1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di suatu daerah maka,
diperlukan sumber-sumber penyediaan modal guna membiayai kegiatan usaha. Dengan demikian modal yang diperlukan untuk kegiatan suatu usaha dapatlah disebut juga sebagai faktor produksi yang sejajar dengan faktor-faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja, peralatan mesin-mesin, bahan baku, kemampuan teknologi, manajemen dan lain sebagainya. Adapun sumber utama dari modal tersebut salah satunya adalah Bank. Aktivitas pertama dalam dunia perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dari masyarakat luas. Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan dana tersebut disalurkan kembali atau dijualkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending). Dalam pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit (debitur) dalam bentuk bunga dan biaya administrasi. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dapat berdasarkan bagi hasil atau penyertaan modal.1 Bentuk hukum suatu lembaga yang berusaha di bidang perbankan berdasarkan ketentuan terakhir, yakni Pasal 21 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, hanya terdiri
1
Hartono Ginting, “Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Kebijakan Moneter terhadap Persetujuan Pemberian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, (Medan : Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2010), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
2
dari : 1). Perseroan Terbatas; 2). Koperasi; dan 3). Perusahaan Daerah. 2 Sementara itu, untuk Bank Pembangunan Daerah dan Bank Perkreditan Rakyat – kecuali bentukbentuk usaha di atas – diberikan ketentuan “bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah” yang tidak jelas bentuknya, apalagi yang diakui oleh undangundang yang berkaitan dengan bentuk hukum perusahaan yang berlaku di Indonesia; apakah kembali ke bentuk perusahaan dagang biasa (perseorangan), bentuk komanditer atau kembali lagi ke bentuk persero yang sudah dihindari oleh UndangUndang No. 10 Tahun 1998. 3 Adapun kata “Persero” dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 masih ada, dalam undang-undang yang baru (Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) juga masih dipertahankan, perkataan “Persero” ini kelanjutan dari ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 1969. 4 Banyak dari Bank Milik Negara sekarang ini menyebutkan namanya sebagai “PT.(Persero)” sebagai akibat dari perubahan pada Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 (dari yang semula bentuk hukumnya Perusahaan Negara yang masing-masing berdasarkan undangundang khusus dan bilamana diubah lagi akan memerlukan dana dan proses yang
2
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790. 3 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogjakarta : Kanisius, 2009), hal. 29. 4 Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2904.
Universitas Sumatera Utara
3
panjang), tampaknya pembentuk undang-undang sekarang ini menganggap “Persero” tersebut sudah tidak ada artinya lagi. 5 Mengenai Perusahaan Daerah sebagai salah satu bentuk hukum perusahaan yang diizinkan untuk berusaha di bidang perbankan, semula ketentuannya mengacu pada kewenangan daerah berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962, dimana Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memberikan wewenang pada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendirikan Perusahaan Daerah yang berusaha di bidang perbankan.6 Ketentuan ini memperoleh nuansa yang baru, yakni dengan berlakunya Otonomi Daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah7 dan UndangUndang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.8 Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dalam Bagian Menimbang huruf a., menyebutkan : “bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. 5
Gunarto Suhardi, Loc.cit., hal. 29-30. Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 59. 7 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437. 8 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438. 6
Universitas Sumatera Utara
4
Bertolak dari ketentuan di atas secara tersirat ada pemisahan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah perlu berdaya upaya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Dalam ketentuan perimbangan keuangan mengatur tentang hubungan antara pusat dan daerah agar adil dan selaras. Dalam hal ini, pendirian bank daerah baik milik Pemda maupun Swasta Daerah sangat bermanfaat bagi daerah, karena selain memperlancar keuangan daerah juga untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD). 9 Bank Sumut atau dulunya disebut Bank Pemerintah Daerah Sumatera Utara (BPDSU) adalah sebuah Lembaga Keuangan yang berfungsi untuk mengumpulkan uang yang ada di daerah, atau dapat juga disebut dengan tempat Pemerintah Daerah melakukan penyimpanan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah (ABPD). 10 Usaha Pemda dalam mendirikan bank-bank daerah dan perusahaan-perusahaan daerah ini jauh lebih sehat daripada menggantungkan diri untuk memperoleh PAD dari pajak atau pungutan-pungutan daerah semata, yang terasa membebani rakyat dan pada tahun 2010 ini justru digalakkan Pemda. Prinsipnya adalah bahwa PAD berasal dari pajak daerah, maka terlebih dahulu harus ada Pendapatan Asli Rakyat Daerah (PARD) sebab bagaimana mungkin rakyat membayar pajak daerah kalau tidak ada pendapatan rakyat terlebih dahulu. Usaha Pemda untuk menggerakkan perekonomian daerah yang bukan hanya semata-mata menggantungkan diri pada sumber kekayaan alam daerah adalah hal yang penting. Perekonomian daerah yang berasal dari
9
Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 30. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355. 10
Universitas Sumatera Utara
5
kreativitas warga, menarik investor, dan mengembangkan industri teknologi tepat guna bukan hanya dapat dan menjadi hak daerah, tetapi berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 justru menjadi kewajiban daerah. 11 Di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dikenal ada 3 (tiga) unsur dari suatu perusahaan yaitu : pengurus perusahaan (direksi), pengawas perusahaan (komisaris), dan pemegang saham. Permodalan dalam suatu bank daerah yang sudah pasti berasal dari pemegang saham. Pemegang saham bertugas untuk menyuntikkan modal yang kegunaannya tidak lain adalah untuk menunjang operasional bank. 12 Modal adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik (pemegang saham) dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping memenuhi peraturan yang ditetapkan. Dalam perkembangan kegiatan operasi perusahaan modal tersebut dapat berkurang akibat terjadinya kegagalan atau kerugian usaha. Pertambahan modal berasal dari keuntungan usaha atau sumber lainnya yang diperoleh. Selain itu posisi modal juga akan mempengaruhi keputusan-keputusan manajemen dalam hal pencapaian tingkat laba di satu pihak dan kemungkinan timbul resiko di pihak lain. Permodalan yang terlalu besar, akan dapat mempengaruhi jumlah perolehan laba bank. Sedangkan modal yang terlalu kecil di samping akan membatasi kemampuan ekspansi bank juga akan mempengaruhi
11
Gunarto Suhardi, Loc.cit., hal. 30. Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 112-113. 12
Universitas Sumatera Utara
6
penilaian khsusnya para deposan13, debitor dan juga pemegang saham bank. Dengan kata lain, besar kecilnya permodalan bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan keuangan bank yang bersangkutan.14 Penggunaan modal bank secara umum adalah untuk memenuhi kebutuhan berbagai tujuan guna menunjang kegiatan operasional bank. Jumlah modal suatu bank dianggap tidak mencukupi apabila tidak memenuhi maksud-maksud tersebut. Dalam manajemen bank umum penetapan jumlah kebutuhan modal merupakan masalah yang cukup kompleks. Kesulitan tersebut antara lain menentukan penggunaan dan kebutuhan modal bank. Pada dasarnya memutuskan tujuan modal jauh lebih sederhana karena tujuan modal bank dengan modal perusahaan non bank dapat dikatakan tidak jauh berbeda.15 Fungsi utama modal bank umum pada prinsipnya ada 3 (tiga), yaitu fungsi operasional, fungsi perlindungan, dan fungsi pengaturan. Dari ketiga fungsi utama tersebut, fungsi modal bank dapat disimpulkan untuk16 : 1. Melindungi deposan dengan menyanggah semua kerugian atau bila terjadi insolvensi dan likuidasi, terutama bagi sumber dana yang tidak diasuransikan; 2. Untuk memenuhi kebutuhan gedung kantor, inventaris guna menunjang kegiatan operasional dan aktiva tidak produktif lainnya; 3. Memenuhi
ketentuan
permodalan
minimum,
yaitu
untuk
menutupi
kemungkinan terjadi kerugian pada aktiva yang memiliki resiko yang tidak 13
Deposan adalah orang yang melakukan deposito pada sebuah bank dan boleh mengambil bunganya terhadap uang yang didepositokan setiap bulannya. Sumber : Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 109. 14 Rachmadi Usman, Loc.cit. 15 Ibid. 16 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
7
dapat diperkirakan, sehingga operasi bank dapat tetap berjalan tanpa mengalami gangguan yang berarti; 4. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat mengenai kemampuan bank memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo dan memberi keyakinan mengenai kelanjutan operasi bank meskipun terjadi kerugian.
Dengan demikian, modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank dalam rangka pembangunan usaha dan menampung resiko kerugian. Oleh karena itu, Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 mewajibkan semua bank untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan persen) dari aktiva tertimbang menurut resiko. Penetapan ini sejalan dengan pedoman permodalan yang berlaku secara internasional seperti yang ditetapkan Bank for International Settlement. Penetapan persentase modal minimum bank tersebut mengingat kegiatan perbankan Indonesia dewasa ini secara bertahap mengikuti globaliasi perbankan. Agar perbankan Indonesia dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dengan perbankan internasional, permodalan bank senantiasa harus mengikuti ukuran yang berlaku secara internasional seperti yang ditetapkan Bank for International Settlement, dimana masing-masing negara dapat melakukan penyesuaian dalam penerapan prinsip-prinsip perhitungan permodalan dengan memperhatikan kondisi perbankan setempat. Oleh karena itu, dalam penerapan perhitungan modal di Indonesia terdapat beberapa penyesuaian dengan usaha yang telah dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
8
dunia perbankan di Indonesia, namun secara umum prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Bank for International Settlement telah diterapkan. 17 Modal standar bank sebagaimana dimaksud oleh Bank for International Settlement Part 2 : The First Pillar – Minimum Capital Requirements dalam Basel II : International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework – Comprehensive Version June 2006, adalah sebagai berikut18 : “I. Calculation of minimum capital requirements, in Act No. 40 : Part 2 presents the calculation of the total minimum capital requirements for credit, market and operational risk. The capital ratio is calculated using the definition of regulatory capital and risk-weighted assets. The total capital ratio must be no lower than 8%. Tier 2 capital is limited to 100% of Tier 1 capital”.
Sejalan dengan isi Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, pada Pasal 2 ayat 1 yang mengatakan bahwa : “Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan perseratus) dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) terhitung sejak akhir bulan Desember 2001”. 19
17
Ibid., hal. 114. Bank for International Settlement, International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Work June 2006, (Basel : Basel Committee on Banking Supervision Press & Communications, 2006), hal. 12. 19 Dalam perbankan baik Bank Konvensional maupun Bank Syariah ada aturan dari Bank Indonesia yaitu mengenai kemampuan menanggung resiko Bank tersebut terutama terhadap pembiayaan/kredit, pendanaan dan permodalan. Untuk mengukur resiko tersebut dibuatkan aturan dan rasio yang telah ditetapkan Bank Indonesia, dan disebut dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko). Dimana perbankan diwajibkan memiliki ATMR minimal 8%, apabila kurang dari 8% maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan Bank tersebut. Kaitannya dengan pembiayaan adalah agar ATMR dikurangi dari 50% menjadi 25%, terkait dengan masalah resiko tersebut, mempengaruhi nilai ATMR dan kesehatan Bank menjadi menurun. Akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap modal dan kinerja, karena kalau nilai ATMR menurun terus bisa jadi harus menambah modal disetor ke Bank tersebut. Sumber : Bank Indonesia, International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards : A Revised Framework June 2004, Unofficial Translation by Directorate of Banking Research and Regulation, (Jakarta : Bank Indonesia, 2004), hal. 16. 18
Universitas Sumatera Utara
9
Kewajiban penyediaan modal minimum tersebut berlaku bagi semua bank, termasuk Bank Pembangunan Daerah. Dalam hal bank yang berkantor pusat di Indonesia, perhitungan modal didasarkan pada laporan keuangan gabungan yang meliputi semua kantor cabang suatu bank yang berkantor pusat di luar negeri, laporan keuangan gabungan tersebut meliputi seluruh kantornya di Indonesia. Walaupun modal bank telah memenuhi minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) seperti yang dimaksud di atas, tetapi jika menurut penilaian bank tersebut atau Bank Indonesia terdapat faktor lain yang dapat menambah resiko di luar resiko-resiko yang telah dihitung secara kuantitatif, maka bank perlu menyediakan modal yang lebih dari 8%. 20 Faktor lain tersebut maksudnya adalah alasan kenapa suatu bank butuh penyertaan modal tambahan di dalamnya. Dalam hal PT. Bank Sumut mengenai faktor lain tersebut adalah terkait dengan tingginya permintaan kredit/pembiayaan proyek pembangunan pemerintah sehingga modal yang sudah ada tidak mencukupi untuk penyaluran kredit/pembiayaan tersebut. Berdasarkan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/2/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat, pengertian modal bagi bank dibedakan antara modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan modal kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri. 21
20 21
Rachmadi Usman, Op.cit. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
10
Dalam usaha bank untuk mengumpulkan dana minimal tersebut, sudah barang tentu bank harus mengenal sumber-sumber dana yang terdapat di dalam berbagai lapisan masyarakat dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Dalam garis besarnya sumber dana bagi sebuah bank ada 3 (tiga), yaitu 22 : 1. Dana yang bersumber dari bank sendiri; 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas; dan 3. Dana yang berasal dari Lembaga Keuangan, baik berbentuk bank maupun non-bank.
Dana yang bersumber dari bank sendiri ini adalah dana berbentuk modal setor yang berasal dari para pemegang saham dan cadangan-cadangan serta keuntungan bank yang belum dibagikan kepada para pemegang saham. Dana yang berasal dari masyarakat luas ini umumnya berbentuk simpanan yang secara tradisional disebut sebagai Giro, Deposito, dan Tabungan, sedangkan dana yang berasal dari lembagalembaga keuangan pada umumnya diperoleh bank dalam bentuk pinjaman. Sebagai catatan, perlu diperhatikan bahwa dalam buku Ikhtisar Ketentuan-Ketentuan Perbankan Indonesia (IKPI) Jilid II yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, sumber dana yang berasal dari masyarakat dan dari lembaga keuangan tersebut dicakup sebagai “sumber dana dari pihak ketiga”. 23 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) yang sekarang menjadi Bank Sumut memiliki pemegang saham yang tidak lain adalah Pemerintah Provinsi
22
Thomas Suyatno, et.al., Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 32. 23 Ibid., hal. 32-33.
Universitas Sumatera Utara
11
Sumatera Utara, Pemerintah Kota, maupun Pemerintah Kabupaten.24 Pemerintah Provinsi, Kota, dan Kabupaten menyetorkan modalnya kepada Bank Sumut sesuai dengan Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) PT. Bank Sumut itu sendiri. Jumlah besaran modal yang disetorkan berbeda-beda antara satu dengan yang lain tergantung dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing daerah. Inilah yang disebut dengan penyertaan modal. Penyertaan modal yang dilakukan Pemda disini dimasukkan ke dalam jenis permodalan yaitu : jenis dana yang berasal dari lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) menyatakan bahwa upaya pengembangan modal Bank Pembangunan Daerah (BPD) kerap terhambat oleh persetujuan pemegang saham. BPD sering kesulitan meyakinkan pemegang saham bahwa penambahan modal sangat penting.25 BPD merupakan bank milik Pemda. Dengan demikian, segala tindakan yang dilakukan oleh BPD harus meminta persetujuan dari pemerintah dan dewan. Hal ini juga dipersulit dengan aturan-aturan yang berbelit-belit mengenai penambahan modal. Penambahan modal menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah harus dilakukan dengan cara penerbitan Peraturan Daerah.26
24
Bank Sumut, “Info Saham”, http://www.banksumut.com/saham.php., diakses pada 16 Februari 2011. 25 Tempointeraktif, “Permodalan BPD Terhambat Pemerintah Daerah”, http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/09/26/brk,20100926-280664,id.html., diakses pada 16 Februari 2011. 26 Pasal 3 ayat (1), Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, yang menyebutkan bahwa : “Bank didirikan dengan Peraturan Daerah Daswati I yang bersangkutan atas kuasa Undang-Undang ini”.
Universitas Sumatera Utara
12
Bank Indonesia dalam kedudukannya sebagai Bank Sentral yang bertugas mengawasi setiap gerak-gerik bank-bank yang ada di Indonesia meminta BPD untuk terus meningkatkan modalnya di atas permodalan minimum yaitu 8% sekitar Rp. 100 miliar. Keinginan BPD untuk menjadi tuan rumah di daerahnya baru bisa terwujud apabila didukung sepenuhnya terutama dalam hal permodalan. Kontribusi BPD kepada daerahnya akan lebih signifikan jika modal terus ditambah. Tambahan modal diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan terhadap nasabah seperti penyediaan sarana teknologi informasi dan pembukaan cabang-cabang baru.27 Dalam tingkat persaingan usaha sekarang ini, pelayanan nasabah menjadi perhatian pokok yang sangat penting. Kualitas pelayanan kepada nasabah berasal dari dukungan sarana Informasi dan Teknologi (IT) yang memadai. Padahal, dalam hal belanja sarana komunikasi dan informasi teknologi tidaklah murah dan hanya dapat dilakukan dengan modal yang kuat. Hal ini penting untuk dibicarakan dan dilakukan oleh Pemda sebagai pemegang saham BPD. Pemegang saham BPD harus disadarkan dengan pendidikan pengetahuan terhadap dunia perbankan akan menjadi penggerak yang lebih efektif bagi perekonomian daerah.28 Total aset 26 BPD per Juni 2010 sebesar Rp. 237,9 triliun, tumbuh 18,6% dari bulan Desember 2009 sebesar Rp. 200,54 triliun. Total kredit mencapai Rp. 132,74 triliun dengan dana pihak ketiga Rp. 198,67 triliun. Laba semester pertama 2010 mencapai Rp. 4,06 triliun.29 Dalam hal Bank Sumut menyertakan modalnya sebesar Rp. 291,83 miliar pada tahun 2008 dan begitu juga pada tahun 2007. Tambahan 27
Tempointeraktif, “Permodalan BPD Terhambat Pemerintah Daerah”, Loc.cit. Ibid. 29 Ibid.
28
Universitas Sumatera Utara
13
penyetoran modal tahun 2007 oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumatera Utara sebesar Rp. 23,05 miliar telah disyahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan pada tanggal 10 Juni 2008. Modal disetor sampai dengan tahun 2008 sebesar Rp. 468,78 miliar dengan nilai nominal untuk setiap lembar saham sebesar Rp. 10.000,-.30 Penyertaan modal yang dilakukan oleh pemerintah ini didasari oleh Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999. 31 Pada tahun 1999, pemerintah menetapkan pada Pasal 2 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 bahwa “Nilai penyertaan modal negara pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, sebesar Rp. 302,871 miliar”. Pelaksanaan penyertaan modal dilakukan dengan aturan yang dibuat oleh Menteri Keuangan berdasarkan Pasal 3 ketentuan tersebut. Untuk divestasinya dilakukan dengan Keputusan Menteri Keuangan juga disebut pada Pasal 4. Peraturan pelaksana untuk penyertaan modal ini juga diatur oleh Menteri Keuangan. Hal inilah yang mengakibatkan proses penyertaan modal itu berbelit-belit. Walaupun sudah menjadi kewenangan daerah untuk berusaha sendiri dalam hal peningkatan PAD namun tetap saja harus meminta Keputusan Menteri Keuangan, artinya tetap berhubungan dengan pemerintah pusat.
30
Bank Sumut, “Info Saham”, Op.cit. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, dan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 79. 31
Universitas Sumatera Utara
14
Belum lagi dipermasalahkan dengan persetujuan DPRD. Saling berargumen antara menambahkan modal untuk PT. Bank Sumut atau untuk rakyat adalah hal yang paling sering dibicarakan dalam rapat-rapat di DPRD Sumut. Bank Daerah yang dimiliki oleh pemerintah daerah ini sudah ada sejak tahun 1980-an dan diberikan keleluasaan untuk menghimpun dana dari masyarakat. Namun, PT. Bank Sumut belum menunjukkan prestasi yang cemerlang dalam hal memberikan PAD bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jika, Bank Sumut berargumen penyertaan modal perlu dilakukan lagi maka DPRD berargumen bahwa pembangunan untuk rakyat yang perlu ditingkatkan.32 Hal di atas diperburuk oleh kepengurusan perusahaan yang lebih mengutamakan relasi dan koneksi. Dapat dilihat pada saat mengantri di bank selalu saja ada yang memotong dengan menyebutkan relasi atau “kenal” dengan pejabatpejabat penting di perusahaan tersebut. Kinerja yang seperti inilah yang dapat mencoreng bank tersebut. Kembali ke sudut pandang DPRD Sumut yang mengatasnamakan rakyat, namun setiap anggota dewan hanya memikirkan golongan dan pribadi saja dengan bermain proyek-proyek pembangunan pada setiap instansi pemerintah seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jadi, apabila ada “memo” dari anggota dewan yang bermain tersebut maka pihak-pihak yang
32
Rajawali News, “Minta Dana Penyertaan Modal Rp. 150 M, Bank Sumut Jangan Bebani APBD”, http://rajawalinews.com/2011/minta-dana-penyertaan-modal-rp150-m-bank-sumut-janganbebani-apbd/., diakses pada 16 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
15
melaksanakan proyek akan dengan mudah meminta modal untuk melaksanakan proyek dari SKPD tersebut.33 Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka judul penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut”.
B.
Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang yang sudah dipaparkan maka rumusan masalah
dalam tulisan ilmiah ini, antara lain : 1. Bagaimana pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut? 2. Bagaimana tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sehubungan dengan penyertaan modal pada PT. Bank Sumut? 3. Bagaimana ketentuan atau kebijakan mengenai pembagian deviden pada PT. Bank Sumut dari penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai pemegang saham setiap tahunnya?
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek hukum penyertaan modal
pemerintah daerah dalam hal membangun masyarakat daerahnya melalui penyertaan modal dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bertolak dari rumusan 33
Gagah Rezkiawan Sinaga, “Analisis Penerapan Sistem Antrian pada Proses Transaksi di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, (Medan : Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2010).
Universitas Sumatera Utara
16
masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini, antara lain : 1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut; 2. Untuk mengetahui tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sehubungan dengan penyertaan modal pada PT. Bank Sumut; dan 3. Untuk menganalisis ketentuan atau kebijakan pembagian deviden dari penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai pemegang saham setiap tahunnya.
D.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu : 1. Secara Teoritis a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. b. Memperkaya khasanah kepustakaan dalam hal literatur mengenai penyertaan modal yang masih sedikit. 2. Secara Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan PT. Bank Sumut dalam hal bersinergi dan berkolaborasi untuk meningkatkan PAD.
Universitas Sumatera Utara
17
b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat (sebagai nasabah) agar terbentuk peraturan dan kebijakan yang mampu meningkatkan pembangunan ekonomi daerah.
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara
maupun Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum, bahwa penelitian dengan judul “Peranan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam Penyertaan Modal di PT. Bank Sumut” belum pernah dilakukan. Namun, jika ditelusuri dengan kata kunci “penyertaan modal bank sumut” maka hasil yang didapat, adalah Tesis dengan judul “Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit (Debt To Equity Swap)” yang dilakukan di Medan pada tahun 2005 oleh Syapri Chan dan dibimbing oleh Bismar Nasution, Zulkarnain Sitompul, dan Ningrum Natasya Sirait. Penelitian tersebut di atas memiliki rumusan masalah dan kajian yang berbeda. Penelitian lanjutan ini mengkaji mengenai peranan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam penyertaan modal di PT. Bank Sumut. Penelitian ini juga menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah dengan cara mencantumkan pada footnote seluruh nama pengarang pada tulisan yang dikutip. Oleh karena itu, penelitian ini adalah benar keasliannya baik dilihat dari materi, rumusan masalah, dan pengkajian materi juga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
18
F.
Kerangka Teoritis dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori Hukum digunakan untuk memecahkan permasalahan. Teori hukum
adalah pisau analisis untuk judul “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut” adalah bahwa pemerintah bisa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh PT. Bank Sumut. Cara yang ditempuh oleh pemerintah daerah tersebut adalah dengan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda). Perda adalah salah satu produk hukum hasil pemerintah daerah yang apabila Pemda ingin mengeluarkannya harus dengan persetujuan dari DPRD sebagai lembaga legislatif. Masalah ini harus disesuaikan dengan sistem hukum yang sudah ada. Sehubungan dengan sistem hukum tersebut, ada baiknya mengikuti teori yang dikemukakan oleh Ludwig von Bertalanffy, yakni The General System Theory, dan teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam Lord Lloyd of Hampstead mengenai struktur hukum yang sistematis dan hierarkis. Rasionalitas dari pernyataan ini adalah bahwa tidak mungkin ada satu peraturan hukum yang berdiri sendiri dalam suatu ruang hampa karena objek yang diaturnya juga tidak mungkin lepas dari pengaruh norma-norma hukum yang lain. Norma hukum ini harus saling bekerja sama dan saling menunjang dalam suatu sistem hukum menuju suatu titik tujuan bersama yakni berupa kesejahteraan seluruh anggota masyarakat. Norma hukum spesifik, yakni norma hukum moneter dan perbankan, harus sejalan dengan rangkaian norma hukum lainnya. Dengan kata lain, norma hukum spesifik tersebut haruslah ditetapkan agar norma tersebut saling menunjang norma hukum lainnya. Apabila terjadi pertentangan
Universitas Sumatera Utara
19
antara norma hukum, maka hakim wajib meluruskan antimoni ini sehingga hukum tetap dapat bekerja dalam suatu sistem. Itulah sebabnya pembahasan mengenai legal system menyatakan bahwa suatu proses konvergensi terjadi dalam keseluruhan hukum yang merupakan suatu sistem yang kompleks, namun teratur dan tertata rapi. 34 Untuk menganalisis permasalahan pertama dalam penelitian ini yang dibahas dalam Bab II, maka pembahasan tersebut adalah hierarki peraturan perundangundangan penyertaan modal dimulai dengan Pancasila Sila ke-5 yang mengatakan bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dari sila ke-5 Pancasila tersebut turun lagi ke UUD 1945 pada Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Pada Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang”. Maka dengan dasar itu keluarlah Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Pada permasalahan kedua yang akan dibahas pada Bab III, maka pembahasan tersebut adalah dengan adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah maka setiap daerah dapat mengatur dan mengelola sendiri keuangannya, begitu juga dengan bank daerahnya. Setiap daerah harus meningkatkan PARD agar dapat PAD yang tinggi sehingga APBD yang diperoleh menunjukkan hal yang positif juga. Jadi, daerah-daerah provinsi harus memiliki rencana untuk membangun sebuah lembaga keuangan di daerahnya. Didukung lagi dengan UndangUndang No. 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menginstruksikan 34
Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
20
agar setiap daerah menyimpan uang kas atau APBD di bank-bank daerah masingmasing. Selanjutnya muncullah Peraturan Bank Indonesia No. 03/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Peraturan tersebut mangamanatkan agar setiap daerah melakukan penyertaan modal kepada setiap bankbank daerahnya. Bank daerah tersebut di dasari dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang BUMN. Namun tidak terlepas juga dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam hal pengaturan di dalamnya. Penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut tidak terlepas dari kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan dana yang dipakai adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). APBD adalah anggaran untuk mensejahterakan rakyat daerah. Jadi, pembahasan mengenai “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut” menggunakan teori hukum mengenai “peranan hukum dalam pembangunan ekonomi”. Untuk permasalahan ketiga yang akan dipaparkan pada Bab IV maka teori yang digunakan adalah teori hukum dalam pembangunan ekonomi pertama sekali dicetuskan oleh Williams
Burg dalam bukunya mengenai hukum dalam
pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat
pertumbuhan
ekonomi
yaitu
stabilitas
(stability),
prediksi
Universitas Sumatera Utara
21
(predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer). 35 Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing (conflict of interest), sedangkan prediksi merupakan suatu kebutuhan untuk
bisa
memprediksi
ketentuan-ketentuan
yang
berhubungan
dengan
perekonomian suatu negara.36 Stabilitas (stability), maksudnya adalah bahwa hukum itu harus stabil dan tidak cepat berubah. Prediksi (predictability), maksudnya adalah bahwa setiap ketentuan yang akan keluar berikutnya sudah bisa disikapi dengan baik oleh masyarakat. Keadilan (fairness), maksudnya adalah bahwa keadilan adalah tujuan dari hukum itu sendiri. Pendidikan (education), maksudnya adalah bahwa pendidikan hukum itu penting dalam menjalankan sebuah perusahaan. Lalu, pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer), maksudnya adalah bahwa setiap bagian hukum perusahaan tersebut haruslah memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan yang lainnya. Stabilitas (stability) pada penyertaan modal disini diartikan bahwa peraturanperaturan daerah yang dikeluarkan oleh Pemprovsu dan DPRD agar tidak terus berubah-ubah seiring dengan perkembangan perekonomian di Sumatera Utara. Jika Peraturan Daerah yang dikeluarkan memberatkan pengusaha maka akan sulit untuk mengembangkan usahanya. Dengan begitu akan menghambat para pengusaha untuk 35
Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, (Medan : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 36. 36 Ibid., hal. 37-38.
Universitas Sumatera Utara
22
mengambil kredit di Bank Sumut. Selanjutnya jika permohonan kredit menurun dan penyaluran dana untuk kredit berkurang maka akan memberatkan pemerintah itu sendiri. Hasilnya pelaku usaha tidak mengembangkan usahanya. Prediksi hukum (predictability) diartikan bahwa setiap peraturan yang dikeluarkan itu berlaku bagi masyarakat dan setiap instansi. Keberlakuannya itu harus bisa diperkirakan bagaimana keadaan masyarakat setelah diaplikasikannya peraturan tersebut. Hukum itu harus dapat diprediksi terkait dengan penyertaan modal yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut. Jika penyertaan modal dilakukan maka PT. Bank Sumut sudah bisa memperkirakan dananya tersebut akan digunakan untuk kepentingan nasabah-nasabahnya yang tidak lain adalah masyarakat daerah Sumatera Utara. Keadilan hukum (fairness) maksudnya adalah bahwa peraturan daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan DPRD harus berdasarkan atas keadilan hukum. Keadilan tersebut antara pembangunan sarana dan prasarana bagi rakyat atau penyertaan modal dilakukan kepada PT. Bank Sumut. Dengan dilakukannya penyertaan modal tersebut, masyarakat daerah Sumatera Utara akan dapat berusaha melalui kredit lunak atau apapun itu namanya. Pendidikan hukum (education) adalah bahwa setiap orang harus memiliki dasar hukum yang baik. Hukum itu berasal dari dalam diri bukan dari intervensi dari luar. Jika setiap orang yang berhubungan dengan penyertaan modal ini berpendidikan hukum yang tinggi maka akan tercipta peraturan dan kebijakan yang mengarah kepada kepentingan rakyat tanpa mengenyampingkan penyertaan modal pada PT. Bank Sumut.
Universitas Sumatera Utara
23
Pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer), terkait dengan penyertaan modal adalah bahwa antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan PT. Bank Sumut harus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian khusus di bidang hukum. Contohnya dalam menyalurkan kredit PT. Bank Sumut harus memiliki orang-orang yang handal dalam membuat akad kredit. Dengan terciptanya hukum seperti yang disebutkan di atas, maka akan tercapai tujuan hukum dalam pembangunan ekonomi yang tidak lain adalah kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat yang merata akan menciptakan negara yang makmur (welfare state). Apabila negara makmur maka akan mengangkat harkat dan martabat bangsa kepada negara lain. Dalam pembangunan ekonomi tidak terlepas dari ruang lingkup hukum ekonomi.37 Pada negara welfare state, pemerintah hanya sebagai “penjaga malam” dalam kegiatan perekonomian masyarakat. Jadi, pemerintah tidak turut campur tangan terhadap bank-bank pembangunan daerahnya. Bank-bank tersebut dibiarkan untuk bersaing sendiri. Sehingga akan tercipta persaingan yang ketat antar bank. Rachmat Sumitro mengemukakan bahwa hukum ekonomi berkembang karena ikut campurnya pemerintah dalam soal kepentingan pribadi, dengan demikian hakhak dan kepentingan pribadi dibatasi demi kepentingan umum dengan pertimbangan
37
Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, (Jakarta : Djambatan, 2000), hal. 1, menjelaskan bahwa hukum ekonomi disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Dalam hal ini hukum berfungsi mengatur dan membatasi kegiatankegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hakhak dan kepentingan masyarakat, sebagaimana dikutip Didi Duharsa, “Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan dalam Menghindari Pembubaran (Studi Pada PT. Bank Sumut)”, (Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
24
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Maksudnya adalah bahwa pemerintah sebagaimana tujuannya didirikan suatu negara, berfungsi memberikan jaminan perlindungan dan keamanan kepada rakyatnya. Sehingga pada saat itu pula lahir upaya timbal balik dari rakyat yang merasa terlindungi untuk memberikan trust yang seluas-luasnya sebagai bentuk kompensasi sehingga dapat melakukan apa saja yang perlu bagi keselamatan rakyat. Disinilah sebenarnya fungsi awal (pelayanan atau public service) sebuah pemerintahan diwujudkan.38 Dalam memimpin, unsur kepercayaan (trust) memainkan peranan yang teramat penting. Tidak mungkin seseorang menjalankan sebuah organisasi atau perusahaan bila di dalamnya tidak ada unsur kepercayaan baik itu kepercayaan vertikal39, maupun kepercayaan horizontal40. Kepercayaan (trust) didefinisikan sebagai kemauan untuk bertumpu pada seseorang yang kita percaya dan yakini.41 Dari pembahasan di atas, yakni mengenai kondisi umum yang melingkupi usaha perbankan dan berbagai teori hukum yang relevan menuju ke arah kesejahteraan seluruh anggota masyarakat, maka jelaslah bahwa pembahasan yang dilakukan yakni pembahasan norma-norma hukum positif baik berupa peraturan perundang-undangan maupun berupa norma-norma yang berlaku dalam praktek perbankan yang baik adalah masih dalam kerangka pembahasan ilmu hukum khususnya dalam kerangka
38
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan, Suatu Kajian, Teori, Konsep dan Pembangunannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal.7, sebagaimana dikutip Didi Duharsa, Op.cit., hal. 35. 39 Kepercayaan vertikal adalah kepercayaan antara masyarakat dengan pemerintah yang berkuasa. 40 Kepercayaan horizontal adalah kepercayaan antar sesama masyarakat dalam hidup rukun bermasyarakat 41 Robby Johan, Leading In Crisis, Praktik Kepemimpinan dalam Merger Bank Mandiri, (Jakarta : Penerbit Bara, 2006), hal 165, sebagaimana dikutip Didi Duharsa, Op.cit., hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
25
ketiga lapisan ilmu hukum tersebut. Sehubungan dengan itu, maka pengaturan hukum bidang ini sudah jelas mutlak diselenggarakan dengan baik. Oleh karenanya, paparan yang bersifat teknis ekonomis dalam pembahasan ini kiranya juga perlu diikuti dengan baik untuk memahami karakter berbagai hukum positif yang menyangkut bidang ekonomi moneter ini. Selanjutnya untuk mengkaji pandangan mana yang dipakai dalam penulisan penelitian ini adalah dengan menggunakan Teori Utility oleh Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa kegunaan dari hukum itu adalah demi kemaslahatan rakyat banyak.42 Sebagai prinsip pedoman kepada kebijakan publik, Bentham mengambil sebuah pepatan yang telah dikemukakan sejak awal abad 18 oleh seorang filsuf Skotlandia-Irlandia bernama Francis Hutcheson : “Tindakan yang terbaik adalah yang memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang”. Bentham mengembangkan pepatah ini menjadi sebuah filsafat moral, yang menyatakan bahwa43 : “benar salahnya suatu tindakan harus dinilai berdasarkan konsekuensikonsekuensi yang diakibatkannya (maka motif atau alasan, misalnya : adalah hal yang sama sekali tidak relevan). Konsekuensi yang baik adalah konsekuensi yang memberikan kenikmatan kepada seseorang, sedangkan konsekuensi yang buruk adalah konsekuensi yang memberikan penderitaan kepada seseorang. Maka dalam situasi apapun, pedoman tindakan yang besar adalah arah memaksimumkan kenikmatan dibandingkan penderitaan, atau dengan kata lain, meminimumkan penderitaan dibandingkan kenikmatan”. Filsafat ini lantas dikenal sebagai Utilitarianisme karena filsafat ini menilai setiap tindakan berdasarkan utilitasnya, yakni kegunaannya dalam membawakan 42
Mardzelah Makhsin, Sains Pemikiran & Etika, (Malaysia, Selangor : PTS Professional Publishing, 2006), hal. 116. 43 Bryan Magee, The Story of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, (London : Dorling Kindersley Limited, 2001), hal. 182-184.
Universitas Sumatera Utara
26
konsekuensi-konsekuensi. Para pendukung filsafat ini menerapkan prinsip-prinsip ini dalam bidang moralitas individu, kebijakan politik, hukum, dan sosial. Filsafat utilitarian amat kentara mempengaruhi pemerintahan Inggris. The greatest good of the greataest number, kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar, sudah menjadi ungkapan keseharian yang sangat akrab di telinga setiap orang. 44 Prinsip ini cenderung mudah diterima. Satu-satunya kesulitan dalam penerapan prinsip ini adalah dalam proses pengambilan keputusan yaitu bagaimana caranya menghitung konsekuensi-konsekuensi itu. Dalam hal ini, berlakulah prinsip “setiap orang dihitung sebagai satu, dan tidak seorangpun dihitung lebih dari satu”. Dampak penerapan prinsip Utilitarian cukup khas dibandingkan filsafat lainnya. Misalnya, kegiatan seksual apapun, sejauh tidak mengakibatkan penderitaan terhadap orang lain, bukanlah perkara yang bisa dilarang di mata para Utilitarian meskipun norma hukum pada masa itu menghukum keras aktivitas seksual tersebut. Di lain pihak, ada banyak praktek bisnis yang mengakibatkan penderitaan berlebihan kepada banyak orang, bahkan berpotensi merusak, meskipun menurut norma hukum praktek bisnis itu sepenuhnya sah. Maka tersebarnya ide-ide Utilitarian telah membantu terciptanya perubahan-perubahan praktis yang penting dalam masyarakat. Dalam hal penghukumannya, prinsip Utilitarian mengatur agar hukuman harus cukup keras sehingga menimbulkan efek jera, tetapi tidak boleh lebih keras daripada itu karena dapat menimbulkan penderitaan yang tidak perlu. Selama pertengahan kedua abad 19, prinsip-prinsip Utilitarian telah memasuki institusi pemerintahan dan administrasi di Inggris. Antara lain, inilah yang membedakan Inggris dan Amerika Serikat yang 44
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
27
cenderung menekankan hak individu, lebih sulit untuk mengorbankan individu demi mayoritas, dan lebih tidak rela menerima campur tangan pemerintah.45 Untuk mengatasi kesulitan yang disebutkan di atas maka digunakan teori Kebijakan Deviden oleh Merton Miller dan Franco Modigliani, yaitu : “kebijakan dividen tidak berpengaruh baik terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya (dividen tidak relevan atau irrelevance dividend policy theory). Dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung kepada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba ditahan (pertumbuhan).46 Apabila menemui kasus yang permasalahannya seperti pedang bermata dua. Jadi, untuk memilih mana yang paling baik antara pembangunan sarana dan prasarana demi rakyat ataukah mengalokasikan dana APBD untuk penyertaan modal di PT. Bank Sumut adalah dengan melihat posisi mana yang lebih banyak diuntungkan Bank Sumut yang pantas untuk dikembangkan demi meningkatkan PAD atau sarana dan prasarana rakyat yang diserahkan pengaturannya kepada pemerintah setempat. Bagaikan pedang bermata dua yang semuanya menguntungkan untuk rakyat. Jika, APBD dikonsentrasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana masyarakat, hal ini juga demi kepentingan rakyat. Namun, penyertaan modal di bank daerah dalam hal ini PT. Bank Sumut perlu juga dilakukan agar bank tersebut dapat menyalurkan kredit kepada masyarakat agar masyarakat lebih mandiri dan dapat berusaha pada bidangnya masing-masing sehingga perekonomian daerah meningkat 45
Ibid. Merton Miller dan Franco Modigliani, “Teori Kebijakan Deviden”, http://www.slideshare.net/riswono/dividend-policy-1875607., diakses pada 28 Februari 2011. 46
Universitas Sumatera Utara
28
dengan baik dan signifikan. Kesadaran pelaku usaha yang meminjam kredit juga harus tinggi untuk mengembalikan modal yang telah diberikan. Sehingga tidak terjadi kredit macet yang dapat menyebabkan tidak baiknya angka-angka pada cash flow keuangan perusahaan.
2.
Kerangka Konsep Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di
bawah ini sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep, yaitu : 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.47 Bank yang dimaksud dalam penelitian tesis ini adalah PT. Bank Sumut. 2. Bank Umum adalah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.48 3. Bank Pembangunan Daerah adalah bank-bank yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah dan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Didirikan
47
Pasal 1 angka 2, Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790. 48 Pasal 1 angka 3, Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
29
berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang KetentuanKetentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah.49 4. Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.50 5. PT. Bank Sumut adalah suatu usaha Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat daerah dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang Bentuk Badan Usaha Diubah Menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 6. Modal Minimum Bank adalah sebesar 8% (delapan perseratus) dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). 51 7. Penyertaan Modal adalah suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut. Sumber dana dari penyertaan modal adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) guna menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Atau dengan kata lain, penyertaan modal adalah pemisahan kekayaan Negara 49
Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. 50 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 51 Pasal 2 ayat (1), Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
Universitas Sumatera Utara
30
dari Anggaran Belanja Pendapatan Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi. 52 Penyertaan Modal yang dimaksud dalam tesis ini adalah penyertaan modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut. 8. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah terdiri atas : 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.53 9. Pendapatan Asli Rakyat Daerah (PARD) adalah pendapatan yang benar-benar nyata merupakan perolehan sah tiap-tiap individu rakyat, dan bukan merupakan hasil perhitungan rata-rata Gross National Product (GNP) atau Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk. 10. Rapat Umum Pemegang Saham adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan/atau Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT). 54
52
Pasal 1 angka 7, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555. 53 Pasal 157 huruf a, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 54 Pasal 1 angka 4, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
31
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga legislatif daerah yang berfungsi sebagai pembuat Peraturan Daerah dan penyeimbang Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.55 12. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.56 13. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 57 14. Dividen adalah keuntungan terhadap laba positif dari saham yang dimiliki oleh pemegang saham.58 15. Hasil investasi adalah dapat berupa keuntungan atau kerugian terhadap perseroan. Hasil investasi sudah jelas berbeda dengan dividen karena dividen merupakan profit sharing dari saham yang dimiliki sedangkan hasil investasi dapat berupa kerugian perseroan.59
55
Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389. 56 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 57 Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 58 Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, menyebutkan bahwa : “Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan”. 59 Gunarto Suhardi, Op.cit., hal. 109.
Universitas Sumatera Utara
32
16. Modal Awal Bank Umum adalah modal minimum bank, dalam hal penulisan tesis ini modal awal Bank Pembangunan Sumatera Utara adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 60
G.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan juridis normatif. 61 Dengan demikian objek penelitian adalah norma hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang terkait secara langsung dengan ”Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di PT. Bank Sumut”.
1.
Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dalam melakukan pengkajian peranan pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam hal penyertaan modal di PT. Bank Sumut. Pendekatan tersebut berkaitan dengan pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan teori hukum murni yang berupaya membatasi pengertian hukum pada bidang-bidang hukum saja, bukan karena hukum itu mengabaikan atau memungkiri pengertian-pengertian yang berkaitan, melainkan 60
Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965. Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standarstandar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167. 61
Universitas Sumatera Utara
33
karena pendekatan seperti ini menghindari pencampuradukan berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi (sinkretisme metodologi) yang mengaburkan esensi ilmu hukum dan meniadakan batas-batas yang ditetapkan pada hukum itu oleh sifat pokok bahasannya.62 Sifat
penelitian
adalah
penelitian
deskriptif
yang
ditujukan
untuk
menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di PT. Bank Sumut.
2.
Sumber Bahan Hukum Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan
dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber bahan hukum yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu : 1. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain : UndangUndang No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 62
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, disunting oleh Nurainun Mangunsong, Cetakan Ketiga, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, 2007).
Universitas Sumatera Utara
34
tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan Daerah-Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, dan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. 2. Bahan hukum sekunder digunakan untuk membantu memahami berbagai konsep hukum dalam bahan hukum primer, analisis bahan hukum primer dibantu oleh bahan hukum sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber baik jurnal, buku-buku, makalah, serta karya ilmiah mengenai pasar modal dan pencucian uang, berita, dan ulasan media, juga sumber-sumber lain yang relevan dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, penyertaan modal, dan PT. Bank Sumut. 3. Bahan hukum tertier diperlukan dipergunakan untuk berbagai hal dalam hal penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer, khususnya kamus-kamus hukum dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
35
3.
Teknik Pengumpulan Data Seluruh bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan tehnik studi
kepustakaan63 (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dipandang relevan, antara lain instansi terkait seperti Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan PT. Bank Sumut. Perpustakaan yang digunakan adalah Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4.
Analisis Data Bahan hukum primer yang terinventarisasi terlebih dahulu disistematisasikan
sesuai dengan substansi yang diatur dengan mempertimbangkan relevansinya terhadap rumusan permasalahan dan tujuan penelitian. Kemudian dilakukan pengelompokan konsep hukum yang lebih umum, yaitu : prediktabilitas hukum, mencari keadilan hukum, perlindungan hukum, dan lain-lain. 64 Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif – induktif yaitu dilakukan dengan teori yang digunakan dijadikan sebagai titik tolak untuk melakukan penelitian. Deduktif artinya menggunakan teori sebagai
63
Menurut Bambang Sunggono, studi kepustakaan dapat membantu peneliti dalam berbagai keperluan, misalnya : a) Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti; b) Mendapatkan metode, teknik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan; c) Sebagai sumber data sekunder; d) Mengetahui historis dan perspektif dari permasalahan penelitiannya; e) Mendapatkan informasi tentang cara evaluasi atau analisis data yang dapat digunakan; f) Memperkaya ide-ide baru; dan g) Mengetahui siapa saja peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasil penelitian tersebut, seperti yang dikemukakan Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 112-113. 64 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda, 2006), hal. 248, dalam Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 144-145.
Universitas Sumatera Utara
36
alat, ukuran dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga secara tidak langsung akan menggunakan teori sebagai pisau analisis dalam melihat masalah dalam kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Teorisasi induktif adalah menggunakan data sebagai awal pijakan melakukan penelitian, bahkan dalam format induktif tidak mengenal teorisasi sama sekali artinya teori dan teorisasi bukan hal yang penting untuk dilakukan. Maka deduktif – induktif adalah penarikan kesimpulan didasarkan pada teori yang digunakan pada awal penelitian dan data-data yang didapat sebagai tunjangan pembuktian teori tersebut. 65 Penerapan deduktif – induktif adalah menggunakan teori yang disebutkan dalam sub bab kerangka teoritis di atas untuk memecahkan permasalahan mengenai penyertaan modal yang dilakukan pemerintah. Penyertaan modal dilakukan apabila sudah diketahui mana yang dipilih antara menyalurkan penyertaan modal ke PT.Bank Sumut
atau
membangun
sarana
dan
prasarana
daerah
dengan
menyalurkan/menambah anggaran pada setiap SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah). Penyaluran anggaran tersebut harus didukung dengan program-program yang jelas. Program tersebut harus diajukan terlebih dahulu ke DPRD untuk dikaji ulang apakah baik atau tidak.
65
Ibid., hal. 26-29.
Universitas Sumatera Utara