BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang sudah membeli jasa maupun barang dari perusahaan– perusahaan yang telah diberikan kepercayaan. Lucas (1996) definisikan customer service itu tidak dapat disamaratakan. Hal ini tergantung pada bidang fokus dari layanan yang akan diberikan oleh organisasi terhadap customer, karena fokus organisasi yang berbeda akan memiliki tujuan yang berbeda dalam memberikan layanan pada customer yang berbeda juga. Lucas (1996) mengatakan bekerja sebagai customer service terlihat sederhana, tetapi pada dasarnya perusahaan yang tidak memiliki customer service yang berkualitas dapat diartikan sebagai perusahaan yang gagal dalam berbisnis. Maka dari itu pekerjaan dalam menangani customer merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah perusahaan. Melayani pelanggan di jaman sekarang tidak lagi harus bertemu atau bertatap muka. Perusahaan–perusahaan biasanya menyediakan pelayanan untuk pelanggan melalui saluran telepon (call center). Forde (2002) mengatakan sekitar 80 persen perusahaan menggunakan telepon untuk melayani customer. Layanan telepon ini (call center) bertujuan untuk memudahkan pelanggan berkomunikasi dengan perusahaan yang bersangkutan.
1
Memberikan kepuasan dalam pelayanan dengan membuat customer mudah menghubungi atau menyampaikan keluhan akan membuat pelanggan merasa dihargai dan diperlakukan dengan baik. Seperti yang dikatakan oleh Forde (2002) citra dan reputasi bisnis dalam sebuah perusahaan tergantung pada banyak faktor. Salah satu unsur yang paling penting bagi kebanyakan organisasi adalah hubungan karyawan dengan pelanggan melalui telepon. Karyawan yang berkomunikasi menggunakan telepon harus mampu memberikan kualitas layanan yang baik kepada pelanggan melalui jalur udara ini. Melayani customer dengan menggunakan fasilitas telepon dapat disebut sebagai call center. Karyawan call center dituntut untuk dapat melakukan banyak kegiatan dalam waktu bersamaan atau yang biasa disebut dengan multitasking. Karyawan diwajibkan untuk dapat melayani customer dengan ramah, menunjukan rasa empati, meng-input data yang dipertanyakan atau dikeluhkan, atau bahkan memberikan solusi yang menjadi permasalahan bagi customer. Berdasarkan sedikit wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu karyawan bagian HR (Human Resource) dan TL (Team Leader) ada beberapa hal yang seharusnya dimiliki oleh calon karyawan bagian call center. Untuk menjadi karyawan yang baik, diwajibkan untuk memiliki rasa empati kepada customer, kepribadian yang baik, komitmen yang tinggi terhadap customer dan perusahaan, dan masih banyak lagi. Dalam berbisnis, perusahaan memiliki tujuan–tujuan yang dapat mendukung perusahan dalam mencapai keberhasilan. Lahey (2004) mengatakan bahwa secara psikologi, dalam bidang bisnis memiliki dua tujuan yang penting, diantaranya adalah meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan karyawan, agar 2
produktifitas dari karyawan meningkat. Tujuan dari meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitas dapat di lakukan dengan dua cara. Pertama, yaitu dengan melakukan penyeleksian karyawan untuk penempatan posisi yang sesuai dengan karyawan. Kedua, meningkatkan kondisi kerja dengan adanya pengawasan dari supervisor. Dengan kata lain, salah satu hal yang dapat mempengaruhi produktifitas karyawan adalah penempatan posisi kerja yang tepat, yang pada akhirnya akan menghasilkan kepuasan kerja dari karyawan tersebut. Spector (2006) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian atau persepsi individu terhadap pekerjaannya secara keseluruhan. Kepuasan kerja sangatlah penting, seperti yang dikatakan oleh Robbins (2003) ketidakpuasan dalam bekerja akan mengakibatkan absenteeism dan turnover yang dapat merugikan perusahaan. Absenteeism adalah ketidakhadiran karyawan yang menyebabkan tertundanya penyampaian laporan dalam proses bekerja. Menurut Ostroff (1993) tingginya angka kepuasan kerja berbuhungan dengan rendahnya angka absenteeism (dalam Riggio, 2003). Robbins (2003) mengatakan bahwa perusahaan akan mengalami kerugian apabila absenteeism dari karyawan tergolong tinggi atau banyak karyawan yang tidak hadir. Sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan keuntungan ketika absenteeism dari karyawan tergolong rendah. Turnover adalah perekrutan karyawan baru untuk menggantikan karyawan lama yang keluar dari perusahaan karena satu alasan atau lainnya. Dengan adanya turnover perusahaan akan kehilangan orang–orang yang berkompeten dan berpengalaman. Dengan begitu, perusahaan harus bisa menemukan pengganti yang siap untuk menerima tanggung jawab terhadap posisi tersebut untuk menggantikan karyawan yang telah keluar. Perusahaan harus melakukan 3
perekrutan karyawan baru, penyeleksian, dan bertambahnya pengeluaran untuk memberikan training kepada karyawan baru. Salah satu perusahaan yang mengalami Absenteeism maupun Turnover adalah PT VADS Indonesia. Perusahaan ini juga mengalami adanya karyawan yang mengundurkan diri, salah satu alasan tingginya turnover rate adalah keluarga, mendapatkan pekerjaan baru, kesehatan, melanjutkan pendidikan, menikah, masalah pribadi, pindah domisili, hamil, habis kontrak (End of Contract atau EOC) dan dikeluarkan karena memiliki sikap yang tidak baik. Berdasarkan wawancara dengan salah satu karyawan HR yang menyatakan bahwa turnover dan absenteeism adalah hal yang rentan terjadi di perusahaan ini. Dengan begitu, secara tidak langsung hal tersebut dapat merugikan perusahaan. Perusahaan harus mencari pengganti karyawan dengan cepat dan sesuai dengan kriteria yang di butuhkan. Selain itu, perusahaan harus membayar penalty dan mengeluarkan biaya lebih untuk melakukan training kepada karyawan baru. Data absenteeism di PT VADS Indonesia pada bulan Februari 2010 berjumlah 11,17 %. Dengan persetase tersebut, perusahaan masih harus mengurangi tingkat absenteeism. Maka dari itu Lahey, (2004) mengatakan pentingnya peningkatan produktivitas karyawan yang menghasilkan kepuasan kerja dan dapat mengurangi turnover dan absenteeism, selain itu peningkatan hubungan antara pekerja dan atasan, dan peningkatan kemampuan perusahaan dalam merekrut karyawan dengan baik dan tepat. Fenomena ini terjadi pada salah satu karyawan call center di PT VADS Indonesia yang pada akhirnya harus dikeluarkan karena memiliki sikap yang tidak baik. Dari beberapa pertemuan peneliti dengan karyawan tersebut, penjelasan dari 4
rekannya mengenai kesehariannya, serta catatan sebelumnya, peneliti melihat bahwa karyawan tersebut memiliki ciri-ciri seperti keras kepala, tidak dapat mengontrol apa yang menjadi keinginannya, tidak memiliki motivasi yang tinggi dalam meraih prestasi di tempat kerja, dan kurang mematuhi peraturan yang berlaku.
Dari
penjabaran
diatas,
karyawan
berindikasi
memiliki
nilai
conscientiousness yang rendah yang mengakibatkan individu menjadi pribadi yang memiliki self–dicipline yang rendah yang ditunjukan dengan kurangnya rasa keinginan untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai karyawan call center. Hal ini juga yang menyebabkan karyawan sering melanggar peraturan seperti tidak masuk kerja. Dengan kepribadian yang dimilikinya menyebabkan rasa tidak puas terdahap pekerjaan yang dijalaninnya. Dari sikap yang ditunjukannya, terlihat bahwa karyawan menunjukan rasa ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu sendiri yang membuatnya tidak nyaman. Rasa tidak puas ini diakui oleh karyawan call center lainnya. Salah satu ketidakpuasan yang dirasakan adalah gaji. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa responden mengaku bahwa gaji yang diterima tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan. Maka dari itu, responden merasa tidak lagi memiliki motivasi untuk bekerja dan melakukan pekerjaan yang lebih baik disetiap harinya karena menganggap bahwa sekeras apapun usaha yang dilakukan hasil yang diperoleh akan tetap sama. Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti melihat bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang penting dan peneliti juga melihat bahwa penanganan terhadap karyawan tidak dapat disama ratakan, karena setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda dan memiliki pandangan atau persepsi yang berbeda juga mengenai kepuasan dalam bekerja. Melihat dari fenomena ini, 5
peneliti tertarik dan memutuskan untuk meneliti kepuasan kerja yang berhubungan dengan kepribadian dari karyawan call center. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan mengenai kepuasan kerja. Berry (1998) mengatakan ada tiga teori yang dapat menjelaskan mengenai kepuasan kerja yaitu teori Locke (1969) yang membahas mengenai teori ketidaksesuaian (discrepancy theory), Lawer (1973) yang membahas mengenai teori model dari kepuasan bidang / bagian (facet satisfaction theory), dan Landy (1978) yang membahas mengenai teori proses bertentangan (opponent – process theory). Ada dua macam alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja individu, salah satunya adalah JDI yang terdiri dari lima dimensi yaitu pay, work atau job, promotion opportunities, supervisor, dan co-workers (Smith, Kendall, & Hulin, 1969, dalam Spector, 2006). Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Mulin (1993) mengatakan ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor pribadi, budaya, sosial, organisasi, dan lingkungan (dalam Wijono, 2010). Faktor pribadi meliputi kepribadian, pendidikan, inteligensi dan kemampuan, usia, status perkawinan, dan orientasi kerja. Faktor sosial meliputi hubungan dengan rekan kerja dan norma, kesempatan untuk berinteraksi dan berorganisasi informal. Untuk faktor budaya meliput nilai-nilai dan kepercayaan dalam diri individu. Sedangkan untuk organisasi meliputi sifat, struktur formal, kebijakan prosedur, hubungan dengan sesama karyawan, sistem manajemen, gaya kepemimpinan, supervisor, dan kondisi kerja. Dan yang terakhir adalah faktor lingkungan yang meliputi ekonomi, sosial, teknik, dan pengaruh pemerintah .
6
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kepribadian. Dengan kata lain, variabel kepribadian pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang di gunakan untuk penerimaan karyawan baru sebagai bahan pertimbangan. Dalam melakukan perekrutan karyawan baru, tidak sedikit perusahaan yang melakukan psikotes, seperti yang dilakukan oleh P.T. VADS Indonesia. Psikotes ini salah satunya berguna untuk mengetahui kepribadian dari masing–masing individu sebagai calon karyawan. Hal ini didukung oleh pernyataaan Kierstead (1998) bahwa variabel kepribadian merupakan variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi kinerja kayawan secara teknis (dalam Widyasari, Syahlani, & Santosa, 2007). Selain itu, Riggio (2003) mengatakan bahwa, perbedaan kepribadian seseorang dapat mempengaruhi perbedaan sumber dari kepuasan kerja pada karyawan. Cara memperlakukan karyawan juga tidak dapat disama ratakan, perusahan harus mengetahui kepribadiaan dari setiap karyawannya agar tidak salah dalam penanganannya dan dapat menghasilkan produktifitas yang baik, sehingga karyawan akan mencapai kepuasan kerja yang diharapkan oleh karyawan itu sendiri maupun perusahaan. Menurut Honigmann (1953), kepribadian merupakan wujud dari perbuatan, pikiran, dan perasaan seseorang (dalam Ghufron & Rini, 2010). McCrae dan Costa (1986) menambahkan bahwa kepribadian adalah salah satu sistem yang terdiri dari trait kepribadian yang dapat mempengaruhi fungsi psikologis individu tersebut. Selain itu, dikatakan juga bahwa trait kepribadian adalah perbedaan individual dalam hal berfikir, perasaan, dan bagaimana seseorang bertindak (dalam Primaldi, 2008).
7
The Big Five Personality Theory yang di kembangkan oleh McCrae dan Costa
memiliki
lima
dimensi,
yaitu
conscientiousness,
extraversion,
agreeableness, neuroticism atau emotional stability, dan openness to experience (dalam Gibson, Ivancavich, Donnelly, dan Konopaske, 2006). Conscientiousness mengindikasikan adanya sikap bekerja keras, pandai, dan teratur. Sedangkan individu yang memiliki conscientiousness yang rendah memiliki sikap seperti tidak teratur, pemalas, dan tidak dapat di percaya. Dimensi extraversion memiliki ciri-ciri individu yang mudah bergaul atau bersosialisasi, dan memiliki banyak kenalan. Sedangkan untuk nilai extraversion yang rendah akan terlihat sebagai individu yang seperti pendiam dan pemalu. Nilai agreeableness yang tinggi akan menghasilkan individu yang cooperative, suka berbagi, dan hangat atau ramah kepada individu lainnya. Sedangkan untuk nilai agreeableness yang rendah, akan terlihat sebagai individu yang antagonis, dingin terhadap orang lain dan tidak sensitif dengan lingkungan sekitar. Individu dengan neuroticism atau emotional stability
yang rendah dapat mengatasi stress dengan berdiam , fokus, dan
memiliki percaya diri. Sebaliknya, individu dengan neuroticism atau emotional stability tinggi akan menghasilkan individu yang insecure, depresi, dan memiliki kekhawatiran yang berlebih. Dan dimensi yang terakhir adalah openness to experience. Individu dengan kepribadian yang open to experience adalah individu yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, dan artistik. Sedangkan individu dengan nilai openness to experience rendah biasanya memiliki pemikiran yang sempit. Robbins, Judge, Odendaal, dan Roodt (2009) mengatakan bahwa trait dari The Big Five Personality memiliki hubungan yang kuat yang salah satunya terhadap job satisfaction. Selain itu The Big Five Personality juga memiliki 8
kolerasi dengan life satisfaction, stress levels. Korelasi dari kepuasan kerja dan life satisfaction ini di dukung oleh Rain, Lane, & Steiner (1991) yang dalam penelitiannya menemukan bahwa kepuasan yang dirasakan oleh individu dalam hidupnya dapat mempengaruhi kepuasan kerja individu, dan sebaliknya ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh individu akan mempengaruhi keridakpuasan dalam hidup individu (dalam Spector, 2006). Wijono (2010) menjelaskan kepuasan kerja adalah suatu perasaan senang yang dihasilkan oleh persepsi individu bahwa individu tersebut telah menyelesaikan tugas dan telah berhasil memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai kerja yang berarti untuk dirinya sendiri. Pernyataan Wijono diatas di dukung oleh Anoraga (2009) yang menyatakan bahwa individu akan merasa puas dengan pekerjaannya ketika individu tersebut telah mencapai kebutuhannya sesuai dengan tujuannya bekerja.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan antara The Big Five Personality dengan kepuasan kerja karyawan call center di PT. VADS Indonesia .
1.3 Hipotesa Penelitian ini memiliki lima hipotesa yaitu: Hipotesa pertama: H01
:
Tidak
terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
dimensi
conscientiousness dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia. 9
H11
: Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi conscientiousness dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
Hipotesa kedua : H02
: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
H12
: Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
Hipotesa ketiga : H03
:
Tidak
terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
dimensi
agreeableness dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia. H13
: Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
Hipotesa keempat : H04
: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
10
H14
: Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
Hipotesa kelima : H05
: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi openness to experience dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
H15
: Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi openness to experience dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS Indonesia.
1.4 Tujuan Penelitian Dilihat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja pada karyawan call center di PT. VADS indonesia.
1.5 Manfaat Penelitian Pada penelitian ini, penulis memiliki dua manfaat, yaitu :
1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis pada penelitian ini adalah untuk
memberikan
sumbangsih mengenai The Big Five Personality dalam kaitannya dengan
11
kepuasan kerja dalam pengembangan ilmu psikologi industri dan organisasi (PIO) dan psikologi kepribadian. 1.5.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan khususnya bagian Human Resource dalam merekrut atau menerima karyawan baru di PT. VADS Indonesia.
1.6 Definisi Terminologi 1.6.1 Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Spector (2006) kepuasan kerja adalah cerminan individu terhadap pekerjaannya secara keseluruhan. Menurut Smith, Kendall, & Hulin (1969) memiliki lima aspek kepuasan kerja (dalam Spector, 2006). Pertama pay yaitu jumlah atau imbalan atau upah yang di terima individu setelah melakukan kewajiban. Kedua work atau job
yaitu tugas atau pekerjaan yang dianggap
menarik oleh individu dan memberikan kesempatan belajar dan menerima tanggung jawab. Ketiga promotion opportunities yaitu peluang bagi individu untuk lebih maju dalam karir. Keempat supervisor adalah kemampuan pengawas dalam menunjukan minat dan memperhatikan karyawannya. Dan yang kelima, coworkers adalah teman atau rekan kerja yang ramah, memiliki kemampuan atau berkompeten, dan saling mendukung. 1.6.2 The Big Five Personality (Dalam Primaldi, 2008) menurut McCrae dan Costa kepribadian adalah salah satu sistem yang terdiri dari trait kepribadian yang dapat mempengaruhi fungsi psikologis individu tersebut. Sedangkan trait kepribadian adalah perbedaan 12
individu dalam berfikir, perasaan, dan bertindak. The Big Five adalah suatu pendekatan yang dapat menggambarkan kepribadian individu berdasarkan lima dimensi (McCrae dan Costa, 2003). The Big Five Personality yang di kembangkan oleh McCrae dan Costa (dalam Gibson, Ivancavich, Donnelly, dan Konopaske, 2006) lima dimensi di antaranya, conscientiousness adalah sifat hatihati yang dimiliki individu dalam mencapai tujuan tertentu dalam wijud sikap dan tingkah laku. Extraversion adalah kemampuan individu dalam menjalin hubungan dengan
dunia
luar.
Agreeableness
adalah
kemampuan
individu
dalam
mengidentifikasikan perilaku prososial. Neuroticism adalah kemampuan individu dalam mengontrol emosi. Openness to experience adalah ketertarikan individu dalam bidang tertentu secara luas.
1.7 Cakupan dan Batasan Penelitian ini hanya membahas mengenai dimensi The Big Five Personality dan kepuasan kerja. Dimensi The Big Five Personality yang digunakan pada penelitian ini adalah menurut McCrae & Costa (1993) (dalam Piedmont 1998). Untuk dimensi kepuasan kerja, peneliti menggunakan alat ukur JDI yang di kembangkan oleh Smith, Kendall, & Hulin (1969) yang terdiri dari lima dimensi (dalam Spector, 2006). Sampel pada penelitian ini sebanyak 206 yang bekerja sebagai karyawan call center yang berusia 20-40 tahun yang tinggal di Jakarta. Pengambilan sample dilakukan di satu tempat yaitu di PT. VADS Indonesia.
13