BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindiran adalah ujaran yang mengungkapkan kebalikan dari fakta yang sebenarnya yang biasanya digunakan untuk mencela orang secara implisit atau tidak langsung. Menurut Merriam-Webster Dictionary (2015) sindiran ‘tease’ atau ‘allusion’ dan menyindir ‘to tease’ yaitu menertawakan atau mengkritik seseorang baik secara bersahabat atau bercanda maupun secara kasar. Selain itu sindiran dalam bahasa Inggris juga dapat berarti allusion yaitu pernyataan yang mengacu pada sesuatu tanpa menyebutkannya secara langsung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sindiran adalah perkataan atau gambar yang dimaksudkan untuk menyindir seseorang atau ejekan atau celaan yang tidak langsung. Sindirian menjadi salah satu cara yang digunakan penutur untuk menegur lawan tuturnya dengan cara yang halus karena dalam sindiran penutur tidak secara langsung mencela lawan tuturnya melainkan menggunakan permainan kata-kata. Sindiran dituturkan dalam situasi dan hubungan yang paling masuk akal atau memungkinkan dalam pernyataan-pernyataan yang bertentangan dan yang dipahami sebagai sebuah permainan (Bateson: 1972 , Goffman: 1975 dalam Eisenberg, 1986: 185). Segala aspek kehidupan seseorang dapat dijadikan sebagai bahan sindiran misalnya penampilan fisik, masalah ekonomi atau finansial, kehidupan percintaan, masalah sosial, masa lalu dan lain sebagainya.
Selain itu, sindiran termasuk kedalam tuturan yang secara spontan dan tidak terencana.
Ochs (1979) dalam Wardhaugh (1988: 287) mengemukakan bahwa
terdapat dua jenis tuturan yaitu tuturan yang dituturkan secara terencana dan tidak terencana. Sindiran menjadi salah satu cara yang efektif untuk mencela ataupun bercanda dengan lawan tutur karena lawan tutur akan merasa lebih tersakiti apabila disindir. Apabila lawan tutur merasa tersakiti maka lawan tutur akan memberikan respon terhadap suatu sindiran. Respon lawan tutur ini dapat dijadikan indikator berhasil atau tidakkah suatu sindiran. Sindiran merupakan salah satu sifat individu yang digunakan untuk bersenang-senang dan bercanda yang dipandang sebagai sifat yang buruk dan dapat menyakiti lawan tutur (Kowalski, 2000). Grice (1975) dalam Parker (1986: 21) menyebutkan bahwa sebuah tuturan dapat menyiratkan suatu hal secara tidak langsung. Sindiran merupakan perkataan yang tidak langsung atau implisit dan biasanya berkebalikan dari kenyataan. Dikarenakan tuturan dalam sindiran bersifat implisit maka tuturan sindiran mengandung banyak implikatur. Implikatur adalah cara dalam menginterpretasikan tuturan yang dituturkan oleh penutur. Menurut Mei (1993) dalam Nadar (2009) implikatur adalah untuk memahami yang diucapkan oleh penutur maka lawan tutur harus menginterpretasikan tuturannya. Hal tersebut membuat sindiran merupakan tuturan off record. Sindiran merupakan tuturan off record yang penjelasannya bukanlah arti sesungguhnya (Keltner, 2008).
Walaupun sindiran bersifat implisit dan sering digunakan untuk mencela, jenis tuturan ini juga memiliki tingkat kesopanan dalam penuturannya. (1) Season 1 Episode 1 (01.56) Kath : ‘Oh you being stupid. You just can’t leave your husband.’ ‘Oh kamu bodoh. Kamu tidak bisa begitu saja meninggalkan suamimu.’ Kim : ‘I’m stupid am I. Does mellanie Grifith stupid? Does Rachel Hunter Stupid? Because they left bad marriages.’ ‘Aku bodoh. Benar aku bodoh. Apakah Mellanie Grifith bodoh? Apakah Rachel Hunter bodoh? Karena mereka bercerai.’ Konteks : Kath dan Kim adalah sepasang ibu dan anak. Kath adalah seorang orang tua tunggal. Kim sedang bertengkar dengan suaminya dan ingin bercerai darinya. Kemudian kim memutuskan untuk kembali tinggal bersama ibunya. Ibunya, kath, terkejut melihat kedatangan kim dan tidak habis pikir kenapa kim begitu gegabah mengambil keputusan. (2) Season 1 Episode 1 (05.03) Kim : ‘Where are you going?’ ‘Mau pergi kemana?’ Kath : ‘I don’t know. Just go somewhere. Somewhere bit special. Maybe Chinnese.’ ‘Aku tidak tahu. Ke suatu tempat mungkin. Suatu tempat yang sedikit spesial. Ke restoran China mungkin.’ Kim : ‘Not that special for one 800 million Chinesse.’ ‘Nggak begitu spesial untuk 800 juta orang China.’ Konteks: Kath berdandan dan terlihat akan pergi. Kim menanyakan kemana ibunya akan pergi. Kath yang belum yakin akan pergi kemana dan menjawab mungkin akan makan masakan China yang menurut Kath hal tersebuty spesial. (3) Season 4 Episode 1 (1.21) Kim : ‘Guess what. We got some news.’ ‘Tebak. Kami punya berita bagus.’ Kath : ‘You fully engaged.’ ‘Kalian resmi bertunangan.’ Kim : ‘Better than that.’ ‘Lebih bagus.’ Sharon : ‘You bought a home unit.’
‘Kamu membeli rumah.’ : ‘No.’ ‘Bukan.’ Kath : ‘Come on. Speak you guys. I’m shivering with anxeaty.’ ‘Ayo bicara. Aku menggigil karena penasaran.’ Kim : ‘Brett is taking me on a romantic holiday to the Hyatt Coloum.’ ‘Brett mengajakku untuk liburan romantis ke Hyatt Coloum.’ Sharon : ‘Oh wow.’ ‘Oh wow.’ Kath : ‘Wow Coloum. That exist. How can you afford that?’ ‘Wow Coloum. Benar ada. Bagaimana kamu bisa membayarnya?’ Kim
Kim menceritakan kepada Kath dan Sharon bahwa Brett mengajaknya untuk liburan ke Hyatt Coolum. Kath dan Sharon terkejut karena Hyatt Coolum merupakan hotel mewah dan bagi mereka hal tersebut sedikit tidak mungkin apabila Brett mengajak Kim ke sana karena Brett dan Kim sedang dalam masalah keuangan bahkan mereka saat ini menumpang tinggal di rumah Kath. Dari ketiga contoh di atas dapat dilihat bahwa sindiran dalam bahasa Inggris Australia memiliki berbagai bentuk kalimat. Melalui bentuk kalimat tersebut dapat terlihat strategi sindiran yang dipakai. Strategi adalah cara yang digunakan penutur untuk menuturkan tuturannya. Dari contoh di atas terdapat 3 jenis strategi yang digunakan yaitu dengan menggunakan kalimat tanya atau interogatif, kalimat berita atau deklaratif, dan kalimat perintah atau imperatif. Pada contoh 1 sindiran yang dituturkan berbentuk kalimat tanya atau introgatif, pada contoh 2 berbentuk kalimat berita atau deklaratif dan pada contoh 3 berbentuk kalimat seru atau interjektif. Selain strategi sindiran, dari ketiga contoh di atas dapat diketahui jenis-jenis sindiran seperti kontradiksi, ironi, sinisme, sarkasme, pertanyaan retoris dan tautologi. Pada contoh 1 penutur menggunakan pertanyaan retoris sebagai strategi sindiran, pada contoh 2 penutur menggunakan sarkasme dalam sindirannya.
Selain strategi, sindiran juga dapat dibedakan berdasarkan tujuan sindirannya. Biasanya sindiran digunakan untuk mengejek lawan tuturnya tetapi sindiran juga memiliki tujuan lain selain mengejek. Misalnya, pada contoh 1 tujuan penutur dalam menggunakan sindiran adalah untuk memprotes, pada contoh 2 penutur bertujuan untuk mengejek lawan tuturnya, dan pada contoh 3 tujuan penutur adalah untuk mengungkapkan ketidakpercayaan. Selain itu, sindiran juga dapat mengekspresikan berbagai macam emosi seperti marah, sedih, kesal, keluhan, dan lain sebagainya. Penelitian ini akan mengkaji sindiran yang terdapat dalam serial TV berjudul Kath and Kim. Kath and Kim merupakan serial TV Australia yang bergenre komedi satir. Serial TV ini mengkritisi tentang kehidupan sosial masyarakat Australia baik dari segi penggunaan bahasa, budaya, kebiasaan, dan keseharian masyarakat Australia. Serial TV ini terdiri dari 4 season dan masing-masing season terdiri dari 8 episode. Kath and Kim merupakan salah serial TV yang memiliki rating tinggi di Australia bahkan serial ini dibuat versi Amerika dan film.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pada subbab sebelumnya maka permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana strategi sindiran dalam serial TV Kath and Kim ? 2. Bagaimana fungsi sindiran dalam serial TV Kath and Kim ? 3. Apa saja faktor sosial yang mempengaruhi munculnya sindiran dalam serial TV Kath and Kim?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menguraikan strategi sindiran dalam serial TV Kath and Kim.
2.
Menguraikan fungsi sindiran dalam serial TV Kath and Kim.
3.
Mendeskripsikan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi munculnya sindiran dalam serial TV Kath and Kim.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat tambahan terhadap ilmu pengetahuan dalam bidang linguistik khususnya kajian pragmatik. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang strategi pada tuturan yang mengandung sindiran dalam bahasa Inggris Australia. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan pemahaman lebih mengenai sindiran sehingga mampu membantu kelancaran dalam komunikasi seharihari. 1.5 Tinjauan Pustaka Walaupun sering ditemukan tuturan yang mengandung sindiran di dalam keseharian kita bersosial namun masih jarang para ahli yang membahas sindiran dalam kajian lingusitik. Banyak data yang bisa didapat baik dari film, programprogram televisi, internet, sosial media bahkan tuturan langsung melalui percakapan
langsung dalam komunikasi sehari-hari. Namun, sampai saat ini para ahli lebih cenderung meneliti sindiran dari sudut pandang
sastra. Melihat hal tersebut,
penelitian terhadap sindiran dalam kajian linguistik masih terbuka untuk dilakukan baik sindiran dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Penelitian ini akan memfokuskan pada sindiran dalam bahasa Inggris. Ada dua penelitian sebelumnya yang telah mengkaji sindiran seperti penelitian yang dilakukan oleh Erna Zulaeni tentang sindiran dalam tulisan berbahasa Inggris, dan Aprilia Firmonasari mengenai penerjemahan sindiran dari Bahasa Prancis ke Bahasa Indonesia. Sindiran juga diteliti oleh Erna Zualeni (2014) yang berjudul Sindiran in English Written Form. Dalam penelitiannya, data berupa berita gosip (gossip news) yang terdapat dalam The Hollywood Gossip (thehollywoodgossip.com). Dari hasil penelitian tersebut adalah 1) sindiran dalam bahasa Inggris dalam bentuk tulisan disoroti, ditulis dengan huruf besar, dan langsung, 2) sindiran ditulis dengan huruf yang mewakili suara, 3) sindiran ditulis dalam bentuk pernyataan yang meniadakan pernyataan sebelumnya, 4) sindiran merupakan kebalikan dari kenyataan, 5) sindiran mengacu pada realitas, 6) sindiran melanggar tata bahasa tradisional, 7) sindiran ditulis dengan tanda kutip, 8) penulis mengindikasikan bahwa sumber informasi tidak dapat dipertanggungjawabkan, 9) sindiran adalah ekpresi yang dituliskan secara berlebihan, 10) sindiran dalam bentuk seruan, dan 11) sindiran dapat berbentuk parodi.
Aprilia Firmonasari (2001) dalam penelitian mandiri meneliti Penerjemahan Kalimat sindiran Bahasa Prancis ke Bahasa Indonesia: Sebuah Tinjauan Pragmatik. Data yang digunakan adalah dialog-dialog dalam serial komik berbahasa Prancis yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk menganalisis data, digunakan pendekatan pragmatik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa kalimat sindiran dalam komik 1) harus ada penutur yang mengutarakan suatu ilokusi kepada lawan tutur, 2) lawan tutur harus mampu menginterpretasikan maksud penutur, 3) sindiran akan lebih mengena apabila penutur dan lawan tutur dibangun berdasarkan konteks, 4) sebagian besar kalimat sindiran berupa dialog, dan 5) sindiran dapat berbentuk literal dan tidak literal. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini memfokuskan pada tuturan dalam bahasa Inggris yang mengandung sindiran. Data yang digunakan adalah percakapan atau dialog pada serial TV yang diproduksi oleh Australia. Untuk menganalisa data peneliti menggunakan kajian pragmatik.
1.6 Landasan Teori Ada berbagai cara dalam mengekspresikan emosi atau perasaan. Salah satunya adalah dengan sindiran. Sindiran biasanya digunakan dalam situasi-situasi tertentu ketika seorang individu berada dalam situasi yang penuh tekanan dan emosi seperti kemarahan, jengkel, dan kesal. Sindiran dapat digunakan untuk menegur, mengkritik, mengingatkan, bahkan mencela lawan tutur. Sindiran tentu saja dapat melukai perasaan lawan tutur namun bisa juga tidak melukai lawan tutur. Menurut
Kothoff (2007) dalam Dynel (2008), kategori sindiran berdasarkan pragmatik meliputi provokasi yang menyenangkan berdasarkan perbedaan sikap antara kelompok sosial, sindiran sebagai kritik, dan sindiran fiksi tanpa ada peristiwa nyata yang mendasarinya atau sikap kritis. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, sindiran adalah perkataan atau gambar yang bertujuan untuk mencela, mengejak atau mengkritik seseorang secara tidak langsung. Kata kerja dari sindiran adalah menyindir yang berarti tindakan mencela atau mengkritik seseorang secara tidak langsung. Dalam Merrriam Webster Dictionary, menyindir ‘tease’ adalah tindakan menertawakan, mengganggu, menggoda, atau mengkritik seseorang secara kasar atau hanya untuk bercanda. Sedangkan dalam Oxford Dictionary dijelaskan bahwa menyindir ‘tease’ adalah menertawakan atau mengkritik seseorang secara kasar maupun untuk bercanda. Selain itu, sindiran didefinisikan sebagai komunikasi persona antara penutur dan lawan tutur yang di dalamnya terdapat agresi, humor, dan ambiguitas (Hayden-Wade et. al, 2005). Jadi, sindiran adalah tuturan tidak langsung yang biasanya memiliki tujuan negatif seperti mengejek, mengkritik, menertawakan, menggoda dan lain sebagainya yang biasanya berkebalikan dengan maksud sebenarnya. Sindiran termasuk ke dalam tuturan tidak langsung atau indirect speech. Dalam tuturan tidak langsung mitra penutur harus mampu untuk menginterpretasikan apa yang dituturkan oleh penutur. Menurut Campos (2007), dalam menyampaikan sindiran, penutur menggunakan strategi off-record yang menggabungkan maksud dan mengurangi permusuhan dalam tuturan yang biasa. Penanda tuturan-tuturan off
record seperti memberikan komentar secara verbal, membuat mimik muka lucu, menggunakan alat-alat gramatikal seperti pengulangan dan melebih-lebihkan, dan memberikan isyarat menandakan bahwa sindiran bukanlah termasuk tuturan langsung. Setiap bentuk tuturan memiliki strategi dalam penyampaiannya, begitu pula dengan sindiran. Oleh karena sindiran termasuk ke dalam tuturan tidak langsung maka strategi yang digunakan adalah strategi off record yang dikemukakan oleh Brown and Levinson. Dalam Brown and Levinson (1987: 216) dijelaskan bahwa tuturan off record terjadi apabila tidak memungkinkan untuk menggunakan tuturan langsung sehingga memunculkan lebih dari satu interpretasi. Oleh karena itu, mitra tutur harus mampu menginterpretasikan apa yang sebenarnya penutur maksud. Untuk mencapai tuturan tersebut Brown and Levinson
(1987: 216) mengemukakan
setidaknya ada 15 strategi off record, yaitu sebagai berikut: a. Strategi off record dengan memberi petunjuk (Give hint) Stretegi off record dengan memberi petunjuk adalah apabila penutur menuturkan tuturan yang kurang berhubungan atau relevan sehingga lawan tutur harus dapat menginterpretasikan tuturan penutur. Kebanyakan tuturan off record tercapai dengan memberikan petunjuk kepada lawan tuturnya. Contoh: 1) It’s cold in here. Tuturan di atas dapat diinterpretasikan bahwa penutur ingin lawan tutur menutup pintu atau jendela agar angin tidak masuk.
b. Strategi off record dengan memberikan petunjuk yang berasosiasi (Give association clues) Strategi off record dengan memberikan petunjuk yang berasosiasi yaitu tuturan yang mengharapkan suatu tindakan dari lawan tutur. Dalam strategi ini, penutur dan lawan tutur sebaiknya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sama. Contoh: (2) Oh God, I’ve got a headache again. Pada contoh (2) ketika penutur dan lawan tutur memiliki pengetahuan yang sama maka lawan tutur akan mengerti apa yang dimaksudkan dengan ujaran penutur pada contoh (2). c. Strategi off record dengan perkiraan atau persangkaan (Presuppose) Tuturan dalam strategi off record dengan perkiraan atau persangkaan dapat digunakan untuk mengkritik. Dalam bahasa Inggris tuturan ini dapat ditandai dengan kata again, yet, dan kata penghubung yang menunjukkan pertentangan. Contoh: (3) I washed the car again today. Lawan tutur yang mendengar ucapan penutur tersebut memperkirakan bahwa penutur telah mencuci mobil beberapa kalinya. Pemakaian kata again memaksa lawan tutur untuk mencari relevansi antara kejadian yang terjadi hari itu. d. Strategi off record dengan mengecilkan lawan tutur (Understate) Dalam
strategi
ini
terjadi
pelanggaran
maksim
kuantitas.
Penutur
mengucapkan perkataan yang berbeda dengan yang ingin disampaikan atau mengurangi informasi yang akan disampaikan.
Contoh: (4) He’s all right. Contoh (4) bisa berarti sebuah kritikan untuk mengatakan bahwa dia payah. e. Strategi off record dengan cara melebih-lebihkan lawan tutur (Overstate) Strategi off record dengan melebih-lebihkan tuturan yaitu menuturkan lebih dari yang seharusnya dituturkan. Dalam strategi ini, penutur melebih-lebihkan tuturannya sehingga biasanya tuturannya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Contoh: (5) There were a million people in the Co-op tonight! Contoh (5) dapat diinterpretasikan sebagai alasan untuk telat atau tidak bisa bertemu karena adanya jutaan orang di Co-op. f. Stategi off record dengan menggunakan tautologi (Use tautalogies) Strategi dengan menggunakan tautologi digunakan untuk menuturkan tuturan paten dan kebenaran yang diperlukan. Dengan menggunakan tautologi, penutur mengharapkan lawan tuturnya untuk dapat menginterpretasikan ujaran yang informatif dari tuturan yang tidak informatif. Tautologi dapat digunakan untuk menyatakan alasan, kritik, atau keluhan. Contoh: (6) War is war. Contoh (6) merupakan pernyataan untuk mengutarakan alasan. Di sini lawan tutur harus mencoba mencari tahu apa yang dimaksud oleh penutur. g. Strategi off record dengan menggunkaan pertentangan (Use contradictions)
Penutur menggunakan dua hal yang saling bertentangan dalam tuturannya. Dalam strategi ini, penutur memberikan petunjuk bahwa dia tidak bisa mengungkapkan hal yang sebenarnya sehingga dia memilih untuk menggunakan pertentangan. Selain itu, strategi ini juga dapat digunakan untuk mengungkapkan keluhan atau kritik. Contoh: (7) A : Are you upset about that? B : well, yes and no. Pernyataan B kontradiktif karena menyatakan sesuatu yang bertentangan yaitu dengan penggunaan kata yes ‘ya’ dan no ‘tidak’. h. Strategi off record dengan menggunakan ironi (Be Ironic) Ironi adalah ujaran yang menyatakan kebalikan dari yang dimaksudkan oleh penutur. Tuturan ironi juga dapat digabungakan dengan mengecilkan tuturan. Dalam ironi terjadi pelanggran maksim kualitas. Contoh: (8) John is a real genius. Contoh (8) dapat berarti sebaliknya. Kata genius digunakan untuk menyindir John yang sebenarnya bodoh. Misalnya, John melakuan kesalahan secara berturut kemudian penutur berkata bahwa John genius. i. Strategi off record dengan menggunakan metafora (Use metaphors) Penggunaan metafora biasanya bersifat on record tetapi tetap terdapat kemungkinan bahwa konotasi dalam metafora bersifat off record. Contoh: (9) Harry’s real fish.
Contoh (9) memiliki banyak interpretasi antara lain bahwa Harry adalah seorang jago renang atau Harry kuat minum (alkohol) seperti ikan. j.
Strategi off record dengan menggunakan pertanyaan retoris (Use rethorical questions) Use rethorical question yaitu menanyakan pertanyaaan yang tidak
memerlukan jawaban atau sudah mengetahui jawabanya. Strategi ini bisa untuk menyatakan kritik seperti What can I say? atau alasan seperti How was I to know...?. k. Strtaegi off record yang menyatakan tuturan secara ambigu (Be ambiguous) Strategi ini dapat tercapai melalui metafora. Selain itu, dalam tuturan yang ambigu tidak begitu jelas konotasi metafora yangmana yang ingin dimunculkan. Contoh: (10) John is a pretty sharp cookie. Kata sharp pada contoh (10) dapat berarti pujian namun juga dapat berarti ejekan. Hal tersebut bergantung pada konotasinya. l.
Strategi off record yang menyatakan sesuatu secara samar-samar (Be vague) Dengan off record memungkinkan penutur untuk menjadi samar siapakah
objek dalam tuturannya atau apakah celaannya. Hal ini dapat digunakan untuk menyatakan kritikan. Contoh: (11) Perhaps someone did something naughty. Kata someone tidak jelas ditujukan untuk siapa. Di sinilah yang menunjukan kesamaran.
m. Strategi off record yang menyatakan penyeragaman atau mengeneralisasi (Over-generalize) Aturan mengenai sesuatu yang diseragamkan bisa jadi meninggalkan objek FTA off record secara samar. Misalnya, ketika ada beberapa peraturan maka lawan tutur berhak untuk memutuskan yang mana peraturan yang diterapkan terhadap dirinya. n. Strategi off record dengan menggantikan posisi lawan tutur (Displace H) Penutur menujukan ujaran kepada lawan
tutur yang bukan dia maksud
sebenarnya yang tidak akan terancam mukanya dan berharap bahwa ujarannya dapat mengenai target (lawan tutur) yang sesungguhnya. Misalnya, A, B, dan C berada di meja makan. A meminta tolong kepada B untuk mengambilkan garam yang mana sesungguhnya ujaran A ditujukan kepada C karena C lah yang lebih dekat dengan botol garam. o.
Strategi off record dengan menggunakan kalimat elipsis (Be incomplete, use ellipsis) Ujaran yang mengandung elipsis disahkan oleh berbagai variasi konteks
dalam tuturan. Penutur bisa tidak menyelesaikan kalimat yang dituturkannya dan membiarkannya mengantung atau dapat juga diakhiri dengan pertanyaan retoris. Selain strategi, setiap penutur memiliki tujuan atau maksud dalam setiap tuturannya. Leech (1993: 164) menyebut tujuan, maksud atau makna sebuah tuturan dengan istilah fungsi. Searle dalam Yule (1996: 53-55) mengkategorikan lima fungsi
tuturan, yaitu a) asertif, b) direktif, c) komisif, d) ekspresif, dan e) deklaratif. Berikut uraian fungsi tuturan menurut Searle: a. Asertif (assertive) Asertif adalah tuturan yang terikat terhadap kebenaran yang dituturkan penutur, misalnya mengeluh, menyatakan, berpendapat, melaporkan, membual, dan mengusulkan. Tuturan asertif cenderung bersifat sopan kecuali untuk membual dan mengeluh. b. Direktif (directives) Direkif adalah tuturan yang bertujuan agar lawan tutur dapat melakukan atau mengambil tindakan atas apa yang dituturkan penutur seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan menasehati. c. Komisif (commisives) Komisif adalah tuturan yang berkaitan dengan tindakan yang mengacu pada masa akan datang misalnya, menjanjikan, menawarkan, dan berkaul. d. Ekspresif (expressives) Fungsi ekspresif adalah tuturan yang bertujuan untuk mengungkapkan perasaan atau emosi penutur terhadap suatu situasi misalnya berterimakasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengecam, memuji, dan sebagainya. e. Deklaratif (declaratives) Fungsi deklaratif adalah tuturan yang berkaitan dengan kesesuain realitas seperti, mengundurkan diri, membaptis, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain. Tuturan deklaratif biasanya dituturkan oleh orang yang memiliki wewenang seperti
pendeta saat membaptis, atasan saat memecat, hakim yang memutuskan perkara, dan pejabat yang meresmikan acara atau gedung. Strategi dan fungsi tuturan tidak lepas dari konteks. Konteks berhubungan erat dengan situasi ujar. Dalam setiap tuturan terdapat konteks dan situasi ujar yang melatarbelakanginya. Leech (1993: 19) mengemukakan terdapat 5 aspek dalam situasi ujar, yaitu: a. penutur dan lawan tutur adalah peserta tutur dalam percakapan. Penutur adalah orang yang menyapa sedangkan lawan tutur adalah orang yang disapa. Peserta tutur tidak hanya bersifat dalam percakapan lisan tetapi juga dalam tulisan yaitu sebagai penulis dan pembaca. Beberapa aspek yang sering berkaitan dengan penutur adalah usia, watak, status sosial, jenis kelamin, tingkat kekerabatan dan lain-lain. b. konteks tuturan yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur untuk membantu menafsirkan makna tuturan. c. tujuan tuturan. Setiap penutur memiliki tujuan dalam penyampain tuturannya. d. tuturan sebagai bentuk tindakan yaitu melihat tuturan dari sudut pandang pragmatik sebagai bentuk verbal kalimat yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. e. tuturan sebagai produk tindak verbal yaitu tuturan sebagai produk suatu tindakan verbal yang mengacu pada makna tuturan. Gumperz and Hymes juga mengemukakan bahwa dalam tuturan harus memperhatikan SPEAKING yaitu 1) setting (tempat dan waktu) yaitu tempat dan waktu tuturan berlangsung termasuk kondisi psikologis dan kultural, 2) participants
(peserta tutur) yaitu penutur dan lawan tutur, 3) ends (tujuan) yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam situasi tutur, 4) acts of sequence (urutan tutur) yaitu bentuk saluran tutur dapat berupa lisan ataupun tulisan, 5) key (cara) yaitu cara dalam menyampaikan tuturan, 6) instrumentalities (media) yaitu penggunaan kaidah berbahasa dalam tuturan , 7) norms (norma) yaitu aturan yang berlaku dalam interaksi, dan 8) genre (kategori tuturan) yaitu jenis tuturan misalnya puisi, surat, artikel atau lain sebagainya. Selain itu, Poedjosoedarmo (1985 dalam Nadar, 2009: 8-10) mengemukakan tuturan dipengaruhi oleh aspek-aspek tutur yang rangkum dalam O,O,E MAU BICARA. Berikut adalah penjelasannya: a. O1 (orang pertama) yaitu mencakup penutur dan latar belakang penutur itu sendiri seperti umur, jenis kelamin, status sosial, kepercayaan, dan etnik. b. O2 (orang kedua) yaitu lawan tutur. Dalam bertutur, penutur sebaiknya mengetahui latar belakang lawan tutur, tingkat keakraban, serta status sosial lawan tutur. c. E (warna emosi) yaitu suasana emosi penutur seperti marah, gugup, sedih, takut dan lain sebagainya. d. M (maksud dan tujuan) yaitu tujuan tuturan penutur. e. A (adanya orang ketiga) yaitu kehadiran orang ketiga dapat mempengaruhi percakapan. f. U (urutan tutur) yaitu terbentuknya proses tuturan dimulai oleh penutur sehingga lawan tutur akan mengikuti penutur. Hal ini berkaitan dengan bahasa yang digunakan formal atau infromal atau status sosial.
g. B (bab atau pokok pembicaraan) dapat mempengaruhi warna suasana bicara dan menentukan ragam bahasa yang digunakan. h. I (instrumen atau sarana tutur) yaitu alat yang digunakan dalam percakapan seperti telegram, surat, sms, telepn dapat mempengaruhi bentuk ujaran. i. C (citarasa tutur) yaitu ketepatan dalam memilih ragam bahasa yang digunakan disesuaikan dengan suasana, tempat dan waktu percakapan berlangsung. j. A (adegan tutur) yaitu berhubungan dengan tempat, waktu, dan peristiwa tutur. k. R (register khusus) yaitu bentuk wacana yang memiliki ketentuan-ketentuan tertentu. Seperti dalam pidato yang dimulai dengan sapaan kemudian diikuti salam, pembukaan, penyampaian isi, dan terakhir penutup. l. A (aturan) yaitu aturan atau norma yang harus diikuti penutur dan lawan tutur. Hal ini berhubungan dengan kejelasan berbicara atau aturan mengenai hal-hal yang boleh ditanyakan dan yang tidak boleh ditanyakan.
1.7 Metode Penelitian Secara umum metode penelitian dibagi menjadi dua yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Menurut Neuman (2000:33) metode penelitian dibagi menjadi dua yaitu 1) kuantitatif dalam bentuk angka, 2) kualitatif yaitu penelitian dalam bentuk deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: a. Penjaringan data
Tahap pertama dalam penelitian adalah tahap penjaringan data. Pada tahap ini dilakukan penyediaan data untuk kepentingan analisis (Sudaryanto, 1993: 5-6). Data dalam penelitian ini adalah data lunak atau data lisan yaitu data yang berupa tuturan yang terdapat dalam serial TV Kath and Kim. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode simak atau observasi. Metode simak adalah pengumpulan data bahasa dengan mendengarkan. Teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik dasar sadap dan teknik simak bebas libat cakap. Dalam teknik ini peneliti menyimak kemudian menyadap tuturan-tuturan dalam serial TV Kath and Kim yang mengandung sindiran. Setelah penentuan data selesai, kemudian peneliti menggunakan teknik catat untuk menjaring data. Teknik catat adalah teknik penjaringan data yang dilakukan dengan mencatat data lisan yang telah ditentukan. Teknik catat ini digunakan untuk mencatat tuturan-tuturan dalam serial TV Kath and Kim yang mengandung sindiran.
b. Pengolahan data Dalam penelitian ini digunakan metode padan pragmatis untuk menganalisis data. Unsur luar bahasa digunakan sebagai alat penentu dalam metode ini. Menurut Sudaryanto (1993:15) metode padan pragmatis digunakan dalam penelitian kebahasaan apabila tuturan yang dituturkan penutur memunculkan reaksi tertentu terhadap lawan tuturnya. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik pilah unsur penentu dan daya pilah pragmatis sebagai penentunya. Teknik
pilah unsur penentu menurut Kesuma (2007:51) adalah teknik analisis data dengan cara memilah-milah satuan kebahasaan dan alat penentunya adalah daya pilah yang bersifat mental yang ada dalam diri penelitinya. Daya pilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah daya pilah pragmatis. Daya pilah pragmatis menggunakan mitra wicara sebagai alat penentunya. Tahap dalam pengolahan data ini yaitu pertama mencatat tuturan yang mengandung
sindiran.
Kemudian
sindiran-sindiran
tersebut
diklasifikasikan
berdasarkan bentuk kalimat dan tujuan. Tahap selanjutnya adalah menjelaskan strategi yang digunakan dalam sindiran menggunakan teori off record oleh Brown dan Levinson serta menjelaskan fungsi sindiran yang terdapat dalam serial TV Kath and Kim. c. Penyajian data Sudaryanto (1993: 144-145) membagi dua teknik dalam metode penyajian data yaitu, metode penyajian informal dan formal. Metode penyajian informal adalah metode dengan kata-kata sedangkan metode penyajian formal adalah metode dengan menggunakan lambang atau tanda. Hasil dari analisi data dalam penelitian ini akan menggunakan metode penyajian informal yaitu penyajian data dalam bentuk tulisan bukan lambang.
1.8 Sistematika Penelitian Penelitian ini terdiri atas 5 bab yaitu bab pertama adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penlitian, tinjauan pustaka, landasan teori serta metode penelitian. Bab kedua menjelaskan mengenai klasifikasi sindiran berdasarkan bentuk kalimat dan tujuan sindiran. Bab ketiga mendeskripsikan mengenai strategi sindiran yang terdapat dalam serial TV Kath and Kim dengan menggunakan teori off record dari Brown dan Levinson. Bab keempat menjabarkan fungsi sindiran yang terdapat dalam serial TV Kath and Kim. Bab kelima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.