1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pasal 1 ayat (1) PP No. 6/ 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah). Pilkada langsung baik di tingkat pusat sampai ke tingkat daerah merupakan suatu proses pembelajaran politik bagi setiap warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. Disinilah proses demokrasi suatu bangsa akan berjalan. Pemilihan umum (pemilu) menjadi salah satu parameter bagi sebuah negara yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Asaz utama didalamnya adalah terlaksananya pemerintahan yang didasarkan pada konsepsi pemilihan umum dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Siti Zuhro:2008). Sebagai negara yang demokratis, Indonesia menyelenggarakan pemilu sebanyak dua kali, pertama adalah untuk memilih anggota legislatif yang akan duduk sebagai wakil rakyat di parlemen, dan kedua adalah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang duduk sebagai eksekutif. Mekanisme semacam ini juga berlaku hingga di tingkat daerah, yaitu dalam memilih kepala daerah yang
1
2
meliputi pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, pemilihan Bupati/Wakil Bupati, serta pemilihan Walikota/Wakil Walikota (Amandemen UUD 1945: 1999-2004). Dalam kontek demokrasi lokal, pemilihan kepala daerah (pilkada) atau pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) merupakan upaya dalam mencari pemimpin daerah yang berkualitas dengan cara-cara yang damai, jujur, dan adil. Salah satu prinsip demokrasi yang terpenting didalamnya adalah pengakuan terhadap perbedaan dan penyelesaian secara damai (Syaukani:2004). Pada awal reformasi pijakan regulasi otonomi daerah adalah UU 22 Tahun 1999tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah (otonomi daerah), ternyata proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) masih dipilih oleh anggota DPRD.Proses itu berubah sejak adanya amandemen UUD 1945 yang dilakukan padaperiode DPR/MPR RI 1999-2004 yang membuat pelaksanaan pemilihan presiden secara langsung, sehingga otomatis berimbas terhadap mekanisme pelaksanaan pemilihan kepala daerah menjadi dilaksanakan secara langsung yang dimulai pada tahun 2005 (Joko J. Prihatmoko:2005). Pelaksanaan pilkada sesuai UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, menyebutkan bahwa pemerintah daerah tidak mempunyai lembaga khusus yang menangani pelaksanaan pemilihan kepala daerah, sehingga dalam proses pelaksanaan pilkada diserahkan kewenangannya sesuai aturan UU 32 tahun 2004kepada sebuah lembaga yang dinamakan Komisi Pemiihan Umum Daerah (KPUD) dimasing-masing daerah. Instansi KPUD dibentuk berdasarkan UU No.12 Tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPD, DPRD. Wewenang khusus
3
yang diberikan kepada KPUD sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 21 UU No.32 Tahun 2004, yang memberikan pengertian KPUD sebagai berikut : “Komisi Pemilihan Umum Daerah yang selanjutnya disebut adalahKPU provinsi, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud UUNo.12/2003 yang diberi kewenangan khusus oleh UU ini menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala disetiap provinsi dan/atau kabupaten/kota”.
KPUD dalam untuk daerah
Komisi Pemilihan Umum Daerah sebagai suatu institusi yang menangani masalah pemilu masih relatif muda usianya sehingga belum banyak memiliki pengalaman dan harus banyak belajar, bahkan rata-rata untuk periode 20052009,KPUD di banyak daerah melaksanakan pemilihan kepala daerah langsung untuk pertama kalinya. Akibat kekurang pengalaman itu berpeluang mengalami kesalahan-kesalahan, baik dalam memahami maupun menafsirkan undangundang, peraturan pemerintah, dan aturan lainnya serta regulasi yang dibuat sendiri oleh KPUD tersebut (Muslim,Taufik:2006). Dalam proses pelaksanaannya, pemilihan kepala daerah langsung ternyata mematik sejumlah persoalan terkait proses pelaksanaannya yang dinilai cenderung menghamburkan dana rakyat termasuk dugaan money politic, sertatidak jarang hasil pilkada langsung itu direspon secara negatif sehingga berbuntut kerusuhan dan kekerasan. Konflik pasca pilkada yang berbuntut aksi kekerasan yang menjurus kerusuhan dapat dilihat pada kerusuhan pasca pemilihan bupati di Kabupaten Tuban Jawa Timur pada Tahun
2006. Kerusuhan di Tuban itu
mengakibatkan sejumlah sarana pemerintah dan swasta hangus terbakar akibat aksi massa (LIPI:2003). Sebelumnya terjadi polemik hukum yang juga berimbas pada aksi massa terkait hasil Pemilihan Walikota Kota Depok (Sumarno:2006)
4
Disamping itu terdapat pula kisruh Pilkada Langsung disebabkan juga karena adalah kemampuan untuk menjadi pemenang yang baik (good winner) dan pesaing kalah yang baik (good loser), (Lili Romli: 2007). Hal ini tidak dapat dilepaskan dari faktor penyelenggara Pemilu. Salah satu titik rawandalam Pemilukada
adalah
tidak
netralnya
Komisi
Pemilihan
Umum
Daerah
(KPUD),(Darmawan, Ikhsan:2009). Sedangkan menurut Leo Agustino, ada lima sumber konflik dalam pelaksanaan pemilukada langsung di Indonesia. Pertama, konflik yang bersumber dari mobilisasi politik atas nama etnik, agama, daerah/wilayah, dan darah. Kedua, konflik yang bersumber dari kampanye negatif antara pasangan calon kepala daerah. Ketiga, konflik yang bersumber dari konflik dan pemaksaan kehendak. Keempat, konflik yang bersumber dari manipulasi dan kecurangan penghitungan suara hasil Pilkada. Kelima, konflik Pilkada juga potensial muncul ketika terjadi perbedaan penafsiran atas kebijakan dan aturan penyelenggaraan Pilkada itu sendiri (Leo Agustino:2009). Disisi lain, pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Aidul Fitriciada Azhari kembali mempersoalkan landasan konstitusional pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung. Bahkan secara khusus dirinya menyebutkan bahwa aturan tertinggi dalam UUD 1945 pada perubahan kedua sama sekali tidak menyebutkan proses pemilihan langsung, namun pilkada meski dilakukan secara demokratis (Azhari, Aidul Fitriciada:2008). Pelaksanaan dengan istilah demokratis ini ditunjukkan pada ketentuan pasal 18ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi:
5
“Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis” Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan berkualitas, seharusnya dikaitkan tidak dengan pemahaman akan makna demokrasi, tetapi juga aspek normatif yang mengatur penyelenggaraan Pilkada. Dengan demikian, semua pihak-pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan perundangan yang berlaku secara konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih Kepala Daerah yang profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban amanat otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selayaknya Pilkada di Indonesia dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung tinggi asas demokrasi dan hukum. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk menganalisa pelaksanaan pilkada di Kota Depok Tahun 2010 berdasarkan proses pelaksanaannya dan dampaknya terhadap ketahanan politik wilayah. Sedangkan judul yang penulis ambil yaitu : Dampak Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Terhadap Ketahanan Politik Wilayah (Studi Kasus Pilkada Kota DepokTahun 2010 Provinsi Jawa Barat).
1.2
Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang diajukan
dirumuskan sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana proses pelaksanaan pemilukada Kota Depok Tahun 2010 dilaksanakan?
6
1.2.2 Permasalahan apa saja yang diketemukan dalam proses pelaksanaan pemilukada di Kota Depok Tahun 2010? 1.2.3 Bagaimana dampak Pemilukada langsung terhadap ketahanan politik wilayah Kota Depok pasca pelaksanaan pemilukada ?
1.3
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di perpustakaan terhadap hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan atau penelitian yang sedang dilakukan, berkaitan dengan penelitian tentang: “Dampak Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Terhadap Ketahanan Politik Wilayah (Studi Kasus Pilkada Kota Depok Tahun 2010 Provinsi Jawa Barat)”, belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini asli baik dari segi materi maupun lokasi penelitian. Dengan demikian, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
1.4
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan pada point 1.2 di atas,
maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.4.1 Untuk mengetahui proses Pilkada langsung dilaksanakan khususnya di Kota Depok? 1.4.2 Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang diketemukan dalam proses pelaksanaan Pilkada ?
7
1.4.3 Untuk mengetahui dampak pilkada langsung terhadap ketahanan politik wilayah pasca Pemilukada? 1.5
Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfat,
tidak saja bagi penulis namun juga kepada masyarakat secara luas dan pihak-pihak yang terkait yang peduli terhadap pemilukada langsung dalam pemilihan kepala daerah.Sesungguhnya kepala daerah adalah seorang pemimpin yang mendapatkan amanah untuk menjaga kelangsungan jalannya roda pemerintahan di daerah dalam rangka meningkatkan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945. Secara lebih rinci, manfaat penelitian adalah sebagai berikut : a.
Untuk menambah cakrawala pandang untuk melihat secara lebih mendalam berlangsungnya proses pelaksanaan pilkada langsung;
b.
Untuk dijadikan bahan pertimbangan kepada pihak-pihak terkait dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan pilkada langsung dalam mewujudkan ketahanan politik wilayah.
c.
Untuk digunakan dalam melengkapi referensi tulisan-tulisan terkait pilkada langsung yang sudah ada dan lebih dari itu dapat dijadikan sebagai khasanah ilmu pengetahuan.
1.6
Sistematika Penulisan Dalam penulisan hasil studi ini dibagi menjadi tujuh bab dan setiap bab
terdiri dari sub bab yang jumlahnya tergantung pada besar dan pentingnya
8
permasalahan yang dibahas. Secara lebih rinci sistematika penulisan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Bab I akan dijelaskan secara garis besar tentang isi dari penelitian ini yang meliputi: latar belakang, permasalahan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II akan dibahas mengenai tinjauan pustaka dan landasan teori yang disertai dengan pertanyaan penelitian, sedangan pada Bab III akan dibahas khusus tentang, metode dan pemilihan lokasi penelitian, jenis penelitian, alat penelitian, metode analisis data, metode pengumpulan data serta metode penyajian data. Selanjutnya pada Bab IV akan disampaikan terkait dengan gambaran umum yang meliputi ; kondisi umum Kota Depok, data administratif, keadaan ekonmi, informasi tentang pemilukada dan data politik. Bab V akan diuraikan tentang pelaksanaan pemilihan kepada daerah langsung Kota Depok, meliputi; dasar hukum, tata cara dan proses pemilukada langsung dan aktor pemilukada. Bab VI akan dibahas terkait dengan dampak pemilihan kepala daerah langsung terhadap ketahanan politik wilayah di Kota Depok, meliputi ; Faktorfaktor yang berpengaruh, Kondisi Ketahanan Politik Wilayah Kota Depok Pasca Pemilukada dan Pemilukada dalam Perspektif Ketahanan Nasional. Bab VII ini akan disampaikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung di Kota Depok yang dilaksanakan pada tahun 2010 guna menjadikan pertimbangan bagi pihak-pihak terkait baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.