BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. merupakan perusahaan penyelenggara
informasi dan telekomunikasi (infocomm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sahamnya pada perioda 31 Desember 2006 dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (51,19%) dan oleh publik sebesar 48,81%. Sebagian besar kepemilikan saham publik (45,58%) dimiliki oleh investor asing, dan sisanya (3,23%) oleh investor dalam negeri. Pada tanggal 14 November 1995 dilakukan penawaran umum perdana saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Sejak itu saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES), Bursa Saham New York (NYSE) dan Bursa Saham London (LSE) tanpa pencatatan di Bursa Saham Tokyo. Tahun 1999 ditetapkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Penghapusan Monopoli Penyelenggaraan Telekomunikasi. Memasuki abad ke-21, Pemerintah Indonesia melakukan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. tidak lagi memonopoli telekomunikasi Indonesia. Menindaklanjuti
UU
tersebut,
pemerintah
melakukan
reposisi
dan
restrukturisasi penyelenggara telekomunikasi melalui peniadaan kepemilikan
1
2
silang (cross ownership) dan kepemilikan bersama (joint ownership) oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan PT Indosat. Pemerintah juga melakukan terminasi dini hak eksklusivitas PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan PT Indosat pada tahun 2002 (lokal) dan tahun 2003 (SLJJ dan SLI). Pada awalnya penyelenggaraan telekomunikasi tetap dan penyelenggaraan sambungan lokal hanya dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia secara eksklusif hingga tahun 2010. Penyelenggaraan telekomunikasi Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan Saluran Langsung Internasional (SLI) masing-masing dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. hingga tahun 2005 dan PT Indosat hingga tahun 2004. Pemerintah juga telah menetapkan duopoli dan kompensasi sebagai konsekuensi dari terminasi dini hak eksklusivitas PT. Telkom dan PT Indosat. Itu berarti bahwa bahwa para penyelenggara telekomunikasi untuk SLJJ dan telekomunikasi lokal kini bukan hanya pada PT Telekomunikasi saja tetapi terdapat PT Indosat Tbk, PT Ratelindo dan PT Batamindo. Jasa SLI yang tadinya hanya dimonopoli oleh PT Indosat dan Satelindo kini dimiliki juga oleh PT Telekomunikasi. Sebelum adanya UU No.36 Tahun 1999, PT Telkom merupakan perusahaan telekomunikasi yang memonopoli penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. PT Telkom memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Terlebih lagi PT Telkom juga diberikan hak eksklusivitas untuk menyelenggarakan SLJJ dan telekomunikasi lokal. PT Telkom pada saat itu masih dominan dan menguasai pasar telekomunikasi. Sejak diberlakukannya UU No.36 Tahun 1999 maka PT Telkom tidak lagi dapat memonopoli dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Penetapan UU No. 36
3
Tahun 1999 berakibat pada laba PT Telkom yang setiap tahunnya berfluktuatif karena
terdapat
banyak
pesaing
yang
dapat
menjadi
penyelenggara
telekomunikasi, sebagai contoh yaitu PT Indosat. PT Telkom tidak lagi dapat menguasai pasar sehingga terdapat kemungkinan para konsumen akan beralih ke produsen lain. Konsumen akan beralih ke produsen lainnya dikarenakan terdapatnya para pesaing lain yang muncul sehingga harga barang yang ditawarkan juga lebih beraneka ragam. PT Telkom tidak lagi dapat mengendalikan harga barang dan jasa yang dijual karena penyelanggara telekomunikasi tidak hanya dimiliki oleh PT Telkom namun terdapat produsen yang lain juga. Adanya para pesaing tersebut maka kinerja PT Telkom juga mengalami perubahan setiap tahunnya. Pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia melepas nilai tukar terhadap Rupiah mengambang tanpa batas yang jelas. Depresiasi Rupiah terhadap US Dollar membebani belanja modal (capital expenditure) Telkom mengingat peralatan-peralatan yang dipergunakan Telkom untuk perluasan kapasitas jaringan merupakan hasil impor dan dibeli dengan menggunakan mata uang asing terutama US Dollar dan Euro. Sementara sebagian besar pendapatan Telkom adalah mata uang Rupiah. Perubahan kebijakan nilai tukar mata uang dapat mengakibatkan peningkatan suku bunga BI secara signifikan, kekurangan likuiditas, pengendalian modal atau tertundanya bantuan dari lembaga donor. Jika hal itu terjadi dapat memberikan efek negatif pada PT Telkom. Pada tahun 2001 hingga tahun 2004 laba PT Telkom mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dengan ratarata Rp6,2 triliun. Laba yang dicatat PT Telkom tersebut jauh lebih baik daripada tahun 1997 hingga 2000 yaitu dengan rata-rata Rp1,75 triliun.
4
Tahun 2001 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. membeli 35% saham Telkomsel dari PT Indosat sebagai bagian dari implementasi restrukturisasi industri jasa telekomunikasi di Indonesia yang ditandai dengan penghapusan kepemilikan bersama dan kepemilikan silang antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan PT Indosat. PT Telekomunikasi membeli 35% saham PT Indosat di Telkomsel dan sebagai imbal baliknya PT Telekomunikasi menjual 22,5% sahamnya di Satelindo kepada PT Indosat. Penjualan dan pembelian saham, PT Telkom tersebut, maka PT Telekomunikasi Indonesia menguasai 77,72% saham Telkomsel. Tahun 2002 PT Telekomunikasi membeli seluruh saham Pramindo melalui 3 tahap. Pertama PT Telekomunikasi membeli 30% saham pada saat ditandatanganinya perjanjian jual-beli tanggal 15 Agustus 2002. Tahap kedua pada tanggal 30 September 2003. Tahap ketiga pada tanggal 31 Desember 2004 sebesar 55%. Tahun 2002 PT Telekomunikasi juga menjual 12,72% saham Telkomsel kepada Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd. (Singtel) sehingga setelah penjualan tersebut PT Telekomunikasi hanya memiliki 65% saham Telkomsel. Sejak bulan Agustus 2002 terjadi duopoli penyelenggaraan telekomunikasi lokal.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: •
Bagaimana dampak diberlakukannya UU No. 36 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli terhadap kinerja PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk?
5
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam tentang dampak dengan diberlakukannya UU No. 36 Tahun 1999 terhadap kinerja PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
1.4
Kontribusi Penelitian
Penulis berharap bahwa penelitian ini akan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Bagi perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan informasi mengenai dampak dengan diberlakukannya UU No. 36 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli terhadap kinerja PT Telekomunikasi. 2. Bagi peneliti lain, diharapkan bahwa hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi dalam pengadaan penelitian mengenai kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.. 3. Bagi investor, diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam menilai kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. 4. Bagi penulis, penelitian ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar strata (S1) Sarjana Ekonomi, program studi akuntansi di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Selain itu, penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga karena menambah pengetahuan dan wawasan baru dalam bidang pengetahuan, khususnya bidang akuntansi.
6
1.5
Keterbatasan
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai keterbatasan antara lain: •
Perusahaan yang dijadikan obyek penelitian hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.
•
Laporan Keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk merupakan data sekunder yang diperoleh melalui Jakarta Stock Exchange (JSX) yang ada di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana perioda 1997-2004.
•
Penelitian ini hanya menggunakan analisis SWOT untuk menganalisis kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan analisis GE matrix disamping menggunakan analisis SWOT untuk menganalisis kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.