PERGESERAN KONSEP KEDAULATAN RAKYAT PASCA PERUBAHAN UUD NRI 1945 Mohammad Yuhdi Dosen FIS Universitas Negeri Malang.
Abstraksi : Isu sentral dalam teori tentang kedaulatan, adalah siapakah pemegang kedaulatan dalam negara? Terdapat 4 ajaran mengenai hal ini: (1). Ajaran Kedaulatan Tuhan, (2). Kedaulatan Negara, (3). Kedaulatan Hukum, (4). Kedaulatan rakyat. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan yang menyebutkan, bahwa: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, menunjukkan bahwa konsep kedaulatan yang dianut adalah konsep kedaulatan Tuhan, konsep kedaulatan rakyat dan konsep kedaulatan Negara sekaligus, yang terjelma melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sementara konsep kedaulatan pasca perubahan UUD Negara RI tahun 1945 yang menyebutkan: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945” telah bergeser dari kedaulatan MPR menjadi kedaulatan konstitusi. Pergeseran konsep kedaulatan tersebut tentu saja kita telah merasakan implikasinya, terutama tidak terkontrolnya keputusan politik kenegaraan yang seharusnya berorientasi pada keadilan sosial dan kepentingan umum yang lebih mengedepankan pada asas permusyawaratan, tetapi realitasnya justru lebih mengarah pada praktek demokrasi yang liberal dan pragmatisme politik, praktek-praktek yang sejatnya tidak sejalan dengan gagasan para pendiri negara. Oleh karena itu, perubahan UUD Negara RI tahun 1945 perlu dipikirkan kembali untuk memperkuat peran dan posisi MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. Tetapi hendaknya MPR dalam melakukan perubahan tersebut harus melakukan interpretasi dengan pendekatan sejarah dengan menggunakan referensi dan dokumen yang otentik, terutama memahami pokokpokok pikiran para pendiri Negara yang muncul dalam perdebatan di sidang-sidang BPUPKI. Hal ini penting untuk menjaga kesinambungan gagasan dalam membangun Negara Kesatuan RI yang utuh dan kuat. Kata kunci: pergeseran, konsep kedaulatan, pasca perubahan
22 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 21 - 32
A. Pendahuluan
Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
Semenjak digulirkannya reformasi
Dasar (UUD) 1945 (sebelum perubahan),
yang ditandai dengan jatuhnya rezim Soe-
menyebutkan; ”Kedaulatan adalah ditangan
harto yang kemudian diikuti dengan mun-
rakyat, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
culnya gagasan pentingnya reformasi kons-
Majelis Permusyawaratan Rakyat”, sedang-
titusi sebagai prasyarat membangun demo-
kan pada perubahan Pasal 1 ayat 2 UUD
krasi yang terkonsolidasi. Robert Dahl
Negara RI Tahun 1945, menyebutkan; ”Ke-
(2001: 179) mengemukakan pentingnya me-
daulatan berada ditangan Rakyat dan di-
rancang konstitusi yang demokratis karena
laksanakan menurut Undang-Undang Da-
akan menentukan kelangsungan hidup lem-
sar”.
baga-lembaga demokrasi. Dahl menekankan
Perubahan rumusan Pasal 1 ayat (2)
pentingnya konstitusi yang berkualitas, dan
UUD NRI 1945 tersebut tertu saja ber-
pentingnya konstitusi disusun oleh tenaga-
implikasi pada kewenangan MPR, dimana
tenaga terbaik yang dimiliki oleh suatu
sebelumnya MPR memiliki kewenangan un-
1
bangsa. Gagasan perlunya perubahan kons-
tuk memilih Presiden dan wakil Presiden,
titusi tersebut akhirnya direspons oleh para
dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
elit politik di MPR, puncaknya perubahan
Negara (GBHN). Tetapi, pasca perubahan
pertama UUD 1945 dilakukan pada sidang
Undang-Undang Dasar 1945, MPR tidak la-
umum MPR RI Tahun 1999.
gi berwenang untuk memilih presiden dan
Perubahan Undang-Undang Dasar
wakil presiden, karena presiden dan wakil
Negara RI Tahun 1945, menempatkan Ma-
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
jelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak
melalui pemilihan umum.
lagi berkedudukan sebagai lembaga ter-
Selain itu tidak ada lagi Garis-garis
tinggi negara sebagai pelaksana sepenuhnya
Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat
kedaulatan rakyat, tetapi hanya berperan
oleh MPR, karena Presiden dan Wakil Pre-
sebagai lembaga negara utama atau primer.2
siden terpilih akan menjalankan pemerintahan sesuai dengan visi dan misinya yang
1Rober
Dahl, On Democracy, edisi terjemahan Bahasa Indonesia, Perihal demokrasi, Penerbit Obor, Jakarta, 2001, h.179. 2Jimly Asshidiqie membagi dan menggunakan istilah lembaga Negara yang bersifat utama atau primer dan lembaga Negara yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Lihat lebih lanjut dalam Jimly
disampaikan pada saat kampanye yang kemudian dituangkan dalam undang-undang
Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, h. 21.
Yuhdi, Pergeseran Konsep Kedaulatan Rakyat Pasca Perubahan UUD NRI 1945
23
program pembangunan nasional (Propenas)
tunduk pada hukum alam, namun keputusan
dan Rencana Program Jangka Panjang Na-
mengenai apa yang mesti dianggap sebagai
sional (RPJPN), dan Rencana Program Jang-
hukum yang tertinggi, merupakan hak raja.
ka Menengah (RPJM) Nasional.
Kedaulatan memang dapat dipegang oleh sejumlah orang atau masyarakat, namun ia
B. Pembahasan
tidak bisa dibagi dam tidak bisa didistri-
1. Konsep Kedaulatan Rakyat Sebelum
buskan di antara beberapa organ terpisah. Inilah doktrin tentang tidak adanya pemi-
PerubahanUUD 1945 Konsep tentang kedaulatan, digagas pertama oleh Jean Bodin. Ia melihat
sahan kekuasaan dalam teori kedaulatan Bodin.
kedaulatan sebagai kekuasaan mutlak dan
Isu sentral dalam teori tentang ke-
abadi dari sebuah republik. Dan sebuah
daulatan, adalah siapakah pemegang kedau-
republik merupakan sebuah pemerintahan
latan dalam negara? Terdapat 4 ajaran me-
yang dilandaskan pada hukum alam. Ke-
ngenai hal ini: (1). Ajaran Kedaulatan Tu-
kuasaan raja (puissance souveraine) yang
han, (2). Kedaulatan Negara, (3). Kedau-
oleh Bodin dijadikan inti teorinya, kemudian
latan Hukum, (4). Kedaulatan rakyat.4 Me-
didefinisikan sebagai kekuasaan legislatif.
nurut Padmo Wahyono, ada lima ajaran
Menurut Bodin, di mana tidak ada keku-
kedaulatan yang lazim dikenal, yaitu ajaran
asaan legislatif, di situ tidak ada republica,
kedaulatan raja sebagai tambahan dari empat
tidak ada pemerintahan yang sah, dan de-
yang disebut terdahulu. Namun ia juga me-
ngan demikian, tidak ada negara.
3
nyebut, sebetulnya hanya ada tiga teori
Dalam konsep kedaulatan Bodin,
dengan alasan bahwa teori yang lain ha-
jelas bahwa aturan perundangan menempati
nyalah sekedar konstruksi dari teori yang
posisi sentral, dan raja dipercaya untuk
sudah ada. Ketiga teori dimaksud adalah,
membuat undang-undang. Aturan perun-
kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat, dan
dang-undangan mesti berada di atas semua
kedaulatan raja.5
kekuasaan pemerintahan. Meski raja, harus
Teori kedaulatan negara hanyalah konstruksi baru dari teori kedaulatan raja
3Jean Bodin adalah sarjana Perancis abad XVI yang merumuskan pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi untuk menen-tukan hukum dalam suatu negara, yang sifat-nya tunggal, asli, abadi, dan tidak dapat dibagi-bagi. Karena jasa tersebut, ia dijuluki Bapak Teori Kedaulatan.
4Soehino, 1986, Ilmu Negara .., Liberty, Yogyakarta, h. 152. 5Padmo Wahjono & TA Hamzah, Diklat Negara, FH-UI, Jakarta, h. 66.
24 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 21 - 32
dalam suasana kedaulatan
rakyat. Kons-
kemudian diorganisir dan dikepalai oleh
truksinya bahwa bukan rakyat yang dapat
seorang Paus. Demikianlah dalam negara
menjalankan kekuasaan tertinggi melainkan
terdapat dua organisasi kekuasaan, yaitu
negara. Karena negara adalah suatu yang
organisasi kekuasaan yang dipimpin oleh
abstrak, maka diserahkan pelaksanaannya
raja, dan organisasi kekuasaan yang di-
kepada raja. Sedangkan kedaulatan hukum
pimpin oleh Paus. Dua kelompok or-
adalah kelanjutan dari kedaulatan rakyat.
ganisasi tersebut percaya dan mengakui
Konstruksinya adalah walaupun kekuasaan
bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan
tertinggi ada pada rakyat, namun pelaksa-
Tuhan. Persoalannya adalah, siapakah
naannya diserahkan pada wakil rakyat yaitu
yang menjadi wakil Tuhan di dunia?
Lembaga Perwakilan Rakyat. Lembaga ini
Atas pertanyaan itu, muncul be-
harus melaksanakan kehendak rakyat dalam
berapa teori di bawah payung teokrasi
bentuk produk hukum demi kepastiannya.
yang diajukan oleh Agustinus, Thomas
Oleh karena itu hukum menjadi berdaulat.6
Aquinas, dan Marsilius. Agustinus mengajarkan bahwa yang menjadi wakil
1.1 Teori Kedaulatan Tuhan Sesuai dengan referensi tentang
Tuhan adalah Paus.7 Aquinas menga-
kedaulatan, pada abad V-XV muncul te-
jarkan bahwa Raja dan Paus mempunyai
ori Kedaulatan Tuhan. Ajaran Kedaulatan
kekuasaan yang sama, hanya bidangnya
Tuhan menganggap Tuhan sebagai pe-
yang berbeda. Tugas raja dalam bidang
megang
dalam
keduniawian, sedangkan tugas Paus da-
negara. Dalam praktiknya, kedaulatan
lam bidang keagamaan.8 Lebih lanjut
Tuhan ini dapat menjelma dalam hukum
Marsilius mengatakan kekuasaan atau
yang harus dipatuhi oleh kepala negara,
yang menjadi wakil Tuhan di dunia
atau dapat pula menjelma dalam keku-
adalah raja.9 Gagasan bahwa Tuhan
asaan raja sebagai kepala negara yang
berdaulat dapat disimpulkan dari ke-
mengklaim wewenang untuk menetapkan
nyataan dalam suatu negara orang-orang
kekuasaan
tertinggi
hukum atas nama Tuhan. Teori ini berkembang di Zaman Pertengahan yang berhubungan erat dengan perkembangan agama Kristen yang baru timbul saat itu, 6Ibid,
h. 66-67.
7Herbert A. Deane, 1963. The Political and Social Ideas of St. Agustine. 8Bernard L Tanya dan Dossy Iskandar Prasetyo, op. cit., h. 125. 9Ibid., h. 59.
Yuhdi, Pergeseran Konsep Kedaulatan Rakyat Pasca Perubahan UUD NRI 1945
percaya bahwa tidak ada satupun terjadi tanpa kehendak Tuhan.10
25
Dalam perkembangannya, pandangan yang mendukung kedaulatan negara, datang dari para sarjana dalam
1.2 Teori Kedaulatan Negara
mashab Deutsche Publizisten Schule.
Pada jaman renaissance, teori Ke-
Menurut mereka negara itu kuat karena
daulatan Tuhan ditinggalkan. Kekuasaan
mendapat dukungan dari tiga golongan
raja tidak lagi harus dihubungkan de-
yaitu: (1) armee (angkatan perang); (2)
ngan restu Ilahi. Pandangan sebelumnya
junkertum (golongan industrialis); (3)
bahwa hukum yang harus ditaati adalah
burokrasi (staf pegawai negari). Se-
hukum Tuhan, kini terbalik justru hukum
baliknya rakyat tidak mempunyai ke-
negaralah yang harus ditaati. Negaralah
kuatan apa-apa, sehingga tidak mem-
satu-satunya yang berwenang mene-
punyai wewenang apa-apa, maka tidak
tapkan hukum. Dengan demikian timbul-
mungkin memiliki kekuasaan tertinggi
lah ajaran baru tenang kedaulatan yaitu
(kedaulatan). Oleh karena itu menurut
kedaulatan negara. Menurut Jellinek hu-
sarjana-sarjana DPS (Deutsche Publizis-
kum itu adalah penjelmaan dari kehen-
ten Schule) pemegang kedaulatan adalah
dak atau kemauan negara. Maka negara-
negara.12
lah yang menciptakan hukum, dan negara adalah satu satunya sumber hukum,
1.3 Teori Kedaulatan Hukum
yang memiliki kekuasaan tertinggi atau
Sebagai bentuk penyang-kalan te-
kedaulatan. Di luar negara tidak ada satu
ori kedaulatan negara, muncullah teori
orangpun yang berwewenang menetap-
kedaulatan hukum. Teori kedaulatan hu-
kan hukum. Gagasan bahwa negaralah
kum dikemukakan oleh Krabe. Dalam
yang berdaulat, dapat disimpulkan dari
ajaran teori kedaulatan negara, kedu-
kenyataan bahwa dalam kehidupan ma-
dukan hukum lebih rendah dari pada
syarakat sehari-hari kepentingan indi-
kedudukan negara. Negara tidak tunduk
vidu selalu dikalahkan oleh kepentingan
kepada hukum karena hukum diartikan
negara.11
sebagai perintah-perintah dari negara (bentuk imperatif dari norma). Akan
10Wirjono Prodjodikoro, 1981, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, Eresco, Jakarta-Bandung, h. 15. 11Padmo Wahjono & TA Hamzah, "Diktat...", Op. Cit, h. 68.
12Max
Boli Sabon, 1989, et al, Ilmu Negara, Aptik, Jakarta, h. 19.
26 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 21 - 32
tetapi menurut Krabe ngara sendiri
tindakan
dalam
berdasarkan hukum.14
ke-nyatannya
tunduk
pada
hukum.
dari
peng-uasa
harus
Teori ini mengajarkan bahwa
Pandangan
ter-sebut
kekuasaan tertinggi ada di tangan raja.
dengan
Lima ajaran tentang kedaulatan ini
mengemukakan teori Selbstbindung,13
mengajarkan bah-wa kedaulatan adalah
yaitu suatu aja-ran yang menyatakan
tunggal, tidak dapat dibagi-bagi. Peme-
bahwa negara dengan sukarela mengi-
gang kedaulatan adalah pemegang ke-
katkan diri atau mengharuskan dirinya,
wenangan tertinggi dalam negara. Jadi
tunduk
sebagai
ajaran monistis. Selain itu dikenal pula
penjelmaam dari kehen-daknya sendiri.
ajaran yang bersifat pluralisme. Aliran
Akan tetapi mun-cul persoalan baru
ini berpendapat bahwa ajaran monisme
bahwa faktor-faktor apa yang menye-
terlalu menekankan kedaulatan pada segi
babkan Selbstbindung tersebut, maka
kekuasaan/kekuatan (force) dan hukum
Jellinek menjawab bahwa perta-ma-tama
(law), sebaliknya kurang memperhatikan
dalam
faktor
soal kemauan/ kehendak (will, volonte)
kemasyarakatan juga ada faktor ideal
sebagai diajarkan Rousseau dalam ajaran
yaitu rasa hu-kum, kesadaran hukum,
kontrak sosial. Dengan dipelopori antara
dan keadilan. Jawaban demikianlah yang
lain Laski, ajaran ini mengajarkan bahwa
memperkuat pandangan Krabe bahwa
dalam negara masih terdapat organisasi -
hal-hal yang diuta-rakan Jellinek sebagai
organisasi lain yang berdaulat. Jadi ke-
faktor yang mempengaruhi Selbsbin-
daulatan tidak semata-mata ada pada
dung itu kedudukannya diatas negara
negara. Tugas negara hanyalah koor-
yaitu kesadaran hukum. Jadi bukanlah
dinator organisasi berdaulat dalam bi-
negara
dangnya masing-masing tersebut: Ke-
ditanggapi
Krabe
oleh
kepada
hukum
yang
melainkan
Jellinek
hukum
di
sam-ping
memiliki
kesadaran
kedaulatan
hukum
yang
adaan ini oleh Barker diistilahkan sebagai polyarchism.15
memiliki kedaulatan. Gagasan bahwa hu-kum yang berdaulat dapat disimpulkan dari kenyataan dalam Negara Hukum, yang berarti bahwa segala 13Ibid,
h. 120.
14Wirjono
Prodjodikoro, Asas-Asas..., Op. Cit, h.
16. 123.
15Max
Boli Sabon, et al, Ilmu Negara..., Op. Cit, h.
Yuhdi, Pergeseran Konsep Kedaulatan Rakyat Pasca Perubahan UUD NRI 1945
27
nya. Dalam hal ini, rakyat mempunyai
1.4 Teori Kedaulatan Rakyat Perkembangan berikutnya muncul
otoritas untuk menetapkan berlaku ti-
Rousseau dengan ajaran kedaulatan rak-
daknya suatu ketentuan hukum dan un-
yat. Menurutnya, dengan kontrak sosial,
tuk menjalankan serta mengawasi pelak-
orang menyerahkan kebebasan hak serta
sanaan ketentuan hukum itu. Artinya,
wewenangnya (natural liberty) kepada
dalam pengertian modern, pemerintahan
rakyat seluruhnya (negara) sehingga sua-
negara merupakan government or rule
sana kehidupan alamiah berubah men-
by the peo ple.18 Pelaksanaan kedaulatan
jadi suasana kehidupan bernegara, dan
rakyat ini sangat bervariasi dan tidak
natural liberty berubah menjadi civil
selalu berdasarkan suara terbanyak. Ada
liberty. Kekuasaan tertinggi tetap pada
yang berdasarkan musyawarah. Selain
rakyat yang diselenggarakan melalui
itu di negara-negara yang bercorak fasis,
perwakilan berdasarkan suara terbanyak
kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh wa-
(general will, volonte gene-rale).16 Ke-
kil mutlaknya (exponent). Pada masa
daulatan rakyat sebagai konsep menge-
lampau di jaman Romawi, kedaulatan
nai kekuasaan tertinggi, dapat dilihat
rakyat diserahkan pada kedaulatan raja
pertama dari segi ruang lingkupnya, dan
yang absolut melalui konstruksi Lex Re-
kedua dari segi jangkauan konsepnya.
gis dari Ulpianus (Caesarismus). Gaga-
Ruang lingkup kedaulatan itu menyang-
san bahwa rakyat berdaulat dapat disim-
kut aktivitas atau kegiatan apa saja yang
pulkan dari kenyataan bahwa yang ter-
tercakup dalam fungsi kedaulatan. Se-
baik dalam masyarakat ialah apa yang
dangkan jangkauan kedaulatan berkaitan
dianggap baik oleh semua orang yang
dengan siapa yang menjadi subject and
merupakan rakyat.19 Doktrin kedaulatan
sovereign dari kedaulatan itu.17
rakyat inilah yang merupakan dasar dari negara demokrasi modern.20
Dalam hubungan dengan ruang lingkup, kedaulatan rakyat meliputi we-
Berangkat dari beberapa konsep
wenang pengambilan keputusan, baik di
kedaulatan di atas, maka apabila meru-
bidang legislasi maupun pelaksanaan-
juk pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD
16Carl J. Friedrick, The Philosophy of Law.... Op. Cit, h. 154. 17Jimly Asshiddiqie, 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, h. 41.
18Ibid 19Wirjono
Prodjodikoro, Asas-Asas.... Op. Cit, h.
16. 20Jimly
h. 11.
Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan.... Op. Cit,
28 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 21 - 32
1945 se-belum perubahan yang menye-
Undang-Undang Dasar 1945” telah ber-
butkan, bahwa: “Kedaulatan adalah di
geser dari kedaulatan MPR menjadi ke-
tangan rakyat, dan dilakukan sepe-
daulatan konstitusi.
nuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, maka konsep kedaulatan yang
2. Perdebatan Pada Sidang Umum MPR
dianut adalah konsep kedaulatan Tuhan,
RI Oktober 1999
konsep kedaulatan rakyat dan konsep
Pandangan
dan
perdebatan
yang
kedaulatan Negara sekaligus, yang ter-
muncul dalam sidang Majelis Permusya-
jelma melalui Majelis Permusyawaratan
waratan Rakyat pada Sidang Umum MPR
Rakyat. Oleh karena itulah, para pendiri
Oktober 1999 sampai dengan Sidang Tahu-
negara meletakkan Majelis Permusyawa-
nan MPR Tahun 2001, tanggal 9 November
ratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi
2001, terkait dengan pembahasan Kedau-
Negara sebagai pelaksana kedaulatan
latan Negara, maka setidaknya terdapat 5
rakyat. Menurut Moh. Kusnardi dan Bin-
(lima) isu yang menjadi pokok perdebatan,
tan R. Saragih, penempatan pasal terse-
yaitu: Pertama, perlunya memperkuat pe-
but menunjukkan, bahwa Undang-Un-
ran Majelis Permusyawaratan Rakyat seba-
dang Dasar 1945 mengikuti konstitusi-
gai lembaga tertinggi negara. Kedua, terkait
konstitusi modern yang umumnya mem-
dengan interpretasi rumusan “Kedaulatan
punyai sistem demokrasi, dimana ke-
berada di tangan rakyat dan dilakukan se-
kuasaan MPR tidak terbatas dan tidak
penuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
ditetapkan secara limitative melainkan
Rakyat”, yang memunculkan gagasan untuk
enunsiatif, artinya selain kekuasaannya
memberdayakan masing-masing lembaga
yang ditetapkan menurut pasal-pasal da-
tinggi negara, sehingga kedaulatan didistri-
lam UUD 1945, sebenarnya bersumber
busikan tidak hanya ke MPR tetapi juga
pada Pasal 1 ayat (2).21 Sementara kon-
diberikan ke lembaga-lembaga negara yang
sep kedaulatan pasca perubahan UUD
lain. Ketiga, perlunya mempertimbangkan
Negara RI tahun 1945 yang menye-
seluruh anggota MPR dipilih melalui pemi-
butkan: “Kedaulatan adalah di tangan
lihan umum, karena jumlah anggota MPR
rakyat,
yang diangkat lebih banyak daripada yang
21Moh.
dan
dilaksanakan
menurut
Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1983, h. 44.
dipilih. Keempat, terkait susunan keanggotaan MPR, khususnya keberadaan Utusan
Yuhdi, Pergeseran Konsep Kedaulatan Rakyat Pasca Perubahan UUD NRI 1945
29
Darah, Utusan Golongan, dan TNI/Polri, dan
1945 tidak lagi memiliki kekuasaan untuk
Keli-ma, tentang desain kelembagaan MPR,
menjamin agar keputusan politik kenegaraan
apakah MPR terdiri dari satu kamar, dua
yang senantiasa berorientasi pada keadilan
kamar atau tiga kamar.
22
sosial dan kepentingan umum yang lebih mengedepankan pada asas permusyawaraKedau-latan
tan, tetapi realitasnya justru lebih mengarah
Pasca Perubahan UUD NRI Tahun
pada praktek demokrasi yang liberal, dimana
1945
praktek-praktek seperti itu jelas-jelas diten-
3. Pergeseran
Konsep
Seiring dengan perjalanan waktu
tang oleh sebagian besar para pendiri nega-
pasca perubahan UUD 1945, diskursus
ra,23 dan secara sadar di era reformasi ini
kelembagaan
kita telah menerapkan gagasan demokrasi
Majelis
Per-musyawaratan
Rakyat (MPR) men-jadi menarik dan urgen untuk di-perbincangkan kembali, bukan saja
liberal pasca perubahan UUD 1945. Secara historis bagaimana desain
pada aspek eksistensi, peran dan posisinya
kelembagaan
dalam sistem ketata-negaraan kita, tetapi
Rakyat yang dilakukan oleh Para Pendiri ne-
juga pada aspek desain kelembagaan dan
gara (founding fathers), dapat kita telusuri
aspek keterwakilan rakyat dalam kelem-
melalui gagasan dan perdebatan yang mun-
bagaan MPR. Selain itu, perubahan Undang-
cul dalam persidangan pertama di BPUPK
Undang Dasar 1945 telah bergeser dari
pada tanggal 29 Mei 1945, ketika membahas
semangat dan filosofis yang ingin dibangun dan diletakkan oleh para pendiri negara Indonesia, karena tidak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sebagai lembaga perwujudan keda-ulatan rakyat dan sekaligus pelak-sana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Hal
ini
menjadi
urgen
untuk
dilakukan peninjauan kembali, mengingat keberadaan MPR pasca perubahan UUD
22Naskah
Komprehensif Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Sekjen MK, 2010. h. 260-261.
Majelis
Permusyawaratan
23Hal ini setidaknya dapat dilihat dalam pandangan Ir. Soekarno, pada saat rapat besar 15 juli 1945, yang menegaskan bahwa dengan diterimanya rancangan Pembukaan UUD 1945, anggota-anggota telah mufakat bahwa dasar, falsafah, dan sistem yang dipakai dalam penyusunan rancangan UUD adalah dasar kekeluargaan (gotong-royong). Dengan “menyetujui kata keadilan sosial dalam preambule” berarti merupakan “protes kita yang mahahebat kepada dasar individualisme”. Oleh karena itu, menurutnya: betapapun dalam UUD negara merdeka, lazimnya dimasukkan apa yang disebut “les droits de I’home et du citiyon” atau “the rights of the citizens”, indonesia akan membuat pilihannya sendiri. Maka oleh karena itu, jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme dari padanya.” Lihat lebih lanjut dalam Yudi Latif, Negara Paripurna, Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, h.187.
30 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 21 - 32
dasar-dasar Indonesia merdeka, mereka me-
menginginkan keberadaan Badan Permu-
ngemukakan pentingnya kedaulatan rakyat
syawaratan yang tidak hanya mengede-
dalam semangat kekeluargaan (permusya-
pankan politik demokrasi saja, tetapi lebih
waratan) dalam alam indonesia merdeka.
dari itu keberadaan Badan Permusyawaratan
Hal ini antara lain diungkapkan oleh Mu-
tersebut yang selalu bersama rakyat untuk
hammad Yamin ketika meletakkan “dasar
mewujudkan dua prinsip, yaitu: keadilan
kedaulatan rakyat” sebagai “tujuan kemer-
politik dan keadilan sosial.25
dekaan” dan “permusyawaratan” sebagai sa-
Terkait dengan perlunya suatu majelis
lah satu “dasar negara”. Juga dapat dilihat
permusyawaratan ini, Muhammad Yamin
pandangan Woerjaningrat yang menyatakan
mengemukakan sebagai berikut:
bahwa “kemerdekaan Indonesia harus ber-
…perlunya suatu majelis permusyawa-
sendi kekeluargaan”, dan Soesanto Tirtopro-
ratan untuk seluruh rakyat Indonesia
djo yang menyebut “rasa kekeluargaan” se-
yang menjadi kekuasaan yang seting-
bagai fundamen bernegara.24
gi-tingginya dalam republik, disu-sun
Begitu juga dengan pandangan Mr.
permusyawaratan rakyat sebagai sam-
Soepomo, pada pidatonya tanggal 31 Mei
bungan yang paling tinggi dari pada
1945 dihadapan sidang BPUPK yang me-
kedaulatan rakyat. Selain itu, lembaga
nyarankan agar negara Indonesia merdeka
ini diharapkan menjadi sambungan da-
yang akan didirikan itu adalah negara in-
ri pada kemauan bangsa Indonesia, ba-
tegralistik, yang sesuai dengan struktur so-
ik menurut adat ataupun menurut aga-
sial masyarakat Indonesia asli. Salah satu ci-
ma Islam maka permusyawaratan itu
ri khas masyarakat Indonesia yang asli me-
ialah untuk merundingkan keperluan-
nurutnya adalah tradisi bermusyawarah. Se-
keperluan negara ataupun keperluan
lain itu, ciri lain dari masyarakat Indonesia
umum.26
yang asli adalah terdapatnya hubungan yang serasi antara pimpinan dan rakyatnya. Pemimpin wajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat. Ia harus senantiasa memberi bentuk (gestaltung) kepada rasa keadilan dan cita cita rakyat. Bahkan Ir. Soekarno 24Yudi
Latif, Ibid, h. 420.
25Risalah
Sidang BPUPKI, Sekretariat Negara RI, Jakarta, 1995, h. 80. 26Majelis permusyawaratan seluruh rakyat inilah yang akan merobah atau mengganti atau membuat undang-undang dasar baru untuk negara kita. Mohammad Yamin juga mengusulkan keanggotaan dari lembaga ini tidak saja diduduki oleh wakil-wakil daerah di indonesia, tetapi juga wakil dari bangsa atau rakyat indonesia seluruhnya yang dipilih dengan bebas. Menurutnya ada 2 (dua) syarat untuk menjadi keanggotaan dari lembaga ini yaitu; (i) wakil dari daerah, dan (ii) wakil langsung dari rakyat Indonesia. Lihat RM.
Yuhdi, Pergeseran Konsep Kedaulatan Rakyat Pasca Perubahan UUD NRI 1945
Pada intinya, gagasan Mohammad
31
C. Penutup
Yamin di atas adalah menempatkan kedau-
Pasca Perubahan rumusan Pasal 1
latan rakyat berada dan berpuncak pada Ma-
ayat (2) UUD Negara RI tahun 1945 yang
jelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang
tidak lagi menempatkan MPR sebagai pelak-
paling tinggi dalam republik Indonesia de-
sana sepenuhnya kedaulatan rakyat, tentu
ngan menempatkan prinsip musyawarah mu-
saja kita telah merasakan implikasi dari pe-
fakat dalam menentukan setiap keputusan.27
rubahan tersebut, terutama tidak terkontrol-
Rumusan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (sebe-
nya keputusan politik kenegaraan yang se-
lum perubahan) mengandung isi pokok pi-
harusnya berorientasi pada keadilan sosial
kiran kedaulatan rakyat: “kedaulatan adalah
dan kepentingan umum yang lebih menge-
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
depankan pada asas permusyawaratan, tetapi
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
realitasnya justru lebih mengarah pada
Soepomo menjelaskan, bahwa Majelis Per-
praktek demokrasi yang liberal dan pragma-
musyawaratan Rakyat ialah penyelenggara
tisme politik, praktek-praktek yang sejatnya
negara yang tertinggi. Majelis itu sebagai
tidak sejalan dengan gagasan para pendiri
penjelmaan seluruh rakyat harus dibentuk
negara.
sedemikian, sehingga seluruh rakyat selu-
Oleh karena itu, perubahan UUD
ruh daerah dan seluruh golongan mempu-
Negara RI tahun 1945 perlu dipikirkan kem-
nyai wakil disitu.28
bali untuk memperkuat peran dan posisi MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit FHUI, Jakarta, 2004, h. 278 27Muhammad Yamin mengemukakan tiga dampak positif suatu musyawarah, yaitu: (i) dengan musyawarah manusia memperluas perjuangannya; (ii)dengan musyawarah suatu masalah tidak hanya dipikirkan oleh perorangan; dan (iii) permusyawaratan menghilangkan misunderstanding atau salah pengertian. Di samping itu, musyawarah dipandang sebagai suatu kekuatan karena dengan musyawarah, rasa tanggung jawab dan kewajiban dapat ditingkatkan. Dalam struktur masyarakat indonesia yang asli kepala desa selalu bermusyawarah dengan warga desa nya secara langsung, apabila ada suatu hal yang akan diputuskan yang menyangkut kepentingan seluruh warga desa. Dalam perkembangan berikutnya permusyawaratan dilakukan melalui perwakilan, sistem perwakilan seperti ini dapat dilihat dalam rapat Negeri, Nagari, Marga dan Desa. 28Susunan dan bentuk majelis itu terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah
Tetapi hendaknya MPR dalam melakukan perubahan tersebut harus melakukan interpretasi dengan pendekatan sejarah dengan menggunakan referensi dan dokumen yang otentik, terutama memahami pokok-pokok pikiran para pendiri Negara yang muncul dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Panitia kecil berkeyakinan bahwa seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat, yang memegang kedau-latan negara. Lihat RM. A.B. Kusuma, Op, Cit, h. 361.
32 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 21 - 32
dalam perdebatan di sidang-sidang BPUPKI.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Ilmu
Hal ini penting untuk menjaga kesinam-
Negara
dan
Politik,
bungan gagasan dalam membangun Negara
Jakarta-Bandung, 1981.
Eresco,
Kesatuan RI yang utuh dan kuat. B. Peraturan perundang-undang-an Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Tahun 1945, Sekjen MK, Jakarta,
Asshiddiqie, Jimly,Konstitusi dan Konstitu-
2010.
sionalisme, Konstitusi Press, Jakarta, 2006.
Risalah Sidang BPUPKI, Sekretariat Negara
-------------------------, Gagasan Kedaulatan
RI, Jakarta, 1995.
Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994. Dahl, Rober On Democracy, edisi terjemahan Bahasa Indonesia, Perihal demokrasi, Penerbit Obor, Jakarta, 2001. Kusuma,
RM.
A.B.,Lahirnya
Undang-
Undang Dasar 1945, Badan Penerbit FHUI, Jakarta, 2004. Latif, Yudi, Negara Paripurna, Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011. Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1983.