BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Arus
globalisasi
saat
ini
telah
menimbulkan
pengaruh
terhadap
perkembangan budaya bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Dampak globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang. Di antaranya banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Menurut Krisna, sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung disemua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala
1
informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu, globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya. Dalam hal ini sudah terjadi asimilasi dengan menghadirkan suatu perubahanperubahan identitas etnisnya. Dengan adanya asimilasi tersebut cenderung hilangnya identitas. Suatu bentuk yang secara alami mengikuti asimilasi struktural yaitu asimilasi psikologis, hilangnya identitas etnik yang khas (Alba dalam Mulyana, 1998: 158). Berge menyatakan bahwa asimilasi merujuk pada sejauh mana suatu kelompok yang semula khas telah kehilangan identitas subjektifnya dan telah terserap ke dalam struktur sosial suatu kelompok lain (dalam Mulyana, 1998: 158). Dalam konteks ini, asimilasi menghasilkan akibat yaitu dimana kelompok minoritas kehilangan keunikannya dan menyerupai kelompok mayoritas, dan kelompok etnik dan kelompok mayoritas akan bercampur secara homogen. Masing-masing kelompok kehilangan keunikannya, lalu muncul suatu produk unik lainnya atau peniruan (Mulyana, 1998: 160). Salah satu kasus dengan adanya proses asimilasi ini yaitu asimilasi di Bali dengan hadirnya banyak orang luar berdampak pada masyarakat lokal dengan dilupakannya atau mulai hilangnya identitas bahasa daerahnya, karena situasi yang menguntungkan atau untuk meraih komoditi masyarakat lokal berupaya beradaptasi, bukannya orang luar yang beradaptasi. Hal itupun berpengaruh terhadap beberapa kesenian sekitarnya yang menggunakan media bahasa daerah. Bali merupakan salah satu kawasan pariwisata yang terpengaruh langsung dengan masyarakatnya, baik pengaruh dari wisatawan domestik maupun wisatawan Asing. Dengan adanya wisatawan tersebut yang sebagian besar
2
membawa etnis atau gaya hidup mereka masing-masing. Dari segala etnis yang timbul pada era globalisasi ini mengakibatkan masyarakat lokal (Bali) kerap meniru gaya hidup mereka, yaitu dari cara berpakaian banyak remaja yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahkan yang memperlihatkan bagian tubuh yang semestinya tidak diperlihatkan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan di Indonesia. Kemudian, tidak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Singkatnya orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lo (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda menggunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti ok, bro, no dan yes‟, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering didengar di film-film yang sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion.
3
Dalam pemakaian bahasa daerah, khususnya bahasa Bali yang sama halnya dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh anak muda sekarang sudah mulai dicampur-campur dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau bahasa gaul yang berkembang, misalnya salah seorang rohaniawan di Bali yang memiliki kewenangan dalam memimpin upacara di Pura yaitu seorang pemangku, dimana dalam melakukan aktivitasnya yang semestinya menjadi contoh atau teladan dalam mempertahankan budaya lokal di antaranya berkomunikasi dengan berbahasa Bali, namun justru terseret pula oleh situasi globalisasi sekarang. Salah satu contoh interaksinya seperti „mangku sampun standbay deriki‟ (mangku sudah siap disini), bahkan kata-kata gaul sering dimasukkan dalam berkomunikasi, seperti „ijene brow…‟ ( kemana brow ), dan sebagainya. Berkenaan dengan budaya musik-pop, sebagian para remaja yang dieksploitasi dalam industri musik pop berpendapat bahwa terdapat konflik yang sangat sering antara penggunaan teks atau praktik yang dipahami oleh khalayak, dan penggunaan yang dimaksudkan oleh para produser. Secara signifikan, mereka mengakui bahwa meskipun konflik ini secara khusus menjadi ciri ranah hiburan remaja. Kedangkalan syair-syair lagu pop sudah kehilangan fokus. Kata-kata dalam musik pop tidak dimaksudkan sebagai sajak (dan berupaya mengklimnya sebagai demikian adalah salah adanya). Musik pop meminjam bahasa sehari-hari, katakata gaul saat ini, kejadian sehari-hari, dan mementaskannya dalam sebuah permainan suara dan performa yang efektif. Membuat kata-kata sederhana menjadi enak didengar dan membuat bahasa yang biasa menjadi hidup dan
4
bertenaga, kata-kata selanjutnya beresonasi serta kata-kata itu membawa sentuhan fantasi ke dalam penggunaan biasa kita atas kata-kata itu (Frith, dalam Storey, 2010: 134-137). Memasuki era globalisasi, khususnya pengaruh syair lagu-lagu daerah di Bali yang terjadi telah menghadirkan kenyataan dan kesadaran baru, terutama yang berkaitan dengan kosa kata atau bahasa yang digunakan. Hagemoni atas bahasa, ekspresi, dan tema-tema yang menyertainya secara perlahan-lahan mulai ditumbangkan oleh semangat penciptaan para seniman musik dan pengarang atau pencipta lagu yang dipengaruhi oleh perkembangan lagu-lagu di pasaran secara umum (Bandem, dalam Darma Yuda, 2006: 5). Keadaan kosakata bahasa Bali, khususnya pada syair lagu Bali di zaman globalisasi sebagian sudah dipengaruhi oleh bahasa lain, seperti bahasa Indonesia, bahasa gaul dialek Jakarta dan bahasa Inggris. Hal tersebut berdampak pada interaksi budaya Bali, dimana dengan populernya bahasa Luar ini lama-kelamaan bahasa Bali akan dilupakan. Dilain pihak, jika pengaruh-pengaruh yang masuk pada bahasa Bali tidak diwaspadai dalam perkembangannya, maka kosa kata bahasa Bali secara perlahan akan punah. Menghidupkan kembali budaya lokal sama artinya dengan menghidupkan kembali identitas lokal, oleh karena identitas merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Identitas itu sendiri menjadi sebuah isu tatkala segala sesuatu yang telah dianggap stabil sebagai warisan budaya masa lalu diambil alih oleh
pengaruh-pengaruh
luar,
khususnya
akibat
berlangsungnya
proses
globalisasi, yang menciptakan homogenisasi budaya. Krisis identitas muncul
5
ketika apa-apa yang telah melekat di dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lagi dipertahankan, oleh karena ia telah direnggut oleh nilai-nilai lain yang berasal dari luar (Yasraf, 2004: 279). Dengan keberanian para seniman/pencipta lagu dalam menuangkan syair-syair yang ada dalam masyarakat sosial, di suatu sisi telah melewati batas dalam berkarya. Bahasa sehari-hari yang di komunikasikan di masyarakat telah digunakan dalam karya-karyanya secara apa adanya, sehingga tidak lagi mengklasifikasi penggunaan bahasa atau kosa kata yang tepat untuk menstabilkan budaya daerah sendiri. Di samping itu, terhegemoninya bahasa Bali terhadap bahasa-bahasa gaul pada syair-syair lagu pop Bali telah menimbulkan suatu permasalahan terhadap situasi atau keadaan interaksi sosial daerah sendiri yang secara realitas sudah mengalami pergeseran atau adanya kolaborasi bahasa daerah dengan bahasa lain. Sebagai salah satu unsur kebudayaan Bali, secara umum bahasa Bali mempunyai fungsi utama untuk mengekspresikan ide yang terkait dengan budaya Bali juga sekaligus menjadi identitas manusia Bali. Dalam seni musik lagu pop Bali merupakan salah satu bukti nyata dalam kehidupan sehari-hari yang ditumbangkan langsung oleh seniman Bali dalam menciptakan sebuah lagu dengan mengimpletasikan bahasa Bali pada syair-syair lagu. Tujuannya yaitu selain untuk sarana hiburan, namun untuk melestarikan
budaya dan
mempertahankan identitas bahasa Bali dalam berkomunikasi. Namun seiring dengan perkembangan zaman bahwa hegemoni atas bahasa bahasa gaul yang digunakan pada syair-syair lagu pop Bali saat ini sudah memberikan suatu realitas sosialnya sendiri, dimana masyarakat Bali yang sedang
6
gencar-gencarnya mempertahankan bahasa daerahnya, akan tetapi dikacaukan dengan populernya lagu-lagu Bali yang syairnya dibumbuhi oleh bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa gaul. Dalam syair-syair lagu Bali saat ini sudah adanya pembuktian pergeseran bahasa. Dengan mengejar komoditas dan popularitas, pergeseran itu bisa saja terjadi, sehingga tidak mementingkan lagi suatu identitas sebagai kebudayaan yang bernilai luhur. Maka dari itu, timbulnya kekhawatiran terhadap pemakaian bahasa Bali kedepan dikalangan masyarakat dengan percampuran bahasa Asing, bahasa Indonesia, maupun bahasa gaul, dan dengan adanya percampuran tersebut kemungkinan beberapa kosa kata Bali yang ada akan dilupakan atau pembendarahan kata akan terkubur oleh kosa kata Asing. Dengan demikian, dalam pemakaian bahasa lain dalam syair lagu pop Bali akan menimbulkan damfak bagi lingkungan sekitarnya dalam berkomunikasi, khususnya bagi para penggemar lagu-lagu Bali. Disamping itu, jika dilihat dari unsur pendidikan sudah terlalu jauh dari unsur yang sifatnya mendidik dalam tataran bahasa maupun untuk melestarikan budaya daerah. Perkembangan syair lagu Bali saat ini sudah menampilkan suasana realitasnya, maka dari itu perlu adanya kewaspadaan terhadap hilangya rasa bangga terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya Bali dan hilangnya identitas bahasanya dalam lagu Bali. Bahasa yang di gunakan dalam lagu Bali sebenarnya erat kaitannya dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam berinteraksi antar sesamanya sebagai identitas budaya (Dharma Yuda, 2006: 7). Identitas yang dimiliki sebagai budaya lokal sangat perlu di pertahankan dalam tantangan arus
7
globalisasi, dan jika hal tersebut mudah untuk dirasuki maka segala identitas, diantaranya dalam penggunaan bahasa akan mengalami kemerosotan secara perlahan. Salah satunya Bahasa Bali yang di gunakan dalam merangkai syair-syair lagu Bali merupakan sarana identitas dalam lagu tersebut. Namun, dengan pesatnya perkembangan lagu Bali pada masa kini menimbulkan adanya permasalahan terhadap penggunaan bahasa dalam syairsyairnya. Hal itu terbukti para pencipta lagu Bali dengan perlahan barani menciptakan syair lagu Bali dengan memasukkan bahasa-bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan bahasa gaul dialek Jakarta, dan parahnya dalam syair lagu Bali dalam menerjemahkan bahasa Indonesia kedalam bahasa Bali masih terdapat penyimpangan, karena pola struktur bahasa yang diterjemahkan masih tampak pada struktur aslinya yaitu pola struktur bahasa Indonesia, seperti pada beberapa syair lagu, contoh: pada lagu yang berjudul “trêsna mabuju têlu” (cinta segitiga) yang dinyanyikan oleh Tut Sana, lagu yang berjudul “matêpuk asibak lima” (bertepuk sebelah tangan) yang dinyanyikan oleh Jaya Pangus, lagu yang berjudul “gêgelan pêtêng” (kekasih gelap) yang dinyanyikan oleh Ayu Setiyati (alm.), dan lain-lain. Dengan adanya pengaruh bahasa inggris dan bahasa Indonesia maupun bahas Gaul tersebut menimbulkan dampak bagi penikmat maupun pendengar lagu Bali pada masyarakat Bali. Bahasa gaul yang ada dalam lagu Bali telah menghasilkan dorongan yang sangat kuat untuk cenderung meniru apa yang tersusun dalam syair lagu tersebut, sehingga masyarakat atau pendengar lagu Bali akan terpengaruh dalam berinteraksi di masyarakat dengan dukungan bahasabahasa yang didengar lewat lagu Bali.
8
1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana bentuk hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syairsyair lagu Bali di Kota Denpasar? b. Apakah faktor dan fungsi hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar? c. Apa dampak dan makna hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Tujuan merupakan maksud atau sesuatu yang hendak dicapai dan perlu
diperjelas agar arah penelitian dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat penulis bedakan menjadi dua tujuan, yaitu: 1.3.1.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengamati, mengkaji, sekaligus mendeskripsikan hegemoni bahasa bahasa gaul pada syair-syair lagu Bali. Dengan tidak terlepas dari segi positif dan negatifnya, lagu-lagu Bali tidak saja berfungsi sebagai hiburan belaka, tetapi lebih dari itu dapat meningkatkan apresiasi dan kecintaan masyarakat Bali, terutama dikalangan generasi muda terhadap seni budaya lokal. 1.3.1.2 Tujuan Khusus Secara
khusus
penelitian ini
permasalahan yang dirumuskan, yakni:
9
bertujuan untuk
menjawab ketiga
a. Mengetahui bentuk hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar b. Memahami faktor-faktor dan fungsi hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar. c. Mengetahui dampak dan makna hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar. 1.3.2 Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa ada dua manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis yang akan dijabarkan sebagai berikut : 1.3.2.1 Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan yang berkaitan dengan hegemoni Bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar. b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti berikutnya sebagai salah satu acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kajian terhadap syair-syair lagu Bali pada era globalisasi. 1.3.2.2 Manfaat Praktis a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada penentu kebijakan dalam melestarikan bahasa dan kesenian daerah, khususnya dalam lagu Bali.
10
b. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap pelaku industri lagu Bali baik pencipta,
penyanyi,
penata
musik
maupun
mempertahankan identitas dan ciri khas lagu Bali.
11
produser
dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Kajian Pustaka adalah proses umum yang dilalui untuk mendapatkan teori terdahulu.
Kajian pustaka terdapat
pengidentifikasian secara
sistematis,
penemuan, dan penganalisaan dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Sumber-sumber pustaka yang dipergunakan berupa buku-buku, artikel, dan makalah. Selanjutnya, ada beberapa pustaka yang sudah dikaji mengenai Lagu Bali adalah sebagai berikut. I Nyoman Suwija (2002), dalam tesisnya yang berjudul “Wacana Lagu Pop Bali Raja Pala : Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna”, menyatakan bahwa lagu pop Bali Raja Pala adalah salah satu karya seni budaya Bali yang tergolong modern. Dalam tulisannya, Suwija membahas satu buah lagu, yaitu lagu pop Bali yang berjudul Raja Pala ciptaan A.A. Made Cakra, dengan menggunakan tiga teori yaitu: teori Struktural-semiotik, Resepsi Sastra dan teori Intertekstualitas. Penelitian di atas penting digunakan untuk mengetahui sejarah perkembangan lagu Bali. Dari pemaparan tesis oleh Nyoman Suwija tersebut telah memberikan suatu pemahaman tentang perkembangan lagu Bali saat itu. Dalam lagu Raja Pala pada saat itu terbilang modern, namun identitas budaya yang melekat pada syair maupun inspirasinya masih dipertahankan. Suryaningsih (2004), dalam tesisnya berjudul “Lagu pop Anak-Anak Dalam Kajian Budaya”, menyatakan bahwa lagu pop Bali anak-anak adalah hasil karya
12
budaya Bali yang pada awalnya mendapat inspirasi dari lagu-lagu rakyat yang disebut dengan Gending Rare. Dengan gencarnya arus modernisasi ternyata menjadi anugrah bagi lagu anak-anak yang nyaris punah itu. Lagu-lagu tersebut disajikan kembali ke dalam warna musik pop anak-anak masa kini yang memberi aspek lebih menarik dan memasyarakat. Suryaningsih mengkajinya dengan paradigma kajian budaya, yakni membahas dari sisi bentuk, fungsi dan makna dengan menggunakan metode deskriftif analitik. Tesis ini digunakan untuk memahami sejarah perkembangan lagu pop Bali dan lagu pop Bali dalam proses komodifikasi. Selanjutnya Komang Sri Marheni (2005), dalam tesisnya yang berjudul “Lagu-Lagu Pop Bali: Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna”, menyatakan bahwa lagu pop Bali termasuk bidang seni suara, seni musik, seni sastra, dan juga seni pertunjukan. Di samping itu tergolong seni Bali modern, memiliki warna tersendiri yang berbeda dengan seni lainnya di Bali. Pesatnya perkembangan lagu pop Bali tidak lepas dari kemajuan teknologi seni dan informasi baik dalam hal kemajuan alat-alat musik, media cetak maupun media elektronik. Dalam tesisnya yang menjadi permasalahan adalah meneliti keberadaan eksistensi lagu-lagu pop Bali itu sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan social budaya yang dilakukan melalui penelitian lapangan dan studi kepustakaan yang merupakan tindak lanjut dari pemakaian teori kritis postmodernisme. Kemudian Dharma Yuda (2006), dalam tesisnya yang berjudul “Dinamika Lagu Pop Bali Periode Tahun 1990-2005 Sebuah Kajian Budaya” menyatakan bahwa di era globalisasi ini, seiring dengan kemajuan teknologinya, lagu pop Bali
13
cenderung mengarah pada trend-trend musik tertentu serta dengan perkembangan yang sangat pesat mengakibatkan hilangnya nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya Bali. Di samping itu, dari hasil yang dipaparkan memberikan pemahaman tentang awal suatu perkembangan lagu Pop Bali pada era Globalisasi secara umum dengan masuknya berbagai aliran musik modern yang menghiasi lagu Pop Bali. Dharma Yuda mengkajinya dengan membahas dari sisi bentuk perkembangan, fungsi dan makna dengan menggunakan metoda kualitatif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Ardini (2009), dengan tesis yang berjudul ”Perkembangan Musik Keroncong di Kota Denpasar: Sebuah Kajian Budaya” menyatakan kajian ini terfokus pada masalah perkembangan musik keroncong di Kota Denpasar yang disebabkan oleh modernisasi. Di samping itu, musik kroncong yang sudah terpengaruh dari kebudayaan Asing yang menyebabkan perubahan secara signifikan dalam perkembangannya. Berdasarkan beberapa kajian pustaka yang telah dipaparkan di atas, bahwa dari kelima kajian tersebut empat diantaranya yang sama-sama membahas mengenai lagu Bali dengan kajian yang berbeda dan satu kajian lagi hanya membahas musik kroncong dengan memfokuskan pada musik-musik kroncong di Denpasar yang terpengaruh oleh kebudayaan Asing. Dari keempat kajian tersebut lebih fokus pada eksistensi atau perkembangan lagu pop Bali saat itu yang sudah terbilang terpengaruh oleh budaya modern. Namun, dari penelitian ini jauh berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di atas. Karena dari penelitian ini akan mengkaji tentang lagu pop Bali dari sisi pengaruh bahasa pada syair-syair lagu yang telah terpengaruh oleh bahasa-bahasa gaul dan sering di
14
dengar dalam pergaulan anak muda sekarang, baik dalam media maupun secara langsung. Maka dari itu, dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya belum ada secara eksplisit membahas tentang “Hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair Lagu Bali di Kota Denpasar”. Namun hasilhasil penelitian tersebut sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai acuan berkenaan dengan dinamika lagu Bali pada era selanjutnya. Dengan demikian penelitian ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada. 2.2 Konsep 2.2.1 Hegemoni Bahasa gaul Gramsci (dalam Hartley 2004: 103) menyatakan hegemoni pada prisnsipnya mengacu pada kemampuan kelas dominan pada periode historis tertentu untuk menjalankan kepemimpinan sosial dan budaya. Kemudian gagasan itu terbentuk dalam tiga cara yaitu: bahasa, pendapat umum, dan folklore. Bahasa merupakan sarana utama dan dengan demikian berpengaruh besar terhadap penyebaran konsep dunia tertentu. Makin luas dan makin banyak bahasa yang dikuasai, maka makin mudahlah penyebaran ideologi yang dapat dilakukan (dalam Kutha Ratna, 2005: 188). Kamus Bahasa Indonesia (2008) dinyatakan pengertian bahasa terdiri dari : 1) secara Linguistik merupakan sistem lambang bunyi berartikulasi yg bersifat sewenang-wenang dan konvensional yg dipakai sabagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran; 2) Perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu
15
bangsa (suku bangsa, negara, daerah, dsb); 3) Percakapan (perkataan) yang baik; sopan santun; tingkah laku yang baik; Bahasa disamping sebagai alat komunikasi, juga digunakan untuk mempengaruhi tindakan dan temperamen orang lain dengan perintah, permintaan, instruksi, dan tindakan halus lainnya dari persuasi verbal. Bahasa juga dapat digunakan sebagai sumber kesenangan intrinsik. Anak kecil ketika mempelajari bahasa pertama mereka mungkin memberikan kesenangan luar biasa dari bermain dengan bunyi bahasa yang diucapkan, menirukan, dan memodulasi sekuen bunyi, terkadang tanpa memperhatikan potensi komunikatifnya (John Hartley, 2010: 12). Kemudian Bahasa gaul merupakan bahasa pergaulan anak remaja pada jaman sekarang atau dikenal dengan dialek remaja Jakarta. Selain itu, dengan popularitas bahasa dialek Jakarta ini sudah dinikmati pula oleh remaja-remaja di daerah lain. Dalam Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan (2012) dinyatakan bahasa gaul atau prokem adalah ragam bahasa para remaja atau kelompok masyarakat tertentu yang ditandai dengan penggunaan kosa kata baru dan berubah-ubah dengan maksud agar kelompok lain tidak memahami bahasa mereka. Secara Umum, mendefinisikan Bahasa gaul atau disebut bahasa prokem Indonesia yang khas Indonesia dan jarang dijumpai di negara-negara lain kecuali di komunitas-komunitas Indonesia. Bahasa prokem yang berkembang di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh bahasa Betawi yang mengalami penyimpangan/ pengubahsuaian pemakaian kata oleh kaum remaja Indonesia yang menetap di Jakarta.
16
Dalam dewasa ini, perkembangan bahasa gaul terdapat berbagai variasi bahasa yang diucapkan oleh anak muda sekarang. Bahasa-bahasa yang kurang baku untuk didengar sudah tergolong dalam bahasa pergaulan anak muda, bahkan bahasa yang sulit untuk dimengerti, seperti ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia ataupun dalam bentuk singkatan-singkatan juga tergolong dalam bahasa gaul, karena secara realitas yang ada bahwa bahasa tersebut sering diungkapkan dalam pergaulannya dan dengan adanya bahasa tersebut secara otomatis sebagai sarana peralihan bahasa yang kurang dipahaminya. Pengertian bahasa gaul dalam penelitian ini merupakan bahasa pergaulan anak-anak remaja Bali yang digunakan disaat berkumpul, di mana bahasa-bahasa yang dimaksud biasanya mengomunikasikan bahasa Inggris, bahasa Indonesia maupun bahasa gaul dialek Jakarta yang dicampur dengan bahasa Bali. Maka sesuai dengan realitas dimasyarakat, bahwa bahasa gaul tersebut telah digunakan oleh remaja yang ada di Bali dalam perkumpulan sehari-hari, baik di tempat umum, di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Dengan diminatinya bahasa tersebut beberapa bahasa identitas malah jarang digunakan. Walaupun bahasa identitasnya digunakan tetapi tidak sepenuhnya dikomunikasikan karena realitasnya beberapa remaja Bali berkomunikasi dengan percampuran bahasa. Jadi hegemoni Bahasa gaul di kalangan masyarakat Bali selain dikarenakan akan tujuan berinteraksi dalam pergaulan sehari-hari, namun sudah dijadikan suatu kebiasaan dalam lingkungannya sendiri sehingga bahasa daerah yang menjadi dasar interaksi secara perlahan dilupakan.
17
2.2.2 Syair Lagu Bali Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008) disebutkan pengertian syair adalah suatu sajak pendek dalam bentuk nyanyian atau cocok untuk dinyanyikan yang lesinya melukiskan perasaan. Kemudian dalam Kamus Ensiklopedi Umum dinyatakan bahwa syair adalah bentuk puisi lama Indonesia, yaitu satu bait biasanya terdiri atas empat baris seperti tetapi keempat barisnya bersajak sama. Perbedaan lain daripada pantun ialah pantun terdiri atas empat baris dan sudah merupakan kesatuan pikiran, sedangkan syair belum. Syair bisa berisikan kisah, ceritera, soal agama, sejarah atau ceritera suatu peristiwa. Berbeda lagi dengan pantun: pada syair tidak ada yang disebut sampiran seperti terdapat dalam pantun. Di antara syair-syair yang terkenal ialah Syair Bidasari, Syair Abd al-Muluk, Syair Putri Hijau. Dalam Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan (2012) menyebutkan pengertian syair lagu adalah susunan kata sebuah nyanyian atau serangkaian kata yang membentuk sebuah lagu. Syair adalah salah satu inti di luar aransemen, syair selalu menjadi bagian pertama yang didengar dan dihafalkan, tetapi tidak sebenarnya ada dan ada beberapa jenis syair yang sering di pakai para seniman musik syair yang memakai kata sehari-hari atau syair yang menghindari pemakaian kata sehari-hari. Pada dasarnya syair yang menggunakan kata sehari-hari akan lebih mudah diterima oleh pendengar. Namun kadang musti selektif juga memilih kata, dan jika salah memasukkan/memaksakan, lagu akan terkesan urakan. Kalau syair yang menghindari pemakaian kata-kata sehari-hari memang sedikit sulit diterima
18
langsung dalam sekali dengar. Perlu beberapa kali mendengarkan, tetapi lagu-lagu yang berisikan syair seperti ini menimbulkan kesan elegan, puitis, dan tidak membosankan. Frith (dalam Storey, 2010: 134) menyatakan dalam lagu, kata-kata merupakan bunyi yang bisa kita rasakan lebih dahulu sebelum menjadi pernyataan-pernyataan untuk dipahami. Sebuah lagu selalu merupakan performa, dan kata-kata dalam lagu senantiasa diucapkan atau sarana bagi suara. Struktur bunyi yang merupakan tanda langsung dari emosi serta ciri dari karakter. Lagulagu pop tidak merayakan sesuatu yang diartikulasikan melainkan sesuatu yang tidak diartikulasikan, dan penilaian terhadap penyayi pop tidak tergantung pada kata-kata melainkan pada bunyi yang timbul disekitar kata-kata, misalnya: ketidakmampuan menemukan kata-kata yang tepat dan karena itu menggantinya dengan bahasa sehari-hari yang merupakan tanda emosi dan kesungguhan yang nyata. I Nyoman Suwija (2002: 15) dalam tesisnya yang berjudul “ Wacana lagu Pop Bali Raja Pala: Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna “, memberikan batasan bahwa pada hakekatnya lagu pop Bali adalah Jenis tembang/gending atau lagu yang syair-syairnya menggunakan media bahasa Bali dan mengandung nuansa khas Bali serta menggunakan iringan musik modern yang tergolong jenis musik popular. Dalam syair lagu Bali pada intinya menggunakan bahasa Bali sebagai suatu indentitas tersendiri bagi pendengar daerahnya. Dengan mendengar istilah lagu Bali yang pada hakikatnya dalam menafsirkan syairnya pasti barang tentu
19
menggunakan media bahasa Bali pada umumnya. Akan tetapi, setelah memasuki era globalisasi penafsiran tersebut dikacaukan pada realitasnya. 2.2.3 Hegemoni Bahasa gaul Terhadap Bahasa Bali Pada Syair-syair Lagu Bali Bahasa dan manusia merupakan dua unsur yang tunggal tetapi satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kegiatan maupun aktivitas kehidupan manusia seharihari tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berbahasa. Secara kenyataan orang lebih banyak berkomunikasi secara langsung yang kadang-kadang sering mengalami suatu kesulitan. Dari kesulitan itulah orang lebih mengalihkan bahasanya dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Belakangan ini banyak orang Bali berkomunikasi dengan dua bahasa bahkan lebih yang di campur adukkan, baik formal maupun non formal. Hal tersebut kurang pahamnya atau lupa akan bahasa daerah yang dimilikinya, karena masuknya pengaruh luar yang menyebabkan perubahan tersebut. Di samping itu, dapat dinyatakan dengan munculnya lagu Bali dengan bahasa syair yang sudah tercampur oleh bahasa gaul yaitu bahasa pergaulan remaja sekarang yang kurang baku atau bahasa Inggris dan bahasa Indonesia . Dengan masuknya budaya Asing ini menyebabkan banyak permasalahan dalam perkembangan bahasa Bali kedepan, di mana karakter orang maupun dalam berbahasa juga akan mengalami perubahan yang signifikan, disamping juga tata bahasa Bali terdapat penyimpangan. Kenyataan yang ada pada syair-syair lagu Bali telah menimbulkan suatu permasalahan akan realitas sosialnya dalam berkomunikasi. Karena para pencipta
20
lagu dalam menghasilkan syair lagu sebagian besar terinspirasi dari pengalamanpengalaman orang disekitarnya dan tentunya ditambah dengan kreativitas pengarang sendiri dalam mengimajinasikan karangannya. Maka dari itu, hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair lagu Bali sudah barang tentu memiliki dampak dan makna dalam pengaruhnya. Secara realitas, bentuk peralihan bahasa pada syair lagu Bali sekarang terjadi dalam berbagai faktor di dalamnya. Pesatnya perkembangan lagu Bali sudah kehilangan rasa bangga terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya Bali, dan hilangnya identitas lagu pop Bali. Hegemoni bahasa gaul terhadap Bahasa Bali pada syair lagu Bali perlu diperhatikan untuk perkembangan bahasa Bali kedepan. 2.3 Landasan Teori Untuk mengolah data secara lebih akurat diperlukan suatu kerangka pemikiran berupa teori yang berasal dari data yang diperoleh secara analitis dan sistematis melalui
metode komparatif
(Moleong, 2002:35). Untuk mengkaji
dan
memecahkan permasalahan yang ada, maka dalam penelitian ini digunakan empat teori, yaitu: teori hegemoni, teori budaya populer, dan teori semiotika 2.3.1 Teori Hegemoni Gramsci
mendefinisikan
hegemoni
sebagai
proses
berkelanjutan
pembentukan dan penggulingan keseimbangan yang tidak stabil antara kepentingan kelompok-kelompok fundamental dan kepentingan kelompok subordinat, keseimbangan dimana kepentingan kelompok dominan hadir, namun hanya pada batas-batas tertentu‟ (Gramsci, 1968:820). Karena hegemoni harus
21
terus menerus diciptakan dan dimenangkan, dia membuka memungkinkan adanya tantangan atasnya, yang menciptakan blok kontra-hegemoni dari kelompok dan kelas subordinat. Gramsci (dalam Burton, 2012: 42) yang telah mengembangkan ide hegemoni untuk mendeskripsikan makna yang melaluinya satu kelas sosial dapat mempertahankan control terhadap kelas-kelas yang lain, dengan menggunakan control yang koersif (bersifat memaksa) dan konsesual (tak terlihat dan diterapkan sebagian melalui media dan budaya populer) untuk menerapkan kekuasaan. Hegemoni bekerja ketika hal tersebut membawa bersama banyak unsur budaya dalam masyarakat. Sebagai salah satu contoh yang terjadi pada perkembangan syair lagu Bali yaitu dengan usaha para pencipta dan kekuasan kapitalis untuk membangkitkan popularitas atau menimbulkan ketertarikannya kepada lagu pop Bali dengan situasi sosial secara apa adanya. Dalam hal ini situasi sosial Bali dalam berkomunikasi kian sudah melupakan bahasa identitasnya, dimana akan memengaruhi interaksi lokal. Di samping itu, mengkonsumsi adalah hal yang penting untuk memperkuat ekonomi kapitalisme. Pengenalan dan penggunaan konsep Gramsci dalam cultural studies terbukti memiliki pengaruh jangka panjang, tidak semata-mata karena arti penting yang diberikan kepada budaya pop sebagai arena perjuangan ideologis. Bagi Gramsci, common sense dan budaya pop, dimana orang-orang mengorganisasikan kehidupan dan pengalaman mereka, telah menjadi arena penting bagi pertarungan ideologis. Ini adalah tempat dimana hegemoni yang dipahami sebagai serangkaian aliansi cai dan temporer, perlu dimenangkan lagi dan dinegosiasikan
22
ulang.
Muncul dan runtuhnya hegemoni budaya adalah proses yang secara terus menerus dan kebudayaan adalah sebuah lahan perjuangan terus menerus untuk mendapatkan makna (Barker, 2004:370). Hegemoni budaya bisa didefinisikan sebagai: dominasi oleh satu budaya terhadap budaya lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh budaya dominan terhadap budaya yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Lihat juga definisi dibawah ini: "Cultural hegemony is the dominance of one culture over other culture, with or without the threat of force, to the extent that, for instance, the dominant party can dictate the terms of trade to its advantage; more broadly, cultural perspectives become skewed to favor the dominant culture. Hegemony controls the ways that ideas become “naturalized” in a process that informs notions of common sense (http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony) “…Dominant culture in society, including fundamentally but not exclusively the ruling class, maintain their dominance by securing the „spontaneous consent‟ of subordinate culture, including the working class, through the negotiated construction of a political and ideological consensus which incorporates both dominant and dominated culture.” (Strinati, 1995: 165)" hegemoni terjadi ketika masyarakat yang dikuasai oleh kelas yang dominan bersepakat dengan ideologi, gaya hidup dan cara berpikir dari kelas dominan sehingga kaum tertindas tidak merasa ditindas oleh kelas yang berkuasa. Berdasarkan pemikiran Gramsci tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya. Kelompok yang didominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
23
Hegemoni dapat didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ideaidea yang ditekankan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktikkan. Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Dalam hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party, kelompok yang berkuasa). Dengan meminjam konsep hegemoni dari Gramsci yaitu dominasi akan ideologi yang dituangkan menguntungkan bagi kapitalisme, dengan kata lain hegemoni bagi orang yang memiliki keyakinan tertentu untuk kepentingan mereka sendiri. Perkembangan syair-syair lagu Bali saat ini sebagian telah terpengaruh oleh bahasa gaul, dimana bahasa-bahasa pergaulan di kalangan anak muda sekarang mulai mendominasi syair lagu Bali. Dengan adanya bahasa gaul Pada syair lagu Bali saat ini merupakan suatu proses hegemoni yang dilakukan secara tidak langsung dalam komunikasi-komunikasi yang berlangsung. Komunikasi-komunikasi yang berlangsung guna menunjang praktik hegemoni yang mempelancar praktik yang diciptakan, tentunya tanpa ada kekerasan fisik, dan penguasa hanya menyampaikan ide yang di dalamnya termuat ideologi melalui diksi dan gaya bahasa yang tentu dapat dipahami oleh
24
kelompok yang dikuasai dan dicerna secara wajar (common sense), sehingga apapun yang diucapkan menjadi sebuah kebenaran dan keharusan untuk dilaksanakan. Sehingga dari praktik hegemoni tersebut tentunya menghasilkan suatu manfaat yang menguntungkan bagi pihak kapitalis dalam menjalankan ide akan ideologi yang dikembangkan. Seperti halnya pada perkembangan syair lagu Bali saat ini dengan mengejar komoditi dan komersial, para produser dan pencipta sengaja menampilkan kenyataan akan sosial budaya di masyarakat dengan menerapkan bahasa-bahasa gaul pada syair lagu Bali. Maka dari itu, hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali akan memunculkan suatu dampak dan faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan yang terpengaruh. Dengan berlandaskan teori ini akan digunakan untuk membedah masalah yang pertama mengenai bentuk hegemoni bahasa gaul pada syair lagu Bali dalam penelitian ini. 2.3.2 Teori Budaya Populer Budaya populer dapat didefinisikan sebagai budaya rakyat (folk culture) pada masyarakat sebelum industri, atau budaya massa pada masyarakat industri. Budaya popular disebut sebagai budaya yang diproduksi oleh teknik industri dengan massal dan dipasarkan untuk keuntungan konsumen publik massal (Rusbiantoro, 2008: 22). Beberapa hal mengenai maksud dari Budaya populer dapat di lihat dalam argumen sebagai berikut : 1. Dalam hal produksi dan konsumsi budaya popular disokong oleh struktur-struktur dominasi, di mana konsumen memiliki kesuasaan yang terbatas.
25
2. Budaya popular adalah tentang bentuk-bentuk prilaku sosial dan tentang bagaimana item-item produksi massa digunakan. Dalam kekuasaan, maka konsumen memiliki control bertahap terhadap budaya mereka sendiri. 3. Asumsi tentang dan pencarian terhadap struktur-struktur secara umum bersifat ilusi . 4. Hal yang penting adalah memerhatikan makna hubungan sosial yang diproduksi oleh hasil ciptaan (artifak) dan prilaku-prilaku budaya popular (Burton, 2012: 39). Secara ringkas budaya popular diartikan sebagai : (1) banyak disukai orang, (2) jenis kerja rendahan (inferior), (3) karya yang dibuat untuk menyenangkan orang, (4) budaya yang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri (Storey, 2003:10). Selanjutnya kata “budaya” diartikan sebagai keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuankemampuan atau kebiasaan lain yang diperoleh anggota suatu masyarakat (EB. Taylor dalam Mulyana, 1996:56) dan mengidentifikasi tentang keberadaan kelompok-kelompok sosial yang memberikan mereka identitas (Burton, 2012:31). Dari sejarahnya, musik popular sendiri adalah musik yang diproduksi dan dijual secara massal, seperti musik jazz, rock, R&B, country, soul, klasik, dan lain-lain (Rusbiantoro, 2008: 24). Keberadaan musik pop yang dihasilkan oleh industri budaya didominasi oleh dua proses yaitu standarisasi dan individualitas semu (Adorno dalam Strinati, 2009:112). Sementara Storey menyatakan bahwa di dalam masyarakat dikenal adanya budaya tinggi dan budaya rendah. Budaya pop
26
diartikan sebagai budaya komersil dampak dari produksi massal dan mendapatkan pengawasan secara sosiologis. Namun budaya tinggi adalah kreasi hasil kreativitas individu. Oleh karena itu budaya tinggi mendapatkan penerimaan moral dan estetis yang lebih. (2003:12). Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa budaya popular berfungsi sebagai hiburan dan didukung oleh sistem massal dalam pendistribusiaannya. Kebudayaan
popular
merupakan
sarana
yang
paling
efektif
untuk
mempropagandakan gaya hidup industrial dan mengubah pola-pola konsumsi. Budaya massa adalah hasil budaya yang dibuat secara massif demi kepentingan pasar. Budaya massa lebih bersifat massal, terstandarisasi dalam sistem pasar yang anonim, praktis, heterogen, lebih mengabdi pada kepentingan pemuasan selera. Ciri-ciri budaya populer di antaranya sebagai berikut: 1. Trend, sebuah budaya yang menjadi trend dan diikuti atau disukai banyak orang berpotensi menjadi budaya populer; 2. Keseragaman bentuk, sebuah ciptaan manusia yang menjadi trend akhirnya diikuti oleh banyak penjiplak. Karya tersebut dapat menjadi pionir bagi karya-karya lain yang berciri sama, sebagai contoh genre musik pop (diambil dari kata popular) adalah genre musik yang notasi nada tidak terlalu kompleks, lirik lagunya sederhana dan mudah diingat; 3. Adaptabilitas, sebuah budaya populer mudah dinikmati dan diadopsi oleh khalayak, hal ini mengarah pada trend;
27
4. Durabilitas, sebuah budaya populer akan dilihat berdasarkan durabilitas menghadapi waktu, pionir budaya populer yang dapat mempertahankan dirinya bila pesaing yang kemudian muncul tidak dapat menyaingi keunikan dirinya, akan bertahan-seperti merek coca-cola yang sudah ada berpuluh-puluh tahun; 5. Profitabilitas, dari sisi ekonomi, budaya populer berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar bagi industri yang mendukungnya. 6. Ciri-ciri Budaya Massa Budaya massa memiliki beberapa karakter yaitu sebagai berikut: 1. Nontradisional, yaitu umumnya komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya populer. acara-acara infotainment, seperti indonesian idol, dangdut academy, dan sebagainya adalah salah satu contoh karakter budaya massa ini. 2. Budaya massa juga bersifat merakyat, tersebar di basis massa sehingga tidak merucut di tingkat elite, namun apabila ada elite yang terlibat dalam proses ini maka itu bagian dari basis massa itu sendiri. 3. Budaya massa juga memproduksi budaya massa seperti infotainment adalah produk pemberitaan yang diperuntukan kepada massa secara meluas. Semua orang dapat memanfaatkannya sebagai hiburan umum. 4. Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya popular sebagai sumber budaya massa. Bahkan secara tegas dikatakan bahwa bukan popular kalau budaya massa artinya budaya tradisional dapat menjadi budaya popular apabila menjadi budaya massa. Contohnya srimulat, ludruk, maupun
28
campursari. Pada mulanya kesenian tradisional ini berkembang di masyarakat tradisioanal dengan karakter-karakter tradisional, namun ketika kesenian ini dikemas di media massa maka sentuhan popular mendominasi seluruh kesenian tradisional itu baik kostum, latar, dan sebagainya tidak lagi menjadi konsumsi masyarakat pedesaan namun secara missal menjadi konsumsi semua lapisan masyarakat di pedesaan dan perkotaan. 5. Budaya massa, terutama yang diproduksi oleh media massa diproduksi dengan menggunakan biaya yang cukup besar, karena itu dana yang besar harus menghasilkan keuntungan untuk kontinuitas budaya massa itu sendiri, karena itu budaya massa diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga menghasilkan keuntungan bagi kapital yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut. 6. Budaya massa juga diproduksi secara eksklusif menggunakan simbolsimbol kelas sehingga terkesan diperuntukan kepada masyarakat modern yang homogen, terbatas dan tertutup. Syarat utama dari eksklusifitas budaya massa ini adalah keterbukaan dan ketersediaan terlibat dalam perubahan budaya secara massal (https://sosiologibudaya.wordpress.com). Storey (2010: 126) menyatakan dalam lagu-lagu pop hanya menyerukan kebutuhan untuk menjalani kehidupan secara langsung dan intens. Lagu-lagu itu mengekspresikan dorongan akan keamanan di dunia emosional yang tidak pasti dan berubah-ubah. Fakta bahwa lagu-lagu itu diproduksi bagi pasar komersil
29
berarti bahwa lagu dan setting itu kekurangan autentisitas. Kendati demikian, lagu-lagu itu mendramatisasi perasaan-perasaan autentik (asli). Lagu-lagu itu mengekspresikan dilema emosional remaja dengan gamblang. Budaya popular yang terdapat pada lagu Bali saat ini, tentunya terkait dengan kehidupan, pengalaman, kebutuhan, serta hasrat penikmat yang bermakna. Lagu Bali saat ini merupakan salah satu musik populer yang disukai oleh banyak orang,
khususnya
masyarakat
Bali.
Selain
sebagai
hiburan,
dalam
perindustriannya juga berlangsung secara massal yaitu banyak terciptanya albumalbum dengan genre musik yang beraneka ragam dengan syair berbahasa Bali. Dengan berkembangnya budaya populer ini sudah barang tentu menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan kualitas industrial dan pola-pola konsumsi. Populernya lagu Bali di Bali tentunya banyak disukai oleh orang Bali sebagai hiburan tersendiri di kalangannya, namun pada era globalisasi sekarang kepopuleran tersebut selain genre musik yang dipengarui oleh musik modern, akan tetapi pada bahasa syair pada lagu Bali juga telah dipengaruhi oleh budaya Asing dan bahasa gaul maupun bahasa Indonesia. Dominasi bahasa gaul pada syair lagu Bali saat ini telah memberikan suatu dampak tersendiri bagi penikmatnya, karena banyak disukai orang atau budaya massal yang tentunya sudah dinikmati oleh konsumen. Dengan teori budaya popular ini dapat digunakan untuk membahas masalah yang kedua, yakni tentang faktor –faktor dan fungsi hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali.
30
2.3.3 Teori Semiotika Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan kode-kodenya serta penggunaan dalam masyarakat. Tanda adalah unsur dasar dalam semiotika dan komunikasi, yang segala sesuatunya mengandung makna, mempunyai unsur penanda (bentuk) dan petanda (makna). Sedangkan kode adalah cara pengkombinasian tanda yang disepakati secara sosial, dan untuk memungkinkan satu pesan disampaikan dari seseorang ke orang lain (Piliang, 2003 : 21). Seger (dalam Suarka, 2007:23) menyatakan semiotika adalah suatu bidang studi yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi melalui sarana tanda-tanda dan berdasarkan pada sistem tanda. Kemudian, Saussure (dalam Piliang, 2003:47) menyatakan semiotika adalah ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial masyarakat, serta semiotika mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta relasi antar komponen tersebut dengan masyarakat. Paling sedikit ada tiga aliran dalam semiotika, yaitu (1) aliran semiotika komunikasi dengan intensitas kualitas tanda dalam kaitannya dengan pengirim dan penerima, tanda yang disertai dengan maksud. Sebuah teks sastra dapat dipandang sebagai seperangkat tanda yang ditransmisikan melalui saluran kepada pembaca. Kode yang dipilih pengarang dan diketahui atau sebagian diketahui pembaca memungkinkan pembaca mendecode tanda-tanda tekstual
dan
mengaitkan makna dengan materi teks. Saluran memungkinkan pembaca membaca teks sastra, sedangkan kode memungkinkan pembaca menafsirkan teks sastra (Buyssens, Prieto, Mounin); (2) aliran semiotika konotatif, atas dasar ciri-
31
ciri denotasi kemudian diperoleh makna konotasinya, arti (meaning) pada bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama menjadi makna (significane) pada sastra sebagai sistem tanda tingkat kedua (Barthes); (3) aliran semiotika ekspansif, diperluas dengan bidang psikologi (Freud) dan sosiologi (Marxis), termasuk filsafat (Julia Kristeva). Dalam Bukunya Cours de Linguitique Generale (dalam Kutha Ratna, 2009: 257), Saussure menjelaskan bahwa bahasa merupakan sistem tanda, terdiri atas dua aspek yang tak terpisahkan, yaitu: penanda (signifier, significant, semaion) dan petanda (signified, signifie, semainomenon), langue dan parole, sintagmatis dan paradigmatis, sinkroni dan diakroni. Penanda adalah aspek formal, sedangkan petanda adalah aspek makna atau konseptual. Persepsi dan pandangan tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks social. Hal ini dianggap sebagai pendapat yang cukup mengejutkan dan dianggap revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari sekadar merefleksikan realitas yang ada (Bignell, dalam Sobur, 2009). Dalam mengkaji objek yang dipahaminya, segala sesuatunya akan dilihat dari jalur logika (Sobur, 2009: 97), maka tanda dibedakan sebagai berikut: 1. Hubungan penalaran dengan jenis penandanya: a. Qualisigns
: berhubungan dengan kualitas, misalnya : warna merah sudah menjadi suatu tanda sesuai situasi yang mungkin tidak sesuai dengan kenyataannya.
b. Sinsigns
: berhubungan realitas, misalnya suatu jeritan
32
dengan kepastianya berarti suatu tanda kesakitan. c. Legisigns
: berhubungan dengan hukum atau kaidah. Hal ini juga dapat dikatakan gerakan isyarat yang sudah umum dilakukan, seperti menganggukkan kepala yang berarti „ya‟.
2. Hubungan Kenyataannya dengan jenis dasarnya: a. Ikon
: hubungan penanda dan petanda karena kemiripan (terlihat ada gambar atau lukisan)
b. Indeks
: hubungan penanda dan petanda karena sebab akibat (ada asap pastinya bersumber dari api)
c. Simbol
: hubungan penanda dan petanda yang bersifat konvensional ( bendera)
3.
Hubungan pikiran dengan jenis petandanya: a. Rheme or seme : penanda yang bertalian dengan mungkin terpahaminya
objek
petanda
bagi
penafsir
atau
tanda sebagai kemungkinan ( seperti: konsep) b. Decisigns or decisign or pheme : Penanda yang menampilkan informasi
tentang
petandanya
atau
tanda
sebagai
fakta (seperti: pernyataan deskriptif) c. Argument tetapi
: Penanda yang petandanya akhir bukan suatu benda kaidah
atau
tanda
(seperti: proposisi).
33
tampak
sebagai
nalar
Dalam penelitian ini semiotik sosial menjadi inti dalam menganalisis yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud interaksi sosial masyarakat baik itu berupa kata-kata atau lambang bahasa berwujud kata satuan yang disebut kalimat. Secara implisit dari semiotik ini menunjukkan relasi bahwa bila tanda adalah bagian kehidupan sosial, maka tanda tersebut merupakan bagian dari aturan-aturan yang berlaku (kode). Ada sistem tanda (sign sistem) dan sosial sistem yang saling berkaitan, inilah yang disebut sebagai konvensi sosial (sosial convention) yang mengatur tanda secara sosial, yaitu adanya pemilihan, adanya pengkombinasian dan penggunaan tandatanda dengan cara tertentu, sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial. Maka dari itu, penelitian ini akan digunakan untuk membahas masalah tentang dampak dan makna dari hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar.
34
2.4 Model Penelitian
Remaja Bali (pendengar Lagu Bali)
Kosa Kata Bahasa Bali
Bentuk Hegemoni Bahasa Gaul Pada syair lagu Bali
Seniman (Pencipta lagu Bali)
Hegemoni Bahasa Gaul Terhadap Bahasa Bali Pada SyairSyair Lagu Bali
Faktor-faktor dan fungsi Hegemoni Bahasa Gaul Pada syair lagu Bali
35
Kosa Kata bahasa Gaul Dialek Jakarta, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia
Dampak dan Makna Hegemoni Bahasa Gaul Pada syair lagu Bali
Keterangan Model Penelitian : = Hubungan timbal balik = Hubungan searah Penjelasan Model Penelitian : Syair Lagu adalah salah satu ungkapan kata-kata yang paling awal dirasakan dalam karangan lagu dengan berbagai tema atau nilai-nilai kehidupan. Para seniman atau pencipta lagu semuanya tidak akan pernah lepas dalam menghasilkan atau menciptakan suatu lagu yang berkualitas. Namun, dengan realitas yang berkembang sekarang bahwa banyaknya orang atau khususnya anak remaja Bali sekarang sebagian besar sudah kurang meminati bahasa daerahnya sendiri. Secara kenyataan orang lebih banyak berkomunikasi secara langsung dengan mencampuradukkan bahkan mengalihkan pembicaraannya kebahasa Inggris, bahasa Indonesia atau bahasa pergaulan anak remaja sekarang yang disebut bahasa gaul atau prokem. Dengan populernya kosa-kata gaul yang di gunakan oleh remaja Bali sudah berdampak pada semua budaya di sekitarnya. Di antaranya dalam penciptaan syair lagu Bali sekarang yang sebagian besar sudah terpengaruh oleh kosa kata bahasa gaul yang berkembang di masyarakat. Bahasa Bali merupakan media bahasa yang digunakan dalam menciptakan syair-syair lagu Bali yang menjadi suatu identitas kedaerahannya. Dengan adanya bahasa daerah pada syair lagu Bali tersebut sudah menjadi upaya dalam melestarikan bahasa daerah Bali sebagai suatu bahasa kebudayaan masyarakat Bali. Namun, keberadaan syair lagu Bali saat ini tentunya sudah mengalami suatu 36
perubahan sesuai jamannya. Di mana perubahan tersebut para pencipta lagu Bali sedang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa pergaulan remaja di masyarakat seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan bahasa gaul remaja yang dikombinasikan dengan bahasa daerah Bali. Dalam perkembangannya, penciptaan syair lagu Bali sudah mulai terhegemoni oleh bahasa gaul. Terhegemoninya syair lagu Bali sekarang telah menimbulkan suatu kekhawatiran akan pola struktur ataupun tataran bahasa Bali, pembendaharan kosa kata bahasa mulai terlupakan, terjadi penyimpanganpenyimpangan bahasa, dan bahkan penerjemahan bahasa yang digunakan dalam syair lagu Bali masih terlihat struktur bahasa aslinya yaitu masih menerapkan pola struktur bahasa Indonesia. Jadi, dari perkembangan tersebut dengan didominasi oleh bahasa gaul anak remaja sekarang pada syair lagu Bali akan dikaji berdasarkan paradigma budaya yaitu bentuk hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair lagu Bali, faktor-faktor dan fungsi, serta dampak dan maknanya.
37
BAB III METODE PENELITIAN
Metode marupakan cara kerja, strategi untuk memahami realitas, langkahlangkah sistematis untuk mempermudah memecahkan serangkaian sebab akibat/pengumpulan data maupun dalam pengkajian dan metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna, 2007: 34). Penelitian merupakan aktivitas dan cara berfikir yang menggunakan kerangka ilmiah yang terancang dan sistematis untuk memecahkan atau menemukan jawaban terhadap suatu masalah (Faisal, 2001:4). Bertolak dari pernyataan tersebut maka metode penelitian dalam hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar dalam perspektif kajian budaya menggunakan metode kualitatif. 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Dalam penelitian kualitatif lebih mempertahankan hakikat nilai-nilai dan dipertentangkan dengan penelitian yang bersifat bebas nilai. Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantif, melainkan maknamakna yang terkandung di balik tindakan, yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut (Ratna, 2007: 47). Perkembangan syair lagu Bali hingga saat ini telah mengalami dinamika yang tinggi. Dalam dinamikanya telah mulai terpengaruh oleh bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa gaul yang terjadi,
38
sehingga identitas bahasa Bali dalam lagu Bali semakin hilang bahkan terlupakan oleh masyarakat, terutama kaum muda. Fenomena dalam dinamika lagu Bali tersebut akan dikaji dari sisi bentuk, faktor-faktor dan fungsi, serta damfak dan makna. Menurut Ericson (dalam Tantra 1986:3), penelitian kualitatif umumnya memiliki ciri-ciri utama, yaitu : (1) adanya partisipasi intensif dan cukup lama dari pihak peneliti, (2) pencatatan yang cermat terhadap setiap kejadian di kancah dengan menggunakan catatan kancah (field notes), catatan wawancara (interview notes), (3) sumber data sangat bervariasi, (4) analisis dilakukan dengan teknik induksi analitis atau refleksi analitis, dan (5) pelaporan data dilakukan dengan mencerna secermat mungkin hasil kutipan wawancara, atau didasarkan pada komentar interpretatif dari peneliti. Penelitian demikian mengharukan peneliti untuk selalu melakukan refleksi dengan memperhatikan hal-hal yang signifikan dari sebuah kejadian di kancah. 3.2 Lokasi Penelitian Mengingat judul penelitian ini adalah “hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di kota Denpasar“, maka penelitian ini dipusatkan pada syair-syair lagu. Penelitian akan dilakukan terhadap kaset dan VCD yang sudah beredar di masyarakat, yang didukung oleh beberapa lokasi tempat lagulagu yang akan diteliti tersebut direkam. Di samping itu, akan menjajagi studiostudio musik yang memproduksi lagu Bali saat ini di kota Denpasar, karena pemusik juga berperan dalam proses terciptanya musik yang manarik pada lagu Bali. Selain itu, juga menjajagi beberapa pengarang/pencipta lagu dan sejumlah
39
toko kaset yang memasarkan lagu-lagu Bali di daerah Denpasar. Dalam pelaksanaan lokasi penelitian ini akan dilakukan pula pada perkumpulan para remaja yaitu di sekolah atau kampus yang berkaitan dengan penggunaan bahasa gaul. Karena penggunaan bahasa tersebut paling sering dijumpai diseputaran sekolah-sekolah atau kampus di kota Denpasar. Terpilihnya daerah Denpasar sebagai lokasi penelitian dengan alasan sebagai berikut : 1. Denpasar sebagai lokasi penelitian karena daerah tersebut sebagian besar sebagai pusat industrialisasi lagu Bali di Provinsi Bali dan sangat tepat sebagai lokasi penelitian ini . 2. Denpasar merupakan wilayah yang didominasi oleh masyarakat yang berkomunikasi dengan bahasa gaul dan sebagai wilayah yang sering dikunjungi oleh masyarakat luar daerah, dan bahkan menetap dalam hal mencari pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Sehingga dengan banyaknya masyarakat luar yang ada di Denpasar tersebut menyebabkan terjadi perbauran di sekitarnya yang mempengaruhi budaya lokal. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumen. Berkaitan dengan hal itu, maka pada penelitian tentang hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di Kota Denpasar ini, jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata, kalimat, ungkapan dan tindakan.
40
Sumber data dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data diperoleh melalui penelitian yang telah terdokumentasi dalam bentuk rekaman kaset dan VCD maupun data yang terunggah di internet yaitu data berupa teks lagu yang terpengaruh bahasa gaul, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam syair-syair lagu Bali, karena dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada syair-syair lagu Bali yang terpengaruh oleh bahasa tersebut. Di samping itu, dalam penelitian ini data yang diperoleh akan dibatasi pada bagian-bagian tertentu atau mengutip bagian syair lagu Bali yang menggunakan bahasa gaul pada beberapa periode yang sedang berkembang saat ini dan data syair tersebut yang digunakan dalam peneliatian ini berjumlah 33 syair lagu Bali. Kemudian, dilakukan pula wawancara secara langsung dengan pelaku seni itu sendiri yaitu penyanyi lagu Bali, pencipta lagu Bali, produser lagu Bali dan Pendengar Lagu Bali. Sementara sumber data sekundernya adalah melalui studi pustaka (library research) yang dilakukan melalui buku-buku yang ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan untuk melengkapi data-data primer. 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa pertanyaan-pertanyaan dengan disebut pedoman wawancara atau interview guide. Data yang diperoleh melalui wawancara merupakan data faktual yang ada di lapangan. Instrumen penelitian dalam bentuk wawancara dilakukan secara
41
terbuka, baik terhadap senimannya sendiri maupun kepada masyarakat pendengar/penikmat lagu Bali. 3.5 Penentuan Informan Dalam menentukan informan, tentunya dengan menyimak hasil-hasil karya seniman lagu Bali yang berperan atau terlibat langsung dalam perkembangan lagu Bali saat ini. Berkenaan dengan penelitian terhadap lagu Bali ini, banyak yang dapat memberikan informasi seperti kalangan seniman seperti penyanyi dan pencipta lagu Bali. Selain itu akan dicari juga informasi dari para remaja yang terpengaruh oleh situasi modernisasi saat ini. Dalam penentuan informan yang dilakukan tentunya berkaitan dengan penggunaan bahasa gaul yang digunakan pada lingkungannya. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data yang diperoleh di lapangan yang akan digunakan untuk keperluan analisis data, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data dengan
tujuan
agar
memperoleh
data
yang
kebenarannya
dapat
dipertanggungjawabkan. Adapun metode dan teknik pengumpulan data di lapangan akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 3.6.1 Teknik Pengamatan (Observasi) Pengumpulan data dengan metode pengamatan sangat penting dilakukan untuk memperoleh kebenaran data yang lebih akurat. Pengamatan secara langsung di lapangan akan lebih baik untuk mengecek kebenaran sebuah data. Untuk mengenal lebih jauh terhadap perkembangan industrialisasi lagu Bali, diadakan pengamatan atau observasi ke studio-studio rekaman yang ada di seputaran kota
42
Denpasar. Dengan dilaksanakannya pengamatan ini, realitasnya dapat dipahami sehingga pemaparannya sesuai dengan fakta empiris yang terjadi di lapangan. 3.6.2 Teknik Wawancara Pada tahapan ini diadakan wawancara dengan beberapa informan seperti yang telah dicantumkan di atas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian, sesuai dengan bidang masing-masing informan. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada para informan difokuskan pada hal-hal seputar rumusan permasalahan yang dikaji pada syair lagu Bali yang terpengaruh bahasa gaul, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Terkait dengan metode dan teknik wawancara di atas, wawancara yang dilakukan yaitu secara terbuka, di mana subyek menyadari dan tahu tujuan dari wawancara yang akan dilakukan. Untuk melengkapi dan mendukung informasi di lapangan, akan dilakukan pula wawancara tertutup yaitu dalam kondisi subyek atau informan tidak mengetahui kalau diwawancarai. Hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana respon atau tanggapan masyarakat terhadap perkembangan syair lagu Bali kini. Di samping itu, akan dilakukan pula dengan wawancara mendalam (deep interview) yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapat gambaran yang lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, dalam Ardini 2009 : 33). Adapun pula dalam teknik wawancara ini tentuya akan dibantu dengan teknik pencatatan dan perekaman untuk menghindari data yang terlupakan.
43
3.6.3 Teknik Studi Dokumen Dalam penelitian ini, tentunya ada beberapa peristiwa dan data yang kurang dipahami atau terlupakan dengan batas kemampuan daya ingat yang dimiliki. Dari berbagai dokumen yang merupakan hasil dari pendokumentasian berbagai peristiwa di lapangan yang terdahulu akan sangat bermanfaat dalam mengingat dan mempertajam kajian yang diinginkan. Dalam hal ini untuk menggali data-data yang berhubungan dengan perkembangan lagu Bali saat ini. Studi dokumen dalam penelitian ini akan dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan terhadap data atau dokumen penting yang diperoleh dari rekaman baik rekaman kaset, CD, dan Video CD. Di samping itu, data yang diperoleh juga dilakukan melalui internet yaitu data berupa syair-syair lagu yang diunduh oleh pelaku seni sendiri. 3.7 Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan analisis data deskriptif kualitatif. Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan inventarisasi syair lagu-lagu Bali pada kaset, VCD, maupun data unduhan yang terdapat pengaruh bahasa gaul, bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris, kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan data yang terdapat dalam lagu-lagu Bali. Menurut Moleong (2002:103) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori, satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data yang terkumpul, menyajikan secara sistematis kemudian mengolah, menafsirkan dan memaknai.
44
Data dan informan dapat diperoleh dari hasil wawancara, hasil pengamatan, catatan lapangan, Koran, foto-foto, dokumen pribadi dan lain-lainnya yang kemudian dianalisis melalui analisis deskriftif kualitatif. Terakhir adalah penarikan kesimpulan yang disertai dengan saran yang diperlukan bagi perkembangan syair lagu pop Bali ke depan. 3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari suatu penelitian. Penyajian hasil hanya dilakukan secara informal (naratif) dan formal. Secara informal hasil analisis disajikan melalui narasi kata-kata yang dirangkai sedemikian rupa sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah. Sedangkan secara formal hasil analisis data disajikan dengan menggunakan bagan, tabel, dan gambar.
Kemudian
penyajiannya
dipaparkan
secara
deskriftif
dengan
menggunakan bahasa ragam ilmiah, menggunakan metode penulisan yang disesuaikan dengan buku Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana, Universitas Udayana.
45
BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR
4.1 Letak Geografis Kota Denpasar terletak di tengah-tengah dari pulau Bali, selain merupakan Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan Ibukota Provinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan 115° 10" 23'-115° 16" 27' bujur timur, yang berbatasan dengan: di sebelah utara Kabupaten Badung, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, di sebelah selatan selat Badung dan di sebelah barat Kabupaten Badung. Ditinjau dari topografi keadaan medan Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m di atas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%. 4.2 Luas Wilayah Luas wilayah Kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 Ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Provinsi Bali. Sedangkan luas daratan Provinsi Bali seluruhnya 5.632,86 Km2.
46
Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah utara dan barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Kuta Utara), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung. Sebagian besar (59,1%) berada pada ketinggian antara 0 - 75 M dari permukaan laut. Dari luas tersebut di atas tata guna tanahnya meliputi tanah sawah 5.547 Ha dan lahan kering 10.001 Ha. lahan kering terdiri dari tanah pekarangan 7.714 Ha, tanah tegalan 396 Ha, tanah tambak/kolam 9 Ha, tanah sementara tidak diusahakan 81 Ha, tanah hutan 538 Ha , tanah perkebunan 35 Ha dan tanah lainnya: 1.162 Ha. luas lahan di Kota Denpasar dirinci per kecamatan (hektar). A.
Peta Pulau Bali
Sumber : www.denpasarkota.go.id
47
B.
Peta Kota Denpasar Sebagai wilayah kota administratif , Denpasar dibagi atas 3 (tiga)
Kecamatan, yakni:
Sumber : www.denpasarkota.go.id a. Wilayah Kecamatan Denpasar Barat, terdiri dari: 1. Desa Padang Sambian 2. Desa Pemecutan 3. Desa Dauh Puri 4. Desa Ubung 5. Desa Peguyangan
48
b. Wilayah Kecamatan Denpasar Timur, terdiri dari : 1. Desa Sumerta 2. Desa Kesiman 3. Desa Penatih 4. Desa Tonja 5. Desa Dangin Puri 6. Desa Kampung Jawa c. Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, terdiri dari : 1. Desa Pedungan 2. Desa Pamogan 3. Desa Panjer 4. Desa Renon 5. Desa Sanur 6. Desa Sesetan 7. Desa Serangan 4.3 Sejarah Kota Denpasar A. Sejarah Denpasar pada mulanya merupakan pusat kerajaan Badung, akhirnya pula tetap menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan bahkan mulai tahun 1958 Denpasar dijadikan pula pusat pemerintahan bagi Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Dengan Denpasar dijadikan pusat pemerintahan bagi Tingkat II Badung maupun Tingkat I Bali mengalami pertumbuhan yang sangat cepat baik dalam artian fisik, ekonomi, maupun sosial budaya. Keadaan
49
fisik Kota Denpasar dan sekitarnya telah sedemikian maju serta pula kehidupan masyarakatnya telah banyak menunjukkan ciri-ciri dan sifat perkotaan. Denpasar menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat industri dan pusat pariwisata yang terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan dan Denpasar Utara. Melihat perkembangan Kota Administratif Denpasar ini dari berbagai sektor sangat pesat, maka tidak mungkin hanya ditangani oleh Pemerintah yang berstatus Kota Administratif. Oleh karena itu sudah waktunya dibentuk pemerintahan kota yang mempunyai wewenang otonomi untuk mengatur dan mengurus daerah perkotaan sehingga permasalahan kota dapat ditangani lebih cepat dan tepat serta pelayanan pada masyarakat perkotaan semakin cepat. B. Proses Pembentukan Kota Denpasar Seperti halnya dengan kota-kota lainnya di Indonesia, Kota Denpasar merupakan Ibukota Provinsi mengalami pertumbuhan dan perkembangan penduduk serta lajunya pembangunan di segala bidang terus meningkat, memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kota itu sendiri. Demikian pula dengan Kota Denpasar yang merupakan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan sekaligus juga merupakan Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Bali mengalami pertumbuhan demikian pesatnya. Pertumbuhan penduduknya rata-rata 4,05% per tahun dan dibarengi pula lajunya pertumbuhan pembangunan di berbagai sektor, sehingga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap Kota Denpasar, yang akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan perkotaan yang harus diselesaikan dan di atasi oleh Pemerintah Kota Administratif, baik dalam
50
memenuhi kebutuhan maupun tuntutan masyarakat perkotaan yang demikian terus meningkat. Berdasarkan kondisi obyektif dan berbagai pertimbangan antara Tingkat I dan Tingkat II Badung telah dicapai kesepakatan untuk meningkatkan status Kota Administratif Denpasar menjadi Kota Denpasar. Dan akhirnya pada tanggal 15 Januari 1992, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang pembentukan Kota Denpasar lahir dan telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Pebruari 1992 sehingga merupakan babak baru bagi penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah Tingkat I Bali, Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan juga bagi Kota Denpasar. Bagi Provinsi Daerah Tingkat I Bali adalah merupakan pengembangan yang dulunya 8 Daerah Tingkat II sekarang menjadi 9 Daerah Tingkat II. Sedangkan bagi Kabupaten Badung kehilangan sebagian wilayah serta potensi yang terkandung didalamnya. Bagi Kota Denpasar yang merupakan babak baru dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang walaupun merupakan Daerah Tingkat II yang terbungsu di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Bali. 4.4 Sistem Pemerintahan Sebagai satu-satunya pemerintahan kota yang terdapat di Bali, sistem pemerintahan kota Denpasar dipimpin oleh Walikota dan didampingi oleh seorang Wakil Walikota, di dalam melaksanakan tugasnya di wilayah kota Denpasar, Walikota dibantu oleh camat yang memimpin wilayah kecamatan yang ada di Kota Denpasar.
51
4.5 Sistem Kemasyarakatan Masyarakat terbentuk dari adanya suatu interaksi antar individu. Tanpa melakukan suatu interaksi dan berkomunikasi antar sesama, maka manusia tidak akan mampu hidup secara mandiri. Sesuai dengan definisinya, Masyarakat merupakan suatu kelompok manusia hidup dan berinteraksi dalam waktu yang lama berdasar pola yang khas, yang dipandang sebagai adat istiadat yang bersifat kontinu (Willa Huki, 1994:42). Kemudian mengacu pada rumusan masyarakat yang dijabarkan oleh Koentjaraningrat, dimana disebutkan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (2000:146-167). Di dalam kehidupan masyarakat Bali, tidak dapat disangkal terdapat suatu sistem kemasyarakatan yang berstruktur dalam kelompok-kelompok social, lembaga social, startifikasi dan kekuasaan. Menurut Shepard (1974:235) seorang ahli sosiologi, memberikan batasan kepada kelompok sosial yang dinyatakan sebagai suatu bentuk dari suatu struktur sosial yang menciptakan pola-pola interaksi antara sejumlah orang yang mempunyai identitas yang sama dan nyata, cita-cita, tujuan, tata nilai dalam berfikir, serta perasaan, sikap dan tingkah laku nyata yang tercermin dalam pola hubungan atau pola komunikasi yang berlangsung maupun tidak langsung. Dari pola tersebut yang bertujuan untuk meneruskan tata nilai, gagasan, dan keyakinan serta pengetahuan dan tradisi yang mereka miliki, maka kelompok social yang terbentuk dapat memberikan cirri khas sebagai suatu kelompok social yang nyata (Astika, dkk., 1986:1).
52
Kota Denpasar sesuai keberadaannya sekarang sebagai masyarakat yang hidup dalam komunitas pedagang maupun industri, serta komunitas yang bergelut pada bidang jasa kepariwisataan. Di samping itu, kota Denpasar sebagai wilayah komunitas yang besar, secara administratife memiliki lembaga sosial yang lebih kecil yang disebut dengan Banjar. Banjar merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjar_(Bali). Keberadaan banjar-banjar antar kecamatan, tidak jauh berbeda dengan banjarbanjar lainnya yang ada di Bali. Sebagai organisasi kemasyarakatan yang khas, banjar memiliki hubungan yang kuat dengan desa baik secara struktural yang bersifat administratif maupun fungsional dalam pengerahan tenaga. Banjar sebagai komunitas kecil memiliki peranan penting dalam membentuk dan menata kehidupan masyarakat serta sebagai pusat orientasi masyarakat terkait dengan berbagai aktivitas sosial. 4.6 Sistem Sosial dan Budaya Setiap masyarakat biasanya mempunyai cara atau kebiasaan dalam menjalani kehidupannya. Cara atau kebiasaan tersebut berbeda antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya. Cara-cara yang dilakukan oleh orang atau masyarakat dapat dikatakan sebagai budaya orang atau budaya masyarakat. Menurut E.B Tylor, kebudyaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasan-
53
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soekanto, 1986: 154). Pendapat di atas menunjukkan bahwa dengan kebudayaan setiap masyarakat akan memiliki pengetahuan berupa cara-cara atau kebiasaan yang diwarisi dari generasi pendahulunya. Di samping itu, dengan kebudayaan yang dimiliki tersebut setiap masyarakat dapat mempertahankan kehidupannya. 4.7 Penggunaan Bahasa Bali di Kota Denpasar Dengan adanya berbagai ragam bahasa yang ada di Indonesia, bahasa Gaul atau bahasa yang diperuntukkan dalam pergaulan anak remaja sekarang merupakan bahasa yang cukup populer. Di samping itu, bahasa Inggris, Jepang, Korea dan lainnya yang berkedudukan sebagai bahasa Asing juga cukup banyak yang menggunakan sebagai alat komunikasi antar sesama ataupun interaksi dalam pergaulan sehari-hari. Masyarakat Bali sebagai salah satu bagian dari masyarakat Indonesia yang telah
berkembang
sebagai
masyarakat
berdwibahasa.
Dwibahasa
yang
dimaksudkan bahwa masyarakat Bali telah menguasai dan memakai dua bahasa atau lebih secara berganti-ganti dalam system interaksi dan komunikasi (Mackey, 1965:555, Fishman, 1972:243). Bahasa Bali dalam gerak dinamikanya telah bersentuhan dengan bahasa Indonesia, Asing, atau bahasa-bahasa lainnya dalam ruang ekologi bahasa (Haugen, 1972:980). Oleh karena itu, bahasa-bahasa yang digunakan dalam interaksi verbal saling berbagi fungsi, tidak mengherankan terjadi perembesan diglosia dalam pemakaian bahasa Bali. Misalnya, penutur bahasa Bali di Denpasar sering mengadakan alih kode maupun campur kode pada ranah-ranah tertentu (ranah tradisional atau
54
masyarakat dan rumah tangga). Ini berarti bahwa telah terjadi kelemahan dalam penggunaan suatu bahasa atau mungkin pemudaran kesetiaan terhadap bahasa Bali, lebih-lebih telah terjadinya transformasi yaitu dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri seperti yang berkembang sekarang di wilayah kota Denpasar. Selain berdampak pada bidang ekonomi, tranformasi ini juga meluas pada bidang sosial dan budaya sekitarnya termasuk bahasa. Masyarakat yang ada di sekitar Denpasar umumnya yang beragama Hindu masih menggunakan bahasa Bali sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi antar sesama. Namun dengan begitu pesatnya pertumbuhan penduduk dan semakin pesatnya perkembangan globalisasi yang mana mempengaruhi komunikasi lokal sekitarnya. Pengunaan bahasa Bali yang diinteraksikan di Denpasar telah mengalami percampuran bahasa-bahasa lain, baik di kalangan sekolah, di rumah maupun masyarakat umum. Hal ini disebabkan karena Denpasar merupakan daerah yang sebagian orang dari berbagai etnis berkunjung dan bahkan menetap dalam menuntut ilmu. Penggunaan bahasa Bali di Denpasar sudah mengalami penurunan dalam berinteraksi. Para remaja yang semestinya mempertahankan dan melanjutkan bahasa daerah sebagai bahasa Ibu mereka sudah kurang begitu dinikmati dalam berinteraksi. Para orang tuapun sudah gagal mempertahankan bahasa daerahnya karena ikut terpengaruh oleh bahasa-bahasa pergaulan anak remaja yang kurang untuk dikomunikasikan. Seperti yang dikemukakan oleh Gung Wik
yang
merupakan masyarakat Denpasar yang bekerja sebagai pengajar dalam bimbingan anak usia dini yang bernama AIUEO RENON, menyatakan bahwa :
55
“......penggunaan bahasa Bali di Denpasar sudah bergeser. Penyebab dari pergeseran itu saya rasa lebih ke faktor sosial lingkungan di mana seseorang tinggal, walaupun dia orang Bali tapi kalau dia tinggal di jawa maka akan bisa secara otomatis berbahasa jawa. Sekarang yang perlu menggalakkan bahasa Bali itu adalah kesadaran kita sebagai orang Bali... (dalam wawancara)”. Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar masyarakat di Denpasar menggunakan bahasa daerah yang bercampur-campur dengan bahasa lain, seperti bahasa Inggris, Indonesia, maupun bahasa pergaulan remaja saat ini. Hal itu membuktikan bahwa pembendaharaan kosa kata bahasa daerah yang dimiliki masih minim dan monotun dalam berkomunikasi. Di samping itu, yang paling banyak kurang paham atau jarang dalam berkomunikasi bahasa daerah Bali yaitu khususnya anak remaja dibandingkan para orang tua yang masih sedikit mengingat akan bahasa daerah yang pernah dipergunakan sebelumnya. Dengan perkembangan bahasa di era modernisasi saat ini telah memberikan suatu dampak bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini perlu adanya perhatian akan pelestarian bahasa daerah Bali khusunya sebagai bahasa yang memiliki nilai budaya yang tetap bertahan. Dalam hal ini, pemerintah juga perlu memperhatikan disamping masyarakat Bali yang mempertahankan budaya lokal.
56
BAB V BENTUK HEGEMONI BAHASA GAUL TERHADAP BAHASA BALI PADA SYAIR-SYAIR LAGU POP BALI DI KOTA DENPASAR
Keunggulan bahasa mampu mengubah keadaan atau situasi tertentu dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat yang percaya akan keunggulan bahasa, justru selalu digunakan untuk kelangsungan hidup. Di samping itu, juga akan tahu bahwa bahasa dapat merubah kualitas kehidupannya. Pada jaman sekarang, penggunaan kebudayaan, termasuk bahasa di dalamnya, menjadi alat meraih keuntungan sekaligus mempertahankan kekuasan. Bahasa merupakan salah satu media komunikasi paling dasar sekaligus paling efektif dalam menyalurkan ide, gagasan, atau pemikiran terhadap orang lain. Fungsi bahasa yang semacam ini tentu searah dengan fungsi hegemoni. Implementasi dari berbahasa guna menunjang berkembangnya praktik hegemoni, tanpa
ada
kekerasan
fisik.
Penguasa
atau
kelompok
dominan
hanya
menyampaikan ide yang didalamnya termuat ideologi melalui diksi dan gaya bahasa yang retoris dan tentu dapat dipahami oleh kelompok yang dikuasai dan dicerna secara wajar, sehingga apapun yang diucapkan menjadi sebuah kebenaran dan keharusan untuk dilaksanakan. Bahasa dan kosa kata dalam lagu Bali merupakan hasil kreativitas seorang pencipta yang memberikan suatu kesan tersendiri tergantung dari apresiasi masing-masing pendengarnya. Dalam memberikan suatu karya yang bernilai dan diminati oleh pendengarnya, maka seorang pengarang syair lagu Bali dengan
57
sengaja membuat sesuai realitas dan melakukan suatu penyimpangan bahasa, yakni dengan mengkombinasikan bahasa Bali dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa gaul. Di samping itu, selain dengan keterbatasan tata bahasa yang dimiliki pengarang, namun pengarang memiliki tujuan untuk menciptakan daya tarik terhadap syair lagu yang diciptakan. Dan penggunaan bahasa pengarang juga menyesuaikan dan menyelaraskan bunyi nada pada lagu yang dinyanyikan, sehingga selain memanipulasi kosa kata yang ada pada syair, akan tetapi juga mengalami suatu bentuk peralihan kode dan campur kode bahasa dari bahasa Bali ke bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 5.1 Alih Kode Appel dalam Chaer (2004:107) mendefinisikan alih kode itu sebagai, “gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Sedangkan Hymes menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu, yaitu pada perkembangan syair lagu Bali saat ini, telah terjadi peralihan bahasa Bali menjadi bahasa gaul anak muda sekarang. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Gramsci akan praktik hegemoni yang menghasilkan suatu manfaat yang menguntungkan bagi pihak kapitalis dalam menjalankan ide akan ideologi yang dikembangkan. Dengan berkembangnya bahasa gaul di kalangan remaja sekarang yang telah memberikan peluang bagi para pencipta lagu Bali untuk memakai bahasa tersebut dalam syair lagu ciptaannya.
58
5.2 Macam-Macam Alih Kode pada Syair Lagu Pop Bali Dalam perkembangan syair lagu Bali saat ini tentunya terdapat bentuk peralihan bahasa sesuai realitas sosial yang pastinya terjadi dalam beberapa faktor alih kode yang mempengaruhi yaitu alih kode yang terjadi sesuai penyebabnya dan alih kode terjadi menurut bahasa yang dipakai. 5.2.1 Alih Kode terjadi sesuai penyebabnya Dalam menelusuri penyebab terjadinya alih kode yang terdapat pada syair lagu Bali, tentunya kembali lagi pada perkembangan lagu Bali yang terjadi saat ini, yakni dengan siapa ditujukan, siapa yang merespons, dan dengan bahasa apa yang digunakan pada syair. Maka, secara umum penyebab terjadinya alih kode pada syair lagu Bali saat ini terbagi menjadi lima, di antaranya : (1) pembicara atau penutur (pencipta Lagu), (2) pendengar, (3) hadirnya penutur ketiga, (4) perubahan situasi (lingkungan sosial), dan (5) topik pembicaraan (judul Lagu). 5.2.1.1 Pembicara atau Penutur (Pencipta Lagu) Dalam hal ini pencipta lagu juga termasuk pembicara atau penutur yang sering berinteraksi dengan lawan bicara atau pendengar. Seperti yang dikemukakan Chaer (2004: 108) bahwa seorang pembicara kadang dengan sengaja beralih kode terhadap lawan bicara untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakannya itu. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Interaksi yang berkembang di kalangan masyarakat sekarang telah memberikan suatu pertimbangan akan pemakaian bahasa yang digunakan. Gramsci menyebutkan faktor terpenting terjadinya hegemoni adalah ideologi dan
59
politik yang diciptakan oleh penguasa dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk pola pemikiran masyarakat yang dikuasai. Sepereti di kota Denpasar yang sebagian anak – anak remaja masih menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Bali atau bahasa Bali-Indonesia-Inggris. Dengan melihat perkembangan tersebut sehingga mempengaruhi orang sekitarnya untuk ikut meniru. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam perkembangan syair lagu Bali sekarang yang tentunya tercipta dari situasi lingkungan si pencipta lagu. Pencipta syair lagu Bali merupakan tokoh sosial yang di antaranya telah berkecimbung dalam situasi sekitarnya untuk ikut memakai bahasa campuran dalam berinteraksi. Semakin sering kebiasaan tersebut dilakukan, maka semakin popular pula kebiasaan itu berkembang. Oleh karena itu, memberikan suatu peluang besar bagi pencipta syair lagu Bali untuk mengimplementasikan karangan-karangan yang terkesan lebih komersil disegala umur. Hal itu dapat dilihat dalam salah satu contoh syair lagu Bali dalam “Kis Band” dengan judul lagu “Si Bodoh” sebagai berikut: Si Bodoh Yen dadi baan memilih lebih baik beli dini Memilih tusing taen kenal kamu sayang Daripada kanti mati beli terus di hantui Perasaan bodoh mengenal kamu sayang Yen mula saja ini hanya sesaat Jangan biarkan beli terlanjur,,, terlanjur sayang padamu Reff : Akulah si bodoh yang berbuat bodoh Maafkan beli nyayangin adi Walaupun beli bodoh tresnane sing bodoh
60
Maafkan beli nyayangin adi Akulah si bodoh,,, maafkan kebodohanku Seandaine adi nawang dot pesan beli ngorahang Betapa besar rasa ingin memilikimu sayang Beli nawang enyen iban beli beli sadar keadaan ini Beli sing berhak rindu beli sing berhak Terjemahan: Jika bisa memilih lebih baik ku disini Memilih tuk tak pernah kenal kamu sayang Dari pada sampai mati aku terus dihantui Perasaan bodoh mengenal kamu saying Jika memang ini hanya sesaat Jangan biarkan aku terlanjur….terlanjur Sayang padamu Reff : Akulah si bodoh yang berbuat bodoh Maafkan aku menyayangi kamu Walaupun aku bodoh cintanya tak bodoh Maafkan aku menyayangimu Akulah si bodoh… maafkan kebodohanku Seandainya kamu tau ingin sekali ku menyampaikan Betapa besar rasa ingin memilikimu Sayang Aku tau siapa diri ini aku sadar akan keadaan ini Beli tak berhak rindu aku tak berhak Peristiwa pada syair lagu di atas telah menyatakan bahwa terjadinya peralihan bahasa yang dilakukan oleh pembicara atau penutur itu sendiri. Pencipta merupakan salah satu penutur yang terpengaruh dalam melakukan interaksi di masyarakat. Di samping itu, pencipta sendiri menyatakan bahwa dalam kesehariannya dalam berinteraksi dengan teman-temannya lebih dominan menggunakan bahasa campur-campur antara bahasa Bali dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa gaul yang sedang populer. Dari kosa kata pada syair di atas lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia
61
dibandingkan dengan bahasa Bali. Fenomena tersebut sesuai dengan pandangan Gramsci akan hegemoni, dimana dominasi akan ide yang dikembangkan memiliki suatu tujuan untuk kepentingan sendiri untuk mengejar komoditi. Dalam syair lagu di atas, kata "lebih baik " sebenarnya bisa digunakan dengan bahasa Bali "Becikan/luungan" akan tetapi bahasa indonesia menjadi pilihan yang dipakai sesuai kecocokan nada yang ada. Di samping itu, kata "dari pada" bila diterjemahkan ke Bahasa Bali menjadi "ketimbang", kata "maafkan" menjadi "ampurayang", kata "walaupun" menjadi "yadiastun", kata "seandainya" menjadi "umpamiyang", kalimat syair "Betapa besar rasa ingin memilikimu sayang" menjadi "kadirasa ageng manahe pacang ngelahang adi". 5.2.1.2 Pendengar Pendengar dipandang sebagai individu-individu dalam situasi sosial tertentu. Pembacaan mereka akan berada dalam kerangka makna praktik-praktik kultural yang dialami bersama. Pendengar yang memiliki kode-kode cultural yang serupa dengan para encoder akan melakukan decode pesan-pesan yang disampaikan dengan kerangka yang sama. Jika pendengar berada pada posisi sosial yang berbeda dengan sumber daya cultural yang berbeda, maka proses decode (respon) yang terjadi bisa saja mengambil jalan alternative (Barker, 357:2005). Hall (dalam Barker 357:2005) menyatakan, mengikuti Parkin, sebuah model tiga posisi decoding hipotesis : 1. Encoding/decoding dominan-hegemonik yang mnerima ”maknamakna yang lebih diinginkan”;
62
2. Kode yang dinegosiasikan yang mengakui legitimasi dari yang hegemonik secara abstrak namun menciptakan aturan dan adaptasinya sendiri di bawah situasi tertentu; 3. Kode yang oposisional/menentang, dimana orang tahu pembacaan yang
dimaksudkan
oleh
encoder
namun
menolaknya
dan
mendekodekannya secara berlawanan. Pendengar merupakan suatu audies yang sering menjadi suatu sasaran atas kekuasaan pihak penguasa demi menghasilkan suatu keuntungan. Pendengar akan tidak sadar akan terhegemoni terhadap apa yang dilakukan oleh produsen. Dalam hal ini, biasanya kemampuan berbahasa lawan tutur kurang atau agak kurang karena mungkin bahasa tersebut bukan bahasa pertamanya. Jika lawan tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau register. Kemudian bila lawan tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa. Pencipta syair lagu yang sedang berkembang sekarang sudah terdapat peralihan bahasa yang terekam dari peristiwa lingkungan. Keadaan sosial akan menciptakan
trend
sekaligus
menginspirasi,
dan
jika
tidak
mengikuti
perkembangan jaman kemungkinan lagu yang diciptakan akan kurang populer sebelum dipasarkan meskipun bagus. Dalam hal ini, pencipta maupun penyanyi lagu Bali sekarang sudah memberanikan diri dalam mengalihkan kosa kata bahasa pada syair dengan mengikuti situasi sosial (pendengar) yang ada, karena bagi produsen sudah tentu akan menghasilkan nilai jual dipasaran yang sekaligus
63
mampu mengikuti pergaulan komunikasi remaja sekarang. Hal itu dapat dilihat dalam salah satu Syair lagu pop Bali dalam “Kiss Band” dengan judul lagu “Ayang (Sing Tepat)” sebagai berikut: Ayang (Sing Tepat) “Ayang… Engken kabare yank? Dumadak ayang sehat selalu, tusing care beli dini, inguh, sebet, paling, kayakne sing ade gunane beli idup. Ayang nawang sing hari-hari beli dini, kanti jani, kanti detik ini beli nawang sing ape ne ngeranayang Ayang mutusin beli, Sumpah beli sing nawang. Tapi beli coba terus bertahan menghadapi cobaan berat ini…” Adi megatang tresnan beli Nganggo alasan sing tepat Ento ngaenang beli sing siap Krana galahne sing tepat `Why.. Why.. Can You Tell Me Why Why.. Why.. Show Me Reason Why “Nah Ayang, sing engken, mungkin mula harus kene jalane, Ayang tetep mekenyem nggih, Walaupun tusing untuk beli” Terjemahan : “Ayang…bagaimana kabarmu yank? Semoga sehat selalu, tidak seperti ku disini, bingung, sedih, linglung, kayaknya tidak ada gunanya aku hidup. Ayang tau nggak hari-hari ku disini, sampai sekarang, sampai detik ini ku tidak tau apa penyebabnya ayang mutusin aku, sumpah aku tidak tau. Tapi aku coba terus bertahan menghadapi cobaan berat ini…” Kamu memutuskan cinta ini Tidak ada alasan yang tepat Itu yang membuat aku tidak siap Karena waktunya tidak tepat ` Kenapa.. Kenapa.. Bisa kamu menghubungiku ..kapan Kenapa.. Kenapa.. buktikan alasannya kenapa “nah ayang, tidak kenapa, mungkin memang harus begini jalannya, ayang tetap tersenyum, walaupun bukan untuk ku” Peristiwa dalam syair lagu di atas menyatakan bahwa pencipta yang mengarang syair tersebut dirangkai dengan bentuk ungkapan perasaan. Ungkapan tersebut tentu terjadi sesuai dengan pengalaman seseorang di masyarakat yang saling menggunakan bahasa campuran. Di suatu sisi penutur menggunakan bahasa
64
Bali campur-campur dan lawan tutur beralih dengan bahasa pergaulan remaja sekarang. Seperti kata "ayank" yang berarti sayang, di mana bahasa tersebut dalam pergaulan remaja dengan kekasihnya lebih dominan menggunakan kata "ayank" sebagai panggilan antara kedua pasangannya. Sehingga kata tersebut menjadi bahasa gaul di kalangan remaja yang sedang jatuh cinta dan sudah populer kata tersebut digunakan oleh remaja di Bali. 5.2.1.3 Hadirnya Penutur Ketiga Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Hal ini hampir sama dengan peristiwa di atas tentang pendengar yang memiliki kode-kode kultural yang serupa dengan para encoder yang akan melakukan decode pesan-pesan yang disampaikan, karena penutur ketiga termasuk pendukung dari situasi sosial. Di samping itu, penutur ketiga bisa saja melakukan suatu perubahan akan pengaruh luar dan senantiasa karena kepopulerannya maka masyarakat ikut pula meniru yang salah. Hal tersebut dapat disimak dalam percakapan remaja sehari-hari yang mana dalam bergaul memaksa diri untuk menggunakan bahasa campur-campur dengan kehadiran orang ketiga yang menuntut si lawan bicara untuk berbahasa sesuai dengan apa yang didengarkan. sehingga percampuran bahasa sering terjadi karena situasi lingkungan sekitarnya, yang sebagian orang secara tidak sengaja berkomunikasi dengan bahasa gaul. Bagi orang sekitar yang belum tersentuh oleh bahasa tersebut dan setelah menjadi ngetrend, masyarakatpun juga ikut meniru
65
bahasa tersebut. Sebagai contoh dalam lagu yang berjudul “what's up bro” dalam album yang dinyanyikan oleh grup band bali bernama “4WD” seperti berikut : what's up bro Hello bro kenken kabare bro, mekelo sing ngorte ngajak bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Baang je ngidih roko katih bro Maklum bro jani timpal nganggur, sing ngelah geginan care bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Baang je ngidih roko katih bro Bokek bro Reff: Kanggoang bro ngelah timpal bodo Belog care kebo mule sing nawang ape bro Kanggoang bro ngelah timpal bodo Belog care kebo mule sing ngelah ape bro Sing ngelah ape Terjemahan : Hello bro apa kabarnya bro, Lama tidak berbicara dengan bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Kasihlah rokok satu batang bro Maklum bro sekarang kami nganggur, Tidak punya kegiatan seperti bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Kasihlah rokok satu batang bro Bokek bro Reff: Maklum bro punya teman bodo Bodoh seperti kebo memang tidak tahu apa bro
66
Maklum bro punya teman bodo Bodoh seperti kebo memang tidak tahu apa bro Tidak punya apa Syair lagu di atas merupakan peristiwa nyata yang terjadi di masyarakat. Bila diartikan kata "bro" yang terdapat pada syair di atas berasal dari kata "brother" yang berarti "teman/kawan/sahabat". Hal ini sering dijumpai dalam komunikasi remaja di Bali khususnya. Biasanya penggunaan kata "bro"akan dipakai oleh orang ketiga yang belum dikenal dan melakukan sapaan dengan memakai kata "bro" pada orang sekitar yang belum mengetahui namanya. Sehingga kata tersebut sebaliknya terus dipakai sebagai bahasa pergaulan mereka sehari-hari disaat mereka saling berjumpa. 5.2.1.4 Perubahan Situasi (Lingkungan Sosial) Perubahan situasi pembicaraan juga dapat mempengaruhi terjadinya alih kode. Situasi tersebut dapat berupa situasi formal ke informal atau sebaliknya. Alih ragam seperti dari ragam bahasa baku ke nonbaku termasuk ke dalam peristiwa alih kode karena pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa (dialek). Para penutur yang sedang beralih kode berasal dari minimun dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya alih ragam bukan berarti berganti komunitas. Alih ragam terjadi dalam bahasa yang sama, karena dorongan perubahan situasi berbicara, topik, status sosial, penutur dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan alih kode (bahasa atau dialek) dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Alih ragam hanya terjadi dalam satu bahasa dan satu komunitas saja.
67
Hal ini dapat di simak pada syair lagu yang dinyanyikan oleh “Nanoe Biroe” yang berjudul “Guek” : Guek Gue minum arak keneh-keneh gue Ngudiang elo ne sewot Gue minum tuak Tuak-tuak gue Ngudiang elo ne repot Gue minum beer Pipis-pipis gue Ngudiang elo ne ngotot Yen gue mabuk Suka-suka gue Ngudiang elo ne ngesot Gue lagi santai-santai Sing misi acara bantai-bantai Gue lagi happy-happy Happy sing ulian korupsi Reff: Minum ngelimurang manah Boya ja ngae masalah Sing misi jarah menjarah Timpal gue sing ja setan Nanging persaudaraan Sing lupa daratan Inget kewajiban Nu inget cinta jumah ngantosang Ding Syalalalala Syalalalala Nu inget cinta jumah ngantosang Jantung hati jumah ngantosang Eah ... minum dengan penuh tanggung jawab kawan Peace Terjemahan : Saya minun arak, suka suka saya kenapa kamu yang marah Saya minun tuak, tuak tuak saya kenapa kamu yang repot
68
Saya minun Bir, uang uang saya kenapa kamu yang ngotot jika saya mabuk, Suka-suka saya kenapa kamu yang ngesot saya lagi santai-santai tidak ada acara bantai-bantai saya lagi senang senang senang bukan karena korupsi Reff: minum menyenangkan hati bukan membikin masalah tidak ada jarah menjarah teman saya bukan setan tetapi persaudaraan tidak lupa daratan Ingat kewajiban masih ingat cinta dirumah sedang menunggu Ding ..Syalalalala..Syalalalala.. masih ingat cinta dirumah sedang menunggu Jantung hati dirumah menunggu Eah ... minum dengan penuh tanggung jawab kawan damai Dari peristiwa syair lagu di atas menyatakan bahwa dalam situasi tersebut menceritakan
suatu
perkumpulan
anak
remaja
yang
merayakan
suatu
kegembiraannya dengan minum bersama. Dari perkumpulan tersebut terjadi suatu perubahan situasi akan percakapan mereka. Isi dari syair lagu di atas beberapa dari bahasa yang digunakan terdapat bahasa gaul, seperti gue, elo, sewot, happy, ngotot, ngesot, dan peace. Bahasa gaul tersebut dalam pergaulan anak remaja sekarang sering digunakan dalam lingkungan mereka disaat berkumpul seperti situasi syair lagu di atas.
69
Dalam konteks Gramsci (dalam Burton, 2012: 42) yang telah mengembangkan ide hegemoni untuk mendeskripsikan makna yang melalui satu kelas sosial dapat mempertahankan kontrol terhadap kelas-kelas yang lain, dengan menggunakan kontrol yang koersif (bersifat memaksa) dan konsesual (tak terlihat dan diterapkan sebagaian melalui media dan budaya populer) untuk menerapkan kekuasaan. Hegemoni bekerja ketika hal tersebut membawa bersama banyak unsur budaya dalam masyarakat.
Di samping itu, kekuasan kapitalis untuk
membangkitkan popularitas atau menimbulkan ketertarikannya kepada lagu pop dengan situasi sosial diterapkan secara apa adanya. Sesuai pada syair lagu di atas lebih mengunggulkan bahasa gaul
yang menerapkan perubahan sosial
(lingkuangan sosial), sehingga bahasa yang diciptakan lebih dominan karena sesuai dengan dunia remaja yang realitasnya dalam pergaulannya berkomunikasi seperti beberapa bahasa kosa kata syair lagu tersebut. 5.2.1.5 Topik Pembicaraan Topik pembicaraan dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode. Topik yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa nonbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya. Dalam penciptaan syair lagu Bali topik pembicaraan yang ada di masyarakat tentunya menjadi pokok dalam terlahirnya karya-karyanya. Sebagai salah satu contoh syair lagu Bali yang tercipta dari topik pembicaraan di masyarakat yang dikemas pada lagu Bali yaitu syair lagu yang berjudul “Backstreet Lover” yang terdapat pada album “What’s Up Bro”, yaitu :
70
Backstreet Lover Yening suba tresna jak dadua Sing ngitungang apa Diastun rerama tuara lega Iraga jak dadua medemenan Sing bani ketemu di galange Kangguang di petenge Sing dadi anggurin ke umahne Kangguang mengkeb-mengkeb lewat batas Reff : Hey… backstreet lover.backstreet lover… De je taen nyerah tohin tresna Backstreet lover… backstreet lover… Satya ken tresna De je ulian kasta lan agama Iraga ne beda Ngranayang rerama tuara lega Iraga jak dadua medemenan Terjemahan : Jika sudah saling cinta berdua Tidak menghiraukan apapun Walaupun orang tua tidak senang Kita berdua saling mencintai Takut bertemu ditempat yang umum Hanya bisa ditempat yang sepi Tidak boleh berkunjung kerumahnya Hanya bisa sembunyi-sembunyi lewat batas Reff : Hey… cinta terlarang.... cinta terlarang.... Tidak pernah nyerah memperjuangkan cinta cinta terlarang.... cinta terlarang.... Setya akan cinta Tidak terhalang oleh kasta maupun agama Kita yang berbeda Yang menyebabkan orang tua tidak bahagia Karena kita berdua berpacaran.
71
Dilihat dari isi syair lagu di atas, bahwa mengisahkan tentang pasangan kekasih yang tidak mendapat restu dari orang tua si perempuan, yang mana dalam peristiwanya terjadi perlawanan akan situasi yang terjadi demi menyatukan hati mereka. Jadi, situasi seperti ini sering di jumpai atau di simak di lingkungan sekitar dimana para remaja menjadikan suatu topik pembicaraan yang dilakukan antar teman pergaulan mengenai situasi tersebut. Hal ini menjadi suatu perbincangan yang lumrah mengenai topik tersebut. Sehingga bagi seorang pencipta lagu tidak ada salahnya menerapkan topik tersebut menjadi suatu karya seni yang ditampilkan dalan syair-syair lagu dan kemudian didengar kembali oleh masyarakat. Dalam pergaulan anak remaja sekarang bahwa mengenai kata “Backstreet Lover” yang berarti “cinta terlarang” sudah biasa dikomunikasikan antar sesama dalam pergaulannya. Semakin popular bahasa pergaulan remaja sekarang digunakan, maka semakin banyak pula yang meniru bahasa pergaualan tersebut dipraktikkan pada kehidupannya. 5.2.2
Alih Kode Menurut Bahasa Yang dipakai dalam Syair Lagu Bali Dilihat dari sudut bahasa yang dipakai, maka alih kode yang terjadi pada
lagu Bali pada era sekarang, dimana dalam syair-syairnya terjadi perubahan pemakaian bahasa dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia dan Bahasa Bali ke bahasa Inggris atau bahasa pergaulan anak remaja. Menurut Soewito dalam Chaer (2004:114) telah membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu : alih kode kedalam ( Internal code switching ) yang berarti alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya, dan
72
alih kode keluar ( external code switching ) yang berarti alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, atau sebaliknya. Maka dari itu, pemakaian alih kode yang terjadi pada syair-syair lagu Bali sebagian besar terjadi Alih Kode Keluar ( external code switching ) karena dari syair-syair lagu Bali yang berkembang sekarang terdapat perubahan pemakaian bahasa dari bahasa Bali menjadi bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa pergaulan remaja sekarang. Syair-syair yang terdapat dua bahasa atau lebih akan timbul kecendrungan untuk terjadinya alih kode keluar ( external code switching ). Peralihan bahasa yang dipakai merupakan bahasa yang tidak serumpun atau sekerabat. Berikut alih kode keluar yang terjadi pada syair lagu yang berjudul “Mampu Mengerti” dalam album “Bahagia Itu Sederhana” dari Leyonk Sinatra : Mampu Mengerti Sebenarne kamu mampu mengerti Apa ne ada dihati Seharusne kamu mampu pahami Apa ne sedang terjadi Berhenti aliran darahku Berhenti denyut nadiku Rikala kamu disampingku Caket bibih sing memunyi Nerugdug tangkah aku Rikala kamu menatap mataku Reff: Sebenarne kamu mampu mengerti Apa ne ada dihati Seharusne kamu mampu pahami Apa ne sedang terjadi Sebenarne aku (Sebenarne aku)
73
Dot pesan ngorang Sebenehne aku Dot ngorang I love you (I Love you ) Terjemahan : Sebenarne kamu mampu mengerti Apa yang ada dihati Seharusnnya kamu mampu pahami Apa yang sedang terjadi Berhenti aliran darahku Berhenti denyut nadiku ketika kamu disampingku tertutup bibir ini tak bersuara berdetak jantung aku ketika kamu menatap mataku Reff: Sebenarne kamu mampu mengerti Apa yang ada dihati Seharusnnya kamu mampu pahami Apa yang sedang terjadi Sebenarnnya aku (Sebenarnnya aku) ingin sekali menyatakan Sebenarnya aku ingin berkata I love you (I Love you ) Peristiwa pada syair lagu di atas telah menunjukkan peralihan dari bahasa Bali ke Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Peralihan bahasa terjadi pada bait awal lagu sampai akhir. Jadi, dlihat secara jelas bahwa pada bait syair tersebut terdapat peralihan bahasa dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Kemudian sebab terjadinya alih kode tersebut dapat dijelaskan sebagai beikut : •
Karena penutur (penyanyi) yang sekaligus dalam realitasnya sebagai orang pertama yang ingin menyampaikan isi perasaan yang terpendam yang
74
tertulis pada syair di atas yakni perasaan yang kiranya lama tidak dipahami oleh pasangannya akan keadaanyang sebenarnya, kemudian penutur atau penyanyi juga menegaskan bahwa segala yang diungkapkan dalam syair tersebut ditulis secara apa adanya dengan menggunakan bahasa peralihan sesuai percakapan dimasyarakat. •
Penutur (penyanyi) dalam hal ini ingin menyelaraskan irama nada yang sebelumnya menggunakan kosa kata bahasa Bali, dan beralih dengan kosa kata atau kalimat berbahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yaitu “kamu, aku, dan I Love You” dan bercampur dengan kosa kata bahasa Bali. Dengan melakukan peralihan bahasa dari bahasa Bali ke Bahasa Inggris tersebut, yang menjadikan lagu tersebut bisa dinyanyikan sesuai irama nada.
5.3 Campur Kode Campur kode ialah bilamana orang mencampur dua (lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi itu menuntut peralihan kode ( Nababan, 1991 : 32). Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau dalam situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal jarang terdapat campur kode. Walaupun terdapat campur kode dalam keadaan yang demikian, hal itu disebabkan tidak adanya istilah/ungkapan yang tepat dalam berbahasa yang sedang dipakai.
75
Dalam keadaan kedwibahasaan (bilingualisme), akan sering terdapat orang mencampur ragam bahasa antara bahasa utama (sumber) dengan bahasa kedua (penyisip), hal ini bergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa. 5.3.1 Campur Kode pada syair lagu Bali 5.3.1.1 Campur Kode Bahasa Bali dengan Bahasa gaul pada syair lagu Bali Perkembangan syair lagu Bali saat ini terdapat beberapa kontaminasi bahasa dalam penerapannya. Kontaminasi yang terdapat tentunya menyebabkan kekacauan akan bahasa Bali yang ada pada syair lagu Bali saat ini. Seperti kontaminasi yang terjadi pada peristiwa syair lagu yang berjudul “Guek” dari “Nanoe Biroe” merupakan kontaminasi kosa kata bahasa gaul dikombinasikan dengan bahasa Bali seperti pada lagu dibawah ini : Guek Gue minum arak keneh-keneh gue Ngudiang elo ne sewot Gue minum tuak Tuak-tuak gue Ngudiang elo ne repot Gue minum beer Pipis-pipis gue Ngudiang elo ne ngotot Yen gue mabuk Suka-suka gue Ngudiang elo ne ngesot Gue lagi santai-santai Sing misi acara bantai-bantai Gue lagi happy-happy Happy sing ulian korupsi Reff: Minum ngelimurang manah Boya ja ngae masalah Sing misi jarah menjarah Timpal gue sing ja setan Nanging persaudaraan Sing lupa daratan Inget kewajiban
76
yang
Nu inget cinta jumah ngantosang Ding Syalalalala Syalalalala Nu inget cinta jumah ngantosang Jantung hati jumah ngantosang Eah ... minum dengan penuh tanggung jawab kawan Peace Terjemahan : Saya minun arak, suka suka saya kenapa kamu yang marah Saya minun tuak, tuak tuak saya kenapa kamu yang repot Saya minun Bir, uang uang saya kenapa kamu yang ngotot jika saya mabuk, Suka-suka saya kenapa kamu yang ngesot saya lagi santai-santai tidak ada acara bantai-bantai saya lagi senang senang senang bukan karena korupsi Reff: minum menyenangkan hati bukan membikin masalah tidak ada jarah menjarah teman saya bukan setan tetapi persaudaraan tidak lupa daratan Ingat kewajiban masih ingat cinta dirumah sedang menunggu Ding ..Syalalalala..Syalalalala.. masih ingat cinta dirumah sedang menunggu Jantung hati dirumah menunggu Eah ... minum dengan penuh
77
tanggung jawab kawan damai Bait 1 “Gue minum arak” (saya minun arak) Kata “minum” yang juga merupakan unsur bahasa Indonesia tetapi kehadirannya dalam bahasa Bali sebagai unsur bahasa serapan dan sering sudah dianggap kata yang berintegrasi, sehingga dalam hal ini pemakaian kata “minum” tidak dianggap gejala kontaminasi. Lain halnya dengan kata “gue”, yang kehadirannya pada syair lagu tersebut dianggap gejala kontaminasi bahasa karena padanan kata itu masih ada dalam bahasa Bali, sehingga kata itu bisa disubstitusikan dengan kata “cang, iraga, dewek, tiang, dan titiang”. Jadi kalimat pada syair lagu di atas pada bait pertama dapat diperbaiki menjadi “cang minum arak”. Bait 3
“Ngudiang elo ne sewot” (kenapa kamu yang marah) Pada bait ini terdapat kata ”elo” (bahasa gaul), kata “ne” dari unsur bahasa
Bali , dan kata “sewot” dari unsur bahasa gaul. Pada klausa “elo ne sewot” merupakan gejala kontaminasi bahasa yang terjadi dalam pengkombinasian unsur bahasa gaul dengan unsur bahasa Bali. Dengan menyisipkan bahasa gaul dalam syair lagu Bali terjadi akibat mengikuti situasi sosial yang menyesuaikan realitas terhadap ungkapan tersebut. Lain halnya pada klausa ” elo ne sewot” bisa di ganti kedalam bahasa Bali menjadi “cai ne gedeg”. 5.3.1.2 Campur Kode Bahasa Bali dengan Bahasa Indonesia pada syair lagu Bali Campur kode yang terjadi pada lagu Bali yang berkembang sekarang lebih banyak syairnya tercipta pada situasi sosial. Unsur-unsur yang menyisip dalam
78
bahasa tersebut tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri karena telah menyatu dengan bahasa yang disisipi. Sehubungan dengan hal tersebut di bawah ini akan dipaparkan beberapa peristiwa campur kode bahasa Bali dengan Bahasa Indonesia pada syair lagu Bali. Seperti yang terjadi pada peristiwa lagu dibawah ini yang berjudul “Mampu Mengerti” yang dinyanyikan oleh Leyonk Sinatra : Mampu Mengerti Sebenarne kamu mampu mengerti Apa ne ada dihati Seharusne kamu mampu pahami Apa ne sedang terjadi Berhenti aliran darahku Berhenti denyut nadiku Rikala kamu disampingku Caket bibih sing memunyi Nerugdug tangkah aku Rikala kamu menatap mataku Reff: Sebenarne kamu mampu mengerti Apa ne ada dihati Seharusne kamu mampu pahami Apa ne sedang terjadi Sebenarne aku (Sebenarne aku) Dot pesan ngorang Sebenehne aku Dot ngorang I love you (I Love you ) Terjemahan : Sebenarne kamu mampu mengerti Apa yang ada dihati Seharusnnya kamu mampu pahami Apa yang sedang terjadi Berhenti aliran darahku Berhenti denyut nadiku
79
ketika kamu disampingku tertutup bibir ini tak bersuara berdetak jantung aku ketika kamu menatap mataku Reff: Sebenarne kamu mampu mengerti Apa yang ada dihati Seharusnnya kamu mampu pahami Apa yang sedang terjadi Sebenarnnya aku (Sebenarnnya aku) ingin sekali menyatakan Sebenarnya aku ingin berkata I love you (I Love you ) Jika diperhatikan peristiwa syair lagu Bali di atas, tampak adanya penyisipan kosa kata bahasa Indonesia yang mendominasi dari pada bahasa Bali serta terjadinya pengkombinasian antara bahasa Bali dengan bahasa Indonesia. Pada bait pertama dengan syair “Sebenarne kamu mampu mengerti “ (Sebenarnya kamu mampu mengerti),
yaitu pada awal bait sudah terjadi kontaminasi
menggunakan bahasa Indonesia yang dikombinasikan dengan bahasa Bali. Unsurunsur yang menyisip dalam peristiwa bahasa tersebut tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri karena telah menyatu dengan bahasa yang disisipi. Bila diperhatikan syair lagu di atas, tampak adanya penyisipan kosa kata bahasa Indonesia dan terjadi pula pengkombinasian antara unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa Bali. Unsur bahasa Indonesia “sebenarne” yang bentuk dari awalan se- ditambah –benar- dan kemudian dikombinasikan lagi dengan unsur bahasa Bali yaitu dengan akhiran –ne. Di samping itu, terdapat pula kata “seharusnya” yang memiliki peristiwa yang sama dengan kata “sebenarne”.
80
Hal tersebut hampir berturut-turut terjadi pada bait berikutnya yang terjadi pengkombinasian antara bahasa Indonesia dengan bahasa Bali. Dengan adanya kombinasi tersebut bahwa tidak terfokusnya bahasa yang digunakan untuk merangkai syair lagu Bali yang tepat. Peristiwa yang terjadi pada syair lagu Bali saat ini, tentunya dalam proses penerjemahan bahasa Bali pada syair masih banyak menggunakan pola struktur bahasa Indonesia. Sehingga dengan mengikuti pola struktur bahasa Indonesia yang menyebabkan kepunahan akan struktur bahasa Bali yang memiliki nilai estetika. Misalnya sebagai contoh kalimat pada struktur bahasa Indonesia „ibu membeli gula setengah kilo kemarin sore‟ dan diterjemahkan kedalam bahasa Bali menjadi „meme meli gula setengah kilo ibi sanja‟. Hal tersebut masih menunjukkan struktur bahasa Indonesia yang menonjol. Jika diterjemahkan pada struktur bahasa Bali yang benar yaitu „ibi sanja meme meli gula tengankilo‟. Kemudian pada contoh peristiwa syair lagu di atas hampir tiap baitnya terbentuk dari pola struktur bahasa Indonesia, seperti kalimat „Sebenarne kamu mampu mengerti, Apa ne ada dihati , Seharusne kamu mampu, dsb. Jadi hegemoni atas struktur bahasa Indonesia telah menyebabkan terjadinya suatu perubahan akan syair lagu Bali yang berkembang saat ini. Peristiwa tersebut sesuai dengan argumen mengenai budaya popular bahwa dalam hal produksi dan konsumsi budaya popular tentunya disokong oleh struktur-struktur dominasi yang dipahami, dimana konsumen memiliki kekuasaan yang terbatas (Burton, 2012: 39).
81
5.3.1.3 Campur Kode Bahasa Bali dengan Bahasa Inggris pada syair lagu Bali Peristiwa yang terjadi pada syair lagu Bali selain kombinasi antara bahasa Bali dengan bahasa gaul maupun bahasa Indonesia, akan tetapi terdapat pula kombinasi antara bahasa Bali dengan bahasa Inggris. Kombinasi yang terjadi pada peristiwa syair lagu di bawah ini merupakan percampuran antara bahasa Bali dengan bahasa Inggris. Hal ini, terdapat pada syair lagu yang berjudul “ Song Of Glory” yang dinyanyikan oleh “Krisna Purpa” yaitu : Song Of Glory Stop Singing a Song Of Broken Hearted Stop Singing a Song Of Broken Hearted Now It‟s Time For Us To Take The Glory To Come Back In Black To Come Back In Black…. Berjuang, teruslah berjuang, Dadi anak muani harus berjuang Tusing harus kalah dadi pecundang, Apa buin kalah sebelum berperang `Suud monto megending sakit hati Suud monto megending sakit hati Jani galah iraga dadi pemenang Dadi pejantan, dadi pejantan Terjemahan : Berhenti Menyanyi tentang patah hati Berhenti Menyanyi tentang patah hati Sekarang saatnya untuk bersemangat Kembali dalam kegelapan Kembali dalam kegelapan Berjuang, teruslah berjuang Menjadi seorang lelaki harus berjuang Tidak boleh mengalah menjadi pecundang Apalagi kalah sebelum berperang Bherenti dulu bernyanyi tentang sakit hati Berhenti dulu bernyanyi tentang sakit hati 82
Sekarang saatnya kita jadi pemenang Sebagai pejantan, menjadi pejantan. Peristiwa syair lagu di atas mengungkapkan perasaan akan kehidupan penuh dengan semangat dan tidak ada kesedihan. Dengan kesedihan akan membuat suatu kesengsaran, maka dari itu semangat dan perjuangan perlu dibangkitkan dan berhenti untuk mengeluh kesakitan. Dari syair lagu tersebut terdapat pengkombinasiaan klausa dari unsur bahasa Inggris dengan unsur bahasa Bali. Pengkombinasian dalam menggungkapkan perasaan pada lagu tersebut sebagian menggunakan bahasa Inggris dan sebagian berbahasa Bali. Dari pemaparan bahasa syair lagu di atas telah terjadi beberapa kontaminasi yang kurang fokus dalam pengimplementasiannya. Peristiwa tersebut pada realitasnya penyanyi atau pencipta lagu telah mengimplementasikan bahasa seperti peristiwa syair di atas yang tentunya tercermin pada lingkungan sosialnya. Seperti yang diungkapkan oleh Putu Indra Pratama yang merupakan pencipta syair lagu mengatakan bahwa “…..dalam menghasilkan sebuah karya tentunya tercermin dari situasi di lingkungan sosial dan pengalaman pribadi akan tindakan yang dilakukan seharihari juga menjadi suatu ide dalam menghasilkan karya…..(wawancara, 21 Februari 2015)”. John Storey, dalam sumber yang sama menjelaskan bahwa hegemoni terjadi dalam suatu masyarakat yang didalamnya terdapat tingkat konsensus yang tinggi dengan ukuran stabilitas sosial yang besar. Kelas bawah dengan aktif mendukung dan menerima nilai-nilai, ide, tujuan dan makna budaya yang mengikat dan menyatukan mereka dalam struktur kekuasaan yang ada.
83
Di samping itu, juga diungkapkan oleh penyanyi maupun pencipta lagu bernama Krisna Purpa mengungkapkan : “………secara tidak langsung kita juga sudah terbiasa berkomunikasi dengan bahasa campur sehari-hari tanpa sadar…….(wawancara, 15 Juli 2013)”. Jadi dapat disimpulkan dari peristiwa alih kode pada penjelasan fenomena di atas sesuai dengan pendapatnya Gramsci (Barker, 2005: 80) bahwa common sense dan budaya pop, dimana orang-orang mengorganisasikan kehidupan dan pengalaman mereka, telah menjadi arena penting bagi pertarungan ideologis. Dominasi akan ideologi yang dituangkan tentunya untuk keuntungan bagi pihak kapitalisme, dengan kata lain hegemoni yang memiliki keyakinan untuk kepentingan mereka sendiri. Dominasi akan bahasa gaul, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris yang terdapat pada syair lagu Bali saat ini telah mebuktikan bahwa kekuasaan yang miliki oleh kaum kapitalis tentunya memiliki suatu tujuan selain untuk hiburan, namun dengan adanya nilai komersial yang dimiliki bertujuan untuk mengejar komoditi. Hubungan hegemoni dengan interaksi di lingkungan sosial sangat mempengaruhi. Komunikasi-komunikasi yang berlangsung guna menunjang praktik hegemoni yang mempelacar praktik yang diciptakan, tentunya tanpa ada kekerasan fisik, dan penguasa hanya menyampaikan ide yang didalamnya termuat ideologi melalui diksi dan gaya bahasa yang tentu dapat dipahami oleh kelompok yang dikuasai dan dicerna secara wajar (common sense), sehingga apapun yang diucapkan menjadi sebuah kebenaran dan keharusan untuk dilaksanakan. Sehingga dari praktik hegemoni tersebut tentunya menghasilkan suatu manfaat yang menguntungkan bagi pihak kapitalis dalam menjalankan ide akan ideology
84
yang dikembangkan. Komunikasi akan bahasa yang sangat lunak dan tidak kongkrit membuat bahasa menjadi alat yang tepat untuk melakukan praktik hegemoni, apalagi ketika melihat pengetahuan kebahasaan dan intelektual kelompok atau individu yang dikuasai tidak terlalu kuat, sehingga semakin memudahkan kelompok dominan untuk menebarkan ide-ide atau ideologinya untuk mengarahkan kelompok lain seperti yang diinginkan oleh kelompok dominan.
85
BAB VI FAKTOR-FAKTOR DAN FUNGSI HEGEMONI BAHASA GAUL TERHADAP BAHASA BALI PADA SYAIR-SYAIR LAGU BALI DI KOTA DENPASAR
Faktor Hegemoni adalah paksaan yang dialami masyarakat dengan diterapkannya sanksi yang menakutkan oleh penguasa, kebiasaan masyarakat dalam menerima hal baru, dan kesadaran serta persetujuan dengan unsur-unsur dalam masyarakat itu sendiri. Hegemoni dipergunakan tidak sekedar mengatur, namun juga mengarahkan masyarakat dengan cara pemaksaan lembut kepemimpinan moral dan intelektual. Melihat kondisi bahasa yang sangat lunak dan tidak kongkrit membuat bahasa menjadi alat yang tepat untuk melakukan praktik hegemoni, apalagi ketika melihat pengetahuan kebahasaan dan intelektual kelompok atau individu yang dikuasai tidak terlalu kuat, sehingga semakin memudahkan kelompok dominan untuk menebarkan ide-ide atau ideologinya untuk mengarahkan kelompok lain seperti yang diinginkan oleh kelompok dominan. Stuart Hall (dalam storey 3:2010) menggambarkan budaya pop sebagai sebuah arena konsensus dan resistensi. Budaya pop merupakan tempat di mana hegemoni muncul dan wilayah di mana hegemoni berlangsung. Hal tersebut bukan ranah di mana sosialisme, sebuah kultur sosial yang telah terbentuk sepenuhnya dapat sungguh-sungguh „diperlihatkan‟. Namun, hal itu adalah salah satu tempat di mana sosialisme boleh jadi diberi legalitas. Itulah mengapa „budaya pop‟ menjadi sesuatu yang penting. Lagu Bali yang berkembang sekarang dengan 86
kehadiran syair-syair berbahasa gaul, bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris telah menjadikan masyarakat Bali menerima akan perkembangan tersebut. Maka dari itu, lagu Bali sudah menjadi suatu budaya yang menampilkan praktik sosialnya, di mana segala ide, gagasan, maupun pengalaman yang disimak menjadi suatu karangan yang utuh. Hal ini tentunya mendorong terjadinya beberapa faktor dalam penciptaan lagu Bali dan perkembangannya, yaitu faktor sosial budaya, faktor interaksi sosial, dan faktor ideologi. 6.1 Faktor Sosial Budaya Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan (http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya). Perubahan sosial merupakan suatu hal yang wajar dan akan terus berlangsung sepanjang manusia saling berinteraksi dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat, baik yang bersifat materiil maupun immaterial, sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan perkembangan jaman yang dinamis. Misalnya, unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor
87
eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Lebih terinci, faktor penyebabnya adalah: 1. Adanya perubahan dari dalam masyarakat itu sendiri, seperti: a. Perubahan penduduk b. Peranan nilai yang diubah c. Faktor adanya penemuan-penemuan baru 2. Adanya perubahan luar masyarakat, seperti: a. Pengaruh lingkungan alam b. Kebudayaan masyarakat lain c. Adanya gaya hidup barat yang masuk Kekuatan sosial membuat manusia untuk lebih mengembangkan cara berkomunikasi dengan orang lain. Konteks sosiokultural terus menerus memainkan suatu peranan yang penting dalam perkembangan bahasa akhir-akhir ini. Vygotsky mengemukakan bahwa peranan orang dewasa sangat penting untuk membantu perkembangan bahasa anak. Serta psikologi lain yaitu Brunner juga menekankan bahwa orang dewasa atau orang tua sangat penting untuk mengembangkan komunikasi anak . Jadi begitu besar peranan orang tua, atau guru dalam perkembangan bahasa anak, agar anak mencapai perkembangan yang optimal. Berkembangnya teknologi informasi dan sarana media sekarang telah memberikan suatu perubahan akan situasi dalam lingkungannya sendiri. Dalam situasi sosialnya, masyarakat justru mulai meninggalkan kebiasaan yang bersifat
88
tradisi karena masyarakat sekarang lebih cenderung beralih menggunakan kebiasaan yang sudah berkembang atau kebiasaan baru. Dalam Teori Fungsional (Functional Theory) menurut William Ogburn menyatakan bahwa penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Dalam unsurunsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur lainnya tidak secepat itu sehingga “tertinggal di belakang.” Ketertinggalan itu menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat. Dilihat dari segi interaksi yang berkembang bahwa pengaruh luar lebih dominan terjadi dalam lingkungannya, khususnya masyarakat Bali yang sudah jarang menggunakan bahasa Bali dalam kesehariannya, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Budaya Asing yang berpengaruh telah memberikan suatu damfak yang signifikan. Hal itu berpengaruh pada interaksi masyarakat Bali, dimana sebagian besar sudah berkomunikasi dengan bahasa campur-campur antara bahasa Bali dengan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Di samping itu, perubahan atas teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan, norma, dan nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, perubahan akan teknologi seringkali menghasilkan perubahan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku yang baru meskipun terjadi konflik dengan nilai-
89
nilai tradisional. Contohnya, dengan berkembangnya televisi yang sering kali menampilkan
berbagai
acara
dan
berbagai
bahasa
yang dikomunikasi
menyebabkan para penonton seringpula melakukan protes akan bahasa-bahasa baru/gaul yang kurang jelas maknanya dan tidak dimengerti, karena bahasa tersebut dinilai kurang baik atau merusak bahasa Daerah dalam komunikasi anak remaja yang berada di sekitarnya. Namun, lama kelamaan bahasa gaul tersebut mulai digunakan di masyarakat yang tidak ada lagi pertentangan. Dan bahasa pergaulan anak remaja yang berkembang sekarang lebih sering digunakan dalam berkomunikasi di lingkungannya. Di Bali pada khususnya, sudah terjadi percampuran bahasa daerah dengan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris dalam berkomunikasi yang tentunya banyak dilakukan oleh anak remaja dan dewasa. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa syair lagu Bali dimana terdapat percampuran bahasa Bali dengan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, seperti contoh pada peristiwa lagu Bali berjudul “Ayang (Sing Tepat)” pada Grup Band bernama “Kis Band” yaitu : Ayang (Sing Tepat) “Ayang… Engken kabare yank? Dumadak ayang sehat selalu, tusing care beli dini, inguh, sebet, paling, kayakne sing ade gunane beli idup. Ayang nawang sing hari-hari beli dini, kanti jani, kanti detik ini beli nawang sing ape ne ngeranayang Ayang mutusin beli, Sumpah beli sing nawang. Tapi beli coba terus bertahan menghadapi cobaan berat ini…” Adi megatang tresnan beli Nganggo alasan sing tepat Ento ngaenang beli sing siap Krana galahne sing tepat `Why.. Why.. Can You Tell Me Why Why.. Why.. Show Me Reason Why “Nah Ayang, sing engken, mungkin mula harus kene jalane, Ayang tetep mekenyem nggih, Walaupun tusing untuk beli” Terjemahan : 90
“Ayang…bagaimana kabarmu yank? Semoga sehat selalu, tidak seperti ku disini, bingung, sedih, linglung, kayaknya tidak ada gunanya aku hidup. Ayang tau nggak hari-hari ku disini, sampai sekarang, sampai detik ini ku tidak tau apa penyebabnya ayang mutusin aku, sumpah aku tidak tau. Tapi aku coba terus bertahan menghadapi cobaan berat ini…” Kamu memutuskan cinta ini Tidak ada alasan yang tepat Itu yang membuat aku tidak siap Karena waktunya tidak tepat ` Kenapa.. Kenapa.. Bisa kamu menghubungiku ..kapan Kenapa.. Kenapa.. buktikan alasannya kenapa “nah ayang, tidak kenapa, mungkin memang harus begini jalannya, ayang tetap tersenyum, walaupun bukan untuk ku” peristiwa pada syair lagu di atas menunjukkan adanya perubahan sosial budaya anak remaja dalam berbaur dengan lingkungannya, dimana percakapan yang terjadi pada syair lagu tersebut terdapat percampuran bahasa sesuai lingkungan sosial saat ini. Bentuk syair yang ditampilkan pada lagu tersebut berbentuk suatu percakapan antara sepasang kekasih. Dalam percapakan tersebut tentunya menggunakan bahasa Bali dengan kombinasi bahasa gaul, Indonesia maupun Inggris. Hal ini membuktikan bahwa sosial budaya akan interaksi yang ada pada syair tersebut terdapat pada situasi lingkungan saat ini. Perkembangan syair lagu Bali saat ini telah membuktikan akan penggunaan kosa kata yang sebagian besar terpengaruh oleh interaksi lingkungan sosialnya. Dengan realitas yang berkembang di masyarakat, secara tidak sadar telah menggunakan bahasa campur-campur atau multi bahasa dalam keseharian. Hal ini diungkapkan oleh salah satu pencipta lagu sekaligus penyanyi dalam penampilan band yang cukup terkenal di Bali yaitu bernama Krisna Purpa dalam “KIS Band” mengatakan : “….selain akan terbatasnya kosa kata bahasa Bali yang digunakan dalam syair lagu, hal itu saya secara tidak langsung sudah terbiasa berkomunikasi 91
dengan bahasa campur sehari-hari tanpa sadar. Di samping itu juga, dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang menjadikan kita secara tidak langsung sudah mengadopsi bahasa campur untuk percakapan sehari-hari. Jadi lagu-lagu yang saya buat agar lebih familiar dengan bahasa sehari-hari saja, tidak dipaksakan dan ngeleng secara alami…..(wawancara, 15 Juli 2013)” Dari ungkapan di atas dikatakan bahwa dengan keterbatasan bahasa yang dimiliki seniman telah berpeluang untuk menggunakan bahasa-bahasa gaul yang tentunya berkembang di lingkungan sekitarnya. Dengan melihat sosial budaya remaja saat ini dengan didominasi akan penerapan interaksi bahasa gaul, bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris menjadi daya tarik seniman untuk diimplementasikan pada karyanya. Sehingga, Realitas sosial akan komunikasi remaja di Bali menggunakan bahasa gaul telah terealisasi pada syair lagu Bali yang digunakan oleh para seniman pencipta lagu Bali untuk membuat karya-karya dengan kreatifitas yang dimiliki. Seperti pula pada peristiwa syair lagu Bali yang di nyanyikan oleh Nanoe Biroe yang berjudul “Guek” sebagai berikut Guek Gue minum arak keneh-keneh gue Ngudiang elo ne sewot Gue minum tuak Tuak-tuak gue Ngudiang elo ne repot Gue minum beer Pipis-pipis gue Ngudiang elo ne ngotot Yen gue mabuk Suka-suka gue Ngudiang elo ne ngesot Gue lagi santai-santai Sing misi acara bantai-bantai Gue lagi happy-happy Happy sing ulian korupsi Reff: Minum ngelimurang manah
92
Boya ja ngae masalah Sing misi jarah menjarah Timpal gue sing ja setan Nanging persaudaraan Sing lupa daratan Inget kewajiban Nu inget cinta jumah ngantosang Ding Syalalalala Syalalalala Nu inget cinta jumah ngantosang Jantung hati jumah ngantosang Eah ... minum dengan penuh tanggung jawab kawan Peace Terjemahan : Saya minun arak, suka suka saya kenapa kamu yang marah Saya minun tuak, tuak tuak saya kenapa kamu yang repot Saya minun Bir, uang uang saya kenapa kamu yang ngotot jika saya mabuk, Suka-suka saya kenapa kamu yang ngesot saya lagi santai-santai tidak ada acara bantai-bantai saya lagi senang senang senang bukan karena korupsi Reff: minum menyenangkan hati bukan membikin masalah tidak ada jarah menjarah teman saya bukan setan tetapi persaudaraan tidak lupa daratan Ingat kewajiban masih ingat cinta di rumah sedang menunggu Ding ..Syalalalala..Syalalalala..
93
masih ingat cinta di rumah sedang menunggu Jantung hati di rumah menunggu Eah ... minum dengan penuh tanggung jawab kawan....... damai jika disimak peristiwa syair lagu di atas bahwa kosa kata yang ada pada lagu tersebut terdapat kosa kata bahasa gaul yang sering di komunikasikan oleh remaja di Denpasar dalam pergaulan mereka. Tentunya bahasa gaul tersebut dikombinasikan dengan bahasa Bali dalam percapakan yang terjadi, seperti kata Gue, Loe, sewot, repot, ngotot, ngesot, happy, dan peace. Penggunaan bahasa tersebut sering dijumpai pada percakapan remaja sekarang sebagai bahasa pergaulan. Bahasa tersebut bermakana bagi pemakai akan situasi dan pengalaman yang dimiliki. Contohnya pada kata “gue” yang terdapat pada baris pertama berarti “saya”, kosa kata “gue” merupakan bahasa pergaulan remaja yang dipakai dalam berkomunikasi antar teman pergaulan yang sifatnya akrab. Bila peralihan kata “gue” diganti menggunakan kosa kata Bali, maka akan menjadi kata “tiang/dewek/raga”. Kemudian kalimat “elo” yang terdapat pada baris kedua berarti “kamu”. Kata “elo” juga sama dengan kata “gue” yang digunakan disaat berinteraksi antara teman/sahabat. Sehingga penggunaan bahasa gaul yang terdapat pada lagu di atas membuktikan bahwa realitas di masyarakat dalam berkomunikasi menggunakan bahasa gaul sudah terbiasa dilakukan. Seperti pandangan akan fenomena di atas yang diungkapkan oleh Storey (2010:8) bahwa orang-orang terus-menerus bersusah payah, bukan semata-mata
94
menyimak dengan teliti apa makna sebuah teks, tetapi untuk membuat sesuatu yang terkait dengan kehidupan, pengalaman, kebutuhan, serta hasrat mereka sendiri menjadi bermakna. Hal ini tentu sesuai dengan peristiwa di atas akan penerapan sosial budaya yang ada di lingkungan yang terjadi, sehingga menjadi suatu karya yang diterapkan oleh seniman. Dengan memanfaatkan pengalaman maupun kebiasaan di lingkungannya yang berlanjut diungkapkan oleh seniman lagu dengan kreatifitas melalui teks lagu yang indah berbentuk syair lagu. Sebuah teks hanya bisa bermakna sesuatu dalam konteks pengalaman dan situasi khalayaknya. Teks tidak mendefinisikan bagaimana teks-teks itu digunakan atau fungsi-fungsi apa yang dijalankan, sebelumnya. Teks-teks bisa mempunyai kegunaan yang berbeda bagi orang yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula. 6.2 Faktor Interaksi Sosial Komunitas merupakan suatu perkumpulan individu antar individu yang memiliki hubungan yang erat untuk mencapai tujuan teretentu. Menurut Kertajaya Hermawan (2008), Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, di mana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Komunitas adalah suatu kelompok yang menunjukkan adanya kesamaan kriteria sosial sebagai ciri khas keanggotaan seperti kesamaan tempat/daerah, kesamaan profesi, kesamaan hobby, dan sebagainya. Dalam suatu komunitas akan mengalami suatu hubungan antara satu individu dengan individu lainnya yang
95
searah dengan terjadinya suatu interaksi di antaranya dengan lingkungan sekitarnya. Terjadinya hubungan tersebut yang mempermudah akan penyerapan kebudayaan pada tatanan sosial masyarakat setempat. Dengan demikian, melalui interaksi terjadi komunikasi untuk dapat saling mengenal budaya antar sesama individu atau masyarakat. Salah satu hiburan di Bali tentang lagu Bali merupakan media yang penyerapan isi dari lagu terjadi karena hasil dari interaksi sosial sekitarnya dan masyarakat mestinya dapat memahami dan menerima prilaku sosial yang terjadi. Sebagai suatu sistem kultural yang terjadi dalam suatu masyarakat dengan lingkungannya dan bertindak sesuai dengan pola hidup yang sudah terpolakan dalam menciptakan makna tersendiri. Dalam lagu Bali yang berkembang pada era sekarang, telah memberikan suatu pembuktian akan sentuhan dari interaksi sosial pada lingkungan sekitarnya. Syair-syair lagu Bali yang terdapat pada beberapa lagu Bali telah menghasilkan pemaknaan akan situasi masyarakat Bali. Maka dari itu, perkembangan syair lagu Bali yang terhegemoni oleh bahasa Asing maupun bahasa pergaulan anak remaja yang terbentuk oleh terjadinya interaksi masyarakat dengan penikmat lagu Bali dan pencipta lagu Bali dengan pendengar atau penggemar lagu Bali. 6.2.1 Interaksi Masyarakat dengan Penggemar Lagu Bali Lagu Bali merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat Bali yang bertujuan untuk melestarikan budaya Bali. Bahasa Bali merupakan suatu perantara dalam mengisi syair-syair lagu Bali tersebut. Masyarakat Bali yang merespon positif kehadiran musik atau lagu Bali tentunya sudah menjadi hiburan sehari-
96
hari. Hal itu memang sering terlihat dan menjadi suatu kebiasaan mendengarkar lagu Bali disaat ativitas masyarakat Bali khususnya, baik aktivitas pribadi maupun aktivitas bersama. Sebagai penikmat lagu Bali tentunya berpengaruh besar dengan apa yang tersirat dalam syair-syair lagu Bali yang didengarkan. Masyarakat Bali tentunya telah mengetahui akan perubahan-perubahan yang terlintas pada perkembangan syair lagu Bali saat ini. Namun hal itu justru diterima oleh penikmat lagu Bali, dimana syair berbahasa Bali yang digunakan telah terhegemoni oleh bahasa Inggris, bahasa Indonesia maupun Bahasa pergaulan anak remaja. Era Globalisasi yang berkembang pada media, pengaruhnya sudah tersebar di masyarakat Bali dan telah memberikan suatu perubahan pada interaksi sosial dilingkungan sekitarnya. Hal itu sependapat dengan pandangan liberal bahwa media memegang cermin dan karenanya merefleksikan secara cukup luas, suatu realitas sosial yang lebih luas. Kini realitas sosial atau masyarakat telah dimasukkan kedalam media massa. Tak ada lagi persoalan tentang distorsi, karena istilah tersebut mengimplikasikan bahwa ada suatu realitas (Strinati, 2009 :337). Masyarakat Bali yang kesehariannya di saat aktivitas berlangsung tentunya berhadapan langsung dengan lingkungan yang sudah tersebar atau perbauran budaya etnis lain. Masyarakat tentunya akan terpengaruh oleh interkasi sosial yang berlangsung disekitarnya. Maka dari itu, kehadiran lagu Bali saat ini justru diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar terutama anaka remaja. Terciptanya lagu Bali saat ini yang sebagian besar syairnya terinspirasi atau tercermin dari
97
lingkungan sekitarnya, karena dari bahasa yang digunakan pada lagu dipaparkan sesuai realitas sosial dengan menyesuaikan nada lagu. Homans (dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masingmasing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain. 6.2.2 Pencipta Lagu dengan Penggemar Lagu Bali Lagu Bali yang sedang trend saat ini di tengah masyarakat berhubungan dengan perkembangan musik melalui media teknologi komunikasi informasi seperti; TV, Video (Youtube), VCD-DVD, sehingga dapat dinikmati masyarakat ke seluruh penjuru. Hal itu menunjukkan adanya musik-musik yang sedang trend saat ini dapat dinikmati publik dan menjadi komunikasi pergaulan sehari-hari di
98
masyarakat. Budiono (2004: 114) mengemukakan bahwa media budaya dibentuk dari jaringan-jaringan sistem radio dan hasil reproduksi suara (kaset, piringan hitam, CD, suara dari radio dan sebagainya), dari filem yang didistribusikan melalui studio film, penyewaan VCD atau play staion, siaran TV dan sebagainya; dan dari media cetak seperti surat kabar dan majalah. Semuanya itu menjadi pusat media Budaya. Budaya Populer dapat didefinisikan sebagai budaya rakyat (folk culture) pada masyarakat sebelum industri, atau budaya massa pada masyarakat industri. Budaya popular disebut sebagai budaya yang diproduksi oleh teknik industri dengan massal dan dipasarkan untuk keuntungan konsumen publik massal (Rusbiantoro, 2008: 22). Williams memberikan empat makna mengenai budaya popular yakni: (1) banyak disukai orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri (Williams, 1983: 237). Dari konteks Williams tentang makna dari budaya popular tersebut, bahwa perkembangan lagu Bali selain sebagai hiburan tersendiri, namun banyak disukai oleh masyarakat Bali pada khusunya. Williams mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan universal, yaitu konsep budaya mengacu pada maknamakna bersama. Makna ini terpusat pada makna sehari-hari: nilai, benda-benda material/simbolis, norma. Kebudayaan adalah pengalaman dalam hidup seharihari: berbagai teks, praktik, dan makna semua orang dalam menjalani hidup mereka (Barker, 2005: 50-55). Dengan populernya lagu Bali yang banyak disukai oleh masyarakat Bali sebagai kebutuhan jasmani dikalangannya, namun pada era
99
globalisasi sekarang kepopuleran tersebut selain genre musik yang dipengarui oleh musik modern, akan tetapi pada bahasa syair pada lagu Bali juga telah dipengaruhi oleh bahasa gaul dan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Dengan berkembang pesatnya era saat ini, tidak mungkin bisa menghambat kebutuhan masyarakat untuk mengembangkan media budaya sesuai masanya. Apapun bentuk lagu Bali yang berkembang pesat di lingkungan masyarakat akan menggeser cara pandang masyarakat terhadap keinginan masyarakat pada wacana lagu Bali yang terus berubah dan dapat merubah wacana perkembangan Lagu Bali di masyarakat. Selain itu, ekonomi pasar juga membawa masuk pengaruh sekitar dan mendorong untuk meningkatkan diri untuk bisa bersaing dengan budaya lain yang sudah sukses dalam mengembangkan suatu budayanya melalui lagu. Representasi pertunjukan lagu Bali yang menyesuaikan diri dengan penonton yang konsumtif. Masyarakat sebagai konsumen telah menyesuaikan diri dengan bentuk interaksi modern yaitu interaksi penonton dengan bahasa pergaulan anak remaja dan umum dengan bentu penyajian dipanggung. 6.3 Faktor Ideologi Lagu Bali merupakan salah satu lagu daerah Bali yang bertujuan untuk melestarikan budaya Bali karena syairnya menggunakan Bahasa Daerah Bali sebagai pengantar dalam menyampaikan budaya realitas masyarakat Bali sendiri. Munculnya lagu Pop Bali diperkirakan mulai berkembang sejak dekade tahun 60-an dengan munculnya karya A.A.Wedasmara dengan judul lagu” Kaden Saja”. Perkembangan lagu waktu itu masih belum semarak dibanding perkembangannya sekarang yang mana masyarakat masih kurang tersentuh akan perkembangan
100
teknology sekarang. Hal itu terus berkembang dengan munculnya pencipta lagu dengan karya-karyanya yang baik dengan nilai-nilai moral dan pelestarian budaya Bali di mana realita yang ada di masyarakat Bali saat itu masih tetap dipertahankan walaupun sudah ada sentuhan globalisasi. Situasi global yang berkembang di masyarakat Bali telah memberikan suatu sentuhan yang bermakna dalam mengembangkan suatu kreatifitas seni dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Begitu pula akan perkembangan musik di Bali yang responnya sangat tinggi dengan pengaruh globalisasi sehingga munculah berbagai genre musik modern yang menghiasi perkembangan lagu daerah Bali, di antaranya ada genre Pop Bali, Dangdut, Reggae, Rap, dan Rock Bali. Perkembangan genre musik lagu Bali yang sangat kaya dengan warna musik modern dan penuh dengan kreatifitas para musisi tidaklah lepas dari peran masyarakat untuk membesarkan genre musik itu sendiri. Disini, evolusi suatu aliran musik sangatlah berperan. Genre musik yang dipenuhi dengan hal-hal baru yang awalnya susah diterima masyarakat, belum tentu akan tenggelam dimasa itu dan belum tentu juga akan langsung melambung. Semuanya kembali pada daya serap masyakarat pencinta lagu Bali untuk belajar menerima suatu aliran musik yang ada. Pengaruh global seakan terus mempengaruhi perkembangan lagu-lagu Bali, selain munculnya berbagai genre musik yang menghiasi lagu pop Bali, akan tetapi mempengaruhi juga akan kosa kata yang digunakan dalam syair-syair lagu yang dipakai dalam lagu Bali sekarang. Dalam analisis Gramsci, bahwa ideologi dipahami sebagai gagasan, makna, dan praktik-praktik sosial, meski tampak
101
seperti kebenaran-kebenaran universal, sebenarnya merupakan peta-peta makna yang menyokong kekuasaan kelompok-kelompok sosial tertentu. Yang terpenting, ideologi bukan sesuatu yang terpisah dari aktivitas-aktivitas praktis kehidupan, melainkan fenomena material yang memiliki akar dalam kondisi sehari-hari (Barker, 79:2005). Hal ini memang terbukti akan pengaruh-pengaruh media yang berkembang dengan menyimak langsung atau tidak langsung apa yang diekspresikan, sehingga mampu menirukan apa yang disimak sampai menjadi populer pada kalangannya dan menjadi hal yang terbiasa. Seperti yang diungkapkan oleh Gusti Kadek Agus Mertajaya sebagai berikut : “….menurut saya, mungkin sekarang sudah zaman yang bikin seperti itu, semasih bahasanya itu sopan-sopan, bagi saya sah-sah saja. Karena musisi saat ini berusaha berlomba-lomba memberikan nuansa baru yang sekreatif mungkin agar bisa menghibur pecintanya. Yang penting tidak lebih banyak menggunakan bahasa Asingnya dari pada bahasa Bali itu sendiri, dalam hal tersebut saya masukkan pada faktor sosial…. (wawancara, 15 Juli 2013)” Ungkapan di atas mengambarkan perkembangan lagu pop Bali yang menggunakan bahasa campuran sudah sah-sah saja pada syair lagu Bali. Hal tersebut tentu berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Alfian (1992) bahwa sebuah idiologi dapat bertahan dalam menghadapi perubahan dan tantangan dalam masyarakat apabila idiologi itu memiliki 3 dimensi, yaitu : (1). Dimensi realita yaitu kemampuan sebuah idiologi untuk mencerminkan realita yang hidup di masyarakat di mana ia lahir atau kenyataan saat awal kelahirannya.
102
(2). Dimensi idealisme yaitu kemampuan sebuah idiologi untuk dapat memberikan harapan-harapan kepada masyarakatnya untuk mewujudkan masa depan yang cerah melalui pembangunan. (3). Dimensi
fleksibelitas
yaitu
kemampuan
suatu
idiologi
dalam
mempengaruhi sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya dengan menemukan tafsiran-tafsiran sesuai dengan kenyataan baru yang muncul dihadapannya. Dalam hal penciptaan sebuah karya lagu Bali yang lebih mengkhusus pada syair lagu, sesuai dengan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pencipta lagu Bali menyatakan bahwa proses awal sebelum tersusunnya syair tentunya terinspirasi dari realita lingkungan sosial sekitarnya, yang mana memberikan suatu imajinasi dan peluang yang dalam terciptanya suatu lagu yang ditafsirkan memiliki nilai jual dipasaran maupun populer sesuai dengan kalangannya. Kemudian Anak Agung Raka Partana juga mengungkapkan bahwa : “....dalam menciptakan lagu Bali yang saya ciptakan, memang menyimak dari situasi di masyarakat itu sendiri dan apa yang dirasakan, didengarkan, maka itu pula yang dituangkan dalam syair lagu, dan keterbatasan bahasa yang dimiliki juga sebagai perantara dalam menyusun syair lagu Bali yang akan dihasilkan.... (wawancara)” hal tersebut merupakan suatu ideologi yang dapat diartikan sebagai hasil penemuan dalam pemikiran yang berupa pengetahuan. Ideologi dapat juga diartikan suatu kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas, pendapat (kejadian) yang memberikan arah tujuan untuk kelangsungan hidup. Sesuai dengan pandangan Storey (2010: 126) menyatakan dalam lagu-lagu Pop hanya menyerukan kebutuhan untuk menjalani kehidupan secara langsung
103
dan intens. Lagu-lagu itu mengekspresikan dorongan akan keamanan di dunia emosional yang tidak pasti dan berubah-ubah. Fakta bahwa lagu-lagu itu diproduksi bagi pasar komersil berarti bahwa lagu dan setting itu kekurangan autentisitas. Kendati demikian, lagu-lagu itu mendramatisasi perasaan-perasaan autentik (asli). Lagu-lagu itu mengekspresikan dilema emosional remaja dengan gamblang. Budaya popular yang terdapat pada lagu Bali saat ini, tentunya terkait dengan kehidupan, pengalaman, kebutuhan, serta hasrat penikmat yang bermakna. Lagu Bali saat ini merupakan salah satu musik populer yang disukai oleh banyak orang, khususnya masyarakat Bali. Sehingga, dominasi bahasa gaul pada syair lagu Bali saat ini telah memberikan suatu dampak tersendiri bagi penikmatnya, karena banyak disukai orang atau budaya massal yang tentunya sudah dinikmati oleh konsumen. 6.4 Fungsi Syair Lagu Bali adalah syair yang diekspresikan dalam bahasa lisan dan diiringi dengan musik (dimusikalisasi). Syair yang dalam hal ini adalah teks pada lagu Bali merupakan teks dengan bahasa yang khas. Teks ini tidak akan berfungsi jika tidak ada pembaca atau pendengar yang menikmatinya. Pendengar sebagai penikmat juga berperan sebagai penafsir dan pemberi makna terhadap teks atau syair lagu. Keberadaan syair lagu Bali sebagai sebuah karya sastra tidak dapat terlepas dari dunia realita. Keberadaannya yang berdampingan dengan dunia realita, mengundang pertanyaan tetang kaitan antara keduanya. Kaitannya terletak pada fungsi karya sastra tersebut (syair lagu Bali), karena syair lagu Bali lahir atau
104
diciptakan berdasarkan realita sosial pada masyarakat Bali dan hidup atau dinikmati oleh masyarakat Bali. 6.4.1 Fungsi Hiburan Hiburan merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat penting, karena dengan hiburan manusia dapat meringankan beban dari tekanan-tekanan sebagai efek ketegangan psikologis maupun fisik yang banyak dijumpai dalam kehidupan. Segala macam hiburan itu kebanyakan berkaitan dengan seni, seperti seni musik, teater, wayang, dan tari. Menghibur diri pada dasarnya adalah aktivitas manusia untuk memperoleh kesenangan serta kebahagiaan lewat kenikmatan fisik maupun rohani. Rasa senang dan bahagia tersebut diperlukan sebagai obat terhadap kelelahan, ketegangan, kekecewaan, kedukaan, kesepian, kesia-siaan, yang tengah diderita saat itu. Salah satunya musik memiliki fungsi hiburan yang mengacu kepada pengertian bahwa sebuah musik pasti mengandung unsur-unsur yang bersifat menghibur. Hal ini dapat dinilai dari melodi ataupun syairnya. Lagu Bali merupakan sarana hiburan bagi masyarakat Bali pada khususnya. Karena dalam syair-syairnya menggunakan media bahasa Bali. Daya kreatif manusia selalu ingin menyatakan diri lewat karya-karya yang dihasilkan (Budiarto, 2001:80). Dalam hal ini seorang seniman pada umumnya dituntut memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas agar menghasilkan karya seni yang lebih berkualitas. Perkembangan lagu Bali di masyarakat melalui syair-syair lagu yang bervariatif, penuh dengan kesenangan sendiri bagi penikmatnya. Penggunaan atau
105
penyusunan kosa kata yang kreatif yang terdapat dalam syair lagu yang disertai dengan penampilan video klip yang memberikan kesan keceriaan sehingga penikmatnya ikut dalam berpenampilan. Seperti peristiwa syair lagu yang berjudul “what’s up brow” yang dinyanyikan oleh group Band Bali yang cukup terkenal bernama “4WD” yaitu terdapat dalam VCD produksi “Pregina Produksi” berikut ini : what's up bro Hello bro kenken kabare bro, mekelo sing ngorte ngajak bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Baang je ngidih roko katih bro Maklum bro jani timpal nganggur, sing ngelah geginan care bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Baang je ngidih roko katih bro Bokek bro Reff: Kanggoang bro ngelah timpal bodo Belog care kebo mule sing nawang ape bro Kanggoang bro ngelah timpal bodo Belog care kebo mule sing ngelah ape bro Sing ngelah ape Terjemahan : Hello bro apa kabarnya bro, Lama tidak berbicara dengan bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Kasihlah rokok satu batang bro Maklum bro sekarang kami nganggur, Tidak punya kegiatan seperti bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro)
106
Kasihlah rokok satu batang bro Bokek bro Reff: Maklum bro punya teman bodo Bodoh seperti kebo memang tidak tahu apa bro Maklum bro punya teman bodo Bodoh seperti kebo memang tidak tahu apa bro Tidak punya apa Kegembiraan dan keunikan pada peristiwa syair lagu di atas dapat disimak maupun didengar secara langsung dalam rekaman vidio klip yang telah beredar di televisi. Dari syair lagu tersebut menggambarkan kegembiraannya dalam kebersamaan dan bercanda dalam adegan yang ditayangkan. Dengan bahasa pergaulan pada syair tersebut menggambarkan akan kekerabatan antar teman sepergaulan di dalam lingkungan sosialnya. 6.4.2
Fungsi Ekonomi Dilihat dari segi ekonomi, Lagu Bali sudah beralih fungsi kearah ekonomi
dengan mencari suatu keuntungan dalam menghasilkan karya-karyanya. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini yang merupakan hasil budaya populer sehingga menjadikan lagu-lagu tersebut mulai memperlihatkan eksistensinya melalui bentuk penyajian syair yang bervariatif dan kreatif. Berbagai bentuk komodifikasi diciptakan untuk mengemas lagu-lagu tersebut agar dikenal dan populer di masyarakat. Sesuai dengan peristiwa budaya popular yang terdapat pada lagu Bali saat ini, tentunya terkait dengan kehidupan, pengalaman, kebutuhan, serta hasrat penikmat yang bermakna. Lagu Bali saat ini merupakan salah satu musik populer yang disukai oleh banyak orang, khususnya masyarakat Bali. Selain sebagai
107
hiburan, dalam perindustriannya juga berlangsung secara massal yaitu banyak terciptanya album-album dengan genre musik yang beraneka ragam dengan syair berbahasa Bali. Dengan berkembangnya budaya populer ini sudah barang tentu menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan kualitas industrial dan pola-pola konsumsi. Perkembangan lagu Bali secara umum sudah memberikan peluang kepada pelaku seni agar lebih meningkatkan kreativitasnya. Peredaran kaset, CD maupun VCD lagu Bali saat ini dipasaran, tidak saja menguntungkan bagi pemilik modal yang dalam hal ini pemilik studio rekaman, tetapi penyanyi dan pencipta lagu juga merasakan ikut mendapatkan rejeki dari segi materi. Khususnya bagi pencipta syair lagu Bali yang sedang berkembang saat ini memang bahasa yang digunakan justru berbeda dengan bahasa syair Bali pada masa sebelumnya. Namun para pencipta dengan sengaja mencampur bahasa syair lagu Bali saat ini yang menyesuaikan dengan situasi interaksi di masyarakat. Maka dengan begitu, bagi penikmat lagu Bali akan semakin tertarik dan lebih laku dipasaran dalam penjualannya. Jadi hal tersebut dilakukan dengan dalih mendobrak tradisi demi mencari suatu popularitas dan komoditi. Di samping itu, Lagu Bali yang sudah menjadi budaya massa, terutama yang diproduksi oleh media massa diproduksi dengan menggunakan biaya yang cukup besar, karena itu dana yang besar harus menghasilkan keuntungan untuk kontinuitas budaya massa itu sendiri, karena itu budaya massa diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan
108
budaya massa namun juga menghasilkan keuntungan bagi kapital yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut. 6.4.3
Fungsi Pendidikan Sebuah efek pendidikan adalah mendapat pengetahuan. Pendidikan memberi
suatu pengetahuan tentang dunia sekitar, mengembangkan persfektif dalam memandang kehidupan. Situasi lingkungan yang terus-menerus berkembang, tidak dapat dikonversi menjadi pengetahuan. Pendidikan mampu menafsirkan halhal yang benar dan menerapkan informasi yang dikumpulkan dalam kehidupan sosial secara nyata. Pendidikan tidak terbatas dari pelajaran teks yang diperoleh di sekolah. Pendidikan sesungguh juga diperoleh dari kehidupan sehari-hari. Dengan perkembangan syair lagu Bali yang telah terpengaruh oleh komunikasi lingkungan sekitarnya. Dalam syair lagu sekarang terdapat bahasa campur antara bahasa Bali dengan bahasa Inggris maupun bahasa gaul. Hal ini direspon oleh seniman dalam membuat karya yang memiliki nilai jual. Maka dari itu, pencipta syair lagu berpandangan bahwa dengan mengikuti perkembangan sosial akan menghasilkan suatu makna terhadap karya yang diciptakan. Misalnya dengan memasukkan bahasa gaul atau bahasa Asing yang dicampur dengan bahasa Bali, maka akan memberikan sumbangsih kosa kata bagi penggemar lagu Bali setelah mendengar lagu yang dipublikasikan. Dengan perubahan ini telah memberikan suatu fungsi pendidikan akan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh seorang penyanyi bernama Gusti Kadek Agus Mertajaya bahwa: “……lagu Bali saat ini tidak hanya dinikmati dari kalangan remaja keatas saja tapi dari kalangan anak-anak bahkan yang belum sekolahpun sudah bisa
109
menghafal syair lagu Bali. Jadi semasih bahasa asing itu tidak berbau porno, karena sangat mempengaruhi sekali dengan pengetahuan anak-anak untuk bahasa Asing yang dimasukkan ke syair lagu Bali itu sendiri…….(wawancara, 15 Juli 2013)” . Kemudian Anak Agung Raka Partana juga mengemukakan : “….bahwa dengan memberi kosa kata Bahasa Inggris maka akan merasa ingin ingin tahu akan apa arti dari kosa kata yang didengarnya. Maka dari itu, pastinya pendengar akan mendapatkan suatu pendidikan yang didapatkan secara tidak sadar melalui lagu-lagu Bali yang bercampur dengan Bahasa Asing yaitu bahasa Inggris…..(wawancara)”. Sesuai dengan ungkapan kedua informan di atas bahwa bagi pencipta lagu, dengan perantara lagu Bali menggunakan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris telah memberikan sumbangan pendidikan bagi orang yang belum paham atau belum mengenal akan kosa kata bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Sehingga selain berperan sebagai hiburan dan komersial, juga memberikan suatu pendidikan akan kosa kata bahasa yang ada dalam syair lagu Bali yang berkembang sekarang. Seperti contoh peristiwa pada syair lagu dibawah yang berjudul “Song Of Glory” yang dinyanyikan oleh Krisna Purpa dalam Kis Band : Song Of Glory Stop Singing a Song Of Broken Hearted Stop Singing a Song Of Broken Hearted Now It‟s Time For Us To Take The Glory To Come Back In Black To Come Back In Black…. Berjuang, teruslah berjuang, Dadi anak muani harus berjuang Tusing harus kalah dadi pecundang, Apa buin kalah sebelum berperang `Suud monto megending sakit hati Suud monto megending sakit hati Jani galah iraga dadi pemenang Dadi pejantan, dadi pejantan
110
Terjemahan : Berhenti Menyanyi tentang patah hati Berhenti Menyanyi tentang patah hati Sekarang saatnya untuk bersemangat Kembali dalam kegelapan Kembali dalam kegelapan Berjuang, teruslah berjuang Menjadi seorang lelaki harus berjuang Tidak boleh mengalah menjadi pecundang Apalagi kalah sebelum berperang Bherenti dulu bernyanyi tentang sakit hati Berhenti dulu bernyanyi tentang sakit hati Sekarang saatnya kita jadi pemenang Sebagai pejantan, menjadi pejantan. Peristiwa pada syair lagu yang di atas sebagian dari syairnya menggunakan kosa kata bahasa Inggris dan sebagian kosa kata bahasa Bali. Disimak dari syair tersebut pada bait pertama pencipta menggunakan unsur bahasa Inggris sebagai pembukaan lagu yang ditembangkan, kemudian ditegaskan atau diterjemahkan kembali isi dari syair bait pertama pada bait kedua dengan menggunakan bahasa Bali sebagai unsur bahasa kedua. Dengan pemakaian kosa kata unsur bahasa Inggris tersebut akan memberikan suatu pemahaman akan arti dari unsur bahasa pertama dan merespon pendengar untuk ingin tahu lagi akan makna dari salah satu kosa kata unsur bahasa Inggris tersebut. 6.4.4 Fungsi Komunikasi Musik sudah sejak dahulu digunakan untuk alat komunikasi baik dalam keadaan damai maupun perang. Komunikasi bunyi yang menggunakan sangkakala (sejenis trumpet), trumpet kerang juga digunakan dalam suku-suku bangsa pesisir pantai, kentongan juga digunakan sebagai alat komunikasi keamanan di Jawa, dan teriakan-teriakan pun dikenal dalam suku-suku asli yang
111
hidup baik di pegunungan maupun di hutan-hutan. Bunyi-bunyi teratur, berpolapola ritmik, dan 126 menggunakan alur-alur melodi itu menandakan adanya fungsi komunikasi dalam musik. Begitu juga komunikasi elektronik yang menggunakan telepon semakin hari semakin banyak menggunakan bunyi-bunyi musikal. Ketika musik difungsikan sebagai sebuah proses komunikasi, maka musik tersebut tentunya harus memiliki pesan. Mengingat unsur utama dalam sebuah proses komunikasi, yaitu adanya pesan. Misalnya penyampaian pesan musik yang dilakukan oleh penyanyi lagu Bali adalah penyampaian ide dan gagasan dalam sebuah syair lagu. Pada umumnya pesan yang ingin disampaikan oleh penyanyi berupa pesan verbal melalui musik. Tema pesan yang disampaikan oleh penyanyi sendiri beraneka ragam dari mulai pesan atas kritik sosial hingga kepersoalan personal (pribadi). Sebagai salah satu contoh peristiwa pada syair lagu yang sedang popular sekarang dalam album barunya yang berjudul “Sad But True ( Hati-Hati)” dari ciptaannya Krisna Purpa dalam KIS Band adalah sebagai berikut: Sad But True ( Hati-Hati) Walau sebet beli tetep harus mekenyem Beli sing nyak terlihat lemah di depan adi Hari ini adi memutuskan untuk pergi Kel melajah pedidi, mandiri tanpa ragan beli Bergetar terasa malaikat di jiwa melepasmu pergi Kacau dalam hati So sad but true My girl good luck for you Reff: Hati-hati, hati-hati jaga diri, Beli sayang ken adi Hati-hati, hati-hati jaga diri, Beli sing nyak hal jelek menimpa adi
112
Astungkara lancar,....Astungkara selamet di tujuan Astungkara lancar,.....Astungkara neked di tujuan Walau sebet beli tetep harus mekenyem Beli sing nyak terlihat lemah di depan adi Nepukin bagia, nepukin tresna Beli milu bagia yen adi nepukin tresna Terjemahan : Walaupun sedih aku tetap harus tersenyum Aku tidak mau terlihat lemah di depan kamu Hari ini kamu memutuskan untuk pergi Mau belajar sendiri, mandiri tanpa aku Bergetar terasa malaikat di jiwa melepasmu pergi Kacau dalam hati So sad but true My girl good luck for you Reff: Hati-hati, hati-hati jaga diri, aku saying padamu Hati-hati, hati-hati jaga diri, aku tak mau hal jelek menimpa kamu semoga lancar,....semoga selamat di tujuan semoga lancar,..... semoga sampai di tujuan Walaupun sedih aku tetap harus tersenyum Aku tidak mau terlihat lemah di depan kamu Terlihat bagia, melihat cinta Aku ikut bahagia jika kamu telah menemukan cinta Dari syair lagu di atas terdapat suatu pesan tersendiri dari pencipta terhadap pendengar akan ketegaran hati dalam menghadapi perpisahan untuk menjadi seseorang yang mandiri dan tidak lemah dalam menghadapi kehidupan, serta semangat hidup untuk kebahagiaan semua. Maka dari itu, Komunikasi yang ditimbulkan dari musik maupun lagu Bali tersebut merupakan komunikasi antara si pengirim pesan (penyanyi) dengan si penerima pesan (pendengar/Fans). Ketika proses komunikasi dengan media musik dan lagu, maka pada situasi tersebut musik beserta elemen lainnya (syair, lagu) berfungsi sebagai komunikasi. 113
BAB VII DAMPAK DAN MAKNA HEGEMONI BAHASA GAUL TERHADAP BAHASA BALI PADA SYAIR-SYAIR LAGU BALI DI KOTA DENPASAR
Pada zaman globalisasi sekarang, bahasa Inggris merupakan bahasa yang digunakan sebagai bahasa Internasional. Di samping itu, masyarakat disemua kalangan sudah saling meminati bahasa tersebut. Bahasa di kalangan remaja cenderung digunakan sebagai jati diri mereka sebagai remaja terkini. Seolah-olah menjadi suatu jati diri yang membanggakan ketika mampu memakai sebuah istilah baru di sebuah kelompok. Kecanduan pembelajaran bahasa tidak hanya sampai di situ, mereka bahkan menciptakan variasi-variasi bahasa yang akan membedakan mereka dari kelompok lainnya. Seperti contoh halnya bahasa gaul atau bahasa pergaulan remaja sekarang sudah mulai perlahan menyisihkan identitas bahasa Daerah sebagai bahasa Ibu yang merupakan bahasa yang dikenal pertama kali dalam hidupnya. Pengaruh yang ada telah membuat bahasa Daerah sedikit mulai terpinggirkan, bahkan di kalangan masyarakat dan pelajar. Masyarakat di Bali khususnya, terutama beberapa anak remaja sudah kurang menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi dan lebih-lebih berkomunikasi dengan campurcampur bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang kurang baku sering dijumpai dalam pergaulan di lingkungannya. Suatu hal yang menjadi ironi lagi dalam kurikulum pendidikan di sekolah adalah bahwa yang pada awalnya pelajaran bahasa Daerah Bali di tempatkan
114
sebagai
mata pelajaran, namun sekarang sudah bergeser menjadi pelajaran
muatan lokal dengan waktu pelajaran yang lebih sedikit. Sehingga pemerolehan bahasa Daerah pada anak dan juga pada pribadi anak menjadi kurang dan sedikit mengenal bahasa Daerah sebagai bahasa yang dikenal pertama kali dalam hidupnya. Hegemoni pemerintah terhadap masyarakat telah terlihat dari kebijakan-kebijakan yang disampaikan dengan mengutamakan bahasa Asing sebagai bahasa Internasional yang kedepannya lebih berpotensi. Bahasa Daerah merupakan bahasa yang membangun kebudayaan itu sendiri yang sepatutnya pemerintah memanyungi dan mengedepankan bahasa Daerah sebagai budaya yang luhur dan dipertahankan agar tidak punah. Namun, jika dilihat dari perkembangan budayanya lama kelamaan akan tergerus oleh budaya global. 7.1 Dampak Positif Kreatifitas
remaja
sekarang
telah
terbukti
kemampuannya
dalam
memngembangkan apa yang dihadapi di lingkungannya. Begitu pula dengan bahasa yang dipelajarinya. Memodifikasi atau memvariasikan bahasa yang dimiliki atau yang dipelajari untuk kepentingan pergaulan. Di sekolah juga mendapat pelajaran berbahasa, di lingkungan sekitar pun memperolehnya namun tidak seperti bahasa ragam resmi yang didapatkan saat pelajaran di sekolah. Remaja sekarang sifatnya masih labil dalam berprilaku yang mudah terpengaruh oleh berbagai hal yang di seputarnya, terutama pemakaian bahasa sehari-hari. Dilihat dari segi kebaikannya bahwa bahasa tersebut „keren‟ atau „gaul‟, maka tidak segan untuk mengikuti atau menirunya, di mana remaja sekarang lebih cepat mengikuti trend baru yang “up to date”. Kebanyakan
115
berasumsi dengan tidaknya mengikuti perkembangan atau dengan istilah trend baru, maka disebutkan sebagai orang yang „kampungan‟ atau „tidak gaul‟ sehingga dalam pergaulan terkesan disisihkan. Begitu pun dengan penggunaan bahasa, para remaja tidak ingin ketinggalan dalam menggunakan bahasa terbaru atau bahasa gaul yang lagi „ngetrend‟. Bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris di kalangan remaja sekarang sudah digunakan sebagai bahasa jati diri sebagai remaja terkini. Menjatikan bahasa gaul sebagai suatu jati diri yang membanggakan ketika mampu memakai sebuah istilah baru di sebuah kelompok. Keseringan mempelajari bahasa gaul yang kedepannya, bahkan menciptakan variasi-variasi bahasa gaul yang beragam. Berkembangnya bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris di masyarakat berpengaruh pula dengan perkembangan bahasa Bali yang digunakan dalam menciptakan suatu karya seni pada syair lagu Bali. Dengan realitas yang ada di masyarakat, para seniman (pencipta lagu Bali) memilki suatu pandangan bahwa realitas tidak menjadi halangan untuk mengadopsi situasi sekitar kedalam karyanyanya secara utuh. Di samping itu, peluang ekonomi menjadi dasar dalam penjualan lagu Bali yang menghasilkan nilai jual di masyarakat. Sesuai dengan pandangan pencipta lagu Bali dengan ketentuan syair dari lagu tersebut telah menyesuaikan dengan perubahan interaksi yang berkembang di masyarakat. Komunikasi para remaja di Bali yang disimak dalam pergaulannya sehari-hari sebagian besar telah menggunakan bahasa campur antara bahasa Bali dengan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Hal ini tidak menghalangi
116
bagi para seniman lagu Bali khususnya untuk mengikuti perkembangan yang ada dengan mengikuti pula merubah karya yang dibuat seperti situasi yang berkembang di masyarakat. Karena dalam menciptakan suatu karya yang pertama adalah apa yang terjadi di lingkungan sosialnya, dan kedua seberapa besar realitas tersebut mempengaruhi lingkungannya. Seperti yang dikemukakan oleh seorang pencipta lagu Bali dan sekaligus sebagai penyanyi yang sedang popular di masyarakat Bali bernama Anak Agung Raka Partana menyatakan bahwa dengan adanya perubahan komunikasi remaja Bali yang berkembang sekarang tidak membatasi seniman untuk berkarya seperti situasi sekarang. Karena jika dilihat dari segi positif dalam pembuatan syair lagu Bali yaitu : 1. Seniman sekarang dalam berkarya lagu Bali menggunakan bahasa campuran yang menyesuaikan keadaan, memang benar dan terbukti bahwa seniman tersebut berkarya. 2. Dengan situasi keadaan sekarang sesuai sosiologis atau fsikologis manusia itu paling tidak sudah ada keinginan untuk berkarya dalam membuat lagu-lagu Bali, walaupun mereka mencampuradukkan bahasa yang berdalih demi mengkomersialkan karya yang dibuat dengan menyesuaikan jamannya. Dalam menciptakan lagu Bali yang diciptakan, memang menyimak dari situasi di masyarakat itu sendiri apa yang dirasakan, didengarkan, maka itu pula yang dituangkan dalam lagu, dan keterbatasan bahasa yang dimiliki juga sebagai perantara. Dan keadaan sekarang sangat dipengaruhi oleh globalisasi yang terjadi
117
akulturasi budaya yang menuntut tidak selalu harus benar dalam menerapkan budaya itu sendiri. Kemudian keuntungannya lagi adalah seni yang ada dilagu Bali tidak berpengaruh besar, terkadang bahasanya yang diperluas. Dalam seni lagu Bali yang terkadang bahasa yang tidak pernah diunggah dan belum pernah didengar oleh masyarakat, disana mereka simak bahasa itu menjadi tahu dengan mendengarkan melalui lagu-lagu Bali tersebut, dan banyak juga sebagai contoh dalam penggunaan peribahasa Bali maupun istilah-istilah unik yang tak pernah mereka kenal menjadi dikenal setelah mendengarkan. Di samping itu, dengan adanya bahasa yang berkembang pada syair lagu Bali saat ini tentu menambah pembendaharaan kosa kata bahasa sesuai perkembangannya. 7.2 Dampak Negatif Pergeseran bahasa Daerah yang sebagian orang-orang lebih mengutamakan bahasa-bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Saat ini masyarakat lebih banyak menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang dipadukan dengan bahasa gaul, terlebih lagi generasi muda lebih banyak berkomunikasi dengan campur-campur bahasa yang kurang baku, maka dengan demikian bahasa Daerah lama-kelamaan akan tergeser oleh bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang kurang baku. Bahasa gaul yang meluas di kalangan remaja umumunya tidak mengenal kesopanan dalam bertutur. Mereka mulai berani menciptakan bahasa gaul, yaitu bahasa baku yang dipelesetkan, sehingga terkadang orang dewasa tidak memahami bahasa apa yang dikatakan oleh para remaja tersebut, yang penting apa
118
yang dimaksud tersampaikan dan dalam lingkaran anak gaul masa kini. Kemudian, para remaja mulai ingin menunjukkan diri dan tanpa menguasai bahasa gaul mereka akan tersisihkan. Dari pergaulan mereka, mulai berani membaur lebih luas dengan masyarakat di sekitaranya yang membuat banyak lebih tahu tentang bahasa „gaul terkini‟. Berikut beberapa kata / istilah gaul yang sering didengar atau disimak pada lagu Bali saat ini, atau mungkin dipakai oleh masyarakat saat ini. Bahasa Bali ke bahasa gaul / bahasa Indonesia / bahasa Inggris Kata „tiang‟ menjadi kata „gue‟ / „aku‟ / „I‟ Kata „ragane/dewek‟ menjadi kata „loe‟ / „kamu‟ / „you‟ Kata „wake‟ berubah menjadi „ke/ake‟ / „aku‟ /‟you‟ Kata „adi‟ berubah menjadi „beib/aku/kamu/ayank‟ / „sayang‟ /‟beby‟ Kata „tresna‟ berubah menjadi „cinta‟ / „I love you‟ /‟beby‟ Kata „kantong puyung‟ berubah menjadi „bokek‟ Kata sapaan untuk sahabat „ratu/jero/adi/beli‟ berubah menjadi „bro‟ / „Frends‟ /‟brother‟.
selain istilah-istilah itu, masih banyak istilah lainnya, seperti bokis, play boy, jablay, backstreet lover, what's up, sewot, ngotot, happy, ngesot, yank, alay, eksis, dan lain sebagainya. Bahasa gaul yang berkembang sebenarnya masih banyak yang digunakan para remaja dalam percakapan sehari-hari. Namun, tidak semua remaja menggunakan bahasa gaul ini. Penggunanya pada umumnya adalah remaja yang ingin dianggap beken atau tenar di kalangan teman-temannya. Tetapi remaja
119
merupakan usia yang menjadi sasaran sebagai usia untuk melakukan suatu perubahan gaya hidup atau live style. Sehubungan dengan hal itu, eksistensi bahasa Daerah juga dipengaruhi oleh bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Jika generasi muda ini kian tenggelam dalam menggunakan bahasa Daerah Bali yang lebih dalam, dan bahasa Daerah Bali akan semakin bergeser sebagai bahasa Ibu dan identitas daerah. Dalam kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan pemupukan sejak dini kepada generasi muda agar mereka tidak mengikuti pergeseran. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat yang mulai meninggalkan bahasa Daerah dan terbiasa menggunakan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak adanya penggunaan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris dan hal ini diperparah lagi dengan generasi muda yang tidak terlepas dari pemakaian bahasa tersebut. Bahkan, generasi muda inilah yang paling banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di masyarakat. Bahasa gaul yang begitu mudah untuk digunakan berkomunikasi dan hanya orang tertentu yang mengerti arti dari bahasa gaul, maka remaja lebih memilih untuk menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa sehari-hari yang bercampur antara bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris dengan bahasa daerah Bali. Sehingga bahasa Daerah semakin pudar bahkan dianggap kuno di mata remaja dan juga menyebabkan turunnya derajat dari bahasa identitas. Begitu pula yang dikemukakan oleh Anak Agung Raka Partana yang menyatakan :
120
“…….jika keadaan berbahasa sekarang terus diterapkan, maka kedepan bahasa Bali bisa saja tidak banyak yang ingat dan berpeluang punah. Walaupun mereka paham dengan bahasa itu, akan tetapi tidak paham akan penggunaannya. Para orang tua sekarang justru mengarahkan anaknya untuk belajar bahasa asing dibandingkan bahasa Bali yang merupakan bahasa Ibu….(wawancara)” Di samping itu, jika dilihat dari hukum kebahasaan sangat jelas pada syairsyair lagu Bali sekarang sudah salah. Dengan terjadinya degradasi atau keadaan sosial manusia sekarang mengenai penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pastinya dibenarkan. Di sisi lain para seniman lagu Bali selain untuk berkarya juga dituntut oleh pasar itu sendiri, karena mereka harus menjual karya-karyanya. Maka dari itu, karya tersebut harusnya diminati oleh konsumen yang menyesuaikan perkembangan saat itu atau digemari pada waktunya. Lain halnya dengan minat konsumen pada waktu dahulu yang jauh berbeda dengan minat sekarang. Bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang terdapat pada syair lagu Bali sekarang memang menambah kasanah budaya dalam perkembangan berbahasa, akan tetapi apabila bahasa tersebut kurang mendapat perhatian maka akan berdamfak akan kepuhanan yang menimbulkan modernisasi yang tidak benar. Di samping itu, dalam penciptaan syair lagu Bali saat ini masih banyak menggunakan pola struktur bahasa Indonesia. Sehingga struktur bahasa Bali tidak lagi nampak dalam syair lagu Bali saat ini dan terkesan akan punah oleh struktur-struktur bahasa Indonesia.
121
7.3
Makna
7.3.1 Makna Estetika Makna dalam sebuah karya merupakan rangkaian gagasan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Pengarang dapat mengungkapkannya secara implisit maupun eksplisit gagasan dalam setiap karyanya. Kata estetika berasal dari kata Yunani “aesthetis” yang berarti „pencercaan, persepsi, pengalaman, perasaan, dan pemandangan‟. Kata ini untuk pertama kalinya dipakai oleh Baumgarten untuk menunjukkan cabang filsafat yang berurusan dengan seni dan keindahan ( Hartoko, 1983:15). Estetika adalah hal yang mempelajari kualitas keindahan dari obyek, maupun daya impuls dan pengalaman estetik pencipta dan pengamatannya. Estetika dalam kontek penciptaan menurut John Hosper merupakan bagian dari filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan karya yang indah. Makna estetika atau keindahan yang terkandung dalam lagu Bali pada era globalisasi tercermin pada unsur syair-syair lagu yang terpengaruh oleh bahasabahasa pergaulan remaja sekarang, seperti bahasa gaul, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Penggunaan syair –syair lagu yang diterapkan oleh pencipta dapat menuntun dan mengarahkan pendengar pada suatu pemahaman terhadap idea atau gagasan yang ingin disampaikan. Wayan Suhendra, ia mengatakan : “ ........beberapa penikmat atau pendengar musik beberapa menyukai syair dengan bahasa Bali sehari-hari, ada yang bahasa Bali singgih, ada yang menyukai campuran antara bahasa Bali dengan bahasa gaul atau bahasa Idonesia, ada juga yang menyukai bahasa Bali dengan bahasa Inggris, bahkan bahasa Bali dengan bahasa Jawa. Tapi menurut saya, disukai atau tidaknya syair dari kebahasaan tersebut tergantung dari harmonisasi antara kedua bahasa yang dikolaborisasikan. Misalnya, „de buin adi mewali, get out from my life‟. Jadi tidak semata-mata bahasa Asing, tetapi juga membantu memberi penegasan. Di samping itu,
122
sebenarnya bisa juga menggunakan translate dari bait-baitnya, seperti lagu Melly Goeslow “my Hert”. Jadi, kesimpulannya menurut versi saya, tergantung kreativitas mengolah kebahasaan menjadi inovasi yang menarik…”(wawancara,15 Juli 2013). Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa, syair lagu Bali yang berkembang sekarang memang telah dinikmati seiring perkembangannya, karena terbukti dari syair-syair lagu Bali sekarang telah mendapat respon yang kuat di kalangan remaja terhadap lagu Bali yang menerapkan bahasa pergaulan remaja, jika dibandingkan dengan bahasa Bali yang utuh. Selain ketertarikan akan estetika dalam kreatifitas yang dimiliki pencipta dalam mengemas bahasa-bahasa yang berkembang di masyarakat pada syair lagu, namun estetika melodi yang indah juga mendukung disukainya lagu oleh semua kalangan. Di samping itu, terdapat pula syair-syair lagu yang penuh dengan permainan bahasa dan permainan aliterasi (persamaan konsonan), serta asonasi (persamaan bunyi vokal). Sebagai contoh syair lagu Bali, yaitu sebagai berikut : 1) What's up bro “4 Wd” Hello bro kenken kabare bro, mekelo sing ngorte ngajak bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Baang je ngidih roko katih bro Maklum bro jani timpal nganggur, sing ngelah geginan care bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Baang je ngidih roko katih bro Bokek bro Reff: Kanggoang bro ngelah timpal bodo Belog care kebo mule sing nawang ape bro
123
Kanggoang bro ngelah timpal bodo Belog care kebo mule sing ngelah ape bro Sing ngelah ape Terjemahan : Hello bro apa kabarnya bro, Lama tidak berbicara dengan bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Kasihlah rokok satu batang bro Maklum bro sekarang kami nganggur, Tidak punya kegiatan seperti bro Hello bro (what's up bro) Hello bro (what's up bro) Kasihlah rokok satu batang bro Bokek bro Reff: Maklum bro punya teman bodo Bodoh seperti kebo memang tidak tahu apa bro Maklum bro punya teman bodo Bodoh seperti kebo memang tidak tahu apa bro Tidak punya apa 2) Sad But True (Hati-Hati) “Kis Band” Walau sebet beli tetep harus mekenyem Beli sing nyak terlihat lemah di depan adi Hari ini adi memutuskan untuk pergi Kel melajah pedidi, mandiri tanpa ragan beli Bergetar terasa malaikat di jiwa melepasmu pergi Kacau dalam hati So sad but true My girl good luck for you Reff: Hati-hati, hati-hati jaga diri, Beli sayang ken adi Hati-hati, hati-hati jaga diri, Beli sing nyak hal jelek menimpa adi Astungkara lancar,....Astungkara selamet di tujuan Astungkara lancar,.....Astungkara neked di tujuan
124
Walau sebet beli tetep harus mekenyem Beli sing nyak terlihat lemah di depan adi Nepukin bagia, nepukin tresna Beli milu bagia yen adi nepukin tresna Terjemahan : Walaupun sedih aku tetap harus tersenyum Aku tidak mau terlihat lemah di depan kamu Hari ini kamu memutuskan untuk pergi Mau belajar sendiri, mandiri tanpa aku Bergetar terasa malaikat di jiwa melepasmu pergi Kacau dalam hati So sad but true My girl good luck for you Reff: Hati-hati, hati-hati jaga diri, aku saying padamu Hati-hati, hati-hati jaga diri, aku tak mau hal jelek menimpa kamu semoga lancar,....semoga selamat di tujuan semoga lancar,..... semoga sampai di tujuan Walaupun sedih aku tetap harus tersenyum Aku tidak mau terlihat lemah di depan kamu Terlihat bagia, melihat cinta Aku ikut bahagia jika kamu telah menemukan cinta Dilihat dari syair pertama, bahwa pencipta dengan sengaja menerapkan bahasa-bahasa yang sering dikomunikasikan di masyarakat dalam pergaulan si pencipta maupun pergaulan remaja sekarang. Dalam syair tersebut menceritakan tentang pergaulan remaja antar sekerabat/sahabat yang lama tidak berjumpa dan kemudian saling bersapa akrab dengan menggunakan bahasa-bahasa gaul yang sering mereka gunakan. Dari keakraban tersebut bahasa gaul sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Demikian pula pada lirik kedua merupakan salah satu lagu yang sekarang popular di kalangan remaja mendapat respon yang kuat akan keberanian pencipta
125
dalam menambahkan unsur-unsur bahasa pergaulan remaja. Kreatifitas seni yang dimiliki pencipta dalam menbuat karya syair lagu tersebut memberikan suatu makna tersendiri bagi pendengarnya. Permainan bahasa yang dilakukan oleh pengarang lagu melalui kosa kata yang terdapat pada lagu di atas memang sengaja dilakukan. Seperti kosa kata pada contoh syair pertama di ketiga bait lagu, sebagaian terdapat perpaduan kosa kata antara bahasa Bali dengan bahasa gaul dan bahasa Inggris, seperti penggunaan kosa kata hello, bro, what's up, Maklum, Bokek, dan bodo. Kemudian kosa kata pada contoh syair kedua dibeberapa bait lagu, sebagaian juga terdapat perpaduan kosa kata antara bahasa Bali dengan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, seperti penggunaan kosa kata terlihat, lemah, hari ini, mandiri, bergetar, terasa, malaikat, jiwa, melepasmu, untuk, pergi, kacau, so, sad, but, true, my girl, good luck, for you, hati-hati, menimpa. Dengan menggunakan kosa kata tersebut, pengarang lagu tersebut dengan sengaja menerapkan sesuai situasi sosialnya dan di samping memiliki tujuan untuk mendapatkan harmonisasi antara melodi dengan syair lagu. Dalam hal ini pencipta lebih mengedepankan situasi sosialnya dengan perpaduan irama yang menarik dan memiliki nuansa estetika pada syair lagunya. Demikian pula pada syair lagu pertama dan kedua, yakni sangat jelas terdapat aliterasi dan asonasi bunyi dalam syair lagu. Aliterasi (persamaan bunyi konsosnan) terdapat pada syair lagu pertama, yaitu dalam kata-kata hello, bro,bodo, kanggoang, dan belog. Asonasi (persamaan bunyi vokal) terjadi pada syair lagu kedua yakni pada katakata astungkara. Dengan adanya permainan bahasa yang digunakan, justru lebih menonjolkan nuansa estetikanya tanpa mengurangi makna yang terkandung di dalamnya.
126
Dalam lagu, penyair atau pengarang harus cermat memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan lagu itu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gorys Keraf (2004: 24) bahwa diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansanuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Freedam (1982) mengemukakan kreativitas sebagai kemampuan untuk memahami dunia, menginterprestasi pengalaman dan memecahkan masalah dengan cara yang baru dan asli. Sedangkan Woolfook (1984) memberikan batasan bahwa kreativitas adalah kemampuan individu untuk menghasilkan sesuatu (hasil) yang baru atau asli atau pemecahan suatu masalah. Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang baru (Selo Soemardjan 1983). Kreatifitas yang dimiliki para seniman telah membuktikan bahwa keseriusannya dalam berkarya telah terbukti dari hasil karya seni yang dibuat mendapat respon tinggi bagi penikmatnya. Salah satu kreatifitas seni musik di Bali yaitu seni dalam menghasilkan syair lagu Bali yang berkembang di masyarakat Bali. Syair lagu Bali yang berkembang yang mengikuti perkembangan zaman ternyata mendapat penggemar yang cukup tinggi di kalangan remaja di Bali. Hal ini membuktikan bahwa kreatifitas seni yang
127
dimiliki seniman pencipta lagu Bali memiliki daya imajinasi yang tinggi akan karya-karya yang dibuat. Dengan memanfaatkan situasi lingkungan, pencipta lagu juga berpeluang besar akan penjualan hasil karya yang dibuat. Dengan kreatifitas yang dimiliki dalam menciptakan lagu Bali yang sesuai dengan apa yang dirasakan, didengarkan, maka itu pula yang dituangkan dalam lagu, dengan keterbatasan bahasa yang dimiliki juga sebagai perantara. Sehingga baik pencipta maupun pendengar seolah tidak ada paksaan dalam merealisasikan ciptaannya sesuai dengan keadaan di masyarakat. Maka dari itu, makna estetika dengan kreatifitas yang dimiliki selain untuk berkarya, menghibur, dan juga mencari nilai komersial akan karya-karya ciptaannya. 7.3.2 Makna Budaya Sosial Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti mega bintang,
128
kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan sebagainya. Menurut Ben Agger Sebuah budaya yang akan masuk dunia hiburan maka budaya itu umumnya menempatkan unsur popular sebagai unsur utamanya. Budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai penyebaran pengaruh di masyarakat (dalam Burhan Bungin,2009:100). Lagu Bali merupakan sebuah seni hiburan rakyat Bali yang menjadi suatu budaya populer di masyarakat Bali. Di samping itu, lagu-lagu Bali sudah termasuk media massa yaitu seni yang banyak disukai atau dikonsumsi oleh banyak orang di Bali dan merupakan budaya massa yang diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga menghasilkan keuntungan bagi kapital yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut. Lagu Bali yang berkembang pada era sekarang jika diperhatikan dari syair-syair lagunya tercermin dari budaya sosial para remaja dalam pergaulan sehari-hari. Dalam pergaulan remaja sehari-hari di Bali yang disimak bahwa dalam pemakaian bahasa terdapat perubahan komunikasi. Seperti yang kemukakan oleh Krisna Purpa, sebagai berikut: “..........budaya sekarang yang diadopsi dalam lagu terjadi karena kemajuan teknologi informasi yang menjadikan kita secara tidak langsung sudah mengadopsi bahasa campur untuk percakapan sehari-hari, jadi lagu-lagu yang saya buat agar familiar dengan bahasa sehari-hari saja, tidak dipaksakan dan ngebleng secara alami..... (wawancara 15 Juli 2013)”. Budaya sosial yang terdapat pada lagu Bali sekarang terlihat dari syairsyairnya yang merupakan budaya anak remaja Bali yang menggunakan percampuran bahasa Bali antara bahasa gaul, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Bahasa sehari-hari yang dikomunikasikan oleh para remaja sekarang telah
129
membuktikan akan perubahan sosial yang terjadi di lingkungan sekitar, seperti di kampus / sekolah, di masyarakat dalam pergaulan kelompok-klompok, maupun di rumah. Seperti yang di kemukakan oleh Anak Agung Raka Partana: “......coba kita simak percakapan yang dilakukan sehari-hari dikampus bahwa kenyataaannya bisa kita buktikan, bagaimana mereka berbahasa, bagaimana mereka bercakap antar temannya. Seperti kata „aku‟, „ake‟ yang sebenarnya berasal dari bahasa Bali „ wake‟ yang berarti „saya‟... (wawancara, 11 Januari 2015)”. Seperti yang diungkapkan oleh Anak Agung Raka Partana bahwa kenyataan yang ada di lingkungan sosial memang seperti itu adanya. Budaya sosial akan interaksi yang berkembang sudah menjadi suatu kebisaan yang dilakukan oleh para remaja. Pencipta syair-syair lagu Bali yang menggunakan bahasa gaul, bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris membuktikan bahwa realitas sosial yang berkembang telah menjadi pembuktian akan budaya sosial yang terjadi di era sekarang. Seperti pada contoh lagu yang dinyanyikan oleh grup Band Leeyonk Sinatra yang berjudul „Tetep Makenyem” dibawah : Tetep Makenyem Ada kamu aku biasa Sing tepuk kamu rindu Mirib ulian biasa bareng bareng Setiap detik setiap menit Setiap jam terus mejalan Keto masih kisah raga bertahan Yen bin mani kamu hilang Aku masih menghilang Tetep inget tetep simpen dihati Tetep semangat tetep berjuang Tatap ja masa depan Walau perih terasa menyakitkan Aku jak kamu tetep sejalan Ku simpan kamu Kau simpan aku Tetep dihati 130
Reff: Ada sing ada aku bin mani Ada sing ada disisin kamu Tetep jalanang hidup cara biasane Yen kamu rindu kangen jak aku Kenanglah aku lewat lagu Lagune biasa sesai gendingang aku Aku jak kamu tetep sejalan Ku simpan kamu Kau simpan aku Tetep dihati Terjemahan : Ada kamu aku biasa Tak bertemu kamu rindu Mungkin karena selalu bersama-sama Setiap detik setiap menit Setiap jam terus berjalan Begitu juga kisah kita bertahan Jika esok kamu hilang Aku juga menghilang Tetap ingat tetap simpen dihati Tetap semangat tetap berjuang Tatap ja masa depan Walau perih terasa menyakitkan Aku dan kamu tetap sejalan Ku simpan kamu Kau simpan aku Tetap dihati Reff: Ada tidak ada aku esok Ada tidak ada disisin kamu Teteap jalankan hidup seperti biasannya jika kamu rindu kangen jak aku Kenanglah aku lewat lagu Lagu yang biasa tiap hari nyanyikan aku Aku dan kamu tetap sejalan Ku simpan kamu Kau simpan aku Tetap dihati Lagu di atas merupakan lagu yang dinyanyikan dalam grup band yang mendapat suatu respon yang tinggi oleh pendengar atau penggemarnya di
131
kalangan remaja pada khususnya. Sesuai dengan tampilannya bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipadukan dengan bahasa Bali ternyata tidak mendapat halangan akan perkembangannya, namun diterima secara antusias oleh penggemarnya pada kalangan remaja di Bali. Hal tersebut diungkapkan oleh penyanyi grup bernama Widi (Dwo Thiwi) dalam wawancara yang dilakukan bahwa : “....yang saya tangkap, dari segi lirik campuran, pencipta bikin seperti itu karena mengikuti kebiasaan sosial anak muda sekarang yang berbahasa campuran baik bahasa Bali atau bahasa Indonesia saja. Karena pencipta merasa dengan lirik tersebut akan lebih mudah diterima masyarakat khususnya anak muda...” Dari ungkapan tersebut menyatakan akan besarnya pengaruh lingkungan sosial akan proses penciptaan suatu karya seni yang akan dipakai sebagai budaya yang bernilai komersial. Kebiasaan anak remaja yang menggunakan bahasa campuran sudah menjadi hal yang biasa dipraktikkan. Hal tersebut terekam oleh seniman yang diproses atau diimplementasikan menjadi karya sesuai kesenian dimiliki. Penciptaan syair lagu Bali di era sekarang , dominan karyanya tercermin dari budaya sosial di masyarakat, baik penampilan maupun dalam berbahasa. Di samping itu, tampilan penyanyi dari grup band yang sedang melejit pada eranya bernama “Leyonk Sinatra” disaat salah satu acara yang dilakukan di sekolah SMK PGRI 4 Denpasar. Antusiasme siswa yang sangat tinggi dan saat itu yang menonton terkesan menikmati akan penampilan mereka. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar. 7.1, meskipun berpanas-panasan mereka tetap semangat menontonnya.
132
Gambar. 7.1 antusias penonton para remaja di sekolah dalam menyaksikan penampilan dari Grup Band yang bernama Leyonk Sinatra 7.3.3
Makna Kasih Sayang Kalau dicermati, lagu Bali yang ada pada era globalisasi saat ini sangat
banyak mengandung nilai-nilai dan makna yang saling mengasihi antar sesama pasangan atau mengungkapkan perasaan hati terhadap pasangan hidup, salah satunya adalah makna kasih sayang. Kasih, sayang dan cinta adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada kita semua. Tujuannya untuk menciptakan kehidupan damai di dunia agar selalu diliputi dengan ketentraman. Untuk itulah setiap orang perlu mengerti makna kasih sayang agar bisa saling menghargai kepribadian dari orang lain. Karena dari sinilah akan tercipta keharmonisan yang aman serta penuh kemesraan. Melalui syair lagu dapat mengungkapkan perasaan kasih sayang kepada kekasih maupun yang lainnya, seperti yang terungkap pada syair lagu berikut.
133
1. Judul : Cinta Pertama Artis : Duo Thiwi Cinta….Pertama ngerasayang cinta Pertama ngerasayang demen Pertama ngerasayang jatuh cinta Cinta…Inikah rasanya cinta Ngae hati state bagia Ngae hati state liang Reff: Mabunga-bunga hatin tiang Rikala beli ngecup bibir manis tiang Berdebar-debar jantung tiang Rikala beli ngelut bangkiang indah tiang Ngorahang saying Ngorang i love you Ngorang i miss you Aku pada mu Terjemahan: Cinta….Pertama merasakan cinta Pertama merasakan suka Pertama merasakan jatuh cinta Cinta…Inikah rasanya cinta Membuat hati selalu bahagia Membuat hati selalu senang Reff: Berbunga-bunga hati saya Setiap kamu ngecup bibir manis saya Berdebar-debar jantung saya Setiap kamu memeluk pinggang saya yang indah Bilang sayang Bang i love you Bilang i miss you Aku pada mu
134
2. Judul Artis
: Tresna Cinta I Love You : Nanoe Biroe
Sing jaen ban medaar ….Gak enak makan Tangkah magejeran ….Dada bergetar Ulian ngenehang …..Karena pikirkan Kenken carane …..Gimana caranya Ngorahang demen ken adi …..Katakan suka padamu Say tresna cinta …….I love you Reff: Beli megending ….Aku bernyanyi Ngorahang tresna ….Bilang cinta Say I Love you Beli sing bog-bog ….Aku gak bohong Beli seken tresna …..Sumpah cinta Suwer I Love you Gendingan niki …..Nyanyian ini Diolas dingehin ….Tolong dengarkan Apang adi nawang ….Agar kamu tahu Isin hatin beli …..Isi hatiku Ngorahang demen ken adi ……Katakan suka padamu Say tresna cinta I love you Huuuuuuuuu ….Beli seken teresna Huuuuuuuuu …..Sungguh sungguh cinta Huuuuuuuuu …..Really love you Enyak ke adi ….Maukah kamu …Nerima beli ….Menerima aku Dumogi ja enyak ….Semoga kamu mau Terjemahan: Gak enak makan Dada bergetar Karena pikirkan Gimana caranya Katakan suka padamu saya cinta …….I love you Reff:
135
Aku bernyanyi Bilang cinta Sayang I Love you Aku gak bohong aku Sumpah cinta Suwer I Love you Nyanyian ini Tolong dengarkan Agar kamu tahu Isi hatiku Katakan suka padamu Sayang aku cinta I love you Huuuuuuuuu ….aku sungguh cinta Huuuuuuuuu …..Sungguh sungguh cinta Huuuuuuuuu …..Really love you Maukah kamu … Menerima aku Semoga kamu mau Makna kasih sayang jelas tersirat melalui kedua syair lagu di atas. Ungkapan akan cinta yang tulus ditujukan kepada kekasih. Perasaan itu terus ditegaskan akan cinta mereka terhadap kekasihnya yang dialami dan cinta yang dimiliki bisa menumbuhkan suatu kebahagiaan yang mendalam. Dengan kata lain, kasih sayang yang dimiliki antar dua belah pasangan remaja tidak akan pernah hilang dan perasaan saling terikat antara satu dan yang lain dan menjadi kesatuan yang tak terpisahkan. Hidup akan terasa indah bila selalu diliputi dengan saling mencinta, saling memberi kasih dan saling menyayangi tanpa memandang perbedaan. Makna yang terdapat pada uraian di atas sesuai dengan pandangan Seger (dalam Suarka, 2007:23) menyatakan bahwa semiotika sebagai suatu bidang studi yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi melalui sarana tandatanda dan berdasarkan pada sistem tanda. Makna yang dihasilkan tersebut
136
tentunya berwujud interaksi sosial masyarakat baik itu berupa kata-kata atau lambang bahasa berwujud kata satuan. Sehingga syair-syair lagu Bali yang terdapat di atas menghasilkan makna yang terwujud dari interaksi sosial yang berupa kosa-kata yang tersusun pada syair lagu. Di samping itu, secara implisit dari semiotik ini menunjukkan relasi bahwa bila tanda adalah bagian dari kehidupan sosial, maka tanda tersebut merupakan bagian dari aturan-aturan yang berlaku (kode). Ada pula sistem tanda (sign sistem) dan sosial sistem yang saling berkaitan, inilah sebagai konvensi sosial (social convention) yang mengatur tanda secara sosial, yaitu adanya pemilihan, adanya pengkombinasian dan penggunaan tanda-tanda dengan cara tertentu, sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial. Sehingga, makna pada syair lagu saat ini telah membuktikan makna akan realitas sosial yang terjadi melalui tanda-tanda yang terdapat pada syair lagu.
137
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1
Simpulan Perubahan dalam penggunanan bahasa dapat terjadi berupa pengembangan
dan perluasan. Di samping itu, dengan adanya pergeseran yang terjadi dengan perubahan
yang dialami masyarakat menjadi suatu perhatian terhadap
perkembangannya.
Berbagai
asumsi
baik
sosial
maupun
politis
yang
menyebabkan banyak orang beralih menggunakan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasa lain. Dalam perubahan perkembangan masyarakat modern saat ini, masyarakat cenderung lebih menikmati dan menghayati lebih baik untuk menggunakan bahasa gaul atau bahasa pergaulan remaja saat ini. Hal tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan bahasa Daerah sebagai jati diri budaya yang dimiliki. Bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang menjadi kebiasaan saat dikomunikasikan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari dan terkadang memberi dampak kurang baik pada perkembangan bahasa Daerah yang merupakan bahasa Ibu. Kepopuleran bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris ini menjadikan bahasa Daerah Bali khususnya, telah mulai tergeser pada tingkat pemakaiannya. Pergeseran yang terjadi dalam pemakaian bahasa Daerah Bali, tidak hanya disebabkan oleh bahasa Asing tetapi juga disebabkan oleh adanya interferensi bahasa Indonesia dan pengaruh bahasa gaul itu sendiri. Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di daerah sendiri berdampak pada
138
bergesernya bahasa Daerah Bali dalam pemakaiannya dalam interaksi masyarakat. Jadi perlu adanya perhatian akan perkembangan bahasa Daerah Bali khususnya yang diperlukan suatu kebijakan untuk tetap melestarikan bahasa Daerah. Di mana pemerintah sendiri dan bersama segenap lapisan masyarakat yang mempertahannya agar tetap menjadi bahasa Ibu dan dapat menjunjung nilai budaya daerah. Maka dari itu, identitas yang dimiliki sebagai budaya lokal sangat perlu di pertahankan dalam tantangan arus globalisasi, dan jika hal tersebut mudah untuk dipengaruhi maka segala identitas, di antaranya dalam penggunaan bahasa akan mengalami kemerosotan secara perlahan. Salah satunya bahasa Bali yang di gunakan dalam merangkai syair-syair lagu Bali merupakan sarana identitas dalam lagu Bali tersebut. Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan pada penelitian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Terkait dengan bentuk dari hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali di kota Denpasar bahwa terdapat bentuk peralihan bahasa yang terjadi pada syair lagu Bali dalam penelitian ini yaitu alih kode (code swiching) dan campur kode (code mixing). Dari bentuk peralihan tersebut, bahwa dalam syair lagu Bali saat ini yang dominan terdapat unsur bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Alih kode yang terjadi pada syair lagu Bali terbagi menjadi dua macam, yaitu : a. Alih kode terjadi sesuai penyebabnya, di antaranya :
139
Pembicara atau Penutur (Pencipta Lagu)
Pendengar
Hadirnya Penutur Ketiga
Perubahan Situasi (Lingkungan Sosial)
Topik Pembicaraan
b. Alih kode menurut bahasa yang dipakai pada syair lagu Bali pada penelitian ini terjadi dalam bentuk alih kode keluar ( external code switching ), yaitu syair-syair lagu Bali yang berkembang sekarang terdapat peralihan pemakaian bahasa dari bahasa Bali menjadi bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa pergaulan remaja sekarang. Campur kode yang terjadi pada syair lagu Bali sebagian terdapat suatu kontaminasi dengan pengkombinasian bahasa Bali dengan unsur bahasa lain yang terbagi menjadi tiga macam, Yaitu : a. Campur kode bahasa Bali dengan bahasa gaul b. Campur kode bahasa Bali dengan bahasa Indonesia c. Campur kode bahasa Bali dengan bahasa Inggris Peralihan yang terjadi pada syair lagu Bali tentunya ditimbulkan dari faktor yang mempengaruhi, karena faktor tersebutlah yang melahirkan suatu perubahan akan penggunaan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris pada syair lagu Bali yang berkembang sekarang, faktor tersebut di antaranya : faktor sosial budaya, faktor interaksi sosial (Interaksi masyarakat dengan penggemar lagu Bali dan pencipta lagu dengan pendengar atau penggemar lagu Bali), dan faktor ideologi. Sebagai sebuah kesenian dan budaya massa, lagu Bali saat ini
140
secara umum dapat berfungsi sebagai hiburan, namun disimak lebih mendalam dari teks dan konteksnya, maka terdapat beberapa fungsi yang ditemukan, yaitu : fungsi hiburan, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, dan fungsi komunikasi. Kemudian, dampak yang terjadi dari hegemoni bahasa gaul terhadap bahasa Bali pada syair-syair lagu Bali terbagi menjadi dua, yaitu dampak positif dengan hadirnya kombinasi bahasa Bali dengan bahasa gaul, bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang telah memberikan tambahan akan pembendaharaan kosa kata baru dan sebagai sarana pendidikan atau pengetahuan bagi pendengar akan kosa kata baru yang terdapat pada syair lagu Bali, karena bagi yang belum paham akan kosa kata baru menjadi paham terhadap bahasa yang belum diketahui. Dan damfak negatifnya tentu akan menjadi suatu pergeseran akan nilai kearifan lokal terhadap perkembangan bahasa Daerah Bali dan kosa kata Bali yang semakin terlupakan. Di samping itu, perkembangan akan perubahan sosial yang tercermin pada perkembangan lagu Bali saat ini, juga menjadi suatu perbandingan akan tataran kehidupan sosial di masyarakat Bali guna mendapat perhatian lebih baik pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan suatu pengkajian akan perkembangan bahasa Daerah Bali kedepan. Mengacu pada damfak yang terjadi, bahwa perkembangan lagu Bali saat ini dapat dimaknai secara beragam sesuai teks dan konteks syair lagu yang diciptakan oleh para seniman. Adapun makna-makna tersebut di antaranya : makna estetika, makna budaya sosial, dan makna kasih sayang.
141
8.2
Saran
Moderninasi akan perkembangan budaya tentunya berpengaruh terhadap perkembangan budaya lokal setempat. khusunya menyangkut bahasa Daerah saat ini sudah menunjukkan pengaruhnya. Hal ini terlihat jelas pada syair-syair lagu Bali yang berkembang saat ini. Dengan realitas tersebut memberikan asumsi dengan berbagai alasan kenapa masyarakat lebih suka menggunakan bahasa tersebut dalam pergaulan sehari-hari dari pada berbahasa daerah sendiri, salah satu alasannya karena menurut masyarakat menggunakan bahasa tersebut lebih memiliki nilai bahkan lebih gaya atau dalam bahasa populernya lebih ngetrend dan up to date. Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran yang dapat penulis ajukan meyangkut perkembangan lagu Bali saat, yaitu dengan adanya perubahan penggunaan bahasa pada syair lagu Bali, agar masyarakat yang mendengar lagu Bali tidak terpengaruh oleh situasi yang dikembangkan dalam gaya berbahasa pada syair lagu Bali yang diciptakan oleh seniman saat ini. Begitu pula peran pemerintah dalam pelestarian budaya daerah khusunya bahada daerah Bali mendapat perhatian akan perkembangan bahasa daerah agar tidak punah oleh modernisasi yang terus berkembang. Sehingga kosa kata bahasa Bali tidak mengalami kepunahan akan pengaruh-pengaruh budaya lain. Bagi para seniman lagu Bali, khususnya pencipta lagu di samping masih mempertahanan kelestarian lagu Bali, hendaknya diperlukan akan kreatifitas atau estetika bahasa yang lebih baik dan memperhatikan tataran bahasa Bali, serta mempertahankan pola struktur bahasa Bali yang benar, sehingga lagu Bali lebih
142
mencirikan identitasnya sebagai budaya lokal yang utuh. Di samping kelestarian alam, adat, seni maupun budaya yang dimiliki masyarakat Bali tidak cepat punah oleh perkembangan modernisasi. Sebagai
masyarakat
yang
menjaga
budaya
setempat
sebaiknya
mempertahankan bahasa Daerah dengan baik dan benar. Tentunya dari jati diri harus memupuk diri serta sebagai generasi muda agar terlebih dahulu memiliki kebanggaan terhadap bahasa Daerah yang dimiliki, sehingga kedepannya lebih dicintai dan terjaga, serta mengunakan bahasa Daerah dengan baik dan benar.
143
DAFTAR PUSTAKA Al-Fayyadl, Muhammad. 2006. Derrida. Yogyakarta: LKiS Alfian, Oetojo Oesman. 1992. Pancasila Sebagai Ideologi, BP-7 Pusat. Ali, Moh dan Asrori, Moh. (2004). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: P.T. Bumi Aksara. Ardini, Ni Wayan. 2009. Perkembangan Musik Keroncong di Kota Denpasar Sebuah Kajian Budaya. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar Ardjana, IGB. 1990. Hambatan dan Pemecahan Masalah dalam Pembinaan dan Pengembangan Lagu-lagu Pop Daerah Bali. Makalah Dalam Rangka Memperingati HUT I SMM Negeri, Denpasar. Ardjana, IGB. 1999. Pemikiran Sekitar Pembinaan dan Pengembangan Lagu Pop Bali. Makalah yang disampaikan dalam serasehan Lagu Bali di Fakultas Sastra Unud, Denpasar Bakker, SJ J.W.N. 1984. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Kanisius. Bandem, I Made. 1999. Seni Tradisi, Identitas dan Budaya Global. Makalah Dalam Rangka Seminar Nasional Lustrum III ISI Yogyakarta, Denpasar. Barker, Chris. 2005. Cultural Studies Teori dan Praktik. Yogyakarta : BENTANG (PT Bentang Pustaka). Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta: LkiS. Burton, Graeme. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chandler, Daniel. 2002. Semiotics: The Basics. London: Routledge. Dahlan, M.Yakub Al-Barry. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi. Surabaya : Indah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Dharmayuda, I Made Suasthawa. 1995. Kebudayaan Bali: pra-Hindu, masa Hindu, dan Pasca Hindu. Denpasar: Kayumas. 144
Dharna, I Gde. 2003. Mencari “Bali” pada Lagu Pop Bali Masa Kini. Harian Bali Post 30 Agustus, hal 8. Hartley, John. 2010. Communication, Cultural, & Media Studies: Konsep Kunci. Yogyakarta: Jalasutra. Hartoko, Dick. 1983. Manusia dan Seni. Yogayakarta : Kanisius. Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Srakarta: Aksarra Sinergi Media. Http://en.wikipedia.org/wiki/Hegemony Http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem_Indonesia Http://www.theory.org.uk/ctr-gram.htm Https://ilmibsi.wordpress.com/2013/11/23/paham-dan-memahami-denganbijaksana-hegemoni-bahasa https://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/04/25/budaya-populer Jones, Pip. 2010. Teori-teori Sosial-Dari Teori Fungsionalisme hingga Postmodernisme (penerjemah: Achmad Fedyani Saifuddin). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Kaplan, David, Albert A. Manners. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat, et. Al. 1970. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta : Djambatan. Krisna. 2005. Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang. Internet. Public Jurnal. Kutha Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika :Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogayakarta : Pustaka Pelajar. _______.2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogayakarta : Pustaka Pelajar. Liliweri, Alo. 2005. Prasangka Dan Konflik, (Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural). Yogyakarta: LkiS _______. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : LkiS Lyons, John. 1994. Bahasa, Makna, dan Konteks (Penerjemah: Zahrah ABD. Ghafur). Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka.
145
Moleong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 1998. Komunikasi Antarbudaya-panduan berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada _______,2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada Peursen, C.A. Van. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia Yang dilipat. Bandung : Mizan. _______. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra Pontoh, cuen Husain. 2003. Akhir Globalisasi. Jakarta : C-BOOKS. Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan Dan Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. 2001. “Masalah Kajian Semiotika Terhadap Karya Sastra”, Tonil, Volume 1, Nomer 2, September 2001, hlm. 1-14. Putra, Nyoman Darma. 2004. “Kecendrungan Tema Politik dalam Pekembangan Mutakhir Lagu Pop Bali” (Makalah). Denpasar : Universitas Udayana. Riani, Asri Laksmi., dkk. 2005. Dasar-Dasar Kewirausahaan. Surakarta : UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Rosidi, AJip. 1995. Sastera dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rusbiantoro, Dadang. 2008. Generasi MTV. Yogyakarta & Bandung : Jalasutra. Sachari, Agus. 2002. Estetika (Makna, Simbul dan Daya). Bandung : ITB. Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Storey, John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta : CV. Qalam.
146
Strinati, Dominic. 2009. Popular Culture : Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Joyakarta: Ar-Ruzz Media Group. Suarka, I Nyoman. 2007. Kidung Tantri Pisacarana. Denpasar: Pustaka Larasan. Suarningsih, Ni Made. 2004. Lagu Pop Bali Anak-Anak Dalam Kajian Budaya. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. Sudiartha, I Wayan. 1992. “Alih Kode Pemakaian Bahasa Bali Pada Masyarakat di Kabupaten Tabanan”. Balai Penelitian Bahasa Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Denpasar Sutrisno, Mudji dan Chris Verhaak. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta : Kanisius Suwari Antari, Ni Made. 2004. Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna Teks Lagu Pop Bali. Pascasarjana Unud Linguistik. Tama, I Wayan. 1992. “Beberapa Kontaminasi dalam Campur Kode Bahasa Bali dengan Bahasa Indonesia : Upaya Strategis Memantapkan Iklim Kedwibahasaan di Bali”. Balai Penelitian Bahasa Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Denpasar Tantra, Dewa Komang. 2005. Metodelogi Penelitian II. Denpasar : Universitas Udayana. Thwaites, T., davis, L., dan Mules, W. 2011. Introducing Cultural and Media Studies: Sebuah Pendekatan Semiotik. Yogyakarta: Jalasutra.
147