BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan utama manusia dan telah berlangsung lama, yaitu sejak lahirnya manusia di pelataran bumi ini.Tidak dapat dipungkiri pendidikan saat ini sudah menjadi kebutuhan yang harus bagi semua orang, bagi para orang tua pasti akan berusaha mempersiapkan pendidikan yang lebih baik untuk anak - anaknya bahkan sampai ke jenjang perguruan tinggi,banyak hal yang menjadi alasan akan pentingnya pendidikan saat ini,mulai dari menjadikan pendidikan sarana
untuk menimba
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian
berkembang, sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan, sebagai peningkatan strata sosial, bahkan tidak sedikit yang melanjutkan pendidikan hanya untuk gengsi, namun apapun itu intinya saat ini pendidikan itu penting.
Sehingga sehubungan dengan ini,Ahmad Makki Hasan dalam mengatasi sarjana pengangguran menegaskan bahwa pendidikan memegang kendali penting dalam mempertahankan kelanggengan kehidupan sosial masyarakat, yaitu mampu hidup konsisten mengatasi segala ancaman dan tantangan masa depan.Selain itu,pendidikan juga berfugsi untuk membentuk manusia menjadi manusia yang praktis,yaitu manusia yang menyatu antara kata dan perbuatannya.
1
Sementara
pendidikan di katakan menempati posisi kritis oleh karna
kedudukannya sebagai bagian dari institusi sosial sebagaimana telah di uraikan di atas, pendidikan harus mampu melakukan langkah adaptif atau adopsi terhadap sejumlah sistem pengajaran, yang dengan ini dapat mancetak peserta didik menjadi peserta didik yang berkualitas.Begitu pula langkah adaptasi, yaitu bahwa pengajaran di sebuah institusi atau lembaga pendidikan harus merujuk kepada perkembangan dan setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, sehingga peserta didik ketika sudah menjadi alumni dari sebuah lembaga pendidikan tidak menjadi asing di lingkungan masyarakatnya sendiri, tetapi justru mampu melakukan yang terbaik untuk dirinya dan masyarakat, bila merujuk
pada realitas dewasa ini,nampaknya telah
menunjukkan sejumlah fakta bahwa peningkatan pengangguran terdidik tidak di barengi dengan penyediaan lapangan kerja, demikian pula sistem pengajaran terkesan tidak sejalan dengan perubahan dan perkembangan di masyarakat, akibatnya persaingan untuk memperebutkan lapangan pekerjaan akan semakin keras dan menuntut setiap orang untuk benar – benar mengoptimalkan kemampuan diri agar sesuai dengan verifikasi yang dibutuhkan dunia kerja itu sendiri dan ironisnya segala upayapun akan di lakukan dengan alasan kebutuhan untuk melanjutkan hidup, alhasil yang tidak mampu bersaing akan tersingkir disanalah menjamurnya pengangguran terdidik. Namun masalah pengangguran terdidik ini bukan hanya masalah bagi pemerintah namun masalah bagi kita semua dimana pengangguran tenaga kerja pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara, baik negara
2
berkembang maupun negara maju.Seringkali pemerintah dianggap lamban dalam mengatasi pengangguran dan kurang membuka lapangan pekerjaan namun disisi lain banyak perusahaan yang kesulitan mendapatkan tenaga ahli dan lulusan perguruan tinggi yang masih menyandang predikat menganggur tetap tinggi. Dari data Bappenas, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta (9,06% ). Dari total jumlah pengangguran tersebut 5,5% adalah mereka yang pernah mengenyam pendidikan di universitas, diploma, akademi ataupun pendidikan sejenis yang sederajat. Artinya, kini terdapat jutaan kaum intelektual yang menjadi pengangguran terbuka. Sebuah fenomena sosial yang tentu jauh dari harapan orang tua, bila anaknya lulus pada perguruan tinggi setelah menghabiskan biaya besar untuk kuliah hanya akan menjadi pengangguran. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah pengangguran sebesar 54% dari angkatan kerja atau sekitar 30 juta orang dikategorikan sebagai pengangguran terdidik, termasuk di dalamnya sarjana. Bahkan berdasarkan hasil survey angkatan kerja nasional,Februari 2009 tercatat, jumlah pengangguran ditanah air telah mencapai 10,55 jta orang, atau sekitar 9,75%.Jika dilihat menurut pendidikan, sebanyak 740.206 orang, atau sekitar 7,02% termasuk kategori pengangguran intelektual.Telah mengalami kenaikan persentase angka pengangguran intelektual dari 5,5% ke 7,02% dalam jangka waktu 2 tahun dan diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat per tahunya. Adapun jumlah pengangguran yang ada di Kabupaten Mamasa pada tahun 2009, Diploma I – Diploma II berjumlah 680 orang terdiri dari 280 laki-laki dan 400
3
perempuan, sedangkan yang tamat dengan gelar S1 (Strata Satu) berjumlah 750 orang yang terdiri dari 325 orang laki-laki dan 425 orang perempuan data ini menunjukkan bahwa salah satu masalah terbesar yang dihadapi pemerintah Kabupaten Mamasa ialah banyaknya angka pengangguran di kebupaten tersebut. Kenyataan di atas harusnya menjadi teguran bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan
nasip
para
pengangguran
khsusnya
sarjana
yang
menganggur,walaupun tidak dapat kita pungkiri pemerintah sudah melakukan beberapa program yang dinilai dapat mengatasi permasalahan ini di antaranya program sarjana pencipta kerja ( prospek ) mandiri meskipun baru ujicoba,idenya pun di adopsi dari Provinsi Gorontalo yang membuat program memberdayakan lulusan perguruan tinggi yang menganggur.Walaupun saat ini baru Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Minahasa yang menjalankan program ini tetapi selanjutnya akan di kembangkan di wilayah – wilayah lain di seluruh Indonesia sebagai program mengatasi pengangguran di kalangan sarjana.Prospek mandiri ini sendiri awalnya dari pertemuan dengan 170 sarjana menganggur yang meminta bantuan kemudian difasilitasi dengan syarat mereka bergabung dalam wadah koperasi dan dengan kerjasama Pemerintah Kabupaten dan Kota mereka akan di bantu mulai dari modal kerja,lahan usaha,serta peralatan yang dibutuhkan kemudian mereka yang menjalankan usahanya.Evaluasi akan dilakukan setiap 2-3 tahun sekali dan apabila berhasil maka program ini akan di tawarkan kepada daerah lain dengan demikian pengangguran dikalangan sarjana dapat dikurangi.
4
Berangkat dari fenomena pengangguran terdidik tersebut diatas sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang pengangguran terdidik dengan mengangkat judul “ Fenomena Pengangguran Terdidik di Kabupaten Mamasa “
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik sosial pengangguran terdidik di Kabupaten Mamasa? 2. Bagaimana karakteristik demografi pengangguran terdidik di Kabupaten Mamasa? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik sosial pengangguran terdidik di kabupaten mamasa ? 2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik demografi pengangguran terdidik di kabupaten mamasa ?
5
D. Manfaat Penelitian Penelitian yang di harapkan dapat berguna sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah,serta semua pihak yang memiliki tanggung jawab agar dapat lebih memperhatikan masalah pengangguran terdidik,sehingga dapat bekerja sesuai dengan keahliannya masing - masing. 2. Agar dapat jadi bahan masukan bagi para peneliti yang tartarik mengkaji persoalan pengangguran terdidik. 3. Diharapkan pula bahwa hasil penelitian ini menjadi bahan bacaan masyarakat. E. Kerangka Pikir Banyaknya pengangguran terdidik di indonesia, khususnya di Kabupaten Mamasa yang dalam hal ini adalah tempat dimana peneliti akan melakukan penelitian cukup mamprihatinkan, dimana sarjana adalah orang terdidik tapi mengapa masih menganggur, pada akhirnya muncullah istilah pengangguran terdidik.Seharusnya para sarjana di harapkan bisa membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang kurang terdidik atau minimal dia sendiri bisa bekerja setelah selesai kuliah akan tetapi pada kenyataannya jangankan yang bukan sarjana, sarjana saja sulit mendapatkan pekerjaan. Para sosiolog pun tidak pernah berhenti memberikan kontribusinya dalam menangani masalah pengangguran terdidik di dalam masyarakat.Salah satu di antaranya adalah Durkheim ( Wardi bachtiar,2006,hal.86 ) yang melihat bahwa pendidikan mempunyai banyak fungsi diantaranya :
6
1. Memperkuat solidaritas 2. Mempertahankan peran sosial, dimana sekolah adalah masyarakat dalam bentuk miniature. Sekolah mempunyai hierarki, aturan, tuntutan yang sama dengan”dunia luar”.Sekolah mendidik orang muda untuk memenuhi berbagai peranan. 3. Mempertahankan pembagian kerja yaitu membagi – bagi siswa kedalam kelompok – kelompok kecakapan. Mengajar siswa untuk mencari pekerjaan sesuai dengan kecakapan mereka. Berdasarkan pemikiran Durkheim tersebut diatas memperlihatkan bahwa para lulusan pendidikan seharusnya bekerja sesuai dengan pendidikan mereka dikarenakan pendidikan mendidik. Namun realita yang ada,hal tersebut seringkali tidak terpenuhi.Mereka lebih banyak menjadi pengangguran tidak kentara dimana secara demografi mereka menjadi beban bagi keluarganya dikarenakan harapan setelah menjadi lulusan perguruan tinggi akan mendapatkan pekerjaan yang layak dan memperoleh gaji yang tinggi pula namun sebaliknya
yang terjadi ialah setelah
menjadi lulusan perguruan tinggi ia menjadi beban bagi keluarga dikarenakan tidak memiliki pekerjaan.
BadanPusatStatistik(BPS) mengungkapkan bahwa pengangguran terdidik (intelektual) di indonesia terus mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir, sementara jumlah penganggur tidak terdidik makin turun. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2008, jumlah pengangguran terbuka tercatat sebanyak 9,39 juta orang (8,39%) dari total angkatan kerja sekitar 111,4 juta orang. Pengangguran
7
terbuka di dominasi lulusan SMK sebesar 17,26%; sekolah menengah atas 14,26%; perguruan tinggi 12,59%; lulusan sekolah menengah pertama 9,39%; dan lulusan sekolah dasar 4,57%.
Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di kalangan terdidik sampai februari 2009 telah mencapai 1,1 juta orang. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan hampir dua kali lipat dari angka pada 2004 yang tercatat sebesar 585 ribu orang. Ironisnya. Peningkatan pengangguran di kalangan terdidik pada saat jumlah pengangguran secara keseluruhan mengalami penurunan, baik dalam persentase maupun secara absolute. BPS menunjukkan bahwa jumlah persentase pengangguran terus menurun dari 9,86% dari angkatan kerja pada 2004 menjadi 8,14% dari angkatan kerja 2009. Demikian pula, secara absolut jumlah pengangguran turun dari 10,25 juta orang pada 2004 menjadi 9,26 juta orang pada 2009. Fakta yang ada, sebagaimana diperlihatkan oleh data di atas, persoalan pengangguran terdidik bersifat akut. Ia bukan hanya persisten akan tetapi juga mengalami pandalaman dari tahun ke tahun. Sehingga, tentu saja tidak tepat untuk mengategorikannya sebagai masalah transisional.
8
Bahkan dimensi social dalam pendidikan beranjak lebih jauh lagi dengan memunculkan persoalan bahwa pembangunan tidak cukup hanya dalam bidang material. Martabat manusia dan kesejahteraan hanya dapat tercapai, jika selain kebutuhan material tercukupi, kebutuhan yang bersifat spiritual juga dihargai; seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mengembangkan diri dan sebagainya. Oleh karna itu peneliti mencoba memandang fenomena pengangguran terdidik ini dari aspek karakteristik sosial demografinya. F. Metode Penelitian F.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa F.2 Dasar dan tipe penelitian Dasar penelitian yang digunakan adalah survei, yaitu dimana peneliti menggambarkan karakteristik tertentu dari suatu populasi. Di mana menurut Mantra dan Kasta ( Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1991 : 149 ) mengatakan bahwa : “ Suatu penelitian yang menggunakan metode survei tidaklah selalu perlu untuk meneliti semua individu di dalam populasi, karena hal itu akan memerlukan banyak tenaga, waktu dan biaya. Penelitian hanya dilakukan sebagaian yang mewakili seluruh populasi dan diharapkan dari hasil yang diperoleh akan mendapatkan gambaran sifat populasi yang bersangkutan. sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah deskriktif yang tujuannya adalah untuk menggambarkan karakteristik social demografi sarjana pengangguran.
9
F.3 Penentuan Informan Responden ditetapkan dengan cara snowball sampling yaitu sample yang dari jumlahnya sedikit, lama – lama menjadi banyak sumber data yang sedikit itu tersebut belum
cara ini digunakan karna dari mampu memberikan data yang
memuaskan, maka peneliti akan mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. F.4 Teknik pengumpulan data 1. Primer - Kuesioner Teknik pengumpulan data ini berbentuk rangkaian atau kumpulan pertanyaan yang disusun secara sistematis dan dalam sebuah bentuk pertanyaan. Ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara jelas dan pasti dari responden yang bisa dijadikan sebagai acuan dari data yang diperlukan, sehingga memudahkan penulis untuk menganalisis data yang ada. - Wawancara Wawancara sebagai alat pengumpul data adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si pewawancara dengan responden dengan menggunakan panduan wawancara. 2. Sekunder Merupakan pengambilan ataupun pengumpulan data dari literature, buku, artikel yang relevan dan juga dari instansi yang terkait dengan penelitian ini.
10
F.5 Teknik pengolahan dan analisis data Data-data yang dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif yang digambarkan dengan angka-angka melalui tabel – tabel sederhana untuk memperoleh kesimpulan.
G. Defenisi Oprasional 1.Pengertian Pengangguran Pengangguran adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan berusaha mendapatkan atau mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. 2. Pengangguran Terdidik Pengangguran terdidik adalah mereka yang pernah bersekolah atau kuliah dan belum memiliki pekerjaan dan berusaha mencari pekerjaan atau ataupun tidak mencari pekerjaan di karenakan beberapa factor. 3. Bekerja Penduduk yang berumur 10 tahun keatas yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu.
11