BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Berbagai macam penyakit disebabkan oleh bakteri ditemukan di Indonesia terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang disebabkan oleh bakteri selama ini lebih banyak menggunakan obat – obat sintetik dengan berbagai efek samping yang ditimbulkan. Oleh sebab itu perlu adanya pengobatan alternatif dengan memanfaatkan bahan-bahan alamiah di sekitar kita. Pemanfaatan tanaman obat merupakan warisan nenek moyang sejak dulu kala. Eksplorasi dan budidaya tanaman obat terus dikembangkan dengan tujuan jangka panjang mengurangi impor bahan baku obat sintetik demi menghemat devisa negara. Salah satu tanaman yang berkhasiat obat adalah kelor(Kiswandono, 2008). Di Indonesia daun kelor muda banyak dimanfaatkan sebagai bahan sayuran oleh sebagian besar penduduk kampung atau desa. Tanaman kelor juga sudah dikenal luas di lingkungan pedesan sebagai tanaman obat berkhasiat (IKAPI, 2008). Masyarakat mulai memanfaatkan bagian-bagian tanaman kelor dalam bentuk segar maupun kering yang kemudian diolah berdasarkan peruntukannya, misalnya simplisia biji kelor yang dimanfaatkan untuk campuran kosmetik dan pembuatan minyak kelor (Kurniasih, 2013). Biji kelor berkhasiat mangatasi muntah atau mual. Biji kelor yang masak dan
kering
mengandung
pterigospermin
yang
pekat
hingga
bersifat
germisida(Tilong, 2012). Pterigospermin menunjukkan aktivitas antibakteri
1
Universitas Sumatera Utara
terhadap bakteri Gram positif dan negative.Pterygospermin sebagai senyawa aktif dalam kelor yang menyebabkan reaksi anti bakteri.Pterygospermin merupakan senyawa yang tidak stabil, mempunyai titik didik rendah, dan dengan mudah dapat berubah menjadi benzil isotiosianat (BIT).4-(α-L-rhamnopyranosyloxy)benzyl isothiocyanate,
pterygospermin,
dan
4-(α-L-rhamnopyranosyloxy)
benzyl
glucosinolate merupakan senyawa antimikroba (Eilert et al. dalam Fahey, 2005). Penelitian yang dilakukan Moyo, et al. (2012) biji kelor memiliki aktivitas antimikroba terhadap beberapa bakteri Gram negatif diantaranya adalah Escherichia coli.Biji kelor mengandung senyawa metabolit sekunder seperti minyak atsiri, polifenol, dan saponin yang memiliki potensi sebagai antibakteria dan antifungal.Fuglie (2001) menyatakan bahwa biji kelor (M. oleifera Lamk.) mengandung saponin 5% dan triterpenoid 5%. Polifenol dan saponin telah diketahui dapat merusak sel bakteri dengan cara menghambat sintesis protein dan merusak membran sel. Tanaman kelormerupakan tanaman paling kaya nutrisi, vitamin, mineral, anti-oksidan
tertinggi
dan
asam
amino
esensial
lengkap
(Krisnadi,
2012).Kelebihan biji kelor sebagai koagulan dibanding koagulan kimia yang biasa digunakan seperti tawas adalah kemampuannya untuk mengendapkan berbagai ion logam terlarut dan bakteri-bakteri berbahaya yang diperoleh di lingkungan sekitar kita (Suriawiria, 2003). Biji kelor mengandung senyawa bioaktif rhamnosyloxy-benzil-isotiosianat, yang mampu menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam yang terkandung dalam limbah suspensi dengan partikel kotoran melayang dalam air, sehingga
2
Universitas Sumatera Utara
sangat potensial digunakan sebagai koagulan alami untuk membersihkan air layak minum (Sutherland, 1994). Hasil penelitian Madsen dan Dchulundt serta Grabow, dkk., menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menumpas bakteri Escherichia coli, Streptocoocus faecalis dan Salmonella typymurium, sehingga di Afrika biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi pencemaran air oleh bakteri-bakteri. Menurut Faizi, et al., (1998) Thiokarbamat dan glikosida isotiosianat telah diisolasi dari fraksi etil asetat dari ekstrak etanol biji kelor. Biji kelor memiliki protein spesifik untuk melindungi kulit dan rambut dan juga memiliki khasiat sebagai antibakteri( Olsen, 1987; Madsen, et al., 1987). Pembuatan ekstrak etanol dari simplisia secara perkolasi, uji golongan senyawa kimia terhadap simplisia, pembuatan larutan uji ekstrak etanol dengan berbagai konsentrasi, serta uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji kelor terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus) dan Gram negatif (Escherichia coli) dengan metode dilusi. Karakteristik simplisia biji kelor dilakukan sesuai dengan prosedur penetapan kadar dan pengujian yang tertera dalam FHI (Farmakope Herbal Indonesia) (Kemenkes RI., 2011). Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji kelor (Moringa oleifera L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode dilusi dengan perhitungan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) .
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah:
3
Universitas Sumatera Utara
a) golongan senyawa kimia apa saja yang terdapat pada biji kelor? b) berapakah konsentrasi hambat minimum dan konsetrasi bunuh minimum ekstrak etanol biji kelor yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode dilusi?
1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah: a) golongan senyawa kimia yang terdapat di dalam biji kelor adalah glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, alkaloid,tanin dan saponin. b) ekstrak etanol biji kelor
mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan cara menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM).
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a) untuk mengetahui karakteristik simplisia biji kelor. b) untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat di dalam biji kelor. c) untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum ekstrak etanol biji kelor terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
4
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dilakukan
yaitu sebagai informasi tentang
karakteristik simplisia, golongan senyawa kimia dan aktivitas antibakteri dari ekstrak biji kelor.
5
Universitas Sumatera Utara