BAB I PENDAHULUAN Deskripsi singkat : Mata kuliah ini membahas arti pentingnya penelitian filsafat bagi masa depan pendidikan tinggi di Indonesia. Relevansi kuliah ini dengan mata kuliah lain yaitu mahasiswa mampu mengekspresikan dan mengintegrasikan pengetahuan yang telah diperoleh dengan melaksanakan tugas-tugas dalam kuliah Metodologi Penelitian Filsafat dan diharapkan dapat berguna bila bekerja dalam berbagai bidang kehidupan berdialog dengan ilmuilmu lain dan mengoperasionalkan penelitian filsafat. Tujuan instruksional khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa mampu menjelaskan arti pentingnya penelitian filsafat bagi pendidikan tinggi di masa depan. Sub Pokok Bahasan 1. Arti Pentingnya Penelitian Filsafat pada Masa Depan Penelitian di bidang filsafat pada dasarnya berpijak pada gaya inventif yaitu mencari pemahaman baru terhadap model pemikiran dan berusaha memberikan pemecahan masalah yang belum terselesaikan menyangkut masa depan manusia. Russel (1961) menulis sebuah artikel berjudul “Has Man a Future?” Menurut Jacob (1986) manusia adalah satu-satunya makhluk yang sadar bahwa ada masa depan yang akan datang, dan masa ini cepat atau lambat akan tiba sebagai masa sekarang. Pada awalnya masa depan selalu mengejutkan manusia, karena mengandung
hal-hal
yang
tidak
diduga,
yang
kadang-kadang
dapat
menggembirakan, ada pula yang tidak enak baginya. Maka manusia berusaha agar masa depan lebih baik dari masa sekarang, pada umumnya enak baginya. Ini dapat dilakukannya dengan upacara-upacara di gua-gua, lukisan-lukisan ritual di atas pasir, mungkin pula dengan jampi-jampi dan jimat-jimat, agar masa depan, terutama yang menyangkut hidupnya lebih ramah terhadapnya, seperti terjadi pada peradaban lama, tempat kita dibesarkan, dan mempengaruhi hidup kita. Atas dasar itu untuk merancang suatu penelitian filsafat tentang masa depan, perlu kiranya kita memahami bagaimana kedudukan filsafat dalam memahami dimensi realitas, agar tidak terjadi tumpang tindih dengan ranah disiplin ilmu lain. Dimensi realitas merupakan pengertian tentang kenyataan yang terjadi dalam hidup sehari-hari. Para filsuf mempunyai pengertian yang berbeda-beda, tentang hal ini dari suatu masa ke masa yang lain. Dari sejarah ilmu pengetahuan
telah kita ketahui bahwa semula hanya ada satu ilmu pengetahuan yaitu filsafat, yang mempunyai objek material alam semesta ini (kosmos) dan manusia, maka filsafat sebagai ilmu pengetahuan merupakan ilmu pengetahuan yang umum. Tentu muncul pertanyaan dalam diri kita apakah peran filsafat itu? Filsafat berperan sebagai dasar dan sumber dari ilmu yang lain. Peursen (1974) mengatakan filsafat mempertanyakan kembali apa yang telah ditemukan atau yang telah dijawab oleh ilmu pengetahuan, oleh karena itu filsafat tidak pernah berhenti mengajukan pertanyaan mendasar, yang tentunya pertanyaan tersebut muncul dan perenungan jiwa dan pemikiran yang mendalam dari masa ke masa. Jacob (1982) mengatakan bahwa pemikiran dan bahasa memungkinkan manusia berbicara tentang sesuatu di luar ruang dan waktu yang sedang dialaminya, soal-soal yang bukan sini dan bukan kini (nicht-hier und nicht-jetzt). Dengan otaknya manusia dapat meramal masa depannya dan mempengaruhi evolusinya.
Disinilah
letak
kemanusiaannya,
sedangkan
Bakker
(1984)
mengatakan bahwa pengertian manusia mempunyai Iingkungan natural dalam tindakannya yang praktis, dalam rangka suatu tindakan manusia, maka pengertian menjadi sungguh-sungguh suatu pengertian yang hidup. Masyarakat yang maju, seperti dikatakan oleh Rostow (1972) dikutip dari Jacob (1982) membentuk akademi dan universitas untuk memikirkan dan mempersiapkan masa depannya, membiayai kalangan akademika, kadang-kadang cukup tinggi, agar mereka leluasa melakukan pemikiran fundamental, bebas dari gejolak-gejolak hidup sehari-hari agar akal mereka dapat menenawang membuat tinjauan jarak jauh, mempersoalkan hal-hal yang terlupakan, memikirkan yang belum ada, yang berbeda dan lebih baik daripada yang sekarang, mencipta gagasan-gagasan ilmiah yang revolusioner, yang membeni arah baru, gagasangagasan yang kini kelihatannya mustahil dan tak terpikirkan, yang membuka vista baru menuju pemahaman alam dan hayat yang lebih sempurna. Tujuan ini merupakan tugas khas kalangan akademika dan universitas, yang kalau tidak ditunaikan, akan tertinggal terbengkalai. Bekerja dalam pendidikan, penelitian mengharuskan pula perguruan tinggi memikirkan masa depan. Peranan
universitas
dalam
peruhahan-perubahan
dunia
merupakan
masalah yang tak kunjung punah. Pada masa lalu (dan sebagian orang pada masa kini) menganggap bahwa universitas sebagai sentra perubahan dunia ini maju seperti adanya sekarang, adalah berkat daya dorong universitas. Dengan semua potensi dan fungsinya, universitas dianggap orang sebagai kekuatan dan jiwa
perubahan-perubahan dunia ini. Universitas menurut anggapan ini, adalah roh perubahan dunia melalui aktivitas yang dilakukannya. Menurut Peursen (1992) pengetahuan adalah kekuasaan, tapi hanya dalam masyarakat modernlah akibat praktis dan kenyataan ini benar-benar tampak dalam apa yang kita sebut sifat siap pakai atau operasional dari pengetahuan. Begitu manusia mengenal keteraturan atau struktur dalam sekelompok fenomena, mereka mengembangkan suatu sistem kontrol. Hasil-hasil penelitian yang semula sama sekali bersit teoritis (misalnya dalam struktur atom, atau genetika, pola tingkah laku suku primitif), ternyata dapat diterapkan sebagai suatu cara yang berguna untuk membuka sumber-sumber energi yang menakjubkan atau mengubah struktur organisme yang hidup secara luar biasa. Kebudayaan modern mendapatkan kemungkinan yang tidak terduga untuk mengatur diri sendiri. Kehidupan dewasa ini makin lama makin ditentukan oleh mekanisme yang berasal dan pengetahuan akademis, baik mengenai disiplin ilmu maupun sastra dan filsafat. Dari sisi lain muncul pandangan yang pesimis terhadap peranan universitas terhadap masa depan, hal ini disebabkan tertinggalnya penelitian universitas dan badan-badan usaha atau perusahaan besar untuk memangsa konsumennya. Persoalannya adalah apakah perubahan yang akan terjadi dimasa depan disebabkan oleh kerja filsafat masa kini? Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab, karena filsafat tidak sendiri dan perlu berdialog dengan ilmu lain, para filsuf akan mempertanyakan kembali apakah yang dimaksud perubahan tersebut? Perubahan telah terjadi sejak manusia menjinakkan dirinya, menjinakkan kosmos serta isinya, sehingga dapat berjalan secara mekanistis. Kerja manusia yang digantikan oleh mesin-mesin, dan mengakibatkan manusia kehilangan pekerjaan dan kehilangan kepuasan kerja dan makna hidup. Namun segi positifnya perkembangan ilmu pengetahuan tersebut juga dikemukakan oleh Shah (1986) bahwa ilmu pengetahuan membebaskan manusia dari kendala-kendala alam dan ketidaktahuannya sendiri. Sekarang orang tahu bahwa fenomena perputaran alam benda di langit, sikius musim, kelahiran, dan kematian, bentuk kehidupan dan bahkan cara pikiran manusia diatur oleh hukum-hukum yang memang sudah melekat padanya. Hukum itu menyikapkan suatu tingkat determinisme yang tidak bisa didamaikan
dengan
kepercayaan
tentang
adanya
suatu
kekuatan
yang
adimanusiawi atau adikodrati yang mengontrolnya dari luar. Walaupun demikian determinisme yang intrinsik dari dunia alam dan manusia tidak anti tesis terhadap kebebasan. Ia tidak mereduksi manusia menjadi sekedar sebuah gigi dan jentera
raksasa alam semesta. Sebab pengetahuan ilmiah memungkinkan manusia bukan untuk melanggar melainkannya untuk mengetahui lebih dulu konsekuensikonsekuensi perbuatannya dan dengan demikian untuk merencanakan perbuatanperbuatannya sehingga kehidupannya tidak merupakan sekedar suatu selingan yang tak bermakna antara ketiadaan diri, dari mana manusia berasal dan ketiadaan, ke mana ia akan kembali. Dengan demikian self-determinisme telah memperluas kebebasan manusia dan merupakan kebalikan dari fatalisme yang terkandung dalam kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa. Selanjutnya dikatakan oleh Syah bahwa selain mengajar manusia menjinakkan alam dan memanfaatkannya untuk kepentingannya, ilmu pengetahuan telah memberikan kepadanya suatu pemahaman yang lebih baik mengenai kodratnya sendiri. Hal tersebut telah menunjukkan kepadanya bahwa manusia merupakan alat pembuat alat pembangun jembatan-jembatan dan membuat pesawat-pesawat jet, ia pun merupakan hewan pembuat simbol yang bermimpi dan menyusun rencana, yang sedih dan suka-ria, yang menuangkan puisi dan jadwal kereta-api, menulis filsafat dan pornografi, membunuh sesamanya demi suatu ide dan juga bersedia mati untuk itu. Seperti gempa bumi, pembuatannya sendiri pun mungkin tidak selalu dapat diramalkan. Akan tetapi, apa yang ia lakukan dapat dimengerti secara rasional dan dihubungkan dengan apa yang terjadi berikutnya dan apa yang terjadi mengenai dunia lahirnya, merupakan hasil ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Dan kalau memang demikian halnya, apa sesungguhnya metode ilmiah? Menurut Delfgaauw (1972) di dalam kehidupan kemasyarakatan serta kehidupan ilmiah sekarang, filsafat tidak penting artinya, jika dipandang hanya sebagai faktor yang berdiri sendiri, tetapi arti yang dipunyainya sulit untuk dikatakan berlebihan, setelah kita simak bahwa, dimana-mana baik dalam kegiatan ilmiah maupun dalam susunan kemayarakatan, faktor-faktor kefilsafatan ikut menentukan arah yang dicari oleh ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pelukisan serta lontaran kecaman terhadap nilai-nilai serta pengertian yang menggerakkan manusia serta memberi bentuk kepada manusia dalam hidup kita sekarang ini, lebih diperlukan dibanding di masa-masa yang Iampau. Oleh karena itu yang dapat menjadi ilmuwan maupun filsuf bukanlah seseorang yang dalarn peristiwaperistiwa, menentukan sikapnya sendiri, pribadi yang memiliki kepedulian terhadap semua peristiwa, fakta dan nilai yang terjadi maupun nilai yang tersembunyi.
Pengertian filsafat dalam tindakan merupakan persoalan sepanjang masa, karena yang sentral dalam hidup manusia adalah tindakan. Begitu juga pengertian manusia tentang dirinya, tidak pernah ada pengertian yang melulu mewujudkan pengertian saja, selalu berfungsi dalam rangka tindakan. Dalam tindakannya menurut Jacob (1982) manusia membagi waktu atas masa lampau, masa sekarang dan masa depan. Biasanya manusia silau dan terpukau oleh masa sekarang, walaupun tak jarang ia mengenangkan masa lampau dan mengeluh tentang masa depan. Ia memang harus memikirkan apa yang harus ia makan hari ini. Kemarin sudah berlalu dan besok terserah pada nasib. Segala sesuatu harus relevan dengan masa kini, harus berguna bagi masyarakat masa kini dan di sini. Dengan demikian masa depan mendapat prioritas rendah sekali, sehingga tidak jarang kita bertanya lagi apakah masyarakat masa depan tidak akan terugikan oleh segala usaha kita yang didasarkan atas relevansi masa kini? Padahal pada masa kini sangat singkat, segera berlalu. Masa kini sebenarnya hanya batas tipis yang terus bergerak antara masa lampau yang panjang dan masa depan yang mudahmudahan panjang pula. Dengan demikian jelaslah dengan memikirkan tentang masa depan, akan merupakan suatu kebenaran yang manusiawi apabila sungguhsungguh dilaksanakan. Pengertian Metodologi Secara Umum Kata ‘metode’ berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (ialah : menuju, melalui, sesudah) dan kata benda hodos (ialah : jalan, perjalanan, cara, arah). Kata methodos sendiri lalu berarti: penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah (Bakker, 1984). Selanjutnya Bakker membagi arti kata metode menjadi dua yaitu arti luas dan arti khusus. Dalam arti luas metode ialah cara bertindak menurut sistem tertentu. Metode dalam arti luas itu dapat dikhususkan berhubungan dengan pemikiran umumnya yaitu cara berpikir menurut sistem aturan tertentu berarti berlaku bagi ilmu pengetahuan sebagai bidang atau daerah terbatas di dalam keseluruhan pengertian manusia. Selanjutnya apakah penelitian filsafat itu? Apakah perbedaan metode penelitian filsafat dengan metode penelitian ilmu atau penelitian ilmiah umumnya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut saya sampaikan lebih dulu apa yang dimaksud dengan penelitian. Menurut Cordasco dan Gatener (1958) research simply a the systematic search pertinent information on a specific. Sedangkan penelitian filsafat adalah untuk mencari kebenaran dan konsep-konsep yang bersifat umum tentang realitas yang
ada secara sistematis. Yang ada berarti segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh manusia dan memberikan makna bagi kehidupannya. Misalnya konsep tentang manusia berkualitas atau manusia unggul, konsep tentang roh yang absolut menurut Hegel, konsep tentang ethos kerja kedokteran dan pengaruhnya terhadap pelayanan kesehatan, konsep tentang keabadian dan keterbatasan. Tentu timbul pertanyaan apakah setiap orang mengetahui atau memiliki konsep-konsep dalam kehidupan praktisnya dan selalu berpedoman kepada konsep tersebut? Seringkali kita hanya menjalani saja hidup ini tanpa mempertanyakan ada atau tidaknya konsep dalam diri kita atau setiap langkah kehidupan, apakah kita selalu terikat dengan konsep tersebut? Jawibnya tentu bisa ya dan bisa tidak. Bila seseorang terikat oleh suatu konsep yang merupakan nilai-nilai dalam perjuangan hidupnya atau
kelompoknya
maka
akan
terbuka
suatu
penelitian
filsafati
yang
mempertanyakan sejauh mana pengaruh isme-isme tersebut terhadap tindakan manusia. (Taoisme, Marxisme, Hinduisme, Islamisme, Budhisme, dan sebagainya). Persoalannya adalah bagaimana metode untuk menelitinya? Penelitian-penelitian dari berbagai sudut pandangan ilmu dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian filsafat tentu berbeda dengan penelitian di bidang ilmu meskipun objek materialnya adalah sama seperti penelitian tentang manusia, alam semesta, kehidupan, fakta, maupun peristiwa apa saja dapat menjadi kajian ilmu maupun filsafat, hanya saja dalam bidang ilmu dibutuhkan data konkrit untuk keperluan pengambilan keputusan praktis misalnya apakah cuaca berawan atau hari hujan besok pagi karena mempengaruhi perjalanan pesawat terbang demikian juga ramalan cuaca penting bagi petani untuk mengatur musim tanam dan pemetikan hasil panen karena bisa mempengaruhi harga jual, demikian juga data dibutuhkan bagi atlet yang akan bertanding atau data tentang apakah ia melakukan dopping atau tidak sehingga meskipun medali emas sudah di tangan seperti terjadi pada atlet senam Rumania terpaksa harus dikembalikan, namun di negaranya dia tetap disambut sebagai pahlawan negerinya. Pengertian Metodologi Penelitian Filsafat Dalam kata pengantar buku karangan A. B. Shah (1986) Rege mengatakan bahwa metodologi atau unsur penelaah yang sistematik mengenai metode ilmiah sudah sejak lama diperlakukan sebagai anak tiri dalam lingkup filsafat. Walaupun hakikat dan lingkup pengetahuan manusia sejak dulu merupakan satu di antara
pokok-pokok bahasan yang sentral dalam tinjauan lilosolis, baru pada belakangan ini metodologi memperoleh pengakuan sebagai suatu disiplin filsafat. Sebagaimana dikemukakan oleh Bakker (1990) sebagai studi khusus metodologi penelitian filsafat memiliki tempatnya dalam keseluruhan bidang studi filsafat. Metodologi ilmiah pada umumnya berhubungan dengan pengetahuan manusia, maka sejauh dipelajari secara filosofis, metodologi pada umumnya merupakan bagian epistemologi (atau filsafat pengetahuan). Akan tetapi, dalam hal penelitian filsafat ini metodologi diterapkan pada suatu ilmu khusus (yaitu filsafat), maka menjadi bagian filsafat ilmu (yaitu epistemologi khusus). Menurut The Liang Gie (1972) penelitian filsafat hendaknya dibedakan dan filsafat, karena keduanya merupakan hal yang berbeda. Penelitian dalam bidang filsafat adalah segenap rangkaian kegiatan akal budi dari manusia yang menggunakan pelbagai metode ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan dalam bidang filsafat. Filsafat merupakan suatu rangkaian aktivitas dari budi manusia. Budi manusia ditantang oleh sekumpulan pertanyaan yang dapat disebut persoalan filsafat sebagai bahan masuk sehingga melakukan rangkaian aktivitas untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tanpa input persoalan filsafati budi manusia tidak akan melakukan kegiatan yang bermakna filsafati. Persoalan filsafati adalah pertanyaan mengenai sesuatu pada taraf keumuman yang tertinggi, rnengenai materi seumumnya, menyangkut persoalan arti, nilai dasar atau asas. Budi manusia melakukan analisa, pemahaman, deskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan yang mengarah pada kejelasan, kecerahan, keterangan, pembenaran, pengertian baru, dan penyatu paduan. Kegiatan budi manusia ini merupakan proses konversi yang berusaha mengubah persoalan-persoalan filsafati menjadi hasil keluar yang dapat berupa kearifan hidup, pandangan dunia, sistem pemikiran, keyakinan dasar atau kebenaran filsafati. Hasil dari budi ini terutama yang mengenai kearifan, umumnya disebut filsafat pengetahuan filsafat. Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan filsafati, seorang tilsuf memakai suatu prosedur tertentu yang dikenal sebagai metode filsafat. Metode-metode filsafat ada berbagai macam; metode analisis (Sokrates), metode sintetik (Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf abad tengah), metode kesangsian (Rene Descrates), metode kritik (Immanuel Kant), metode dialektik (Hegel), metode intuitif (Henri Bergson), metode deskripsi fenomenal (Edmund Husserl), metode pragmatis (William James), metode atomis logis (Betrand Russel), metode analisa filsafat (G. Ryle).
Untuk metode-metode filsafat ini Bakker (1984) membaginya sebagai berikut; Metode Kritis (Sokrates, Plato), Metode Intuitif (Plotinos, Henri Bergson), Metode Skolastik (Thomas Aquinas), Metode Eksperimentil (David Hume), Metode Kritis Transendental (Immanuel Kant, Neo-Skolastik), Metode Dialektis (ilegel), Metode Fenomenologis (Husserl, Eksistensialisme), Metode Analitika Bahasa (Wittgenstein). Rangkuman Bab arti pentingnya penelitian filsafat pada masa depan memberikan kesadaran bagi mahasiswa dalam rangka mencari pemahaman baru terhadap apa yang harus dilakukan bagi kemajuan peradaban umat manusia. Untuk keperluan tersebut perlu dipahami kedudukan filsafat diantara ilmu-ilmu lain, karena filsafat mempertanyakan kembali apa yang telah ditemukan atau dijawab ilmu pengetahuan, oleh karena itu filsafat tidak akan pernah berhenti untuk senantiasa mengajukan pertanyaan mendasar, yang tentunya pertanyaan tersebut merupakan syarat mutlak untuk melakukan penelitian. Pertanyaan filsafat muncul dari perenungan jiwa dan pemikiran yang mendalam dari masa ke masa. Oleh karena itu diperlukan suatu metode penelitian filsafat yang sesuai dalam rangka mengetahui apa yang telah dipikirkan dari masa lalu sampai sekarang tentang persoalan-persoalan kehidupan manusia untuk mencapai kearifan hidup. Dalam bab ini mahasiswa diajak untuk memahami objek ilmu dan objek filsafat, perbedaan metode yang digunakan dan objek formal dan objek material penelitian filsafat. Soal Tes Formatif 1. Apa arti penelitian bagi peradaban masa depan manusia. Jelaskan perbedaan metode-metode penelitian filsafat dengan metode penelitian ilmu. 2. Apa peranan pemikiran dan bahasa dalam kehidupan manusia. 3. Jelaskan arti filsafat dalam tindakan. 4. Apa perbedaan penelitian filsafat dengan filsafat. 5. Sebutkan persoalan-persoalan filsafat. Umpan Balik Petunjuk: Untuk menilai jawaban atas tes formatif tersebut mahasiswa perlu menjelaskan penelitian dalam peradaban sampai menjadi manusia modern.