BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang ringan sampai terjadinya demensia (Yaffe dkk, 2001). Pada populasi penduduk terutama jumlah orang tua yang menderita penyakit Alzheimer (AD) diperkirakan akan meningkat dari 26,6 juta menjadi 106,2 juta pada tahun 2050 (Lautenschlager dkk, 2008). Faktor-faktor lifestyle seperti stimulasi intelektual, berkaitan dengan kognitf dan sosial, dan beberapa tipe exercixe dapat menurunkan resiko untuk terjadinya gangguan yang berhubungan dengan usia seperti Alzheimer’s disease (AD) dan demensia vaskular. Kenyataannya banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah kemunduran fungsi kognitif yang lambat (Foster dkk, 2011). Fungsi kognitif yang buruk juga merupakan suatu prediktor kematian pada semua usia dan juga dapat dilihat sebagai penanda status kesehatan secara umum. Aktivitas fisik mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada fungsi kognitif usia paruh baya. Dan juga merupakan sebagai pencegahan terhadap gangguan fungsi kognitif dan demensia (Singh-Manoux dkk, 2005). Tingkat pendidikan yang rendah menjadi faktor resiko untuk terjadinya Alzheimer Disease, hal ini disebabkan environmental dan mental exercise
Universitas Sumatera Utara
kurang maka pertumbuhan dendrit pun menjadi kurang (Sjahrir,1999; Bayer dkk, 2004). Data pada suatu penelitian memberikan bukti yang kuat bahwa hubungan antara senile plaques dan tingkat fungsi kognitif berbeda dengan tingkat pendidikan (Bennet dkk, 2004). Pendidikan sejak dini memiliki efek langsung pada struktur otak melalui peningkatan jumlah synaps atau vaskularisasi dan membentuk cognitive reserve, serta efek stimulasi mental pada usia tua dimana dapat mempengaruhi neurokemikal ataupun struktur otak (Lee dkk, 2003). Koepsell dkk (2008), melakukan suatu studi untuk melihat hubungan tingkat pendidikan mempunyai peranan dalam neuropatologi pada AD dimana dijumpai adanya gangguan kognitif. Mereka menyimpulkan bahwa tidak menemukan bukti yang cukup antara hubungan tingkat pendidikan dengan penyakit Alzheimer. Tetapi nilai mini mental status examination (MMSE) yang tinggi antara orang-orang yang berpendidikan tinggi menggambarkan mereka lebih ringan atau tidak menderita AD. Suatu studi mengatakan bahwa cognitive reserve pada tingkat pendidikan yang tinggi berhubungan dengan skor/ nilai yang tinggi pada tes fungsi kognitif dan begitu juga sebaliknya (Bellen, 2009). Hernandez dkk (2010) melakukan suatu studi, untuk menganalisa pengaruh aktivitas
secara regular
dan sistematis terhadap fungsi kognitif, serta secara
seimbang dan resiko terhadap pasien usia tua dengan AD. Mereka menyimpulkan bahwa olahraga mungkin suatu non farmakologis yang penting dapat dilakukan yang bermanfaat untuk fungsi kognitif dan menurunkan resiko terjadinya gangguan kognitif. Terkadang ketangkasan/kecekatan dalam berolahraga dan keseimbangan dapat juga dihubungkan dengan fungsi kognitif pada pasien usia tua dengan AD.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa frekuensi dan latihan fisik yang dilakukan pada usia paruh baya atau usia lanjut dapat menurunkan resiko terjadinya gangguan kognitif (Geda dkk, 2010; Abbott dkk, 2004; Laurin dkk, 2001; Andel dkk, 2008, Baker dkk, 2010; Etgen dkk, 2010 ). Larson dkk (2006) melakukan suatu studi prospektif untuk mengetahui hubungan antara exercise regular dan penurunan resiko demensia dan AD. Subjek penelitian sebanyak 1740 orang dengan usia 65 tahun atau lebih tanpa gangguan kognitif. Mereka menyimpulkan bahwa exercise regular berhubungan dengan resiko
terjadinya demensia dan penyakit Alzheimer pada usia paruh baya dimana orang-orang yang melakukan 3 kali atau lebih perminggu resiko menderita demensia menurun dibandingkan orang yang melakukan exercise regular kurang 3 kali perminggu.
Level aktivitas fisik yang tinggi dan dilakukan secara rutin dan terus menerus mempunyai hubungan dengan tingginya fungsi kognitif dan penurunan fungsi kognitif.
Manfaat aktivitas fisik akan tampak nyata dimana akan
kelihatan 3 tahun lebih muda dari usianya dan 20% dapat menurunkan resiko gangguan fungsi kognitif (Weuve dkk, 2004). Suatu studi menyimpulkan bahwa stimulasi fisik dan kognitif pada pasien usia lanjut dengan AD dapat berkontribusi pada pengurangan dari penurunan fungsi kognitif (Arcoverde dkk, 2008). Mathuranath dkk (2007) melakukan suatu studi kohort di India dengan melakukan suatu pemeriksaan kognitif dengan menggunakan mini mental state examination dan addenbrokes’s cognitive examination (ACE) pada suatu populasi di India berdasarkan tingkat pendidikan dan kebudayaan
yang ada dimasyarakat
tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh
Universitas Sumatera Utara
dalam dalam pengisian mini mental state examination dan addenbrokes’s cognitive examination yang akhinya akan mengetahui rata-rata fungsi kognitif pasien tersebut.
Mathuranath dkk (2000) melakukan suatu studi untuk memvalidasi suatu tes yang sederhana yang dirancang untuk mendeteksi demensia dan membedakan demensia alzheimer (AD) dari demensia frontotemporal (FTD). Mereka menyimpulkan bahwa Addenbrookes’s cognitive examination (ACE) adalah suatu instrument yang dapat mendeteksi demensia secara dini, dan juga untuk membedakan antara AD dan FTD. Beberapa studi juga menjelaskan bahwa Addenbrookes’s cognitive examination revised (ACER) merupakan suatu alat diagnostik yang akurat untuk mendiagnosa suatu demensia (Carvalho dkk, 2010; Poeretemad dkk, 2009). MMSE adalah suatu alat screening yang digunakan pada individu untuk mengetahui gangguan kognitif, tapi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa demensia ( Kochhann dkk, 2009). The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ) adalah suatu instrument screening yang telah divalidasi yang dapat digunakan untuk menilai pencegahan primer. Instrument ini digunakan pada orang dewasa untuk melihat level aktivitas fisik, yang terdiri dari pertanyaan yang simpel yang berisi tentang 4 level Physical Activity Index (PAI) dengan kategori Active, Moderately Active, Moderately Inactive, dan
Inactive (The General Practice Physical
Activity Questionnaire (GPPAQ). 2009).
Universitas Sumatera Utara
I.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia ?
I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : I.3.1. Tujuan umum: Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia . I.3.2. Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan fungsi kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat 2. Untuk megetahui hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat 3. Untuk megetahui distribusi rerata nilai fungsi kognitif terhadap kelompok usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa 4. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi pada lansia
di
Kelurahan Darat
I.4. HIPOTESIS Terdapat hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat.
Universitas Sumatera Utara
I.5. MANFAAT PENELITIAN Dengan mengetahui adanya hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia maka dengan sedini mungkin kita dapat melakukan usaha pencegahan salah satunya dengan melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki > 1,5 jam/minggu dan juga dapat melakukan aktivitas fisik lainnya seperti jogging, berkebun, menari, tenis dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara