BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai dengan adanya internet, nyatanya telah membawa masyarakat pada babak era baru. Revolusi teknologi informasi dan komunikasi telah menandai di mana infomasi menjadi sebuah komoditi dan kekuatan bagi yang menguasainya.Berbekal informasi, seseorang dapat menangkap peluang dan beragam kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Secara sederhana, siapa saja yang mampu mengelola informasi dengan baik, akan memiliki posisi yang kuat untuk berkembang dan maju. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan manfaat yang siginifikan bagi segala bidang kehidupan manusia, mulai dari bidang sosial, hingga ekonomi dan bisnis.Keberadaan Teknologi dan komunikasi kini telah mempermudah masyarakat dalam melakukan komunikasi dan bisnis. Saat ini, masyarakat sudah makin familiar dengan perangkat TIK serta bersedia memanfaatkannya sesuai dengan bidang yang digeluti. Dalam bidang bisnis misalnya, keberadaan TIK telah memberikan manfaat serta kemajuan penting bagi para pengusaha perempuan. Fenomena tersebut, salah satunya, dapat dilihat dari banyaknya pengusaha perempuan yang melakukan
1
2
kegiatan bisnis secara online, baik melalui website,blog, maupun jejaring sosial lainnya, misalnya facebook, twitter, blackberry, WhatsApp, dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peranan TIK bagi dunia bisnis telah membawa angin segar dan arah baru dunia bisnis. Jika dulu seseorang hanya dapat melakukan aktifitas jual-beli secara konvensional (face to face), kini aktifitas tersebut dapat dilakukan secara maya. Keberadaan akses internet telah mampu menjadi jembatan komunikasi antar pengusaha baik dalam kancah domestik maupun internasional. Tidak hanya itu, bahkan melalui internet tersebut mereka membentuk kelompok-kelompok tertentu sebagai jaringan bisnis mereka. Misalnya, melalui akun email, seorang pengusaha dapat membuat mailing list. Hal ini mengakibatkan penyebaran informasi menjadi sangat cepat,dalam hitungan menit bahkan dalam hitungan detik sekalipun. Selain itu, wilayah penyebarannya pun tidak hanya dalam kancah domestik, tetapi juga internasional. Dengan demikian, seorang pengusaha dapat memasarkan produknya dalam jangkauan yang luas, baik domestik maupun internasional. Fenomena tersebut kini terjadi di berbagai negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, penerapan dan pemanfaatan TIK telah meliputi hampir semua sektor pembangunan termasuk usaha dan industri. Pada sektor usaha dan industri, pemanfaatan TIK tidak hanya untuk industri skala besar, tetapi juga dilakukan untuk usaha mikro kecil dan menengah. Dalan hal ini, TIK berpeluang
3
besar menjadi kunci sukses dalam sektor industri khususnya usaha kecil menengah (UKM) melalui e-Bussines. Disadari atau tidak, keberadaan UKM di Indonesia mempunyai peran strategis di dalam pembangunan ekonomi nasional. UKM terbukti mampu menghadapi krisis ekonomi global yang imbasnya masih berlangsung hingga sekarang. Meski demikian, masih banyak UKM di Indonesia yang belum memanfaatkan TIK secara maksimal. Sebagian besar di antara mereka masih bersifat konvensional. Hal ini sudah selayaknya menjadi perhatian pemerintah untuk memperkuat peran TIK dalam pengembangan potensi UKM di Indonesia agar dapat bersaing secara kompetitif. TIK dan e-commerce menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengusaha perempuan di banyak negara berkembang. Perempuan merupakan pelaku pasar terbanyak di bidang usaha mikro kecil dan menengah, karena dapat menghemat waktu dan uang, sambil meraih pelanggan baru di pasar domestik dan pasar internasional. Kisah-kisah sukses dalam usaha business-to-consumer (B2C) atau eretailing diperoleh dari semua wilayah negara berkembang, yang membuktikan betapa para perempuan telah memanfaatkan internet untuk memperluas basis pelanggan mereka di pasaran luar, mampu menggabungkan tugas-tugas rumah tangga dengan usaha dagang yang lancar. Akan tetapi, sekalipun e-retailing mendapat sorotan positif, jangkauan dan penyebarannya di bagian-bagian dunia miskin masih kecil, terutama para perempuan yang bekerja di usaha-mikro dan sektor informal
4
masih jauh dari jangkauan teknologi-teknologi yang baru (BAPPENAS-UNDP, 2010: 10). Di Sierra Leone, Afrika, misalnya,TIK dapat memecahkan persoalan dan mengurangi beban yang dihadapi perempuan. Pemanfaatan TIK oleh perempuan pengusaha kecil dan menengah di negara-negara berkembang mampu membuat usaha mereka berkembang. Sementara di Tianjin Cina, organisasi bernama Tianjin Women’s Bussiness Incubator (TWBI) telah memberi kredit lunak kepada kaum perempuan. Proyek kredit tersebut telah menolong 8.000 perempuan memperoleh pekerjaan, dan sekitar 2.000 perusahaan kecil kini telah dikelola kaum perempuan, juga ada pemberian pelatihan dan konsultasi untuk lebih dari 20.000 perempuan. Kemudian pada tahun 2003, TWBI memenangkan hibah untuk mengembangkan bisnis melalui TIK. Mereka membuat beragam program, di antaranya pelatihan penggunaan internet dan membuat website untuk para pengusaha perempuan. Qiu Hong, misalnya, salah seorang dari peserta pelatihan TIK, yang membuka usaha dekorasi, sebelumnya hanya 2–3 pelanggan setiap bulan. Pelanggan bertambah menjadi 10 orang perbulan setelah ia mengambil kelas pelatihan TIK. Pasar untuk usahanya berkembang lebih cepat dengan bantuan TIK seperti internet (Tanesia, 2005). Menurut sensus ekonomi BPS pada tahun 2006, jumlah UKM keseluruhan di Indonesia ada 22.513.552 UKM. Dua tahun berikutnya, di tahun 2008, jumlah usaha mikro kecil menengah sebesar 46 juta dan 60% pengelolanya perempuan. Dengan
5
jumlah sebesar itu, peran perempuan menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi karena mampu menciptakan lapangan kerja baru dan TIK dapat menjadi sarana efektif untuk pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi. Selain itu, penggunaan TIK membantu perempuan di beberapa bidang seperti perdagangan dan kewirausahaan sebagai sumber informasi dan sarana mempromosikan serta memasarkan produk. Dengan kata lain, TIK dapat menjadi alat yang efektif bagi para perempuan usaha kecil menengah untuk mengembangkan usahanya. Pemanfaatan TIK untuk bisnis, dapat dikembangkan seiring maraknya bisnis online berbasis internet dan banyak perempuan mempergunakan karena lebih fleksibel dalam menjalankan bisnisnya, dan hal ini telah menjadi sebuah fenomena baru. Namun demikian, peran perempuan di dalam perkembangan TIK masih minoritas. Laki-laki masih memegang peranan penting dalam TIK. Perempuan mendominasi pada posisi administrasi, memasukkan data, operator komputer, dan sejenisnya, selebihnya dipegang laki-laki. Dengan kata lain, TIK bagi perempuan di negara berkembang merupakan barang mewah yang sulit dan mustahil diakses. Faktor-faktor kultural mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan di berbagai tingkat: rumah tangga, desa, bangsa. Sebuah penelitian Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI mengatakan bahwa “di bidang teknologi, khususnya TIK, masih sangat dekat dengan kaum laki-laki, sedangkan perempuan seringkali hanya sebagai obyek, padahal kuantitas jumlah perempuan
6
hampir separuh penduduk Indonesia yang merupakan potensi jika diberdayakan dengan baik” (Pikiran Rakyat, 2010). Budaya patriarki juga masih terasa dalam bidang teknologi tersebut, masih terdapat anggapan bahwa TIK menjadi tugas laki-laki, karena jumlah perempuan yang memakai internet masih sedikit. Menurut McGuire dalam Hermana (2007) hasil studi yang dilakukan Academy for educational Development memperlihatkan pengguna internet perempuan hanya 22% di Asia, 38% Amerika Latin, 6% Timur Tengah, dan hanya sedikit di Afrika. Sementara di Indonesia menurut data indikator (2005) menyebutkan bahwa yang menggunakan internet di Indonesia masih didominasi laki-laki (75,86%). Dan perempuan (24,14%). Hal ini menunjukkan bahwa internet masih dianggap sebagai komoditas kaum laki-laki dan kecenderungan bersifat maskulin. Pengguna internet dari kalangan perempuan tersebut lebih banyak berasal dari daerah perkotaan, berpendidikan, dan sebagian besar menggunakan komputer dalam pekerjaan rutin di kantor. Bagi masyarakat tradisional, patriarki merupakan hal yang tidak perlu dipermasalahkan dan selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan, bahwa secara biologis perempuan dan laki-laki berbeda fungsi sosial hingga pekerjaannya. Lakilaki selalu dikaitkan dengan fungsi dan tugas luar rumah, sedangkan perempuan mengerjakan tugas domestik. Adanya “diskriminasi” antara laki-laki dan perempuan telah membawa anggapan yang cenderung membedakan perempuan dan laki-laki berdasar biologinya bukan pada kemampuannya, hal itu pula yang menimpa
7
perempuan pelaku usaha kecil menengah. Teknologi tidak cukup ramah terhadap mereka. Banyak hal yang bisa disebut sebagai penghambat kurang berkembangnya, menurut Retno (2011), penggunaan TIK di kalangan perempuan usaha kecil menengah. Pertama, minimnya informasi dan pengetahuan TIK sebagai alat pendukung pengembangan usaha sehingga membuat pelaku-pelaku ekonomi usaha kecil semakin jauh dari jangkauan teknologi baru. Hal ini mempengaruhi apresiasi perempuan usaha kecil terhadap penerapan TIK sebagai sarana pendukung usaha. Kedua, rendahnya kesempatan dan akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan atau pelatihan terkait TIK. Ketiga, kendala sosial kultural atau lebih tepatnya persoalan gender. Secara kultural, masyarakat masih melihat bahwa perempuan dirasa tidak mampu bekerja di ranah teknologi. Umumnya perempuan masih dipandang lebih baik melakukan pekerjaan domestik, implikasinya ruang perempuan untuk pekerjaan TIK di sektor formal menjadi terbatas. Di tengah kompleksnya kondisi perempuan pelaku Usaha Kecil Menengah (PUKM), ada beberapa organisasi perempuan yang secara intens membekali para perempuan pelaku usaha kecil menengah dengan kompetensi di bidang TIK yang tersebar di beberapa daerah.Di Yogyakarta misalnya, salah satu organisasi perempuan yang melakukan pemberdayaan akses informasi menggunakan TIK bagi perempuan adalah Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) di daerah Bantul Yogyakarta.
8
Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) Bantul ini merupakan jaringan kelompok usaha kecil yang gabungan dari Lembaga Keuangan Perempuan (LKP) di wilayah Bantul. LKP-LKP yang didampingi oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) ini lahir setelah adanya peristiwa gempa bumi yang terjadi pada 27 Mei 2006. Pada tahun 2012, tercatat ada 832 orang perempuan yang menjadi anggota Jarpuk dan tersebar di beberapa wilayah di Yogyakarta, mulai dari Banguntapan, Pandak, Bambanglipuro, Pundong, Pleret, dan Imogiri.Dari sini dapat dilihat bahwa Jarpuk sebagai lembaga perempuan usaha kecil (PUK) telah tersebar di beberapa wilayah dan sudah mempunyai banyak anggota. Selain lembaga Jarpuk di Yogyakarta, ada organisasi perempuan lainnya berada di Klaten, Jawa Tengah yang tergabung dalam Koperasi Wanita Setara (Kopwan Setara) Klaten Jawa Tengah yang berdiri sejak 30 April 1998. Kopwan Setara juga merupakan salah satu organisasi perempuan pelaku usaha di Klaten yang menggunakan TIK sebagai strategi pemberdayaan akses informasi perempuan untuk kegiatannya. Hampir sama dengan Jarpuk, Kopwan Setara juga mempunyai sebaran di beberapa daerah di Klaten. Hingga pada awal tahun 2013, jumlah anggota Kopwan Setara mencapai sekitar 2.613 perempuan tergabung dalam 162 kelompok tersebar di 16 kecamatan dan 53 desa. Sebagai sebuah organisasi perempuan yang tergabung dalam badan koperasi, Kopwan Setara terus berupaya mendorong para anggotanya untuk mendayagunakan TIK sebagai penunjang aktifitas usaha atau bisnisnya.
9
Selain mempunyai wilayah persebaran anggota yang cukup luas, berdasarkan data yang peneliti dapatkan, kedua organisasi perempuan tersebut sama-sama berada di bawah dampingan Combine Resource Institution (CRI) Yogyakarta dalam melaksanakan
program
pemberdayaan
akses
informasi
perempuan
dengan
menggunakan TIK, CRI adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi informasidan komunikasi di masyarakat. CRI memberikan pelatihan TIK dan fasilitas pendukungnya bagi kedua lembaga diatas. Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan akses informasi terhadap perempuan, lembaga Jarpuk Bantul dan Kopwan Setara mempunyai perbedaan di tingkat strategi, dimana lembaga Jarpuk Bantul belum menjadikan TIK sebagai strategi pemberdayaan perempuan, sementara Kopwan setara Klaten sudah dengan tegas mengatakan kalau TIK merupakan strategi pemberdayaan perempuan. Hal ini yang membedakan pola pemberdayaan yang dilakukan oleh kedua lembaga. Berdasarkan hal ini lah, peneliti tertarik untuk memilih dua organisasi perempuan tersebut sebagai obyek penelitian. Hemat peneliti, dua organisasi perempuan tersebut cukup mewakili masing-masing wilayah, yaitu Yogyakarta dan Klaten, serta dapat dijadikan perbandingan sejauh mana kualitas pemberdayaan TIK di antara keduanya. Lebih lanjut, penelitian ini ingin melihat sejauh mana proses pemberdayaan perempuan dengan menggunakan TIK sebagaimana yang dilaksanakan di Jaringan
10
Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) Bantul, Yogyakarta, dan Koperasi Wanita (Kopwan) Setara Klaten, Jawa Tengah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang terurai di atas bisa dirumuskan masalah sebagai berikut : 1.2.1 Sejauh
mana
memberdayakan
teknologi akses
informasi informasi
komunikasi perempuan
(TIK)
dapat
terutama
pada
pengembangan usaha kecil dan menengah? 1.2.2 Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pemberdayaan akses
informasi perempuan khususnya bagi
pengembangan usaha kecil dan menengah tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, serta melalui rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan : 1.3.1 Ingin mengetahui sejauh mana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat memberdayakan akses informasi perempuan terutama pada pengembangan usaha kecil dan menengah. 1.3.2 Ingin mengetahui faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi penggunaan atau pemanfatan TIK bagi organisasi
11
pemberdayaan perempuan terutama pada pengembangan usaha kecil dan menengah. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis diantaranya 1.4.1 Manfaat bagi praktisi. 1.4.1.1 Menjadi masukan dan acuan untuk program pemberdayaan perempuan, khususnya untuk pemberdayaan akses informasi perempuan
baik oleh
Pemerintah, Perguruan Tinggi, NGO, UKM, Ormas, Dsb. 1.4.1.2 Menjadi masukan bagi perempuan pada umumnya dan perempuan pengusaha kecil menengah khususnya dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan diri dan usahanya. 1.4.2 Manfaat teoritis. Menjadi masukan untuk penelitian lebih lanjut, terutama berkaitan dengan TIK dan perempuan sekaligus mempertajam aplikasi bagi perkembangan teori dan/atau konsep pemberdayaan perempuan, khususnya pemberdayaan kelompok informasi perempuan (KIP) melalui teknologi informasi dan komunikasi.
12
1.5
Tinjauan Pustaka Internet adalah bagian yang penting bagi perkembangan TIK. Beberapa studi
tentang internet telah banyak dilakukan, entah manfaat maupun dampaknya. Salah satunya studi yang dilakukan (Franklin, 2004) menyebutkan dampak dari internet. Pertama, internet merupakan perpanjangan tangan kapitalisme dan membawa perubahan radikal terhadap kehidupan. Dengan komunikasi internet, orang selalu melihat segala sesuatu berdasar kapital. Kedua, internet merupakan produk antisosial, bahkan mampu menciptakan ruang baru dalam penyampaian informasi dan komunikasi. Kedua hal tersebut adalah dampak dari perkembangan, penggunaan internet oleh masyarakat yang saat ini dikenal dengan nama cyber community. Komunitas ini memiliki pendukung sendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tidak menggunakan internet sebagai media komunikasi. Franklin dalam tulisannya memposisikan internet sebagai sesuatu yang mengubah tatanan kehidupan dalam masyarakat.
Dalam
penelitiannya
itu
Franklin
tidak
mengulas
persoalan
pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan akses informasi melalui komunikasi dan teknologi internet yang dibahas dalam tesis ini. Mengambil jalan yang agak berbeda dengan Franklin dalam memposisikan TIK, termasuk internet, bahwa bicara tentang TIK tidak melulu persoalan kecanggihan hardware, software, dan atau hal-hal teknis yang terlepas dari aspekaspek sosial pengguna teknologi (Noegroho, 2010). Hal yang disoroti tentang perkembangan teknologi di masyarakat dapat berdampak pada perubahan pola pikir
13
dan tingkah laku. Pendapat tersebut tidak jauh berbeda dengan kesimpulan tesis ini bahwa TIK dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku perempuan dalam mengembangkan diri dan usahanya, serta organisasi yang melakukan kegiatan, seperti yang diungkapkan oleh (Noegroho, 2010)“Salah satu dampak yang ditimbulkan perkembangan teknologi adalah perubahan organisasi dan hubungan sosial dalam masyarakat “. Sementara itu (Nugroho, 2002) melihat sistem informasi dalam kerangka sistem kinerja informasi dan membangun sistem. Sebelum membangun program, harus dilakukan perencanaan. Kerangka kerja pengembangan sistem informasi itu terdiri dari perencanaan, analisis, perancangan, implementasi, dan pemeliharaan. Kelima unsur tersebut adalah “Lingkaran Hidup Sistem Informasi” (Information System Cycle Life) karena sifat sistem yang selalu diperbaharui. Sekalipun begitu, pandangan (Nugroho, 2002) tetap penting dan memberikan referensi dan landasan dalam penelitian ini. Hampir sama dengan (Nugroho, 2002) adalah hasil survey yang dilakukan Asia Foundation dan Castle Asia (Hermana, 2010) terhadap 227 usaha kecil dan menengah di tahun 2002. Hasil survey menunjukkan bahwa 158 usaha atau 69,9% sudah menggunakan internet dan sebagian besar digunakan oleh usaha kecil untuk berhubungan dengan pembeli luar negeri. Hal menarik lain dari survey tersebut bahwa penggunaan TIK oleh pengusaha kecil ternyata bukan sesuatu yang langka, terutama usaha kecil yang berorientasi ekspor. Bahkan teknologi telepon seluler
14
sudah digunakan oleh sebagian besar pemilik usaha kecil. Memang tingkat adopsi penggunaan komputer dan internet relatif lebih rendah dibanding telepon seluler. Untuk itu sudah saatnya dibangun sebuah sistem informasi dalam pengembangan usaha kecil menengah, seperti yang pernah diungkapkan Adi Nugroho. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penggunaan telepon seluler, komputer dan internet baru pada tahap penambahan ketrampilan, wawasan dan pemasaran lokal. Hal yang hampir sama dengan tesis ini adalah studi kasus yang dilakukan di India (Prasad dan Sfeedevi, 2007) pada sebuah kelompok perempuan self-help yang menggunakan TIK untuk mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi perempuan miskin dan bagaimana TIK dapat dimanfaatkan perempuan usaha mikro untuk mempromosikan usahanya. Kelompok self-help usaha mikro
mengikuti
pelatihan komputer jangka pendek untuk kepentingan entri data, pengolahan data, desktop publishing, pendidikan teknologi informasi. Perempuan dilatih mendirikan usaha mikro dalam kelompok usaha dan tiap kelompok diberi motivasi membuat usaha mikro, memanfaatkan TIK untuk entri data, pengolahan data, dan pelatihan teknologi informasi. Dengan memanfaatkan TIK, penghasilan anggota kelompok setiap bulan terus meningkat. Keberhasilan ini mendorong para pejabat memulai proyek serupa di tempat yang lain, dan dalam waktu tujuh tahun ada lebih dari 100 ICT usaha mikro telah didirikan. Hal serupa dilakukan oleh Rural Women’s Association (RWA) di wilayah Afrika Selatan mampu memberdayakan perempuan serta meningkatkan perekonomian dari anggota-anggotanya dengan membantu
15
memperluas usaha pemasaran dari berbagai usaha kecil yang dikelola oleh mereka melalui pemanfaatan ICT (Information, Communication dan Technology). RWA membantu menyediakan berbagai fasilitas dan infrastruktur yang terkait dengan ICT seperti komputer. telpon, fax, akses internet, serta pelatihan yang terkait dengan penggunaan teknologi tersebut. Kembali kepada pendapat (Franklin, 2004) yang menegaskan pengaruh internet dengan ruang kebebasan yang ada dapat mengubah tatanan kehidupan masyarakat, melintasi ruang dan menciptakan ruang kebebasan dalam pergaulan. Hal itu sejalan (Noegroho, 2010) dalam
melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh
internet, dan di sisi lain, (Nugroho, 2002) yang menekankan prinsip dan konsep teknologi informasi dengan melihat urgensi dari pembangunan sistem informasi. Juga (Prasad dan Sfeedevi, 2010) telah memberikan pengaruh besar pada tesis ini, yakni pemanfaatan TIK bagi perempuan usaha mikro kecil menengah. Dari uraian sebelumnya yang tidak tersentuh para ahli adalah akses dan dampak TIK untuk pengembangan organisasi yang sudah melakukan kegiatan pemberdayaan perempuan maupun untuk pengembangan perempuan UKM. Studi yang ada, diberikan pelatihan langsung kepada perempuan yang akan membuat usaha mikro kecil dengan menggunakan TIK, sehingga target dari pelatihan adalah perempuan langsung membuat usaha menggunakan TIK, tidak pada organisasi yang melakukan pemberdayaan perempuan.
16
1.6 Tinjauan Teori 1.6.1 Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi merupakan seperangkat alat yang dapat membantu aktivitas manusia dalam mengurangi ketidakpastian. Teknologi selalu memiliki dua aspek (Noegroho, 2010), hardware (terdiri dari objek material atau fisik) dan software (terdiri dari informasi untuk mengoperasikan hardware). Hardware bersifat visible (dapat dilihat), software bersifat invisible yang terdiri atas perangkat ruang lunak yang dapat berupa program-program teknologi. Teknologi juga dapat dibagi dua menurut sifatnya, teknologi informasi dan komunikasi. Kedua bentuk tersebut tidak dapat dipisahkan. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat satu ke perangkat lainnya. Adapun informasi bisa diartikan sebagai suatu alat yang mampu mempermudah dan memperlancar suatu pekerjaan (Putranta, 2004). Pendapat lain mengatakan bahwa informasi adalah data yang telah berubah dan sifatnya menjadi data yang bermanfaat (Fauzi, 2008). Dalam Oxford English Dictionary, teknologi informasi adalah hardware dan software. Teknologi informasi seperti yang tercantum dalam kamus tersebut merupakan definisi yang mencakup keseluruhan teknologi. Teknologi informasi merupakan teknologi yang menggabungkan komputasi dengan jalur komunikasi
17
kecepatan tinggi yang membawa data, suara, video. Dalam definisi ini, teknologi informasi tidak hanya terbatas teknologi komputer, tetapi juga termasuk teknologi telekomunikasi. Dengan kata lain, teknologi informasi adalah hasil konvergensi antara teknologi komputer dan telekomunikasi. Teknologi komunikasi atau telekomunikasi merupakan teknologi jarak jauh. Teknologi informasi merupakan pengembangan teknologi, dan aplikasi dari komputer dan teknologi yang berbasis komunikasi untuk memproses, menyajikan, dan mengelolah data dan informasi (Fauzi, 2008: 5). Dengan demikian, teknologi informasi merupakan teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama untuk mengolah data menjadi informasi bermanfaat. Teknologi informasi dan komunikasi sering digunakan secara bergantian, meskipun keduanya memiliki makna berbeda. Teknologi komunikasi fokus pada kajian terhadap teknologi yang membawa perubahan pada model komunikasi masyarakat. Sedangkan teknologi informasi melihat teknologi yang memengaruhi format dan signifikansi informasi penggunanya Teknologi di satu sisi melalui perubahan modelnya mengubah struktur masyarakat secara makro, dan, di sisi lain mengubah cara-cara pemanfaatan informasi secara mikro. Teknologi informasi tidak hanya terbatas teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, tetapi juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim informasi (Martin, 1999). Lebih umum, teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang
18
diterapkan untuk memproses, mengirim informasi dalam bentuk elektronis (Lucas, 2000). Mikro-komputer, komputer mainframe, barcode, perangkat lunak pemroses transaksi, perangkat lunak lembar kerja (spreadsheet), hingga peralatan komunikasi dan jaringan merupakan contoh informasi (Kadir, 2000). Secara garis besar, teknologi informasi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Perangkat keras menyangkut peralatan-peralatan bersifat fisik seperti memori, printer, dan keybord. Perangkat lunak terkait instruksi-instruksi untuk mengatur perangkat keras agar bekerja sesuai dengan tujuan instruksi-instruksi tersebut (Bungin, 2006). Teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan dalam menyampaikan dan mengolah informasi. Teknologi informasi secara lebih mudahnya dipahami sebagai pengolahan informasi yang berbasis teknologi komputer. Pada intinya istilah teknologi informasi ialah teknologi yang memanfaatkan komputer sebagai perangkat utama mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat (Supriyanto, 2005). Teknologi informasi dan komunikasi, menurut Anatta Sannai (Asmani, 2011), ialah sebuah media atau alat bantu dalam memperoleh pengetahuan antara seorang dan orang lain. Teknonologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan
dengan
pengambilan,
penyebaran,
serta
penyajian
informasi
(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006). TIK, atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT), adalah
19
terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. Penyatuan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi menghasilkan sistem jaringan komputer. Karena pengaruh teknologi komputer, maka teknologi komunikasi bergerak ke arah teknologi digital. Dengan demikian batas antara teknologi informasi dan teknologi komunikasi makin lama makin hilang dan berubah menjadi satu kesatuan sistem. Definisi di atas memperlihatkan bila teknologi informasi lebih ditekankan pada hasil data yang diperoleh, sedangkan teknologi komunikasi ditekankan pada bagaimana suatu hasil data dapat disalurkan, disebarkan, disampaikan ke tempat tujuan. Dengan demikian, baik teknologi informasi maupun teknologi komunikasi merupakan dua entitas yang susah dipisahkan dalam fungsinya masing-masing. Penggabungan teknologi komputer dan telekomunikasi melahirkan fenomena yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional dengan melahirkan kenyataan dalam dimensi ketiga. Dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan empiris (hard reality), dimensi kedua merupakan kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality), sedangkan dimensi ketiga dikenal dengan “kenyataan maya” (virtual reality) yang melahirkan suatu format masyarakat lain, cyber society (Noegroho, 2010). Sebelum mengenal internet sebagai produk teknologi, telah hadir mediamedia lain sebelumnya seperti koran, radio, film, televisi, komputer, satelit, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, komunikasi dalam sejarah manusia telah
20
mengalami perkembangan melalui empat era: writing, printing, telekomunikasi, dan komunikasi interaktif (Rogers, 1984). Keempat era tersebut telah jadi dasar bagi perubahan sistematis dan substansial dalam hampir semua masyarakat. Era internet sekarang ini membawa masyarakat pada dunia maya, dunia fantasi, tetapi mempengaruhi realitas kehidupan masyarakat. Salah satu dari istilah teknologi informasi tersebut internet. Internet di dalam bisnis digunakan untuk pertukaran informasi, katalog produk dan media promosi, surat elektronik dan buletin boards, hingga kuesioner elektronik dan mailing list. Internet juga dapat digunakan untuk berdialog, berdiskusi, dan konsultasi dengan konsumen secara on-line, sehingga konsumen merasa dilibatkan secara proaktif dan interaktif dalam perancangan, pengembangan, pemasaran, dan penjualan produk. Teknologi informasi dan komunikasi, kini telah menjadi bagian hidup dari masyarakat Indonesia. Penggunaan komputer, telepon genggam, termasuk internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Data pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 45 juta orang, hal ini berarti dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah 43 juta orang. Angka ini akan terus bertambah, karena Indonesia berkomitmen turut mendukung deklarasi World Summit on Information Society (WSIS) I di Jenewa tahun 2003 maupun WSIS II di Tunisia tahun 2005, yang menyatakan bahwa 50% penduduk dunia harus memiliki akses terhadap informasi (dalam hal ini akses internet) pada tahun 2015 (Oktavia dkk, 2011).
21
Penggabungan teknologi komputer dan telekomunikasi melahirkan fenomena yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional dengan melahirkan kenyataan dalam dimensi ketiga. Dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan empiris (hard reality), dimensi kedua merupakan kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality), sedangkan dimensi ketiga dikenal dengan kenyataan maya (virtual reality) yang melahirkan suatu format masyarakat lain, cyber society (Noegroho, 2010). Masyarakat cyber society ditandai dengan berkembangnya internet, yaitu jaringan komputer yang saling terhubung ke seluruh dunia tanpa mengenal batas teritorial, hukum dan budaya. Untuk itu perlu pembahasan tersendiri tentang internet.
1.6.2 Internet Internet (interconnection networking) merupakan jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Seperti yang diketahui internet merupakan bentuk konvergensi dari beberapa teknologi penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio, dan telepon (Bungin, 2006).Internet adalah suatu jaringan komputer global yang menghubungkan sejumlah besar jaringan komputer-jaringan komputer yang tersebar di seluruh muka bumi ini dengan menggunakan protokol TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol)(Herry & Theo: 354). Internet dapat diartikan
22
sebagai sekumpulan jaringan yang terdiri atas jutaan komputer yang dapat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan suatu aturan komunikasi jaringan komputer yang sama. Pada dasarnya internet merupakan jaringan komputer sangat besar yang terbentuk dari jaringan-jaringan kecil di seluruh dunia dan saling terhubung satu sama lain (Raharjo, 2002). Internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi melalui internet dapat dilakukan secara interpesonal (misalnya e-mail dan chatting) atau secara massal, yang dikenal one to many communication (misalnya mailing list). Internet juga mampu hadir secara real time audio visual seperti pada metoda konvensional dengan adanya aplikasi teleconference. Berdasarkan hal tersebut, maka internet sebagai media pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu: Sebagai media interpersonal dan massa, bersifat interaktif
dan memungkinkan
komunikasi secara sinkron maupun asinkron. Internet merupakan sebuah media yang digunakan oleh semua orang tanpa memandang umur dan pendidikan.Orang-orang muda dan yang berpendidikan lebih sering mengakses internet karena merupakan sumber informasi yang tak terbatas. Di Amerika Serikat pengguna internet mencapai 75% pada 2003 dan 15% pengguna internet mengakses dari rumah mereka (Pawit: 2009). Dalam perspektif sosial dan kebudayaan, setiap introduksi atau jenis teknologi ke dalam suatu masyarakat pasti akan mendorong berlangsungnya berbagai perubahan. Apa yang kemudian dikenal dengan e-commerce, cyberspace, cybersex merupakan contoh dari perubahan radikal.
23
Secara ekonomis, dalam beberapa hal internet boleh jadi telah membawa akibat berupa efisiensi waktu dan penghematan biaya yang sangat besar. Pembahasan tentang Internet sangat luas, karena perkembangan TIK sangat didukung dengan adanya Internet dan sejarah berjalannya. Internet dapat diartikan sebagai sekumpulan jaringan yang terdiri atas
jutaan komputer yang dapat
berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan suatu aturan komunikasi jaringan komputer yang sama. Baudrillard (2001) menyebutkan bahwa di dunia cyberspace, setiap tindakan dan aktivitas berinternet yang dilakukan user, memiliki nilai tukar. Semua aktivitas di dunia internet dapat dipertukarkan dan memiliki nilai strategis untuk dikapitalkan, hal ini terwujud dari adanya bisnis pay per click, pay per million dan cost per million. Menurut Leary, cyberspace adalah sebuah ruang yang terbentuk oleh sistem kendali informasi dan data, yang didalamnya setiap orang dapat menavigasi dirinya sendiri di dalam jagad raya dengan kemungkinan tak berbatas. ‘’Menavigasi diri sendiri”, dapat diartikan sebagai aktivitas menggunakan berbagai sarana yang disediakan oleh sistem komputer (ikon, inbox, e-mail, situs) untuk kepentingan diri sendiri, tanpa bergantung pada orang atau otoritas lain. Teknologi Internet merupakan modus baru dalam pendistribusian informasi dan ilmu pengetahuan. Akses ke jaringan Internet sedang menjadi trend di masyarakat, perkembangan akan terus berjalan sesuai dengan sejarahnya. Menurut Daryanto (2010) tentang sejarah perkembangan internet yaitu : Pada mulanya internet dibantu sepenuhnya oleh dana riset kementrian pertahanan Amerika untuk
24
membangun sebuah cyberspace. Kemudian tetap berfungsi dalam perang dunia II yang diberi nama ARPAnet (Advanced Research Project Agency Network). Kata cyberspace sendiri awalnya diperkenalkan oleh Williom Gibson dalam Novel Sains Fiksi yang berjudul “Neuromancer” untuk menggambarkan ruang konseptual, suatu lokasi kata-kata dan data, hubungan antar pribadi dan kekuasan diungkapkannya melalui teknologi komunikasi dengan perangkat komputer. Pada akhir tahun 80-an ARPAnet pecah menjadi dua kubu, yaitu MilNet untuk kepentingan militer dan internet untuk sipil.Untuk Milnet tidak pernah ada yang mengetahuinya karena dipergunakan secara rahasia oleh militer, sementara internet penuh keterbukaan dan mempunyai banyak peminat di seluruh dunia”. Keberhasilan Internet tidak terlepas dari perangkat lunaknya, terutama protocol TCP/IP yang memungkinkan segala jenis komputer dapat terkoneksi.Bahkan teknologi jaringan dan komputer sesudahnya masih dapat terkoneksi ke Internet. Fasilitas komunikasi dasar Internet ini dirancang dengan sifat umum, efisien, serta fleksibel sehingga hampir semua aplikasi jaringan yang lain dapat diterapkan. Oleh karena rancangannya bersifat umum maka banyak jenis layanan yang dapat dikembangkan di Internet.Dalam hubungannya dengan pemanfaatan internet untuk pengembangan usaha terutama untuk pengembangan usaha kecil menengah masih sangat minimal. Ketrampilan dalam memanfaatkan TIK merupakan kecakapan hidup yang harus dimiliki oleh pelaku usaha, baik menengah ataupun usaha kecil. Kecakapan ini
25
sama pentingnya dengan manajemen usaha, pengelolaan sumber daya, serta analisis pemasaran. Pelaku usaha yang tidak memiliki kecakapan TIK diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi pasar bebas saat ini. Fokus perhatian pada perkembangan TIK yang biasanya pada perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang canggih sesuai trend dan menghabiskan dana mahal, bergeser menjadi optimalisasi kemampuan sumber daya manusia (brainware) pengguna TIK, seperti penguasaan komputer (computer literate) dan memahami informasinya (information literate).Pelaku usaha khususnya usaha kecil menengah mampu menggunakan komputer secara optimal, mengetahui dimana memperolehnya, memahami bagaimana cara mengemas atau mengolah informasi, serta memahami cara mengkomunikasikannya. Internet merupakan suatu jaringan komputer yang dibentuk pada awal 60-an melalui proyek ARPA (Advanced Research Project Agency) yang disebut ARPANET. Kemudian ARPANET mendemonstrasikan hardware dan software antar komputer berbasis UNIX yang dapat melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon. Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan, keandalan, dan jumlah informasi yang dapat dipindahkan, Akhirnya, semua standar yang mereka bentuk menjadi cikal bakal pengembangan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Central Protocol/Internet Protocol).(Ma’mur : 2011).
26
Protocol Jaringan TCP/IP menurut Drew Heywood (1996) adalah standar bahasa komputer universal yang telah dikembangkan sejak tahun 1969, terdiri dari serangkaian protokol komunikasi dan biasa disebut Transfer Protocol yang bertugas mengendalikan transmisi paket data, koreksi kesalahan dan kompresi data dan internet protokol yang bertugas sebagai pengenal (identifier) dan pengantar paket data ke alamat yang dituju. TCP/IP menyatukan bahasa dan kode berbagai komputer di dunia sehingga menjadi standar utama jaringan komputer. TCP/IP berkembang cepat dan kaya fasilitas karena bersifat terbuka, bebas digunakan, ditambahkan kemampuan baru oleh siapapun dan gratis karena tidak memiliki oleh siapapun. (Sunardi : 2011) mengatakan bahwa fungsi utama Protocol TCP / IP adalah : 1. File transfer Protocol (FTP) yaitu fasilitas transfer file antar komputer. 2. Surat elektronik (E-mail) atau fasilitas surat menyurat antar komputer yang terdiri atas Simple Mail Transfer Protocol (SMTP) sebagai dasar komunikasi email, Multi Purpose Internet Mail Extensions (MIME) 3. Emulasi terminal jarak jauh (Telnet, Remote Login) yang memungkinkan suatu komputer (client) untuk masuk dan mengendalikan host yang terletak jauh darinya, misalnya pada network yang lain atau Simple Network Management Protocol 1 (SMNP) yaitu protocol pengendalian peralatan network jarak jauhi internet.
Keberhasilan Internet tidak terlepas dari perangkat lunaknya, terutama protocol TCP/IP yang memungkinkan segala jenis komputer dapat terkoneksi. Bahkan teknologi jaringan dan komputer sesudahnya masih dapat terkoneksi ke Internet. Fasilitas komunikasi dasar Internet ini dirancang dengan sifat umum, efisien,
27
dan fleksibel sehingga hampir semua aplikasi jaringan yang lain dapat diterapkan. Oleh karena rancangannya bersifat umum maka banyak jenis layanan yang dapat dikembangkan di Internet. Menurut Nugroho (2008) berbagai jenis layanan yang ada di Internet sekarang ini, layanan Internet tersebut antara lain: 1. World Wide Web (WWW),Adalah suatu file yang asal mulanya harus dibuat dengan bahasa HTML (Hyper Test Markup Language). Akan tetapi pada tahun 2002 sudah bisa dibuat dengan dengan berbagai perangkat lunak seperti MS World, FronPage, Dreamweaver dan lain-lain. File WWW ini biasanya disebut situs web (web site) dan dapat diakses seluruh dunia yang terhubung dengan Internet. Situs Web site dapat diakses oleh perangkat lunak web client yang secara populer disebut browser. 2. Electronic Mail, Surat Elektronik (Electronic Mail) adalah aplikasi yang memungkinkan para pengguna internet untuk saling berkirim pesan melalui alamat elektronik di internet. Para pengguna email memiliki sebuah mailbox (kotak surat) elektronik yang tersimpan dalam suatu mailserver. Suatu mailbox memiliki sebuah alamat sebagai pengenal agar dapat berhubungan dengan mailbox ,ainnya, baik dalam bentuk penerimaan maupun pengiriman pesan. Pesan yang diterima akan ditampung dalam mailbox, selanjutnya pemilik mailbox sewaktu-waktu dapat mengecek isinya, menjawab pesan, menghapus, atau menyunting dan mengirimkan pesan e-mail. 3. File Transfer Protocol (FTP), Fasilitas ini memungkinkan para pengguna internet untuk pemindahan dan pengambilan atau yang biasa dilakukan untuk pengiriman (uploud) atau menyalin (download) sebuah file antara komputer lokal dengan komputer lain yang terhubung dalam jaringan internet. Protokol standar yang digunakan untuk keperluan ini disebut sebagai File Transfer Protocol (FTP). 4. Telnet, Layanan ini memakai pendekatan client dan server. Komputer lokal berlaku sebagai client dan komputer timesharing remote berlaku sebagi server.
28
Operasi dilakukan pada komputer remotedan output dikirim kembali ke komputer lokal lewat internet memakai protokol TCP/IP. 5. Gopher, Layanan ini bersifat interaktif yang dipakai untuk pencarian informasi di internet dan pengembangan layanan ini melahirkan penelusuran (browsing). 6. Internet Relay Chat (IRC), Layanan IRC, atau biasa disebut “chat” adalah sebuah bentuk komunikasi di internet yang menggunakan sarana baris-baris tulisan yang diketikkan di keyboard. Dalam sebuah chat, komunikasi terjalin saling bertukar pesan-pesan singkat dan kegiatan ini disebut chatting sedang pelakunya disebut sebagai chatter. Para chatter dapat saling berkomunikasi secara berkelompok dalam suatu chat room denga membicarakan topik tertentu. Kegiatan chatting membutuhkan software yang disebut IRC Client, diantaranya yang populler adalah software mIRC.
Selain layanan tersebut, dalam Internet berkembang berbagai program lain yang intinya menjadi aplikasi komunikasi antar sesama masyarakat maya, terutama yang ada hubungan traksaksional antara satu dengan yang lainnya. Layanan tersebut meliputi : 1. E-commerce, digunakan untuk mendukung kegiatan pembelian dan penjualan, pemasaran produk, jasa, dan informasi melalui internet dan exstranet. E-commerce umumnya dikelompokkan menjadi dua buah kategori ; bussines-to-bussiness (B2B) dan bussines-to-consumer (B2C), perkembangan selanjutnya ada consumer-toconsumer (C2C) dan consumer-to-bussines (C2B). 2. Blog, dipergunakan oleh seorang yang ingin berbicara tentang dirinya dan ditulisakan disebuah alamat dunia maya. Dengan memiliki blog di Internet, seseorang dapat menulis apa saja tentang dirinya dan dapat diakses oleh siapa saja.
29
3. Facebook, Karena penggunaan blog yang terkesan dingin dan sepi, mendorong lahirnya kelompok sosial baru di dunia maya, seperti facebook,frienster,twitter dan berbagai kelompok sosial lainnya, akan tetapi yang paling banyak digunakan di dunia adalah facebook. (Bungin : 2011).
1.6.3 TIK dan Perempuan Perempuan sepanjang masa harus selalu memerangi berbagai ketololan hasil budaya patriarki, hingga saat ini. Bila dulu perjuangan perempuan diawali dengan mengangkat senjata seperti Tjut Nyak Dien, kini dengan menggunakan teknologi informasi. Bagaimana pun, era informasi akan sangat menguntungkan perempuan di mana komunikasi dan networking merupakan dua permainan yang sangat dikuasai perempuan (Arivia, 2011). Apa yang dikatakan Gadis Arivia di atas, sedikit banyak mengungkapkan keinginan besar sebagian perempuan Indonesia untuk maju di bidang TIK yang telah dibahas dalam beberapa pertemuan Perserikatan BangsaBangsa. Namun, kenyataannya isu gender dan TIK masih menjadi satu dari tiga isu penting yang dihadapi perempuan saat ini sesudah isu kemiskinan dan kekerasan perempuan. Bahkan dalam deklarasi Beijing tahun 1995 yang program aksinya diadopsi dari konferensi dunia keempat tentang perempuan, telah dicantumkan isu dan gender ICT. Pada akhirnya program aksi tersebut melahirkan suatu keinginan baru untuk memberdayakan perempuan
melalui peningkatan
keterampilan,
pengetahuan serta akses terhadap penggunaan TIK, khususnya melalui internet.
30
Internet menyediakan kepada perempuan Indonesia, berbagai informasi yang mereka inginkan entah nasional maupun internasional. Kekuatan nyata dari internet bagi perempuan adalah kemampuannya dalam menyebarluaskan berbagai informasi dan data dalam waktu sekejap ke seluruh dunia dan dapat diakses ketika itu juga. Oleh karena itu, banyak informasi tentang isu-isu perempuan yang efektif bila disebarluaskan melalui internet. Perkembangan internet kenyataannya mampu memberikan implikasi positif bagi perkembangan perempuan Indonesia. Setidaknya, dengan cara menyebarluaskan isu perempuan di internet, perempuan dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perempuan atau sesuai isu yang diadvokasi. Pada realitas kehidupan, teknologi informasi dan komunikasi sangat berguna bagi perempuan pada umumnya. Kemampuan perempuan harus dibangun melalui latihan dan pendampingan. Untuk melaksanakan peningkatan kemampuan tersebut, juga harus ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, industri dan kelompok masyarakat lainnya. Dengan meningkatnya perempuan Indonesia yang melek TIK (e-literate), bukan hanya tahu, melainkan dapat menggunakan dengan baik dan positif, akan menambah kemampuan perempuan untuk maju dan berperan di banyak bidang. TIK juga dapat menjadi alat efektif bagi perempuan untuk memberdayakan diri dan mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
31
Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan bidang paling mendapat perhatian. Terutama internet, yang pertumbuhannya menjadi fenomena di hampir semua negara. Bagi pemula, TIK memberikan kesempatan berwiraswasta dan juga kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, dengan biaya yang relatif terjangkau. Internet juga berperan memberdayakan perempuan, yang merupakan setengah penduduk suatu negara, bahkan memberikan kemudahan untuk bekerja di tempat sendiri atau di rumah (The World Bank, 2002). Masih adanya kesenjangan akses informasi terhadap TIK bagi perempuan menjadi fenomena tersendiri, hal ini dapat dilihat dari jumlah pengguna internet perempuan yang jauh lebih kecil dibandingkan laki-laki, yaitu hanya 26.4% dari seluruh pengguna internet di dunia. Survey yang dilakukan The International Telecomunication Union (ITU) di tahun 2002 menemukan bahwa 99% perempuan di 6 wilayah berbeda merasa bahwa TIK sangat penting dalam mencapai upaya pemberdayaan pribadi, kewirausahaan, dan tujuan profesional. Data dari Digital Review for Asia Pacific menyatakan bahwa pertumbuhan TIK di Indonesia cukup mengagumkan dari 10.000 penduduk terdapat satu orang memiliki host internet dan hanya 1–5 % yang dapat mengakses TIK serta 7.1 juta penduduk Indonesia dapat mengakses telepon dan telepon seluler (Indrayani, 2005). Sementara itu, beberapa penghalang bagi perempuan dalam mengakses teknologi informasi di negara-negara berkembang (developing countries) menurut Hafkinn dan Taggart (Lestari, 2010), sebagai berikut:
32
1. Angka buta huruf dan tingkat pendikan. Perempuan butuh kemampuan membaca, pendidikan untuk membuat pesanpesan sederhana, navigasi internet, mengoperasikan software. Satu dari dua perempuan di negara berkembang masih buta huruf dan kemampuan perempuan di bidang komputer lebih rendah dibanding pria. 2. Bahasa. Bahasa Inggris dominan sebagai bahasa internet dan bahasa pengantar internasional. Faktor ini secara signifikan berdampak pada perempuan dan kelompok marjinal lain yang tanpa akses memperoleh pendidikan formal dan memberikan mereka kesempatan untuk belajar Bahasa Inggris. 3. Waktu. Sebagian besar waktu perempuan habis buat tanggung jawabnya, mengurus anak, keluarga. Perempuan tidak punya cukup waktu mempelajari internet entah di rumah, di kantor. Kurangnya waktu menjadi kendala perempuan memperoleh informasi, ketika akses memanfaatkan teknologi (internet) sudah dapat diatasi dengan perangkat handphone dan fasilitas internet. Namun umumnya mereka memanfaatkan handphone sebatas untuk chating atau ber-facebook. 4. Norma sosial dan budaya. Budaya patriarki yang selalu menempatkan laki-laki dengan tugas dan fungsi di luar rumah dan perempuan kodratnya mengurus anak, terasa di bidang teknologi. Teknologi tidak cukup ramah terhadap perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi jadi tugas laki-laki dan ranah maskulin dan masih “male-dominated”. Dari keempat faktor tersebut, norma sosial dan budaya tampaknya menjadi kendala terbesar di Indonesia dan negara-negara berkembang dengan budaya patriarki yang kuat. Hal tersebut sesuai dengan laporan World Bank pada tahun 2005. Beberapa faktor sosial budaya yang memaksa perempuan dalam posisi pinggiran untuk memanfaatkan TIK:
a. Sikap kebudayaan yang masih diskriminatif sehingga akses perempuan pada teknologi dan pendidikan teknologi sangat terbatas. b. Rendahnya kepemilikan perempuan atas aset komunikasi seperti radio, telepon genggam, dan komputer.
33
c. Perempuan-perempuan keluarga miskin tidak memiliki biaya untuk mengakses fasilitas TIK. d. Pusat-pusat informasi tidak diletakkan di lokasi yang nyaman dikunjungi perempuan. e. Perempuan memiliki banyak peran dan tanggung jawab domestik yang berat sehingga membatasi waktu luang mereka. f. Perempuan masih memiliki kesulitan untuk menggunakan fasilitas TIK di sore hari dan bagaimana cara mereka pulang ke rumah di malam hari. Pembicaraan tentang perempuan dan teknologi telah sangat umum, karena penggunaan TIK sudah biasa dilakukan perempuan, tetapi bila diperhatikan lebih rinci akan terlihat titik persoalan yang melingkupinya. Sedikitnya ada 3 gambaran berkaitan keterlibatan laki-laki dan perempuan terhadap TIK (Nur Iman Subono, 2001). a.
b.
c.
Ada anggapan atau keyakinan umum bahwa perempuan tidak akrab dengan teknologi, dan dalam banyak kasus perempuan digambarkan sebagai pihak yang tidak terlalu paham dengan teknologi atau istilah populernya gaptek (gagap teknologi). Peralatan dan penggunaan teknologi sangatlah bias gender, di mana gambaran peralatan teknologi perempuan identik dengan pekerjaan domestik. Adanya keyakinan bahwa sebetulnya laki-laki yang menguasai dan memahami teknologi.
Menurut mereka yang percaya pada pendapat di atas, TIK bagi perempuan di negara berkembang adalah barang mewah. Pendapat tersebut dibantah dengan argumen bahwa penyediaan air bersih, kecukupan pangan, peningkatan kesehatan, peningkatan pendidikan dan TIK selalu bertautan. Akses informasi yang mudah berdampak pada meningkatnya komunikasi, dapat mengakhiri isolasi perempuan,
34
mempromosikan gaya hidup sehat, dan pengentasan kemiskinan (BKKBN, 2004). Faktor kultural turut mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan. Menurut Dholakia dan Kshetri (Hermana dkk., 2007) sebagai produk sosial, internet bersifat tidak bebas nilai. Tingkat kompatibilitas antara nilai dan norma teknologi dengan nilai dan norma yang dianut penggunanya menentukan pola penggunaann teknologi. Nilai sebagian barang dan jasa TIK cenderung lebih maskulin dibanding feminin dan merupakan salah satu penyebab kesenjangaan digital. Satu contoh TIK bermanfaat bagi perempuan dalam kebijakan pemerintah adalah kebijakan pemerintah Korea Selatan, di mana kebijakan yang dibuat sangat memperhatikan pendidikan kaum perempuan, dan TIK jadi faktor utama bagi pendidikan perempuan. Pendidikan tinggi diberikan secara online dengan menggunakan teknologi yang ada seperti video conference, broadcast, dan e-learning sehingga perempuan dapat mengikuti proses pembelajaran TIK dari dalam rumah tanpa harus meninggalkan pekerjaan pokok mereka sebagai perempuan. Di samping bisa meningkatkan pengetahuan TIK dari dalam rumah, dari manapun, perempuan dapat menjalankan berbagai bisnis dan pengembangan karir merekaseperti melakukan penjualan online (online marketing/e-commerce), melakukan interaksi tanya jawab seputar TIK dan kehidupan lainnya, sehingga banyak perempuan yang berhasil secara global.
35
Walaupun demikian, di negara berkembang seperti Indonesia, bidang TIK belum memberikan manfaat secara penuh bagi perempuan, terutama untuk daerah pedesaan, meskipun TIK merupakan bidang yang sangat penting dan diminati banyak orang. TIK adalah bidang yang paling mendapat perhatian dan digeluti banyak pihak. Terutama internet, yang pertumbuhannya jadi fenomena di hampir setiap negara. Bagi pemula, TIK memberi kesempatan berwiraswasta dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, yang biayanya termasuk murah. Internet juga berperan memberdayakan perempuan, yang merupakan setengah penduduk suatu negara, bahkan memberikan kemudahan untuk bekerja di tempat sendiri/di rumah (The World Bank, “ICT and Gender” Gender and Development Group Bulletin, February 2002). Dalam realitas sosial, bias gender masih terlihat, tidak terkecuali dalam melihat soal “perempuan dan teknologi”. Isu gender dan teknologi informasi merupakan satu dari tiga isu besar yang dihadapi perempuan saat ini setelah isu kemiskinan dan kekerasan. Bahkan, dalam Deklarasi Beijing 1995 dan program aksinya yang diadopsi dari konferensi dunia keempat tentang perempuan, telah dicantumkan isu gender dan teknologi informasi. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa TIK merupakan satu sarana penting dalam pemberdayaan perempuan. Meutia Hatta, Menteri Pemberdayaan Perempuan periode sebelumnya, pernah mengatakan perempuan bukanlah beban atau hambatan dalam pembangunan, melainkan salah satu potensi, aset di dalam
36
pembangunan. Bahkan dari 46 juta usaha kecil dan menengah, diketahui bahwa 60% pengelolanya dilakukan kaum perempuan. Dengan jumlah cukup banyak ini, peran perempuan pengusaha jadi sangat penting bagi ketahanan ekonomi, karena mampu menciptakan lapangan kerja baru, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan. Dalam menjalankan usahanya, perempuan pengusaha mengelola usahanya dengan hati-hati. Dengan begitu, usaha yang dijalankan perempuan berpotensi lebih besar dalam disiplin pengembalian kredit. Bahkan tingkat pengembalian kredit dari usaha perempuan hampir mencapai 100% (Pikiran Rakyat, 2008). Pada kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa untuk mengantisipasi dampak globalisasi, pemahaman para perempuan pengusaha terhadap manfaat TIK harus ditingkatkan. Hal ini dianggap penting guna mengimbangi perubahanperubahan yang terjadi. Untuk mendukung kegiatan tersebut, pelatihan-pelatihan kepada perempuan agar dapat memanfaatkan TIK dilakukan kerja sama dengan Kementerian Negara Riset Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Departemen Komunikasi dan Informatika, dan Departemen Perindustrian. Menurut studi kasus di India pada sebuah kelompok perempuan self-help yang menggunakan potensi TIK untuk mengurangi angka kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi menggambarkan bagaimana TIK efektif dimanfaatkan perempuan usaha mikro untuk mempromosikan usahanya. Kelompok self-help tersebut mengikuti pelatihan komputer jangka pendek untuk kepentingan entri data,
37
pengolahan data, dekstop publishing, dan pendidikan teknologi informasi. Perempuan dilatih mendirikan usaha mikro dalam kelompok usaha dan setiap kelompok diberi motivasi untuk membuat usaha mikro dan memanfaatkan TIK untuk entri data, pengolahan data, serta pelatihan teknologi informasi. Dengan memanfaatkan TIK, penghasilan anggota kelompok meningkat. Keberhasilan ini mendorong para pejabat memulai proyek serupa di tempat lain. Dalam waktu 7 tahun itu ada lebih 100 ICT usaha mikro didirikan (Prasad dan Sfeedevi: 2007). Sementara di Indonesia pelaku usaha mikro kecil menengah mayoritas adalah perempuan karena keikutsertaan perempuan dalam usaha ekonomi sepenuhnya di dukung Undang-Undang No. 11/2005 tentang Pengesahan Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, serta UU No. 12/2005 tentang Pengesahan International CovenantandCivil PoliticalRights. Karena itu peluang bagi perempuan usaha kecil menengah dalam memanfaatkan TIK sangat luas, akan tetapi faktor yang menjadi penghambat berkembangnya penggunaan TIK di kalangan perempuan usaha kecil menengah adalah minimnya informasi TIK, rendahnya kesempatan dan akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan dan pelatihan terkait TIK dan kendala sosio kultural yang masih melihat perempuan hanya bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Mengingat di era global ini persaingan semakin keras, maka perempuan pengusaha kecil menengah perlu meningkatkan daya saing. Peluang yang besar bagi perempuan usaha kecil menengah untuk mengembangkan kemampuannya
38
dengan memanfaatkan TIK sangat terbuka. Tetapi keterampilan pengelolaan dan pemasaran juga diperlukan dalam hal ini. Upaya mengintegrasikan teknologi informasi dan perempuan di bidang usaha kecil menengah perlu mendapatkan perhatian pemerintah, mengingat di era global ini persaingan semakin keras dan perempuan pengusaha kecil menengah perlu meningkatkan daya saing.Usaha-usaha yang perlu dilakukan adalah menambah pengetahuan tentang teknologi informasi dan mengintegrasikan isu gender dalam program pengembangan usaha kecil (Darmanto, 2010). Karena perempuan usaha kecil menengah belum banyak yang akrab dengan komputer, dan ketika tiba-tiba berhadap-hadapan dengan teknologi masih gagap, dan belum banyak yang mampu menggunakan teknologi informasi untuk mengembangkan usahanya. Pada era TIK, pemberdayaan perempuan sudah memasuki pemanfaatan teknologi informasi sebagai pemberdayaan perempuan. Penggunaan teknologi informasi membantu perempuan di beberapa bidang seperti perdagangan dan kewirausahaan sebagai sumber informasi dan sarana untuk mempromosikan dan memasarkan produk. Pemanfaatan TIK untuk bisnis, dan dengan semaraknya bisnis online berbasis internet, telah menjadi fenomena di saat ini. Pemanfaatan internet untuk bisnis online banyak dimanfaatkan oleh perempuan karena lebih fleksibel menjalankan bisnisnya dari rumah sehingga tugas dan tanggung jawab terhadap keluarga masih terpenuhi.
39
1.6.4 Pemberdayaan Informasi Perempuan Dalam Perspektif Gender Pemberdayaan “sebagai basis utama pembangunan masyarakat” bermakna membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, ketrampilan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masa depan. Pemberdayaan masyarakat, lebih dimaksudkan memberi “daya” bukannya “kekuasaan”. Pemberdayaan tidak hanya pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, tetapi juga pada masyarakat yang memiliki daya namun terbatas. Memberdayakan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memandirikan masyarakat. Pemberdayaan menunjuk kepada kelompok rentan, lemah, di mana melalui pemberdayaan mereka diharap dapat memiliki kekuatan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya hingga memiliki kebebasan. Kebebasan yang dimaksud yaitu bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas dari kebodohan, dari kelaparan, dan bebas mengaktualisasikan diri, dan bebas mengembangkan potensi daerah tempat tinggalnya (Kartasasmita, 1996). Dalam proses pemberdayaan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan, perlu strategi pemberdayaan yang tepat. Dalam konteks pekerjaan sosial, strategi pemberdayaan dilakukan melalui tiga aras pemberdayaan (empowerment setting), yaitu mikro, mezzo, makro. Pertama, aras mikro, yaitu pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, dan
40
crisis intervention, dengan tujuan utama membimbing, melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Kedua, aras mezzo, yaitu pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok klien sebagai media intervensi, dengan cara melalui pendidikan, pelatihan guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar punya kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya. Ketiga, aras makro disebut juga strategi sistem besar (large-system strategy), pemberdayaan yang memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak, di mana strategi ini lebih mengarah pada perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik (Suharto, 2005). Dalam konteks pemberdayaan bagi perempuan, Nursyahbani Katjasungkana dalam diskusi diskusi Tim Perumus Strtegi Pembangunan Nasional (Rian Nugroho, 2008) mengemukakan, ada empat indikator pemberdayaan. 1) Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber dayasumber daya produktif di dalam lingkungan. 2) Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya yang terbatas tersebut. 3) Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas kemanfaatan sumber dayasumber daya tersebut 4) Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaat sumber daya atau pembanguna secara bersama dan setara.
41
Dalam hubungannya dengan pemberdayaan informasi, kita mengingat tentang perkembangan
teori informasi yang
dikemukakan
para ahli, Bel (1977)
mengemukakan bahwa indikasi utama dari perkembangan masyarakat pascaindustrial, yakni penemuan miniatur siskuit elktronik dan optikal yang mampu mempercepat arus informasi melalui jaringan, serta integrasi dari proses komputer dan telekomunikasi kedalam teknologi terpadu. Sementara Castellis (1996) menyatakan bahwa di era revolusi informasi, selain ditandai dengan perkembangan teknologi informasi yang luar biasa canggih, juga muncul apa yang disebut virtual riil, yaitu sistem sosial-budaya baru di mana realitas itu sendiri tercakup dalam dunia maya. Untuk itu perlu adanya upaya pemberdayaan akses informasi, yaitu pemberdayaan yang dilakukan dengan mendorong kelompok-kelompok masyarakat untuk mendayagunakan informasi agar memberikan nilai tambah bagi kehidupan masyarakat. Dalam konsep ini, bagaimana pemberdayaan terjadi melalui proses peningkatan kesadaran akan pentingnya informasi, peningkatan akses dan pedayagunaan informasi tersebut melalui kelompok. Kelompok masyarakat dimaksud diberi nama Kelompok Informasi Masyarakat (KIM). Pengertian Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) adalah suatu lembaga layanan publik yang dibentuk dan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat yang secara khusus berorentasi pada layanan informasi danpemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan
42
Informatika RI No. 08/PER/M.KOMINFO/6/2010 tentang Pedoman Pengembangan dan
Pemberdayaan
Lembaga
Komunikasi
Sosial,
tanggal
1
Juni
2010.
KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) atau kelompok sejenis lainnya adalah kelompok yang dibentuk oleh, dari, untuk masyarakat secara mandiri dan kreatif yang aktivitasnya melakukan pengelolaan informasi dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan nilai tambah. Respon terhadap kehadiran KIM cukup besar, terutama dari aparat Kelurahan yang membutuhkan wahana penyaluran dan pendayagunaan informasi oleh masyarakat. Dalam pemberdayaan kelompok informasi masyarakat (KIM), upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan penguatan, agar KIM bisa melakukan aktifitas sesuai dengan fungsi umum KIM dan fungsi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (kontekstual) dan pemberdayaan tersebut melibatkan berbagai elemen sosial, meliputi pemerintah, swasta, media massadan lembaga masyarakat. Aspek pemberdayaan meliputi akses ke media yang bertujuan agar literasi terhadap media massa dan TIK meningkat dan berdaya guna bagi masyarakat. Penyeleksian informasi dilakukan melaluipemberian pengetahuan dalam menyeleksi informasi . Dalam pengelolaan informasi didukung oleh sistem pendokumentasian informasi serta cara pengambilan keputusan tentang informasi. Pendesiminasian informasi dapat dilakukan langsung maupun tidak langsung (elektronik). Sedangkan pendekatan dalam pemberdayaan disesuaikan dengan karakteristik kelompok dan wilayahnya,
43
tak terkecuali juga untuk memberdayakan kelompok informasi perempuan.(Dinas Perhubungan KOMINFO Provinsi DIY, 2010) Dalam memberdayakan harus menyentuh seluruh aspek masyarakat, tidak terkecuali perempuan. Memberdayakan informasi perempuan di sini ialah mengembangkan potensi yang dimiliki perempuan buat mandiri dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi keluarga, pendidikan, dan mendorong kesetaraan gender. Pemberdayaan juga sering dikaitkan dengan upaya mengangkat keberadaan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dari posisi lemah untuk dapat mengembangkan diri secara optimal. Sedangkan pemberdayaan perempuan lebih terkait dengan peningkatan kualitas keterlibatan dan partisipasi mereka dalam bidang pekerjaan yang ditekuni (Sadli, 1995). Pemberdayaan perempuan merupakan usaha sistematis untuk mencapai keadilan meliputi aspek kondisi (kualitas dan kemampuan) atau posisi (kedudukan dan peran) laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab itulah, program pemberdayaan perempuan harus berkesinambungan dan menyertakan seluruh elemen masyarakat, tidak terkecuali kaum laki-laki. Adapun tujuan dari program
pemberdayaan perempuan dalam
pembangunan (Nugroho, 2008) antara lain: 1. Meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk melibatkan diri sebagai partisipan aktif (subyek) dalam pembangunan. 2. Meningkatkan kaum perempuan dalam kepemimpinan demi posisi tawar dan keterlibatan mereka dalam setiap program
44
pembangunan, entah itu sebagai perencana, pelaksana, dan monitoring, dan evaluasi kegiatan. 3. Meningkatkan kemampuan perempuan dalam mengelola usaha skala rumah tangga, industri kecil dan besar untuk menunjang peningkatan kebutuhan rumah tangga sekaligus membuka peluang kerja produktif dan mandiri. 4. Meningkatkan peran, fungsi organisasi perempuan di tingkat lokal sebagai wadah pembangunan kaum perempuan supaya terlibat secara aktif dalam program pembangunan pada wilayah tempat tinggalnya.
Di Indonesia pembangunan sumber daya manusia, khususnya peningkatan status dan peranan perempuan telah lama dimulai dan gencar dilaksanakan ketika lembaga kementerian wanita didirikan di akhir tahun tujuh puluhan. Pendekatan pembangunan secara umum, dikenal dengan pendekatan Women In Development (WID), kemudian Women and Development (WAD), dilanjutkan dengan Gender and Development (GAD). Konsep pembangunan peranan wanita yang digunakan selanjutnya, karena meningkatkan peranan perempuan saja tidaklah cukup efektif menuju kesetaraan gender, berkembang jadi pemberdayaan perempuan. Beberapa tahun terakhir, pemberdayaan perempuan pun berubah menjadi pengarusutamaan gender (PUG). Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh aspek kehidupan manusia, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan
45
program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Pembangunan perempuan menuju gender mainstreaming, intinya harus mampu menjadikan kesetaraan dan keadilan gender sebagai arus utama pembangunan nasional. Dengan kata lain, sekarang masalah gender tidak hanya menjadi masalah perempuan, tetapi masalah semua anak bangsa. Dalam pemberdayaan perempuan, perempuan harus mampu meningkatkan kemandirian untuk pengembangan dirinya. Dalam upaya meningkatkan efektivitas pemberdayaan, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan kepekaan perempuan, antara lain (Febriasih, 2008): a. Mengadakan pelatihan terkait simpati perempuan dalam politik. Keteladanan staf dan fasilitator perempuan untuk saat ini adalah panutan dan dapat memberikan rasa percaya diri untuk mengikuti jejak mereka yang menantang. b. Mengorganisasikan berbagai pertemuan perempuan yang nyaman dan mendorong mereka untuk membawa anakanaknya, sehingga lebih banyak perempuan yang dapat hadir. c. Menyediakan waktu khusus bagi perempuan buat membicarakan berbagai isu penting tanpa kehadiran laki-laki, juga memberikan rasa percaya diri dan membantu mencapai kesepakatan sebelum berhadapan dengan kelompok gabungan laki-laki dan perempuan. d. Memasukkan kegiatan khusus dalam sosialisasi dan perencanaan yang membantu perempuan dan laki-laki dalam menganalisis dan membicarakan peran gender. e. Mensyaratkan kehadiran perempuan dalam suatu pertemuan (atau partisipasi perempuan).
Kebijakan-kebijakan pembangunan harus mampu menghapus
adanya
kesenjangan gender dalam berbagai bidang pembangunan, tidak terkecuali dalam pengembangan TIK. Setiap kebijakan yang dirumuskan harus menjamin adanya
46
responsifitas gender. Konsep pemberdayaan perempuan dengan menggunakan TIK dapat diwujudkan sebagai upaya pembangunan kelompok perempuan agar mereka memiliki posisi sebagai subjek dalam pembangunan. Seperti yang sudah dituangkan dalam nota kesepahaman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia serta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada tahun 2010 dalam mewujudkan kesetaraan gender, perlindungan anak, pemanfaatan TIK dengan ruang lingkup kesepahaman meliputi: a. Pertumbuhan iklim usaha yang kondusif di bidang pemanfaatan TIK yang berkeadilan antara laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dan anak perempuan (responsif gender) lewat kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Koordinasi dan sinkronisasi program pengembangan di bidang pemanfaatan TIK yang responsif gender dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring, hingga evaluasi pemanfaatan TIK peduli anak; c. Fasilitas peningkatan kapasitas kelembagaan dan pengembangan TIK yang responsif gender dalam bidang kemitraan, peningkatan sumber daya manusia, pembiayaan, serta teknologi informatika; d. Kajian kebijakan dan pelaksanaan model pengembangan usaha pemanfaatan TIK yang responsif gender dan peduli hak anak; e. Sosialisasi dan pengembangan pemanfaatan TIK yang responsif gender; f. Promosi, sosialisasi, pelatihan, hingga pemanfaatan penggunaan “internet sehat dan aman”; g. Monitoring dan evaluasi.
Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin, konsep gender memiliki pengertian yang berbeda dengan sex (jenis kelamin). Pengertian “sex” (jenis kelamin), secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
47
laki-laki dan perempuan secara biologi, dimana meliputi perbedaan komposisi hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya yang bersifat kodrat dan tidak dapat berubah. Sedangkan konsep gender menurut Oakley dalam bukunya yang berjudul Sex, Gender dan Society (Nugroho : 2008). Gender diartikan sebagai kontruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia. Dalam hal ini, gender lebih berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologi, dan aspek-aspek non bilologis lainnya, dimana dapat berubah dan dapat dipertukarkan tergantung waktu dan budaya setempat. Ann Oakley, seorang ahli sosiologi Inggris, adalah orang pertama yang melakukan pembedaan istilah gender dan seks. Perbedaan seks berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri bilologis, terutama yang menyangkut prokreasi (hamil, melahirkan, menyusui). Pengertian Gender adalah, keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat. Perbedaan gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah atas dasar waktu, tempat, budaya dan kelas” (Advokasi PUG IHAP : 2005). Perbedaan gender (gender differences) yang terjadi dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu masalah selama hal tersebut tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequality). Namun, yang menjadi persoalan ternyata
48
perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan, baik pada perempuan maupun laki-laki. Dengan adanya sistem dan budaya patriarki yang sangat kental dalam masyarakat, maka kaum perempuanlah yang lebih banyak mengalami perlakuan tidak adil dalam kehidupannya. Ketidakadilan gender ini terlihat dari adanya ketidaksetaraan peran yang berdampak pada keterbelakangan kaum perempuan, dimana hal tersebut terjadi baik dalam hak, sumberdaya, maupun aspirasi politik yang ternyata tidak saja telah merugikan perempuan secara umum, tetapi juga telah merugikan anggota masyarakat yang lain karena secara tidak langsung akan menghambat proses pembangunan. Adanya ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor penyebab dari timbulnya persoalan kemiskinan perempuan atau sering disebut dengan istilah “feminisasi kemiskinan”, ketidaksetaraan peran ini dipengaruhi oleh berbagai norma dan kultur yang ada di masyarakat, dimana tanpa disadari hal tersebut telah menciptakan ketidakadilan gender yang berdampak pada adanya diskriminasi terhadap
posisi
termanifestasikan
perempuan
dalam
pembangunan.
“Diskriminasi
ke dalam bentuk-bentuk ketidakadilan,
seperti
tersebut terjadinya
marginalisasi, subordinasi, stereotip, beban ganda, dan kekerasan terhadap perempuan dalam sistem yang ada di masyarakat” (Fakih :1992). Untuk mengatasi persoalan ketidakadilan gender, diperlukan tatanan gender yang dianggap sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan hak dari kaum perempuan. Menurut Ritzer (2009) tatanan gender ideal adalah : “tatanan ketika individu bertindak sebagai agen
49
moral yang bebas dan bertanggungjawab memilih gaya hidup yang paling cocok untuknya dan pilihan tersebut diterima dan dihormati”. Ketidakadilan gender, selain menciptakan diskriminasi terhadap posisi perempuan dalam pembangunan, juga memberi dampak merosotnya kehidupan dan kualitas hidup manusia. Ketidakadilan gender dan persoalan kemiskinan memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam melihat persoalan kemiskinan yang terjadi pada perempuan, khususnya pada perempuan pelaku usaha kecil. Kemiskinan yang menimpa perempuan sebagai dampak dari adanya ketidakadilan gender terlihat dari berbagai dimensi, antara lain yaitu sebagai akibat posisi tawar mereka yang lemah di dalam masyarakat, kultur yang represif, miskin yang diakibatkan karena bencana dan konflik, adanya diskriminasi di ruang publik dan domestik, serta kurang pedulinya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat guna mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada perempuan. Persoalan kemiskinan yang dialami perempuan bukan hanya disebabkan karena perempuan tersebut bodoh dan atau malas, melainkan bekerjanya sistem yang tidak memberi akses atau peluang kepada perempuan untuk mandiri. Jika dalam hal sistem sudah memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan, dimana kaum perempuan tidak mampu bersaing dan kalah, maka yang perlu disalahkan adalah kaum perempuan itu sendiri. “Keterbelakangan yang terjadi pada kaum perempuan ini, selain akibat dari sikap irrasional yang sumbernya karena
50
berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga disebabkan karena kaum perempuan tidak berpartisipasi dalam pembangunan” (Faqih :2008). Persoalan kemiskinan yang terjadi pada kaum perempuan ini juga dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek sosial, ekonomi, psikologi dan aspek gender. Aspek sosial, dimana disebabkan karena terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan teknologi yang menyebabkan potensi diri yang dimilikinya dalam masyarakat. Aspek ekonomi terlihat dari terbatasnya pemilikan alat produksi, upah yang rendah, lemahnya kemampuan dalam mencari peluang, dan posisi tawar yang rendah. Selain itu, jika dilihat dari aspek psikologi dimana perempuan diidentikkan dengan adanya rasa rendah diri, malas, fatalisme dan rasa terisolir. Sedangkan dari aspek gender, yaitu karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan perlakuan yang disebabkan oleh jenis kelamin. Dalam hal ini, perempuan lah yang kerap kali menjadi korban dari ketidakadilan gender, seperti diskriminatif, minimnya berbagai akses fasilitas dan kesempatan yang diperuntukkan bagi perempuan, serta posisi perempuan yang lemah dalam pengambilan keputusan. Persoalan ketidakadilan gender ini menjadi persoalan yang cukup pelik bagi kehidupan perempuan. Kondisi tersebut secara tidak langsung telah menempatkan perempuan usaha kecil menengah menjadi komunitas perempuan yang miskin dari pengusaha kecil menengah lainnya. Hal ini terjadi “ karena adanya marginalisasi, subordinasi, kekerasan dan beban ganda” (Faqih : 2008).
51
1.7
Metode Penelitian
1. 7.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (field research). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu berusaha mengungkap suatu masalah yang terjadi kemudian menganalisa informasi data yang diperoleh. Data itu bisa berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2004). Metode kualitatif adalah metode yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Metode ini dapat dipakai untuk mempelajari, membuka, dan mengetahui apa yang terjadi di balik fenomena yang baru sedikit. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999). Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, namun hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Metode tersebut digunakan untuk melihat proses kegiatan pemberdayaan informasi bagi perempuan dengan memanfaatkan TIK yang ada di JARPUK Bantul dan Koperasi Wanita Setara Klaten. JARPUK dan Koperasi Wanita Setara adalah sebuah organisasi atau komunitas yang mewadahi berbagai jenis usaha perempuan dan aktif dalam pemberdayaan perempuan berbasis TIK di masing-masing wilayahnya. Keduanya merupakan dampingan dari Combine Resource Institution
52
(CRI) Yogyakarta yang sudah berpengalaman cukup lama di bidang pemberdayaan IT. Selanjutnya, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif-analisis. Menurut Nazir (1981: 63), pendekatan deskriptifanalisis adalah metode yang menggunakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Sedangkan analisis adalah menguraikan sesuatu dengan sangat cermat dan terarah. Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif-analisis peneliti gunakan untuk menggambarkan obyek penelitian dan melakukan pengkajian serta analisis secara mendalam tentang pemberdayaan Aksesinformasi bagi perempuan UKM berbasis pada TIK di mana dari hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menemukan prinsip dan penjelasan yang mengarah pada jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian ini. Melalui metode kualitatif ini, diharapkan dapat ditemukan deskripsi mendalam tentang proses pemberdayaan informasi bagi perempuan dengan menggunakan TIK.
1.7.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan obyek penelitian di mana kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan lokasi penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas obyek sasaran penelitian, sehinggga permasalahan tidak terlalu luas. Dalam penelitian ini terdapat dua lokasi penelitian, yaitu: 1) Jaringan Perempuan
53
Usaha Kecil (JARPUK) yang berlokasi di wilayahTembi Km 10, Cankring Malang, Timbulharjo, Sewon, Bantul, YogyakartaBantul Yogyakartayang didirikan oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) Jawa, dan 2) Koperasi Wanita Setara yang berlokasi di Jl.Klaten – Jatinom Km.1 Hargomulyo Gergunung, Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah. Adapun alasan yang melatar belakangi pemilihan dua tempat tersebut karena dalam melakukan kegiatan pemberdayaan informasi terhadap perempuan, lembaga Jarpuk Bantul dan Kopwan Setara mempunyai perbedaan di tingkat strategi, dimana lembaga Jarpuk Bantul belum menjadikan TIK sebagai strategi pemberdayaan informasi terhadap perempuan, sementara Kopwan setara Klaten sudah dengan tegas mengatakan kalau TIK merupakan strategi pemberdayaan informasi bagi anggotanya. Hal ini yang membedakan pola pemberdayaan yang dilakukan oleh kedua lembaga. Berdasarkan hal ini lah, peneliti tertarik untuk memilih dua organisasi perempuan tersebut sebagai obyek penelitian. Hemat peneliti, dua organisasi perempuan tersebut cukup mewakili masing-masing wilayah, yaitu Yogyakarta dan Klaten, serta dapat dijadikan perbandingan sejauh mana kualitas pemberdayaan TIK di antara keduanya.
1.7.3 Jenis Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, meskipun terdapat beberapa data terkait angka-angka namun sangat kecil. Di kalangan ahli,
54
masih terdapat perdebatan kedua data penelitian tersebut. Para peneliti kuantitatif yang menganut positivisme umumnya percaya kepada angka-angka. Sebaliknya, peneliti kualitatif yang percaya fenomenologi menganalisis sesuatu berdasarkan penjelasan. Peneliti dalam riset ini lebih banyak mengarahkan analisis terhadap data kualitatif menyangkut pemanfaatan teknologi yang sulit diukur. Akan tetapi, pengukuran secara kuantitatif juga tetap dilakukan untuk menunjang data-data yang bersifat kualitatif. Penelitian dengan menggunakan data kualitatif memberikan keleluasaan. Penelitian dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah bagaimana melihat pemanfaatan TIK secara maksimal pada pemberdayaan perempuan pelaku usaha kecil menengah di JARPUK Bantul dan KOPWAN Setara Klaten. Data dalam penelitian ini dikategorikan dua bentuk, yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari hasil wawancara langsung oleh informan di lapangan, berupa pernyataan atau tindakan yang dilakukan informan yang mengikuti pelatihan TIK dan memanfaatkannya untuk pengembangan diri dan usahanya, serta data yang diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) pada pertemuan pengurus LKP di JARPUK Bantul dan pertemuan kader di KOPWAN Setara. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari literatur, leaflet, website Asppuk dan Koperasi Wanita SETARA, jurnal, koran KRIDA, majalah ilmiah, dan catatan-catatan dokumentasi yang ada di lokasi penelitian.
55
1.7.4 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber data sekunder dan primer.Data sekunder diperoleh dari data-data terkait kebijakan dan strategi organisasi yang melakukan pemberdayaan perempuan dengan menggunakan TIK. Data sekunder dalam riset ini diposisikan sebagai pembanding sekaligus pelengkap data primer. Sedangkan data primer adalah data utama yang didapat melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen, serta FGD. Pengumpulan data diarahkan kepada pihak-pihak yang berkompeten dan terlibat langsung pada proses pemberdayaan perempuan dengan menggunakan TIK. Literatur yang relevan juga digunakan sebagai landasan dalam analisis penelitian ini. Setelah memperoleh ijin penelitian, proses pengumpulan data dapat dimulai. Penelitian dimulai dengan observasi ke lapangan untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Beberapa hari pertama, kegiatan banyak berkonsentrasi dalam perkenalan, hal ini diharapkan memudahkan untuk memetakan semua partisipan di lokasi penelitian, disamping itu
juga
dipelajari rutinitas dan kebiasaan yang
dilakukan di lokasi penelitian, baik formal maupun informal. Setelah mempelajari peran dan hubungan antar partisipan, dilanjutkan dengan menentukan informan yang cocok untuk penelitian. Seorang informan yang baik adalah seorang yang mampu menangkap, memahami, dan memenuhi permintaan peneliti, memiliki kemampuan reflektif, bersifat artikulatif, meluangkan waktu untuk
56
wawancara, dan bersemangat untuk berperan serta dalam penelitian (Morse,1986, 1991). Pemilihan partisipan pertama (the primary selection) secara langsung memberi peluang bagi peneliti untuk menentukan sampel dari sekian informan yang langsung ditemui, sedangkan informan kedua (secondary selection) berfungsi sebagai cara alternatif bagi peneliti yang tidak dapat menentukan partisipan secara langsung. Sedangkan Patton (1990) memberikan beberapa panduan terkait dengan teknik sampling dan menyarankan bahwa alasan logis di balik teknik sampling bertujuan dalam penelitian kualitatif merupakan prasyarat bahwa sampel yang dipilih sebaiknya memiliki informasi yang kaya/rich information (Norman,Yvona : 290). Informan dalam penelitian ini adalah Community Organizer (CO), kader, dan anggota Jarpuk Bantul serta Kopwan Setara Klaten.Informan ditentukan sesuai dengan criteria focus penelitian sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti membagi dua kelompok informan yang dijadikansumber data yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut :
1.7.4.1 Informan Utama Merupakan informan yang menjadi focus penelitian, Pada informan ini dilakukan wawancara secara mendalam dan juga dilakukan pengamatan secara intensif. Proses identifikasi informan penelitian dimulai dari wawancara lebih dalam dengan informan utama yaitu Community Organizer (CO), selanjutnya wawancara
57
mendalam dilanjutkan dengan informan pendukung berdasarkan masukan dari informan utama. Informan dalam penelitian ini adalah Community Organizer (CO), pengurus, kader, anggota yang mengikuti pelatihan TIK dan anggota yang telah memanfaatkan TIK untuk pengembangan diri dan usahanya.Jumlah informan yang diambil sebanyak (8) orang dari Jarpuk Bantul dan (8) orang dari Koperasi Wanita Setara Klaten. Dari 8 informan di masing-masing lembaga terdiri dari 2 orang Community organizer (CO), 2 orang pengurus organisasi, 12 orang kader lokal dan anggota yang mengikuti pelatihan dan memanfaatkan TIK untuk mengembangkan diri dan usahanya. Usia mereka beragam yaitu antara 32 – 54 tahun, dimana 2 informan mewakili usia 32 tahun,informan mewakili 34 tahun, 2 informan mewakiliusia 35 tahun, 1 informan mewakiliusia 38 tahun, 2 informan mewakiliusia 39 tahun, 2 informan mewakiliusia 4 tahun, 1 informan mewakiliusia 42 tahun, 2 informan mewakili usia 44 tahun, 1 informan mewakili usia 48 tahun, 1 informan mewakili usia 50 tahun dan 1 informan mewakili usia 54 tahun. Dari 16 informan di 2 lembaga, 12 orang mewakili anggota dan kader lokal, 2 orang pengurus lembaga yang juga berfungsi sebagai koordinator pendamping lapangan dan 2 orang adalah community organizer yang mempunyai peran aktif dalam pemberdayaan perempuan melalui TIK. Adapun data informan dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut :
58
Tabel 1.1 Data Informanberdasarpendidikan, usiadankedudukan di Lembaga N0. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Nama Indri Indarni Umi Rismi Parjilah Dwi Iin Radiyem Sugihartini Aminem Ngadinem Hartini Endang Suwarni Mulyani Samini
Usia 35 th 38 th 39 th 32 th 42 th 32 th 35 th 44 th 44 th 54 th 34 th 39 th 50 th 48 th 40 th 44 th
Pendidikan S1 SMEA S1 SMA SMP SMA SMA S1 SMA SMP SMEA D1 SMA SMEA S1 SMA
Jabatan Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Pengurus CO Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Koord. PL CO
Lembaga Jarpuk Jarpuk Jarpuk Jarpuk Jarpuk Jarpuk Jarpuk ASPPUK Kopwan Kopwan Kopwan Kopwan Kopwan Kopwan Kopwan Kopwan
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, 2 orang informan memiliki latar belakang SMP, 9 orang informan memiliki latar belakang SMA dan salah satunya adalah community organizer (CO), 1 orang informan D1dan 4 orang informan lulusan S1 (terdiri dari pendamping dan anggota). Dalam hal ini, faktor pendidikan tidak berpengaruh terhadap motivasi belajar TIK bagi perempuan. Hal tersebut dikarenakan dalam mempelajari TIK diperlukan motivasi yang kuat dan persepsi perempuan terhadap TIK, karena TIK terkadang masih asing bagi perempuan, dan TIK dianggap tidak ramah terhadap perempuan.
59
1.7.4.2 Informan Pendukung Merupakan
informan
yang
memberikan
informasi
dimana
sifatnya
mendukung dan menambah, serta memperkuat informasi yang diperoleh dari informan utama. Dalam penelitian ini informan pendukung yaitu fasilitator pelatihan TIK dari Combine Resource Institution yang memberikan pelatihan dan pendampingan TIK kepada kedua lembaga obyek penelitian. Sampel yang merupakan informan dalam penelitian ini jumlahnya tidak dibatasi secara ketat, mengingat beberapa data yang diperoleh dirasa belum mencukupi atau belum memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dalam penelitian sehingga sampel atau informan bisa ditambah atau diperluas sesuai dengan kebutuhan data penelitian.
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data 1.7.5.1 Observasi Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data. Observasi sering disebut sebagai proses pengamatan, dan istilah sederhananya adalah proses dimana peneliti terjun langsung ke lokasi (Sevilla, 1993) Metode observasi yang akan digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah memakai observasi partisipatif dimana pengamatan yang dilakukan bertujuan peneliti ke orang-orang yang ditelitinya dan ke situasi atau lingkungan yang ditinggali oleh mereka (Pendit, 2003).
60
Observasi dilakukan dengan mengikuti pertemuan pengurus Jarpuk Bantul dan pertemuan kader Kopwan Setara yang dilakukan setiap bulan dan pertemuan kelompok yang waktunya menyesuaikan dengan jadwal waktu pertemuan mereka. Dari Observasi ini, peneliti dapat mengamati dan mengenal dengan dekat pengurus dan anggota Jarpuk Bantul maupun Kopwan Setara. Metode observasi juga dilakukan secara tidak langsung dimana peneliti mengamati kegiatan organisasi, program yang dilakukan dalam hubungannya dengan pemberdayaan perempuan melalui TIK. Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa ada perbedaan metode pemberdayaan perempuan melalui TIK di 2 lokasi, termasuk pemanfaatan sarana dan prasarana TIK yang disediakan. 1.7.5.2 Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan dalam pengumpulan data dari informan kunci dan informan pendukung serta responden yang ditemukan dalam proses penelitian berdasarkan kebutuhan penelitian lapangan (Denzin dan Lincoln, 1994: 12).Wawancara mendalam dilakukan kepada Fasilitator pelatihan komputer dari penyelenggara pelatihan ( 2 orang Fasilitator dari Combine Resource Institution), 2 Community Organizer (CO) dari JARPUK Bantul dan 2 CO dari Koperasi Wanita Setara Klaten. Wawancara mendalam juga dilakukan kepada anggota yang sudah mengikuti pelatihan TIK dan memanfaatkannya ( 6 anggota JARPUK Bantul dan 6 anggota Koperasi Wanita Setara ). Wawancara kepada informan dilakukan dengan
61
bertatap muka langsung, dan mengingat kemajuan teknologi saat ini, kekurangan data dilakukan wawancara melalui media komunikasi, telepon,email dan sms. 1.7.5.3 Studi Dokumentasi Studi dokumentasi yang dilakukan adalah membaca dokumen-dokumen yang berhubungan pemberdayaan perempuan dan peran TIK dalam pemberdayaan perempuan. Penelusuran terhadap dokumen terkait dilakukan dengan mencari di beberapa tempat seperti kantor-kantor organisasi perempuan dan perpustakaan serta dokumen-dokumen yang menjadi koleksi pribadi seseorang. Dokumen yang dijadikan pedoman ialah dokumen yang berkaitan langsung dengan pemberdayaan perempuan pelaku usaha kecil menengah dan pemanfaatan TIK. Pentingnya melakukan studi terhadap dokumen didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, meskipun ia tidak berlaku lagi. Kedua, dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interpretasi. Ketiga, dokumen merupakan sumber data yang alami yang bukan hanya muncul dalam konteksnya, tetapi juga menjelaskan konteks itu sendiri. Keempat, dokumen relatif mudah, murah diperoleh. Kelima, dokumen merupakan sumber yang non-reaktif. Keenam, dokumen berperan sebagai sumber pelengkap bagi informasi yang diperoleh melalui observasi atau wawancara (Guba dan Lincoln, 1994). Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen mulai dari buku, artikel, jurnal, perundang-undangan, dan makalah, sampai penelitian terdahulu
62
yang berhubungan dengan tema. De ngan demikian diperoleh gambaran yang luas data-data yang pernah ditemukan peneliti ahli sebelumnya. Literatur ini sangat membantu menjawab soal bagaimana TIK dipergunakan
dalam pemberdayaan
perempuan khususnya pelaku usaha kecil menengah. 1.7.5.4 Focus Group Discussion (FGD) Diskusi dilakukan dengan pengurus kelompok perempuan usaha kecil di JARPUK Bantul dan kader Koperasi Wanita Setara Klaten perihal pemanfaatan TIK. Diskusi terhadap kedua unsur tersebut dilakukan secara terpisah mengingat keterbatasan waktu dan kesempatan. Data yang diharapkan diperoleh adalah keterangan atau pendapat yang berkaitan langsung permasalahan penelitian. Diskusi diadakan beberapa kali tergantung pada kebutuhan data yang ingin dicapai. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar mendapat data dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Demikian pula, teknik pengumpulan data dilakukan secara fleksibel sesusai kebutuhan dan kondisi di lapangan penelitian (Clandinin dan Connelly, 1994). FGD dilakukan di JARPUK Bantul pada pertemuan pengurus lembaga keuangan perempuan (LKP) dihadiri wakil pengurus, kemudian FGD dilakukan pada pertemuan kader atau pengurus team inti Koperasi wanita Setara Klaten, kekurangan data dilakukan melalui telepon dan email, hal ini dilakukan karena kader sudah terbiasa mengirim laporan melalui email ke pengurus koperasi.
63
1.7.6 Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap. Pertama, reduksi data. Data yang diperoleh dari observasi, wawancara, atau studi dokumen serta FGD disimpulkan melalui penafsiran peneliti yang nantinya diharapkan akan memberi data siap pakai. Kedua, display data. Data yang berhasil dikumpulkan dijelaskan dalam bentuk kategori-kategori agar mempermudah proses verifikasi. Pada tahap ini, akan diperoleh sinopsis dan kumpulan-kumpulan data kualitatif. Ketiga, verifikasi data. Pada tahap ini data dikelompokan sesuai kategori masing-masing. Setelah proses tersebut, peneliti menuangkan data dalam bentuk tulisan yang dibagi ke dalam beberapa bagian tesis. Analisis data juga mempunyai kedudukan yang sangat penting. Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang didapat dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan hipotesis. Selain itu, hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan kajian teoritis dan mempertimbangkan pendapat dan pemikiran yang sudah ada. Alat analisis yang digunakan adalah memakai analisis gender, di mana analisis gender melihat relasi antara perempuan dan laki-laki dan mencermati peran, akses dan kontrol mereka atas sumber daya serta hambatan yang mereka hadapi satu sama lain (IASC, 2006).
64
Selain itu, setelah melewati tiga tahapan di atas, analisis dataini dilanjutkan dengan menggunakan analisis SWOT terhadap faktor internal-eksternal organisasi dan faktor perempuan usaha mikro kecil menengah dalam proses pemberdayaan, peluang dan ancaman yang meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perempuan terhadap TIK juga faktor yang menghambat pemberdayaan perempuan menggunakan TIK dalam organisasi dan perempuan usaha kecil menengah. Salah satu strategi membuat program pemberdayaan perempuan adalah analisis SWOT. Secara sederhana pengertian SWOT dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi, serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya. Analisis terhadap kekuatan (strengthen), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threat). Teknik ini merupakan teknik analisis manajemen dengan mengidentifikasi secara internal perihal kekuatan dan kelemahan, sekaligus faktor eksternal berupa peluang serta ancaman. Aspek internal dan eksternal dipertimbangkan dalam kaitannya dengan konsep strategis dalam rangka menyusun program aksi, langkah-langkah, atau tindakan untuk mencapai tujuan kegiatan dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman sehingga mengurangi resiko. Dengan kata lain, analisis SWOT adalah cara menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam pengoptimalan usaha yang lebih menguntungkan. Dalam analisis faktor-faktor internal dan eksternal tersebut ditentukanlah aspek-aspek yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan yang
65
menjadi ancaman sebuah organisasi. Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan strategi yang dapat dijalankan (Rangkuti, 2005). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis SWOT didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang dan secara bersamaan bisa meminimalkan kelemahan dan ancaman. Adapun gambaran proses analisis data dalam penelitian ini sebagaimana berikut: 1. Peneliti mengambil data menggunakan teknik pengambilan data; observasi, dokumentasi, wawancara dan focus groupdiscussion (FGD) 2. Data yang sudah terkumpul kemudian direduksi sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini, kemudian data tersebut disajikan (display data) berdasarkan kategori-kategoi atau pengelompokkan berdasarkan kriteria tertentu untuk mempermudah proses verifikasi data. 3. Setelah data melalui proses analisis, yaitu reduksi, display data, dan verifikasi, maka selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik SWOT untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang menghambat dan mendukung pelaksanaan program pemberdayaan informasi bagi perempuan dengan menggunakan TIK