12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang mana sangat berharga nilainya seperti halnya tanah. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat menentukan peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan pemiliknya, juga pada saat sekarang ini sebagai salah satu faktor yang menentukan martabat seseorang.1 Uraian diatas menggambarkan bagaimana pentingnya tanah bagi kehidupan masyarakat tersebut. Berdasarkan hal itu, maka sudah sepatutnyalah Pemerintah untuk mewujudkan peraturan mengenai hubungan antara manusia dengan tanah dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat, karena Pemerintah merupakan sebuah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang.2 Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga terbentuklah aturan-aturan mengenai tanah . Kewenangan Pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan secara yuridis, tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang berbunyi “Bumi, air
1
Tampil Anshari Siregar, PENDAFTARAN TANAH KEPASTIAN HAK (Medan : Multi Grafik Medan, 2007), hal.1 2 https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah (diakses pada tanggal 11 Agustus 2015)
1 Universitas Sumatera Utara
13
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.3 Pemerintah dalam hal ini diharuskan tetap berpijak pada landasan konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pengaturan dan pemanfaatan tanah dalam konteks sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat termasuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dalam rangka memberikan suatu jaminan kepastian hukum dan juga untuk menjamin kepastian haknya. Pemberian jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah bagi rakyat, seluruhnya merupakan salah satu tujuan pokok UUPA yang tidak bisa dikompromikan kembali, kewajiban Pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA. Dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA berbunyi “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.4 Pasal tersebut memerintahkan agar perlunya dibuat Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP-PT) dan dilaksanakan oleh Peraturan Menteri Negara
3
http://www.kompasiana.com/pit_kanisius/meneropong-pasal-33-uud-1945-danpengelolaan-sda-berbasis-pemulihan-lingkungan_55208a79a33311764646d0bb (diakses pada tanggal 11 Agustus 2015) 4 Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria
Universitas Sumatera Utara
14
Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PMNA-PT). Pasal 19 ayat (3) berbunyi “Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial dan ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria”.5 Sehingga dapat kita simpulkan bahwa Pendaftaran Tanah merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan, agar terjaminnya kemajuan tingkat hidup masyarakat baik dalam aspek sosial maupun ekonomi. Pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.6 Penyelenggaraan pendaftaran tanah ini nantinya memungkinkan pemegang hak atas tanah untuk dapat dengan mudah membuktikan hak atas tanah yang dikuasainya, yang meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak, artinya si subjek hak dijamin oleh hukum menggunakan hak kepemilikan tanah tersebut untuk apa saja asal penggunaan hak tersebut sesuai peruntukkannya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Maka 5 6
Pasal 19 Ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 1 Butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah.
Universitas Sumatera Utara
15
dengan demikian semua bidang tanah yang telah terdaftar dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh pemiliknya. Pemilik atas tanah yang telah terdaftar tersebut, dapat memberikan informasi bagi pihak lain yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan. Pelaksanaan pendaftaran tanah memberikan suatu kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan, yang mana akan diberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti hak disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, yaitu sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat, yaitu data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertipikat dianggap benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang lain yang dapat berupa sertipikat atau selain sertipikat.7 Diterbitkannya surat tanda bukti hak atau sertipikat tanah yang telah terdaftar dan didaftarkan pada badan resmi, yaitu instansi Pemerintah yang sah berdasarkan
undang-undang
dapat
berfungsi
menciptakan
tertib
hukum
pertanahan serta membantu mengaktifkan kegiatan sosial maupun perekonomian rakyat. Penerbitan sertipikat tanah ini selain memberikan manfaat kepada pemegang haknya juga memberikan manfaat bagi Negara, seperti tolak ukur pengawasan pasar tanah, peningkatan penarikan pajak, perlindungan bagi tanah
7
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensf (Jakarta: Kencana, 2010), hal 317
Universitas Sumatera Utara
16
negara, pengurangan konflik sengketa tanah, mendorong pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan berkualitas, serta penyediaan data statistik tanah yang baik. Ada bermacam-macam sertipikat berdasarkan objek pendaftaran tanah yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah dan PP-PT, yaitu : 1.
Sertipikat Hak Milik.
2.
Sertipikat Hak Guna Usaha.
3.
Sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara.
4.
Sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan.
5.
Sertipikat Hak Pakai Atas Tanah Negara.
6.
Sertipikat Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.
7.
Sertipikat tanah Hak Pengelolaan.
8.
Sertipikat Wakaf Tanah Hak Milik.
9.
Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
10. Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Nonrumah Sususn. 11. Sertipikat Hak Tanggungan. Sertipikat tanah sebagai suatu tanda bukti bahwa seseorang memiliki hak atas sebidang tanah untuk dapat dikuasi, dipergunakan, diusahakan serta dimanfaatkan olehnya, maka dari itu karena begitu pentingnya sertipikat tanah, maka setiap orang wajib mendaftarkan tanahnya untuk dapat diterbitkan sertipikat atas tanahnya tersebut, lalu menjaga dan menyimpan sertipikat tanah tersebut dengan baik dan aman.
Universitas Sumatera Utara
17
Kehidupan masyarakat saat sekarang dirasakan bersifat konsumtif dalam pemilikan atas tanah, dan berusaha untuk mempunyai dan memiliki tanah yang seluas-luasnya demi suatu prestise/kebanggaan, karena demikian sehingga masyarakat wajib membuat sertipikat tanahnya, selain untuk mendapatkan kepastian dan kekuatan hukum atas hak terhadap tanahnya, dan juga untuk mencegah perbuatan jahat dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut. Sertipikat tanah yang telah diterbitkan, akan mengakibatkan nama yang tertera di dalam sertipikat tersebut merupakan pemilik yang sah sehingga bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atas penerbitan sertipikat tersebut dapat melaporkannya kepada Kantor Pertanahan di wilayah tanah itu berada dengan membawa alat bukti yang benar dan sah, sehingga jika terbukti sertipikat yang didaftarkan mengandung cacat administrasi atau cacat hukum dapat dilakukan pembatalan terhadap sertipikat yang palsu. Hal seperti ini dilakukan untuk mencegah timbulnya sertipikat ganda ataupun sertipikat palsu lainnya. Permasalahan lain mengenai sertipikat tanah yang kerap dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari adalah mengenai sertipikat tanah yang telah hilang. Sertipikat tanah yang hilang itu dapat disebabkan karena penyimpanan yang kurang baik ataupun bencana alam seperti banjir, tanah longsor, rumah kebakaran, kemalingan, atau sebab lainnya, sertipikat tanah yang telah hilang, tidak berarti mengakibatkan si pemegang hak atas tanah tersebut kehilangan haknya.
Universitas Sumatera Utara
18
Terhadap sertipikat tanah yang telah hilang, pemegang hak atas tanah dapat mengajukan permohonan penggantian sertipikat tanah yang telah hilang ke kantor pertanahan di wilayah tanah itu berada, atas permohonan tersebut pemegang hak atas tanah dapat menerima sertipikat pengganti.8 Pasal 138 ayat (1) PMNA-PT menyatakan bahwa “Penerbitan sertipikat pengganti karena hilang didasarkan atas pernyataan dari pemegang hak mengenai hilangnya sertipikat tersebut yang dituangkan dalam Surat Pernyataan seperti contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 25”.9 Sertipikat pengganti merupakan suatu bukti hak yang memiliki kekuatan hukum yang sama kuatnya dengan sertipikat yang pertama, disebut dengan sertipikat pengganti karena kedudukannya menggantikan sertipikat pertama yang telah hilang, telah rusak, masih menggunakan blanko sertipikat yang lama, ataupun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. Tentu biaya penerbitan sertipikat pengganti ini harus ditanggung oleh si penerima sertipikat. Setiap kegiatan yang bertujuan untuk menerbitkan sertipikat pengganti harus jelas lebih terlebih dahulu mengapa harus dilakukan penerbitan sertipikat pengganti tersebut. Dengan demikian tidak akan mudah seseorang ataupun badan hukum untuk mengajukan permohonan penerbitan sertipikat pengganti ataupun menjadikan celah itu untuk menerbitkan sertipikat palsu.10 Hal yang perlu ditegaskan juga bahwa untuk penerbitan sertipikat pengganti tidak dilakukan 8
http://www.legalakses.com/penggantian-sertipikat-tanah-yang-hilang/ (diakses pada tanggal 13 Agustus 2015 pukul 23.11 WIB) 9 Pasal 138 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah 10 Tampil Anshari Siregar, Loc.cit hal. 207.
Universitas Sumatera Utara
19
pengukuran maupun pemeriksaan tanah, sehingga nomor hak tidak diubah, karena data untuk penerbitan sertipikat tersebut telah ada dalam buku tanah, daftar surat ukur dan daftar umum lainnya.11 Penerbitan Sertipikat pengganti yang dimohonkan masyarakat pada kantor pertanahan harus dibuat dibawah sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan letak tanah yang bersangkutan atau di depan Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan tersebut. Pengucapan sumpah tersebut merupakan salah satu komponen penting apabila kita ingin memohonkan penerbitan sertipikat pengganti.
B. Perumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat diturunkan beberapa permasalahan yang menjadi dasar kajian dalam pengerjaan skripsi ini, yaitu : 1.
Bagaimana pentingnya pendaftaran tanah dan permohonan penggantian sertipikat yang hilang yang dilakukan oleh masyarakat terhadap hak atas tanahnya?
2.
Bagaimana bentuk kegiatan penerbitan sertipikat atas tanah serta hambatan yang ditemukan dalam masyarakat pada saat penerbitan sertipikat pengganti?
3.
Bagaimana tanggung jawab suatu kantor pertanahan dalam mengupayakan penggantian sertipikat tanah yang hilang? 11
Mhd Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah (Bandung: MANDAR MAJU, 2008), hlm. 559.
Universitas Sumatera Utara
20
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimana proses pendaftaran tanah yang menerbitkan sertipikat tanah menurut hukum Indonesia.
2.
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kehilangan sertipikat tanah di dalam masyarakat dan juga untuk mengetahui penyebab-penyebab mengapa hal tersebut dapat terjadi.
3.
Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi dalam penggantian sertipikat tanah masyarakat yang telah hilang. Disamping itu, penelitian ini juga mempunyai manfaat dari segi kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis, yaitu : 1.
Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka mengembangkan dan memperkaya teori hukum yang sudah ada, khususnya dalam bidang ilmu hukum agraria dan pengetahuan akan sertipikat tanah. Dapat memberikan gambaran tentang proses pendaftaran tanah sampai penerbitan sertipikat hingga penggantian sertipikat tersebut jika hilang.
Universitas Sumatera Utara
21
2.
Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan pola pikir dan mengetahui kemampuan saya untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh, dan juga memberikan kegunaan praktis baik bagi masyarakat maupun pemerintah sebagai acuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam keterlibatan masyarakat di dalam pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertipikat tanah dan jaminan atas penerbitan sertipikat pengganti, apabila sertipikat tanahnya hilang.
D. Keaslian Penulisan Dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS PENERBITAN SERTIPIKAT TANAH PENGGANTI KARENA HILANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TEBING TINGGI)”. Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada katalog skripsi Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum USU, dan tidak ditemukan judul yang sama. Melalui surat tertanggal 1 Agustus 2015 yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
/
Pusat
Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama ditemukan dalam Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
22
Surat
tersebut
dijadikan
dasar
bagi
Bapak
Prof.Dr.Muhammad
Yamin,S.H.,M.S.,C.N. selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang saya ajukan karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, sistematika penerbitan sertipikat tanah serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, baik melalui literatur yang diperoleh dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, media cetak, media elektronik seperti internet, hasil wawancara, data dari hasil riset serta bantuan dari berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawabannya.
E. Tinjauan Kepustakaan Tinjauan kepustakaan pada umumnya merupakan kumpulan teori yang dijadikan dasar dalam membuat karya tulis ilmiah. Teori menerangkan dan menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
23
ketidakbenarannya.12 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. 13 Berikut beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan : 1.
Hak atas tanah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi, dan tubuh
bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak penguasaan tanah.14 Hak- hak atas tanah termasuk salah satu hak perseorangan atas tanah. Hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai menggunakan, dan mengambil manfaat dari tanah tertentu untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan. Hak-hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah, wakaf tanah hak milik, hak tanggungan, dan hak milik atas satuan rumah susun. Dasar hukum pemberian hak atas tanah kepada perseorangan atau badan hukum dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yang berbunyi “ Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat 12
Sukiran, Kajian Yuridis tentang Jaminan Kepastian Hukum Bagi Investasi Asing di Indonesia (Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana USU, 2010), hlm. 34. 13 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 80. 14 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan HAK ATAS TANAH ()hal.74.
Universitas Sumatera Utara
24
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.15 Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 dan Pasal 53 UUPA, yang dikelompokkan menjadi tiga bidang, yaitu : a.
Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA Masih berlaku atau belum dicabut dengan undangundang yang baru. Jenis-jenis hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah, Hak Sewa untuk Bangunan, dan Hak Memungut Hasil Hutan.
b.
Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
c.
Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : a.
Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik,
15
Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria
Universitas Sumatera Utara
25
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara, Hak Pakai atas Tanah Negara. b.
Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai atas Tanah Pengelolaan, Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.16
2.
Pembuktian hak dalam Pendaftaran Tanah Alasan masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya sudah pasti adalah untuk
mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Pernyataan ini sesuai dengan makna dalam isi Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah. Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dinyatakan bahwa akhir kegiatan pendaftaran tanah yang diadakan oleh Pemerintah adalah pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
16
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan HAK ATAS TANAH, Loc.cit hal.90
Universitas Sumatera Utara
26
Kegiatan pendaftaran tanah pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak, yang berupa sertipikat. Maksud diterbitkan sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya. Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar buku tanah. Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dinyatakan bahwa Sertipikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Mentri Agraria.17 Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat kuat apabila memenuhi unsur-unsur secara kumulatif, yaitu : a.
Sertipikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum.
b.
Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada didalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
c.
Tanah diperoleh dengan iktikad baik.
d.
Tanah dikuasai secara nyata.
e.
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik dan secara nyata menguasainya, maka
17
Ibid hal.315
Universitas Sumatera Utara
27
pihak lain yang merasa yang mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.
F. Metode Penelitian Penelitian begitu penting artinya ketika hasil dari penelitian tersebut dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”; namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut:18 1.
Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian,
2.
Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,
3.
Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. Dalam melakukan penelitian tersebut dibutuhkan metodelogi penelitian
yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Setiap ilmu pengetahuan mempunyai identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada berbagai perbedaan yang dapat kita temui.19
18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-PRESS, 2008), hal.5. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Cet. 2, CV. Rajawali, 1982), hlm.1. 19
Universitas Sumatera Utara
28
Oleh karena penelitian yang dilakukan adalah menganai permasalahan hukum, maka skripsi ini akan menggunakan metode penelitian hukum, Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematikan dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. 1.
Jenis penelitian Dalam literatur- literatur hukum tentang penelitian hukum banyak
ditemukan variasi tentang pembagian jenis atau tipe penelitian hukum. Namun, meskipun demikian pengklasifikasian tipe penelitian hukum yang secara umum adalah sebagai berikut20 : a. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undang-undang, pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian yang berfokus pada inventarisasi hukum positif, asasasas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. b. Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang mencakup penelitian hukum sosiologis, identifikasi hukum tidak tertulis, dan tentang efektifitas 20
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal.52.
Universitas Sumatera Utara
29
hukum, pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup masyarakat. Sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian. Dari judul skripsi ini yaitu, “ SERTIPIKAT
TANAH
TINJAUAN YURIDIS PENERBITAN
PENGGANTI
KARENA
HILANG
MENURUT
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TEBING TINGGI) “ dapat dikatakan bahwa jenis penelitian ini adalah campuran dari hukum normatif dan hukum sosiologis, karena pembahasan skripsi ini dikaji berdasarkan peraturan-peraturan yang sudah ada yaitu berupa hukum positif tertulis dan dilengkapi dengan fakta serta sumbersumber informasi yang didapatkan penulis selama melakukan riset dilokasi penelitian. 2.
Data Penelitian Sumber dari data penelitian ini keseluruhan merupakan data-data yang
terdiri atas : a. Bahan hukum primer Yaitu berupa dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya berupa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Universitas Sumatera Utara
30
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dan peraturan-peraturan lainnya. b. Bahan hukum sekunder Yaitu berupa semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang pendaftaran tanah dan penerbitan sertipikat tanah seperti bukubuku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber internet yang berkaitan dengan permasalahan dan juga pembahasan skripsi ini. c. Bahan hukum tersier Yaitu berupa semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya. 3.
Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran
ilmiah dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan-peraturan, undang-undang, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas skripsi ini. 4.
Analisis data Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
Universitas Sumatera Utara
31
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan Dalam memudahkan serta memahami pembahasan dalam penulisan skripsi ini dibuatlah rancangan sistematika yang memuat tentang beberapa pokok bahasan yang kemudian diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih khusus (sub-sub pokok bahasan). Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab terbagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematik, dan saling berkaitan antara satu sama lain. Urutan singkat atas bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pembahasan mengenai pentingnya penggantian sertipikat tanah yang telah hilang dan dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat
penulisan,
keaslian
penulisan,
tinjauan
kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN
UMUM
MENGENAI
PENDAFTARAN
TANAH Bab ini menguraikan tentang pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah sesuai hukum positif di Indonesia, tujuan
Universitas Sumatera Utara
32
serta manfaat dari penyelenggaraan kegiatan pendaftaran tanah,
serta
mengenai
pembuktian
hak
atas
objek
pendaftaran tanah. BAB III
KEGIATAN PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH Bab ini menguraikan tentang pengertian dan dasar hukum penerbitan sertipikat tanah, proses penerbitan sertipikat tanah untuk pertama kali, hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan penerbitan sertipikat tanah, dan juga mengenai pemeliharaan data pendaftaran tanah setelah sertipikat tersebut diterbitkan.
BAB IV
PENERBITAN SERTIPIKAT PENGGANTI KARENA HILANG MENURUT
PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 24 TAHUN 1997 (STUDI PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TEBING TINGGI) Dalam bab ini diuraikan mengenai syarat dan dasar penerbitan sertipikat pengganti berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, proses pengajuan penerbitan sertipikat pengganti bagi sertipikat tanah yang telah hilang, dan bagaimana tanggung jawab kantor pertanahan kota tebing tinggi dalam menerbitkan sertipikat pengganti bagi masyarakat yang kehilangan sertipikat
Universitas Sumatera Utara
33
tanahnya, serta hambatan dalam melaksanakan penerbitan sertipikat pengganti serta upaya penyelesaiannya. BAB V
PENUTUP Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.
Universitas Sumatera Utara