BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dunia, berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Hal ini berpengaruh pada hubungan antar bangsa yang menjadi saling tergantung baik dalam hal kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan akan komunikasi menjadi sangat maju dan pola perdagangan dunia sudah tidak terikat pada batas-batas negara. Dunia dan kawasan-kawasan didalamnya sekarang merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya ingin produk mereka memperoleh akses yang sebebas-bebasnya ke pasar. Perkembangan dan perubahan norma dan tatanan dagang yang bersifat global ini telah menimbulkan berbagai persoalan yang perlu segera diantisipasi oleh Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra yang perkembangannya
memerlukan
perlindungan
terhadap
kekayaan
intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Di samping itu
1
perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya memerlukan peningkatan perlindungan terhadap teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari hak milik intelektual khususnya hak atas merek menjadi sangat penting bukan hanya dari segi perlindungan hukum, karena untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah. Dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan
merek
agar dikenal dan
memperoleh tempat di pasaran. Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bidang merek merupakan suatu permasalahan yang terus akan berkembang mengikuti perkembangan dunia ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perkembangan ini tidak hanya bersifat insidental dan pada satu titik saja, tetapi mengarah ke semua bidang sasaran tanpa mengenal batasan. Pada dunia usaha para produsen memberikan tanda atau citra tersendiri pada barang dan jasa hasil produksi mereka yang lazim disebut merek yang digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, terutama untuk barang atau jasa yang sama dan sejenis 1 . 1
3 Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan saja. Ini berarti bahwa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia berketetapan untuk memilih bentuk negara hukum tersebut sebagai pilihan satu-satunya. Akibat dari pemilihan tersebut konsekuensinya bahwa semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara republik Indonesia harus tunduk dan patuh pada norma-norma hukum baik yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hukum harus menampilkan peranan secara mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orangperorangan, kehidupan masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara 2. Dengan landasan pemikiran tersebut hukum harus mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini segenap komponen bangsa dan negara harus mampu dan siap untuk bersaing dalam upaya penunjang pembangunan ekonomi, dimana pembangunan ekonomi sebuah bangsa banyak ditentukan oleh sejauh mana bangsa tersebut mampu mengikuti kemajuan teknologi dan menguasai teknologi, karena dengan teknologi suatu bangsa akan mampu mengikuti suatu perkembangan
tersebut
dengan
cepat.
Keberadaan
teknologi
merupakan salah satu faktor pendorong dalam pembangunan ekonomi. www.pustaka.net; Perlindungan Hukum terhadap Hak Merek; akses;07-032009:22.14 2 Ismail Saleh, 1995, "Pembinaan Cita Hukum dan Penerapan Asas- Asas Hukum Nasional Sejak Orde Baru" Majalah Hukum Nasional, No 1, 1995, Edisi Khusus, BPHN, hal. 15
Dalam kenyataannnya penguasaan memiliki
teknologi sendiri
masih
kelemahan, bila diperhatikan di dunia ini masih terdapat
beberapa negara yang telah menguasai teknologi dan masih banyak pula yang belum mampu menyerap kemajuan teknologi. Dengan semakin maju perkembangan teknologi yang secara tidak
langsung
menggiring
kemajuan
teknologi
tersebut
pada
pemanfaatan teknologi dalam sebuah kehidupan sehari-hari. Namun tidak selamanya kemajuan teknologi tersebut mengarah pada kemajuan yang bersifat positif namun terdapat pula sisi negatifnya. Hal tersebut dapat terlihat dari semakin maraknya kejahatan salah satunya dalam sektor perdagangan yang terjadi saat ini. Modus daripada kejahatan tersebut salah satunya adalah pelanggaran terhadap suatu merek terkenal yang di eksploitasi menjadi suatu komiditi untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut dipastikan pula dengan kehadiran teknologi yang berbasis internet dimana banyak pelaku usaha yang mulai mengalihkan bisnisnya dengan menggunakan media internet tersebut. Hal tersebut terjadi mengingat kemudahan yang diberikan oleh media tersebut dalam mempromosikan sebuah produk barang atau jasa yang dimiliki 3. Hal ini secara tidak langsung turut dirasakan oleh bangsa Indonesia ketika barang dan jasa memerlukan sebuah perlindungan dari segi merek. Oleh karena itu berlandaskan dari kesadaran tersebut di Indonesia telah dibuat undang-undang khusus tentang merek yaitu 3 Budi Agus Riswandi&M.Syamsudin, Hak Kekayaaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT Radja Grafindo Persada, Jakarta, hal: 81
5 Undang- undang No 15 Tahun 2001 tentang merek. Merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda warna, atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa 4. Merek dagang yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Untuk
memenuhi
fungsinya,
merek
digunakan
dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. Fungsi merek adalah sebagai : 1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennnya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan. 2. Sebagai sarana produksi dagang (means of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa. Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan symbol pengusaha
untuk
memperluas
pasar
produk
atau
barang
dagangannya. 3. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality quarantee). Hal ini 4 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Intelektual, Citra Aditya, Bandung, 2001, hlm.120-121
Hak
Kekayaan
tidak hanya menguntungka produsen pemilik merek, melainkan juga perlindungan jaminan mutu barang atau jasa konsumen. 4. Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan. Merek merupakan
tanda
pengenal
asal
barang
atau
jasa
yang
menghubungkan barang atau ajsa dengan produsen, atau antara barang atau jasa dengan daerah asalnya. Undang- undang merek indonesia telah mengatur tentang jenisjenis merek, yang terdiri dari merek dagang, jasa, merek kolektif. Merek dagang adalah merek yang dipergunakan terhadap barang yang diperjualbelikan secara bersama-sama oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan barang- barang sejenis lainnya. Merek jasa merupakan merek yang dipergunakan terhadap jasa yang diperdagangkan oleh seseorang, atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa lainnya, sedangkan merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersamasama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya 5 . Pengertian terhadap pemegang merek adalah pemegang merek yang telah mendaftarkan kepemilikan mereknya hal tersebut dikaitkan dengan prinsip dasar yang ada
dalam Undang-undang Merek
Indonesia yaitu first to file principile, bukan first come, first out, 5 Ibid.
7 sehingga seseorang yang ingin memiliki hak atas merek harus melakukan
pendaftaran
tersebut.
Didalam
melihat
mengenai
pendaftaran terhadap merek perlu diperhatikan pasal 5 Undang-undang 15 Tahun 2001, yaitu terkait dengan bisa atau tidaknya didaftarkan apabila merek tersebut tidak mengandung salah satu unsur seperti a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum; b. Tidak memiliki daya pembeda; c. Telah menjadi milik umum atau ; d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang
atau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya 6. Terhadap batasan pengertian merek dagang di atas, terlihat bahwa merek dagang merupakan tanda yang digunakan pada barang yang diperdagangkan dan susah didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Status merek yang telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia telah memiliki kekuatan hukum dengan menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemegang merek yang sah. Hak atas merek merupakan hak Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk 6 Budi Agus Riswandi&M.Syamsudin, op.cit hal:85
menggunakannya.
Demikian,
dalam
prakteknya
masih
terjadi
penggunaan merek oleh orang lain tanpa hak, yang dapat merugikan pihak pemegang merek sah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa adanya pendaftaran merek, tidak ada perlindungan hukum. Pengaturan merek sebelumnya telah diatur dalam Undangundang No. 21 Tahun mengandung
kelemahan
1961, atau
tetapi
dalam prakteknya masih
kekurangan-kekurangan
ekonomi
perdagangan pasar bebas. Sistem yang dianut dalam undang-undang No.21 Tahun 1961 adalah sistem deklarasi dengan menekankan perlindungannya kepada pihak yang pertama kali memakai (first use principle) dan tidak pada pihak yang pertama kali mendaftar. Prinsip ini mengandung arti bahwa bagaimana pendaftaran suatu merek pada Diretorat Merek hanya merupakan anggapan adanya hak Eksklusif suatu merek bagi pihak yang mendatarkan, sampai kemudian terdapat pihak lain yang dapat membuktikan sebagai pemakai pertama atas merek tersebut. Hal tersebut berbeda sekali dengan sistem yang dianut dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001, yang menganut sistem First to file, dimana perlindungan hukum ditekankan perlindungannya kepada pihak pemilik merek terdaftar dan pada pihak yang pertama kali mendaftar. Dalam Undang-nndang Merek No. 15 Tahun 2001 juga mengatur mengenai perlindungan merek terkenal. Sebagai bagian dari hak atas kekayaan intelektual merek memiliki fungsi sangat penting dan strategis. Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan
9 suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well-known marks). Melalui perkembangan perdagangan antar negara, yang dapat dikatakan maju sangat pesat, Indonesia "dibanjiri" merek-merek baru dari luar negeri. Tidak hanya brand-brand terkenal dari negara Eropa seperti Gucci, Prada, Mercedes Benz, dan Siemens yang masuk ke Indonesia, juga brand terkenal dari negara Asia tidak kalah bersaing untuk masuk. Sebut saja Giordano dari Hong Kong, Bread Talk dari Singapura, Jimmy Choo dari Malaysia, dan masih banyak lagi. Masyarakat menganggap merek-merek tersebut terkenal, karena sudah memiliki pangsa pasar yang luas di beberapa negara. Namun, hanya sebatas itukah tolok ukur dari merek terkenal. Apakah hanya diukur dari besarnya pangsa pasar dan dilihat apakah produknya sudah dijual di banyak Negara. Dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Undang-Undang Merek), disebutkan bahwa untuk dikatakan sebagai suatu merek terkenal maka harus memperhatikan beberapa hal, antara lain: pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besarbesaran, dan investasi merek di beberapa negara yang disertai bukti pendaftaran merek tersebut. Mengingat tingkat kerawanan terhadap
pelanggaran
atas
merek-merek
terkenal
demikian
besar,
maka
diperlukan suatu mekanisme perlindungan hnkuni secara khusus agar kasus-kasus pelanggaran merek terkenal tidak akan berkembang lebih banyak lagi. Mekanisme perlindungan merek terkenal dalam Undang-Undang Merek diatur dalam Pasal 6 ayat 1 (b) yang menyatakan permohonan pendaftaran merek ditolak oleh kantor merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis. Apabila
terjadi
sengketa
tentang
merek
terkenal
maka
untuk
menentukan apakah suatu merek dapat dikatakan sebagai merek terkenal atau tidak, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar hakim untuk mengeluarkan putusan. Ketentuan ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Merek. Indonesia sudah meratifikasi beberapa konvensi internasional mengenai
Hak
Atas Kekayaan
Intelektual,
antara
lain,
Paris
Convention melalui Keppres No. 15 Tahun 1997 dan Trademark Law Treaty melalui Keppres No. 17 Tahun 1997. Dalam Paris Convention disebutkan mengenai merek terkenal, tetapi hanya sebatas pengaturan mengenai gugatan terhadap pemberian merek yang memiliki kesamaan seluruhnya atau sebagian dengan merek terkenal. Sedangkan definisi
11 dari merek terkenal itu sendiri tidak diatur secara jelas. Banyak perkara yang terkait dengan merek terkenal yang akhirnya merugikan pihak pemilik merek dari negara asalnya. Misalnya, kasus Prada dan Intel Corp di Indonesia, dan Louis Vuitton di Tiongkok. Dari kasuskasus tersebut, pemilik merek dari negara asal selalu dikalahkan oleh pengadilan. Sebagai contoh kasus Prada Italy di Indonesia, pemilik merek Prada Italy mengajukan gugatan kepada pengusaha Prada Indonesia, karena penggugat merasa bahwa ia adalah pemilik asli dari merek Prada. Perkara ini berawal pada saat pemilik Prada Italy mencoba mendaftarkan mereknya di Indonesia. Ternyata merek Prada sudah didaftarkan oleh salah satu pengusaha Indonesia. Pada tahap pertama, Pengadilan Niaga menolak gugatan penggugat dengan alasan Indonesia memakai sistem first to file, sehingga pendaftar pertama yang memiliki hak eksklusif dari merek bersangkutan. Akhirnya hingga tingkat Mahkamah Agung perkara ini tetap dimenangkan oleh pengusaha Prada Indonesia. Sampai saat ini masih dipermasalahkan tentang definisi apa yang disebut dengan merek terkenal. Tolok ukur yang digunakan masih belum jelas. Batasan suatu merek sebagai merek terkenal tidaklah terbatas untuk merek-merek yang dimiliki oleh pihak asing saja, tetapi juga merek-merek lokal yang dimiliki oleh pengusaha nasional yang berhasil go international. Apakah suatu merek termasuk
sebagai merek terkenal, selain didasarkan pada Pasal 6 bis Paris Convention, juga didasarkan pada Undang-Undang Merek yang berlaku atau didasarkan pula pada interpretasi hakim yang mengadili kasus tersebut. Masih sulit menentukan apakah suatu merek tertentu dapat dikelompokkan
sebagai
merek
terkenal.
Hal
ini
akan
sangat
bergantung pada produk yang dihasilkan dan digunakan pada umumnya oleh konsumen, atau produk dengan merek tertentu yang dekat
dengan
kehidupan
sehari-hari
konsumen.
Itu
sebabnya
pendekatan yang dilakukan untuk menentukan suatu merek terkenal didasarkan pada Pasal 6 bis Paris Convention dan penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Merek. Untuk mengatasi masalah tersebut, Undang-Undang Merek 1992 sampai
dengan
Undang-Undang
Merek
2001,
sudah
pernah
mengamanatkan dibentuknya suatu peraturan pemerintah (PP) tentang merek terkenal. PP ini ditujukan untuk mengatur tentang batasan definisi merek untuk dapat dikatakan sebagai merek terkenal agar dicapai kepastian hukum. Dengan demikian, penegak hukum dapat lebih mudah memilah-milah mana yang dapat disebut sebagai merek terkenal dan mana yang tidak. Namun, sampai sekarang PP ini belum juga diterbitkan. Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh seseorang perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah
13 secara tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan tercemar.
Begitu
juga
konsumen
akan
kehilangan
jaminan
(kepercayaan) atas kualitas barang yang di dibelinya. Untuk mencegah timbulnya kasus yang serupa dengan kasus Prada, pemerintah perlu benar-benar didorong untuk secepatnya menerbitkan PP tentang merek terkenal. Kebutuhan akan adanya PP itu bukan saja dapat menjadi bukti keseriusan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi pemegang hak kekayaan intelektual, namun juga sebagai usaha pemerintah untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaku bisnis. Diharapkan, PP tersebut akan menjadi pedoman (guideline) bagi penegak hukum dalam menafsirkan merek terkenal. Kepastian hukum yang dicapai akan mendorong iklim investasi dan bisnis yang sehat, sehingga anjuran pemerintah untuk berinvestasi dan berbisnis di Indonesia dapat tercapai. Keadaan ini jelas akan meningkatkan kepercayaan dunia internasional atas penegakan hukum di
Indonesia,
yang
pada
gilirannya
akan
mendorong
sektor
perdagangan pada khususnya dan bisnis nasional pada umumnya. Secara keseluruhan ekonomi Indonesia akan membaik bilamana terdapat kepastian hukum.
1.2 Rumusan Masalah Bertolak dari uraian latar belakang masalahan tersebut diatas, sehingga penulis dapat merumuskan permasalahan untuk dikaji guna menemukan kejelasan, yaitu : 1. Bagaimana pengaturan
merek
terkenal
dalam
sistem Hukum
Hak Kekayaan Intektual? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperlukan terhadap merek terkenal di Indonesia?
1.3 Ruang Lingkup Masalah Dari rumusan masalah yang diangkat, maka ruang lingkup kajian akan dibatasi pada pengaturan dan bentuk perlindungan hukum terhadap merek terkenal di Indonesia. Untuk mengkaji permasalahan pertama, kajian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan merek terkenal dalam tataran hukum nasional. Kajian akan difokuskan / dengan meneliti peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merek. Untuk mengkaji permasalahan yang kedua, kajian difokuskan pada
perlindungan
hukum
terhadap
merek
terkenal
dengan
menekankan pada bentuk perlindungan hukum yang diperlukan terhadap merek terkenal.
15 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan umum a. Untuk
meningkatkan
pemahaman
dan
pengembangan
wawasan tentang studi hukum, khususnya yang menyangkut aspek hukum dari merek sebagai hak kekayaan intelektual. b. Untuk
meningkatkan
pemahaman
dan
pengembangan
wawasan yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan hak kekayaan intelektual, khususnya hak merek. 1.4.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengaturan merek terkenal berdasarkan sistem hukum hak kekayaan intelektual. b. Untuk
mengetahui
dan
memahami
tentang
bentuk
perlindungan hukum terhadap merek terkenal di Indonesia.
1.5 Manfaat Hasil Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Sebagai
sumbangn
pemikiran
teoritis
dalam
usaha
pemahaman terhadap studi Hak Kekayaan Intelektual dalam memecahkan
permasalahan
yang
ada
terkait
dengan
perlindungan dan pengaturan merek terkenal sebagai upaya
penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum dalam kerangka Hak Kekayaan Intelektual. 1.5.2 Manfaat Praktis Dari hasil penelitian serta kajian ini semoga dapat bermanfaat sebagai
sumbangan
pemikiran
dalam
rangka
mengkritisi pelaksanaan Undang- undang mengenai merek dalam tataran sistem Hukum Nasional.
1.6 Landasan Teori Hukum sengaja diciptakan dan dibuat oleh manusia untuk diberlakukan, dilaksanakan dan ditegakkan. Hukum tidak pernah dijalankan yang pada hakikatnya telah berhenti menjadi hukum. Hukum dibuat untuk ditegakkan, karena tanpa hukum, kehidupan masyarakat tidak akan berjalan secara baik, masyarakat sendiri juga dibangun diatas fondasi hukum 7. Setiap institusi, baik ekonomi, pemerintahan, keluarga, agama, ataupun pendidikan berhubungan langsung dengan pondasi hukum 8. Pemberlakuan dan penegakan aturan hukum formal, hendaknya memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga tercipta keselarasan, kerukunan dan kedamaian. 7 Satjipto Rahardjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Bandung Angkasa, hlm.85 8 Salman Luthan dan Agus Triyatna, "Pengembangan SDM Aparat Pengadilan", Jurnal Hukum, No: 9 Vol.4-1997, hlm.55
17 Untuk melihat permasalahan hukum secara mendetil diperlukan beberapa teori yang merupakan rangkaian asumsi, konsep, definisi, untuk mengembangkan, menekankan serta menerangkan, suatu gejala sosial secara sistematis. Dalam upaya penemuan hukum (inconcreto), penafsiran hukum atau sampai pada usaha menemukan asas dan doktrinnya atau sampai pula pada usaha menemukan teori-teori tentang Law in proses dan law in action, maka mereka harus mengetahui terlebih dahulu apa saja yang termasuk hukum positif yang tengah berlaku. Pada prinsipnya suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya 9. Sehingga dalam menjawab permasalahan yang terkait dengan perlindungan dan pengaturan merek terkenal, maka dalam hal ini akan diuraikan melalui teori-teori dan pendapat-pendapat para ahli sebagai berikut : a. Teori-Teori dan Pendapat Ahli Yang Mendasari perlunya Perlindungan Hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Menurut Robert M. Sherwood yang mendasari perlunya perlindungan terhadap hak
kekayaan intelektual sesuai dengan
9 Soerjono Soekamto: 2001, "Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Gravindo Persada, Jakarta, hal.30
teori : 1. Reward Theory, berupa pengakuan terhadap karya itelektual yang
telah
dihasilkan
penemu/pencipta
atau
oleh
seseorang
pendesain
sehingga
harus
kepada
diberikan
suatu
penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatif dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual tersebut. 2. Recovery Theory, berupa pengembalian terhadap apa yang telah dikeluarkan penemu/pencipta/pendesain yakni biaya, waktu dan tenaga dalam proses menghasilkan suatu karya. 3. Incentive Theory, berupa insentive yang diberikan kepada penemu/pencipta/pendesain untuk pengembangan keratifitas dan pengupayaan terpacunya kegiatan-kegiatan penelitian yang berguna. 4. Risk Theory, berupa resiko yang terkandung pada setiap karya yang dihasilkan. Suatu penelitian mengandung resiko yang memungkinkan orang lain menemukan karya yang dihasilkan, atau memperbaikinya dan resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara illegal. 5. Economic
Growth
Stimulus
Theory,
perlindungan
hak
merupakan alat untuk pembangunan ekonomi. 10 Selanjutnya dalam kacamata Teori Hukum Alam, pencipta memiliki hak moral untuk menikmati hasil ciptaannya, termasuk 10 Ranti Fauza Mayana, 2004, "Perlindungan Desain Indonesia", Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 44
Industri
di
19 didalamnya keuntungan yang dihasilkan oleh keintelektuallannya11 Jhone Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka Abad 18 mengatakan bahwa hak cipta memberikan hak milik eksklusif kepada seseorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi hasil karyanya dan secara adil dikonstribusikan kepada masyarakat, kemudian Locke menyatakan bahwa hak atas milik pribadi bermula dari kerja manusia dan dengan kerja inilah manusia memperbaiki dunia ini demi kehidupan yang layak tidak hanya untuk dirinya melainkan juga untuk orang lain.12 Untuk kebanyakan orang teori hukum alam hanya sematamata sebagai titik awal dan merupakan justifikasi terbatas untuk hukum merek. Sebagai alternatif bagi proposisi terhadap hukum alam orang harus bergantung pada justifikasi ulitarian dalam hal perlindungan hak-hak kekayaan tidak berwujud. 13 b. Teori Negara Hukum Teori ini membagi negara hukum menjadi 2 (dua), yaitu negara hukum klasik dan negara hukum modern. Negara hukum klasik menurut Utrecht hanya berfungsi sebagai penjaga malam. Negara hukum klasik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 11 Rochelle Cooper Dreyfuss; I998,"lntelectual Property Law", Published ini the USA by Oksford University Press, New York hal. 105 12 W. Friedman; 1993 "Teori dan Filsafat Hukum” Telaah Kritis atas teoriteori hukum (terjemahan Edisi Indonesia)", PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 64 13 H.D. Efendy Hasibuan, 2003, "Perlindungan Merek-Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan Amerika Serikat, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Hal. 17
1) Corak negara adalah negara liberal yang mempertahankan dan melindungi ketertiban sosial dan ekonomi berdasarkan azas "Laissez Fair Laissez Passer", yaitu azas kebebasan dari semua warga negaranya dalam persaingan diantara mereka. 2) Adanya suatu "Staatsontheuding" artinya pemisahan antara negara dan masyarakat. Negara dilarangan keras ikut campur dalam lapangan ekonomi dan lapangan-lapangan kehidupan sosial lainnya. 3) Tugas negara adalah sebagai penjaga malam (Nacht Waker Staat), karena hanya menjaga keamanan dalam arti sempit, yaitu keamanan senjata. 4) Ditinjau dari segi politik suatu "Nacht Waker Staat" negara sebagai penjaga malam, tugas pokoknya adalah menjamin dan melindungi kedudukan ekonomi "The Rulling Class". Nasib dari mereka yang bukan "The Rulling Class" tidak dihiraukan oleh alat-alat pemerintah dalam suatu "Nacht Waker Staat". 14 Sementara
negara
hukum
modern
(welfare
staat)
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak-hak individu harus menentukan juga cara prosedural untuk memperoleh perlmdungan atas hakhak dijamin itu; 2) Badan kehakiman yang bebas (Independent and Inpertial Tribunals) 3) Pemilihan umum yang bebas; 4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat; 5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6) Pendidikan kewarganegaraan. 15 Indonesia sendiri menganut teori Negara Hukum Modern (welfrare staat), karena negara / pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat yang membawa efek kepada pembentukan
peraturan
perundang-undangan
dan
Hukum
14 Bachsan Mustofa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 7-8 15 Mariam Budirahardjo, 1977, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, hal. 38.
21 Administrasi Negara. Salah satu ciri Negara Hukum Modern adalah adanya jaminan
perlmdungan
terhadap
hak-hak
individu
dan
cara
prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin itu. Jaminan perlindungan hak-hak individu ini diberikan atau
diatur
oleh
peraturan
perundang-undangan.
Jaminan
perlindungan hak-hak individu disini; termasuk hak-hak individu berkaitan dengan kebendaan atau yang disebut hak-hak kebendaan, yang termsuk pula disini hak kebendaan yang tidak berwujud, seperti hak kekayaan intelektual. Konsep negara hukum di Indonesia sendiri pada hakekatnya sedikit banyak tidak lepas dari pengaruh perkembangan konsep negara hukum di dunia, terutama konsep negara hukum rechtstaat dan the rule of law dan beberapa teori lainnya. Menurut Sri Soemantri, konsep negara hukum rechtstaat adalah : 1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan. 2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara). 3. Adanya pembagian kekuasaan negara. 4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechtelijke control)16 Friederich
Julius
Stahl
tahun
1878
dalam
karyanya
16 Sri Soemantri M., 1992, Indonesia, Alumni, Bandung, hal. 29 -30.
Bunga Rampai Hukum
Tata Negara
Philosophie des Rechts, 17 Friederich Julius Stahl menyusun unsurunsur utama dari negara hukum formal sebagai berikut: a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia; b. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan negara harus berdasarkan teori trias political. c. Pemerintah menjalankan tugasnya berdasarkan atas undangundang (wetmatigheid van bestuur); d. Apabila pemerintah dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya. Sedangkan paham the rule of law populer setelah diterbitkan buku Albert Venn Dicey pada tahun 1885, dengan judul Introduction to Study of the Law of the Constitution, AV Dicey, mengemukakan : 1. Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum (the absolut supremacing of the law, absence of arbitrary power or predominance of regular law). 2. Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law, or the equal subjection of all classes to the ordinary law of the land administered by the ordinary law courts). 3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang, serta keputusan-keputusan pengadilan (a formula for expression the fact that with us the law constitution, the rules \vhich in foreign countries naturally from part of aconstitutional code, are not the source but consecuence of the right of individuals, as defined enforced by the courts. Dari pejelasan Albert Venn Dicey di atas dapat disimpulkan bahwa paham the rule of law terdiri atas : 17 Padmo Wahjono, 1989, Pembangunan Hukum di Indonesia, Indonesia Hill Co., Jakarta, him. 151
23 1. Supremasi hukum, artinya yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum; 2. Persamaan dalam kedudukan hukum bagi setiap orang 3. Konstitusi tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi manusia diletakan dalam Konstitusi, itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi. Berdasarkan uraian di atas, bahwa konsep negara hukum atau negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat atau the rule of law), yang mengandung prinsip-prinsip asas legalitas, asas pemisahan kehakiman
(pembagian) yang
kekuasaan,
dan
asas
kekuasaan
merdeka, semuanya itu bertujuan untuk
mengendalikan negara atau pemerintah dari kemungkinan bertindak sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. 18 Konsep hukum lain dari negara berdasarkan atas hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus mendapat perhatian, yaitu keadilan, kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid), dan kepastian hukum. 19 Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atau ketertiban ini, syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Tujuan lain dari hukum 18 Menurut Meuwisen, arti sociale rechtstaat sama dengan welvaartstaat dalam kata-kata : de moderne sosiale rechtsstaat of welvaarsstaat,...", Lihat S.W. Couwenberg, 1981, Modern Constitutioneel Recht en Emancipatie van den Mens, Deel I, van Grocum, Assen, him. 41. 19 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1
adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian
hukum
dalam
pergaulan
antar
manusia
dalam
masyarakat. 20 Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa konkrit. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, di samping bertujuan menciptakan keadilan.21 Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktifltasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai upaya represif. Aplikasi pendekatan sistem terhadap penegakan hukum ditegaskan oleh Soeryono Soekamto yang menyatakan bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktorfaktor yang mungkin mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Faktor hukumnya sendiri. 20 Mochtar Kusumaatmadja, Atmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, hal. 2 21 Sudikno Mertokusumo, 1993, Op. Cit, hal. 2
25 2. Faktor penegak hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum 4. Faktor masyarakat, dan 5. Faktor kebudayaan. 22 Dengan demikian betapa tidak bagusnya tujuan sebuah konsep dari penegakkan hukum, jika tidak didukung oleh 5 faktor tersebut diatas, maka cita-cita luhur dari konsep tersebut hanyalah angan-angan belaka. Agar hukum dapat berfungsi dengan baik, salah satu yang perlu diperhatikan adalah perumusan normanya yang harus jelas dan lengkap. Inti dari suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi. 23 c. Teori Pengayoman / Perlindungan Teori pengayoman ini dikemukakan oleh suhardjo (Mantan Menteri Kehakiman). Teori ini pada ininya menegaskan ; Tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenangwenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.24 Selanjutnya
terkait
dengan
fungsi
hukum
Sohardjo
22 Soerjono Soekamto; 2004, "Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum", PT Raja Gravindo Persada, hal.8. 23 Maria Farida Indriati Soeprapto; 1998 ,"Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-Dasar Dan Pembentukannya", Kanisius, Yogyakarta hal. 6. 24 Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 23.
mengemukakan pula bahwa fungsi hukum adalah untuk mengayomi atua melindungi manusia dalam bermasyarakat, dan berbangsa, serta bernegara, baik jiwa dan badannya maupun hak-hak pribadinya, yaitu hak azasinya, hak kebendaannya maupun hak perorangannya. 25 Hukum sebagai kaedah berfungsi untuk mengayomi atau melindungi hak-hak yang dimiliki oleh manusia dalam masyarakat termasuk hak kebendaannya. Hak merek sebagai hak kebendaan tidak berwujud perlu dan penting untuk diberikan perlindungan hukum. Hak merek sebagai hak kebendaan tidak berwujud bersifat mutlak/absolute yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga yang mencoba melanggar hak yang dijamin oleh hukum tersebut. d. Teori Tentang Azas-Azas Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Teori ini dikemukakan oleh Lon I, Fuller. Menurut Fuller, agar hukum (peraturan) berfungsi dengan baik, maka peraturan tersebut harus memenuhi atau mengikatkan diri secarra ketat kepada 8 (delapan) syarat yang merupakan azas-azas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu : 1. .. a failure to acliieve rule at all, so that every issue must de decided on an ad hoc basi : (peraturan harus berlaku juga bagi penguasa, harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya; dituangkan dalam atuan-aturan yang berlaku umum, artinya suatu sistem hukum harus 25
Ibid.
27
2.
3.
4. 5. 6. 7.
mengandung paraturan-peraturan dan tidak boleh sekadar mengandung keputusan-keputusan yang bersifat sementara atau ad hoc); a failure to publicize, or at least, to make available to the affected party, the rules he is expected to observe (aturanaturan yang telah dibuat harus diumumkan kepada mereka yang menjadi objek pengaturan aturan-aturan tersebut); the abuse of retroactive legislation, which not only cannot it self guide action, but underc its the integrity of rules prospective in effect, since it puts them under the threat of retrospective change (tidak boleh ada peraturan yang memiliki daya laku surut atau harus non-retroaktif, karena dapat merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang); a failure to make rules understandable (dirumuskan secara jelas, artinya disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti); the enactment of contradictory rules (tidak boleh mengandung aturan-aturan yang bertentangan satu sama lain); rules that require conduct beyond the powers of the affected party (tidak boleh mengandung beban atau persyaratan yang melebihi apa yang dapat dilakukan); introductions such frequent changes in the rules that the subject cannot orient his action by them (tidak boleh terusmenerus dmbah, artinya tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah-ubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang kehilangan orientasi) 26 Salah satu syarat yang merupakan azas dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan menurut Lon I, Fuller sebagaimana telah disebutkan di atas adalah; dimana peraturan perundangundangan tersebut harus dirumuskan secara jelas, artinya disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti (afailure to make rule understandable). Dalam hal ini, peraturan yang dirumuskan itu jangan sampai menimbulkan berbagai penafsiran.
26 Lon. I. Fuller, 1963, The Morality of Law, New Haven and London Yale University Press, h. 39
Bila dikaitkan dengan Undang-Undang Merek No. 15 tahun 2001, khususnya menyangkut ketentuan penjelasan pasal 6 huruf b, kiranya tidak sesuai atau belum memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Lon I. Fuller. Rumusan ketentuan pasal 6 huruf b beserta penjelasannya dari Undang-Undang Merek No. 15 tahun 2001 tidak jelas dan tidak dapat dimengerti tentang kriteria dari merek terkenal.
1.7 Metode Penelitian Morin L. Cohen dan Kent memberikan definisi tentang penelitian hukum sebagai berikut: "legal research is an essential component of legal practice. It is proses of finding the law that thefoverns an actifity and materials that explain or analys that law. The Resources give the lawyer the knowledge with wich orovide accurate and insightful advise to draft effective document or devent their client right in court" 27 Artinya: Penelitian hukum adalah salah satu komponen dari prakek hukum yang meliputi proses penemuan hukum dan yang menentukan suatu kegiatan dan menjelaskan substansi atau analisis hukum. Dalam hal ini penelitian hukum memberikan sumber pengetahuan kepada praktisi hukum untuk memberikan ketepatan informasi yang cukup untuk membuatu suatu dokumen atau pembelaan terhadap hak-hak 27 Morin L. Cohen and Kent C. Olson; 2000, "Legal Research", 7 ed, West Group, St. Paul Minn. Virginia,hal. 1
29 kliennya di pengadilan. 1.7.1 Jenis Penelitian. Penelitian terkenal
mengenai
Pengaturan
mengenai
merek
dalam perspektif perlindungan hukum ini akan
dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat didalam peraturan
perundang-undangan,
konvensi
internasional,
perjanjian internasional dan putusan-putusan pengadilan. 1.7.2 Jenis Pendekatan Dalam penelitian mengenai pengaturan merek terkenal dalam perspektif perlindungan hukum ini dilakukan dengan : a. Statute
approach
maksudnya
(Pendekatan
pendekatan
yang
perundang-undangan),
dilakukan
dengan
cara
mempelajari peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian; b. Analitical & Conseptual approach (pendekatan analisis konsep hukum), maksudnya adalah dengan pendekatan tersebut dapat dicari pembenaran atas suatu teori atau asasasas yang dapat dipergunakan didalam penelitian; c. Comparative maksudnya
Approach pendekatan
(Pendekatan yang
dilakukan
Perbandingan), dengan
cara
membandingkan peraturan yang berlaku di negara lain. 1.7.3 Sumber Bahan Hukum Dalam pennelitian hukum dengan premis normatif, datanya diawali dengan data sekunder yang disebut dengan bahan hukum yang meliputi: a. Bahan Hukum Primer,yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari: 1) Norma atau kaedah dasar, yaitu Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 2) Peraturan dasar: Batang tubuh UUD NRI1945 3) Peraturan perundang-undangan: •
Undang-Undang dan peraturan yang setaraf
•
Peraturan Pemerintah dan Peraturan yang setaraf
•
Keptusan Presiden dan peraturan yang setaraf
•
Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf
•
Peraturan-peraturan daerah
4) Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan seperti hukum adat 5) Yurisprudensi b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum
31 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan
hukum
sekunder
seperti
kamus
(hukum),
ensiklopedia dan lain-lain. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan : 1) Bahan hukum primer yang meliputi : Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek dan peraturan terkait, undang-undang No 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Establishing The World Trade Organisation (Persetujuan pembentukan
Organisasi
Perdagangan
Dunia)
serta
beberapa putusan Mahkamah Agung. 2) Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat para pakar hukum tentang Hak kekayaan intelektual khususnya yang berkaitan dengan merek yang diperoleh dari berbagai buku. literature, jurnal, serta tulisan-tulisan di internet. 3) Bahan hukum tersier yaitu kamus bahasa hidonesia dan kamus hukum 1.7.4 Teknik Analisis Bahan Hukum Untuk terkumpul
menganalisis
bahan-bahan
hukum
yang
dapat dipergunakan berbagai analisis sebagai
berikut : 1. Deskripsi 2. InterpretasiKonstruksi
3. Evaluasi 4. Argumentasi 5. Sistematisasi Ad.1. Teknik Deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaanya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-propsisi hukum dan non hukum Ad.2. Teknik Interpretasi berupa penggunaaan jenis-jenis penafsiran
dalam
ilmu
hukunm
seperti
penafsiran
gramatikal, historis sistimatis, teleologis, kontekstual dan lain-lain Ad.3. Teknik Konstruksi berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan analog! dan pembalikan proposisi Ad.4. Teknik Evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan sekunder. Ad.5. Teknik Argumentasi, tiadk bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didsarkan atas suatu alasan-alasan yang bersifat penalaran hukuni. Dalam
33 pembahasan
permasalahan
hukum
makin
argumen, makin menunjukkan kedalaman
banyak penalaran
hukuni. Ad.6. Teknik Sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum
antara
peraturan
hukum
atau proposisi
perundang-undangan yang
sederajat maupun antara yang tidak sederajat. Dalam tesis ini bahan hukum akan diteliti dengan menggunakan argumentasi.
tehnik
deskripsi, interpretasi,
evaluasi
dan