BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia, sekaligus tindakan sosial yang dimungkinkan berlaku melalui suatu jaringan hubunganhubungan kemanusiaan yang mampu menentukan watak pendidikan dalam suatu masyarakat melalui peranan-peranan individu di dalamnya yang diterapkan melalui proses pembelajaran.1 Di dalam pendidikan terdapat upaya dalam pembentukan karakter. Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya tujuan hidup. Karakter merupakan dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup.2 Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan. Sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.3 Metode yang umum dipakai dalam proses belajar mengajar, salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan hukuman terhadap peserta didik secara preventif maupun represif. Penerapan hukuman dilakukan dengan 1
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam,(Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru, 2003), hlm. 16 2 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2001), hlm. 22 3 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 3
1
2
harapan melalui hukuman tersebut kiranya dapat mencegah berbagai pelanggaran peraturan atau sebagai tindakan peringatan keras yang sepenuhnya muncul dari rasa takut terhadap ancaman hukuman.4 Selain penerapan hukuman juga diterapkan pemberian reward. Pemberian reward dalam pendidikan atau metode pembelajaran dimaksudkan sebagai penghargaan yang didapatkan melalui usaha keras anak dalam belajar, baik melalui kelompok maupun individu yang menghasilkan prestasi belajar. Penghargaan atas prestasi anak bisa diberikan dalam bentuk materi maupun non materi guna membentuk motivasi positif terhadap peserta didik. Teori awal istilah reward dan punishment merupakan rangkaian yang dihubungkan dengan pembahasan reinforcement yang diperkenalkan oleh Thorndike dalam observasinya tentang trial and error sebagai landasan utama reinforcement (dorongan/dukungan). Dengan adanya reinforcement, tingkah laku yang berkaitan dengan perilaku buruk semakin melemah.5 Dalam dunia pendidikan reward digunakan sebagai bentuk motivasi atau sebagai penghargaan untuk hasil atau prestasi yang baik, dapat berupa kata-kata pujian, pandangan, senyuman, pemberian tepukan tangan serta sesuatu yang menyenangkan anak didik, misalnya pemberian beasiswa peserta didik bagi yang telah mendapat nilai bagus.6 Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa penghargaan merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena sudah mendapatkan prestasi
4
Emile Durkheim, Moral Education, (terj. Lukas Ginting), ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 116 5 Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan”, (Jakarta: PT. Rineka CiptaCe, 1955), hlm. 186 6 Elizabeth Hurlock, Perkembangan Anak, Alih Bahasa Med.Maitasari Tjandra dalam Child Development (Jakarta: Erlangga, 1978) hlm. 86
3
dengan yang dikehendaki, yakni mengikuti peraturan sekolah yang sudah ditentukan.7 Dalam dunia pendidikan reward diarahkan pada sebuah penghargaan terhadap anak yang dapat meraih prestasi. Dengan adanya reward tersebut dapat memberikan motivasi untuk lebih baik lagi. Dalam mencapai tujuan pendidikan, setiap lembaga pendidikan memiliki peraturan untuk ditaati bersama, baik bagi pendidik maupun anak didik sehingga tercipta kedisiplinan. Pendidik (guru) dan bimbingan konseling (BK) harus tegas terhadap anak yang tidak taat pada peraturan tersebut dengan memberikan sebuah punishment. Menurut Ngalim purwanto, punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh pendidik (guru) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan.8 Secara subtansi, reward dan punishment mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai penguatan (reinforcement) demi tercapainya kemandirian belajar anak. Tujuan pemberian penghargaan sama dengan tujuan pemberian hukuman, yaitu sama-sama membangkitkan perasaan dan tanggung jawab. Penghargaan bertujuan agar anak lebih bersemangat dalam memperbaiki dan mempertinggi prestasinya.9 Adapun pemberian hukuman diberikan pendidik (guru) dengan tujuan sebagai berikut: pertama punishment dilakukan untuk menciptakan kedisiplinan anak didik agar anak didik belajar dengan baik; kedua untuk melindungi anak didik dari perbuatan yang tidak wajar; ketiga
7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) hlm. 182 8 Ngalim Purwanto, Psikologi Penelitian Neuralistik Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997) hlm. 18 9 H.M. Arifin Sayy, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Kritis dan Praktis Berdasarkan Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cetakan III, 1996), hlm. 217
4
untuk menakuti si pelanggar, agar meninggalkan perbuatannya yang melanggar itu.10 Dalam pemberian hukuman pendidik harus mengetahui kondisi psikologis anak sehingga tidak terjadi traumatis atau gangguan mental pada masa mendatang setelah hukuman diberikan. Dengan kata lain, penghukuman dilakukan dengan semangat menangkal (deterrence). Perkembangan pemahaman mengenai kegunaan penghukuman sebagai instrumen dalam rangka metode pengubahan tingkah laku terlihat melalui munculnya paradigma rehabilitative. Paradigma tersebut melihat bahwa seseorang yang melanggar atau menyimpang dari aturan yang ada pada dasarnya adalah orang yang rusak, sakit, kekurangan, bermasalah atau memiliki ketidakmampuan sehingga melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, penerapan hukuman pada dasarnya hendak dilakukan guna memperbaiki atau menyembuhkan dari kekurangannya. Seiring dengan perubahan paradigma tersebut, bentuk-bentuk hukuman pun berkembang, bervariasi dan konon semakin manusiawi. Metode hukuman, dijabarkan dari keistimewaan yang lahir dari tabiat Rabbaniyah, dan diselaraskan dengan fitrah manusia, yang merupakan ciri khas pendidikan Islam.11 Bahkan sebagaimana kita ketahui dalam sejarah bahwa Nabi SAW-pun dalam menanggulangi kekeliruan tidak memakai cara yang berlebihan atau cara yang sembrono, artinya beliau tidak memakai sikap keras lagi kejam dan tidak pula dengan sikap remeh lagi menganggap enteng.
10
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), hlm. 15 Abdurrahman An Nahlawy, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Terjemahan Herry Noer Ali, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), hlm. 413 11
5
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.12 Demikian juga hukuman yang diterapkan di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman adalah tidak jauh dari perspektif pendidikan islam yaitu mengarahkan dan membimbing peserta didik kearah yang lebih baik, yaitu diawali dari teguran, kalau tetap berbuat kesalahan baru memanggil orang tua peserta didik yang bermasalah, apabila sudah tidak bisa diperbaiki, untuk mengamankan peserta didik yang lain dengan hukuman terakhir yaitu dikeluarkan dari sekolah atau dipaksa pindah sekolah.13 Situasi makro di atas, dalam penelitian ini ditarik ke situasi spesifik yang ditemui dalam konteks pendidikan peserta didik di sekolah. Ada berbagai pendapat yang berbeda-beda jika kita bicara tentang hukuman di sekolah. Oleh karena itu, pendidik harus mengerti mengapa perlu atau tidak seorang peserta didik dihukum, kapan dan untuk tujuan apa? Berbicara tentang hukum (norma, aturan) dan hukuman, tidak terlepas dari permasalahan yang menyangkut tentang tingkah laku (behaviour) dan perbuatan manusia dalam dunia ini, tentang tanggung jawab dari segala tingkah laku manusia itu, tentang yang salah dan yang benar, tentang yang
12
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 131 13 Hasil wawancara dengan Drs. Wilujeng Ribudiyanto, Waka Kerjasama dan Infokom SMA Negeri 1 Pemalang pada tanggal 22 Januari 2014
6
baik dan yang buruk, yang untung dan yang rugi. Selain itu masalah hukuman juga berkaitan dengan upaya memotivasi individu, yang efektivitasnya secara kuat berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan individu itu sendiri, dan semakin jelas relevansinya apabila dikaitkan dengan tanggung jawab dan tugasnya sebagai manusia. Dalam hal ini pengaruh hukuman dengan pendidikan karakter bagi peserta didik, maka sekolah yang bersangkutan harus mempunyai manajemen pendidikan. Perlu dimengerti bahwa perintah dan larangan adalah bagian yang sangat kecil dalam upaya pembentukan karakter. Perintah dan larangan hanya bantuan sederhana dalam menolong anak untuk melakukan kebaikan dan menghindari kesalahan. Hal pertama yang paling penting sesungguhnya adalah menanamkan kesadaran kepada anak tentang pentingnya sebuah kebaikan.14 Dilihat dari segi pembentukan karakter, seorang pendidik yang ada di lembaga pendidikan formal adalah berada pada lapis keempat. Tetapi, bagaimana pun lembaga pendidikan formal yang ada di negeri kita Indonesia, adalah pranata sosial dan tempat yang memberi peluang kepada seorang pendidik untuk menemukan model kemudian mengembangkannya dalam upaya bersama menanamkan dan membentuk karakter peserta didiknya.15
Meningkatkan peran sekolah dalam pendidikan karakter memerlukan perubahan cara pandang atau mindset pada komunitas sekolah dan pihakpihak yang berkepentingan. Perubahan tersebut mencakup perubahan cara
14
Abdullah Munir, Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah, (Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka, 2010), hlm. 11 15 Abd. Majid, dkk. ,Character Building Throung Education, (Pekalongan Orfindo Digital Printing, 2011), hlm. 2
7
pandang mengenai sekolah, mengenai peserta didik, dan mengenai kecerdasan.16 Dengan demikian, karakter sangat berhubungan erat dengan reward dan punishment. Kita harus sadar ada banyak kekhawatiran yang berkaitan dengan pengembangan kepribadian sosial, perhatian terhadap kekerasan, penggunaan obat-obatan terlarang dan kehamilan di luar nikah tidak hanya sekedar perhatian. Sekarang perhatian lebih difokuskan pada bentuk sosialisasi. Jika kita tidak mampu meminimalisir kerusakan yang terjadi pada generasi muda berarti ada banyak masalah pada semua level perkembangan dan pendidikan. Relevansinya dengan pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Pemalang yang sudah terkenal sebagai SMA yang berprestasi anak didiknya baik dalam bidang akademik maupun non akademik, juga ada program tahunan yang disebut Gelar Kreativitas Siswa (GKS) yaitu kegiatan yang bertemakan ”Techno Ethnic and Fusion” yang bertujuan agar peserta didik SMA Negeri 1 Pemalang dapat mengeksplorasi bakatnya tidak hanya dalam bidang seni, olah raga, akademik tetapi yang tak kalah penting adalah bidang teknologi, dengan harapan agar peserta didiknya dapat membuat kemajuan dalam teknologi namun tetap melestarikan budaya lokal. SMA PGRI 1 Taman merupakan salah satu SMA swasta di Kabupaten Pemalang yang mana mayoritas input peserta didiknya memiliki kemampuan prestasi rata-rata sewaktu SMP.17 Meskipun begitu, SMA PGRI 1 Taman bisa menghasilkan
16
Gede Raka, dkk. , Pendidikan Karakter di Sekolah, (Jakarta: PT. Gramedia, 2011), hlm. 49 SMA Negeri 1 Pemalang memiliki reputasi sebagai SMA berprestasi dengan input peserta didik memiliki prestasi akademik di atas rata-rata yang dibuktikan dari nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) SMP tergolong tinggi, sedangkan SMA PGRI 1 Taman memiliki input peserta didik 17
8
peserta didik yang berprestasi di bidang akademik dan lebih banyak pada bidang non akademik. Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah SMA PGRI 1 Taman dijumpai masalah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan peserta didik seperti: terlambat datang sekolah, tidak masuk sekolah (alpa), membolos, tidak tertib memakai seragam peserta didik, merokok, mengompas di sekolah, berjudi, bingung memilih jurusan/studi lanjut, beda pendapat dengan orang tua tentang studi lanjutan, dilarang oleh orang tua untuk meneruskan sekolah, dan lain-lain.18 Dalam hal ini guru mau tidak mau harus menangani masalahmasalah ini. Kenyataan yang dihadapi oleh para pendidik sekarang terasa menyedihkan, katakanlah serba salah. Anak didik diperlakukan dengan cara halus mereka tidak mengerti, sedangkan diperlakukan dengan cara kasar, apalagi kadang-kadang berakibat runyam. Keserbasalahan pendidik inilah yang sering menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam mendidik (demagog), lebih-lebih sikap kasar (menghukum) yang terkadang menimbulkan terjadinya kesalahan menghukum dan dapat berakibat negatif, baik bagi peserta didik maupun bagi pendidik sendiri, seperti adanya unsur balas dendam, merendahkan citra, wibawa dan martabat pendidik sendiri. Harapan peneliti adalah dengan adanya reward dan hukuman bagi anak yang berprestasi maupun yang melanggar peraturan sekolah untuk perbaikan pribadi peserta
dengan prestasi akademik waktu SMP adalah rata-rata atau di bawah rata-rata sehingga dianggap tidak memiliki batasan nilai UAN minimal 18 Hasil wawancara dengan Drs. H. Maknun Ardiansyah, Kepala SMA PGRI 1 Taman, pada tanggal 27 Desember 2013
9
didik dan diharapkan bisa untuk pembentukan karakter, dalam hal ini melalui pendidikan karakter di sekolah. Adanya reward dan punishment di sekolah (SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman) untuk para peserta didiknya menarik minat peneliti untuk meneliti bagaimana implementasi reward dan punishment serta implikasinya terhadap pendidikan karakter di SLTA Pemalang. Adapun penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Pemalang karena beberapa alasan: 1. Peserta didik sekolah ini banyak yang berprestasi baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun tingkat nasional baik dalam bidang akademik maupun non akademik 2. Mempunyai beberapa program untuk menunjang dan mengeksplorasi bakat dan minat peserta didiknya, diantaranya selain kegiatan ekstra kurikuler juga program Gelar Kreativitas Siswa 3. Peserta didiknya yang berprestasi peringkat 1, 2, dan 3 mendapat reward dari sekolah berupa beasiswa untuk peserta didik tersebut. 4. Secara kuantitas peserta didik, sekolah ini memiliki prestasi khusus pada tahun pelajaran 2013/2014 yaitu mampu menampung peserta didiknya sejumlah 1086 anak yang terdiri 32 kelas dari kelas X sampai XII. Penelitian juga dilakukan di SMA PGRI 1 Taman karena beberapa alasan: 1. Secara kuantitas peserta didik, sekolah ini memiliki prestasi khusus pada tahun pelajaran 2013/2014 yaitu mampu menampung peserta didiknya
10
sejumlah 704 anak yang terdiri 12 kelas dari kelas X sampai XII. 2. Peserta didik SMA PGRI 1 Taman diperoleh dari input lulusan yang kecerdasannya mayoritas di bawah standar serta sebagian dari anak-anak yang nakal. Namun kualitas akademik dan non akademik sekolah ini juga sangat patut diperhitungkan. Dalam tahun pelajaran 2012/2013 semua peserta didik lulus dalam ujian nasional. Sementara dalam prestasi non akademik, dari berbagai lomba yang diikuti, sekolah ini sering meraih juara, baik di level kecamatan, kabupaten, maupun propinsi. 3. Pelaksanaan peraturan sekolah tentang penghargaan dan hukuman dalam rangka pendidikan karaker juga telah dilaksanakan. Jumlah peserta didik yang cukup besar merupakan tantangan tersendiri bagi guru SMA PGRI 1 Taman dalam menerapkan peraturan sekolah tentang hukuman untuk pendidikan karakter. Namun demikian SMA PGRI 1 Taman mampu melaksanakan peraturan sekolah tersebut secara efektif dan efisien. Atas dasar realitas tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih mendalam bagaimana sekolah dalam mengimplementasikan reward dan punishment serta implikasinya tarhadap pendidikan karakter. Mengacu pada hal itu, peneliti mencoba meneliti tentang “Implementasi Reward dan Punishment serta Implikasinya Terhadap Pendidikan Karakter di SLTA Pemalang”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
11
1. Bagaimanakah implementasi reward dan punishment di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman? 2. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman? C. Tujuan Penelitian Penelitian mengenai Implementasi reward dan punishment serta implikasinya terhadap pendidikan karakter di
SLTA Pemalang ini
mempunyai beberapa tujuan yang menjadi kerangka acuan dalam kerja penelitian. Tujuan ini adalah: 1. Untuk mengungkap implementasi reward dan punishment di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman. 2. Untuk menganalisis implikasi reward dan punishment terhadap pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini berupa pedoman implementasi reward dan punishment serta implikasinya terhadap pendidikan karakter di SLTA Pemalang diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat yang diperoleh adalah manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis bagi para pemerhati pendidikan. Manfaat teoritis berupa informasi yang jelas tentang implementasi reward dan punishment serta implikasinya terhadap pendidikan karakter bagi SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman. Sedang manfaat praktis yaitu untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya reward
12
dan punishment dalam rangka untuk pendidikan karakter bagi peserta didik di SMA Negeri 1 Pemalang dan peserta didik SMA PGRI 1 Taman. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan juga memberikan solusi praktis atas problematika yang muncul pada masa sekarang ini, khususnya di SMA Negeri 1 Pemalang maupun SMA PGRI 1 Taman. Hal ini dikarenakan adanya kondisi sekarang yang sedang mengalami krisis dan keterpurukan pada masalah karakter sehingga dibutuhkan pembentukan karakter yang harmonis dan selaras dengan pembiasaan yang baik di lingkungan sekolah.19 E. Kerangka Teori Reward dan Punishment dalam Pendidikan Karakter Anggapan umum menyatakan bahwa keluarga merupakan pendidik moral yang utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru moral pertama anakanak, pemberi pengaruh
yang utama
yang paling dapat
bertahan
lama.(Lickona ; 42) Dalam hal ini orang tua sangat mempengaruhi karakter seseorang, selain itu adalah lingkungan keluarga kemudian lingkungan masyarakat. Dalam proses pembentukan karakter, seorang pendidik yang ada di lembaga pendidikan formal adalah berada pada lapis keempat. Tetapi, bagaimana pun lembaga pendidikan formal yang ada di negeri kita, Indonesia adalah pranata sosial dan tempat yang memberi peluang kepada seorang pendidik untuk menemukan model kemudian mengembangkannya dalam upaya bersama menanamkan dan membentuk karakter peserta didiknya.20 Untuk menjadi pribadi yang berkarakter tidak dapat diperoleh secara otomatis, 19
Abd. Majid, dkk.,Character Building Through Education…….. , hlm. 60 Abd.Majid, dkk.,Character Building Through Education ………. , hlm. 2
20
13
tetapi berkembang melalui proses panjang berkesinambungan dalam pembelajaran, pembiasaan, dan latihan.21 Meningkatkan peran sekolah dalam pendidikan karakter memerlukan perubahan cara pandang atau mindset pada komunitas sekolah dan pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan tersebut mencakup perubahan cara pandang mengenai sekolah, mengenai peserta didik, dan mengenai kecerdasan.22 Pendidikan karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur di sekolah. Guru menjadi transformer nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya.23 Selain itu dalam pendidikan karakter perlu adanya manajemen. Manajemen pendidikan karakter akan efektif jika terintegrasi dalam manajemen sekolah, khususnya manajemen berbasis sekolah. Dengan kata lain, pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatankegiatan pendidikan di sekolah secara memadai.24 Dalam dunia pendidikan, reward diarahkan pada sebuah penghargaan terhadap anak yang dapat meraih prestasi sehingga reward tersebut bisa memberikan motivasi untuk lebih baik lagi. Pemberian reward pada anak akan menimbulkan tiga peranan penting untuk mendidik anak dalam berperilaku 21
Zainal Aqib, Pendidikan Karakter di Sekolah Membangun Karakter dalam Kepribadian Anak, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2010), hlm. 26 22 Gede Raka, dkk. ,Pendidikan Karakter di Sekolah, hlm. 49 23 Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya di Sekolah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani, 2012), hlm. 35 24 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah: Konsep dan Praktik Implementasinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 137
14
yaitu menpunyai nilai mendidik; berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi berbuat baik; berfungsi untuk memperkuat perilaku yang lebih baik. Dalam jaringan rekayasa pedagogis, reward dan punishment merupakan upaya membuat anak untuk mau dan dapat belajar atas dorongan sendiri dalam mengembangkan bakat, pribadi dan potensi secara optimal. Sehingga pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) telah dijadikan sebagai strategi metode pendidikan dalam proses pembelajaran yang diharapkan anak didik berkembang sesuai fitrahnya. Anne Lockword mendefinisikan pendidikan karakter sebagai aktivitas berbasis sekolah yang mengungkap secara sistematis bentuk perilaku dari siswa. Dari definisi Anne Lockword di atas, ternyata pendidikan karakter dihubungkan dengan setiap rencana sekolah, yang dirancang bersama lembaga masyarakat yang lain, untuk membentuk secara langsung dan sistematis perilaku orang muda. Dengan demikian, idealnya pelaksanaan pendidikan karakter merupakan bagian terintegrasi dengan manajemen pendidikan di sebuah sekolah.25 Oleh
karena
itu,
pendidikan
karakter
merupakan
upaya
menginternalisasikan, menghadirkan, menyemaikan, dan mengembangkan nilai-niai kebaikan pada diri peserta didik.26 Menurut Dr. Omar Hamalik pemberian peghargaan (reward) adalah teknik yang diangggap berhasil bila menumbuhkembangkan
minat
siswa.
Pemberian
penghargaan
dapat
membangkitkan minat anak untuk mempelajari dan mengerjakan sesuatu. Tujuan pemberian reward adalah membangkitkan atau mengembangkan
25
Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya di Sekolah, (Yogyakarta: PT. Pustaka Insan madani, 2012), hlm. 43 26 Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter……….., hlm. 57
15
minat. Jadi penghargaan (reward) adalah alat, bukan tujuan.27 Sedangkan dalam buku pendidikan karakter karya Lickona disebutkan insetif positif adalah sebuah bagian penting dari rencana perbaikan perilaku untuk siswa siswa tertentu.28 Dalam melaksanakan insetif positif dalam buku Lickona diceritakan tentang guru dalam menghadapi anak didiknya yang melakukan pelanggaran dan hukuman
tidak membuatnya jera, maka guru tersebut
menjalankan pendekatan positif terhadapnya. Jika dia berkelakuan baik di pagi hari dia akan mendapatkan stiker yang bisa ia pilihsebelum makan siang. Jika ia berkelakuan baik di siang harinya, di akhir jam pelajaran ia boleh memilih stiker lagi. Jika ia berkelakuan baik selama seminggu maka ia akan mendapatkan pin Anak Super di hari Jumat. Dari cerita di atas maka dalam manajemen sekolah untuk perbaikan perilaku peserta didik dibuatlah reward dan punishment untuk merangsang dan memotifasi peserta didik agar tidak melanggar peraturan sekolah dan bersikap baik serta terpuji. Thomas Lickona juga menjelaskan agar anak-anak tidak melihat imbalan (reward) ini sebagai bagian terpenting atau menjadikannya alasan untuk bersikap baik, seorang guru dapat melakukan beberapa atau semua hal berikut: 1. Memperkenalkan imbalan (reward) sebagai motivator tambahan hanya jika peraturan telah dibahas dan dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga komunitas kelas dapat berfungsi dengan baik. 2. Gunakan sistem imbalan sesekali saja, dan jangan gunakan terus menerus. Ini untuk menghindari keergantungan pada motivator eksternal. 3. Jelaskan pada siswa, melalui diskusi kelas yang dilakukan secara berkesinambungan dan melalui pertemuan empat mata, bahwa alas an terpenting mematuhi peraturan adalah bahwa dengan mematuhi 27
Dr. Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar Membantu guru dalam perencanaan pngajaran, penilaian perilaku, dan memberi kemudahan kepada siswa dalam belajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012), hlm. 184 28 Thomas Lickona, Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, (Bandung: Nusa Media, 2013), hlm. 169
16
peraturan kita menunjukkan rasa hormat kepada orang lain dan membuat kelas menjadi menyenangkan. 4. Membuat sebuah sistem di mana imbalan bagi perilaku baik adalah peluang lain untuk berkelakuan baik.29 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa reward dan punishment dalam manajemen sekolah adalah salah satu alat untuk pendidikan karakter, sehingga penerapan reward dan punishment di sekolah berimplikasi terhadap pendidikan karakter. F. Tinjauan Pustaka Sejauh yang peneliti dapatkan dari penelitian sebelumnya, belum ada penelitian yang membahas tentang implementasi reward dan punishment serta implikasinya terhadap pendidikan karakter di SLTA Pemalang. Memang ada penelitian sejenis mengenai hadiah (reward) dan hukuman (punishment), antara lain: 1) Tesis dengan judul Reward dan Punishment sebagai Metode Pendidikan Anak menurut Ulama Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, alGhazali dan al-Zarnuji) yang ditulis oleh Maimunah, M.Ag.
30
Dalam
tesisnya, Maimunah memaparkan pandangan-pandangan serta pemikiranpemikiran para ulama klasik yaitu Ibnu Maskawaih, al-Ghazali, dan alZarnuji tentang bagaimanakah konsep reward dan punishment tersebut diaplikasikan dalam Islam. Tesis yang disusun oleh Maimunah lebih cenderung membahas aspek normatifnya saja.
29
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter Panduan lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, hlm. 170-171 30 Maimunah, M.Ag. , Reward dan Punishment Sebagai Metode Pendidikan Anak Menurut Ulama Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, al-Ghazali dan al-Zarnuji) Tesis, 2001
17
2) Tulisan
Abdurrahman
Mas’ud
yang
berjudul,
Reward
dan
Punishmentdalam Pendidikan Islam.31 Dalam tulisan ini, Abdurrahman Mas’ud membahas kondisi faktual mengenai penerapan reward dan punishment
di
Indonesia
dan
di
Barat
(Amerika),
sekaligus
mengkomparasikannya. Menurutnya, pendidikan di Indonesia masih cenderung menerapkan punishment daripada reward, sedangkan dunia pendidikan Barat justru bersikap sebaliknya, yaitu lebih mengedepankan reward daripada punishment. Padahal Islam telah menggariskan prinsipprinsip pendidikan yang diperkenalkan Rasulullah SAW, seperti sikap sabar, ulet, pemaaf, tanpa dengki dan dendam terhadap orang yang berbuat kesalahan, serta bersikap mencintai dan menyayangi sesama muslim. 3) Tesis Anton Widyanto yang berjudul Aplikasi Konsep Reward dan Punishment di Pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo Jawa Timur.32 Anton menjelaskan bahwa reward dan punishment sebagai salah satu metode pendidikan Islam, pada hakekatnya bersifat kompleks dikarenakan sangat terkait dengan aspek-aspek lain baik aspek psikologis, peraturan maupun kedisiplinan. Pada dasarnya reward ditujukan untuk memotivasi individual agar memahami bahwa apa yang dilakukannya adalah baik dan karenanya dia harus mengulanginya atau bahkan meningkatkannya. Adapun punishment pada hakikatnya agar individu memahami bahwa apa
31
Abdurrahman Mas’ud, Reward dan Punishment dalam Pendidikan Islam dalam Media Edisi 28, 1997 32 Anton Widyanto, Aplikasi Konsep Reward dan Punishment di Pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo Jawa Timur , Tesis, 2002
18
yang dilakukannya adalah tidak benar karena itu dia tidak boleh mengulanginya. 4) Tesis Dra. Siti Badriyah, M. Ag. yang berjudul Implementasi Peraturan Sekolah tentang Hukuman dalam Perspektif Pendidikan Islam di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Pemalang.
33
menyebutkan bahwa
hukuman yang diterapkan berimplikasi pada pencapaian dan terealisasinya tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa, berkepribadian muslim dan mampu berserah diri secara total dalam pengabdiannya kepada Allah SWT sebagai tujuan akhir ditandai dengan adanya sikap kesadaran terhadap kesalahannya dan tanggung jawab untuk memperbaikinya yang dilakukan oleh peserta didik SMK Negeri 1 Pemalang. Pada akhirnya hukuman tersebut dapat membentuk pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang didasarkan pada pola nilai keimanan. Implikasi hukuman terhadap pencapaian dan terealisasinya tujuan pendidikan Islam, ditandai dengan adanya sikap kesadaran terhadap kesalahannya dan tanggung jawab untuk memperbaikinya yang dilakukan oleh peserta didik SMK Negeri 1 Pemalang. Turunnya angka pelanggaran yang dilakukan merupakan bukti bentuk peningkatan kesadaran dalam melaksanakan peraturan sekolah dan kemajuan yang dicapai sekolah ini karena menerapkan hukuman dan menunjukkan bahwa peraturan sekolah yang di dalamnya memuat hukuman atau sanksi sangat membantu dalam peningkatan ketertiban dan kedisiplinan. 33
Dra. Siti Badriyah, M. Ag., Implementasi Peraturan Sekolah tentang Hukuman dalam Perspektif Pendidikan Islam di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Pemalang, Tesis, 2009, hlm. 146
19
Penelitian yang disebutkan di atas, semuanya membahas tentang hadiah (reward) dan hukuman, sanksi (punishment) baik secara normatif maupun dalam penerapannya. Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penulis mencoba menfokuskan diri pada penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) dalam rangka untuk pembentukan karakter peserta didik SLTA dengan judul Implementasi Reward dan Punishment serta Implikasinya Terhadap Pendidikan Karakter di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Pemalang. Penulis mencoba meneliti apakah reward dan punishment berpengaruh dalam pendidikan karakter. Untuk lebih mempermudah dalam membedakan penelitian yang akan dilakukan ini dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini, Tabel 1.1. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya No Nama Peneliti
Judul Penelitian Reward dan Punishment sebagai Metode Pendidikan Anak menurut Ulama Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, al-Ghazali dan al-Zarnuji)
1
Maimunah, M. Ag. (2001)
2
Abdurrahman Reward dan Punishment Mas’ud dalam Pendidikan Islam (1997)
3
Anton Widyanto (2002)
Aplikasi Konsep Reward dan Punishment di Pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo Jawa Timur
Deskripsi Hasil Penelitian Ringkasan pandangan serta pemikiran para ulama klasik yaitu Ibnu Maskawaih, al-Ghazali, dan al-Zarnuji tentang bagaimanakah konsep reward dan punishment tersebut diaplikasikan dalam Islam. Pendidikan di Indonesia masih cenderung menerapkan punishment daripada reward, sedangkan dunia pendidikan Barat justru bersikap sebaliknya, yaitu lebih mengedepankan reward daripada punishment. Padahal Islam telah menggariskan prinsipprinsip pendidikan yang diperkenalkan Rasulullah SAW. Reward ditujukan untuk memotivasi individual agar memahami bahwa apa yang dilakukannya adalah baik dan karenanya dia harus mengulanginya atau bahkan meningkatkannya dan punishment pada hakikatnya agar individu memahami bahwa apa yang
20
No Nama Peneliti
4
5
Judul Penelitian
Dra. Siti Badriyah, M.Ag (2009)
Implementasi Peraturan Sekolah tentang Hukuman dalam Perspektif Pendidikan Islam di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Pemalang
Siti Misriyah
Implementasi Reward dan Punishment serta Implikasinya Terhadap Pendidikan Karakter di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Pemalang
Deskripsi Hasil Penelitian dilakukannya adalah tidak benar karena itu dia tidak boleh mengulanginya. Hukuman dapat membentuk 18 pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang didasarkan pada pola nilai keimanan. Implikasi hukuman terhadap pencapaian dan terealisasinya tujuan pendidikan Islam, ditandai dengan adanya sikap kesadaran terhadap kesalahannya dan tanggung jawab untuk memperbaikinya yang dilakukan oleh peserta didik SMK Negeri 1 Pemalang Reward dan punishment memiliki implikasi terhadap pendidikan karakter karena mengajarkan peserta didik untuk memiliki motivasi mengejar prestasi dan tidak melakukan pelanggaran. -Reward membentuk peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai luhur yang berlandaskan nilai-nilai agama maupun nilai moral yang berlaku dalam masyarakat -Punishment mampu memberikan efek jera sehingga peserta didik tidak ingin melakukan pelanggaran serta menciptakan pribadi yang disiplin dan bertanggung jawab
G. Kerangka Berpikir Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat dibangun suatu kerangka berpikir bahwa reward dan punishment merupakan metode yang efektif dalam pendidikan karakter bagi peserta didik sekolah lanjutan atas. Dengan catatan dalam penerapan reward dan punishment harus memperhatikan macam-macam, jenis-jenis, dan tujuan reward dan punishment, serta harus mengikuti prinsip-prinsip dalam pemberian reward dan punishment.
21
Oleh karena penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif maka dilakukan observasi langsung untuk mendapatkan kondisi alamiah di lapangan (natural setting). Data wawancara dan data dokumentasi hasil penelitian dilakukan analisis dan validasi. Analisis terdiri dari organisasi data, pemahaman untuk menentukan tema dan interpretasi dengan dikaitkan pada teori dan konsep maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya. Validasi dilakukan dengan triangulasi dari beberapa sumber data. Hasil penelitian untuk menjelaskan kerangka pemikiran pada penelitian ini digambarkan seperti skema berikut ini : Skema 1:
Literatur mengenai Reward & Punishment
Implementasi Reward & Punishment
Peserta didik SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman Implikasi terhadap Pendidikan Karakter Implementasi Reward & Punishment di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman berimplikasi terhadap Pendidikan Karakter Bagi Peserta Didik SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman Gambar 1.1 Skema 1 dalam kerangka berpikir
22
Skema 2 : Pertanyaan peneliti : 1. Bagaimanakah implementasi Reward dan Punishment di SMA Negeri1 Pemalang dan SMA PGRI 1Taman 2. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman Pengumpulan data: observasi, wawancara dan studi dokumentasi Pengecekan data
Analisis dan Deskripsi hasil penelitian
Teori yang relevan
Hal-hal atau prospek baru yang ditemukan dari hasil penelitian
Kesimpulan dan saran Gambar 1.2 Skema 2 dalam kerangka berpikir
H. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian dan Jenis Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini meliputi pendekatan dan jenis penelitian. Jenis pendekatan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimental) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber
data
dilakukan
secara
purposive
dan
snowball,
teknik
pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
23
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.34 Dilihat dari jenisnya, penelitian ini lebih menekankan pada jenis field research (penelitian kancah atau lapangan) dan bersifat kualitatif. Adapun pendekatan kualitatif ini dilakukan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.35 Adapun yang menjadi sasaran penelitian adalah SLTA di Pemalang, dalam hal ini peneliti hanya membatasi dua SLTA yang menjadi sasaran penelitian yaitu SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman. 2. Sumber Data Penelitian a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang memberikan data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.36 Dalam penelitian kualitatif, dibutuhkan orang yang mampu memberikan informasi mengenai suatu situasi dan kondisi lapangan yang disebut informan sebagai sumber data yang penting.37 Dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat penting, bukan sekedar memberi
34
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dilengkapi dengan Contoh Proposal dalam Laporan Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 15 35 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 4 36 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dilengkapi dengan Contoh Proposal dalam Laporan Penelitian, hlm. 62 37 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 132
24
respon, melainkan juga sebagai pemilik informasi, sebagai sumber informasi (key informan).38 Key informan atau informan kunci merupakan orang yang memiliki kredibilitas tinggi dan compatible terhadap penelitian dengan kata lain dianggap paling memahami lapangan.39 Adapun informan yang dipilih adalah peserta didik, waka kesiswaan, waka kerjasama dan infokom, waka renlitbang, waka sarana prasarana, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, guru mata pelajaran, penjaga serta penjual kantin sekolah. Peserta didik, waka kesiswaan dan guru bimbingan konseling termasuk dalam key informan, sedangkan kepala sekolah, guru mata pelajaran, satpam sekolah serta penjual kantin sekolah termasuk dalam informan pendukung. Sebagaimana pendapat Jonathan Sarwono dalam bukunya “Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif” bahwa sumber data primer diperoleh melalui pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Dalam hal ini peneliti mendapatkan data berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari situasi alami yang terjadi di lingkungan sekolah, terutama terhadap para peserta didik, waka kepeserta didikan, guru BK, kepala sekolah, guru mata pelajaran serta satpam sekolah dan penjual kantin sekolah, yang aktif terlibat dalam mengimplementasikan reward dan punishment serta implikasinya 38
Iman Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 134 39 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung : Alfabeta 2010)
25
terhadap pendidikan karakter. Mereka diharapkan bersedia dan mempunyai waktu untuk memberi informasi kepada peneliti. b. Sumber Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.40 Untuk memperoleh data sekunder peneliti menggunakan bahan-bahan yang bukan dari sumber pertama (sumber primer) untuk menjawab masalah yang diteliti, tetapi peneliti menggunakan studi kepustakaan dan foto-foto. Dalam hal ini peneliti memperoleh data dari pengumuman, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya serta foto-foto yang ada di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian kualitatif memiliki sejumlah teknik pengumpulan data seperti focus group discussion (FGD), pengamatan lapangan, wawancara mendalam, dan studi kasus. Data kualitatif memiliki berbagai macam bentuk seperti catatan yang kita buat selama melakukan pengamatan lapangan. Transkrip, wawancara, dokumen, catatan harian (diary), dan jurnal.41 Secara terminologis penelitian kualitatif ingin memberikan
40
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dilengkapi dengan Contoh Proposal dalam Laporan Penelitian, hlm. 62 41 Morissan, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke1, 2012), hlm. 26
26
gambaran suatu strategi inkuiri secara akurat.42 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi: a. Observasi Observasi merupakan metode dimana pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen.43 Dalam penelitian ini peneliti akan mengamati secara langsung tindakan dan pancaran sinar dan ekspresi responden pada saat memberikan informasi pada peneliti saat mengadakan wawancara. Kondisi secara umum di sekolah tersebut seperti fasilitas pendukung, sarana prasarana juga akan menjadi obyek pengamatan peneliti. Di dalam teknik pengumpulan data ini, dapat disebut dengan observasi kualitatif dimana peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di dalam lokasi penelitian kemudian peneliti mencatat maupun merekam segala aktivitas maupun perilaku yang merujuk pada bahasan dalam penelitian ini.44 Agar data diperoleh secara lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak, maka observasi penelitian ini menggunakan observasi partisipatif dengan tipe partisipatif moderat sehingga terdapat keseimbangan peneliti antara menjadi orang dalam dan orang luar. 42
Suprapto, Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Sosial, (Yogyakarta: CAPS (Certer of Academic Publishing Service), 2013), hlm. 34 43 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, hlm. 232 44 John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.267
27
Observasi dilakukan selama lebih kurang enam bulan di SMA Negeri 1 Pemalang dan tujuh bulan di SMA PGRI 1 Taman dengan rangkaian kegiatan yang meliputi; observasi umum kegiatan yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman dan observasi khusus terhadap penghargaan (reward) dan peraturan sekolah tentang hukuman (punishment) dan implikasinya terhadap pendidikan karakter. b. Wawancara Wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden.45 Wawancara sedikit banyak juga merupakan angket lesan.46 Wawancara dilakukan secara langsung dengan bertatap muka (face-to-face) antara responden dengan satu atau lebih dari satu pewawancara.47 Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.48 Apabila merujuk dari Creswell, wawancara tersebut disebut wawancara kualitatif yang memerlukan
pertanyaan-pertanyaan
yang
secara
umum
tidak
45
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 192 John W. Best, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982) hlm.
46
213 47
Morissan, Metode Penelitian Survey ………… , hlm. 214 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 194 48
28
terstruktur ( unstructured) dan bersifat terbuka (open-ended) yang dirancang untuk memunculkan opini dan pandangan dari partisipan.49 Wawancara untuk mengungkap data dilakukan dengan teknik wawancara
kombinasi
wawancara
bebas
pertanyaannya
terbuka
dipadukan
sudah
dan
tertutup,
dengan
disiapkan.
yaitu
wawancara
Wawancara
dilakukan yang
dilakukan
draf secara
bervariasi dan melihat momen, kapan dan di mana akan dilakukan wawancara secara informal, wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan wawancara baku terbuka. Materi wawancara mengacu pada implementasi reward dan punishment serta implikasinya terhadap pendidikan karakter. Penetapan
wawancara
terhadap
subjek-subjek
penelitian
dilakukan atas pertimbangan bahwa subjek penelitian tersebut lebih memahami dan terkait dengan tujuan atau informasi yang akan dikumpulkan. Adapun wawancara tersebut dilakukan terutama terhadap informan kunci yaitu peserta didik, waka kesiswaan, waka kerjasama dan infokom, waka renlitbang, waka sarana prasarana dan guru bimbingan konseling, juga terhadap informan pendukung yaitu kepala sekolah, guru mata pelajaran, satpam sekolah serta penjual kantin sekolah; untuk mendapatkan informasi tentang kebijakan-kebijakan dan manajemen yang diterapkan di sekolah. 49
John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, hlm.
267
29
Dalam pengambilan sampel untuk peserta didik, tidak semua peserta didik di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman akan diwawancarai, tetapi diambil sampel dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling yaitu sampel yang merupakan sampel yang bertujuan atau tidak semua anggota populasi dapat dipilih menjadi responden dalam penelitian ini sehingga jenis non probability sampling serta sampel yang diambil dipertimbangkan dengan penelitian yang akan dilakukan.50 Peserta didik yang dipilih harus memiliki kriteria berupa peserta didik yang memiliki pengalaman mengalami reward atau punishment atau keduanya. Hal ini disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Selain itu juga akan digunakan snowball sampling apabila data atau hasil wawancara tersebut membutuhkan pendetailan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan oleh informan lain sehingga dapat melengkapi data yang dibutuhkan.51
c. Studi Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang mengandung makna barang-barang tertulis.52 Metode dokumentasi berarti mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya.53 Kajian dokumen
50
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif Dilengkapi Dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2005) 51 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Dilengkapi Dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian, hlm. 85 52 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1985), hlm. 181 53 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, hlm. 236
30
merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya.54 Studi dokumentasi digunakan untuk mempelajari berbagai sumber dokumentasi yang sudah tersedia di lapangan, sehingga data yang didapatkan berupa data sekunder. Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dan untuk mencocokkan beberapa informasi dengan data yang ada di lapangan. Kelebihan dari studi dokumentasi adalah data yang diperoleh stabil dan tidak cepat berubah-ubah dan apabila terjadi kekeliruan atau kekurangan data dalam pembahasan maka dapat ditelusuri kembali dari sumber data yang sama yang kondisinya tidak banyak berubah. Studi dokumentasi dilakukan terhadap dokumen-dokumen tertulis misalnya; sejarah pendirian, profil, program sekolah, dokumen tentang guru dan peserta didik, dokumen reward dan punishment, data pelanggaran peserta didik, kebijakan sekolah, buku pribadi peserta didik, jurnal pelaksanaan program belajar mengajar sekolah, atau fotofoto penyelenggaraan kegiatan.
54
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 225
31
4. Teknik Pengecekan Data Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan penelitian dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.55 Adapun teknik pengecekan keabsahan data yang dilakukan meliputi: 1) Uji credibility/ kredibilitas data Uji ini merupakan uji kepercayaan terhadap data dimana data yang diperoleh di lapangan memang sesuai dengan kenyataan yang ada. Adapun uji kredibilitas data yang dilakukan dengan menggunakan Teknik Triangulasi. Teknik Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan
hasil
wawancara
terhadap
obyek
penelitian.56
Triangulasi dapat dilakukan dengan teknik yang berbeda57 yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu Triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Teknik pengecekan data yang dilakukan peneliti dengan mencocokkan, mengetahui keabsahan/validitas data yang didapatkan dari data sumber primer dan sekunder dengan keadaan atau yang ada di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman. Hal ini juga disebutkan oleh Sugiyono bahwa teknik Triangulasi 55
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm. 365 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 115 57 Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung : Tarsito, 2003), hlm. 115 56
32
digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda . Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner.58 2) Uji transferability/ keteralihan Dalam uji transferability dilakukan guna mengetahui ketepatan penerapan hasil penelitian terhadap obyek penelitian. Dengan uji ini, data yang diperoleh dari sampel yang diambil dari populasi tertentu akan dapat diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil. 3) Uji dependability Uji ini dilakukan untuk mengecek reliabilitas data. Maksudnya adalah apabila terdapat peneliti lain yang ingin mengulangi proses penelitian ini maka peneliti tersebut dapat mengulanginya. Adapun teknik yang dilakukan adalah dengan auditing terhadap keseluruhan proses penelitian yang dilakukan oleh orang lain yang tidak terlibat selama proses penelitian (dilakukan oleh pembimbing) untuk mengecek rekam jejak proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti. 4) Uji confirmability/ dapat dikonfirmasi Dalam penelitian kualitatif, uji ini dilakukan guna menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses penelitian. Uji ini tidak dapat dipisahkan dari uji dependability karena menguji hasil penelitian yang
58
Sugiyono, Metode Penelitian Kunatitatif, Kualitatif dan R&D, hlm. 372
33
diperoleh setelah proses penelitian yang telah dilakukan. Hasil dari uji confirmability ini adalah hasil penelitian dapat disepakati.
5. Metode Analisis Data Sebagaimana dikemukakan Miles dan Huberman (1994), analisis data kualitatif terdiri atas empat tahap, yaitu: 1) reduksi data (data reduction); 2) peragaan data ( data display); 3) penarikan kesimpulan (conclution drawing); dan 4) verifikasi.
59
Analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.60
59
Morissan, Metode Penelitian Survey, hlm. 27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 103
60
34
Implikasi Reward dan Punishment terhadap Pendidikan Karakter di SMA Negeri 1 Pemalang
Implikasi Reward dan Punishment terhadap Pendidikan Karakter di SMA PGRI 1 Taman
Teknik Pengumpulan Data Observasi
Wawancara
Teknik Pengumpulan Data
Studi Dokumentasi
Observasi
Wawancara
Studi Dokumentasi
Reduksi Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penyajian Data
Pengecekan data Triangulasi yaitu Membandingkan hasil pengumpulan data dengan metode yang berbeda : wawancara, observasi, studi dokumentasi
Pengecekan data Triangulasi yaitu Membandingkan hasil pengumpulan data dengan metode yang berbeda : wawancara, observasi, studi dokumentasi
Analisis dan Deskripsi Hasil Penelitian
Analisis dan Deskripsi Hasil Penelitian
Komparasi Hasil Penelitian di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman Penarikan Kesimpulan
Gambar 1.3 Skema Analisis Data
Dalam hal ini, sebagai upaya untuk mengolah data, peneliti pertama-tama perlu mengorganisir atau menyusun data yang telah diperolehnya secara kronologis menurut urutan kejadian selama penelitian berlangsung.
Selanjutnya
peneliti
melakukan
penelaahan
dan
penganalisasian terhadap data-data tersebut, mulai dari hasil wawancara dengan sumber primer baik berupa informasi kunci maupun informasi pendukung, pengamatan langsung di SMA Negeri 1 Pemalang dan SMA PGRI 1 Taman yang sudah dituliskan dari catatan lapangan, dan dokumen resmi berupa pengumuman, kebijakan sekolah dan sebagainya. Kemudian
35
diteruskan dengan melakukan reduksi data melalui cara abstraksi, menyusunnya
dalam
satuan-satuan,
mengadakan
kategorisasi
dan
melakukan proses pemeriksaan keabsahan data melalui teknik triangulasi. Data yang sudah diperiksa keabsahannya diinterpretasikan dan disajikan secara deskriptif. I. Sistematika Penulisan Adapun dalam menyusun laporan hasil penelitian dibutuhkan sistematika penulisan agar hasil penelitian ini tertuang secara sistematis dan terstruktur. Hasil penelitian akan dituangkan dalam 5 bab. Berikut adalah sistematika penulisannya: Bab pertama, pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua, berisi pembahasan tentang Reward dan Punishment Dalam Pendidikan Karakter yang terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu sub bab Reward dan Punishment dalam Pendidikan, meliputi Pengertian Reward dan Punishment; Tujuan Reward dan Punishment; Prinsip Pemberian Reward dan Punishment; sub bab Pendidikan Karakter dalam Manajemen Pendidikan, meliputi Pengertian Pendidikan Karakter; Hakikat, Tujuan, dan Implementasi Pendidikan Karakter; Fungsi-fungsi Pendidikan Karakter; Pendekatan Pendidikan Karakter; Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter; Manajemen Pendidikan Karakter Terpadu dalam Manajemen Sekolah;
36
Bab ketiga berisi tentang Pelaksanaan Reward dan Punishment Dalam Pendidikan Karakter di SLTA Pemalang yang terdiri dari: Situasi Umum Sekolah Tinggi Lanjutan Atas (SLTA) di Kabupaten Pemalang; Situasi Umum SMA Negeri 1 Pemalang yang meliputi Visi dan Misi Sekolah, Stuktur Organisasi Sekolah, Faktor Personal, Faktor Penunjang, Reward dan Punishment serta Implikasinya terhadap Pendidikan Karakter; Situasi Umum SMA PGRI 1 Taman yang meliputi Visi dan Misi Sekolah, Struktur Organisasi Sekolah, Faktor Personal,Fasilitas Penunjang, Reward dan Punishment Serta Implikasinya Terhadap Pendidikan Karakter; Bab keempat adalah tentang Implikasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter di SLTA Pemalang yang terdiri dari sub bab Implementasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter yang meliputi Implementasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter di SMA Negeri 1 Pemalang dan Implementasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter Di SMA PGRI 1 Taman; sub bab ke dua Implikasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter yang meliputi Implikasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter bagi Peserta didik SMA Negeri 1 Pemalang dan Implikasi Reward dan Punishment Terhadap Pendidikan Karakter bagi Peserta didik SMA PGRI 1 Taman. Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran. Tesis ini diakhiri dengan daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup peneliti.