BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur oleh undang - undang termasuk dalam hal pengikatan antara debitur dan kreditur di bank. Profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan instansi yang membuat akta-akta yang menimbulkan alat-alat bukti tertulis dan mempunyai sifat otentik. Dalam hal ini Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus aktif dalam pekerjaannya dalam keadaan terpaksa misalnya di dalam suatu kapal ada seseorang membutuhkan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat wasiat. Pada
pokoknya akta-akta Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) itu diperbuat dalam lapangan hubungan hukum perdata, hukum perjanjian, yang bila dikaji merupakan bagian dari pekerjaan dari Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur kepentingan antara warganegara perseorangan yang satu dengan warganegara perseorangan yang lain. 1 Selanjutnya Hukum Perdata ini ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum Perdata yang tertulis ialah Hukum Perdata sebagaimana yang diatur dalam 1
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty, 1974), hal. 1.
1
2
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Hukum Perdata yang tidak tertulis itu ialah Hukum Adat. Dari dua macam hukum ini yang dibicarakan dalam buku ini ialah Hukum Perdata yang tertulis yaitu sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang selanjutnya disebut KUHPerdata. Selain dalam arti sempit, Hukum Perdata juga dikenal dalam arti luasnya, yaitu Hukum Dagang adalah termasuk Hukum Perdata dalam arti luas. 2 Menurut Ilmu Pengetahuan, Hukum Perdata dapat dibagi atas 4 (empat) bidang (bagian): 1. Hukum Perorangan / Hukum Badan Pribadi (Personenrecht) 2. Hukum Keluarga (Familierecht) 3. Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht) 4. Hukum Waris (Erfrecht) Sedangkan berdasarkan buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu sendiri dibagi menjadi empat buku yakni : 1. Buku I
: Hukum perorangan / Hukum badan pribadi
2. Buku II
: Hukum benda
3. Buku III
: Hukum Perikatan
4. Buku IV
: Hukum bukti dan kadaluwarsa.
Hukum Benda sebagaimana diatur dalam buku II KUHPerdata hendaknya dengan mengingat berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yaitu UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria lazim dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang
2
Ibid, hal. 1.
mulai
3
berlaku sejak tanggal 24 September 1960. Dengan berlakunya Undang-Undang tersebut memberikan pengaruh perubahan terhadap berlakunya buku II KUHPerdata dan juga terhadap berlakunya Hukum Tanah di Indonesia. 3 Perubahan besar terhadap berlakunya buku II KUHPerdata terjadi karena berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu sebagaimana tercantum dalam undang- undang tersebut menentukan bahwa mencabut Buku II Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kecuali ketentuanketentuan mengenai hipotik, yang masih berlaku pada mulai berlakunya UndangUndang Pokok Agraria tersebut maka dicabutlah berlakunya semua ketentuan – ketentuan mengenai hak- hak kebendaaan sepanjang mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dari buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kecuali ketentuan mengenai Hipotik. 4 Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat akta harus berpedoman dengan Undang-Undang Pokok Agraria, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. Kewenangan lainnya yang dimaksud undang-undang tersebut dijabarkan mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan. Berkaitan dengan peranannya sebagai pejabat umum tersebut maka selanjutnya Notaris dalam kapasitas tugasnya yang terjabar pada Pasal 15 ayat (2) berwenang untuk :
3 4
Ibid, hal. 3. Ibid, hal. 3.
4
1. Mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus; 2. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus; 3. Membuat copy dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertambahan; atau 7. Membuat akta risalah lelang. Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau di mana itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 5 Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, menyatakan bahwa Notaris berkewajiban membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Namun dalam prakteknya akta cukup dimengerti oleh para pihak penghadap.
5
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hal. 1.
5
Sesuai dengan pembahasan diatas mengenai Notaris yang berkewajiban membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 16 ayat (1) huruf l, akta itu sendiri mempunyai fungsi formil yang artinya bahwa suatu perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta dan juga fungsi sebagai alat bukti yang artinya sebagai pembuktian di kemudian hari oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. Akta itu sendiri dapat dibedakan jenisnya yang ditinjau dari segi pembuatannya, dan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis akta yaitu : 1. Akta Otentik Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan yang dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. 6 Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan : “Akta otentik adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang diperbuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat”. Dengan melihat ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, maka suatu akta agar dapat dikatakan suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan : a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum.
6
Ibid, hal. 54.
6
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus yang mempunyai wewenang. Pejabat yang dimaksud dari pengertian dan ketentuan di atas antara lain Notaris, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatatan Sipil, Hakim dan sebagainya. 7 Akta yang diperbuat dihadapan
Notaris dan PPAT yang merupakan
pejabat pembuat akta tanah mempunyai nilai yuridis dalam arti mempunyai kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, maka akta Notaris tersebut harus dipenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu sebagai berikut : 8 1. Syarat subyek yaitu para pihak yang melakukan perbuatan hukum adalah pihak yang berhak atau berwenang. 2. Syarat obyek yaitu tanah yang dijadikan sebagai obyek peralihan hak atas tanah dibolehkan secara hukum tidak sengketa, tidak menjadi jaminan utang dan lain- lain. 3. Syarat yuridis formil yaitu pejabat umum yang membuat akta peralihan hak atas tanah adalah pejabat yang berwenang, ada 2 (dua) orang saksi yang sudah dewasa, disetujui oleh ahli warisnya, dalam hal hibah merupakan akta otentik standar khusus yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang- undangan. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang
7
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung: Alumni, 1991),
hal. 55. 8
Supranowo, Himpunan Karya Tulis Bidang Hak Tanggungan Dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT), (Jakarta: Badan Pertanahan Nasional, 1990), hal. 36.
7
apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh Hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
2. Akta Dibawah Tangan Akta dibawah tangan (under hands) adalah tulisan di bawah tangan antara satu pihak dengan pihak lain tanpa perantaraan seorang pejabat yang diakui oleh pihak lain. Pasal 1874 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan : “Sebagai tulisan- tulisan di bawah tangan dianggap akta- akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat- surat, register-register, surat- surat urusan rumah tangga dan lain- lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum”.
Kekuatan
bukti otentik para pihak dan ahli waris serta mereka yang memperoleh hak dari padanya merupakan bukti yang sempurna. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai bukti sempurna, apabila tanda tangan didalam akta tersebut diakui oleh pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas. 9 Akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak
9
Ibid, hal. 38.
8
dapat diperlukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak, hal tersebut sesuai dengan Pasal 1869 KUHPerdata. Sebagai contoh akta di bawah tangan adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dan sebagainya. Dan akta di bawah tangan ini dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai. Fungsi dan peranan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembangunan semakin kompleks dewasa ini yang semakin bertambah luas dan berkembang. Hal ini disebabkan karena kepastian hukum dari pelayanan dan produk-produk hukum yang dihasilkan oleh Notaris semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah dan masyarakat khususnya sangat mempunyai harapan kepada Notaris agar jasa yang diberikan oleh
Notaris
benar-benar
dapat
diandalkan
dalam
peningkatan
serta
perkembangan hukum nasional di Indonesia pada saat ini dan masa yang akan datang. Dengan adanya kepastian hukum yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dari pelayanan dan produk-produk hukum yang dihasilkan Notaris ataupun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maka masyarakat mempunyai bukti yang sah apabila terjadi permasalahan sengketa dan atau bahkan dengan adanya
9
Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat mengurangi terjadinya sengketa. Adapun faktor-faktor yang menjadi sumber terjadinya sengketa-sengketa tersebut, yaitu : 10 1
Menghambat tujuan pribadi.
2
Kehilangan status (kedudukan)
3
Kehilangan otonomi (kekuasaan)
4
Kehilangan sumber- sumber
5
Tidak mendapat bagian yang adil dari sumber- sumber yang langka.
6
Mengancam nilai
7
Mengancam suatu nama
8
Kebutuhan yang berbeda dan berbenturan.
9
Kesalahpahaman atau salah mengerti.
10 Pembelaan harga diri.
Sengketa pertanahan menurut Hadi Mulyo bahwa dasar penyebab utama dari adanya sengketa dapat ditelusuri dari akar- akar ekonomi politik. Jadi pendapat mereka terhadap sengketa merupakan suatu perspektif yang lebih sebagai faktor yang menekankan pada aspek-aspek ekonomi, politik yang menonjol ketimbang aspek- aspek lainnya. Dengan kata lain, sengketa disini dilihat sebagai masalah ekonomi-politik, dan oleh karena itu upaya-upaya
10
T.O Ihromi, Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa, dalam T.O Ihromi Antropologi Hukum Sebagai Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), hal. 40.
10
penyelesaiannya pun haruslah mempertimbangkan pada faktor-faktor ekonomi politik. 11 Sengketa sering terjadi dimana tidak dibacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris sehingga menimbulkan minat penulis untuk mengadakan penelitian terhadap peristiwa hukum tersebut. Didalam melakukan tugasnya Notaris memerlukan perlindungan hukum dalam melakukan tugas jabatannya sesuai dengan peraturan Notaris disumpah oleh Pengadilan Negeri dan lingkup kerjanya untuk seluruh Indonesia. Disamping itu tugas notaris menangani segala akta (lebih luas dari PPAT). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 1 yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Perbuatan Hukum yang dimaksud diatas yaitu mengenai : a. jual beli b. tukar menukar c. hibah d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) e. pembagian hak bersama f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik 11
Hadi Mulyo, Mempertimbangkan Alternatif Dispute Resolution (ADR), Kajian Alternative Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan, (Jakarta: ELSAM, 1997), hal. 23.
11
g. pemberian Hak Tanggungan h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
B.
Perumusan Masalah Dari uraian singkat mengenai latar belakang penulisan tersebut, maka ada
beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu: 1. Apa yang menjadi peranan PPAT dalam pemberian Hak tanggungan ? 2. Bagaimana pelaksanaan Hak Tanggungan sebagai jaminan pemberian kredit ?
C.
Tujuan Penulisan Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan dengan metode ilmiah serta bertujuan untuk mendapatkan data baru. Pengertian dari penelitian itu sendiri adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf ilmiah yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya atau kecenderungan yang timbul. 12 Tujuan penelitian lainnya secara praktis merupakan usaha untuk menjawab berbagai pertanyaan ilmiah seputar permasalahan hokum. Tujuan penulisan skripsi ini pada khususnya adalah untuk memenuhi persyaratan agar memperoleh gelar sarjana hokum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun secara umum pembahasan mengenai aspek
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), hal. 6.
12
hukum terhadap peranan pejabat pembuat akta tanah dalam pengikatan jaminan bank seperti yang dibahas dalam skripsi ini mempunyai tujuan yaiitu: 1. Untuk mengetahui tinjauan umum tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah, pihak- pihak yang dapat diangkat menjadi pejabat pembuat akta tanah. 2. Untuk memahami dan mengetahui hak tanggungan menurut peraturan perundang-undangan, prosedur pembebanan hak
tanggungan, objek hak
tanggungan, para pihak dalam tanggungan. 3. Untuk mengetahui peranan PPAT dalam pemberian hak tanggungan. 4. Untuk mengetahui pelaksanaan Hak Tanggungan sebagai jaminan pemberian kredit.
D.
Manfaat Penulisan Manfaat penulisan ini meliputi 2 (dua) hal yakni aspek teoritis dan praktis
yaitu: 1. Secara teoritis : a. Hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
dapat
berguna
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan bidang hukum khususnya dalam penanganan dan penyelesaian terhadap peranan PPAT dalam pemberian hak tanggungan, pelaksanaan hak tanggungan sebagai jaminan pemberian kredit b. Hasil penelitian ini dihadapkan dapat memberikan kejelasan prosedur peranan PPAT dalam Pemberian Hak Tanggungan, Pelaksanaan Hak Tanggungan sebagai jaminan pemberian kredit.
13
2. Secara praktis : Untuk mengetahui secara praktis pelaksanaan penanganan melalui pendekatan hukum dalam praktek PPAT terutama di kalangan di Kota Medan. Selain itu diharapkan dapat memberikan masukan atau manfaat bagi mahasiswa, praktisi notaris dan PPAT dan masyarakat
E.
Metode Penelitian Menurut pendapat Koentjaradi, yang dinamakan motode penelitian adalah
dalam arti kata yang sesunggunya, maka metode (Yunani : “methods”) adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek dari sasaran yang bersangkutan. 13 Untuk memenuhi criteria penulisan yang bersifat ilmiah, maka harus didukung dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu berpikir yang objektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara benar. 14 Metode penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu sendiri ialah suatu prises penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian olmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada metode yuridis normatif. Metode penelitian normatif tersebut disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan 13 14
Danang Ari, Studi Tentang Perlindungan Dagang, (Surakarta: UUM, 2008), hal. 9. Ibid,.
14
oleh Hakim melalui putusan pengadilan (law in decide by the judge through the judicial process). 15 Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran dan dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapat jawaban atas pokokpokok permasalahan yang dirumuskan dalam Bab I Penduhuluan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis. Metodologi merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. 16 Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukumtertentu dengan jalan menganalisisnya. 17
15
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Gratifi Press, 2006), hal. 118. 16 Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 9. 17 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 43.
15
1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yaitu yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). 18 Pada dasarnya yang dicari itu adalah “pengetahuan yang benar” untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui penalaran deduktif 19 dan sistematis dalam penguraiannya. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya serta juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode pendekatan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan. Dalam hubungan ini dilakukan pengukuran dan analisis terhadap “Tinjauan Hukum Terhadap Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pengikatan Jaminan”.
18
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Indonesia, 2005), hal. 27. 19 Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, hal. 2.
16
2. Sumber Data Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder juga bahan hukum tertier. a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan diantaranya adalah catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks dan jurnal. Bahan hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang memiliki kualitas keilmuan. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum penunjang pada dasarnya mencakup pertama, bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya adalah misalnya abstrak perundangundangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum dan seterusnya. Dan kedua bahan-bahan primer, sekunder dan penunjang (tersier) diluar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain
17
sebagainya, yang oleh para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian. 3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundangan-undangan, dokumendokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. 4. Analisa Data Pengelolaan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan tinjauan terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal kedalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari sistem hukum tersebut. Data yang berasal dari studi kepustakaan kemudian ditinjau berdasarkan metode kualitatif dengan melakukan : a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut. b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pengikatan jaminan bank. c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah.
18
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan kemudian ditinjau secara deskriptif dan kualitatif
sehingga
mengungkapkan
hasil
yang
diharapkan
serta
kesimpulan atas permasalahan.
F.
Keaslian Penulisan Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan
penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pengikatan Jaminan Bank” belum pernah dilakukan. Dengan demikian, penulisan ini dapat dinyatakan asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan kebenarannya.
G.
Sistematika Penulisan Dalam usaha untuk menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian
dalam karya ilmiah ini secara teratur, maka karya tulisan ilmiah ini dibagi kedalam susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam setiap bab dengan ruang lingkup pertanggungjawaban sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Didalam bab pertama yang berisi pendahuluan ini, dipaparkan pengantar untuk mendapat memberikan penjelasan singkat dan pengertian tentang ruang lingkup dan jangkauan daripada pembahasan karya ilmiah ini. Meliputi latar belakang, perumusan masalah, tinjauan
19
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, serta sistematika penulisannya sendiri. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Didalam bab kedua ini akan dibahas mengenai pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mencakup tentang pihak-pihak yang dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta tugas, wewenang dan kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah itu sendiri. BAB III : HAK TANGGUNGAN MENURUT PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN Didalam bab ketiga ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai bagaimana prosedur pembebanan hak tanggungan, mengenai objek hak tanggungan dan para pihak yang terdapat dalam hak tanggungan tersebut. BAB IV : PELAKSANAAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN PEMBERIAN KREDIT Pembahasan dalam bab yang keempat ini adalah merupakan pembahasan yang bersumber dari penelitian (research). Aspek yang akan dibahas dalam bab ini adalah mengenai peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pemberian hak tanggungan dan pelaksanaan hak tanggungan sebagai jaminan pemberian kredit.
20
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini akan memberikan beberapa intisari kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan setiap bab dalam permasalahan tersebut. Bab ini juga akan memaparkan beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pemaparan tersebut.