BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai refleksi atau cerminan dari realita masyarakat, cerpen menampilkan berbagai permasalahan manusia. Salah satunya adalah gangguan kejiwaan. Gangguan adalah sesuatu yang mengganggu; halangan; rintangan; godaan (hal yang menyebabkan ketidakwarasan atau ketidaknormalan) (KBBI, 2008: 413). Sementara itu, kejiwaan berasal dari kata jiwa yang berarti roh manusia (yang ada di tubuh dan menyebabkan seseorang hidup; seluruh kehidupan jiwa manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan). Maka kejiwaan berarti kebatinan; kerohanian, (KBBI, 2008: 586). Gangguan kejiwaan ialah suatu rintangan atau halangan yang menyebabkan ketidakwarasan yang ada pada jiwa manusia. Gangguan kejiwaan tersebut bisa terjadi karena adanya permasalahan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan lingkungan sosial. Setiap karya sastra memiliki tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita. Minderop (2010:1) menyatakan bahwa, para tokoh rekaan menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis serta konflik-konflik sebagaimana dialami manusia di dalam kehidupan nyata. Jiwa seseorang akan mengalami gangguan apabila ada hal-hal yang memengaruhi stabilitas sistem pikiran. Masalah kejiwaan tersebut dapat berupa konflik, kelainan perilaku, dan bahkan kondisi psikologis yang lebih parah, sehingga mengakibatkan sulitnya berinteraksi
dengan
orang
lain.
Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang membahas karya sastra dari sudut pandang psikologi. Pendekatan psikologi terhadap karya sastra bertolak dari asumsi bahwa sebuah karya sastra selalu membahas tentang kehidupan manusia dengan segala masalah kejiwaannya (Endaswara, 2008: 16). Masalah kejiwaan sering dijadikan persoalan dalam karya sastra. Salah satu karya sastra yang mengungkapkan persoalan kejiwaan adalah kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala. “Bastian dan Jamur Ajaib” adalah kumpulan cerpen Ratih Kumala yang diterbitkan oleh percetakan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, pada tahun 2014. Kumpulan cerpen ini berisi 13 (tiga belas) judul cerita pendek diantaranya yaitu 1. Ode untuk Jangkrik 2. Nonik 3. Nenek Hijau 4. Tulah 5. Telepon 6. Ah Kauw 7. Lelaki di Rumah Seberang 8. Keretamu Tak Berhenti Lama 9. Rumah Duka 10. Foto Ibu 11. Bau Laut 12. Pacar Putri Duyung 13. Bastian dan Jamur Ajaib
Di sini peneliti tidak membahas keseluruhan cerpen-cerpen tersebut, karena peneliti lebih tertarik untuk membahas empat cerpen yaitu “Bastian dan Jamur Ajaib”, “Nenek Hijau”, “Keretamu Tak Berhenti Lama” dan “Lelaki Di Rumah Seberang”. Alasan peneliti memilih
empat cerpen
tersebut karena lebih dominan membicarakan gangguan kejiwaan. Adapun
Gangguan kejiwaan yang dimaksud yaitu halusinasi, paranoid, dan agraphobia. Oleh sebab itu, peneliti lebih memfokuskan pembahasan pada empat cerpen dari tiga belas cerpen yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib”. Dibandingkan dengan karya-karya Ratih Kumala yang lain baik dalam bentuk novel ataupun cerpen, kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” ini menarik untuk dikaji secara psikologi sastra, karena memuat masalah gangguan kejiwaan untuk dianalisa supaya lebih memahami cerpen-cerpen yang terdapat di dalamnya. Beberapa karya-karya dari Ratih Kumala baik novel maupun cerpen yang pernah diterbitkan antara lain: “Tabula Rasa”, novel (Pemenang Ketiga Lomba Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta, Grasindo, 2004), “Genesis”, novel (Insist Press, 2005), “Larutan Senja”, kumpulan cerpen (Gramedia Pustaka Utama, 2006, “Kronik Betawi”, novel (cerita bersambung harian Republika, Agustus – Desember 2008 dan Gramedia Pustaka Utama, 2009), dan “Gadis Kretek”, novel (Short-list Khatulistiwa Literary Award 2012, Gramedia Pustaka Utama, 2012). Cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” dan “Lelaki di Rumah Seberang” mengungkap persoalan halusinasi. Sementara itu, cerpen “Nenek Hijau” mengungkap persoalan agraphobia, dan cerpen “Keretamu tak berhenti lama” mengungkap persoalan paranoid. Cerpen “ Bastian dan Jamur Ajaib” mengisahkan seorang pemuda yang bernama Bastian menderita gangguan kejiwaan halusinasi semenjak ditinggal kekasihnya. Sehingga halusinasi tersebut membuat Bastian mengalami depresi. Gangguan kejiwaan yang terjadi pada perilaku Bastian disebabkan oleh kehilangan seorang wanita yang ia cintai dan akibat tekanan batin yang dialaminya. Depresi biasanya terjadi saat stress yang diderita oleh seseorang tidak kunjung reda
dan biasanya seseorang mengalami depresi akibat suatu kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpanya, misalnya kematian atau kehilangan seseorang yang sangat dicintai. Pada cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” halusinasi yang diderita oleh Bastian dapat ia rasakan di saat Bastian melihat bayangan kekasihnya (Raquel) berada dihadapannya. Bayanganbayangan kekasihnya itu selalu saja muncul dipikirannya. Sehingga membuat Bastian tidak bisa melupakan masa lalu ia bersama kekasihnya itu. Seperti kutipan berikut: “ Bastian….” Suara yang sangat dikenalinya. Bastian menengok, siluet seorang gadis mendekatinya. Bastian mendapati perempuan yang dicintainya ada di depannya. Awalnya, Bastian tidak bisa melihat jelas wajahnya. Tetapi dia yakin benar siapa Ia. Bastian mendapatkan perempuan yang dicintainya ada di depannya. “Raquel…” desisnya “Apa kabar sayang?” gadis itu tersenyum “Aku kangen.” “Aku juga.”Dan Raquel melumat bibir Bastian. Di bawah hujan meteor mereka bercumbu (Kumala, 2014: 108). Dari kutipan tersebut, digambarkan bahwa Bastian sering memikirkan atau berhalusinasi tentang kekasihnya itu. Akibat keinginannya yang amat besar untuk memiliki wanita yang ia cinta, hingga membuat Bastian mengalami halusinasi dan stress. Selain itu, cerpen “Lelaki Di Rumah Seberang” mengisahkan seorang perempuan renta yang bernama Nenek Yasmin yang mengalami gangguan kejiwaan halusinasi semenjak ia tinggal di panti jompo. Dua tahun terakhir ini, gangguan kejiwaan Nenek Yasmin sering terlihat di saat ia berhalusinasi teman laki-lakinya yang tinggal di seberang panti jomponya. Selama tinggal di panti jompo, Nenek Yasmin sering berbicara dengan laki - laki tua itu. Selain sering berbicara dengan teman laki-lakinya itu, Nenek Yasmin juga sering melihat ke rumah seberang
panti jomponya. Menurut perawat yang menjaga Nenek Yasmin, dia tidak pernah melihat Nenek Yasmin berbicara kepada Laki-Laki tersebut. Seperti kutipan berikut: “ Nenek Yasmin, Anda tidak pernah benar-benar bercakap-cakap dengan laki-laki itu. Sebaiknya Anda istirahat saja.” (Kumala, 2014: 60). Dari kutipan di atas, digambarkan bahwa Nenek Yasmin sering berhalusinasi tentang teman laki-lakinya itu. Bukan saja melihat bayangan-bayangan teman laki-lakinya tetapi Nenek Yasmin sering berbicara tau berkomunikasi dengan teman laki-lakinya tersebut. Cerpen “Keretamu Tak Berhenti Lama” mengisahkan seorang wanita bernama Ning yang mengalami gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan yang dialami oleh Ning adalah paranoid. Gangguan ini Ning rasakan semenjak ia mengalami perlakuan kasar suaminya terhadap dirinya. Perlakuan kasar yang diterima Ning ialah Ning mendapat pukulan-pukulan dari suaminya sehingga menyisakan bekas-bekas di pipi dan di badannya. Sebab itu Ning merasa bahwa dirinya tidak aman, nyaman, dan ia merasa takut akan kembali ke rumahnya. Ning takut suaminya akan mencelakai dirinya dan anaknya. Kejadian ini membuat Ning merasa trauma pada dirinya. Selain itu Ning juga merasakan adanya motif-motif tersembunyi dari orang yang dikenalinya, sehingga Ning yang menderita paranoid ini merasa dirinya diperlakukan secara salah dan semena-mena. Seperti kutipan berikut: “Selain berjudi, Aku kadang menemukannya pulang ke rumah sambil teler. Kalau sudah begini, ia tak segan main tangan dan menyiksakan bilur-bilur di pipi dan badanku. Aku ingin pulang ke rumah orang tua, tapi malu. Mau lari, lari ke mana? Tak ada tempat berlindung bagiku” (Kumala, 2014: 65). Cerpen terakhir yang berjudul
“Nenek Hijau” mengisahkan seorang anak laki-laki
bernama Moko yang mengalami gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan yang dirasakan oleh Moko ialah agraphobia. Gangguan kejiwaan yang Moko rasakan semenjak ia di datangi seorang
wanita tua yang disebut Nenek Hijau. Moko membenci malam hari, karena hal tersebut ia selalu kedatangan Nenek Hijau yang membuat Moko menjadi ketakutan. Bagi Moko, Nenek Hijau datang untuk mengganggunya dan mengambil keperjakaannya. Seperti kutipan berikut: “Inilah dia, sosok yang ditakutinya. Moko gentar dalam setengah tidurnya, ia berusaha meraih senter yang tadi diletakkan di pinggir kasur. Tapi senter itu telah raib. ” (Kumala, 2014: 20).
Cerpen Bastian dan Jamur Ajaib ini pantas diteliti, karena memuat masalah gangguan kejiwaan yang dialami tokoh Utama. Sementara penelitian tentang kejiwaan tergolong penting, karena dengan meneliti didapat pengetahuan bagaimana mengatasi permasalahan yang menyangkut urusan kejiwaan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang tersebut, masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana bentuk gangguan kejiwaan tokoh utama dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala? 2. Apa faktor penyebab gangguan kejiwaan tokoh utama dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala? 3. Apa dampak gangguan kejiwaan tokoh utama dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini yaitu 1. Menjelaskan bentuk gangguan kejiwaan tokoh utama dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala. 2. Menjelaskan faktor penyebab gangguan kejiwaan tokoh utama dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala. 3.
Menjelaskan dampak gangguan kejiwaan tokoh utama dalam kumpulan cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” karya Ratih Kumala.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis dan pembaca baik manfaat secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis diharapkan agar penelitian ini mampu memberikan beberapa penjelasan mengenai pengaplikasian teori psikologi sastra terhadap karya sastra terutama cerpen. Secara praktis diharapkan penelitian ini mampu memberikan beberapa penjelasan mengenai cerpen “Bastian dan Jamur Ajaib” dan hal-hal yang terdapat di dalamya. 1.5 Landasan Teori 1.5.1 Psikologi Sastra Psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi dapat dikatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa atau mental (Zaviera, 2007:19). Pada dasarnya psikologi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang membicarakan persoalan-persoalan manusia dari aspek kejiwaan (Sangidu, 2005:30). Psikologi
ialah cabang ilmu yang membahas kondisi kejiwaan yang berkaitan dengan perilaku seseorang. Menurut Atkinson (dalam Minderop, 2010:3), psikologi yaitu ilmu jiwa. Menurut Endaswara (dalam Minderop 2010:2) sastra dan psikologi bersimbiosis dalam kehidupan, karena keduanya memiliki fungsi dalam kehidupan. Psikologi sastra memiliki beberapa hal yang penting dalam sebuah analisis karya sastra, yaitu pertama untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan, kedua dapat memberi umpan balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan, dan ketiga membantu menganalisis karya sastra yang kental dengan permasalahan psikologis. Menurut Jatman (dalam Endaswara, 2003:97) psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional
karena
sama-sama
mempermasalahkan
fenomena
kejiwaan.
Yang
dilihat
perbedaannya hanyalah bahwa dalam psikologi gejala tersebut lebih real atau nyata sedangkan dalam sastra hanya bersifat imajinatif. Menurut Skinner (dalam Endaswara, 2008:56) psikologi memfokuskan kajiannya pada kondisional manusia, karena jiwa manusia sangatlah terbuka sehingga bisa dipengaruhi oleh orang lain dan kondisi disekitarnya. Maka dari itu tindakan behaviour atau tingkah laku seseorang bergantung pada rangsangan psikologis yang dirasakannya. Pendekatan behavioral sebagaimana diterangkan oleh Skinner berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil wujud dari lingkungan tempat ia berada. 1.5.2 Pendekatan Psikologi Sastra Pendekatan psikologi terhadap karya sastra berawal dari asumsi bahwa karya sastra selalu membahas kehidupan manusia dengan segala masalahnya. Psikologi melihat dan menyelidiki segala tingkah laku dan perbuatan manusia dengan segala konfliknya. Pengetahuan dan penguasaan psikologi merupakan sumber ide bagi pengarang dan peneliti sastra (Semi, 1993:6).
Wellek dan Warren (1990:90) membagi istilah psikologi sastra dalam empat kriteria yaitu: 1.
Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi
2.
Studi proses kreatif
3.
Studi tipe dan hokum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra
4.
Studi psikologi pembaca. Karena sifatnya yang abstrak, psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari
jiwa atau mental, yakni berupa tingkah laku. Sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental ( Zaviera, 2007:19). Endaswara, (2008: 7-8) menjelaskan bahwa psikologi sastra dianggap penting karena: pertama, karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconsicious) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar (conscious) dalam penciptaan karya sastra. Daiches (dalam Endaswara, 2008: 65) membedakan penelitian psikologi sastra menjadi tiga cabang yaitu (1) melalui analisa dunia kepengarangan, (2) melalui analisis tokoh-tokoh dan penokohan, dan (3) penelitian yang berkaitan dengan arketipe. Dari pendapat Daiches tersebut peneliti bisa memilih bagian yang kedua yaitu tentang tokoh dan penokohan. 1.5.3 Teori Sigmund Freud Dalam penelitian ini peneliti memakai teori psikoanalisis Sigmund Freud. Freud (dalam Minderop, 2010: 11), Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk
psikologi
manusia
selama
ini.
Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. Hasrat ini sangat kuat dan berasal dari masa kecil kita. Freud (2002:424), teori Psikoanalisis ini berhubungan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang alam bawah sadar di dalam perkembangan mental manusia. Teoriteori Freud dianggap memberikan prioritas pada masalah seksual. Freud membagi teori psikoanalisis menjadi dua, yang pertama alam bawah sadar, Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar dari pada alam sadar. Ia mengatakan bahwa kehidupan manusia dipenuhi oleh berbagai tekanan dan konflik untuk mengurangi tekanan tersebut manusia dengan rapat menyimpannya di alam bawah sadar. Kedua, teori mimpi, Freud menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung. Menurut Endraswara (2008:72) tesis Freud yang pertama adalah bahwa alam sadar manusia merupakan suatu subsistem dinamis dalam jiwa manusia yang mengandung dorongandorongan naluri seksual yang berkaitan dengan gambaran-gambaran tertentu pada masa lalu. Dorongan ini menuntut dipenuhi, karena kebudayaan dan pendidikan (tuntunan norma kehidupan sosial) dorongan itu ditekan dan dipadamkan. Namun, dalam bentuk tersamarkan dorongandorongan itu terpenuhi melalui suatu pemuasan semu atau khayalan (fantasi). Menurut Freud (dalam Minderop, 2011:13), perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri dan tingkah laku itu tampil tanpa dia sadari. Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis. Aktivitas bawah
sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya (Freud, 2002:297). Freud membagi struktur kepribadian menjadi tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego. Apabila ketiga sistem kepribadian itu bertentangan satu sama lain maka manusia menjadi tidak tenang, gelisah dan cemas. Sebaliknya apabila sistem itu bekerja sesuai dengan fungsi masingmasing maka akan menjadi sehat dan bahagia. Aspek id adalah aspek biologis yang merupakan sistem original di dalam jiwa. Id adalah bawaan sejak lahir manusia, seperti bayi yang hanya memiliki sistem id. Dari aspek inilah kedua aspek lain tumbuh. Freud juga menyebutnya sebagai realitas psikis yang sebenarnya karena ia adalah dunia batin atau subjektif dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. Aspek ego adalah aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan hubungan yang baik dengan dunia realitas. Aspek ego ini dapat dipandang sebagai aspek spekulatif kepribadian karena ia mengontrol jalan yang akan ditempuh, memilih kebutuhan yang dapat dipenuhi serta caranya, juga memilih objek yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Aspek ego ini berisikan keinginan-keinginan diri. Aspek superego merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang didapat melalui keharusan dan pantangan. Superego berisi norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan cenderung menentang id dan ego karena ia membuat dunia menurut
konsepsi
yang
ideal.
Apabila terdapat keseimbangan yang wajar dan stabil dari ketiga unsur (id, ego, dan superego), maka akan diperoleh struktur kepribadian yang wajar dan biasa. Namun, apabila terjadi ketidakseimbangan antara ketiga unsur tersebut, maka akan diperoleh kepribadian yang tidak wajar dan akan muncul neurosis (istilah umum yang merujuk pada ketidakseimbangan mental yang menyebabkan stress, tapi tidak seperti psikosis atau kelainan kepribadian) yang menghendaki penyaluran. Gangguan kejiwaan merupakan bentuk ketidakseimbangan yang dimaksud. Dengan menggunakan teori psikoanalisis, akan ditemukan bentuk, faktor penyebab, dan dampak gangguan kejiwaan yang terjadi pada tokoh utama. 1.6
Tinjauan Kepustakaan Sejauh pengamatan peneliti, belum ada penelitian yang membahas kumpulan Cerpen
“Bastian dan Jamur Ajaib” akan tetapi penelitian yang menggunakan pendekatan psikologi sastra telah banyak dilakukan terhadap objek yang berbeda, yaitu: Yola Yolanda (2015) dalam skripsinya “Transgender Tokoh Sasana (Sasa) dalam Novel Pasung Jiwa Karya Okky Madasari (Tinjauan Psikologi Sastra)” Universitas Andalas. Dalam skripsinya ia menggunakan teori Psikologi Sastra. Yola menyimpulkan bahwa tokoh Sasana (Sasa) teridentifikasi diri pada kecenderungan feminim, menemukan jati diri sebagai seorang feminim, dan mewujudkan diri menjadi waria untuk memperjuangkan dalam mencari kebebasan. Desi Fitriana (2015) dalam skripsinya “Gejala Skizofrenia Tokoh Aku dalam Novel Surat Panjang Tentang Jarak Kita Yang Jutaan Tahun Cahaya Karya Dewi Kharisma Micellia (Tinjauan Psikologi Sastra)” Universitas Andalas. Dalam skripsinya ia menggunakan teori Psikologi Sastra. Desi menyimpulkan bahwa gejala skizofrenia yang dialami tokoh Aku bermula ketika tokoh Aku masih kanak-kanak. Tokoh Aku tidak mendapatkan perhatian dari keluarga,
guru di sekolah, tidak memiliki teman bermain, sehingga tokoh Aku menciptakan teman imajinernya. Farly Rizki Laksmono (2012) dalam skripsinya “Gangguan Kejiwaan Tokoh Hannah dalam Novel Hannah Misteri Gadis Terpasung (Tinjauan Psikologi Sastra)” Universitas Andalas. Dalam skripsinya ia menggunakan teori Psikologi Sastra. Farly menyimpulkan bahwa gangguan skizofrenia pada Hannah disebabkan oleh keterbelakangan mental yang ia derita, diperkosa oleh ayah kandungnya, dihasut agar membunuh ibu kandungnya, dan tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari keluarganya. Akibat dari gangguan jiwanya Hannah sering dicelakai oleh orang lain, mengalami ambivalensi (trauma pada masa lalu dan menyenangi air), melakukan kesalahan tanpa disadarinya, reaksi yang tiba-tiba berlebihan, halusinasi, meracau, dan menggigau. Ilham Putra (2012) dalam skripsinya “Pola Pengabdian Anak Kepada Orang Tua dalam Kumpulan
Cerpen Harian Padang Ekpres (Tinjauan Psikologi Sastra) Universitas Andalas.
Dalam skripsinya ia menggunakan teori Psikologi Sastra. Putra menyimpulkan bahwa pola pengabdian anak kepada orang tuanya dalam setiap keluarga berbeda-beda. Pola tersebut diantaranya: memberikan kasih sayang kepada orang tua, memberikan keturunan untuk kelangsungan hidup keluarga, berusaha mewujudkan cita-cita orang tua yang tidak sempat dicapai diwaktu mudanya, membantu menyelesaikan pekerjaan orang tua, dan memberikan perlakuan yang layak kepada orang tua. 1.7
Metode dan Teknik Penelitian. Secara keseluruhan metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut Bogdan
dan Taylor (dalam Moleong, 2005: 5), metode kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau teks-teks dan perilaku yang diamati.
Teknik yang digunakan dalam proses penelitian ini yang terdiri dari pengumpulan data, penganalisisan data, dan penyajian data. Pada teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara membaca dan mengamati keseluruhan data untuk menentukan mana data yang mengandung gangguan kejiwaan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan sampel penelitian. Menurut Moleong (2005: 248), proses penganalisisan data dilakukan dengan cara mencatat dan memberi kode agar sumber datanya dapat ditelusuri, mengumpulkan, memilih-milih, mengklasifikasikan dan membuat ikhtisar serta menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan baru. Dalam penelitian ini, penganalisisan data dilakukan dengan teknik penelusuran kepustakaan. Setelah tahap pengumpulan data dan penganalisisan data dilakukan, tahap ketiga yang harus dilakukan adalah penyajian data. Adapun hasil analisis data yang disajikan secara deskriptif, yaitu mendiskripsikan hasil analisis yang dilengkapi dengan kutipan-kutipan dari sumber data. 1.8
Sistematika Penulisan Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
landasan teori, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II
Unsur Instrinsik dalam kumpulan Cerpen Bastian dan Jamur Ajaib karya Ratih
Kumala yang terdiri dari tokoh dan penokohan, latar, alur dan peristiwa, konflik, sudut pandang dan tema. Bab III Bentuk, faktor penyebab, dan dampak gangguan kejiwaan tokoh utama.
3.1 Bentuk gangguan kejiwaan tokoh utama. 3.2 Faktor penyebab gangguan kejiwaan tokoh utama. 3.3 Dampak gangguan kejiwaan tokoh utama. Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.