I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi digital dan telekomunikasi serta tansportasi
memicu percepatan perubahan lingkungan bisnis global. Batas-batas negara sudah menjadi kurang relevan lagi (borderless) di era globalisasi saat ini. Tren integrasi ekonomi regional seperti: Uni Eropa, APEC (Asia Pacific Economic Corporation), ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), China-ASEAN membuat lalu lintas barang dan jasa menjadi lebih mudah dan murah. Hal ini karena kerjasama ekonomi tersebut melahirkan kesepakatan-kesepakatan untuk mengurangi hambatan-hambatan dan tarif (tariff and barriers) secara bertahap dalam perdagangan antar negara tersebut. Dampak tren ekonomi regional ini bagi suatu negara juga bervariasi, tergantung dari kesiapan dan kompetensi para pelaku bisnis di masing-masing negara untuk memanfaatkan peluang kemudahan dan keterbukaan sistem perdagangan ini. Paling tidak, kerja sama ekonomi ini lebih mempermudah lalu lintas antar Negara yang memicu persaingan bergerak kearah regional, bukan hanya dalam negeri. Pasar domestik maupun luar negeri, menjadi lebih terbuka bagi perusahaan-perusahaan di kawasan regional tersebut. Tren globalisasi perdagangan ini merupakan suatu yang sulit untuk dihindari dan menciptakan iklim usaha yang semakin kompetitif bagi perusahaan. Menurut Pearce dan Robinson (2003), dampak perubahan lingkungan bisnis yang semakin kompetitif akan memberikan suatu peluang dan sekaligus ancaman bagi suatu perusahaan. Bila dilihat dari sudut positif, maka kerja sama ekonomi regional menciptakan kemudahan dan peluang baru bagi perusahaan untuk memasarkan produknya pada negara-negara yang
terkait kerja sama ini. Bagi perusahaan yang kurang siap bersaing secara regional maka kerjasama ini mungkin bisa menggerus pangsa pasar domestiknya atau paling buruknya bisa berakibat pada kebangkrutan bila tidak bisa mengatasi persaingan regional ini. Selanjutnya Pearce dan Robinson (2003), menjelaskan bahwa beberapa faktor seperti: politik, ekonomi, sosial-budaya, teknologi dan ekologi
akan menyebabkan
perubahan lingkungan bisnis perusahaan. Porter (1980), lebih menyoroti kompetisi suatu indutri dimana perusahaan beroperasi, sebagai lingkungan bisnis eksternal bagi perusahaan.
Porter (1980) memperkenalkan lima faktor atau kekuatan yang
mempengaruhi tingkat intensitas persaingan dalam suatu industri, yakni: 1) Ancaman pendatang baru. 2) Daya tawar pelanggan. 3) Daya tawar pemasok. 4) Ancaman produk atau jasa substitusi dan 5). Persaingan antar perusahaan sejenis yang sudah ada. Bagi perusahaan yang ingin tetap eksis dan terus berkembang di masa depan tidak cukup mengandalkan mengandalkan kesuksesan masa lalu. Hamel dan Prahalad (1994), justru menyarankan perusahaan perlu belajar ‘melupakan’. Dalam lingkungan ekseternal bisnis yang terus berubah, masa depan bukanlah hasil ekstrapolasi masa lalu. Sebagi contoh, perusahaan raksasa seperti IBM, tidak mampu mempertahankan keunggulan kompetitif masa lalunya dalam industri PC (Personal Computer) yang digeluti sejak tahun 1981 dan terpaksa menjual divisi Personal Computer (PC) nya kepada Lenovo pada tahun 2005 (Musil,2005), karena divisi PC IBM ini terus merugi sejak tahun 2001 (Fisher, 2005). Beberapa perusahaan minyak
dan
gas, seperti: Shell dan BP, telah
mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal bisnisnya dan menyadari tidak bisa lagi mengandalkan energi fosil atau energi yang tidak terbarukan (unrenewable energy) untuk
pertumbuhan di masa depan. Perusahaan Shell dan BP walaupun saat ini masih bergantung kepada energi fosil, tapi mereka sudah merencanakan untuk ‘melupakan’ dan telah melakukan riset dan mengaplikasikan teknologi energi alternatif dan atau energi terbarukan (renewable energy). Beberapa sumber energi yang dikembangkan, antara lain: biofuel, biodiesel, tenaga angin, tenaga matahari dan hidrogen. Perusahaan juga telah melakukan reposisi visi dan melakukan tranforrmasi dari perusahaan minyak dan gas menjadi perusahaan energi (www.bp.com dan www.shell.com). Perusahaan NEC (Nippon Electronic Company) yang sebelumnya hanya sebagai perusahaan penyedia peralatan elektronik dan kini telah menjadi perusahaan global electronic powerhouse dan termasuk lima besar perusahaan dunia yang bergerak dalam bidang komputer, semi konduktor dan elektronik. Hal ini karena kepemimpinan Kobayashi di NEC pada akhir 1960 dan tahun 1970 yang telah melihat peluang lebih awal akan terjadinya konvergensi industri telekomunikasi dan komputer. Kemudian Kobayashi membuat sebuah arsitektur strategik untuk menyiapkan kompetensi perusahaan dalam teknologi internet untuk memanfaatkan peluang industri masa depan tersebut (Hamel dan Prahalad , 1994). General Electric (GE) sebuah perusahaan manufacturing yang pada awalnya merupakan perusahaan yang memproduksi alat-alat listrik dan mesin-mesin berat, lalu terjun ke bisnis jasa keuangan dengan nama GE Capital. Hal ini membuktikan GE berhasil keluar dari batasan industri tradisionalnya atau bisnis awalnya (www.ge.com). Beberapa perusahaan di Indonesia, seperti perusahaan Astra yang pada awalnya bergerak dalam industri otomotif, kemudian berekspansi ke indutri agribisnis (Astra Agro Lestari), industri jasa keuangan (Astra Finance),
indutri alat berat, IT dan infrastruktur
(www.astra.co.id). Perusahaan Garuda Food, yang pada awalnya hanya sebagai perusahaan tepung tapioka pada tahun 1958, kemudian berekspansi ke produsen kacang dengan merek Kacang Garuda pada tahun 1987. Pada tahun 1997 perusahaan memasuki bisnis biskuit dengan merek Gery. (www.garudafood.com). Demikian juga Wing Food, pada awalnya produsen sabun bermerek Ekonomi, saat ini sudah menjadi perusahaan household, personal care dan food dengan berbagai merek, seperti: So Klin, Ciptadent, Jas Jus, Mie Sedap dan lain sebagainya (www.wingsfood.com). Tentunya perubahan atau transformasi ini tidak terjadi secara alamiah, tetapi sesuatu yang dibangun. Hasil analisis lingkungan bisnis eksternal atau antisipasi tren perubahaan minimal salah satu faktor seperti: politik, ekonomi, sosial budaya (gaya hidup), teknologi dan ekologi. Kemudian mengidentifikasi adanya peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan. Melihat kesuksesan transformasi tersebut, walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, transformasi perusahaan ini tentunya memerlukan sebuah arsitektur strategikuntuk mempersiapkan kompetensi-kompentensi baru yang perlu dibangun atau dimiliki dalam melakukan ekspansi bisnis baru tersebut. CV AAC yang menjadi objek penelitian, saat ini memiliki bisnis utama adalah budidaya jamur tiram putih. Berdasarkan survei pendahuluan, perusahaan tidak memiliki kesulitan menjual seluruh produksi jamur tiram putihnya, kadang tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan sepenuhnya. Meskipun demikian, sejak tahun 2006 dan 2008 perusahaan telah melakukan riset budidaya diluar jamur, seperti gangang (spirulina) dan udang galah. Pada perencanaan jangka panjang, perusahaan juga berkeinginan melakukan ekspansi pada bisnis pertanian budidaya pisang, industri perdagangan dan pengolahan.
Rencana ekspansi perusahaan tersebut dipicu oleh beberapa tantangan dan keterbatasan yang dihadapi perusahaan saat ini dengan bisnis jamur tiram putihnya. Produk jamur ini bersifat mudah rusak (perisable), bila tidak bisa dijual dalam 1-4 hari akan membusuk dan mendatangkan kerugian perusahaan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, harga jual jamur saat ini sekitar Rp 6.500-Rp 7.000, padahal 2 atau 3 tahun sebelumnya bisa di atas Rp 7000. Penurunan harga ini mencerminkan tingkat persaingan yang semakin meningkat di industri budidaya jamur. Salah satu penyebab, disamping peningkatan kapasitas produksi para petani yang ada, juga diduga karena bertambahnya para pemain baru dalam budidaya jamur ini. Hal ini karena investasi relatif murah dan mudah serta siklus bisnis yang relatif singkat yakni1-3 bulan (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2007). Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan arsitektur strategik. Suatu pendekatan untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal perusahaan serta memprediksi gambaran industri masa depan perusahaan (industry foresight). Diharapkan pendekatan arsitketur strategik ini
memberikan suatu
peta jalan atau cetak biru
(roadmap atau blue print) yang membantu perusahaan mencapai masa depan yang diinginkannya. Judul penelitian ini adalah ‘Arsitektur Strategik CV Asa Agro Corporation’. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, berikut ini adalah rumusan masalah penelitian CV Asa Agro Corporation (CV AAC). 1) Apakah faktor-faktor lingkungan bisnis eksternal mempengaruhi perkembangan CV AAC?
dan
internal
yang
2) Bagaimana gambaran industri masa depannya? 3) Apakah impian baru atau masa depan yang diinginkan manajemen puncak/pemilik saat ini ? 4) Bagaimana arsitektur strategik CV AAC untuk mencapai masa depan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Berikut ini adalah tujuan penelitian yang berusaha menjawab rumusan masalah di atas, sebagai berikut: 1) Menganalisis faktor-faktor
lingkungan bisnis eksternal dan
eksternal yang
mempengaruhi perkembangan CV AAC. 2) Menganalisis
gambaran
industri
masa
depan
dimana
CV
AAC
beroperasi/bergerak. 3) Mengkaji impian baru atau masa depan yang diinginkan manajemen puncak/pemilik saat ini. 4) Merancang arsitektur strategik CV AAC .
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB