BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) adalah sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham 100% adalah Pemerintah Republik Indonesia yang dikendalikan dibawah naungan Kementerian BUMN, didirikan pada tahun 1964 yang berasal dari nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam usahanya bergerak dibidang usaha utama, yaitu Agro industri, Farmasi/Alat Kesehatan dan Perdagangan umum dan distribusi. PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) saat ini sebagai investment holding mengendalikan usaha dengan membentuk badan usaha sebagai anak-anak perusahaan sesuai dengan core business yang menjadi unggulan dibidangnya, seperti pabrik gula, pabrik obat dan salah satunya adalah PT Rajawali Nusindo yang mengelola bidang usaha perdagangan umum dan distribusi. PT Rajawali Nusindo didirikan sebagai perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan umum dan distribusi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah perusahaan grup dengan memperdagangkan hasil-hasil dari perusahaan grup lain didalam PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan bekerjasama dengan prinsipal atau produsen untuk mendistribukan produknya. Untuk mendukung aktivitas perdagangannya, PT Rajawali Nusindo sebagai perusahaan yang memiliki jaringan perdagangan diseluruh Indonesia, mendirikan kantor cabang-kantor cabang sebagai kepanjangan tangan kantor
2
pusat yang berkedudukan di Jakarta juga bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk mendistribusikan sesuatu produknya. Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 37/M-Dag/Per/9/2007 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran
Perusahaan,
definisi
Kantor
Cabang Perusahaan
adalah
perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahaan induknya yang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri atau bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya. Namun, dalam mendirikan kantor cabang tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mewajibkan membuat Akta Pendirian Cabang. Ketentuan pendirian kantor cabang diatur dalam Pasal 1 Anggaran Dasar Perseroan yang disebutkan bahwa ”Perseroan dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan, atau unit usaha lainnya baik didalam maupun diluar wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Komisaris.” Dalam pengurusan kantor cabang, kemudian Direksi menunjuk Kepala Cabang berdasarkan Anggaran Dasar Pasal 12 ayat 15 diatur bahwa “Direktur untuk perbuatan tertentu atas tanggung jawabnya sendiri, berhak pula mengangkat seorang atau lebih sebagai wakil atau kuasanya dengan memberikan kepadanya atau kepada mereka kekuasaan untuk perbuatan tertentu tersebut yang diatur dalam surat kuasa”. Salah satu kantor cabangnya yang menjadi obyek penulisan adalah Cabang Purwokerto. Segala aktivitas operasional cabang berada dibawah dan tanggung jawab Kepala Cabang. Kepala Cabang ditunjuk dan diangkat oleh
3
Direksi dan bekerja berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari Direksi yang kemudian dituangkan kedalam Akta Notaris yang pada pokoknya memberikan tanggung jawab dan memiliki kewenangan antara lain ; membeli dan menjual barang dagangan, menagih dan menerima barang dan pembayaran serta mengurus aktivitas cabang secara keseluruhan sehari-harinya. Hubungan pertanggung jawaban dan operasional dalam sehari-hari dilakukan berdasarkan kerjasama antara Direksi dan pemegang kuasa (Kepala Cabang) yang di implementasikan dalam hubungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang. Salah satu kegiatan operasional cabang Purwokerto adalah mendistribusikan produk lampu Philips dengan pelanggan – pelanggan dari berbagai macam jenis dari mulai grosir sampai dengan retail, pendistribusian dilakukan dengan cara kanvasing yaitu ; 1. menawarkan dan menjual dalam partai kecil atau retail, 2. Menerima pesanan dalam jumlah besar dari pelanggan atau pedagang grosir. Pembayaran yang biasa dilakukan adalah dengan berbagai cara, yaitu dengan menggunakan cash atau menggunakan Bilyet Giro dengan jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan, namun dalam perkembangan dilapangan bisa terjadi resiko Bilyet Giro tersebut gagal bayar atau ketika jatuh tempo ternyata tidak terjadi transaksi dikarenakan si Penerbit Bilyet Giro tidak memiliki saldo yang cukup pada rekening yang dimilikinya. Permasalahan tersebut seperti yang telah terjadi dimana Bilyet Giro yang sudah diterbitkan dan sudah diterima oleh Kantor Cabang Purwokerto ternyata pada saat jatuh tempo tidak dapat di uangkan, padahal pembelian dan pengiriman barang sudah dilakukan sebagaimana mestinya yaitu sesuai
4
dengan mekanisme jual beli pada umumnya. pembayaran dilakukan dengan Bilyet Giro tersebut sampai dengan total sebesar Rp. 1.151.397.500,-, namun ketika sudah jatuh tempo dan sewaktu dilakukan pemindah bukuan ternyata gagal. Dalam banyak praktek transaksi di perusahaan PT Rajawali Nusindo khususnya Kantor Cabang yang salah satu aktivitas usahanya penjualan lampu Philips lazim menggunakan alat pembayaran dengan Bilyet Giro karena untuk menjamin pembayaran pada saat tertentu dengan termin sesuai kebijakan Kantor Pusat dan Kantor Cabang sebagai penjual sudah dapat mengakui adanya penjualan, maka pembayaran dengan menggunakan Bilyet Giro sangat sering
ditemui,
yang
kemudian
dikhawatirkan
tidak
memperhatikan
kemampuan perbankan dari si Penerbit Bilyet Giro terlebih dahulu oleh Kantor Cabang. Dalam transaksi pembayaran dengan menggunakan system perbankan kita mengenal ada dua jenis yang hampir mirip yaitu cek dan giro atau Bilyet Giro. Cek adalah surat berharga di mana orang yang diberikan cek bisa langsung menguangkannya di bank. Sedangkan giro bilyet adalah surat berharga di mana orang yang menerima Bilyet giro tersebut tidak bisa langsung menguangkan giro itu di bank, tapi harus disetorkan lebih dulu ke rekeningnya di Bank yang bersangkutan. Barulah setelah itu Bank tersebut memindahkan uang atau memindahbukukan kedalam rekening yang telah ditentukan didalam Bilyet Giro yang diterbitkan. Terhadap permasalahan kerugian perusahaan yang akhirnya timbul seperti halnya yang telah ungkapkan diatas menjadi latar belakang penulisan
5
dalam hubungannya antara Kantor Pusat dalam hal ini berada dibawah tanggung jawab Direksi sebagai organ Perseroan Terbatas dan Kepala Cabang sebagai kepanjangan tangan Direksi untuk melaksanakan aktivitas perusahaan secara konkrit namun ternyata pada prakteknya terjadi pembayaran dengan menggunakan Bilyet Giro yang tidak dapat dicairkan atau transaksi jual beli gagal bayar.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis akan membatasi permasalahan pokok sehingga permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggung jawab Kepala Cabang selaku Penerima Kuasa Direksi untuk mengelola perusahaan dalam transaksi penjualan menggunakan Bilyet Giro di PT Rajawali Nusindo Kantor Cabang Purwokerto? 2. Bagaimana peranan kantor pusat dalam transaksi penjualan menggunakan Bilyet Giro di PT Rajawali Nusindo Kantor Cabang Purwokerto? 3. Bagaimana tanggungjawab Kepala Cabang atas bilyet giro yang gagal bayar di PT Rajawali Nusindo Cabang Purwokerto? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab Kepala Cabang atas Bilyet Giro yang gagal bayar sehingga menimbulkan bagi Perusahaan. Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk:
6
1. Mengetahui tanggung jawab Kepala Cabang selaku Penerima Kuasa Direksi
untuk
mengelola
perusahaan
dalam
transaksi
penjualan
menggunakan Bilyet Giro di PT Rajawali Nusindo Kantor Cabang Purwokerto. 2. Mengetahui peranan kantor pusat dalam transaksi penjualan menggunakan Bilyet Giro di PT Rajawali Nusindo Kantor Cabang Purwokerto. 3. Mengetahui tanggungjawab Kepala Cabang atas bilyet giro yang gagal bayar di PT Rajawali Nusindo Cabang Purwokerto. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat: a. menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam penelitian dan penulisan karya ilmiah b. memberikan manfaat berupa sumbangan pemikiran bagi dunia teori dan dunia praktik hukum perusahaan pada umumnya, khususnya perusahaan tempat penulis bekerja. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi yang mendalam bidang hukum perusahaan, terutama para bagian hukum yang bekerja di PT Rajawali Nusindo termasuk juga para Kepala Cabang agar dapat mengetahui batasan-batasan yang menjadi tanggung jawabnya menurut hukum.
7
E. Keaslian Penelitian Tesis ini dibuat oleh penulis sebagai hasil karya sendiri berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan dari kepustakaan dan sumber-sumber yang dikutip maupun dirujuk. Beberapa penelitian yang dapat peneliti temukan sebagai berikut. Penelitian oleh Hatta tahun 2010 yang berjudul “Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Direktur PT Terhadap Kepailitan PT Dikaitkan Dengan Prinsip Business Judgment Rule”. Pokok permasalahan adalah bagaimana tanggung jawab Direktur PT. Direktur dalam melakukan semua tugas pengurusan sebuah perseroan wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan perseroan. Namun dalam beberapa keadaan seorang Direktur bisa saja lalai atau dengan sengaja melanggar ketentuan yang ada untuk kepentingan dirinya sendiri atau pihak lain. Terhadap keadaan seperti ini Direktur dikenakan sanksi pertanggung jawaban pribadi, jika Direktur dapat membuktikan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatihaatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud tujuan perseroan, tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tidakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut maka Direktur dilindungi oleh prinsip Business Judgment Rule.Perseroan Terbatas (PT) dalam menjalankan prinsipnya harus benar-benar sesuai dengan ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berlaku, agar tidak terjadi conflict of interst antar kepentingan Direktur dengan kepentingan
8
perseroan. Bahwa doktrin putusan bisnis Business Judgment Rule hendaknya lebih diperhatikan, diadopsi oleh para penegak hukum di Indonesia khususnya hukum korporasi dalam memutuskan bersalah atau tidaknya seorang Direksi kasus-kasus hukum perusahaan khususnya. Penelitian oleh Tobing tahun 2011 yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Agunan Dalam Rangka Pinjaman Program Kemitraan : Studi Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan”. Permasalahan penelitian yaitu: (1) bagaimanakah pengaturan perjanjian kredit dalam rangka program kemitraan Badan Usaha Milik Negara kepada pelaku usaha kecil?; (2) bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pinjaman program kemitraan antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan mitra binaannya? dan (3) bagaimana Upaya terhadap kendala pembayaran angsuran kredit pinjaman kemitraan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan?. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prosedur dan pelaksanaan pembinaan usaha kecil menengah dan koperasi yang dilakukan oleh PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditambah lagi dengan persyaratan agunan dalam pemberian pinjaman yang diatur dalam peraturan internal. Bentuk perjanjiannya adalah perjanjian dibawah tangan. PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan telah menyalurkan pinjaman kepada usaha mikro, kecil dan menengah secara selektif. Sementara bentuk dan kekuatan hukum dalam perjanjian pinjaman program kemitraan dituangkan dalam Surat Perjanjian Pinjaman yang telah baku (standart). Sedangkan upaya yang dilakukan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan terhadap kendala pembayaran angsuran
9
adalah dengan melakukan penyuratan tunggakan dan pembinaan dikarenakan tujuan dari pemberiannya adalah untuk membantu masyarakat disekirar perusahaan. Dan apabila masuk dalam kategori wanprestasi penyelesaiannya adalah merujuk kepada tatacara penyelesaian yang tertera pada perjanjian tersebut. Penelitian oleh Gordon tahun 2012 yang berjudul “Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong Di Bank Sumut Cabang Utama Medan”. Permasalahan penelitian yaitu: (1) Bagaimanakah tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, (2) peran PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, dan (3) upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal adanya penerbitan bilyet giro kosong. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat diambil beberapa hal sebagai kesimpulan dalam penulisan ini. Diantaranya adalah Bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang pada saat ditunjukkan ternyata ditolak oleh bank selaku tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh penarik yaitu sejak tanggal efektif, karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup.. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional (DHN). Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dengan cara meneliti laporan yang disampaikan oleh Bank.