BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia merupakan contoh program yang paling berhasil di dunia. Meski begitu, ternyata laju pertumbuhan dan jumlah penduduk masih tinggi. Tingkat pencapaian KB mencapai penurunan 0,5 persen saja. Perhatian terhadap program Keluarga Berencana (KB) mendapat prioritas pada masa Orde Baru. Program KB bahkan sudah menjadi program pemerintah di awal periode tersebut.Sebelum menjadi program pemerintah, Keluarga Berencana sudah mulai disosialisasikan oleh beberapa individu atau lembaga swasta yang mempunyai perhatian terhadap program tersebut (Anggraini dan Martini, 2011). Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, terutama pada masa Orde Baru sudah banyak diakui keberhasilannya. Bukti keberhasilan tersebut salah satunya
ditunjukkan
dengan
penurunan
angka
pertumbuhan
penduduk.
Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 1970-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2,31 persen, jumlah ini menurun dalam periode 1980-1990 menjadi sebesar 1,98 persen.Penurunan angka pertumbuhan penduduk ini berlanjut pada periode 1990-2000 yaitu sebesar 1,49 persen serta pertumbuhan penduduk periode 2000-2010 sebesar 1,49. Fenomena ini terjadi seiring dengan besarnya perhatianpemerintah kepada masalah kependudukan (Muhidin, 2002). Keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan program KB pada Orde baru ini juga
diakui secara internasional. Indonesia sedikitnya menerima dua kali penghargaan bidang kependudukan.Penghargaan tersebut berupa Global Statement Award (1988) dan United Nations Population Awards (1989) (Dhakidae, 2003). Pasal 12 konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 7 1984, menyatakan bahwa negara wajib menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, sebelum dan sesudah persalinan, serta pelayanan cuma-cuma termasuk untuk KB serta pemberian makanan bergizi. Namun sejak reformasi, dimana pemerintah memiliki ikatan utang dengan IMF (International Monetary Fund) dan diharuskan melaksanakan program Structural Adjustment, yang salah satunya diharuskan menghapuskan program layanan kesehatan dan KB Cuma-Cuma. Sejak itulah layanan KB bagi masyarakat terutama kelompok miskin diabaikan (Anggraini dan Martini, 2011). Dengan pertumbuhan penduduk 1,64% dan Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Dari segi kuantitas jumlah penduduk Indonesia cukup besar, tetapi dari sisi kualitas melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kondisi Indonesia sangat memprihatinkan karena dari 117 negara, Indonesia di posisi 108. Tingginya laju pertumbuhan tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini terus dilakukan upaya penanganan yaitu dengan program keluarga berencana (Handayani, 2010). Survei terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menyebutkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta orang dan diperkirakan melonjak menjadi 247,5 juta jiwa pada tahun 2015. Tahun 2025 angkanya dapat menembus
273 juta jiwa dan meningkat menjadi 303,8 juta jiwa pada tahun 2050. Sementara berdasarkan data penduduk dari Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) diperkirakan penduduk dunia pada tahun 2050 berjumlah 9,6 miliar atau meningkat 3,5 miliar jiwa dari 6,1 miliar jiwa pada tahun 2000, sedangkan penduduk Indonesia bertambah sebesar 98 juta jiwa dari 206,2 juta jiwa tahun 2000 menjadi 303,8 juta jiwa pada tahun 2050. Sementara itu jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS pada 2012 menyebutkan sebanyak 29,13 juta jiwa. Dengan jumlah pengangguran mencapai 7,2 juta orang, lulusan SMA dan SMK paling banyak menyumbang angka pengangguran. Ledakan penduduk tersebut menyumbang pada peningkatan angka kemiskinan, pengangguran bahkan kematian. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang paling
dasar
dan
utama
bagi
wanita,
meskipun
tidak
selalu
diakui
demikian.Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998). Kepadatan penduduk yang terjadi tentu saja menjadi suatu masalah bagi negara Indonesia yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sehingga banyak upaya
yang dipilih atau diprogramkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut dengan cara melakukan program Keluarga Berencana atau dikenal dengan singkatan KB. Penyampaian informasi KB sangat diperlukan bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.Oleh karena itu, untuk mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan program keluarga berencana, maka penulis melakukan penelitian tentang “Peran Informasi Keluarga Berencana Pada Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Praktek KB di Desa Rengas Abang Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan”. Desa Rengas Abang merupakan salah satu desa di Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi fokus penelitian tentang inforamasi Keluarga Berencana. Desa ini merupakan desa yang terletak di pinggiran serta memiliki akses tentang informasi Keluarga Berencana lebih rendah dibandingkan dengan desa yang lain, terutama desa yang lebih dekat dengan kecamatan. Desa ini menarik untuk diamati lebih jauh karena desa ini tidak memiliki akses elektronik yang kurang memadai sebagai media informasi disbanding dengan desa yang berada disekitarnya, serta anggapan punya anak banyak dapat menambah rezeki bisa dibilang menjadi sebuah warisan yang diturunkan serta masih dijadikan pedoman sehingga banyak masyarakat yang mengabaikan program KB yang dianjurkan oleh pemerintah, ditambah lagi kurangnya intensitas masyarakat dalam memperoleh informasi tentang Keluarga Berencana. Sementara itu, keadaan penduduk Desa Rengas Abang mayoritas tidak sekolah dan tamatan SD, hanya sedikit penduduk yang mengenyam pendidikan
SMP dan SMA, terlebih lagi perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan memang keadaan yang memaksa sehingga tidak mampu untuk menikmati pendidikan layaknya penduduk di daerah lain. Masyarakat lebih mengutamakan permasalahan keberlanjutan hidup sehari-hari dari pada membiayai anak sekolah dan terlebih lagi jumlah anak yang banyak untuk disekolahkan. Hal ini yang dapat memicu terjadinya pernikahan usia dini yang berdampak pada kemungkinan untuk memiliki jumlah anak banyak lebih dominan. Alasan pemilihan tema tentang informasi Keluarga Berencana dikarenakan masih rendahnya partisipasi masyarakat di Desa Rengas Abang dalam keikutsertaan KB, serta masih tingginya nilai budaya yang neganggap bahwa banyak anak banyak rezeki. Permasalahan tersebut menyebabkan masih banyak keluarga yang memiliki jumlahanak lebih dari dua. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh masih kurangnya sumber informasi serta pengetahuan tentang KB sehingga kesadaran masyarakat dalam keikutsertaan masyarakat dalam praktek KB masih minim. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peran informasi keluarga berencana.
1.2 Perumusan Masalah Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, terutama pada masa Orde Baru sudah banyak diakui keberhasilannya. Bukti keberhasilan tersebut salah satunya
ditunjukkan
dengan
penurunan
angka
pertumbuhan
penduduk.
Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 1970-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2,31 persen, jumlah ini menurun dalam periode 1980-1990
menjadi sebesar 1,98 persen.Saat ini terjadi reformasi politik pemerintahan yang dilanjutkan dengan penerapan otonomi daerah, menggeser paradigma pelaksanaan program KB di lapangan yang mempengaruhi gerak dinamis program KB nasional. Saat ini pelaksanaan program KB sangat tergantung pada kebijakan strategis pemangku jabatan yang ada di daerah (BKKBN, 2007). Hal ini tercermin dari belum memadainya komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan program KB yang dapat dilihat dari bervariasinya bentuk kelembagaan KB maupun dana yang dialokasikan (BKKBN, 2008). Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dalam praktek KB dapat melalui pemberian informasi dan pengetahuan ilmiah dalam rangka mempromosikan penggunaan alat kontrasepsi (Sharma dan Sharma, 1998). Informasi sangat menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, sehingga informasi yang lengkap mengenai kontrasepsi sangat diperlukan guna memutuskan pemilihan metode kontrasepsi yang akan dipakai. Hal tersebut didukung oleh penelitian Roy dan Pinto (1999) yang menunjukkan bahwa komunikasi, informasi dan edukasi serta fasilitas pelayanan yang memadai akan memotivasi seseorang dalam penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada peran informasi keluarga berencana terhadap keikutsertaan masyarakat ber-KB, selanjutnya secara lebih rinci dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah informasi pesan KB berkontribusi terhadap keikutsertaan masyarakat dalam praktek KB?”.
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran informasi terhadap sikap masyarakat dalam memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui sumber informasi yang memberikan informasi KB kepada masyarakat. 2. Mengetahui perbedaan persepsi tentang KB menurut keterpaparan informasi KB. 3. Mengetahui perbedaan partisipasi dalam praktek KB menurut persepsi tentang KB. 4. Mengetahui perbedaan partisipasi dalam praktek KB menurut keterpaparan informasi KB. 5. Mengetahui perbedaan partisipasi dalam praktek KB menurut persepsi tentang KB yang dikontrol dengan tingkat pendidikan, jumlah anak yang dimiliki dan keinginan punya anak lagi.
1.4 Manfaat Penelitian Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam program KB. Adapun secara khusus penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut : 1) Untuk membangun ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan upaya perubahan perilaku dan dapat dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.
2) Pengembangan program KB yang lebih baik lagi. 3) Pemahaman masyarakat mengenai program KB termasuk penggunaan alat kontrasepsi. 4) Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan dalam melakukan intervensi, khususnya dalam program KB.
1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan referensi kepustakaan, peneliti menemukan penelitian yang mengungkapkan peran informasi dalam praktek KB. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan peran informasi dalam praktek KB tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Penelitian terhadap 422 wanita di Tanzania tahun 1999, tentang kampanye informasi KB melalui media massa yang berhasil meningkatkan pemakaian kontrasepsi sebesar 50%, diskusi KB sebesar 40%. Frekuensi penyampaian informasi KB sebanyak 2 kali hingga 3 kali dalam sehari (Jato, et al., 1999). 2) Suprihastuti (2000) melakukan penelitian tentang pengambilan keputusan penggunaan alat kontrasepsi pria di Indonesia menggunakan data SDKI 1997, menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan bersama antara pasangan suami istri dapat meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi pria. Dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan , agama, tempat tinggal dan aspek wilayah. 3) Penelitian di Kamerun tahun 1998 terhadap 2.571 wanita, ditemukan penyampaian informasi dan pesan KB melalui media massa dapat meningkatkan pemakaian kontrasepsi sebesar 80%. Sebanyak 52%
diantaranya mendapatkan paparan pesan dan informasi kontrasepsi dari media sebanyak 4 sampai 6 kali (Babalola,et al., 2001). 4) Ferdinanda (2003) melakukan penelitian tentang perbandingan pengetahuan dan sikap Keluarga Berencana antara suami dan istri di Desa Kuta Baru Kabupaten Tanggerang. Penelitian ini merupakan survei jenis analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitiannya tidak ada perbedaan bermakna pengetahuan dan sikap antara suami dan istri tentang KB. 5) Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2011), membahas tentang peran informasi keluarga berencana terhadap partisipasi pria dalam praktek KB dengan menggunakan data sekunder (SDKI 2007) sebagai bahan analisisnya, dan diketahui lebih dari separuh (50,9%) pria menyatakan bahwa dirinya tidak terpapar mengenai informasi KB baik dari media massa maupun melalui diskusi yang bias dilakukan dengan orang lain.
Tabel 1.1Keaslian Penelitian No 1.
Peneliti Tahun Jato, et al., 1999
Hasil penelitian Penelitian terhadap 422 wanita di Tanzania tahun 1999, tentang kampanye informasi KB melalui media massa yang berhasil meningkatkan pemakaian kontrasepsi sebesar 50%, diskusi KB sebesar 40%. Frekuensi penyampaian informasi KB sebanyak 2 kali hingga 3 kali dalam sehari.
Persamaan Membahas tentang penyampaian informasi KBterhadap partisipasi KB.
Perbedaan Penelitian ini mencari besarnya frekuensi dari setiap jenis informasi KB sedangkan peneliti mencari jenis informasi KB yang diterima masyarakat.
2.
Suprihastuti 2000
melakukan penelitian tentang pengambilan keputusan penggunaan alat kontrasepsi pria di Indonesiamenggunakan data SDKI 1997
Membahas tentang pengambilan keputusan dalam
Menggunakan data sekunder berupa SDKI 1997 sebagai bahan analisisnya
Lanjutan Tabel 1.1
3.
Babalola,et al., 2001
4.
Ferdinanda 2003
5.
Susanti 2011
menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan bersama antara pasangan suami istri dapat meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi pria. Dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan , agama, tempat tinggal dan aspek wilayah. Ditemukan penyampaian informasi dan pesan KB melalui media massa dapat meningkatkan pemakaian kontrasepsi sebesar 80%. Sebanyak 52% diantaranya mendapatkan paparan pesan dan informasi kontrasepsi dari media sebanyak 4 sampai 6 kali.
penggunaan alat kontrasepsi.
Membahas tentang peran informasi KB.
Penelitian ini memfokuskan pada peningkatan pemakaian alat kontrasepsi sedangkan peneliti memfokuskan pada keikutsertaan KB.
Melakukan penelitian tentang perbandingan pengetahuan dan sikap Keluarga Berencana antara suami dan istri di Desa Kuta Baru Kabupaten Tanggerang. Penelitian ini merupakan survey jenis analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitiannya tidak ada perbedaan bermakna pengetahuan dan sikap antara suami dan istri tentang KB.
Membahas tentang pengetahuan dan sikap terhadap Keluarga Berencana
Penelitian ini membandingkan pengetahuan dan sikap Keluarga Berencana antara suami dan istri.
membahas tentang peran Membahas Sampel yang informasi keluarga berencana peran informasi digunakan adalah terhadap pria, sedangkan terhadap partisipasi pria dalam KB praktek KB dengan partsipasi KB peneliti menggunakan data sekunder menggunakan (SDKI 2007) sebagai bahan sampel Wanita. analisisnya, dan diketahui lebih dari separuh (50,9%) pria menyatakan bahwa dirinya tidak terpapar mengenai informasi KB baik dari media massa maupun melalui diskusi yang bias dilakukan dengan orang lain. Sumber: Jato, et al., 1999; Suprihastuti, 2000; Babalola, et al., 2001; Ferdinanda, 2003; dan Susanti, 2011
Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel kontrol yang digunakan adalah karakteristik sosial demografi seperti pendidikan, jumlah anak, dan keinginan punya anak lagi. Perbedaan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sumber data dan unit analisis. Penelitian sebelumnya menggunakan sumber data SDKI baik SDKI tahun 1997 ataupun SDKI tahun 2007 sedangkan penelitian ini menggunakan data primer serta koesioner mengacu pada SDKI 2012. Perbedaan selanjutnya pada unit analisis, sebelunya unit analisis pada penelitian sebelumnya adalah pria, sedangkan unit analisis pada penelitian adalah wanita usia subur umur 15-49 tahun yang sudah menikah.