BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara berdaulat telah mendekrasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, sebuah tonggak sejarah yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah lahir dan siap berdiri diatas kaki sendiri mengelola negara ini lepas dari tirani penjajahan yang beradababad. Dengan demikian sejak Indonesia merdeka telah menyatakan sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, hal tersebut dengan jelas disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 yang secara fundamental merupakan norma hukum tertinggi bangsa Indonesia dinyatakan bahwa Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan (machsstaat). Prinsip dasar ini dicantumkan dalam Batang Tubuh Perubahan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. 1 Ditetapkannya Republik Indonesia sebagai negara hukum tentunya mengandung makna bahwa hukum yang mengandung unsur pertama keadilan, kedua kepastian, dan yang ketiga kemanfaatan sebagai cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. Konsep pertama mengenai keadilan pandangan bangsa Indonesia menyatakan bahwa konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memuat cita Negara Hukum Indonesia, memuat konsep keadilan yang berbeda dengan konsep keadilan yang berkembang di negara Eropa. Filosofis keadilan yang tersurat dalam pembukaan UUD 1945 adalah keadilan sosial yang berakar pada kolektivitas. Sedangkan konsep keadilan berdasarkan “rule of law” di negara Eropa,
1
Wiko Garuda, 2011, Pembangunan sistem Hukum Berkeadilan Memahami Hukum dari Kontruksi Sampai Implementasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta hlm. 5-7
lebih berakar pada perlindungan individual.2 Cara pandang konsep nilai keadilan yang dimiliki bangsa Indonesia menitik beratkan kepada situasi masyarakat Indonesia yang majemuk serta beragam latar belakang sosial, adat istiadat serta agama sehingga nilai keadilan kolektivitas merupakan ciri keadilan yang dimiliki bangsa Indonesia sesuai tercantum pada pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.3 Ciri kolektivitas keadilan dalam nafas hukum bangsa ini dipayungi oleh hukum Negara, sebagai hukum utama dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Fungsi negara dalam mengatur dalam bentuk hukum negara memiliki unsur adanya kepastian, adanya perlindungan serta adanya rasa keadilan bagi seluruh manusia yang tinggal di wilayah Republik Indonesia. Soedikno Mertokusumo menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.4 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu: 1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi.; 2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain.
2 3 4
Ibid hlm. 12. Ajielaw,2011 Kepastian Hukum & Perlindungan Hukum, www.blogsport.com,diakses april 2015
E. Fernando M.Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. hlm.44.
Sejarah bangsa Indonesia yang panjang dan merdeka lebih dari setengah abad pengelolaan pemerintahnya terus direformasi agar terjaminya cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Sejarah mencatat sejak lahirnya era reformasi tahun 1998, kini kewengan untuk menggerakan negara ini secara konstitusi dilimpahkan ke daerah-daerah untuk mengelola sumber daya daerahnya yang melahirkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam penjabaran undang-undang tersebut menimbang: bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; Pertimbangan untuk mempercepat terwujudnya kesejahtraan masyarakat pemerintahan daerah diseluruh Indonsia berlomba-lomba untuk menggali potensi daerahnya seperti potensi sumber daya alam, manusia dan tentunya sumber pajak untuk pendapatan daerah guna menggerakan roda pemerintahan dan memacu pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah. Berbagai peraturan daerahpun muncul, baik tingkat provensi dan tingkat kabupaten kota untuk mengatur dan tataklola dalam untuk menggali berbagai potensi yang ada diwilayahnya. Dengan demikian untuk implementasi dan efektivitas perlu pranata hukum dalam peranan perubahan social. Menurut Achmad Ali bahwa sebenarnya tidak perlu dipersoalkan tentang bagaimana hukum menyusuaikan diri dengan perubahan masyarakat.5 Karena permasalahan mana yang lebuh dahulu, apakah hukum atau diikuti oleh faktor lain, atau faktor lain terlebih dahulu 5
Achmad Ali, 2000, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosialogis, PT Gunung Agungt Jakarta, hlm. 41.
baru kemudian hukum menggerakan perubahan tersebut. Apapun yang dihasilkan yang terpenting adalah hukum dapat ikut serta dalam menggerakan perubahan sosial dimasyarakat yang berdampak kepada nilai implentasi hukum tersebut. Kemudian efektivitas memiliki pengertian yang berbeda-beda. Dalam ilmu hukum bagaimana kemudian efektivitas hukum dapat diterapkan dengan baik dimasyarakat. Soejono Soekanto berbicara mengenai derajad efektivitas hukum ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya sehingga berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.6 Derajad efektifitas hukum ini dalam penjelasan Soejono Soekanto menitik beratkan pada nilai kepatuhan masyarakat terhadap hukum guna melindungi segenap masyarakat. Lahirnya berbagai peraturan berbentuk Perda (Peraturan Daerah) adalah upaya dalam melakukan implementasi dan efektivitas tataklola pemerintahan daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah adalah pengelolaan jasa parkir yang diambil pajaknya oleh pemerintah daerah guna menambah pundi-pundi pendapatan daerah. Dalam penelitian skripsi ini penulis menganalisa tentang penggunaan jasa parkir di Kota Denpasar yang diatur dalam Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkira. Dengan menimbang bahwa bertambahnya jumlah kendaraan sejalan dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian masyarakat dan dalam rangka menciptakan ketertiban lalu lintas, keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dibidang Perparkiran serta dalam rangka Pemerintah Kota Denpasar meningkatkan
6
Soerjono Soekanto, 1981, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 48.
Pendapatan Asli Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur Sistem Penyelenggaraan Perparkiran.
Pertimbangan tentang meningkatkan pendapatan asli daerah dari jasa parkir merupakan hak pemerintah daerah dalam upaya menggali potensi pendapatan daerah. Namun tentunya perlu pengawasan yang baik untuk mencegah berbagai ketimpangan di dalam penerapanya, sehingga tentunya tidak bermanfaat bagi pendapatan bagi pemasukan daerah dan efek pertanggungjawaban secara hukum. Hal yang paling fulgar dilakukan adalah adanya undian berhadiah dalam karcis parkir tersebut, kemudian dalam beberapa tempat terdapat karcis parkir pada bagian belakangnya tertulis bahwa segala bentuk kehilangan bukan tanggung jawab jasa pelayanan parkir dikota Denpasar seperti kerjasama dengan swasta perusahaan atau tempat bernama Robinson kemudian parkir diseputaran Lapangan Niti Mandala Renon Denpasar. Penelitian skripsi ini berusaha melihat antara harapan dan kenyataan implemntasi Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar dimana dalam salah satu pasalnya dengan jelas memberikan santunan bantuan jika terjadi kehilangan. Oleh karena sebagai pengguna jasa dalam ruang lingkup perlindungan hukum mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disingkat UUPK perlu diperhatikan sebagai upaya memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar. Adapun cakupan UUPK itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu: 1. Perlindungan terhadap kemungkinan batang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.;
2. Perlindungan terhadap dibelakukannya syarat-sayarat yang tidak adil kepada konsumen7 Dalam persefektif internasional, hak-hak konsumen harus dilindungi, seperti yang dikemukakan presiden Amerika Serikat Jhon F.Kennedy mengemukaakan empat hak konsumen yang harus dilindungi yaitu: 1. Hak memperoleh keamanan (the right of safety); 2. Hak memilih (the right to choose); 3. Hak Mendapatkan informasi (the right to be informed); 4. Hak untuk didengar (the right to be heard);8 Kemudian dalam pasal 4 UUPK Indonesia, perlindungan konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut: 1. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan mengonsumsi barang dan/atau jasa.; 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuasi dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.; 4. Hak didengar pendapat atau keluahannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya.; 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang patut.; 6. Hak mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.; 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.; 8. Hak untuk mendapat kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.; 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainya. Dari pemaparan UUPK, mengenai lembaran karcis sebagai bukti pembayaran suatu retribusi pendapatan asli daerah memperlihatkan cakupan perlindungan hukum yang belum berpihak karena dalam pasal 11 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem
7
Adrianus Meliala,1993, Praktek Bisnis Curang, Pusat Sinar harapan, Jakarta, hlm.125. Veron A. Musselman dan Jhon H. Jackson, 1992, Introduction to Modern Business, diterjemahkan Kusma wiriadisastra, Erlangga, Jakarta, hlm. 294-295. 8
Penyelenggaraan Perparkiran bahwa jika konsumen kehilangan kendaraan maka pihak Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar akan memberikan santunan, dan dalam peraturan yang berupa Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar Nomor 208 Tahun 2005 dari pihak Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar menyebutkan bahwa setiap juru parkir yang di tugaskan pada tempatnya akan mengamati dan mengawasi kendaraan konsumen dengan jarak 1 juru parkir yaitu maxsimal 4 meter tetapi pada observasi lapangan ada konsumen yang tidak mendapatkan santunan atau ganti rugi karna telah kehilangan kendaraannya di tempat parkir yang sudah dikelola oleh Perusahaan Daerah Parkir Kota Denpasar dan banyak lokasi seperti di renon yang luasnya mencapai 300meter hanya dijaga oleh 2 juru parkir. Peraturan yang telah ditetapkan seharusnya sesuai dengan apa yang kemudian diterapkan dalam hal ini mengacu kepada istilah Das sollen dan Das sain dimana Das sollen adalah segala sesuatu yang merupakan keharusan , atau yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap tindak secara tertentu dalam menghadapi pekerjaan atau masalah tertentu pula. Dapat pula diartikan sebagai segala sesuatu yang seharusnya terjadi atau sesuatu yang berdasarkan teori dan berdasarkan aturan seharusnya terjadi. Kemudian Das sein adalah segala sesuatu yang merupakan pelaksanaan dari segala sesuatu yang diatur dalam das sollen. Atau dengan kata lain das solen adalah apa yang terjadi dari pelaksanaan das solen.9 Dalam penelitian skripsi ini, penulis mengamati bahwa Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar belum maksimal dalam pelayanannya sehingga sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana konsumen banyak dirugikan akibat ketidak tahuan antara posisi parkir didalam gedung dan diluar gedung. Diluar gedung contohnya lapangan, sepadan jalan dan 9
Love&Respect, 2014, Pengertian Das sollen dan Das sain, www.blogspot.com. diakses april 2015
parkir-parkir lainya. Sehingga dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Parkir Ditinjau Dari Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Apa perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pengguna jasa parkir di kota Denpasar apabila kehilangan kendaraan? 2. Bagaimana hambatan yang dihadapi dalam memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir di kota Denpasar? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan, maka lingkup pembahasan meliputi:
1. Pembahasan mengenai perlindungan hukum ditinjau dari sisi peraturan yang ada dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar. 2. Pembahasan mengenai hambatan dalam penerapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar. b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam tatakelola system perparkiran di Kota Denpasar yang masih menjamur parkir-parkir liar. 1.4.2 Tujuan Khusus a. Untuk memahami perlindungan hukum apa saja yang dapat digunakan dalam melindungi pengguna jasa di Kota Denpasar. b. Untuk memahami hambatan yang dihadapi dalam upaya memberikan perlindungan bagi pengguna jasa parkir di kota Denpasar dalam implementasinya. 1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1
Manfaat Teoritis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pemahaman bagi ilmu pengetahuan hukum pada umunya dan perkembangan hukum serta peraturan-peraturan yang terkait tentang nilai perlindungan hukum kepada masyarakat, khususnya pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar agar kenyamanan dan keamanan sebagai pengguna jasa parkir tentap mendapat perlindungan hukum dari pemerintah. b) Selain itu, diharapkan pula menambah kasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substasi perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar di Kota Denpasar yang dapat bermanfaat untuk memberikan masukan segaliguis menambah pengetahuan dan literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar. c) Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi pemikiran serta perkembangan doktrin-doktrin hukum atau teori-teori hukum bagi penyempurnaan pranata hukum dalam hal tanggungjawab perlindungan hukum kepada masyarakat. 1.5.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini daharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis tentang perlindungan hukum bagi pengguna jasa parkir liar khususnya di Kota Denpasar. Sehingga bagi praktisi dan para pihak yang berkempentingan agar dapat menerapakan ketentuan hukum dan regulasi peraturan yang bermanfaat bagi masyarakat serta terlindungi masyarakat dari rasa aman terhadap gangguan pihak lain.
1.6 Landasan Teori Pembahasan permasalahan skripsi ini agar dapat diteliti secara mendalam, maka akan diuraikan terlebih dahulu beberapa teori atau landasan-landasan yang dimungkinkan dalam menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Teori-teori ini dihadirkan untuk menunjang, memperkuat, memperjelas arah penelitian dalam membedah aspek pokok permasalahan yang dianalisis. Sehingga dengan teori-teori ini menjadi alat bedah yang tajam membuka seluruh permasalahan yang dihadirkan antara lain: a)
Teori Negara Hukum Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, dalam penjelasan mengenai Sistem
Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan, ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini mensyaratkan kepada seluruh penyelenggara negara dan warga negaranya harus taat terhadap hukum. Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari konsep dan alam pikiran bangsa Indonesia yang lazim disebut dengan hukum dasar tertulis. Negara hukum menurut Aristoteles dalam perumusannya masih terkait dengan “polis” menurutnya:“Pengertian negara hukum itu timbul dari polis yang mempunyai wilayah negara kecil, seperti kota yang berpenduduk sedikit, tidak seperti negara-negara sekarang ini yang mempunyai negara luas dan berpenduduk banyak (Vlakte Staat): dalam polis itu segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah dimana seluruh warga negaranya yang ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara”10 Negara berdasarkan hukum ditandai oleh beberapa asas, antara
10
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1998, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Banyumedia Publising, Malang hlm. 153.
lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau negara harus didasarkan pada ketentuan hukum tertentu yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu. Asas ini lazim disebut asas legalitas (legaliteits beginsel). Untuk memungkinkan kepastian perwujudan asas legalitas ini, harus dibuat berbagai peraturan hukum antara lain Peraturan Perundang-undangan. Ide dasar negara hukum Indonesia tidak terlepas dari ide dasar tentang rechtsstaats. Hal ini dapat dimengerti dalam banyak hal, antara lain Indonesia merupakan negara yang mengikuti Belanda dan menganut ide rechtsstaats, 11 Selain salah satu asas yang telah disebutkan di atas Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan asas pokok negara hukum ada tiga, yakni: (1) asas monopoli paksa (zwangmonopoli); (2) asas persetujuan rakyat; (3) asas persekutuan hukum (rechtsgemeenschap). 12 Asas monopoli paksa berarti, bahwa: monopoli penggunaan kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang mentaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Siapapun yang lain dari yang berwenang/berwajib dilarang, artinya barang siapa melakukan penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang seperti dimaksud di atas disebut ‘main hakim sendiri’. Asas persetujuan Rakyat berarti, bahwa orang (warga masyarakat) hanya wajib tunduk dan dapat dipaksa untuk tunduk, kepada peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung (undang-undang formal), atau tidak langsung 11
Philipus M. Hadjon, 1972, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi Tentang Prinsipprinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 34. 12 Prajudi Atmosudirjo, 1995, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 78.
(legislasi delegatif, peraturan atas kuasa Undang-undang) dari Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, apabila ada peraturan (misalnya: mengadakan pungutan pembayaran atau “sumbangan wajib”) yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh undang-undang, maka peraturan itu tidak sah, dan Hakim Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena tidak mau mentaatinya, dan apabila Pejabat memaksakan peraturan tersebut, maka ia dapat dituntut sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara “perbuatan penguasa yang melawan hukum”. Asas persekutuan hukum berarti, bahwa rakyat dan penguasa negara bersamasama merupakan suatu persekutuan hukum (rechtsgemeenschap, legal partnership), sehingga para Pejabat Penguasa negara dalam menjalankan tugas dan fungsi, serta menggunakan kekuasaan negara, mereka tunduk kepada hukum (sama dengan rakyat/warga masyarakat). Berarti baik para pejabat penguasa negara maupun para warga masyarakat berada di bawah dan tunduk kepada hukum (undang-undang) yang sama.Syarat-syarat dasar rechtsstaat yang dikemukakan oleh Burkens, dalam tulisannya tentang Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia adalah: 1) Asas legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar Peraturan Perundang-undangan (wetterlike-grondslag). Dengan landasan ini Undang-undang formal dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentuk undang-undang merupakan bagian penting negara hukum; 2) Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan 3) Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi pembentukan undang-undang;
4) Pengawasan peradilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindakan pemerintahan (rechtmatigeidstoetsing).13 Indonesia sebagai negara hukum segala sesuatu harus berdasarkan kepada hukum, yang diimplementasikan dalam Peraturan Perundang-undangan yang ada sebagai manifestasi dari hukum positif, dan dalam rangka penegakan hukum telah dibentuk berbagai lembaga peradilan sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak setiap warga negara Indonesia, sehingga setiap peraturan yang dilahirkan harus ditaati. b) Teori Perlindungan Hukum Dalam teori perlindungan hukum oleh Soedikno Mertokusumo yang menyebutkan kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.14 Merujuk beberapa rumusan tentang konsep perlindungan seperti tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur-unsur terhadap makna perlindungan itu sendiri, yaitu: 1. Adanya jaminan terhadap pelaksanaan serangkaian hak dan terhindar dari diskriminasi. 2. Ada jaminan akan rasa aman dari gangguan pihak lain. Kemudian pendapat Philipus M. Hadjon, membedakan dua macam perlindungan hukum terutama bagi rakyat, yaitu Perlindungan hukum yang preventif dan perlidungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan
13
Ibid, hlm. 37. E. Fernando M.Manullang. 2007. Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai. Cetakan 1. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. hlm. 44. 14
untuk mencegah tejadinya sengketa. Sebaliknya, perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh Peradilan Umum di Indonesia termasuk katagori perlindungan hukum yang represif.15 Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengemukakan konsep perlindungan seperti Pasal 1 butir 1 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen16. 1.7 Medote Penelitan 1.7.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam pembahasan masalah ini adalah penelitian hukum empiris yang beranjak dari kesenjangan antara das sollen (Law in Book) dan das sein (Law in Action) yang terkait dengan pelaksanaan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Daerah Denpasar Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyelenggraan Perparkiran, untuk memberikan jaminan keamanan maka dalam hal kewajiban pihak pengelola jasa parkir, ditempat-tempat parkir yang dikelola pemerintah jika ada kehilangan misalnya sepeda motor Perusahaan Daerah Parkir memberikan santunan sebagai ganti rugi atas kehilangan kendaraan bermotor sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 3 Perda Nomor 11 Tahun 2015. Menurut Sorjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis yang terdiri dari penelitian terhadap indentifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum.17
15
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Sebuah Studi tentang Prinsipprinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Cetakan Pertama, PT. Bina Ilmu Surabaya, hlm. 2. 17
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,hlm. 51.
Dalam penelitian sosial hukum tidak dijadikan sebagai suatu gejala otonom ( normatif yang mandiri ), namun sebagai sebuah institusi sosial yang dihubungkan secara nyata dengan variable-variabel sosial lainnya. Hukum secara empiris adalah gejala masyarakat yang bisa dipelajari sebagai variabel penyebab/independent variabel yang dapat menimbulkan akibat terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat. Sebagai variabel akibat/dependent variabel yang muncul sebagai hasil akhir / resultante dari berbagai kekuatan di dalam proses sosial.18 1.7.2 Jenis Pendekatan Dalam penelitian ada beberapa jenis pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan kasus (case approach),pendekatan historis (historical approach), pendekatan konseptual (analitical conceptual approach), pendekatan fakta (fact approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach)19.
Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan fakta (fact approach), pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan. Pendekatan fakta dilakukan dengan mengkaji implementasi dari peraturan perundang-undangan terhadap fakta yang terjadi di lapangan, pendekatan perundang-undangan digunakan karna yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini20 1.7.3 Sifat Penelitian
18
Informasi-Pendidikan.com, 2013, Pembahasan Penelitian Empiris, hlm 1. diakses april 2015. Peter Mahmud Marzuki,2005,Penelitian Hukum, Kencana Primada Media,Jakarta, hlm. 97. 20 Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, hlm. 302. 19
Penulis menerapkan penelitian deskritif yang bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan, gejala untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini dirujuk oleh teori-teori, ketentuan peraturan, normanorma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literature mapun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terdahulu. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan realita dari adanya peraturan setingkat kabupaten kota serta undang-undang yang melindungi komsumen jasa parkir. 1.7.4
Data Dan Sumber Data
a. Data Primer Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Meurut buku pedoman pendidikan fakultas hukum universitas udayana tahun 2014 Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan dari dinas yang terkait. b. Data Sekunder Data Sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari datadata yang terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum terdiri atas peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan atau yurisprudensi, peraturan dasar, konvensi ketatanegaraan dan perjanjian internasional (traktat). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, UUD 1945, Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Daerah Nomor. 11 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyelenggaran Perparkiran di Kota Denpasar. b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang dapat berupa hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, karya tulis hukum atau pandangan para ahli hukum. Berkaitan dengan penelitian ini, maka sumber dari perpustakaan seperti buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan para ahli yang berkaitan dengan penyelenggaran jasa parkir di Kota Denpasar. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dan ensiklopedia. Adapun bahan hukum tertier yang digunakan adalah kamus hukum, majalah dan artikel-artikel dari internet. 1.7.5 Teknik Pengumpulan Data. Data bagi suatu penelitian merupakan bahan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh karena itu, data harus selalu ada agar permasalahan penelitian itu dapat dipecahkan. Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data yang bersifat primer dan data yang bersifat sekunder. Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data di lapangan (field research). Data primer ini diperoleh dengan menggunakan wawancara. a. Wawancara Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-
informasi atau keterangan-keterangan. 21 Wawancara dilakukan secara bebas terbuka dengan menggunakan alat berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan (sebagai pedoman wawancara) sesuai dengan permasalahan yang akan dicari jawabannya tanpa menutup kemungkinan untuk menambah pertanyaan lain yang bersifat spontan sehubungan dengan jawaban yang diberikan oleh responden. Wawancara hanya dilakukan terhadap responden yang dipilih secara acak yang selanjutnya disebut informan, yang mewakili perusahaan yang berskala kecil, menengah dan besar. Responden dari penelitian ini adalah pimpinan atau pejabat yang ditunjuk karena kompetensinya di perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian. b. Studi Dokumen. Pengumpulan-pengumpulan bahan hukum ini guna menunjang penelitian melalui penelitian kepustakaan (library research/legal research). bahan kepustakaan (literature research) yang berupa bahan- bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah semua aturan hukum yang dibentuk dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau lembaga/badan pemerintahan yang untuk penegakannya diupayakan berdasarkan daya paksa yang dilakukan secara resmi oleh aparat negara. Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum primer yang berkaitan dengan penelitian, bukubuku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum, notulen-notulen seminar hukum, memorimemori yang memuat opini hukum, bulletin-bulletin atau terbitan-terbitan lain yang memuat debat-debat dan hasil dengar pendapat di parlemen, deklarasi-deklarasi dan lain-lain. Bahan-bahan hukum sekunder ini memang bukan merupakan hukum yang berlaku, akan tetapi dalam maknanya yang materiil,bahan-bahan hukum sekunder ini memang merupakan bahan yang berguna sekali 21
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 81.
untuk meningkatkan mutu hukum positif yang berlaku.Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang termuat dalam kamus-kamus hukum, ensiklopedi, bibliografi, berbagai terbitan yang memuat indeks hukum dan semacamnya meliputi berbagai undang-undang, Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials.22 1.7.6 Teknik Penetuan Sampel Penelitian Teknik yang digunakan dalam skripsi ini adalah Teknik Non Probability Sampling yaitu dengan menggunakan teknik ini akan memberikan peraan yang sangat besar pada penelitian untuk menentukan pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus di ambil agar dapat dianggap mewakili populasi sebagaimana halnya dalam teknik random sampling. Hasil penelitian yang menggunakan teknik pengambilan sampel seperti ini tidak dapat digunakan untuk membuat generalisasi tentang populasinya, karena sesuai dengan ciri umu dari non probability sampling tidak semua elemen dalam populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Teknik Non Probability Sampling digunakan dalam hal : •
Data tentang populasi sangat langka atau tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya
•
Penelitian bersifat studi eksploratif atau deskriptif
•
Tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi tentang populasinya Adapun bentuk dari non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling
di mana penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. 22
Jhonny Ibrahim, Op.cit, hlm. 46
1.7.7 Teknik Pengolahan dan Analisis data Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apaapa bagi tujuan suatu penelitian. Penelitian belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Setelah data diolah dan dirasa cukup maka selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi dan mungkin juga dalam bentuk tabel.Setelah data terkumpul lengkap dan telah diolah dengan menggunakan narasi ataupun tabel maka selanjutnya dianalisis secara diskriptif kualitatif melalui tahap-tahap konseptualisasi, kategorisasi, relasi dan eksplanasi. Konseptualisasi adalah upaya menemukan makna dari konsep-konsep atau dalil-dalil yang terkandung dalam ketentuan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.23 Setelah semua bahan hukum yang diperlukan terkumpul kemudian dilakukan teknik analisis bahan hukum secara kualitatif yang artinya penelelitian ini akan perupaya untuk memaparkan sekaligus untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan cara yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan yang jelas dan benar.24 Dilakukan dengan cara sebagai berikut: a.
Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualiasi) dilakukan dengan cara memberikan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut;
23
Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum (Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya), ELSAM dan HUMA, Jakarta, hlm.155-156. 24 Bambang Sunggono, 2002, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta hlm. 106.
b.
Mengelompokan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis atau berkaitan;
c.
Menemukan hubungan diantara berbagai konsep, kemudian diolah;
d.
Menjelaskan dan menguraikan hubungan diantara berbagai konsep atau peraturan.
Untuk melengkapi teknik kualitaif juga teknik content analysis yaitu analisis yang integrative dan secara konseptual cendrung diarahkan untuk menemukan, mengindetifikasi, mengolah
dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna, signifikasi dan
relevansinya. 25 Dengan demikian pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya kemudian penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kearah yang bersifat khusus serta dipersentasikan dalam bentuk deskriptif.
25
Burhan Bungin, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif: Aktualisasi Metodologi Kearah Ragam Varian Kontemporer, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 203.