BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dua dekade lebih, Healthh care-associated infections (HAIs) menjadi masalah utama tentang keselamatan yang mempengaruhi pelayanan kesehatan (Allegranzi et all, 2007). HAIs mempengaruhi ratusan juta pasien di seluruh dunia setiap tahunnya (WHO, 2009). Menurut Kleinpell 2008, HAIs adalah infeksi yang muncul selama seseorang dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala infeksi >48 jam setelah mulai dirawat di rumah sakit. Infeksi ini terus meningkat setiap tahunnya mulai dari 1% di beberapa Negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Menurut data World Health Organization (WHO), angka kejadian HAIs di rumah sakit sekitar 3 - 21% dan rata-rata kejadiannya adalah 9% (DepKes RI, 2010). Saat ini HAIs menjadi perhatian utama, dilaporkan penyakit akibat HAIs di negara dengan pendapat rendah sampai menengah sebagai berikut infeksi luka operasi 29,1%, infeksi saluran kemih 23,9%, infeksi aliran darah primer 19,1%, ventilator-associated pnumonia 14,8%, dan infeksi lainnya 13,1% (WHO, 2011). Infeksi luka operasi dilaporkan sebagai penyakit akibat HAIs yang tertinggi jumlahnya. Menurut Krediet 2011, ruang operasi merupakan sumber infeksi primer, dan telah dilakukan banyak upaya mensterilkan ruang operasi.
1
Healt care-associated infections (HAIs) atau yang dahulu disebut dengan infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung kematian pasien. Kementerian Kesehatan melakukan revitalisasi Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah Sakit yang merupakan salah satu pilar utama menuju patient safety. Program PPI mengidentifikasi dan menurunkan resiko infeksi yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung. Resiko infeksi dapat berbeda dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya tergantung kegiatan klinis dan pelayanan rumah sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien dan jumlah pegawai rumah sakit (DepKes RI, 2012). Kementerian Kesehatan menetapkan rumah sakit di Indonesia supaya melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit. Prosedur tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus diterapkan di rumah sakit termasuk di ruang operasi. Ruang operasi merupakan suatu unit khusus di rumah sakit tempat melakukan pembedahan (Masloman, A.P et all, 2015). Lingkungan ruang operasi sebagai faktor resiko penyebaran HAIs di rumah sakit. Selanjutnya tenaga kesehatan ruang operasi sering kontak dengan pasien. Kegagalan tenaga kesehatan ruang operasi dalam menerapkan hand hygiene sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dapat menyebabkan kontaminasi alat, sehingga dapat menginfeksi pasien berikutnya. Misalnya pada kontaminasi telepon, keyboard, mesin anastesi, dan kran infus set. Tenaga kesehatan ruang operasi juga melakukan
2
tindakan invasif seperti intubasi trakea, pemasangan infus dan pemasangan kateter, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kontaminasi infeksi pada pasien normal sekalipun (Krediet, A.C et all, 2011). Menurut WHO, mengembangkan patient safety dan menurunkan resiko infeksi merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan terjadinya HAIs. Resiko infeksi dapat dicegah salah satunya dengan melakukan hand hygiene pada momen dan teknik yang tepat. Hand hygiene ini sangat banyak kemanfaatannya pada perawatan kesehatan, dengan ketepatan praktek hand hygiene diharapkan akan mencegah infeksi eksogen, mencegah kontaminasi pathogen
ke
lingkungan,
serta
dapat
memutus
transmisi
antara
mikroorganisme dan pasien (Longtin et al, 2011). Hand hygiene ini dapat dilakukan dengan menggunakan cairan handrub yang berbasis alkohol ataupun dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air. Menurut WHO, tindakan hand hygiene harus dilakukan pada saat sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan asepsis, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar. Hand hygiene merupakan cara yang paling sederhana dan efektif menurunkan angka terjadinya HAIs yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (Longtin et al, 2011). Hand hygiene merupakan tanggung jawab semua individu yang terlibat dalam penyedia layanan kesehatan. Petugas kesehatan harus dibekali bagaimana melindungi diri agar tidak terkena resiko infeksi (Arifin dan Solikhah, 2005). Universal Precautions rnerupakan upaya yang dilakukan dalarn rangka perlindungan, pencegahan dan 3
meminimalkan infeksi silang (cross infection) antara petugas kesehatan dengan pasien akibat adanya kontak langsung dengan pasien atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Oleh sebab itu, petugas layanan kesehatan harus meningkatkan universal precautions secara penuh dalam berinteraksi dengan semua pasien. Salah satunya dengan senantiasa melakukan hand hygiene di ruang operasi. Petugas pelayanan kesehatan sering kali mengabaikan hand hygiene, hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petugas pelayanan kesehatan, sikap dan keyakinan dari petugas kesehatan untuk melakukan hand hygiene, serta tersedianya fasilitas sarana dan prasarana hand hygine di rumah sakit tersebut Elaziz & Bakr, 2008). Kepatuhan petugas pelayanan kesehatan terhadap hand hygiene ini mempunyai pengaruh besar untuk menurunkan angka terjadinya HAIs. Guideline WHO mengenai hand hygiene menganjurkan untuk mengobservasi langsung bagaimana tingkat kepatuhan dan sarana dari hand hygiene, sehingga diharapkan data kepatuhan hand hygiene meningkat (Pan, S.C et al, 2013). Penelitian pendahuluan yang dilakukan juga memberikan gambaran bahwa banyak petugas kesehatan yang belum mengetahui 5 momen hand hygienie, sarana dan prasarana yang dirasakan masih kurang serta belum adanya sosialisasi mengenai pentingnya hand hygiene. Berdasarkan latar belakang di atas bahwa ruang operasi merupakan sumber infeksi primer dan temuan tentang sedikitnya laporan data kepatuhan hand hygiene di ruang operasi serta adanya anjuran untuk melakukan observasi kepatuhan hand hygiene secara langsung dan temuan bahwa banyak petugas
4
kesehatan yang belum mengetahui 5 momen hand hygienie, sarana dan prasarana yang dirasakan masih kurang serta belum adanya sosialisasi mengenai pentingnya hand hygiene, penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang evaluasi kepatuhan hand hygiene di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau Tapin mengingat rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit umum daerah dengan berbagai pelayanan kesehatan serta telah dilakukannya sosialisasi dari rumah sakit tentang 6 langkah hand hygiene. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah ”bagaimanakah hasil evaluasi kepatuhan hand hygiene di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau”? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kepatuhan hand hygiene di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kepatuhan petugas kesehatan terhadap hand hygiene 5 momen di ruang operasi di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau. b. Untuk mengetahui kepatuhan petugas kesehatan terhadap teknik hand hygiene (handrub, handwash dan surgical hand preparation) di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau. c. Untuk mengetahui kepatuhan petugas kesehatan terhadap hand hygiene di ruang operasi di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau.
5
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kepatuhan hand hygiene di RSUD Datu Sanggul Rantau. 2. Bagi pihak manajemen rumah sakit a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kebijakan rumah sakit dan dukungan pimpinan terkait dengan kepatuhan petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene. b. Diharapkan dapat membantu menganalisis kepatuhan hand hygiene petugas kesehatan terkait dengan upaya penyelenggaraan menurunkan resiko terjadinya HAIs di ruang operasi. c. Diharapkan dapat membantu mengevalusi faktor pendukung berupa ketersediaan sarana/ prasarana dan ketersediaan waktu untuk petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau. 3. Bagi petugas kesehatan d. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi petugas kesehatan untuk berperan serta mencegah dan mengendalikan infeksi di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau dengan melakukan hand hygiene. a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan serta kesadaran petugas kesehatan untuk meningkatkan universal precaution, salah satunya hand hygiene.
6
4. Bagi institusi pendidikan Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bukti llmiah pada program studi MMR serta menjadi literatur dalam proses pembelajaran tentang upaya menurunkan angka terjadinya HAIs di RSUD Datu Sanggul Rantau.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka 1. Health-care associated infections a. Pengertian Menurut World Health Organization (WHO) 2009, healthcare associated infections (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, sebelum dirawat pasien tersebut tidak memiliki gejala serupa dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi ini berkembang selama pasien dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan gejalanya >48 jam setelah mulai dirawat di rumah sakit. Kementerian kesehatan melakukan revitalisasi program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di rumah sakit yang bertujuan meningkatkan patient safety dan menurunkan resiko infeksi yang didapat dan disebarkan diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung (DepKes RI, 2012).
b. Epidemiologi Data yang dilaporkan oleh WHO 2011, menunjukkan bahwa angka kejadian HAIs masih sangat tinggi. Data tersebut merupakan hasil dari tinjauan sistemik beberapa literatur endemik HAIs tahun 1995-2010,
8
di negara yang mempunyai penghasilan tinggi, sedang dan rendah. Setiap tahunnya HAIs menyebabkan angka kematian meningkat signifikan dan juga menyebabkan kerugian keuanganan pada sistem kesehatan. Dari setiap 100 pasien yang dirawat di rumah sakit pada waktu tertentu, 7 di negara maju dan 10 di negara-negara berkembang akan mengakuisisi setidaknya ada 1 pasien akibat HAIs. Beban endemik terkait HAIs juga secara signifikan lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara dengan penghasilan tinggi, khususnya pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif dan neonatus. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah frekuensi infeksi ICU yang didapat setidaknya 2 sampai 3 kali lipat lebih tinggi daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi. Bayi yang baru lahir berada pada risiko tinggi tertular HAIs di negara-negara berkembang, dengan tingkat infeksi 3 sampai 20 kali lebih tinggi dari pada di negara-negara berpenghasilan tinggi. Prevalensi HAIs bervariasi, yaitu mulai dari 5,7% sampai dengan 19,1%, dan di Indonesia sendiri dilaporkan oleh DepKes RI 2010 bahwa angka kejadian HAIs mencapai 21%, dan diperkirakan 1,7 juta HAIs dan 99.000 kematian setiap tahunnya. Negara berpenghasilan tinggi, seperti Amerika Serikat setiap tahun, tercatat menghabiskan dana sebesar $35,7 sampai $45 miliar untuk biaya kesehatan akibat HAIs setiap tahunnya (Scott II, 2009).
9
c. Etiologi Department of health Pennsylvania menuliskan bahwa healthcare associated infection ini sama seperti jenis infeksi lainnya, dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur atau parasit. Tempat pelayanan kesehatan merupakan lingkungan yang sangat beresiko untuk terjadi infeksi, orang-orang yang terinfeksi dan orang-orang yang mengalami peningkatan resiko infeksi berkumpul disana. Faktor-faktor lain yang meningkatkan resiko penyebaran infeksi antara lain seperti kondisi rumah sakit yang ramai, sering terjadi perpindahan pasien dari satu unit ke unit lainnya, dan pasien dengan resiko infeksi tinggi di tempat yang sama.
Infeksi
juga
dapat
disebabkan
oleh
benda-benda
yang
terkontaminasi, seperti peralatan medis, dan bahan lainnya yang dapat tersentuh oleh banyak pasien (Jain & Singh, 2007). Sembilan puluh persen penyebab HAIs disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan oleh microbakterial, virus, jamur dan protozoa (Jain & Singh, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidron et al 2008 yaitu sbb:
10
Diagram 2.1. Daftar patogen penyebab health-care associated infection Coagulase-negative staphylococci Staphylococci aureus Enterococcus spp
15.30%
15.60%
1.10% 2.70%
Candida Sp
4.80%
14.50%
Escherichia coli Pseudomonas aeruginosa
5.80% 7.90%
12.10%
Klebsiella pneumoniae Enterobacter sp
9.60%
10.70%
Acinetobacter baumanii Klebsiella oxytoca
Sumber : Hidron et al 2008. Antimicrobial-Resistant Pathogens Associated With Healthcare-Associated Infections: Annual Summary of Data Reported to the National Healthcare Safety Network at the Centers for Disease Control and Prevention, 2006–2007.
Berikut beberapa penyakit yang disebabkan oleh HAIs antara lain infeksi luka operasi 29,1%, infeksi saluran kemih 23,9%, infeksi aliran darah primer 19,1%, ventilator-associated pnumonia 14,8%, dan infeksi lainnya 13,1% (WHO, 2011). d. Cara penyebaran infeksi Penyebaran infeksi ini dapat terjadi melalui 3 hal utama, yaitu: (Memarzadeh, 2011) 1. Contact (langsung atau tidak langsung)
11
Penyebaran melalui kontak langsung maupun tidak langsung adalah tipe penyebaran yang paling sering terjadi, antara fasilitas pelayanan kesehatan dengan lingkungan sekitar. 2. Droplet transmition Penyebaran droplet ini karakter penyebaran mikroorganisme melalui seseorang yang terinfeksi dengan jarak antara 3-6 kaki, dan penyebarannya di udara sangat cepat. 3. Airbone transmition Penyebaran melalui airbone ini meliputi penyebaran microba via droplet nuclei yang melampaui jarak pendek, seperti pada sistem HVAC (Stand of Heating, Ventilation and Air Conditioning). e. Rantai penyebaran infeksi HAIs tidak terjadi secara spontan, mereka adalah hasil dari sejumlah langkah dalam proses yang memungkinkan suatu organisme untuk menjajah dan / menginfeksi pejamu yang rentan. Langkah - langkah ini terkait dan sering disebut sebagai “Rantai Transmisi”. Transmisi agen infeksi memerlukan tiga unsur: (Siegel, 2007). 1. A Source (sumber infeksi) Sumber infeksi meliputi: pasien, petugas kesehatan, pengunjung, lingkungan dan peralatan. 2. Means/ mode of transportation
12
Cara organisme dijemput dan dibawa ke host, yaitu melalui (kontak, dorplet dan udara). 3. A Susceptible host (pejamu yang rentan) Infeksi merupakan hasil dari keterkaitan yang kompleks antara host potensial dan agen infeksi. Sebagian besak faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi dan tingkat keparahan penyakit berhubungan dengan pejamu. Gambar 2.2. Rantai penyebaran infeksi
Sumber : APIC Implementation Guide. Guide to hand hygiene program for infection prevention. 2015
f. Pencegahan HAIs Kegiatan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko HAIs merupakan
komponen
penting
dari
program
pencegahan
dan
pengendalian infeksi yang komprehensif. Berikut merupakan Pedoman
13
yang dibuat oleh Tim PPI RS Massachusetts
yang diadaptasi dari
standar yang diterima secara nasional dikembangkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Centers for Disease Control and Prevention adalah sebagai berikut: (Patrick, 2008) 1. Rekomendasi
terkait
dengan
Program
Pengaturan
Infeksi
Pencegahan dan Pengendalian Rumah Sakit 2. Rekomendasi Hand Hygiene 3. Universal Precaution di Rumah Sakit 4. Contact Precaution di Rumah Sakit 5. Pencegahan dan manajemen Multi-drug Resistant Organisms 6. Pencegahan Ventilator-Associated Pneumonia 7. Pencegahan Infeksi Luka Operasi 8. Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer 9. Pencegahan Catheter-Associated Urinary Tract Infections Landasan dari upaya untuk mengurangi HAIs di rumah sakit adalah program pencegahan dan pengendalian infeksi yang efektif. Tujuan utama dari program pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah untuk melindungi pasien, karyawan dan pengunjung dari penularan infeksi (Patrick, 2008). Pasien, petugas kesehatan, dan pengunjung juga dapat menjadi mitra dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Salah satunya dengan meningkatkan hand hygiene di rumah sakit (Pittet et all, 2009 ; Golan et all, 2006).
14
2. Hand Hygiene a. Definisi Hand Hygiene Menurut WHO, hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (WHO, 2009). Sedangkan menurut Marjadi & Mclaws 2010, hand hygiene adalah tindakan untuk membersihkan tangan. Hand hygiene telah diperkenalkan lebih dari 200 tahun oleh Ignaz Semmelweis pada tahun 1860an (Larson 1999; WHO 2005). Hand hygiene meliputi 2 hal yaitu mencuci tangan dengan air dan sabun serta membersihkan tangan dengan handrub apabila tangan tidak kotor). Hand hygiene merupakan tindakan utama/ dasar yang terbukti efektif dalam HAIs dan penyebaran resistensi antimikroba. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifiksikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora transient. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis karena telah beradaptasi pada tangan manusia, contohnya: Staphylococcus, Corynibacterium dan Klibsiella. Sedangkan flora transient adalah flora transit atau flora kontaminasi yang jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja, kuman ini mudah dihilangkan dengan cuci tangan yang efektif. Contohnya: Staphylococcus aureus, Streptococci, Pseudomonas, E.Coli, mikroorganisme tersebut dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan tangan dengan gesekan mekanik dan cuci tangan yang efektif (Zulpahiyana, 2013).
15
b. Tujuan Hand Hygiene Hand hygiene merupakan tindakan dasar untuk pencegahan infeksi, tujuan dilakukaknnya hand hygiene adalah untuk menghilangkan mikroorganisme dari tangan (Sax, H et all, 2009; Zulpahiyana, 2013). Menurut WHO dalam Guideline on Hand Hygiene in Health Care a Summary dan Joint Commission International (JCI dalam artikel tentan Improve Hand Hygiene to Prevent Healthcare Associated Infections menjelaskan bahwa Hand hygiene bertujuan memutus transmisi penyebaran mikroorganisme, mengurangi penyebaran HAIs, dan untuk mencegah terjadinya HAIs di rumah sakit. Hal tersebut tidak saja ditujukan kepada petugas kesehatan tetapi juga pada pemimpin pengambilan kebijakan beserta manajer terkait (JCI & WHO, 2007 & WHO, 2009). c. Indikasi Hand Hygiene Menurut Pittet dkk dalam The World Health Organization Guidelines on Hand Hygiene Health Care and Their Consensus Recommendations menyebutkan indikasi hand hygiene sebagai berikut: 1. Mencuci tangan dengan sabun dan air saat tangan kotor, tangan terkena darah, cairan tubuh atau setelah menggunakan toilet. 2. Jika terpapar spora patogen yang diduga kuat berpotensi terkena Clostridium difficile maka cuci tangan dengan sabun dan air.
16
3. Gunakan handrub berbasis alkohol pada kegiatan rutin jika tangan tidak kotor, atau jika tidak terdapat handrub dapat diganti dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air. 4. Hand hygiene pada saat berikut: a) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien b) Sebelum melakukan tindakan invasive pada pasien dengan atau menggunakan sarung tangan c) Setelah kontak dengan cairan tubuh atau selaput lendir, kulit yang non intact atau penutup luka d) Setelah kontak dengan anggota tubuh yang terkontaminasi berpindah ke bagian tubuh yang tidak terkontaminasi dari pasien yang sama e) Setelah kontak dengan peralatan medis yang berada di dekat pasien f) Setelah melepas sarung tangan steril dan non steril 5. Sebelum menyiapkan obat atau makanan bersihkan tangan dengan menggunakan handrub berbasis alkohol atau cuci tangan dengan sabun dan air 6. Sabun dan handrub berbasis alkohol tidak boleh digunakan secara bersamaan.
17
Gambar 2.3. hand hygiene 5 momen berdasarkan WHO.
Sumber: WHO,2009.Guideline on Hand Hygiene in Health Care a Summary.
d. Teknik hand hygiene Hand hygiene yang dilakukan di ruang operasi meliputi 3 teknik hand hygiene antara lain: (WHO, 2009). 1. Handrub Handrub dilakukan dengan menggunakan cairan berbasis alkohol, dan hanya boleh dilakukan jika kondisi tangan dalam keadaan bersih. 2. Handwash Handwash dilakukan dengan menggunakan air mengalir dan sabun. Indikasi apabila tangan terlihat kotor, sehingga bisa dibersihkan dengan air mengalir. 3. Surgical hand preparation Teknik hand hygiene operational hand preparation dilakukan seorang dokter atau perawat yang akan melakukan operasi. Teknik ini memang
18
agak sedikit berbeda. Apabila tangan terlihat kotor, cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun. Penggunaan sikat tidak dianjurkan. Jika tangan sudah mengering gunakan cairan berbasis alkohol untuk hand hygiene. Hand hygiene menjadi lebih efektif bila tangan bebas luka, kuku pendek dan bersih, tangan dan pergelangan bebas dari perhiasan dan pakaian. Surgical hand preparation yang masih menggunakan sabun dan air memang masih diperbolehkan, akan tetapi lebih efektif dengan menggunakan surgical hand preparation berbasis alkohol.
Gambar 2.4. teknik hand hygiene berdasarkan WHO.
Sumber: WHO, 2009.Guideline on Hand Hygiene in Health Care a Summary.
19
3. Kepatuhan Petugas Kesehatan terhadap Hand Hygiene a. Definisi Kepatuhan Kepatuhan yang berasal dari kata patuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan aturan dan berdisiplin. Menurut Kelman seperti yang dikutip oleh Alhamda 2014, perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian baru internalisasi. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari kehidupannya. Kepatuhan petugas kesehatan hand hygiene di beberapa Rumah sakit dilaporkan masih sangat rendah, dan data kepatuhan hand hygiene di ruang operasi juga sangat terbatas (Krediet, A.C et all, 2011). b. Faktor Pendukung Hand Hygiene Kepatuhan
hand
hygiene
dapat
ditingkatkan
dengan
memperhatikan hal-hal antara lain: usia, pendidikan, masa kerja,
20
pengetahuan, pengawasan, kebijakan, tenaga kerja, fasilitas, serta niat/ intention. Seperti yang dilaporkan Randle 2006 bahwa kampanye tentang pentingnya hand hygiene sangatlah berpengaruh untuk meningkatkan pengetahuan hand hygiene. Selain itu, adanya fasilitas hand hygiene juga mempengaruhi kepatuhan petugas kesehatan terhadap hand hygiene. c. Kendala hand hygiene Beberapa laporan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya angka hand hygiene antara lain: (WHO,2009) 1. Bahan cuci tangan mengakibatkan iritasi pada kulit 2. Lokasi sarana/ prasarana yang tidak terlihat dan susah dijangkau 3. Kurangnya sabun, tisue dan handuk 4. Kurangnya waktu/ terlalu sibuk 5. Lebih memprioritaskan pelayanan pada pasien 6. Hand hygiene menganggu hubungan tenaga kesehatan dengan pasien 7. Resiko tertular infeksi dari pasien rendah 8. Keyakinan bahwa penggunaan sarung tangan menyingkirkan kebutuhan hand hygiene 9. Kurangnya pengetahuan tentang protokol/ guideine hand hygiene 10. Kurangnya pengalaman dan pendidikan 11. Kurangnya penghargaan/ motivasi 12. Kurangnya panutan dari rekan-rekan atau atasan 13. Kelupaan
21
14. Skeptis terhadap nilai hand hygiene 15. Tidak setuju terhadap rekomendasi hand hygiene 16. Kurangnya informasi ilmiah tentang dampak peningkatan hand hygiene terhadap HAIs
B. Landasan Teori Berdasarkan WHO, hand hygiene dilakukan pada 5 momen dengan teknik yang benar. Beberapa teknik yang dijelaskan pada guideline WHO mengenai hand hygiene meliputi handrub, handwash dan surgical hand preparation. Sehingga pada proses pengolahan data dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hasil evaluasi kepatuhan hand hygiene di ruang operasi serta ketepatan teknik hand hygiene. Observasi kepatuhan petugas kesehatan di ruang operasi terhadap hand hygiene meliputi 5 momen hand hygiene dengan memperhatikan ketepatan teknik hand hygiene.
C. Penelitian Terdahulu Sepanjang pengetahuan penulis, belum banyak penelitian yang mengangkat topik penelitian tentang evaluasi kepatuhan hand hygiene di ruang operasi rumah sakit secara spesifik. Padahal ruang operasi merupakan ruangan yang sangat tinggi resiko terjadinya infeksi. Terbukti dari tingginya angka infeksi luka operasi (ILO) terutama di negara dengan penghasilan rendah sampai dengan menengah, dilaporkan angka ILO mencapai 29,1%.
22
Berikut penelitian terdahulu tentang kepatuhan petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene : 1.
Penelitian yang dilakukan oleh A. C. Krediet, C. J. Kalkman, M. J. Bonten, A. C. M. Gigengack and P. Barach tahun 2011 dengan judul Hand-hygiene practices in the operating theatre: an observational study di Netherlands menemukan bahwa Kepatuhan terhadap pedoman hand hygiene yang dilakukan oleh staf ruang operasi adalah sangat rendah. Hal ini berpotensi menghadapkan pasien pada transmisi mikroba, HAIs, dan dapat membahayakan pasien. Metode pengamatan secara langsung tersembunyi pada staff ruang operasi di pusat akademik medis dilakukan oleh satu pengamat terlatih. Hasil utama adalah frekuensi hand hygiene oleh tenaga kesehaan di ruang operasi, termasuk ahli anestesi, perawat anestesi, dokter bedah, bedah perawat, dan mahasiswa kedokteran. Tenaga kesehatan yang menggunakan steril „scrubbed‟ dieksklusi dalam penelitian ini. Berikut hand hygiene yang dipantau: (i)memasuki atau meninggalkan ruang operasi; dan (ii)sebelum kontak dengan pasien. Selanjutnya, frekuensi dari 'potensi kontaminasi' tercatat (menyentuh ruang operasi setelah kontak dengan pasien / cairan tubuh pasien tanpa hand hygiene).
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Veronika Megeus, Kerstin Nilsson, Jon Karlsson, Bengt I Eriksson
dan Annette Erichsen Andersson pada
tahun 2015 di Swedia dengan judul Hand hygiene and aseptic techniques during routine anesthetic care - observations in the
23
operating room. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada bukti kuat kepatuhan yang rendah terhadap pedoman hand hygiene di ruang operasi, sehingga kebutuhan terhadap strategi peningkatan hand hygiene yang efektif bersifat mendesak. Setiap strategi tersebut harus termasuk pendidikan dan pelatihan praktis dalam hal bagaimana melaksanakan hand hygiene dan teknik aseptik serta bagaimana menggunakan sarung tangan dengan benar. Selain itu tampaknya menjadi penting untuk mengoptimalkan proses kerja untuk mengurangi jumlah peluang tidak dipatuhinya hand hygiene sehingga meningkatkan kemungkinan dari hand hygiene yang memadai
selama perawatan
anestesi. Penelitian tersebut melakukan pengamatan terstruktur pada hand hygiene selama perawatan anestesi selama 94 prosedur bedah dikumpulkan dengan menggunakan alat pengamatan WHO di departemen bedah yang terdiri dari 16 kamar operasi yang terdiri dari tindakan bedah yang berbeda seperti bedah ortopedi, ginekologi, urologi dan bedah umum. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Neila Fauzia tahun 2014, yang berjudul “Kepatuhan Standar Prosedur Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit” menunjukkan hasil bahwa perilaku hand hygiene perawat yang sesuai dengan SPO yang berlaku di rumah sakit tersebut berkisar antara 36% - 42%, tergolong masih rendah terutama pada kepatuhan teknik hand hygiene. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
24
Metode yang digunakan dengan cara observasi hanya pada satu kali moment hand hygiene. Subjek penelitian adalah perawat pelaksana yang berada di 5 ruang rawat inap. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Elies Ernawati tahun 2014 dengan judul “Penerapan Hand Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit” menunjukkan hasil bahwa kepatuhan perawat terhadap hand hygiene di ruang rawat inap rumah sakit masih rendah (35%). Angka kepatuhan yang tinggi ditemukan pada momen sesudah kontak atau melakukan tindakan, sedangkan kepatuhan hand hygiene sebelum kontak sangat rendah bahkan nol pada momen sebelum kontak dengan pasien. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observational dengan target populasi perawat yang bekerja di unit rawat inap rumah sakit sebanyak 65 orang perawat. Teknik pengambilan sampel dengan proporsional stratified random sampling 80% sehingga didapatkan sampel sebanyak 54 orang perawat. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Joko Jamaluddin dkk tahun 2012 dengan judul “Kepatuhan Cuci Tangan 5 momen di Unit Perawatan Intensif”. Penelitian ini melibatkan 27 perawat di unit perawatan intensif sebagai subjek penelitian, yang sebelumnya telah diberikan kuliah tentang pengetahuan cuci tangan 5 momen sebagai sosialisasi progam pengendalian infeksi WHO. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan perawat sebelum dan sesudah diberikkan kuliah, dilakukan uji pengetahuan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validasi
25
dan relibilitasnya. Hasil dari sosialisasi tersebut dapat meningkatkan pengetahuan tentang cuci tangan pada para perawat. Setalah itu dilakukan penilaian terhadap kepatuhan melakukan cuci tangan 5 momen. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada kepatuhan cuci tangan momen ke-2 dan ke-3, tetapi tidak ada perbedaan kepatuhan pada momen ke-1 dan momen ke-5. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Anita Tri Kusuma 2015, yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Hand Hygiene pada Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari”. Penelitian ini dilakukan di bangsal penyakit dalam, dengan melibatkan semua karyawan baik petugas medis, para medis maupun non kesehatan. Pada penelitian ini dilakukan observasi secara langsung pada 5 momen hand hygiene. Selain itu juga dilakukan observasi ketepatan handrub dan handwash pada tiap-tiap momen hand hygiene. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan hand hygiene tertinggi pada perawat ruangan (78,8%) dan yang terendah adalah petugas oksigen yaitu sebesar (3,3%). Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan keenam penelitian di atas adalah pada penelitian ini, hand hygiene yang dievaluasi meliputi 5 momen hand hygiene dan teknik hand hygiene di ruang operasi meliputi (handrub, handwash dan surgical hand preparation) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di ruang operasi. Penelitian dilakukan dengan cara observasi secara langsung. Lalu hasil observasi langsung digunakan sebagai panduan
26
wawancara pada petugas kesehatan ruang operasi dengan menggunakan pertanyaan terbuka terkait dengan faktor pendukung, kendala serta kebijakan rumah sakit terkait dengan hand hygiene, sehingga penelitian ini bersifat kualitatif.
D. Kerangka Konsep
Angka kejadian infeksi HAIs tinggi
Disebabkan oleh infeksi silang tangan petugas kesehatan dengan sumber infeksi
Hand hygiene (handrub, handwash dan surgical hand preparation) dengan momen dan teknik yang tepat dapat menurunkan resiko terjadinya HAIs
Evaluasi kepatuhan 5 momen hand hygiene dan ketepatan teknik hand hygiene
E. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kepatuhan petugas kesehatan terhadap 5 momen hand hygiene di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau? 2. Bagaimana kepatuhan petugas kesehatan terhadap teknik hand hygiene (handrub, handwash dan surgical hand preparation) di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau?
27
3. Bagaimanakah kepatuhan petugas kesehatan terhadap hand hygiene di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau?
28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan studi observasi dan wawancara mengenai hand hygiene di RSUD Datu Sanggul Rantau.
B. Subjek dan Objek Penelitian Subjek responden penelitian ini meliputi tenaga kesehatan yang berada di ruang operasi, yaitu dokter spesialis, penata anastesi, bidan dan perawat di ruang operasi. Jumlah petugas kesehatan 9 orang. Objek penelitian ini adalah praktek hand hygiene (handrub, handwash dan surgical hand preparation) pada 5 momen. Penelitian dilakukan selama 12 hari, tanggal 1 Desember – 15 Desember 2015. Pengambilan data dilakukan bertahap, peneliti melakukan observasi hand hygiene pada operasi yang dapat diikuti oleh peneliti. Sehingga terkumpul 110 momen hand hygiene.
C. Sampel Penelitian Tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene pada 5 momen dicatat serta dilakukan observasi mengenai ketepatan teknik hand hygiene. Pengambilan sample dilakukan dengan cara mengamati momen hand hygiene yang dapat diobservasi dengan lengkap oleh peneliti, sehingga jika terdapat
29
momen
hand
hygiene
yang
dilakukan
bersamaan,
peneliti
hanya
mengobservasi salah satunya sehingga pengambilan data bersifat accidental sampling. a. Kriteria inklusi 1) Tenaga kesehatan yang berada di ruang operasi, meliputi dokter spesialis, penata anastesi, bidan dan perawat. 2) Bersedia menjadi subjek dan objek penelitian. b. Kriteria eksklusi adalah petugas kesehatan yang tidak berada di ruang operasi selama penelitian berlangsung.
D. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini adalah kepatuhan hand hygiene. Indikator untuk mengukur kepatuhan hand hygiene yaitu melakukan hand hygiene sesuai dengan indikasi 5 momen hand hygiene serta ketepatan teknik hand hygiene yang meliputi handrub, handwash, dan surgical hand preparation. Indikator 5 momen hand hygiene antara lain sebagai berikut : 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. Sebelum melakukan prosedur asepsis 3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien 4. Setelah kontak dengan pasien 5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien
30
Hand hygiene yang dilakukan di ruang operasi antara lain handrub, handwash
(Anita Tri Kusuma, 2015) dan surgical hand preparation
berdasarkan Association of periOperative Registered Nurses Journal / AORN, 2012). Berikut prosedur pelaksanaan tiap-tiap jenis hand hygiene di ruang operasi : 1. Handrub berbasis alkohol 1) Melakukan handrub pada saat tangan tidak kotor 2) Melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar 3) Waktu yang dibutuhkan 20-30 detik 2. Handwash dengan sabun dan air mengalir 1) Membasahi tangan dengan air mengalir, mengambil sabun secukupnya 2) Melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar 3) Membilas tangan dengan air mengalir hingga bersih 4) Mengeringkan tangan dengan tisu/ handuk sekali pakai 5) Waktu yang dibutuhkan 40-60 detik 3. Surgical hand preparation (dengan sabun antiseptik dan air mengalir) Association of periOperative Registered Nurses Journal / AORN, 2012). 1) Melepaskan cincin, jam tangan, gelang dan perhiasan tangan lainnya 2) Memakai masker selama melakukan surgical hand preparation 3) Membersihkan tangan sampai dengan lengan dengan sabun dan air mengalir 4) Membersihkan kuku di bawah air mengalir 5) Membilas tangan dan lengan dengan posisi di bawah air mengalir
31
6) Mengambil sabun anti septik dengan memutar/ menekan kran menggunakan siku, lalu menggosok menggunakan sponge lembut tangan hingga siku kanan dan kiri bergantian dengan posisi tangan ditinggikan selama 3-5 menit 7) Menjaga tangan posisi ditinggikan kemudian membilas tangan hingga siku, menjaga cipratan air dan mematikan kran dengan siku.
E. Definisi Operational Variabel Penelitian 1.
Kepatuhan hand hygiene adalah perilaku yang sesuai dengan aturan (patuh) terhadap kegiatan membersihkan tangan baik dengan sabun dan air atau menggunakan handrub.
2.
Hand hygiene 5 momen adalah momen ketika petugas kesehatan harus melakukan hand hygiene, 5 momen tersebut antara lain: 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. Sebelum melakukan prosedur asepsis 3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien 4. Setelah kontak dengan pasien 5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien
3.
Teknik/ prosedur hand hygiene Hand hygiene yang dilakukan di ruang operasi meliputi 3 teknik hand hygiene antara lain: (WHO, 2009). 1. Handrub berbasis alkohol 1) Melakukan handrub pada saat tangan tidak kotor
32
2) Melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar 3) Waktu yang dibutuhkan 20-30 detik 2. Handwash dengan sabun dan air mengalir 1) Membasahi tangan dengan air mengalir 2) Mengambil sabun secukupnya 3) Melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar 4) Membilas tangan dengan air mengalir hingga bersih 5) Mengeringkan tangan dengan tisu/ handuk sekali pakai 6) Waktu yang dibutuhkan 40-60 detik 3. Surgical hand preparation (dengan sabun antiseptik dan air mengalir) 1) Melepaskan cincin, jam tangan, gelang dan perhiasan tangan lainnya serta menyingsingkan lengan baju hingga ke siku 2) Memakai masker selama melakukan surgical hand preparation 3) Membersihkan tangan sampai dengan siku dengan sabun dan air mengalir 4) Membersihkan kuku dengan pick kuku di bawah air mengalir 5) Membilas tangan sampai dengan lengan siku dengan posisi di bawah air mengalir 6) Mengambil sabun anti septik dengan memutar/ menekan kran menggunakan siku, lalu menggosok menggunakan sponge lembut tangan hingga siku kanan dan kiri bergantian dengan posisi tangan ditinggikan selama 3-5 menit
33
7) Menjaga tangan posisi ditinggikan kemudian membilas tangan hingga siku, menjaga cipratan air dan mematikan kran dengan siku.
F. Instrumen Penelitian 1. Studi Observasi Peneliti mengobservasi hand hygiene 5 momen dan ketepatan teknik hand hygiene (handrub, handwash, dan surgical hand preparation) yang terjadi di ruang operasi selama penelitian berlangsung dengan menggunakan checklist observasi hand hygiene berdasarkan WHO dan tim PPIRS RSUP Sardjito. Hand hygiene 5 momen adalah momen ketika petugas kesehatan harus melakukan hand hygiene, 5 momen tersebut antara lain: 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. Sebelum melakukan prosedur asepsis 3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien 4. Setelah kontak dengan pasien 5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien Teknik/ prosedur hand hygiene Hand hygiene yang dilakukan di ruang operasi meliputi 3 teknik hand hygiene antara lain: (WHO, 2009). 1. Handrub berbasis alkohol 1) Melakukan handrub pada saat tangan tidak kotor
34
2) Melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar 3) Waktu yang dibutuhkan 20-30 detik 2. Handwash dengan sabun dan air mengalir 1) Membasahi tangan dengan air mengalir 2) Mengambil sabun secukupnya 3) Melakukan 6 langkah hand hygiene dengan benar 4) Membilas tangan dengan air mengalir hingga bersih 5) Mengeringkan tangan dengan tisu/ handuk sekali pakai 6) Waktu yang dibutuhkan 40-60 detik 3. Surgical hand preparation (dengan sabun antiseptik dan air mengalir) 1) Melepaskan cincin, jam tangan, gelang dan perhiasan tangan lainnya serta menyingsingkan lengan baju hingga ke siku 2) Memakai masker selama melakukan surgical hand preparation 3) Membersihkan tangan sampai dengan siku dengan sabun dan air mengalir 4) Membersihkan kuku dengan pick kuku di bawah air mengalir 5) Membilas tangan sampai dengan lengan siku dengan posisi di bawah air mengalir 6) Mengambil sabun anti septik dengan memutar/ menekan kran menggunakan siku, lalu menggosok menggunakan sponge lembut tangan hingga siku kanan dan kiri bergantian dengan posisi tangan ditinggikan selama 3-5 menit
35
7) Menjaga tangan posisi ditinggikan kemudian membilas tangan hingga siku, menjaga cipratan air dan mematikan kran dengan siku.
Angka kepatuhan hand hygiene dihitung dengan menggunakan rumus : Performa aksi x100 Kepatuhan (%) = Kesempatan
Tiap item prosedur hand hygiene diberi skor 1 jika dilakukan dengan benar, dan 0 jika tidak dilakukan. 2. Alat wawancara Wawancara mengunakan alat tulis, yang peneliti gunakan saat wawancara dengan responden. Pertanyaan berupa kebijakan serta program rumah sakit dalam meningkatkan hand hygiene, serta faktor pendukung dan kendala petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene. 3. Pedoman wawancara. Instrumen wawancara berisikan pedoman pertanyaan yang
berkaitan
dengan kontrol infeksi di ruang operasi. Wawancara dilakukan 3 hal, yaitu: a. Wawancara dengan Kepala ruang untuk mengetahui pemahaman Kepala Ruang terhadap Kebijakan dan penerapan program hand hygiene. b. Wawancara dengan pihak PPIRS untuk mengetahui kebijakan PPIRS.
36
c. Wawancara dengan staf ruang operasi terkait faktor-faktor pendukung dan kendala dalam melakukan 5 momen hand hygiene dengan teknik yang tepat. G. Analisis Data Analisis data kualitatif dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Melakukan observasi hand hygiene 5 momen dan ketepatan teknik hand hygiene (handrub, handwash, dan surgical hand preparation). 2. Penyajian data dalam bentuk naratif. 3. Penarikan kesimpulan hasil penelitian dengan membandingkan pertanyaan penelitian dengan hasil penelitian.
I.
Jalannya Penelitian 1. Persiapan a. Studi pendahuluan Pada awal penelitian, penulis melakukan pengamatan ke ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau Tapin. b. Studi kepustakaan untuk mendapatkan acuan penelitian, dengan mengikuti mengumpulkan beberapa literatur mengenai kepatuhan hand hygiene, mencari bahan penelitian sebelumnya dan mencari materimateri pendukung terkait hand hygiene. c. Pengadaan Instrumen Peneliti memakai instrument WHO tentang observasi 5 momen dan ketepatan teknik hand hygiene (handrub, handwash, dan surgical hand
37
preparation). Kemudian untuk instrument berupa pertanyaan wawancara, peneliti menggunakan pertanyaan berupa pertanyaan terbuka mengenai kebijakan serta program rumah sakit dalam meningkatkan hand hygiene, serta faktor pendukung dan kendala petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene. d. Pengajuan ijin penelitian 2. Pelaksanaan penelitian a. Mengidentifikasi subyek penelitian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. b. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan hand hygiene. c. Melakukan analisis data observasi d. Melakukan wawancara mendalam dengan pedoman wawancara yang disusun mendasar pada kesenjangan data observasi. 3. Tahap akhir a. Data hasil wawancara yang disesuaikan dengan variable penelitian. b. Menyusun hasil data menjadi laporan penelitian.
I. Etika Penelitian Tujuan etika dalam penelitian ini adalah menjamin agar tidak ada yang dirugikan dalam penelitian ini atau mendapat dampak negative. Sebelum melakukan penelitian peneliti minta ijin kepada Direktur RSUD Datu Sanggul Rantau Tapin di tempat penelitian dilaksanakan. Etika dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk : (1) Confidentiality, melindungi kerahasiaan
38
identitas responden dan menjamin kerahasian informasi yang diberikan responden, (2) Informed consent, meminta persetujuan responden sebelum mengisi kuesioner atau sebelum diwawancarai, (3) Benefit, peneliti berusaha memaksimalkan manfaat penelitian dan meminimalkan kerugian yang timbul akibat penelitian, (4) Justice, semua responden dalam penelitian diperlakukan secara adil dan diberi hak yang sama, (5) Melakukan cross chek kepada responden untuk mendapatkan validitas data dan tingkat kepercayaan terhadap instrumen penelitian baik dan wawancara. Validitas dari penelitian ini menggunakan tehnik triangulasi, dengan melakukan validasi hasil wawancara kepada Kepala ruang operasi, untuk menghindari subyektifitas hasil wawancara dan diperlukan untuk menghindari kejadian interprestasi, dalam hal ini peneliti merujuk pada teori yang digunakan untuk penelitian.
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil RSUD Datu Sanggul Rantau Rumah Sakit Umum Daerah Datu Sanggul Rantau terletak di Kabupaten Tapin Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Tapin dengan Ibukotanya Rantau sebagai Ibukota Kabupaten merupakan salah satu dari sebelas kabupaten/ Kota yang ada di Kalimantan Selatan yang berjarak 113 km dari Banjarmasin. Berdasarkan letak geografisnya, batas wilayah Kabupaten Tapin adalah sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala, sebelah timur berbatasan dengan Hulu Sungai Selatan. Luas daerah Kabupaten Tapin adalah 2.1745,95 km2, yang terdiri dari 12 kecamatan, 133 desa dan 8 kelurahan. Adapun letak RSUD Datu Sanggul Rantau, berada tepat di jantung kota Rantau, tepatnya di jalan Brigjen H.Hasan Basery km.1 Rantau. Luas lahan RSUD Datu Sanggul Rantau kurang lebih 21.113,32 m2 dan luas bangunan 10.791,6 m2. Rumah Sakit Umum Daerah Datu Sanggul Rantau merupakan rumah sakit tipe C, memiliki SDM sebanyak 300 orang, 11 instalasi pelayanan rawat jalan, 7 ruang perawatan dengan kapasitas 118 TT, dan pada tahun 2014 jumlah kunjungan poliklinik yaitu sebanyak 21.043 kunjungan.
40
2. Karakteristik responden Petugas Kesehatan di Ruang Operasi RSUD Datu Sanggul Rantau Data ketenagaan pegawai ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau adalalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Data Ketenagaan Ruang Operasi RSUD Datu Sanggul Desember 2015 T Jabatan a b e l
Pegawai L
P
Dokter Spesialis Mata 4 Dokter Spesialis . Obgin 1 Dokter Spesialis Bedah
1 1
1
1
1
Penata Anastesi
2
2
Bidan P
Jumlah
Perawat
4
1
2
2
1
5
Petugas kesehatan yang berasal dokter spesialis meliputi 1 orang spesialis obsgin, 1 orang spesialis bedah dan 1 orang spesialis mata. Selanjutnya untuk penata anastesi, 1 orang D3 dan 1 orang D4. Bidan dan perawat di ruang operasi memiliki pendidikan D3. Karakteristik responden penelitian berdasarkan umur, latar belakang pendidikan dan jabatan adalah sebagai berikut :
41
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Penelitian Karakteristik Responden
Frekuensi
Presentase (%)
31 – 35 tahun
5
41,6%
36 – 40 tahun
2
16,6%
41 – 45 tahun
4
33,3%
1
8,3%
D3
8
66,7%
D4
1
8,3%
Spesialis
3
25%
Dokter Spesialis
3
25%
Penata anastesi
2
16,6%
Bidan
2
16,6%
Perawat
5
41,6%
Umur 21 – 25 tahun 26 – 30 tahun
46 – 50 tahun >50 tahun Pendidikan
Jabatan
Tabel di atas menunjukkan bahwa petugas kesehatan ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau sebagian besar usia 31-35 tahun yaitu sebesar 41,6% dan termasuk usia produktif, berdasarkan kriteria pendidikan sebanyak 66,7% memiliki pendidikan D3, dan sebanyak 41,6% menjabat sebaagai perawat.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
42
1. Hasil Observasi Rumah Sakit Umum Daerah Datu Sanggul rantau memiliki layanan 24 jam yang mencakup instalasi gawat darurat, ICU, pelayanan operasi dan pelayanan bersalin. Selain itu juga terdapat pelayanan penunjang medik dan teknis medik seperti laboratorium klinik, farmasi, radiologi, elektromedik, rekam medik, medikolegal, pelayanan gizi dan lain-lain. Pelayanan operasi meliputi operasi di bidang bedah umum, mata dan obstetri ginekologi. Pihak manajemen RSUD Datu Sanggul Rantau, telah melakukan sosialisasi mengenai hand hygiene di tiap-tiap ruangan perawatan, serta mengupayakan melengkapi sarana dan prasarana hand hygiene. Berikut ketersediaan sarana pendukung yang telah diupayakan oleh pihak manajemen rumah sakit : Gambar 4.1. Sarana Pendukung Hand Washing dan Surgical Hand Preparation
Pada beberapa gambar di atas, sarana hand hygiene dirasakan masih kurang seperti yang direkomendasikan oleh depkes RI 2012, belum
43
dilengkapi dengan ultra violet (UV) dan water sterilizer, serta belum tersedianya tempat cairan desinfektan yang pengambilannya dapat menggunakan siku atau dengan dengkul. Sedangkan cairan handrub berbasis alkohol telah disediakan di tiap-tiap ruang operasi, akan tetapi pada tiap pintu masuk belum ditemukan adanya handrub berbasis alkohol yang diletakkan di dinding pintu masuk. 2. Hasil Dokumentasi Berikut hasil kepatuhan mengenai kepatuhan hand hygiene petugas kesehatan ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau Tapin, antara lain sebagai berikut : 1) dokter spesialis, 2) penata anastesi, 3) bidan dan 4) perawat. a. Tingkat kepatuhan hand hygiene petugas kesehatan ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau
72%
68.20%
57.70% 50% nilai
1. Dokter Spesialis
2. Penata Anastesi
3. Bidan
4. Perawat
Diagram 4.5. Tingkat kepatuhan hand hygiene petugas kesehatan
Kepatuhan hand hygiene petugas kesehatan RSUD Datu Sanggul Rantau Tapin memiliki rata-rata sebesar 62%. Kepatuhan hand hygiene tertinggi pada petugas kesehatan bidan yang ada di ruang operasi yaitu 44
sebesar 72%, dan angka kepatuhan hand hygiene terendah adalah penata anastesi sebesar 50%. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nila Kumalasari 2015, bahwa petugas kesehatan perempuan lebih patuh dalam melaksanakan rekomendasi hand hygiene dibandingkan dengan petugas kesehatan laki-laki. Jika dibandingkan dengan angka kepatuhan hand hygiene RS X yang dilaporkan oleh Anita Tri Kusuma 55%, angka kepatuhan hand hygiene petugas kesehatan di ruang operasi RSUD Datu Sanggul lebih tinggi. Dari penelitian tersebut disebutkan bahwa penyebab rendahnya angka kepatuhan hand hygiene antara lain : terbatasnya sarana dan prasarana yang disediakan RS, kurangnya pengetahuan petugas terhadap hand hygiene, kurangnya sosialisasi, kampanye serta poster-poster hand hygiene, dan juga tidak adanya audit/ evaluasi terhadap hand hygiene. Tetapi jika dibandingkan dengan kepatuhan hand hygiene RSU Haji Surabaya rata-rata kepatuhannya adalah 86,5%. Sehingga angka kepatuhan hand hygiene di RSUD Datu Sanggul lebih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh sarana dan prasarana hand hygiene yang kurang memadai serta kurangnya sosialisasi tentang pentingnya hand hygiene.
b. Tingkat kepatuhan petugas kesehatan RSUD Datu Sanggul Rantau dalam melakukan hand hygiene berdasarkan 5 momen hand hygiene adalah sebagai berikut :
45
88.90% 50%
85.70% 54.50% 33.30%
Nilai
Diagram 4.6. Tingkat kepatuhan hand hygiene 5 momen
Tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap 5 momen hand hygiene paling tinggi adalah momen 2 yaitu sebelum petugas kesehatan melakukan tindakan aseptik sebesar 88,90% dan momen hand hygiene paling rendah adalah momen 5 yaitu pada momen setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien yaitu sebesar 33,30%. Rendahnya kepatuhan hand hygiene pada momen 5 mungkin dipengaruhi oleh ketidaktauan dan ketidakpedulian petugas kesehatan tentang penyebaran HAIs melalui alatalat kesehatan ataupun lingkungan sekitar pasien.
c. Angka kepatuhan hand hygiene tiap-tiap momen pada masing-masing profesi adalah sebagai berikut :
46
100% 90%
50%
57%
25%
dokter spesialis
Diagram 4.7. Angka Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan Moment yang Dilakukan (Dokter Spesialis).
Diagram 4.8. Angka Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan Moment yang Dilakukan (Penata Anastesi)
47
Diagram 4.9. Angka Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan Moment yang Dilakukan (Bidan)
Diagram 4.10. Angka Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan Moment yang Dilakukan (Perawat)
48
100%
100%
100%
100%
100%
100%
71.40% Nilai
Diagram 4.11. Langkah-langkah Surgical Hand Preparation
WHO, 2009 telah membuat rekomendasi teknik surgical hand preparation berbasis alkohol. Akan tetapi, banyak rumah sakit di Indonesia yang belum menggunakan teknik tersebut. Oleh karena itu, WHO juga tidak melarang surgical hand preparation dengan menggunakan sabun antiseptik dan air mengalir. Sehingga pada penelitian ini surgical hand preparation yang dilakukan adalah dengan menggunakan sabun antiseptik dan juga air mengalir. Teknik di atas merupakan rekomendasi dari AORN (Association of Perioperative Registered Nurses).
49
Langkah-langkah Teknik Handrub 90.90%
81.80% 57% Nilai
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Diagram 4.12. Langkah-langkah Teknik Handrub
Bersamaan dengan sosialisasi yang dilakukan rumah sakit, budaya handrub berbasis alkohol tampaknya mulai dilakukan oleh petugas kesehatan di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau, hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan sarana dan prasarana handrub yang disediakan oleh rumah sakit.
Langkah-langkah Teknik Handwash 86.70% 80% 93.30%
73.30%
0%
Nilai
Diagram 4.13. Langkah-langkah Teknik Handwash
50
Terdapat nilai ektrim pada ketepatan teknik handwash, yaitu pada langkah 5 (mengeringkan tangan menggunakan handuk atau tisu sekali pakai) sebesar 0%. Hal ini berkaitan dengan sarana yang disediakan rumah sakit. Tidak terdapat handuk ataupun tisu yang disediakan oleh rumah sakit sehingga teknik handwash yang dilakukan di ruang operasi rumah sakit belum dapat dilakukan dengan tepat. d. Hasil Wawancara Wawancara berupa pertanyaan terbuka, bertujuan memperkuat data yang didapat. Pertanyaan terbuka tersebut diajukan pada 3 responden (kepala ruangan operasi, Tim PPIRS, dan petugas kesehatan di ruang operasi). Hasil wawancara pada ketiga responden tersebut adalah sebagai berikut : Hasil Wawancara Open Coding & Axial Coding Pertanyaan Menurut bagaimanakan
anda kebijakan
rumah sakit terkait hand hygiene serta program apa saja yang telah diupayakan oleh rumah sakit untuk meningkatkan hygiene?
hand
Hasil Wawancara R1 : Saat pengambilan uang jasa pelayanan, semua petugas kesehatan diwajibkan mempraktikkan hand hygiene sebagai syarat pengambilan jasa pelayanan. Tapi sepertinya dirasakan kurang efektif, kan prakteknya hanya sebulan sekali. Program sosialisasi hand hygiene pernah diberikan pada tiap-tiap ruangan. Tetapi belum semua petugas kesehatan mau melaksanakan hand hygiene, terutama masalah indikasi 5 momen hand hygiene.
Konsep -Ada kebijakan RS -Kurang efektif -Tidak semua petugas kesehatan melakukan hand hygiene
R2 : Rumah sakit telah -Ada memberlakukan kebijakan wajib kebijakan praktik hand hygiene (handrub mewajibkan 51
Apakah
faktor
berbasis alkohol) dengan benar, sebelum pengambilan jasa pelayanan medik/ perawatan. Hal tersebut telah dilaksankan sekitar 1 bulan ini, sebagai evaluasi atas program sosialisasi hand hygiene yang telah diberikan pada tiap-tiap ruangan. Hasil yang didapatkan sementara, ternyata masih banyak petugas kesehatan yang belum dapat melakukan hand hygiene dengan tepat. Sehingga tim PPIRS akan mengupayakan memberikan program sosialisasi/ kampanye tentang hand hygiene yang lebih baik dan efektif.
hand hygiene -Masih banyak petugas kesehatan yang belum melakukan hand hygiene -Sosialisasi belum efektif
R 3 : Rumah sakit memberikan kebijakan wajib praktik hand hygiene sebelum pengambilan jasa pelayanan. Sepertinya tidak efektif, malah katanya akan ada lomba hand hygiene. Program tentang sosialisasi saja belum baik, coba dilakukan sosialisasi yang lebih efektif.
-Ada kebijakan wajib praktek hand hygiene
R1 : faktor pendukung hand hygiene antara lain ya sarana dan prasarana dengan yang diberikan oleh rumah sakit. Cairan handrub saja kadang kehabisan. Apalagi handuk/ tisu sekali pakai? Sebetulnya pengetahuan seseorang tentang hand hygiene menentukan seseorang tersebut untuk melakukan praktek hand hygiene, kebiasaan juga berpengaruh, ya kebijakan rumah sakit mengharuskan kita untuk hand hygiene mustinya juga dibarengi dengan melengkapi sarana dan prasarana yang ada.
-Sarana dan prasarana hand hygiene kurang
yang
mendukung terlaksananya hand baik?
hygiene
R2 : Tim PPIRS telah mengupayakan -Sarana dan memenuhi sarana dan prasarana prasarana
52
Apakah
hand hygiene. Seperti cairan handrub berbasis alkohol di tiap-tiap ruangan, sabun antiseptik di tiap wastafel, poster 6 langkah cuci tangan dll. Sosialisasi juga telah kami lakukan di tiap-tiap ruangan, agar tenaga kesehatan mengerti pentingnya hand hygiene. Saat ini rumah sakit sedang mengevaluasi hasil dari sosialisasi hand hygiene yang pertama
hand hygiene sudah ada -Sosialisasi masih kurang.
R3 : faktor pendukung hand hygiene mungkin ya fasilitas. Seperti sabun, cairan handrub berbasis alkohol, terus poster-poster hand hygiene. Pengetahuan tentang hand hygiene juga penting, misalnya kita nggak tau apa itu pentingnya hand hygiene, ya kami sebagai petugas kesehatan tidak melakukan hand hygiene. Mustinya sosialisasinya bukan Cuma 6 langkah hand hygiene, tetapi juga manfaat hand hygiene itu sendiri.
-Fasilitas hand hygiene -Poster -Sosialisasi pentingnya hand hygiene
R1 : Kendalanya kadang waktu, nggak sempat juga, ribet, males. Kadang handrubnya juga habis, nggak semua ruangan ada. Kami juga belum terbiasa melakukan hand hygiene. Apalagi hand hygiene 5 momen.
-Waktu kurang -Malas -Ribet -Cairan handrub habis -Belum terbiasa
R2 : Kendala dalam melakukan hand hygiene mungkin sebagian besar adalah belum menjadi kebiasaan, hand hygiene merupakan sesuatu yang baru dikenalkan, banyak petugas kesehatan yang ternyata belum mengetahui bagaimana hand hygiene yang baik dan benar. Keterbatasan fasilitas juga merupakan kendala petugas kesehatan dalam melakukan hand
-Belum terbiasa -Sarana terbatas
kendala
terlaksananya hygiene dengan baik?
hand
53
hygiene. R3 : Tangan kering kalao pakai cairan handrub berbasis alkohol terus, malas lepas cincin, takut hilang, ribet juga kalao harus melakukan hand hygiene di tiap momen... ya mungkin sih sebenarnya karena kami belum terbiasa, baru juga sebulan diberikan sosialisasi hand hygiene yang 6 langkah. Nah indikasi 5 momen hand hygiene yang sepertinya belum bisa kami lakukan dengan sempurna. Apalagi yang pakai cuci tangan pakai sabun dan air, handuk/ tisunya saja tidak ada gimana mau dilakukan dengan tepat.
-Tangan kering -Takut cincin hilang jika dilepas -Belum terbiasa Sarana dan prasarana kurang.
Selective Coding R1 Pertanyaan 1
R2
R3
Selective Coding
-Ada kebijakan -Tidak Efektif -Tidak semua petugas kesehatan melakukan hand hygiene
-Ada -Ada kebijakan -Ada Kebijakan Kebijakan -Kurang Yang Tidak -Sosialisasi efektif Efektif -Masih banyak petugas kesehatan yang belum melakukan hand hygiene -Tidak efektif Pada pertanyaan pertama, mengenai kebijakan rumah sakit. Didapatkan data bahwa rumah sakit sudah memiliki kebijakan mewajibkan hand hygiene, tetapi tidak efektif terbukti dari masih banyak petugas kesehatan yang belum melaksanakan hand hygiene.
54
Pertanyaan 2
R1
R2
R3
Selective Coding
-Sarana dan prasarana hand hygiene kurang
-Sarana dan prasarana hand hygiene sudah ada -Sosialisasi masih kurang.
-Fasilitas hand hygiene -Poster -Sosialisasi pentingnya hand hygiene
Sarana dan Prasarana hand hygiene kurang -Sosialisasi hand hygiene terbatas
Pada pertanyaan kedua, didapatkan bahwa fasilitas, sarana dan prasarana hand hygiene masih terbatas, dan juga sosialisasi hand hygiene masih kurang. R1
R2
R3
Selective Coding
-Tangan kering -Takut cincin hilang jika dilepas -Belum terbiasa -Sarana dan prasarana kurang.
Waktu kurang, malas, belum terbiasa Sarana dan prasarana terbatas
Pertanyaan 3 -Waktu -Belum kurang, terbiasa malas, ribet, - -Sarana belum terbatas terbiasa -Cairan handrub habis
Wawancara yang telah dilakukan pada 3 responden (key infoman person) yaitu kepala ruangan operasi, tim PPIRS, dan tenaga kesehatan di ruang operasi memiliki jawaban yang nyaris sama selective coding sebagai berikut: Program sosialisasi hand hygiene dirasakan belum berhasil, terlihat dari masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mengetahui pentingnya hand hygiene. Sarana dan prasarana hand hygiene yang disediakan rumah sakit masih sangat terbatas, dan juga kebijakan rumah sakit yang belum memberlakukan reward dan punishment, sehingga nantinya diharapkan memotivasi tenaga kesehatan untuk melakukan hand hygiene dengan benar.
55
Faktor pendukung hand hygiene antara lain adalah sarana dan prasarana seperti cairan berbasis alkohol, sabun antiseptik, handuk/tisu sekali pakai, poster-poster pengingat hand hygiene. Selain sarana dan prasarana hand hygiene yang tidak kalah penting adalah pengetahuan tentang pentingnya hand hygiene, sosialiasi yang edukatif dan efektif akan meningkatkan praktik hand hygiene dengan baik dan benar. Kendala petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya hand hygiene, kurangnya kesadaran petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene, sosialisasi yang kurang efektif, kebijakan rumah sakit yang kurang, dan sarana prasarana hand hygiene di rumah sakit. Belum ada evaluasi dan audit rutin
ada kebijakan RS tapi tidak efektif
Kepatuhan hand hygiene
Sosialisasi kurang, malas, belum terbiasa
Sarana, prasarana terbatas
56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kepatuhan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan hand hygiene tertinggi
adalah bidan yakni sebesar 72%. Sedangkan untuk tingkat kepatuhan pelaksanaan hand hygiene yang terendah adalah penata anastesi yakni sebesar 50%. 2. Tingkat kepatuhan petugas kesehatan dalam 5 momen penting hand
hygiene, sebelum melakukan tindakan asepsis merupakan tingkat kepatuhan yang tertinggi yaitu sebesar 88,9% dan yang terendah adalah momen setelah kontak dengan lingkungan sekitar 33,3%. 3. Tingkat ketepatan petugas kesehatan dalam prosedur/ teknik surgical hand preparation yang tertinggi adalah langkah 2 sampai dengan langkah 7 yaitu masing-masing sebesar 100%. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran petugas kesehatan terhadap hand hygiene untuk tindakan aseptis. Tetapi pada langkah 1 terdapat nilai tidak sempurna dikarenakan adanya kurangnnya edukasi bahwa perhiasan di tangan bisa saja menjadi sumber infeksi. 4. Tingkat ketepatan petugas kesehatan dalam handrub menggunakan bahan
berbasis alkohol yang tertinggi adalah tangan tidak kotor sebesar 90,9%
57
dan yang terendah adalah pada langkah waktu sekitar 20-30 detik yaitu sebesar 57%. 5. Tingkat membasahi tangan dengan air mengalir sebesar 88,9%, dan tingkat membilas tangan hingga bersih sebesar 93,35, sedangkan yang terendah pada
penggunaan langkah mengeringkan tangan menggunakan handuk atau tissu sekali pakai yakni sebesar 0%.
B. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dilakukan sosialisasi tentang hand hygiene yang lebih efektif dan edukatif pada petugas kesehatan khususnya penata anastesi. 2. Melengkapi sarana dan prasarana hand hygiene di ruang operasi termasuk kran tempat hand hygiene, handrub berbasis alkohol di setiap pintu masuk, tempat sabun antiseptik yang lebih terjangkau tempatnya serta tisu dan handuk sekali pakai. 3. Melakukan audit hand hygiene secara rutin.
C. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan dan kesulitan yang dihadapi peneliti selama melakukan penelitian adalah, sebagai berikut: 1. Peneliti melakukan observasi secara langsung, sehingga tidak dapat melakukan observasi hand hygiene di ruang operasi secara bersamaan jika terdapat 2 momen hand hygiene.
58
2. Observasi dilakukan secara langsung, sehingga petugas kesehatan di ruang operasi RSUD Datu Sanggul Rantau mengetahui bahwa sedang ada pengamatan hand hygiene. Hal tersebut dimungkinkan mengakibatkan penelitian ini memiliki bias yang tinggi. 3. Kondisi mesin anastesi yang rusak sudah diganti dengan yang baru, sehingga peneliti memerlukan waktu yang lebih lama. Dikarenakan operasi sempat dinonaktifkan terkait alat anastesi.
59
DAFTAR PUSTAKA
________ KBBI Daring. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kemdikbud.go.id. diakses tanggal 9 September 2015, Yogyakarta. Achmat,Z. (2010). Theory of Planned Behaviour, Masihkah Relevan?. www.umm.ac.id, diakses 9 September 2015, Yogyakarta. Alder, Beth. (1999). Psychology of Health. Amsterdam: The Harwood academic publisher. Alhamda, Syukra. (2014). Buku Ajar Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish. Allegranzi, B et all. (2007). The First Global Patient Safety Challenge “Clean Care is Safer Care”: from launch to current progress and achievements. Journal of Hospital infection. 65(S2), hh 115 – 123. Allegranzi, & Pittet, D. (2009). Role of hand hygiene in healthcare-associated infection prevention. Journal of Hospital Infection. Vol 73, hh 305 – 315. Arifin, A & Solikhah, H.H. (2005). Pelaksanaan Universal Precaution oleh Perawat dan Pekerja Kesehatan (Studi Kasus di Rumah Sakit Islam Malang Unisma). http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Ayers, Susan et all. (2007). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine. Inggris : Cambridge University. Departemen Kesehatan RI. (2010). Surveilans infeksi di rumah sakit. Depkes RI, Jakarta: www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 13 februari 2013, Yogyakarta. Departemen Kesehatan RI. (2012). Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial Merupakan Unsur Patient Safety, Depkes RI, www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 13 februari 203, Yogyakarta.
Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. (2014). Situs dan Analisis HIV/ AIDS. Diakses pada 6 September 2015, Yogyakarta. Departemen Kesehatan RI. (2014) Upaya Kolaborasi masalah hepatitis dan HIV/AIDS. www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 6 September 2015 Yogyakarta.
60
Elaziz, K & Bakr, I. (2008). Assessment of Knowledge, Attitude and Practice of Hand Washing Among Health Care Workers in Ain Shams University Hospitals in Cairo. The Egyptian Journal of Community Medicine Vol. 26 No. 2. Ernawati, E, Tri, AR, Wiyanto, S (2014). Penerapan Hand Hygiene Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Malang : Jurnal Kedokteran Brawijaya. Fauzia Neila, Ansyori Anis, Hariyanto Tuti (2014). Kepatuhan Standar Operasional Hand Hygiene Pada Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya : Malang. Golan, Y et all. (2006). The Impact of Gown-Use Requirement on Hand Hygiene Compliance. Clinical Infectious Diseases-Oxford Journals. CID 2006 Vol 42 (1 Februari) hh 370-376. Hidron et all. (2008). Antimicrobial-Resistant Pathogens Associated With Healthcare-Associated Infections: Annual Summary of Data Reported to the National Healthcare Safety Network at the Centers for Disease Control and Prevention, 2006–2007. National Library of Medicine, National Institutes of Health. www.ncbi.nml.gov.pubmed/ diakses 10 mei 2015. Jain, Atul & Singh, Kanwardeep. (2007). Recent Advances in the Management of Nosocomial Infection. Department of Pharmacology & *Microbiology, SGRD Institute of Medical Sciences and Research, Amritsar. Vol. 9 No. 1, JanuaryMarch 2007. www.jkscience.org diakses 13 Februari 2014. JCI & WHO. (2007). Improve Hand Hygiene to Prevent Healthcare Associated Infections. www.who.int, diakses 16 Mei 2015, Yogyakarta. Kamaluddin, J et al (2012). Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen Di Unit Perawatan Intensive. Jurnal Penelitian RS Pantai Indah Kapuk : Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2012. Ruang Operasi.
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit
Kleinpell, R.M, Munro, C.L, Giuliano, K.K. (2008). Targeting Health Care– Associated Infections: Evidence-Based Strategies. National Center for Biotechnology Information (NCBI) Bookshelf. A service of the National Library of Medicine, National Institutes of Health. Komite PPI RSU Haji Surabaya, 2015. Laporan Kepatuhan Hand Hygiene Rumah Sakit Umum Haji Surabaya Bulan Januari – Maret 2015. Krediet, A.C et all. (2011). Hand-hygiene practices in the operating theatre: an observational study. British Journal of Anaesthesia hh 1 – 6.
61
Kumalasari, Nila (2015). Efektivitas Simulasi Dalam Meningkatkan Kepatuhan Hand hygiene Perawat (Studi Kasus DI RS PKU Muhammadiyah Unit II Gamping Yogyakarta). Yogyakarta : UMY. Kusuma, Anita Tri (2015). Evaluasi Kepatuhan Hand Hygiene Pada Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari. Yogyakarta: UMY. Larson, E. (1999). Skin Hygiene and Infection Prevention: More of the Same or Different Approaches?. Clinical Infectious Diseases-Oxford Journals. CID (1999) Vol 29 (5): hh 1287-1294. Longtin, Y et all. (2011). Hand Hygiene. The New England Journal of Medicine, 364:e24. Marjadi, B & Mclaws, M-L. (2010). Hand hygiene in rural Indonesian healthcare workers: barriers beyond sinks, hand rubs and in-service training. Journal of Hospital Infection 76 (2010), hh 256 – 260. Masloman, A.P. (2015). Analisis Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD Dr. Samratulangi Tondano. Ejournal Universitas Samratulangi Vol 5, No.3. Megeus, V et al (2015). Hand Hygiene And Aseptic Techniques During Routine Anesthetic Care – Observations in The Operating room. Antimicrobial resistance And Infection Control. www.biomedcentral.com Memarzadeh, F. (2011). The Environment of Care and Health-care Associated Infections an Engineering Perspective. www.fgiguidelines.org diakses 12 Mei 2015. Pan,S.C et all. (2013). Compliance of Health Care Workers with Hand Hygiene Practices: Independent Advantages of Overt and Covert Observers. Journal Plos One. Patrick, D.L et all. (2008). Prevention and Control of Healthcare-Associated Infections In Massachusetts. The Massachusetts Department of Public Health, www.patientcarelink.org, diakses 13 Juni 2014. Patrick, Marcia & Wicklin (2012). Sharon. Implementing AORN Recommended Practices For Hand Hygiene. AORN Journal. Pittet, D et all. (2009). The World Health Organization Guidelines on Hand Hygiene in Health Care and Their Consensus Recommendations. US National Library of Medicine National Institutes of Health pubmed.gov. Infect Control Hosp Epidemiol. 2009 Jul;30(7):611-22. Sax, H et all. (2009). The World Health Organization hand hygiene observation method. US National Library of Medicine National Institutes of Health 62
pubmed.gov. Am J Infect Control. 2009 Dec ; 37 (10) :827-34. Diakses 9 september 2015. Scott II, R.Doglas. (2009). The Direct Costs o Health-care Associated Infection in US.Hospitals and Benefits of Prevention. www.cdc.gov, diakses tanggal 6 September 2015, Yogyakarta. Siegel, J.D et all. (2007). Guideline for Isolation Precautions: Preventing Transmission of infectious Agent in Healthcare Settings. www.cdc.gov Diakses pada tanggal 15 Februari 2014, Yogyakarta. Randle J, Clarke M, Storr J. (2006). Hand hygiene compliance in healthcare workers. US National Library of Medicine National Institutes of Health pubmed.gov. J Hosp Infect. 2006 Nov;64(3):205-9. Diakses 10 September 2015. WHO. (2005). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care (Advanced Draft). www.who.int diakses 17 Mei 2015, Yogyakarta. WHO. (2009). Guideline on Hand Hygiene in Health Care a Summary. www.who.int diakses 17 Mei 2014. WHO. (2011). Report on the Burden of Endemic Health Care-Associated Infection Worldwide. www.who.int diakses 1 November 2015. Zulpahiyana. (2013). Efektivitas Simulasi Hand Hygiene pada Handover Keperawatan dalam Meningkatkan Kepatuhan Hand Higiene Perawat. Tesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
63
LAMPIRAN
64