1
BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Sebagai sebuah etnis yang dikatakan baru di Indonesia, etnis Betawi melahirkan budaya baru atau budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Hindia Belanda, Batavia (kini Jakarta) merupakan ibu kota Hindia Belanda yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Sukusuku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis. Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi. Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu. Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk Indonesia pada saat itu. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun
2
1949. Pada tahun 1961 oleh Presiden Soekarno, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno Sosroatmodjo.1 Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum Perumnas. Pada masa pemerintahan Soekarno inilah, Jakarta terus melakukan pembangunan proyek besar, antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis kota, menggantikan poros Medan MerdekaSenen-Salemba-Jatinegara. Pembangunan yang pesat tersebut pada akhirnya memaksa etnis Betawi yang dahulu mendiami wilayah tersebut akhirnya tergusur dari tanah kelahiran mereka sehingga hingga saat saat ini banyak kita jumpai di daerahdaerah sekitaran Jakarta seperti Tangerang, Depok, Bekasi, dan Bogor. Ada beberapa hal yang positif dari karakter Etnis Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai 1
Jakarta 1960-an: Kenangan Semasa Mahasiswa, Firman Lubis, Masuo Jakarta, 2008
3
agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain. Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil dan ikut andil dalam membangun dan memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia hingga saat ini. Beberapa dari mereka adalah tokoh dari etnis Betawi yang telah berhasil dan memberikan kontribusi yang nyata untuk bangsa yang biografinya akan diulas oleh penulis dalam Skripsi Aplikatif ini yaitu Muhammad Husni Thamrin, Ismail Marzuki, Benyamin Suaeb dan beberapa tokoh lainnya. Membaca buku merupakan salah satu aktivitas belajar yang efektif untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan, namun gejala enggan membaca telah menggerogoti para generasi muda termasuk kaum remaja saat ini. Masa remaja merupakan salah satu fase yang sangat penting dalam masa pertumbuhan manusia. Menurut para ahli umumnya fase remaja yaitu fase dimana manusia mengalami kematangan dalam organ seksual yaitu pada kurun usia 12 hingga 21 tahun
4
(Soetjiningsih. 2004 : 45). 2 Jika diukur dengan jenjang pendidikan di Indonesia maka setara dengan anak-anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan semester awal di Perguruan Tinggi. Pada fase remaja ini perkembangan kognitif otak manusia hampir mencapai titik sempurna dan berkembang sangat pesat. Kemampuan mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep terhadap apapun yang mereka amati dan peroleh dari lingkungan sekitar juga terjadi dalam fase ini. Termasuk mencerna informasi yang mereka terima melalui buku, media massa seperti cetak dan elektronik maupun dari hasil pengamatan di lingkunagn sekitar.3 Namun ketertarikan remaja akan buku biografi saat ini sangat menurun. Penulis melakukan observasi berupa wawancara mengenai minat baca para remaja terhadap buku biografi dengan sample 5 orang remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Mahasiswa perguruan tinggi tingkat awal dengan range usia rata-rata 17 tahun hingga 20 tahun Dari hasil observasi tersebut ditemukan bahwa; (1) minat membaca remaja, secara umum termasuk dalam kategori rendah, (2) pengetahuan mereka tentang jenis buku biografi sangat minim. (3) buku yang paling disukai remaja untuk dibaca adalah jenis buku-buku popular (buku novel, komik/manga, buku pelatihan, buku-buku motivasi) sedangkan untuk buku biografi kurang diminati karena secara komposisi, aspek desain dan layout kurang menarik, (4) paradigma remaja yang beranggapan buku biografi terlalu berat untuk dibaca karena berisikan konten sejarah yang 2
3
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV Sagung Seto.
Sofyan S. Willis. (2005). Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai bentuk Kenakalan Remaja seperti Narkoba, Freesex dan Pemecahannya. Bandung : CV Alfabeta.
5
umumnya jarang mereka sukai, (5) kebanyakan remaja beranggapan membaca buku biografi membosankan karena secara konten terlalu banyak berisikan teks dibandingkan gambar. (6) faktor yang menghambat remaja dalam membaca, melihat tampilan dari buku biografi yang terlalu kaku secara aspek desain (cover buku, layout, komposisi gambar/foto, typografi). Dari hasil observasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa minat remaja terhadap buku biografi masih sangat rendah, hal tersebut dikarenakan paradigma remaja yang beranggapan buku biografi merupakan jenis bacaan berat, ketidaksukaan mereka terhadap konten sejarah, selain itu aspek desain (cover, layout, typografi, foto/ilustrasi) yang terlalu formal dan kaku juga merupakan factor penting yang memepengaruhi minat baca remaja terhadap buku biografi. Pop Art termasuk pada seni kontemporer yang juga merupakan gerakan seni yang muncul pada pertengahan tahun 1950 di Inggris dan pada akhir 1950-an di Amerika Serikat. Pop Art mencampuradukkan antara seni rupa tadisonal dengan memasukkan unsure-unsur dari budaya populer seperti iklan, berita, dan lain-lain. Pop art menampilkan aspek budaya massa, seperti iklan, buku komik dan bendabenda budaya duniawi. Hal ini secara luas ditafsirkan sebagai reaksi terhadap penolakan terhadap gagasan dominan dan kemudian kemudian menghasilkan ekspresionisme abstrak, serta penafsian yang semakin luas terhadap ekspresionisme tersebut. Umumnya yang ditampilkan Pop art itu selalu memanfaatkan dari bendabenda baru yang ditemukan dan secara gambar serta tampilan visual lebih mirip dengan aliran Dadaisme. Pop art bertujuan untuk menggunakan gambar-gambar populer sebagai lawan dari budaya elitis dalam seni, menekankan unsur dangkal atau
6
kitschy dari setiap budaya tertentu, paling sering melalui penggunaan ironi. Hal ini juga terkait dengan penggunaan seniman dari mekanik alat teknik reproduksi atau rendering. Di Amerika Serikat, Era 1960-1970an adalah sebuah masa yang yang disebut “a revolution print” yang merambah grafis, film, hingga musik. Tokoh-tokoh penggerak era ini adalah Andy Warhol dan fotografer Richard Avedon. Andy Warhol merupakan mototr penggerak pop art yang juga merupakan seorang illustrator sukses dan seorang ahli dalam dunia seni cetak dia juga merupakan produser rekaman dan penulis. Beberapa karyanya seperti potret close up warna-warni tokoh ternama seperti Marlyn Monroe, Jim Morisson, John Lennon, dan Che Guevara menjadi karya ikon Pop Art hingga saat ini.4 Bersama sahabatnya Richard Avedon yang merupakan seorang fotografer Fine Arts, Warhol melakukan pertemuan dengan para Graffiti Writer di Paris pada bulan Mei tahun 1963, dan mereka menyebutnya sebagai era “all power to imagination”. Era ini ditandai dengan beberapa kejadian yang sangat monumental, diantaranya terjadinya revolusi mesin cetak dimana metode cetak “abjad susun urai” beralih ke “abjad susun beku” hingga akhirnya revolusi ini merubah tradisi pembuatan huruf. Akibatnya profesi Typographer menjadi profesi yang banyak diminati orang. Tokoh-tokoh Typographer pada era itu antara lain, Willi Fleckhaus, Adrian Frutiger, Herb Lubatin dan lainnya.5
4 http://www.docstoc.com/docs/13177082/Desain-Popart 5 Ibid
7
Selain memicu revolusi mesin cetak, Era Pop Art yang dibawa oleh Warhol pada era inilah pada akhirnya produk grafis seperti Majalah mulai berwarna di belahan bumi Eropa dan Amerika seperti Vogue, Time, Playboy. Selain majalah, Era Pop Art juga memicu munculnya Komik-komik berwarna produksi MARVEL dan DC Comics, dan juga novel-novel bergaya Pop Art seperti cover buku “Behold Goliath” yang didesain oleh William Belcher, atau gaya “Pop Posters” pada buku “It’s World that Makes the Love Go Round” dengan Hapshash sebagai illustrator.
6
Di Indonesia sendiri perkembangan seni rupa kontemporer di pelopori oleh sekelompok seniman Indonesia yang menamakan dirinya Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI). PERSAGI didirikan pada tahun 1938 dengan Agus Djaja sebagai ketua dan S.Sudjojono sebagai juru bicaranya. PERSAGI bisa disebut sebagai pelopor dari kelompok seni pertama yang ada di Indonesia. Mempunyai visi mencari ke “Indonesiaan” dalam setiap karya – karyanya. Menjunjung tinggi otonomi seni, individu sebagai pusat kreasi dengan memulai pembubuhan tanda tangan pada setiap karya yang dihasilkan. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa PERSAGI adalah penanda dari kelahiran seni modern di Indonesia. Karena beberapa visi, paham dan ucapan yang dilontarkan oleh PERSAGI melalui S. Sudjojono sebagai juru bicaranya merupakan paham modernisme. Yaitu mencari menjunjung tinggi keindividuan serta pembubuhan tanda tangan pada setiap karya yang dihasilkan. Keadaan ini diserap dan diperkaya oleh keadaan yang hadir pada masa – masa selanjutnya. Sehingga beberapa ciri karya Abstrak, Impresionis, Ekspresionis yang mewakili paham modernisme 6 Ibid
8
hadir dan di adaptasi oleh beberapa pelukis di Indonesia. Yang terakhir muncul dan menjadi perdebatan panjang adalah karya – karya yang bercirikan formalisme (kubis). 7 Keadaan stagnan meliputi medan sosial seni di Indonesia pada masa tersebut, karena paham seni yang berkembang di Indonesia saat itu membangun pagar yang sangat tinggi dengan lingkungan lain yang ada di sekitarnya. Semuanya sibuk mencari kebaruan, penggayaan yang khas atau jiwa kethok seperti yang sering diucapkan oleh S. Sudjojono. Tidak semua seniman dapat berpameran apalagi mahasiswa seni. Pameran yang diselenggarakan pun menampilkan karya dengan kecenderungan yang hampir sama. Hingga akhirnya Gerakan Seni Rupa Baru hadir dengan gebrakannya melalui pameran dan manifestonya. GSRB bisa dikatakan sebagai penanda dari kelahiran seni kontemporer dan post-modern di Indonesia. Walaupun pada masa tersebut kedua istilah tersebut belum dipergunakan. Akan tetapi jika kita tinjau isi dari manifesto dan karya yang ditampilkan oleh GSRB pada pameran Pasaraya Dunia Fantasi tentunya pada masa tersebut GSRB menampilkan faham – faham seni Post-Modernisme. Pengaruh perkembangan gerakan seni rupa kontemporer yang disebarkan oleh GSRB tersebutlah yang pada akhirnya mempengaruhi gaya para seniman besar di Indonesia. Seperti Affandi, Agus Djaya, Basuki Abdullah, Bagong Kassudiardja, Barli Sasmitawinata pada seni lukis, kemudian GM Sudarta, Drs. Suryadi (Pak
7
http://gerakgeraksenirupa.wordpress.com/2010/11/19/gerakan-seni-rupa-baru-dan-kelompok-seni-rupa-di-
indonesia/
9
Raden) pada seni visual illustrasi dan Wedha Abdul Rasyid seorang illustrator sekaligus pencipta aliran pop art gaya baru yang dinamai sebagai Wedha‟s Pop Art Portrait (WPAP). Wedha Abdul Rasyid yang merupakan seorang illustrator di Majalah Hai (Kompas Gramedia Group) yang juga merupakan pencipta ilustrasi tokoh karakter LUPUS yang fenomenal pada cerpen yang dimuat di Majalah HAI yang berjudul LUPUS pada tahun 1986 ditulis oleh Hilman Hariwijaya yang kemudian diangkat ke layar lebar pada tahun yang sama serta dirilis juga serial televisinya pada tahun 1998. Sama seperti LUPUS, Keluarga Cemara juga merupakan cerpen yang dimuat oleh Majalah HAI pada tahun 2001 juga diilustrasikan oleh Wedha, yang kemudian diangkat menjadi serial televisi di salah satu stasiun televisi swasta nasional pada tahun yang sama.
Gambar I.1 Wedha Abdul Rasyid pencetus gaya visual WPAP
Wedha‟s Pop Art Portrait atau yang lebih popular dengan nama WPAP merupakan sebuah karya fenomenal lainnya yang diciptakan oleh Wedha Abdul Rasyid. Embrio gaya WPAP sendiri sudah diciptakan pada tahun 1990-1991. Yang
10
mana pada tahun tersebut Wedha telah memasuki memasuki usia 40 tahun dan mengalami penurunan fungsi mata serta kondisi fisik yang mudah sangat lelah. Hal tersebut dirasakan sangat mengganggu oleh Wedha setiap kali menyelesaikan gambar. Pada saat itulah Wedha mulai merasakan kesulitan pada saat ingin memilih serta mencampurkan warna. Dalam keadaan seperti itulah kemudian Wedha mulai memikirkan cara melukis atau menggambar wajah manusia dengan cara yang lebih mudah. Pada tahun 1990-1991 Wedha terus melakukan Eksperimen dalam penciptaan karya WPAP yang dulu belum memiliki nama. Dalam fase tersebut juga terus terjadi dinamika dalam proses peciptaan karya. Dimulai pada fase manual di tahun 1990 1991 hingga akhirnya melalui proses komputerisasi pada tahun 1998. Memasuki tahun 2007, WPAP yang kala itu masih dinamai Foto Marak Berkotak oleh Wedha mulai menarik minat banyak orang. Mulai dari penggemar karya-karyanya
hingga
rekan-rekan
seprofesinya
sesama
perupa.
Melalui
rekomendasi dari seorang Ketua jurusan DKV Universitas Multimedia Nusantara bernama Gumelar, pemerhati karya (kurator) Ade Darmawan yang merupakan direktur komunitas Ruang Rupa, Djoko Hartanto seorang akademisi dibidang seni serta rekan kerjanya Angky Astari. Wedha pun akhirnya melabelkan karya-karya popartnya dengan nama Wedha‟s Pop Art Portrait (WPAP) menggantikan nama Foto Marak Berkotak (FMB). 8
8 Abdul Rasyid, Wedha., Wedha dan WPAP, Jakarta ,Kompas Gramedia. 2011
11
Gambar I.2 contoh gaya visual WPAP
WPAP mulai di publikasikan oleh Wedha sendiri mulai tahun 2008 melalui sebuah pameran tunggal yang dilaksanakan di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) sesaat sebelum ia mempensiunkan diri sebagai seorang illustrator di majalah HAI. WPAP sebagai seni pop art asli Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan Wedha sebagai pencipta WPAP memiliki sebuah beban moral untuk menyebarluaskan karya yang ia ciptakan. Kepada dunia seni Indonesia khususnya dan kepada dunia umumnya. Wedha memanfaatkan dunia jejaring sosial sebagai media publikasi WPAP kepada publik. Ternyata publik merespon secara positif kehadiran WPAP sebagai gaya baru seni pop art. Wedha pun semakin dikenal sebagai pencipta (founders) gaya WPAP. Penggemar dan pengikut aliran Wedha pun semakin banyak. Hal ini yang pada akhirnya memicu terbentuknya komunitas WPAP atau yang lebih di kenal dengan WPAP Community. Komunitas WPAP atau WPAP Community merupakan komunitas yang dibentuk pada tahun 2010 oleh sekelompok penggemar WPAP.
12
Komunitas ini sendiri diketuai oleh Itock Soekarso dan hingga saat ini WPAP Community telah memiliki jumlah anggota yang mencapai angka 5000 orang diseluruh Indonesia. Serta memiliki 18 chapter resmi yang terdaftar yang tersebar diseluruh daerah di Indonesia. 9
1.2. Identifikasi Masalah Masalah akan dispesifikan yaitu membuat sebuah buku kumpulan biografi “Jago-Jago Betawi” dengan menggunakan gaya visual WPAP yang merupakan sebuah solusi untuk merubah paradigma remaja dan pembaca tentang buku biografi yang memiliki kesan formal dan „kaku‟ sekaligus merangsang minat baca remaja tersebut. Selain itu penggunaan gaya visual WPAP dalam perancangan buku ini sekaligus untuk mempromosikan tentang WPAP sebagai Pop Art asli Indonesia yang saat ini gaya tersebut sangat digemari oleh berbagai kalangan dengan visualisasi yang disesuaikan dengan kebutuhan para pembaca yang dituju, bersikan konten-konten visual seperti dokumentasi foto tokoh betawi yang telah dibentuk dengan gaya visual WPAP.
1.3. Rumusan dan Batasan Dari uraian diatas maka akan timbul beberapa pertanyaan yang amat mendasar yaitu :
9 http://wpapcommunity.com/wpap/
13
1. Bagaimana menyajikan sebuah buku biografi yang inovatif, informatif dan komunikatif dalam penyampaian pesan dan informasi di dalam nya dengan efektif dan mudah diterima dan memancing minat pembaca yaitu remaja.
2. Bagaimana menempatkan perancangan visual yang menarik untuk sebuah buku kumpulan biografi “ Jago-Jago Betawi”.
3. Bagaimana menerapkan strategi kreatif yang baik untuk dapat mensukseskan proses penerbitan buku kumpulan biografi “ Jago-Jago Betawi ” ini dengan memperhatikan segala aspek dari buku ini baik dari isi, konten, serta informasi yang terdapat di dalam buku tersebut.
1.4. Tujuan Perancangan
1. Membuat buku kumpulan biografi “ Jago-Jago Betawi ”, dimulai dari riset dan pencarian data untuk kemudian diterjemahkan kedalam informasi ke dalam bentuk visual melalui pemilihan gambar, foto, gaya desain, pemilihan warna, layout, dan pemilihan jenis Typografi serta mengeksekusi melalui media digital sehingga terciptalah buku biografi yang menarik, informatif dan mampu memenuhi selera pasar/pembaca yang dituju.
2. Merangsang para kreator di industri kreatif
Indonesia untuk dapat lebih
percaya diri dan produktif membuat karya-karya nya sehingga juga dapat
14
memberikan kontribusi yang baik terhadap perkembangan dunia pendidikan, dan industri kreatif di Indonesia.
1.5. Manfaat perancangan Dalam prancangan buku biografi ini tentu saja memiliki fungsi dan manfaat nya, dibawah ini beberapa penjabaran perihal manfaat nya :
1.5.1 Manfaat Perancangan Bagi Dunia Komunikasi Visual Manfaat perancangan karya buku kumpulan biografi “ Jago-Jago Betawi ”, bagi dunia komunikasi visual adalah sebagai berikut :
1. Merangsang minat baca remaja khususnya, terhadap buku-buku pengetahuan dan ilmiah sehingga memicu rasa ingin tahu yang besar bagi remaja untuk terus membaca dan belajar.
2. Agar perancangan ini dapat merangsang serta membangkitkan kembali kemajuan dan kualitas dunia industri kreatif di Indonesia sehingga karyakarya seni dan desain para kreator bangsa mampu bersaing dengan karyakarya para seniman internasional terutama dalam bidang seni & desain visual.
3. Dapat menjadi kajian akademis dalam perkembangan dunia pendidikan, kebudayaan, desain, dan industri kreatif bagi para akademisi maupun praktisi seni dan desain di Indonesia .
15
4. Membangkitkan kebanggan terhadap karya seni dan desain ciptaan Indonesia.
1.5.2 Manfaat Perancangan Bagi Masyarakat Umum Manfaat perancangan buku kumpulan biografi “Jago-Jago Betawi ” , bagi masyarakat umum adalah sebagai berikut :
1. Merangsang minat baca masyarakat luas, khususnya generasi muda terhadap buku-buku pengetahuan dan ilmiah.
2. Untuk menyampaikan informasi serta pengetahuan terhadap keberadaan tokoh-tokoh Betawi yang pernah memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia sekaligus memperkenalkan gaya visual WPAP sebagai salah satu kekayaan dunia grafis sekaligus desain Pop Art asli buatan Indonesia kepada masyarakat luas.
3. Mencoba menghapus stigma dan asumsi negatif terhadap karakter etnis Betawi yang di cap sebagai pemalas dan jarang berhasil.
4. Menumbuhkembangkan kecintaan dan kebanggaan terhadap ke bhinekaan, pahlawan-pahlawan Indonesia dan juga karya karya seni serta kebudayaan Indonesia.