk membimbing kearah yang lebih baik dan membantu narapidana agar bisa mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya maka peran pembimbing moral keagamaan pun terasa sangat dibutuhkan
67
untuk membimbing narapidana, agar mereka bisa memperbaiki moral dan keimanan mereka agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Menurut Yadi dengan kasus narkoba, usia 26 tahun dan sudah hampir 2 tahun berada di LAPAS Klas IIB Indramayu. Bahwa bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing keagamaan bisa menenangkan pikiran para narapidana, menambah wawasan dan menambah ilmu. Walaupun terkadang para narapidana merasa jenuh karena penyampaian materi dengan metode yang kurang menarik, tetapi para narapidana tetap antusias mengikuti pembinaan dari pembimbing moral keagamaan. Yadi dan narapidana lainnya berharap bisa berkonsultasi dengan pembimbing moral keagamaan ketika mereka sedang mengalami masalah atau ketika pikiran mereka tidak tenang. Pelaksanaan pembianan moral keagamaan yang dilakukan pembimbing sepertinya terlalu monoton sehingga sebagian narapidana merasakan jenuh, tetapi disatu sisi pembinaan tersebut sudah bisa membuka jalan pikiran para narapidana untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi dengan ilmu dan wawasan yang mereka dapat dari pembinaan tersebut. Peran dari seorang pembimbing moral keagamaan belum sepenuhnya dirasakan oleh para narapidana karena yang diharapkan adalah pembimbing memberikan waktu khusus untuk mengadakan kosultasi, dan dibutuhkan pembimbing yang memiliki sikap tanggap dan peka terhadap kebutuhan anak bimbingnya untuk membahas kesulitan-kesulitan apa saja yang ditemukan oleh terbimbing sehingga dapat diketahui solusinya.
68
Sedangkan menurut Karto Wiharjo dengan kasus perlindungan anak, usia 35 tahun dan sudah 2 tahun berada di LAPAS Klas IIB Indramayu. Bahwa pembimbing moral keagamaan yang ada di LAPAS Klas IIB Indramayu ini ada beberapa yang pas untuk narapidana dan ada yang tidak pas, kemungkinan karena penyampaian materi atau metode penyampaian materinya yang kurang menarik. Tetapi di lihat dari cara kerja pembimbing moral keagamaan di LAPAS Klas IIB Indramayu sudah lumayan bagus, karena yang paling utama dari pembinaan yang ada di LAPAS ialah pembimbing moral keagamaan. Dimana para narapidana sangat membutuhkan peran seorang pembimbing yang bisa mengarahkan mereka kembali kejalan yang benar dan bisa memperbaiki moral serta selalu mengingat Allah SWT. Metode serta materi pada pelaksanaan pembinaan moral keagamaan kurang menarik perhatian para narapidana karena menurut mereka biasa saja, perlu ada peningkatan dalam hal pemberian materi dan motode pembinaannya. Pembimbing menentukan efektif tidaknya kegiatan bimbingan, diharapkan pembimbing moral keagamaan mempunyai inisiatif yang cukup baik dan mempersiapkan materi, media serta metode yang tepat bagi terbimbing sehingga dengan demikian ada kemajuan didalam usaha bimbingan dan pembinaan kearah keadaan yang lebih sempurna. Karena dampak yang dirasakan oleh narapidana setelah mengikuti pembinaan moral keagamaan ialah bisa memperbaiki akhlak dan mereka kembali ke jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT. Menurut narapidana wanita yang bernama Warsinih dengan kasus traficing, usia 28 tahun dan sudah kurang lebih 10 bulan berada di LAPAS Klas IIB
69
Indramayu. Bahwa pembimbing moral keagamaan yang ada di LAPAS Klas IIB Inddramayu sudah bagus, apalagi dilihat dari program-program yang sudah berjalan dan dilihat dari cara kerja pembimbing moral keagamaan setiap harinya yang selalu mengawasi dan mengontrol kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para narapidana. Dan Warsinih pun merasakan ada rasa penyesalan setelah mengikuti kegiatankegiatan bimbingan, dan merasakan dampak positif dari kegiatan tersebut yaitu bisa merubah akhlak yang sebelumnya kurang baik menjadi lebih baik. Pembimbing moral keagamaan bukan hanya sebagai seorang yang memberikan bimbingan saja, tetapi seorang yang berfungsi untuk memastikan dan mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan baik secara teknis maupun secara praktis agar tidak ada hambatan ketika pembimbing sedang melaksanakan program kerjanya. Seorang yang merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah keliru berupaya untuk mempertimbangkan sikapnya. Dengan adanya kesadaran moral dan agama memunculkan sikap moral keagamaan yang baik, dan keberhasilan pembimbing moral keagamaan dapat dilihat dari perubahan sikap yang direalisasikan melalui perilaku-perilaku positif. Dan menurut narasumber yang terakhir yang bernama Sumarsih dengan kasus uang palsu, usia 38 tahun dan sudah 7 bulan berada di LAPAS Klas IIB Indramayu. Bahwa para narapidana yang berada di LAPAS itu pasti sangat membutuhkan pembimbing moral keagamaan karena dengan adanya pembimbing maka narapidana akan lebih menyadari kesalahan yang sudah mereka perbuat, karena setelah mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ceramah umum, marhabanan dan baca tulis Al-
70
Qur’an, mereka pun merasakan adanya getaran dalam hati mereka dan rasa penyesalan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama setelah keluar dari LAPAS. Sumarsih juga berharap ada pengajian khusus di blok wanita agar para narapidana wanita bisa lebih mengetahui tentang ajaran-ajaran agama islam yang bisa membawa ke jalan yang benar dan bisa merubah moral mereka yang kurang baik menjadi lebih baik. Para narapidana merasa lebih mengenali diri sendiri, mengatasi persoalanpersoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab setelah mengikuti pembinaan dan bimbingan moral keagamaan dari pembimbing, oleh karena itu peran pembimbing moral keagamaan sudah dirasakan cukup baik oleh para narapidana di Lapas Klas IIB Indramayu. Dengan mengadakan berbagai kegiatan-kegiatan moral keagamaan para narapidana pun sangat antusias untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, untuk lebih khususnya para narapidana wanita menginginkan ada pengajian khusus di blok wanita agar mereka lebih intensif belajar ajaran-ajaran agama Islam yang membawa ke jalan kebenaran. Dari pernyataan-pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa para narapidana sudah merasakan betapa pentingnya peran pembimbing moral keagamaan bagi kehidupan mereka di dalam Lapas Klas IIB Indramayu, karena dengan adanya pembimbing moral keagamaan mereka lebih menyadari kesalahan yang sudah mereka perbuat sebelum masuk ke Lapas. Dan dampak positif dari kegiatan-kegiatan moral keagamaan juga bisa merubah moral mereka yang
71
sebelumnya kurang baik menjadi lebih baik lagi. Disamping itu banyak permintaanpermintaan dari para narapidana untuk metode dan materi yang disampaikan harus dikemas secara menarik agar para narapidan tidak jenuh dengan kegiatan tersebut.
b. Tanggapan
Lembaga
Pemasyarakatan
Klas
IIB
Indramayu
Terhadap Peran Pembimbing moral Keagamaan Dari hasil wawancara dengan petugas LAPAS Klas IIB Indramayu (hasil wawancara dengan Bapak Anhar Likorin, SE., S.HI pada tanggal 23 Juni 2012) tentang tanggapan mengenai peran pembimbing moral keagamaan yang ada disana, bahwa peran seorang pembimbing moral keagamaan memang sangat diperlukan oleh para narapidana karena yang paling utama dari pembinaan yang ada di LAPAS adalah bimbingan dari pembimbing moral keagamaan itu sendiri. Dimana paranarapidana adalah orang-orang yang dinyatakan bersalah dan mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat, terutama karena mereka tidak mempunyai bekal agama yang kuat sehingga mereka masuk ke LAPAS. Maka dari itu para narapidana sangat membutuhkan seseorang yang bisamendampingi para narapidana untuk membimbingnya agar mereka mampu kembali menjalani kehidupan dalam masyarakat ketika mereka bebas dari LAPAS, dari cara kerja pembimbing selama ini cukup bagus dan dari hasil bimbingan dan pembinaan yang dilakukan pembimbing moral keagamaan sudah ada perubahan dari diri para narapidana. Pembimbing moral keagamaan adalah salah satu hal terpenting yang memang harus ada di setiap LAPAS, karena peran pembimbing moral keagamaan adalah
72
untuk memberikan pembinaan rohani dan mencegah terjadinya aksi anarkisme. Selain itu juga difokuskan untuk mengembalikan jati diri narapidana. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu beserta petugas-petugas yang lain pun selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing moral keagamaan, dan dalam rapat minggu kemarin Kepala LAPAS menyarankan kepada pembimbing moral keagamaan untuk lebih mengintensipkan kerjasama dengan pihak luar atau dengan elemen kemasyarakatan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tanggapan Lembaga pemasyarakatan Klas IIB Indramayu terhadap peran pembimbing moral keagamaan adalah cara kerja pembimbing selama ini cukup baik dan dari hasil bimbingan dan pembinaan yang dilakukan pembimbing moral keagamaan sudah ada perubahan dari diri para narapidana. Yang paling utama dari pembinaan yang ada di Lapas adalah bimbingan dari pembimbing moral keagamaan, karena pembimbing moral keagamaan adalah seorang pemimpin dikalangan anak bimbingnya, yang berkemampuan tinggi dalam melakukan komunikasi dengan mereka, menjadi suri tauladan dalam tingkah laku, dan bersikap melindungi anak bimbingnya dari kesulitan-kesulitan yang ada pada narapidana serta menunjukkan jalan pemecahan terhadap kesulitan yang dialami oleh para narapidana. Dan narapidana sangat membutuhkan seseorang yang bisa mendampingi para narapidana untuk membimbingnya agar mereka mampu kembali menjalani kehidupan dalam masyarakat ketika mereka bebas dari Lapas.
73
4. Kendala-Kendala yang dihadapi Pembimbing Moral Keagamaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu Dari hasil wawancara dengan salah satu pembimbing moral keagamaan bahwa kendala-kendala yang di hadapi pembimbing moral keagamaan diantaranya ialah kurang komunikasi dengan elemen kemasyarakatan, tidak lengkap sarana dan prasarana, kurangnya persediaan Iqra dan Al-Qur’an, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), (hasil wawancara dengan Bapak Rastam pada tanggal 20 Juni 2012). a. Kurang Komunikasi Kurangnya komunikasi antara pembimbing moral keagamaan dengan petugas lainnya, atau dengan elemen masyarakat yang hendak mengisi kegiatan ceramah umum menjadikan kendala yang belum bisa diatasi sampai sekarang. Dan kurangnya kesadaran dari pembimbing moral keagamaan atas hal ini. b. Tidak Lengkap Sarana dan Prasarana Ketidak lengkapan sarana dan prasarana seperti ruang belajar, papan tulis serta alat tulis jelas menjadi kendala pembimbing moral keagamaan dalam melaksanakan program kerjanya. Karena di dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pembimbing moral keagamaan khususnya kegiatan baca tulis Al-Qur’an tentunya memerlukan perlengkapan tersebut. c. Kurangnya Iqra dan Al-Qur’an Kekurangan Iqra dan Al-Qur’an pun menjadi salah satu kendala pembimbing moral keagamaan dalam melaksanakan program kerjanya, persediaan Iqra yang ada
74
di Lapas 60 sedangkan untuk persediaan Al-Qur’an hanya ada 80. karena program baca tulis Al-Qur’an dilaksanakan setiap hari dan jumlah narapidana juga tidak sedikit sehingga persediaan Iqra dan Al-Qur’an pun harus di tambah untuk mengantisipasi adanya perebutan antara narapidana yang satu dengan yang lainnya. d. Kurang Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber daya manusia yang sedikit menjadikan pembimbing moral keagamaan menjadi sedikit pula, dari sekian banyak narapidana yang ada di Lapas Klas IIB Indramayu petugas pembimbing moral keagamaan hanya ada 4 orang petugas dengan demikian maka sumber daya manusia menjadi kendala yang sangat berarti dan harus segera diatasi. Karena pembimbing moral keagamaan adalah sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan sekali untuk pembinaan di Lapas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kendala-kendala yang dihadapi pembimbing moral keagamaan itu mulai dari kurangnya komunikasi, keterbatasan sarana dan prasarana, kurangnya Iqra dan Al-Qur’an dan keterbatasan SDM menjadikan kendala yang sangat berarti untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing moral keagamaan.
B. Faktor-Faktor Pembimbing Moral Keagamaan Lembaga Pemasyarakat Kelas II B Indramayu 1. Faktor Pendukung Pembimbing Moral Keagamaan Dari hasil wawancara dengan salah satu pembimbing moral keagamaan adapun faktor pendukung pembimbing moral keagamaan adalah kebijakan dari
75
Kalapas, banyaknya perhatian dari elemen kemasyarakatan, ada narapidana yang menjadi asisten untuk mengajar baca tulis Al-Qur’an, pernah bekerjasama dengan LDII dan Depag, kuantitas dan kualitas petugas, sturktur organisasi dan manajemen (hasil wawancara dengan Bapak Rastam pada tanggal 20 Juni 2012). a. Kebijakan dari Kalapas adalah salah satu yang menjadi faktor pendukung apabila kepemimpinnya mampu mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan menetapkan disiplin, tanggung jawab dan kerja sama. Demikian juga kemampuan profesional dan integritas moral kalapas. Hal ini sangat di tuntut kepemimpinannya agar dapat menjadi faktor pendukung sekaligus menjadi teladan. b. Banyak perhatian dari dari elemen kemasyarakatan seperti : LDNU, Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Al Uratul Wustqo, yayasan Al-Sunnah, Nurul Iman dan Nasru Sunnah. Perhatian ini dutunjukkan melalui mengisi ceramah umum dan ceramah Agama, diskusi dan berbagai kegiatan lainnya. Dan waktunya sudah terjadwalkan dengan baik. c. Adanya beberapa narapidana yang sudah bisa dijadikan asisten untuk mengajar baca tulis Al-Qur’an, yang dijadikan asisten ini ialah narapidana yang mempunyai basic agama yang baik. Karena tidak semua narapidana tidak mengerti ilmu agama, dipilihnya narapidana untuk mengajar baca tulis Al-Qur’an karena pembimbing moral keagamaan tidak bisa selalu ada di Lapas.
76
d. Pernah bekerjasama dengan LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan pembelajaran Qari dari Depag. Bentuk kerjasama dengan LDII juga seperti mengisi ceramah umum dan ceramah agama, tetapi sudah beberapa bulan ini tidak berjalan lagi. e. Kuantitas dan kualitas petugas, harus lah selalu diusahakan agar kualitas petugas dapt menjawab tantangan dan masalah yang selalu ada dan muncul di lingkungan LAPAS. f. Stuktur organisasi, khususnya hubungan dan jalur-jalur perintah/komando dan staf hendaknya mampu dilaksanakan secara bersama guna pelaksanaan tugas disetiap kerja berjalan dengan lancar. Setiap petugas mengerti dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing. g. Manajemen, hal ini berkaitan erat dengan mutu kepemimpinan, struktur organisasi dan kemampuan/ketrampilan pengelolaan dari pucuk pimpinan maupun staf sehingga pengelolaan administrasi dan lingkungan LAPAS berjalan tertib dan lancar. Dalam hal ini perlu dikaji terus menerus mengenai tipe manajemen pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Lapas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor pendukung pembimbing moral keagamaan tidak terlepas dari Kalapas, petugas-petugas lain yang ada di Lapas, para narapidana dan dari pihak elemen kemasyarakatan yang ikut mendukung programprogram dari pembimbing moral keagamaan.
77
2. Faktor Penghambat Pembimbing Moral Keagamaan Dari hasi wawancara dengan salah satu pembimbing moral keagamaan yang menjadi faktor penghambat pembimbing moral keagamaan adalah masih banyak instansi (badan) tertentu yang belum terkrtuk hatinya untuk membina kerjasama, sikap acuh tak acuh dari keluarga narapidana, informasi dan pemberitaanpemberitaan yang tidak seimbang tentang Lapas, pastisipasi masyarakat dan kurangnya SDM (hasil wawancara dengan Bapak Rastam pada tanggal 20 Juni 2012). a. Kerja sama dengan instansi (badan) tertentu baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung masih perlu ditingkatkan juga, karena masih ada diantaranya yang belum terketuk hatinya untuk membina kerja sama dengan Lapas untuk mengisi kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh pembimbing moral keagamaan. b. Sikap acuh tak acuh dari keluarga narapidana, karena masih ada keluarga narapidana yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib narapidana tersebut. Sehingga pihak Lapas merasakan ada hambatan untuk membina para narapidana dikarenakan tidak ada kerjasama yang baik dari keluarga mereka. c. Informasi dan pemberitaan-pemberitaan yang tidak seimbang, bahwa cenderung selalu mendeskriditkan Lembaga Pemasyarakatan sehingga dapat merusak citra Lembaga Pemasyarakatan di mata umum. d. Partisipasi masyarakat yang masih perlu juga ditingkatkan karena masih didapatkan kenyataan sebagian anggota masyarakat masih enggan menerima
78
kembali mantan narapidana. Adanya rasa trauma/khawatir akan terjadi kejadian yang sama ketika para narapidana keluar dari Lapas. e. Sumber Daya Manusia (SDM) perlu ditambah lagi untuk menambah pembimbing moral keagamaan agar program bisa berjalan dengan lancar. Dan bisa mengawasi serta mengontrol para narapidana yang jumlahnya lebih banyak dari pembimbing moral keagamaan. Kesimpulan dari faktor penghambat pembimbing moral keagamaan adalah dari instansi-instansi terkait yang masih kurang kesadaran untuk membantu pembimbing moral keagamaan, keluarga narapidana yang acuh, masyarakat itu sendiri dan kurangnya jumlah pembimbing moral keagamaan.
C. Peran
Pembimbing
Moral
Keagamaan
dalam
Membina
Perilaku
Narapidana Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan metode wawancara atas sample penelitian ini, didapatkan kesimpulan yang mengatakan bahwa peranan pembimbing moral keagamaan dalam membina perilaku narapidana sangat signifikan. Hal ini mengingat pada ajaran moral keagamaan itu sendiri yang mampu membawa keyakinan akan kebenaran yang nyata dan mengajarkan menilai perilaku yang dikatakan baik dan benar. Terlebih-lebih para narapidana sebelumnya belum mengetahui akan esensi moral dan agama itu sendiri. Berawal dari aturan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan yang mengharuskan para narapidana mengikuti bimbingan moral keagamaan, maka timbul
79
kesadaran dan kebiasaan untuk memahami ajaran-ajaran tentang moral dan agama yang nantinya diharapkan akan timbul kesadaran yang kuat dan direalisasikan apa yang telah didapat dari pembimbing moral keagamaan di LAPAS Klas IIB Indramayu. Keberhasilan pembimbing moral keagamaan terhadap narapidana dapat dilihat dari sikap dan perilaku narapidana itu sendiri yang memang sudah sangat jauh berbeda ketika baru masuk LAPAS dan setelah mendapatkan bimbingan dari pembimbing moral keagamaan. Sehingga diharapkan ketika mereka kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat dalam keadaan lebih baik dan hilang dari citra perilaku yang negatif dan meresahkan masyarakat yang ada disekitarnya. Dalam hal ini peran pembimbing moral keagamaan sesuai dengan indikatorindikatornya adalah sebagai berikut : 1. Pembinaan Bidang Aqidah Dalam pembinaan di bidang aqidah ini pembimbing moral keagamaan memfokuskan bagaimana keyakinan narapidana yang dulunya kurang bertambah keimanannya dan yang dulunya tidak yakin menjadi yakin akan kebenaran ajaran agama Islam. Kemudian mengembangkan keimanan pada aspek-aspek kehidupan yang sifatnya sosial, karena memang dari aspek sosial inilah narapidana dapat diterima apa adanya oleh lingkungan dimana narapidana itu tinggal. 2. Pembinaan Bidang Akhlak Pada pembinaan bidang akhlak pembimbing moral keagamaan mengutamakan untuk memberikan pandangan umum tentang sikap seorang muslim yang seharusnya
80
dilakukan masyarakat luas. Lebih umum lagi pembinaan Akhlak yang dilakukan pembimbing moral keagamaan juga menyangkut etika pergaulan hidup yang dikemas oleh ajaran-ajaran agama Islam yang memang sesuai dengan etika bangsa Indonesia. Dengan pembinaan ini parra pembimbing moral keagamaan berharap bahwa narapidana akan memahami norma, tata krama dan adat istiadat seseorang maska akan tercipta suasana yang saling pengertian dan kekeluargaan. 3. Pembinaan Bidang Ibadah Pembimbing moral keagamaan memberikan pembinaan dibidang ibadah agar para narapidana bisa membuktikan keimanan mereka yang selama ini telah mendapatkan materi bimbingan yang menyangkut masalah aqidah dan keimanan. Dengan pembinaan ibadah ini maka hidup mendapatkan ketenangan dan dengan ketenangan inilah narapidana tidak akan mengganggu hak-hak orang lain, bisa bermanfaat bagi semua pihak yang berada didekatnya. Didalam pembinaan ibadah juga pembimbing moral keagamaan memfokuskan pada shalat, puasa, dan ibadahibadah lainnya. 4. Pembinaan Bidang Syari’ah Pembinaan dibidang syari’ah ini berupaya untuk memberikan gambaran hidup menurut konsep Islam. Dimana pembimbing moral keagamaan menjelaskan tentang pembahasan masalah-masalah aturan hidup yang ada didalam Islam seperti aturan ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Sehingga dengan pemahaman syari’ah inilah para narapidana diharapkan tidak tergelincir dalam menjalani kehidupan yang memang penuh dengan aturan-aturan main yang berlaku.
81
Keberhasilan pembimbing moral keagamaan juga dapat terlihat dengan adanya juara II lomba MTQ PORSENAT (Pekan Olah Raga dan Seni Sejawa Barat) yang diselenggarakan pada bulan April 2012 bertempat di LAPAS Sukamiskin. Adanya pembimbing moral keagamaan yang telah membentuk kesadaran baru pada diri narapidana tentang pola hidup yang baik dan benar menurut ajaran agama, ,maka setelah habis masa hukumannya dan kembali ke masyarakat dapat di terima seutuhnya oleh masyarakat dilingkungan sekitanya. Dan diharapkan mantan narapidana bisa menciptakan suasana yang religius dan berperilaku baik sebagaimana yang mereka dapatka di Lembaga pemasyarakatan melalui pembimbing moral keagamaan. Terlepas dari kekurangan pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakata Klas IIB Indramayu, namun yang jelas para narapidana yang telah mendapatkan bimbingan dari pembimbing moral keagamaan setidaknya telah menambah keimanan dan wawasan tentang nilai-nilai moral. Sehingga pada akhirnya perilaku mereka cepat atau lambat telah mengalami perubahan kearah yang lebih baik dan benar.
82
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Program kerja pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakan Klas IIB Indramayu yaitu, membuat jadwal ceramah agama dan ceramah umum, khutbah Jum’at, baca tulis Al-Qur’an, marhabanan dan pengajian rutin di blok wanita. Selain itu pembimbing keagamaan juga menjalin kerja sama dengan Depag, Kemenag dan elemen kemasyarakatan seperti : LDNU, LDII, Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Al-Sunnah, Al Uratul Wutsqo, Nasru Sunnah dan Nurul Iman. 2. Pelaksanaan program kerja pembimbing moral keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Indramayu sudah lumayan baik. Terealisasi dengan adanya
jadwal yang rapih namun dalam kegiatan-kegiatannya kurang
memberikan waktu untuk mengadakan diskusi dengan para narapidana, sehingga mereka tidak bisa berkonsultasi dengan pembimbing moral keagamaan. 3. Tanggapan narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan tentang peran pembimbing moral keagamaan lumayan bagus, karena menurut para narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan yang paling utama dari pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan itu adalah peran pembimbing moral keagamaan. Dengan adanya pembimbing maka para
83
narapidana merasa bahwa hidup mereka lebih terarah dan terbimbing ke arah yang benar. Dan para narapidana merasakan ada rasa penyesalan setelah mendapatkan pembinaan dari pembimbing moral keagamaan. 4. Kendala-kendala yang dihadapi pembimbing moral keagamaan yaitu keterbatasan sarana dan prasarana, kekurangan SDM (sumber daya manusia), kurangnya komunikasi pembimbing moral keagamaan dengan petugas yang lain atu dengan elemen masyarakat yang akan mengisi ceramah keagamaan dan yang terakhir yaitu kurangnya persediaan Iqra dan Al-Qur’an.
B. Saran Pembimbing moral keagamaan yang ada si Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu di akhir penulisan skripsi ini penulis memberikan saran kepada pihak-pihak yang memang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Untuk pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Indramayu khususnya para pembimbing moral kagamaan, penulis menyarankan agar lebih meningkatkan pelaksanaan program kerja yang sudah berjalan. Kemudian menambah pembimbing moral keagamaan agar pembagian tugas dalam membina narapidana
bisa berjalan dengan lancar dan memberikan waktu untuk
84
mengadakan diskusi dengan narapidana sehingga mereka pun bisa berkonsultasi dengan pembimbing moral keagamaan. 2. Kepada UIN Sunan Gunung Djati Bandung, khususnya jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang menitik beratkan pada psikologi islam hendaknya memberikan perhatian yang lebih serius terhadap pembimbing keagamaan yang
dapat
dipergunakan
oleh
setiap
instansi/
lembaga
yang
membutuhkannya, seperti pembimbing keagamaan di LAPAS. Disamping itu, jurusan juga harus menyediakan wadah khusus bagi mahasiswa BPI untuk menyalurkan ilmunya dalam suatu uji praktek untuk melahirkan seorang pembimbing keagamaan yang profesional. 3. Untuk keluarga dan masyarakat, penulis menyarankan agar memberikan dukungan moril dan motivasi positif agar para narapidana tidak melakukan tindak pidana lagi, kemudian keluarga dan masyarakat pun harus lebih memahami tugas-tugas yang di emban oleh seorang pembimbing. Sehingga dapat tercipta suasana yang saling mendukung dan memudahkan untuk menjalin kerja sama. 4. Untuk teman-teman yang tertarik untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan, penulis menyarankan kepada teman-teman untuk meneliti tentang kesesuaian antara bimbingan dan pembimbingnya, kemudian hasil dari bimbingannya. Karena dalam penelitian ini penulis hanya meneliti tentang peran pembimbing moral keagamaannya saja.
85
DAFTAR PUSTAKA
1.
Buku-buku
Anas Shalahudin 2010
Bimbingan & Konseling, Pustaka Setia, Bandung.
Andi Mappiare 2004
Pengantar Konseling dan Psikoterapi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Aunur Rahim Faqih 2004
Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Press, Yogyakarta.
Bimo Walgito 1995
Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi Offset, Yogyakarta.
C. Asri Budiningsih 2004
Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan Budayanya, Rinera Cipta, Jakarta.
Cik Hasan Bisri 2001
Penuntunn Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skipsi Bidang Ilmu Agama Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Departemen Agama RI 2010
Al-Qur’an Terjemah, CV Penerbit Diponegoro, Bandung.
86
Dewa Ketut Sukardi 2000
Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta.
Faizah dan Lalu Muchsin Effendi 2009
Psikologi Dakwah, Kencana, Jakarta.
H.M. Arifin 1985
Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
1994
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon Press, Jakarta.
Jalaluddin Rakhmat 2000
Psikologi Agama, PT RajaGrafindo persada, Jakarta.
2004
Psikologi Agama Sebuah Pengantar, PT Mizan Pustaka, Bandung.
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori 2008
Psikologi Remaja Perkembangan Peserta didik, Bumi Aksara, Jakarta.
Poerwadarminta 2007
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Poespoprodjo 1999
Filsafat Moral kesusilaan dalam Teori dan Praktek, Pustaka Grafika, Bandung.
87
Shahidin, Buchari Alma, dkk. 2009
Moral dan Kognisi Islam, CV Alfabeta, Bandung.
Zakiah Daradjat 1976
Pembinaan Remaja, Bulan Bintang, Jakarta.
1985
Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta.
2.
Sumber Lainnya
http://www.scribd.com/doc/39727097/Peran-Adalah-Seperangkat-Tingkah-LakuYang-Diharapkan-Oleh-Orang-Lain-Terhadap-Seseorang-Sesuai-KedudukannyaDalam-Suatu-System/diakses09-05-2012 http://www.scribd.com/doc/75973787/4/F-1-Definisi-Peran/diakses09-05-2012 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23405/4/Chapter%20I.pdf/diakses2504-2012 http://www.scribd.com/camarog/d/76564659-Hak-Dan-Kewajiban-NarapidanaSiti/diakses25-04-2012