BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sesungguhnya zuhud dalam dunia itu adalah satu maqam yang mulia dari beberapa maqam orang-orang yang menempuh jalan ke akhirat. Zuhud yaitu ibarat berpalingnya dari ketidaksukaan terhadap sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik dari pada itu. Tidak sukanya seseorang terhadap dunia karena berpaling kepada akhirat atau ia berpaling dari selain Allah, itu adalah derajat yang tertinggi.1 Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi aldunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun.2 Secara terminologi, zuhud adalah mengarahkan keinginan kepada Allah SWT. Menyatukan kemauan kepada-Nya, dan sibuk dengan-Nya dibanding kesibukan-kesibukan lainnya agar Allah membimbing dan memberikan petunjuk seorang zahid. Zuhud artinya sikap menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Seorang yang zuhud seharusnya hatinya tidak terbelenggu atau hatinya tidak terikat oleh hal-hal yang bersifat duniawi
1
Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Jilid VIII, terj: Moh Zuhri, dkk, (Semarang: CV. Asy
Sifa‟, 2003), hlm 223. 2
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm 1
1
2
dan tidak menjadikannya sebagai tujuan. Hanya sarana untuk mencapai derajat ketaqwaan yang merupakan bekal untuk akhirat.3 Artinya: (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. AL-Hadiid: 23) Seorang meninggalkan harta benda dan kemewahan duniawi untuk menuju Tuhan yang dicintai. Menurut Imam al-Ghazali, hakikat zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang dikasihi dan berpaling darinya kepada sesuatu yang lain yang lebih baik darinya karena menginginkan sesuatu di akhirat. Seiring dengan pernyataan al-Ghazali, Ibn Taimiyyah pun berkata bahwa zuhud itu berarti meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat untuk kepentingan akhirat. Dari pelbagai pengertian yang dikemukakan, tergambar sebuah kesinambungan pola pemikiran dalam bentuk sedikit berbeda. Namun demikian, zuhud seperti yang dipaparkan di atas, boleh menjadi kerangka acuan untuk menelaah zuhud sebagai salah satu maqam dalam tasawuf. Kandungan zuhud membangkitkan semangat spiritual yang tinggi. Seorang zahid menahan jiwanya dari pelbagai bentuk kenikmatan dan kelezatan hidup duniawi, menahan dorongan nafsu yang berlebihan agar memperoleh kebahagiaan yang abadi. Seorang zahid juga mengikis habis nilai yang akan menghalanginya untuk memperoleh rahmat dan kelezatan 3
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm 14
3
hidup di bawah naungan Allah. Kecintaan kepada Allah mengalahkan segala alternatif yang mendorong kepada hubb Asy-shahawat (cinta untuk menuruti hawa nafsu). Perasaan naluri memberi kesaksian ke atas kecintaan, kedamaian, dan kebahagiaan hubungan dengan Rabb ketika ia lebih mengutamakan kebenaran berbanding dorongan hawa nafsu.4 Zuhud itu merupakan bentuk penyucian diri supaya seorang hamba dapat berkomunikasi dengan Allah Swt. Zuhud merupakan sikap sederhana yang hatinya tidak terikat oleh dunia meskipun dunia berada ditangannya, tidak sedih terhadap apa yang lepas darinya dan tidak terlalu senang atas apa yang dia peroleh, dan melakukan ibadah yang bersifat keduniaan dengan diniatkan karena Allah Swt.5 Sama halnya para tokohtokoh yang ada di Muhammadiyah, para tokoh Muhammadiyah memiliki pemikiran atau perspektif yang berbeda-beda dalam menyikapi zuhud. Salah satu pemimpin besar yang pernah dilahirkan Muhammadiyah adalah Kiai Haji Abdul Rozaq Fakhruddin atau lebih popular dipanggil Pak AR. Beliau memiliki kharisma yang kuat berangkat dari kejujuran, kesederhanaan dan keikhlasannya dalam mengemban amanah yang dibebankan kepadanya. Ia memilih hidup sederhana meskipun harta benda dan kekuasaan sebetulnya mudah diraih. Bertasawuf bukanlah sesuatu yang jauh dari kehidupan para pemimpin Muhammadiyah. Ketaatan hanya kepada Allah, dan kehidupan yang intens secara spiritual, dicontohkan di Muhammadiyah sejak pendiri 4
A.Bachrun Rifa‟I dan Hasan Mud‟is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm 208 5 Hamka ,Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hlm 216.
4
Muhammadiyah,
Kiai
Ahmad
Dahlan.
Demikian
juga
selalu
mementingkan kemuliaan budi pekerti akhlak luhur dan kesederhanaan dalam hidup. Sementara Pak AR adalah pemimpin Muhammadiyah yang tumbuh dari pendidikan tasawuf seperti yang didapat oleh Pak AR dari Kiai Sangidoe dan para gurunya dan para gurunya yang lain. Pak AR pantas masuk dalam kategori sebagai sosok sufi dalam Muhammadiyah. Pak AR mewakili wajah kehidupan spiritual dalam Muhammadiyah. Praktik hidup pribadi AR Fakhruddin mencerminkan perilaku kehidupan spiritual yang sangat dekat dengan wilayah tasawuf. Dilihat dari kehidupannya sehari-hari, baik ketika bertugas di lingkungan rumah tangganya, masyarakat maupun kalangan organisasi Muhammadiyah yang dipimpinnya. Beliau senantiasa mencerminkan pribadi mutasawwif dan watak tasawuf yang akhlaqi, kehidupannya mencerminkan hidup dan kehidupan yang sederhana, asketik, dan tidak ngoyo (zahid).6 Kehidupan yang sederhana dan tidak cinta harta memuliakan ilmu dan ketakwaan hanya kepada Allah adalah pilihan hidup Pak AR. Menurut beliau, bahwa harta benda hendaknya hanya dipegang tangan dan jangan dimasukkan ke dalam hati. Pemikiran dan kehidupan AR Fakhruddin dalam memimpin organisasi Muhammadiyah yang memadukan antara spiritualitas dan modernitas, dan mengulas kehidupan sederhana AR Fakhruddin, yang 6
Moch Faried Cahyono dan Yuliantoro Purwowiyadi, Pak AR Sufi yang Memimpin Muhammadiyah, (Yogyakarta: Ribathus Suffah, 2010), hlm 28-32
5
mana kehidupan tersebut seperti kehidupan orang-orang yang melakukan zuhud modern seperti yang tertulis dalam buku Tasawuf Muhammadiyah: Menyelami Spiritual Laedership AR. Fakhruddin karangan Masyitoh Chusnan. Berdasarkan latar belakang di atas menarik dilakukan penelitian tentang konsep zuhud tokoh Muhammadiyah yang mencerminkan hidup sederhana sehingga penelitian ini mengambil judul: “Konsep Zuhud Tokoh Muhammadiyah (Studi Pemikiran Abdul Rozaq Fakhruddin). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep zuhud menurut Abdul Rozaq Fakhruddin? 2. Bagaimana implikasi konsep zuhud Abdul Rozaq Fakhruddin dalam kehidupan Muhammadiyah? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok masalah di atas, maka dalam melakukan penelitian ini penyusun mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep zuhud menurut Abdul Rozaq Fakhruddin 2. Untuk mengetahui bagaimana implikasi konsep zuhud Abdul Rozaq Fakhruddin dalam kehidupaan Muhammadiyah
6
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, adapun kegunaan penelitian ini anatara lain : 1. Sebagai tugas akhir yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Ushuluddin dan Dakwah, Program Studi Akhlak dan Tasawuf, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pekalongan. 2. Sebagai tolak ukur penulisan karya ilmiah dan wadah bagi penulis dalam melatih diri terhadap penelitian sejarah secara kritis, analitis, dan objektif. 3. hasil penelitian ini di harapkan berguna bagi pengembangan ilmu tasawuf dan wawasan pembaca pada umumnya, khususnya bagi mahasiswa yang berkecimpung dalam bidang tasawuf yang berkaitan dengan konsep zuhud Abdul Rozaq Fakhruddin. E. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori Dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan topik yang diangkat, yaitu tentang konsep zuhud Buku yang berjudul Zuhud di Abad Modern yang ditulis oleh Amin Syukur, yang telah banyak mengkaji al-Qur‟an secara tematik guna menyoroti aplikasi zuhud dalam tantangan sejarah kaum sufi (melalui kajian sosiologis-historis). Zuhud dalam tasawuf menempati posisi sebagai
7
maqam. Dalam posisi ini ia berarti hilangnya kehendak, kecuali berkehendak untuk bertemu dengan Allah. Dunia dianggap penghalang (hijab) bertemunya seseorang dengan Allah dan karena itu ia dianggap sesuatu yang berlawanan arah (dikotomi) dengan-Nya.7 Buku yang berjudul Sufi dari Zaman ke Zaman yang ditulis oleh Abu
al-Wafa‟
al-Ghanimi
al-Taftazani
bahwa
zuhud
bukanlah
kependataan atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat para pengikutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, dimana mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati mereka, serta tidak membuat mereka mengikuti Allah.8 Muhammad Fethullah Gulen, dalam bukunya yang berjudul Tasawuf untuk
Kita
Semua, menjelaskan bahwa zuhud adalah
meninggalkan kenikmatan dunia dan melawan kecenderungan jasmani. Di kalangan kebanyakan sufi, zuhud dikenal sebagai menjauhi kenikmatan dunia, menghabiskan umur dengan menjalani kehidupan yang semirip mungkin dengan orang yang diet sembari menjadikan takwa sebagai
7
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm 1 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka, 1997), hal 54 8
8
landasan suluk (menempuh jalan), meneguhkan hati untuk menolak kehidupan dunia yang dihadapi, dan menolak keinginan nafsu insane.9 Menurut Ibnu Jalla‟, yang dimaksud zuhud adalah memandang kehidupan dunia hanya sekedar pergeseran bentuk yang tidak mempunyai arti dalam pandangan. Oleh karena, ia akan mudah sirna. Ibnu Khafifi mengatakan bahwa tanda-tanda zuhud adalah merasa senang meninggalkan harta benda, sedangkan yang dimaksud zuhud adalah hati merasa terhibur meninggalkan berbagai bentuk kehidupan dan menghindarkan diri dari harta benda.10 2. Penelitian Terkait Untuk melengkapi referensi dan pengembangan penelitian ini, peneliti telah mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh penelitipeneliti sebelumnya, yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti dan akan menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Diantaranya, yaitu: Skripsi yang ditulis oleh Santosa „Irfaan Fakultas Filsafat Islam Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Zuhud Masa Awal (Perspektif Sosio-Historis)”. Menyimpulkan bahwa Zuhud di dalam agama Islam merupakan bagian dari akhlak.Ada 2 (dua) macam zuhud.Pertama, secara kronologis, zuhud akhlak mengacu pada kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat.Sedangkan zuhud sebagai sikap
9
Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, (Jakarta: Republika, 2013), hlm
93 10
Abu Qosim Abdul Karim Huwazin Al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Amani. 2007), Hlm. 154
9
ketidaksetujuan dan protes karena pelakunya melihat realitas sosial yang dinilai tidak mencerminkan nilai-nilai Islami.Kedua, zuhud sebagai bagian yang tidak dapat dilepaskan sebagai salah satu maqam dalam rangka komunikasi langsung dengan Allah.11 Skripsi yang ditulis oleh Rofiatul Ulya dengan judul “Zuhud dari Zaman ke Zaman” di dalamnya menyatakan untuk menghadapi krisis dunia modern zuhud yang diajarkan oleh para pendahulu-pendahulu bisa dijadikan alternatif pemecahan masalah sekaligus dapat dijadikan benteng untuk membangun diri sendiri, terutama dalam menghadapi gemerlapnya materi dengan zuhud akan tampil sifat positif lainnya, seperti qona‟ah, tawakal, wara‟, syukur dan menerima nikmat dengan lapang hati dan menggunakan sesuai fungsi dan porsinya. Secara individual orang yang telah mencapai maqamat dalam tasawuf, serendah atau setinggi apapun akan memiliki al-akhlak alkarimah dalam dirinya seperti sifat yang disebutkan diatas. Sedang secara sosial, seorang sufi adalah orang yang punya konsen atau keprihatinan sosial yang amat tinggi pada kaum dhu‟afa, kemudian pada saat yang sama pemahaman dan kecintaan pada Allah SWT ini dapat dimanifestasikan ke dalam bentuk amal saleh yang berorientasi dalam bidang kehidupan, bahwasanya sikap anti dunia justru akan memberi makna penting pada dunia.12
11
Santoso „Irfaan, Zuhud Masa Awal (Perspektif Sosio-historis), (Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008), hlm 151 12 Rofiatul Ulya, Zuhud dari Zaman ke Zaman, skripsi sarjana theologi Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2003), hlm vi
10
Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka dapat dibangun suatu kerangka berfikir, bahwa zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang fana.13 Kehidupan AR Fakhruddin yang amat bersahaja, cinta kasih sayangnya yang meluber, pada kepemimpinannya yang sepuh, pada pilihan zuhudnya, pada kesegaran penuturannya yang penuh ketulusan. Sifat zuhud itu menjadi faktor utama yang membuat AR Fakhruddin sangat dipercaya umatnya. Gambaran tentang pribadi AR Fakhruddin ini menunjukkan pada akhlak sang tokoh dan kehidupan spiritualitasnya yang sangat dekat dengan wilayah tasawuf. Ia sangat bermurah hati dan benarbenar bersifat zuhud, yakni meninggalkan segala sesuatu yang bukan miliknya dengan sebenar-benarnya dan meninggalkan segala sesuatu kecuali yang sah dan halal bagi dirinya dan keluarganya.14 AR
Fakhruddin
menyadari
betul
bahwa
kesenangan
dan
kemewahan duniawi pada dasarnya hanya akan membuat manusia berada dalam kemelut, resah dan gelisa. Sementara kondisi yang demikian ini juga membuat manusia semakin jauh dari Allah bukan sebaliknya berada sedekat mungkin dengan Allah.Padahal yang terakhir inilah yang menjadi harapan dan cita-cita setiap orang yang beriman. 13
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 194-195 Masyitoh Chusnan, Tasawuf Muhammadiyah; Menyelami Spiritual Leadership AR. Fakhruddin, (Jakarta: Kubah Ilmu, 2012) hlm 84 14
11
Seperti yang tertulis dalam buku beliau bahwa kita hidup hanya sekedar menerima.Semua yang ada pada kita adalah pemberian Allah, titipan Allah. Kepandaian, kekayaan, pangkat, semua pemberian Allah. Kita tidak dapat menolak maupun mempertahannya. Maka kita harus selau bersyukur dan berterimakasih kepada Allah, bahwa kita telah diberi kehidupan yang menyenangkan. Hidup dan kehidupan yang diberikan kepada kita, harus kita gunakan dengan sebaikbaiknya, jangan sampai kita sia-siakan.15 F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini yaitu penelitian pustaka (library research) dengan metode kualitatif dan menggunakan pendekatan tasawuf. 2. Sumber-sumber data Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang sumber datanya adalah kepustakaan, maka untuk mencapai hasil yang optimal, maka sumber data dibedakan sesuai dengan kedudukan data tersebut, dalam penulisan kali ini, data dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. a. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku karya Abdul Rozaq Fakhruddin yaitu buku Soal Jawab yang
15
AR. Fakhruddin, Soal Jawab yang Ringan-ringan, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012) , cet II hlm 140
12
Ringan-ringan16, Akhlak Pemimpin Muhammadiyah17, Tiga Puluh Pedoman Anggota Muhammadiyah.18 b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah literaturliteratur yang berkaitan dengan tema yang di bahas dalam penelitian ini: buku Tasawuf Muhammadiyah, Pak AR Sufi yang Memimpin Muhammadiyah,
Pak
AR
Santri
Desa
yang
Memimpin
Muhammadiyah, Pak AR Muballigh nDeso Ketua Muhammadiyah (1968-1990), Perikehidupan, Pengabdian dan Pemikiran Abdur Rozaq Fakhruddin dalam Muhammadiayah. 3. Metode Pengumpulan Data Metode dokumentasi yaitu mencari data dari bahan bacaan yang masih berkaitan dan relevan dengan tema penelitian.19 Setelah datadata yang dibutuhkan tersedia, maka dilakukan pengolahan data dengan cara: a. Deskripsi cara ini digunakan untuk mengetahui berbagai hal yang terkait dengan konsep zuhud Abdul Rozaq Fakhruddin.
16
AR. Fakhruddin, Soal Jawab yang Ringan-ringan, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,
2012) 17
AR. Fakhruddin, dkk, Akhlak Pemimpin Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010) 18 AR. Fakhruddin, Tiga Puluh Pedoman Anggota Muhammadiyah, (Jakarta: PT Harapan Melati, 1985) 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 135
13
b. Interpretasi Hasil deskripsi tentang konsep zuhud Abdul Rozaq Fakhruddin yang ada didalamnya lalu diadakan interpretasi agar mendapatkan pemahaman yang lebih tepat tentang zuhud itu sendiri. c. Kesinambungan Historis Metode ini digunakan untuk melacak latar belakang internal Abdul Rozaq Fakhruddin, diantaranya adalah mengenai riwayat hidupnya dan latar belakang pendidikannya. Selain itu juga akan dipaparkan
latar
belakang
eksternal
dari
Abdul
Rozaq
Fakhruddin, seperti kondisi sosial dan kondisi-kondisi khusus yang pernah ia alami. d. Analisis Setelah data terkumpul dan disusun dengan cara-cara yang telah disebutkan diatas, tahap selanjutnya adalah menganalisis secara kritis dengan harapan dapat mendapatkan pemahamanpemahaman baru yang lebih lengkap dan bermanfaat dalam kehidupan sekarang.20
G. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran dari penulisan skripsi ini penulis menyusunnya dalam lima bab, yang antara satu bab dan bab-bab yang
20
Anton Baker & Akhmad Charis Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat. (Kanisius: 1990).
Hlm 64
14
berikutnya menggunakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut: Bab I membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika pembahasan. Isi pokok bab ini merupakan gambaran dari keseluruhan penelitian yang dilakukan. Uraian lebih rinci diuraikan dalam bab-bab selanjutnya. Bab
II
Muhammadiyah,
mengenai yang
gambaran berisi
umum
tentang
tentang
zuhud
dan
pengertian
zuhud
dan
Muhammadiyah. Bab III adalah berisi riwayat hidup AR. Fakhruddin yang meliputi: Latar belakang kehidupannya, pendidikan, kiprahnya di Muhammadiyah serta kepemimpinannya, karya-karya yang telah dibuat olehnya, konsep zuhud dan implikasi konsep zuhud Abdul Rozaq Fakhruddin dalam kehidupan Muhammadiyah. Bab IV, pada bab ini penulis akan memfokuskan pembahasan pada pokok masalah yang diangkat dalam skripsi ini yaitu konsep zuhud tokoh muhammadiyah (studi pemikiran Abdul Rozaq Fakhruddin). Bab V, merupakan bab penutup, adapun yang terkandung didalamnya adalah kesimpulan atas rumusan masalah, serta saran-saran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian.