BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan produk yang dihasilkan oleh manusia. Sebagai salah satu produk dari budaya manusia, sastra menghadirkan berbagai realita sosial, gambaran budaya, dan ungkapan pengarang yang terbungkus dalam karya. Endraswara (2011:96) mengatakan bahwa “karya sastra adalah proyeksi pengalaman pribadi dan lingkungan di sekitar pengarang yang dituangkan ke dalam karya sastra”. Karya sastra sebagai karya imajinatif terdiri atas tiga genre, yaitu prosa, puisi, dan drama (Sudjiman, 1988:11). Kata drama berasal dari bahasa Yunani, yaitu dromai yang berarti bertindak, berbuat, beraksi, dan sebagainya (Waluyo, 2001:2; Dewojati, 2012:7). Drama, sebagai
karya sastra, dapat didefinisikan sebagai suatu karya yang
menggambarkan kehidupan dan aktifitas manusia yang disajikan dalam bentuk gerakan dan dialog antara masing-masing tokoh dan karakternya (Reaske, 1966:5). Karya sastra merupakan gejala kejiwaan yang di dalamnya mengandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak melalui adegan yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Jika dilihat dari fenomena-fenomena kejiwaan tersebut tentu saja psikologi dan sastra ada kaitannya dan “dua hal tersebut memiliki hubungan yang fungsional karena sama-sama untuk mempelajari kondisi kejiwaan orang lain” (Endraswara, 2011:97). Oleh karena itu, karya sastra dapat diteliti menggunakan pendekatan psikologi.
1
2
Psikologi dan sastra sama-sama mempelajari tentang bagaimana memahami kondisi kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi, gejala tersebut real, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. “Akan tetapi, sifat-sifat atau karakter manusia dalam sastra maupun psikologi sering menunjukkan kemiripan sehingga psikologi sastra dapat digunakan untuk menganalisis sebuah karya sastra” (Endraswara, 2011:99). Oleh karena itu, karya sastra dapat dikaji dengan pengkajian psikologi. Sastra dan psikologi sama-sama mempelajari tentang kehidupan dan gejala kejiwaan manusia. Perbedaannya adalah sastra mempelajari manusia sebagai objek ciptaan imajinasi si pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan illahi yang nyata. Akan tetapi, sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra memiliki kemiripan sehingga psikologi sastra dapat digunakan untuk menganalisis karya sastra (Endraswara, 2004:99). Salah satu karya sastra yang mengandung intensitas aspek psikologisnya adalah drama Ikhnatun wa Nefertiti karya‘Alī Aḥ mad Bākaśīr .
Dalam drama tersebut digambarkan tokoh serta penokohannya yang erat kaitannya dengan dinamika psikologis yang mereka alami. Analisis psikologis untuk karya sastra yang mengandung intensitas dalam aspek psikologisnya. Langkah yang perlu dilakukan oleh peneliti psikologi sastra, tidak akan lepas dari sasaran penelitian, apakah penelitian sekedar menitikberatkan pada psikologi tokoh dan atau sampai kreativitas pengarang (Endraswara 2013:104). Drama ini menceritakan Ikhnatun seorang pemimpin Mesir kuno yang meneruskan tahta ayahnya, Amnuphis. Sebelum menjabat menjadi Raja Mesir Kuno, Ikhnatun mengalami goncangan batin hingga depresi karena ditinggal mati
3
oleh Tadu, istrinya. Amnuphis dan Ratu Tye mengambil tindakan untuk menyelamatkan Ikhnatun dengan menikahkannya dengan Nefertiti. Semasa kepemmpinannya, Ikhnatun berniat untuk mengubah sesembahan dari dewa Amun menjadi Atun. Sama halnya dengan Ikhnatun, Nefertiti mempunyai ambisi yang
besar terhadap kekuasaan dan tahta. Tekanan-tekanan psikologis yang
dialami oleh tokoh utama adalah: Gejolak kejiwaan pada diri Ikhnatun sepeninggal Tadu dan kecemburuan Nefertiti pada sosok Tadu. Tokoh utama dalam drama tersebut mengalami gejala psikologis diantaranya yaitu tokoh utama berusaha menyeimbangkan Id, Ego, dan Super Ego-nya. Tokoh utama dalam drama Ikhnatun wa Nefertiti ini juga menunjukkan beberapa bentuk pertahanan terhadap dorongan-dorongan yang dapat diterima atau tidak dapat diterima dan upaya untuk menjaga kestabilan antara Id, Ego, dan Super Ego. Freud mengibaratkan id sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana menteri dan super ego sebagai pendeta tertinggi. Id berlaku seperti penguasa absolut, harus dihormati, manja, semena-mena, dan mementingkan diri sendiri dan apa yang diinginkan harus segera dipenuhi. Ego selaku perdana menteri yang diibaratkan memiliki tugas harus melaksanakan tugas yang terhubung dengan realitas dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Super ego, ibaratnya seorang pendeta yang selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan buruk, pun harus mengingatkan id yang rakus dan serakah bahwa pentingnya perilaku arif dan bijaksana. Dengan melihat adanya bentuk, upaya pertahanan serta menjaga kestabilan antara Id, Ego, dan Super Ego, maka dalam penelitian ini digunakan
4
teori psikologi kepribadian yang dikembangkan oleh Sigmund Freud (Miendrop 2013:21). 1.2 Permasalahan Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah tekanan psikologis apa saja yang dialami oleh tokoh utama. dan bagaimana tokoh tersebut menyikapi tekanan psikologis yang dihadapinya. 1.3 Tujuan Penelitian Setelah adanya permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan unsur-unsur psikologis tokoh utama pada drama Ikhnatun wa Nefertiti karya‘Alī Aḥ mad Bākaśīr
melalui analisis psikologis
kepribadian yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Tekanan-tekanan psikologi yang dialami Ikhnatun dan Nefertiti mempunyai peran penting dalam penyampaian pesan yang dilakukan oleh pengarang kepada pembacanya. Karena itu, unsur-unsur psikologi yang mengakibatkan perubahan watak tokoh dalam drama Ikhnatun wa Nefertiti karya‘Alī Aḥ mad Bākaśīr merupakan masalah yang
cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut. 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan pengamatan peneliti, penelitian menggunakan psikologi sastra dalam drama sudah banyak dilakukan.Berikut beberapa penelitian yang di maksud:
5
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Karimah (2013) tentang “Kondisi Psikologis Tokoh Utama Novel Ḥ ikāyatu Zahrah karya Ḥannān As-Syaikh” Dalam penelitiannya Karimah menyimpulkan bahwa Zahrah mengalami berbagai tekanan psikologis sehingga menjadikan id, ego dan super ego Zahrah tidak berjalan seimbang. Dari berbagai peristiwa yang dialaminya tersebut, terlihat bagaimana Zahrah lebih banyak menuruti ego dibandingkan superego untuk mengatasi ketegangan id. Ketidaknormalan Zahrah seperti kesenangan Zahrah berdiam diri di dalam kamar mandi dan memukuli sendiri merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri. Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh Jaziroh (2014), dalam penelitiannya yang berjudul “Kondisi Kejiwaan pada Tokoh Utama pada Drama “At-Tirkah karya Najib Mahfudz : Analisis Psikologi Sastra”. Jaziroh (2014) menyimpulkan bahwa reaksi tokoh utama terhadap berbagai permasalahan yang dialaminya menunjukkan adanya ketidakseimbangan di dalam dirinya antara id, ego, dan superego-nya. Hal tersebut menyebabkan kehidupan tokoh utama kurang berjalan normal seperti kehidupan orang lain. Berbagai mekanisme pertahanan ego digunakan oleh tokoh utama untuk mereduksi tegangan id-nya. Ketiga, Penelitian yang dilakukan Irfan (2011) tentang “Kondisi Politik Mesir dalam Drama Ma„sātu Zainab karya Alī Aḥ mad Bākaśīr: Analisis Sosiologi Sastra”. Irfan (2011) menyimpulkan bahwa diskriminasi sosial terhadap rakyat Mesir dan penarikan pajak sering dilakukan oleh Perancis pada saat itu. Adapun politik adu domba yang terjadi dalam Drama Ma„sātu Zainab merupakan hasil dari imajinasi Bākaśīr karena ia menilai hal itu merupakan hal yang lumrah terjadi
6
dalam perebutan kekuasaan yang kompleks. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap karya ‘Alī Aḥ mad Bākaśīr khususnya dalam Drama
Ikhnatun wa Nefertiti belum ditemukan. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji drama “Ikhnatun wa Nefertiti “ karya‘Alī Aḥ mad Bākaśīr
dengan
menggunakan pendekatan psikologi sastra. 1.5 Landasan Teori. Teori Struktural dalam penelitian ini digunakan untuk membantu mengetahui tokoh utama dalam Drama Ikhnatun wa Nefertiti karena tokoh utama merupakan tokoh yang akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah karya sastra. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010:176-177). Kehadiran tokoh utama ini sangat mempengaruhi jalannya alur sebuah cerita, karena tokoh utama selalu muncul di setiap alur suatu cerita. Tokoh tidak kalah menarik dalam sastra. Tokoh adalah figur yang dikenai dan mengenai tindakan psikologis. Tokoh adalah “eksekutor” dalam sastra. Dengan memepelajari tokoh, pembaca akan mampu menelusuri jejak psikologisnya. Penelitian tokoh memang bagian dari aspek intrinsik (struktur) sastra (Endraswara,2008: 179). Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam suatu cerita (Jones dalam Nurgiyantoro, 2010:165). Pengertian penokohan ini lebih luas daripada tokoh dan perwatakan, karena ia
7
sekaligus mencakup masalah siapa saja tokoh dalam cerita tersebut, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan penggambaran dalam sebuah cerita sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Telah dijelaskan di dalam permasalahan bahwa yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu tokoh dan penokohan dalam drama dan yang lebih ditekankan adalah meneliti unsur-unsur psikologis yang dialami oleh tokoh utama dalam drama Ikhnatun wa Nefertiti . Jadi, dalam penelitian ini digunakan landasan teori, yaitu teori psikologi sastra Psikologi Sastra adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga bukan tokoh imajinernya. Hal ini merangsang untuk mengadakan penjelajahan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang beraneka ragam (bdk.Semi , 1993 :76). Dengan kata lain psikologi sastra adalah suatu disiplin yang menganggap bahwa sastra memuat unsu-unsur psikologis. Sementara itu, Qutb (1980:182) berpendapat bahwa pendekatan psikologi terhadap sastra adalah suatu pendekatan yang menggambarkan perasaan dan emosi pengarangnya. Untuk menganalisis teks sastra yang mengandung emosi dan perasaan pengarang, diperlukan bantuan ilmu psikologi. Dengan demikian, untuk mengungkap unsur-unsur psikologis dalam karya sastra, khususnya drama Ikhnatun wa Nefertiti karya ‘Alī Aḥ mad Bākaśīr diperlukan bantuan teori-teori
psikologi (Wright, 1998:9).
8
Secara umum, psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membicarakan persoalan-persoalan manusia dari aspek kejiwaan. Pendekatan psikologi dalam penelitian ini bersandar kepada psikologi yang dikembangkan oleh Sigmun Freud. Istilah psikologi sastra memiliki empat pengertian, yakni studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi, kajian proses kreatif, dampak sastra terhadap pembaca serta kajian hukum dan tipe, yakni hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Menurut ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud ada tiga hal yang menjadi komponen dari ilmu tersebut, yaitu Id, Ego, dan Super Ego (Koeswara 1986:11). Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja id ini berhubungan dengan prinsip kesenangan dan selalu menghindari ketidaknyamanan. Dalam id ini terdapat dua macam naluri, yaitu naluri hidup (eros) dan naluri mati (thanatos). Adapun naluri hidup merupakan naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego „the conservation of the individual‟ dan pemeliharaan kelangsungan jenis „the conservation of the species‟ (Koswara, 1991:38). Dengan kata lain naluri hidup adalah naluri yang ditujukan untuk keberlangsungan hidup kepada manusia sebagai individu maupun species. Sedangkan naluri mati, Freud juga menyebutnya sebagai naluri merusak “Thanatos”, merupakan “naluri yang ditujukan sebagai perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada” (Koswara, 1991:39).
9
1.6 Metode Penelitian. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan (Endraswara, 2003:96). Karya sastra, baik novel, drama, maupun puisi di jaman modern ini sarat dengan unsur-unsur psikologis. Dengan demikian, akhir-akhir ini telaah sastra melalui pendekatan psikologi mendapat tempat dihati para peneliti. Karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu karya yang bergumul dengan spiritual, emosional dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa. Dalam hal ini peneliti akan melakukan analisis terhadap tokoh utama, karena tokoh utama dalam drama Ikhnatun wa Nefertiti inilah yang akan menjadi objek penelitian dan tentu saja didukung dengan hadirnya unsur intrinsik yang lain seperti penokohan dan alur. Penokohan merupakan salah satu faktor yang mendukung dalam pengidentifikasian dan alur merupakan landasan peneliti untuk membagi analisis dalam menguraikan kondisi psikologis. Karya sastra yang di dalamnya memuat tokoh, kondisi kejiwaan, dan dinamika dinamika kehidupan para tokohnya merupakan hal yang menarik untuk diteliti menggunakan analisis psikologi sastra dengan pendekatan psikologi. “Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra” (Ratna, 2010:342). Teori
10
psikologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teroi psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, karena secara spesifik ilmu psikologi yang berhubungan dengan karya sastra adalah teori tersebut, juga lebih relevan untuk menganalisis kondisi kejiwaan tokoh utama drama Ikhnatun wa Nefertiti . 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sisitematika penulisan, dan transliterasi ArabLatin. Bab II adalah pembahasan meliputi biografi ‘Alī Aḥ mad Bākaśīr dan
sinopsis drama Ikhnatun wa Nefertiti . Bab III adalah analisis tokoh-tokoh dan kondisi psikologinya dalam drama Ikhnatun wa Nefertiti. Bab IV adalah kesimpulan. 1.8 Pedoman transliterasi Arab-latin Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Mentri Agama RI dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543b/U/1987. 1. Konsonan Fonem
konsonan
bahasa
Arab
dilambangkan
dengan
huruf
hijaiyah/disebut huruf Arab. Dalam translitrasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan translitrasinya dengan huruf latin.
11
No
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
1
alif
2
Ba
tidak dilambangkan b
3
Ta
t
4
Śa
ṡ
5
Jim
j
6
Ha
ḥ
7
kha
kh
8
dal
d
9
Zal
ż
10
Ra
r
De zet dengan titik di atasnya Er
11
Za
z
Zet
12
Sin
s
Es
13
Syin
sy
14
Sad
ṣ
15
Dad
ḍ
16
Ta
ṭ
17
Za
ẓ
18
„ain
„
es dan ye es dengan titik di bawahnya de dengan titik di bawahnya te dengan titik di bawahnya zet dengan titik di bawahnya koma terbalik (di atas)
19
Gain
g
Ge
20
Fa
f
Ef
21
Qaf
q
Qi
22
Kaf
k
Ka
23
Lam
l
El
24
Mim
m
Em
tidak dilambangkan Be Te es dengan titik diatasnya Je ha dengan titik dibawahnya huruf ka dan ha
12
25
Nun
n
En
26
Wawu
w
We
27
Ha
h
Ha
28
Hamzah
`
29
Ya
y
apostrof condong ke kiri Ye
2.Vokal Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. 2.1 vokal tunggal Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda
Nama
Huruf Lain
Nama
fatḥ ah
a
a
kasrah
i
i
ḍ ammah
u
u
2.2 vokal rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda dan huruf
Nama
Gabungan huruf
Nama
…
fatḥ ah dan ya‟
ai
a dan i
…
fatḥ ah dan
au
a dan u
13
wau
Contoh: - Kataba - fa ala - żukira - yażhabu - su‟ila - kaifa - haula
2.3 Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harkat dan Huruf
Nama
Huruf dan Tanda
Nama
fatḥ ah dan alif atau ya‟
Ā
a dan garis di atas
…-
kasrah dan ya‟
Ī
i dan garis di atas
…
ḍ ammah
Ū
u dan garis di atas
…
dan wau
14
Contoh: - qāla - ramā - qīla - yaqūlu
2. Tā Marbūṭ ah Transliterasi untuk tā Marbūṭ ah ada dua, yaitu: a.
Tā Marbūṭ ah hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, atau dammah, transliterasinya adalah /t/.
b. Tā Marbūṭ ah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata yang terakhir dengan Tā Marbūṭ ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka Tā Marbūt}ah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh :
: al-Madinah al-Munawwarah atau al-Madinatul-
Munawwarah. Syaddah Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.
Contoh :
: nazzala
15
3. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. a. kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh :
: asy-syamsu
b. kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh :
: al-qamar
4. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh :
: inna,
: ya`khużu,
: qara`a
5. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh :
: Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau
16
innallāha lahuwa khairur-rāziqīn 6. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh :
: Wa mā Muhammadun illā rasūl