BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan, atau fakta
kultural, sebab merupakan hasil ciptaan manusia. Meskipun demikian, karya itu mempunyai eksistensi yang khas yang membedakannya dari fakta kemanusiaan dan menyamakannya dengan sistem seni rupa, seni suara, dan sebagainya. Kalau sistem lainnya seringkali dianggap sebagai satuan yang dibangun oleh hubungan antartindakan, karya sastra merupakan satuan yang dibangun atas hubungan antara tanda dan makna, antara ekspresi dengan pikiran, antara aspek luar dan aspek dalam. Dalam pengertian serupa, Mukarovsky (1978) menyebut karya sastra khususnya dan karya seni umumnya sebagai fakta semiotik (Faruk, 2012:77). Adapun menurut Lotman, secara eksplisit karya sastra sebagai teks yang terstruktur secara semiotis sekaligus alat atau tindak komunikasi. Lotman juga menambahkan bahwa dalam produksi estetika, yaitu karya seni harus berhadapan dengan replika kenyataan. Meskipun demikian, replika tersebut disembunyikan dalam situasi semiotik sebagai sebuah kemungkinan (via Rosyidi, dkk., 2010:97). Tentu saja, seorang penyair tidak akan secara langsung mengemukakan maksudnya, tetapi ia akan membawa pembaca untuk ikut merasakan dan mengalami seperti yang ia rasakan dan alami (Pradopo, 2012:49). Karya sastra sebagai objek semiotik memiliki sistem ketandaan yang menjadi seperangkat prosedur penafsiran bagi pembacanya (Rosyidi, dkk., 2010:100). Tanda sendiri adalah sesuatu yang menunjuk kepada sesuatu yang lain
1
dan mewakili sesuatu yang lain tersebut. Adapun ciri-ciri tanda adalah selalu bersifat representatif, mempunyai hubungan dengan tanda lain, sesuatu yang dilambangkan, dan dengan sesuatu yang memakai tanda itu (Noor, 2005:82). Karya sastra jenis apa pun, baik itu puisi ataupun prosa dengan sendirinya dapat dipandang sebagai gejala semiotik atau gejala tanda. Sebagai tanda, makna karya sastra dapat mengacu kepada sesuatu di luar karya sastra itu sendiri ataupun di dalam karya sastra (Riffaterre, 1978:1). Salah satu genre sastra yang banyak mengungkapkan sistem tanda di dalamnya adalah puisi. Hal ini disebabkan karena kompleksitas puisi itu sendiri dimana terdapat banyak kiasan-kiasan dan pemadatan yang menyatakan sesuatu hal secara implisit, sugestif, dan mempergunakan ambiguitas (Jabrohim, 2001:95). Seperti yang diungkapkan Nurgiyantoro (2005:26) bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang singkat, padat, sedikit kata-kata, tetapi dapat mendialogkan sesuatu yang lebih banyak. Riffaterre juga menambahkan bahwa puisi mengekspresikan konsepkonsep dan benda-benda secara tidak langsung. Sederhananya, puisi mengatakan satu hal dengan maksud hal lain. Hal inilah yang membedakan puisi dari bahasa pada umumnya. Puisi mempunyai cara yang khusus dalam membawa maknanya (1978:2). Adapun dalam bahasa Arab, puisi dikenal dengan istilah as-syi’r. Salah satu kategorias-syi’r adalah syi’r h}urriyyah (puisi bebas), yaitu syi’r yang tidak lagi terikat olehwazanataubah}r danqa>fiyah, tetapi lebih mengutamakan rasa (Kamil, 2009:17). Lahirnya puisi bebas tersebut, tidak terlepas dari pengaruhpengaruh eksternal, baik dunia Barat maupun Timur. Alhasil, tema-temannya pun
2
lebih bervariasi, mulai dari cinta, politik, sosial, kebudayaan, peperangan, dan sebagainya. Seperti yang dikemukakan Sutiasumarga (2000:113), bahwa di era modern ini, para sastrawan Arab lebih terbuka terhadap pengaruh-pengaruh eksternal dan karya-karyanya pun lebih kaya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Beberapa pelopor puisi bebas antara lain, ‘Ali> Ahmad Sa’id(Adonis), penyair Lebanon Fadwa Tuqa>n (lahir 1917), penyair Suriah Niza>r alQabba>ni(lahir 1923), dan penyair asal Palestina, Mah}mu>d Darwi>sy. Dari berbagai tema dalam puisi Arab, salah satu tema yang menarik untuk dikaji adalah tentang Palestina, baik dari aspek geografis, hal-hal yang menarik di Palestina, keadaan masyarakat Palestina sebelum perang ataupun setelah perang berlangsung, perjuangan rakyat Palestina untuk melawan dan merebut kembali negaranya dari belenggu zionis Israel, dan lain sebagainya. Adapun salah satu puisi yang bertemakan Palestinaadalah puisi karya Syiha>b Muh}ammad yang berjudul al-Qudsu Anti. Puisi tersebut dipilih karena dalam pembacaan pertama, tampak memiliki sistem tanda yang lengkap untuk keperluan analisis, misalnya pada bait pertama puisi tersebut an-nu>ru anti, wa anti
asy-syamsu, wa al-qamaru “ kaulah cahaya, matahari, dan juga rembulan”, ketiga hal tersebut merupakan tanda yang menyimpan makna, sehingga perlu dilakukan analisis. Alasan kedua karena penulis tertarik dengan muqaddimah yang disampaikan oleh pengarang, bahwa tujuan penulisan syi’r al-Qudsu Anti adalah sebagai alat membunyikan genderang untuk menolong Jerusalem serta memberi tahu dunia bahwa Jerusalem dalam posisi hati-hati karena bahaya yang mengancam, sehingga orang-orang di dunia ini bisa mengetahuinya. Jerusalem
3
juga membutuhkan pertolongan, khususnya bagi mereka yang acuh tak acuh, mereka yang menutup telinga dan mata hatinya dari melihat kenyataan yang ada. Oleh karena itu, untuk memahami puisi tersebut, perlu adanya penelitian. Dalam hal ini, penulis akan menggunakan teori semiotik, karena menurut Pradopo (2012:121), untuk memahami makna puisisecara mendalam, sangat tepat apabila mengunakan teori semiotik. Studi semiotik sastra sendiri menurut Preminger adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagai sebuah sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna (via Jabrohim, 2001:99). Dengan menggunakan teori semiotik, diharapkan dapat memahami tandatanda yang ada dalam puisi al-Qudsu Anti karya Syiha>b Muh}ammad tersebut, sehingga dapat mengungkapkan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa makna yang terkandung dalam puisi al-Qudsu Anti karya Syiha>b Muh}ammad? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengungkapkan makna puisi al-Qudsu Anti karya Syiha>b Muh}ammad. 1.4
Tinjauan Pustaka Banyak karya sastra, termasuk puisi yang sudah diteliti melalui
pendekatansemiotik, baik puisi yang berjudul ‚al-Quds‛ sendiri maupun puisi-
4
puisi lain yang bertemakan Palestina. Berikut adalah dua dari penelitian yang menggunakan puisi berjudul ‚al-Quds‛karanganFairu>z dan Niza>r Qabba>niy. Pertama adalah penelitian yang berjudul S}u>ratu Falast}i>na fi> Qas}i>dati ‚al-Quds al-
Ati>qah‛ li Fairu>z: Dira>sah Tah{li>liyah Si>ma>iyyah li Ri>fa>tair, (Khomisah, 2008). Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda yang terdapat pada puisi tersebut menggambarkan kondisi yang dialami Palestina ternyata sudah sedemikian mengkhawatirkan. Beragam problem terus menghimpit negeri ini, baik problem dalam bidang sosial, keamanan, pendidikan, politik, maupun ekonomi. Karena berbagai masalah tersebut, membuat masyarakat Palestina hidup dalam ketidaktentraman dan berada di bawah garis kemiskinan. Selanjutnya, yang kedua adalah penelitan yang berjudul “Makna Puisi ‘al-
Quds’ dalam Antalogi al-Qas}a`> id as-Siya>siyyah Karya Niza>r Qabba>niy: Analisis Semiotik‛ (Dewi, 2012). Tanda-tanda dalam puisi tersebut menggambarkan ratapan kesedihan pada al-Quds, sebuah kota yang selalu ditimpa kesedihan dan penderitaan. Meskipun demikian, harapan-harapan Jerusalem akan menjadi kota yang damai, makmur, dan tentram tidak pernah padam. Penelitian lain yang bertemakan Palestina adalah puisi yang berjudul al-
Maza>mi>ru as\-S|ani> dalam Antalogi Uh}ibbuki au la> Uh}ibbuki Karya Mah}mu>d Darwi>sy (Rama, 2014). Dari penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tanda-tanda yang ada di dalamnya menggambarkan identitas rakyat Palestina di bawah penjajahan Israel yang membuat kehidupan mereka terkekang. Sebagai pemilik sah tanah air Palestina, rakyat Palestina berjuang dengan berbagai cara agar dapat merebut kembali Palestina. Salah satunya dengan memalsukan
5
identitas diri, agar dapat mendapatkan kebebasan dan taraf kehidupan yang lebih layak, namun segala upaya selalu saja dihalangi oleh zionis Israel, mulai dari peperangan hingga pembantaian secara besar-besaran. Selanjutnya adalah penelitian terhadap puisi karya Mah}mu>d Darwi>sy yang berjudul La>‘ibu an-Nardi dalam Antalogi La> Uri>du li Ha>z\i> al-Qas}i>dati an-
Tahtahiya (Musthafa, 2014). Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa tandatanda yang ada di dalamnya menggambarkan gugatan rakyat Palestina terhadap zionis Israel yang melakukan pendudukan di tanah rakyat Palestina yang secara jelas memiliki asal-usul, jati diri, dan identitas. Gugatan tersebut ditunjukan rakyat Palestina dalam bentuk perlawanan, baik melalui jalan diplomasi ataupun kekerasan, yang bertujuan untuk menunjukan bahwa Palestina adalah sebuah negara yang benar-benar eksis dan rakyat Palestina memiliki eksistensi di negara tersebut. Dari beberapa tinjauan pustaka di atas, penulis menyimpulkan bahwa penelitian terhadap puisi-puisi yang bertemakan Palestina sangat beragam, tetapi dari segi tahun penerbitan, puisi al-Qudsu Anti merupakan puisi terbaru yang menggambarkan tentang Palestina khususnya Jerusalem dibanding keempat puisi di atas. Puisi al-Qudsu Anti terbit pada tahun 2010. Puisi ‚al-Quds‛ yang dikarang oleh Fairu>z terbit pada tahun 1990-an dan puisi ‚al-Quds‛ karangan Niza>r Qabba>niy terbit pada tahun 1999, sedangkan puisi al-Maza>mi>ru as\-S|ani> dan
La>‘ibu an-Nardi karya Mah}mu>d Darwi>sy terbit pada tahun 1972 dan 2009. Selain dari segi penerbitan, jika dibanding dengan puisi-puisi di atas, puisi
al-Qudsu Anti memiliki keunggulan, yaitu lebih mendetail dalam mengungkapkan
6
segala peristiwa yang terjadi di Palestina dari sebelum kedatangan Zionis Israel sampai pada masa kedatangan Zionis Israel hingga saat ini. Oleh karena itu, penelitian terhadap puisi al-Qudsu Anti ini perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi Palestina termasuk Jerusalem sebagai kota yang diperebutkan oleh berbagai pihak serta menambah khazanah penelitian dalam bidang teori semiotik. 1.5
Landasan Teori Berdasarkan rumusan masalah di atas, untuk mengetahui makna puisi al-
Qudsu Anti karya Syiha>b Muhammad, maka digunakan teori semiotik, karena semiotik adalah pendekatan yang paling sesuai untuk memahami makna puisi (Riffaterre, 1978:ix). Semiotik sendiri berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsir tanda. Ada juga yang menyebutkan bahwa semiotik berasal dari kata semeion, yang berarti tanda pula. Dalam pengertian yang lebih luas, Ratna (2004:97) menambahkan bahwa sebagai teori, semiotik berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, dan apa manfaatnya bagi kehidupan manusia. Endraswara juga menyatakan bahwa semiotik adalah teori kritik sastra yang tergolong modern, dan prisip dasar yang dipegang oleh para kritikus adalah (1) memandang karya sastra sebagai cetusan ide yang penuh simbol, (2) memandang karya sastra sebagai ekspresi bahasa yang kaya akan makna (2013:41). Preminger mengemukakan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tandatanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem,
7
aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi-konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri yang menyebabkan adanya berbagai makna (via Pradopo, 2010:119). Adapun menurut de Saussure (via Teeuw, 2003:36) bahwa tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama lain: signifiant atau penanda dan signifie atau petanda. Signifiant adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu, sedangkan signifie adalah aspek kemaknaan atau konseptual. Dari berbagai pengertian semiotik yang dikemukakan para ahli, maka dalam penelitian puisi al-Qudsu Antikarya Syiha>b Muh}ammad ini akan menggunakan
teori
semiotik
Riffaterre,
yaitu
applied
theory
(teori
terapan).Applied theory adalah teoriterapan yang lebih bersifat teknis dan metodis. Riffaterre mengungkapkan empat metode dalam pemaknaan suatu puisi, yaitu ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik meliputi pembacaan heuristik dan hermeneutik, matrix (kata kunci), dan hipogram. Akan tetapi, dalam penelitian ini hanya akan menggunakan dua metode, yaitu ketidaklangsungan ekspresi dan pembacaan semiotik. Kedua metode tersebut akan diuraikan secara detail dalam subbab metode penelitian. 1.6
Metode Penelitian Metode dalam arti yang sederhana adalah cara. Jadi, metode penelitian
adalah bagaimana cara penelitian dijalankan. Dalam arti yang lebih luas metode adalah strategi, yaitu cara-cara memahami sesuatu atau langkah-langkah
8
sistematis dalam memecahkan masalah (Adi, 2011: 224). Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode yang dikemukakan Riffaterre dalam pemaknaan puisi, karena dari beragam semiotik yang dikemukakan oleh para ahli, metode semiotik yang dikemukakan Riffaterre dianggap paling komprehensif dalam usaha untuk memahami beragam simbol dan tanda yang terdapat dalam sebuah karya sastra khususnya puisi. Riffaterre
(1978:2-11)
mengemukakan
empat
hal
pokok
dalam
memproduksi makna puisi, yaitu ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan semiotik meliputi heuristik dan hermeneutik atau retroaktif, matrix atau kata kunci (key word), dan hipogram. Dari empat metode yang dikemukakan Riffaterre, dalam penelitian ini peneliti hanya akan menggunakan dua metode, yaitu ketidaklangsungan ekspresi dan pembacaan semiotik saja, meliputi pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif. Pradopo (2010:123) mengungkapkan bahwa pembacaan heuristik dan hermeneutik adalah metode yang lebih khusus untuk meneliti karya sastra secara semiotik. Metode pertama untuk mengungkapkan makna puisi al-Qudsu Anti adalah pembacaan heuristik, yaitu pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama (Riffaterre, 1978:5). Pembacaan heuristik dilakukan dengan menggunakan kode bahasa yang bersifat referensial, yaitu yang mengandaikan bahwa tanda-tanda yang terdapat di dalam teks puisi yang diteliti mengacu kepada satuan-satuan kenyataan yang terdapat dalam dunia empirik. Pembacaan ini hanya akan
9
membawa pada makna referensial yang heterogen, yang tidak bersesuaian satu sama lain, serangkaian ungramatikalitas (Faruk, 2012:144). Metode kedua adalah pembacaan hermeneutik, yaitu pembacaan berdasarkan konvensi sastra, sistem semiotik tingkat kedua (Riffaterre, 1978:5). Pembacaan ini menghubungkan satuan-satuan makna kebahasaan, yang berupa serangkaian ungramatikalitas secara oposisional, sehingga membentuk pasanganpasangan oposisi yang saling ekuivalen dan bersifat paradigmatik dengan bantuan konvensi sastra seperti yang dikemukakan Riffaterre. Konvensi sastra berfungsi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan makna simbolik yang dapat mempertemukan satuan-satuan makna kebahasaan yang satu dengan yang lain, untuk melampaui secara bertahap serangkaian ungramatikalitas yang ada (Faruk, 2012:148). Metode
selanjutnya
adalah
ketidaklangsungan
ekspresi.
Ketidaklangsungan ekspresi merupakan ekspresi yang menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi ini disebabkan oleh tiga hal, yakni penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Penggantian arti terjadi ketika tanda-tanda bergeser dari satu arti ke arti lain karena pemakaian metafora dan metonimi (Riffaterre, 1978:2). Adapun penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yakni ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense, sedangkan penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, di antaranya adalah pembaitan, enjambement, persajakan (rima), tipografi, dan
10
homologues (Pradopo,2010:129).Dalam penyajiannya, metode ketidaklangsungan ekspresi ini digabungkan menjadi satu dengan pembacaan hermeneutik. 1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian puisi al-Qudsu Anti karya Syiha>b
Muh}ammad ini dibagi menjadi empat bab, yaitu; Bab I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi Arab-Latin. Bab II meliputi biografi pengarang puisi yaitu Syiha>b Muh}ammad. Bab III berisi tentang hasil analisis terhadap puisi al-Qudsu Anti karya Syiha>b Muh}ammad. Bab IV berisi kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan. 1.8
Pedoman Translitrasi Arab-Latin Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan
pedoman transliterasi dari keputusan bersama Mentri Agama RI dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987. 1. Konsonan Konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf hijaiyah/disebut huruf Arab. Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
ا
Alif
tidak dilambangkan
ب
Ba
b
ت
Ta
t
ث
Śa
ṡ
11
ج
Jim
j
ح
Ha
ḥ
خ
Kha
kh
د
Dal
d
ذ
Żal
ż
ر
Ra
r
ش
Za
z
س
Sin
s
ش
Syin
sy
ص
Sad
ṣ
ض
Dad
ḍ
ط
Ta
ṭ
ظ
Za
ẓ
ع
‘Ain
‘
غ
Gain
g
ف
Fa
f
ق
Qaf
q
ك
Kaf
k
ل
Lam
l
م
Mim
m
ن
Nun
n
و
Wawu
w
ه
Ha
h
ء
Hamzah
`
ي
Ya
y
12
2. Vokal Vokal bahasa Arab, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Vokal Tunggal Tanda Latin A _َ
Diftong Tanda Latin
..َ.ي
Ai
Vokal Panjang Tanda Latin Ā ..َ. ا..َ.
ى َ
I
_َ
U
..َ.و
Au
َ...ي
Ī
..َ.و
Ū
3. Tā Marbūtah Transliterasi untuk tā Marbūtahada dua, yaitu: tā Marbūtah hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, atau dammah, transliterasinya adalah /t/ dan tā
Marbūtah yang dibaca mati, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata yang terakhir dengan tā Marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka tā Marbūt}ahitu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh: املدينةاملنورة :al-Madinah al-Munawwarah atau al-Madinatul Munawwarah. ّ 4. Syaddah Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh : نزل ّ : nazzala 5. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyahdan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. Kata 13
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyi, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut, sedangkan kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda hubung (-). Contoh: : الشمس ّ
: asy-syamsu
القمر
: al-qamar
6. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh : إ ّن: inna, وأيخذ: ya`khużu, قرأ: qara`a 7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh :
الرازقني ّ وإ ّّنللهلهوخري: Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau innallāha
lahuwa khairur-rāziqīn
14
8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh : ومادمحمإالّرسول
: Wa mā Muhammadun illā rasūl
15
16