Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya dengan negara lain. Adapun yang menjadi ciri khas tersebut antara lain adalah adat istiadat, budaya, ras, agama, dan masih banyak lagi ciri lainnya, namun yang paling menonjol adalah perbedaan bahasa. Telah diketahui, bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antar manusia untuk saling memahami satu sama lain, saling mengutarakan pemikiran dan menyatakan pendapatnya, namun tidak berarti semua negara menggunakan bahasa yang sama, dan semua manusia berbicara dalam satu bahasa yang sama. Meskipun sebagian besar menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa negara, masih banyak pula negara yang menggunakan bahasa negara dan bukan bahasa Inggris. Salah satu negara itu adalah negara Jepang. Jepang memiliki bahasa sendiri yang dikenal dengan Nihongo (bahasa Jepang). Menurut penelitian lembaga bahasa di dunia, dilihat dari segi gramatikal dan kompleksitivitas, bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa sulit di dunia. Walaupun demikian, bahasa Jepang sekarang ini semakin banyak diminati oleh kaum pelajar di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya ketertarikan para pelajar terhadap musik, manga, maupun drama yang berasal dari negeri sakura ini. Namun demikian mempelajari bahasa asing tidaklah
mudah.
Tentunya dalam mempelajari bahasa asing akan menemui
kesulitan, apalagi bahasa Jepang memiliki pola yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Sebagai bahasa ibu, tentu bahasa Indonesia telah melekat sedari kecil dan hal ini akan cukup menyulitkan untuk mempelajari bahasa asing, termasuk bahasa Jepang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Parera bahwa sumber utama kesulitan belajar bahasa kedua adalah perbedaan antar bahasa. Perbedaan antara bahasa Jepang dan bahasa Indonesia selain terletak pada masalah huruf bahasa Jepang yang terdiri dari tiga macam huruf (kanji, hiragana, dan katakana), pada pola, susunan kalimat, dan lain sebagainya. Berbagai pola dan aturan ini lah yang kerap menjadi kendala dalam mempelajari bahasa asing sebagai bahasa kedua, bahkan tak jarang muncul kesalahan dalam pemahaman, maupun pengaplikasiannya dalam sebuah kalimat. Corder dalam Ardiana (1990:62) menyatakan bahwa semua orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari berbuat kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan itu sumber inspirasi untuk menjadi benar. Namun alangkah baiknya bila sebagai pemelajar bahasa asing, kita dapat memahami bahasa lain dengan baik dan benar agar tidak melenceng dari yang seharusnya. Sumantri (1999:14) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain.
Bahasa sebagai alat komunikasi, bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, yakni kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama. Pembelajaran linguistik, pemelajar akan menemukan berbagai macam leksem yang memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Kridalaksana, leksem adalah satuan dasar dalam leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Oleh karena itu, leksem merupakan bahan dasar yang telah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam sub sistem gramatika. Pengertian leksem tersebut terbatas pada satuan yang diwujudkan dalam gramatika dalam bentuk morfem dasar atau kata. Maka leksem dapat dinyatakan sebagai: 1. Satuan terkecil dalam leksikon, 2. Satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologis, 3. Bahan baku dalam proses morfologis, 4. Unsur yang diketahui adanya dari bentuk yang setelah disegmentasikan dari bentuk kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari morfem afiks. 5. Bentuk yang tidak tergolong proleksem atau partikel. Penggunaan konsep leksem
dan
pembedaannya
dengan
konsep
kata
dapat
menghilangkan
keraguan orang selama ini dalam menentukan kriteria kata. Bahasa Jepang pun memiliki berbagai macam leksem (hinshi) dengan karakteristik tersendiri. Aneka leksem itu antara lain nomina (meishi), verba (doushi),
adjektiva (keiyoushi),
adverbia (fukushi),
pronomina (daimeishi),
konjugasi (rentaishi),
numeralia (suushi),
konjungsi (sestsuzokushi),
dan
interjeksi (rendoushi). (Isao, 2000:340). Maka dalam penelitian ini, penulis
tertarik untuk mendalami mengenai verba (doushi), karena verba merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah kalimat, untuk menunjukkan suatu aktivitas atau keadaan. Penjelasan lebih lanjut mengenai verba akan penulis jelaskan pada bab dua. Dari sekian banyak verba yang ada, penulis memilih untuk meneliti verba turunan dari verba kagiru (限る) yaitu ~ni kagiru (~に限る) dan ~ni
kagitte (~に限って). Karena penulis merasa tertarik untuk mengetahui fungsi kedua verba turunan tersebut, dan penulis juga ingin mengetahui bagaimanakah pola dari ~ni kagiru (~に限る) dan ~ni kagitte (~に限って).
1.2. Rumusan Permasalahan Karena banyaknya bentuk verba dalam bahasa Jepang, maka penulis tertarik untuk mendalami mengenai salah satu bentuk verba turunan dari verba kagiru, yaitu ~ni kagiru dan ~ni kagitte.
1.3. Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai fungsi penggunaan dari ~ni kagiru dan ~ni kagitte, yang berasal dari kata kerja kagiru, serta menganalisis pola dan makna kedua bentuk tersebut di dalam sebuah kalimat. Kemudian penulis akan menganalisis contoh kalimat dari beberapa buku pelajaran, seperti Kanzen Masutaa Nikyuu Nihongo Nouryoku
Shiken serta ChuuJjyoukyuu Nihongo Hyougen dan kemudian disesuaikan dengan teori yang telah didapatkan.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi penggunaan dari ~ni kagiru dan ~ni kagitte, serta untuk mengetahui pola dan makna dari ~ni kagiru dan ~ni kagitte di dalam sebuah kalimat. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu para pemelajar bahasa asing untuk lebih memahami secara dalam mengenai penggunaan ~ni kagiru dan ~ni kagitte, serta untuk mengurangi kesalahan pemahaman yang sering dialami oleh para pemelajar bahasa asing terutama bahasa Jepang. Dan diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Metode Penelitian Metode yang digunakan oleh penulis di dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan, yakni penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber di antaranya dari buku dan jurnal ilmiah yang penulis analisis dengan metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis merupakan metode penelitian
dengan
cara
menganalisis
hasil
pencarian
data
yang
telah
terkumpul dari metode kepustakaan, lalu dianalisis dan disesuaikan dengan teori yang digunakan.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memaparkannya dalam lima bab. Berikut
sistematika
penulisannya:
Bab
1
Pendahuluan,
penulis
akan
menjelaskan latar belakang dari penelitian, lalu rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan, serta sistematika penulisan penelitian. Bab 2 Landasan Teori, penulis akan memaparkan teori konkret yang digunakan untuk membantu penulisan karya ilmiah ini. Bab 3 Analisa Data, penulis akan menganalisis contoh-contoh kalimat yang mengandung kata ~ni kagiru dan ~ni kagitte dan dijabarkan menurut teori yang telah didapatkan. Bab 4 Simpulan, penulis akan menuliskan simpulan dari keseluruhan penelitian ini. Bab 5 Ringkasan, penulis akan memberikan ringkasan dari isi skripsi ini.