BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah terjadi reformasi undang-undang (UU) perpajakan tahun 1994, pemerintah Indonesia kembali mengadakan reformasi perpajakan pada tahun 2000. Reformasi ini dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi perekonomian nasional dan meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Meskipun perubahan yang dilakukan relatif tidak sebanyak tahun 1994, namun tetap berdampak bagi wajib pajak. Reformasi UU perpajakan tahun 2000 ini dilakukan dalam rangka eksistensifikasi dan intensifikasi, yang dilakukan dengan cara mencari objek pajak yang potensial dengan tujuan untuk menghimpun dana dan mendorong pemulihan perekonomian. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan mengenakan tarif berbeda pada wajib pajak perorangan dan wajib pajak badan. Dalam undang-undang tahun 2000 pendapatan tidak kena pajak juga mengalami kenaikan. Disamping itu, untuk badan juga dikenakan lapisan tarif yang berbeda dengan peraturan pajak tahun 1994. Dengan tarif pajak yang baru ini diharapkan wajib pajak badan dapat lebih diuntungkan sehingga penerimaan dari wajib pajak badan juga lebih meningkat (Radianto, 2004). Perbedaan lapisan dan tarif pajak antara undang-undang perpajakan tahun 1994 dengan undang-undang perpajakan tahun 2000 disajikan dalam tabel berikut:
2
Tabel 1.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Undang-undang 1994
perpajakan Undang-undang 2000
perpajakan Tarif pajak
Sampai dengan Rp. 25.000.000
Sampai dengan Rp. 50.000.000
10%
Diatas Rp. 25.000.000 s.d Rp. 50.000.000
Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000
15%
Diatas Rp 50.000.000
Diatas Rp 100.000.000
30%
Sumber: Radianto (2004) Berikut ini adalah contoh perhitungan perbedaan penghasilan kena pajak berdasarkan tarif pajak tahun 1994 dan tarif pajak tahun 2000, dimana lapisan penghasilan yang dikenakan adalah sama sebesar Rp. 300.000.000. Tabel 1.2. Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Undang-undang Perpajakan 1994 25.000.000 * 10% = 2.500.000
Undang-undang Perpajakan 2000 50.000.000 * 10% = 5000.000
50.000.000 * 15% = 7.500.000
100.000.000 * 15% = 15.000.000
225.000.000 * 30% = 67.500.000
150.000.000 * 30% = 45.000.000
77.500.000
65.000.000
= 300.000.000 - 77.500.000
= 300.000.000 - 65.000.000
= 222.500.000
= 235.000.000
Sumber: data dihitung Berdasarkan perhitungan diatas maka, dapat dikatakan bahwa berdasarkan tarif pajak tahun 2000 pajak terutang yang dikenakan lebih rendah dibandingkan dengan tarif pajak tahun 1994, sehingga dengan demikian perusahaan dapat meminimalkan biaya pajak dan meningkatkan efisiensi.
3
Bagian dari aneka indutri manufaktur yaitu industri otomotif, tekstil dan garmen, alas kaki, serta kabel dalam negeri masih memiliki pertumbuhan yang cukup besar hal ini dapat dilihat dari permintaan konsumen yang tetap tinggi. Sekalipun pertumbuhan ekonomi pada semester 2004 diperkirakan akan melambat, pasar industri otomotif, tekstil dan garmen, alas kaki serta kabel akan tetap meningkat. Hal ini terlihat dari penawaran produk otomotif yang semakin banyak dan beragam, terutama untuk sektor Industri tekstil dan garmen menjadi sektor industri yang memberikan kontribusi langsung bagi pertumbuhan ekonomi. Selain menyerap tenaga kerja yang tinggi juga memberikan devisa yang paling besar dibanding dengan sub industri lainnya. Dengan semakin majunya teknologi saat ini yang sudah menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sehari-hari jelas akan memberikan prospek yang cerah bagi industri kabel. (Indonesia tekstil.com, 2005). Efisiensi mutlak harus dilakukan oleh perusahaan baik dalam rangka kelangsungan hidup perusahaan bersangkutan maupun memenangkan persaingan. Dengan pertumbuhan perusahaan manufaktur di bidang aneka industri (Miscellanneous Industry) efisiensi yang semakin tinggi menjadi bidang yang berpengaruh besar dalam menentukan keadaan ekonomi, karena itulah perusahaan manufaktur memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan studi tentang pengukuran efisiensi perusahaan aneka industri (Miscellanneous Industry) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebelum dan sesudah berlakunya
4
Undang-Undang Perpajakan 2000. Penelitian ini meneliti seberapa jauh perbedaan tingkat efisiensi perusahaan manufaktur yang listing di BEJ sebelum dan sesudah diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000. Dari penelitian ini dapat dilihat apakah pemberlakukan UndangUndang Perpajakan Tahun 2000 dapat meningkatkan efisiensi perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing perusahaan manufaktur di Indonesia. Lebih jauh lagi penulis akan menganalisis di sektor aneka industri (miscellanous industry).
1.2. Perumusan Masalah Sebelum reformasi Undang Undang (UU) Perpajakan tahun 2000 pajak terutang yang dikenakan lebih tinggi, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar dan menghasilkan laba yang rendah. Reformasi UU perpajakan tahun 2000 dimaksudkan untuk meningkatkan perpajakan
efisiensi
tahun
menguntungkan
2000
wajib
perusahaan. disamping pajak
juga
Dengan
diberlakukannya
tarif
yang
dikenakan
ada
peningkatan
UU lebih
pelayanan,
penyederhanaan prosedur, kepastian hukum, keadilan, dan pemberian fasilitas investasi untuk mendorong kegiatan investasi (Ika, 2005). Salah satu aspek yang mendorong efisiensi perusahaan adalah menekan biaya seminimal mungkin dengan harapan mendapatkan laba yang maksimal. Pajak terutang dihitung berdasarkan besarnya laba perusahaan, dimana jika sampai dengan 50 juta tarif yang dikenakan sebesar 10%, jika diatas 50 juta s.d 100 juta tarif pajak yang dikenakan 15%, sedangkan diatas 100 juta tarifnya 30%. Dengan fasilitas UU Perpajakan tahun 2000 efisiensi
5
perusahaan akan lebih meningkat, sehingga minat dari para investor akan lebih tinggi dan diharapkan perusahaan manufaktur khususnya di bidang aneka industri (miscellanous industry) bisa menghimpun dana dan memperbaiki perekonomian nasional. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan efisiensi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sesudah reformasi undangundang (UU) perpajakan tahun 2000 dibanding dengan sebelum reformasi UU perpajakan tahun 2000? 2. Apakah
efisiensi perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ
sesudah reformasi UU perpajakan tahun 2000 meningkat dibanding dengan sebelum reformasi UU perpajakan tahun 2000?.
1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka peneliti mempunyai tujuan agar, hasil penelitian ini dapat memberikan fakta empiris tentang tingkat efisiensi perusahaan manufaktur sebelum dan sesudah reformasi undangundang perpajakan tahun 2000 dibidang aneka industri (miscellanous industry), serta menunjukkan bahwa UU Perpajakan 2000 mempengaruhi tingkat efisiensi perusahaan.
6
1.4. Kontribusi Penelitian Hasil studi empiris yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat memberikan setidaknya manfaat sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh para investor sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. 2. Bagi Dirjen Pajak, sebagai pertimbangan dalam melakukan reformasi pajak yang akan datang. 3. Bagi kalangan akademis dan pihak lain, sebagai masukan untuk menambah wawasan tentang dampak reformasi undang-undang perpajakan terhadap efisiensi perusahaan. 4. Bagi peneliti sendiri sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama dibangku kuliah pada aplikasi kasus nyata.
1.5. Batasan Penelitian Agar masalah yang diteliti tidak terlalu luas, maka penulis membatasi masalah yang diteliti adalah: 1. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD) periode 1998 sampai 2002. Periodesasi waktu yang diambil dua tahun sebelum dan dua tahun setelah berlakunya Undang-Undang Perpajakan 2000 dimana mulai berlaku per 1 Januari 2001. Alasan pengambilan periodesasi waktu dua tahun sebelum dan dua tahun sesudahnya karena dua tahun
diangap
cukup
dimana
perusahaan
telah
melakukan
perhitungan pajak berdasarkan peraturan perpajakan yang baru.
7
2. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur khususnya di bidang aneka industri (miscellanous industry) yang terdaftar di BEJ. Pertumbuhan aneka industri di Indonesia masih memiliki pertumbuhan yang tinggi. Sehingga selain menjadi sub industri yang memberikan devisa yang paling besar juga memberikan kontribusi langsung bagi pertumbuhan ekonomi. 3.
Efisiensi perusahaan dalam analisis ini adalah efisiensi perusahaan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan, dimana berdasarkan penelitian terdahulu rasio ini sering digunakan untuk mengukur efisiensi. Dalam analisis ini rasio keuangan yang akan digunakan ada tiga, yaitu Return on Equity (ROE), Return on Asset (ROA), dan Total Asset Turn Over (TATO). Setelah melakukan uji normalitas dan jika ternyata hasil dari pengujian adalah normal maka uji statistik yang akan digunakan adalah uji beda dua rata-rata (t-test). Sedangkan jika data ternyata tidak normal maka uji statistik yang akan digunakan adalah uji peringkat bertanda wilcoxon.