BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Organisasi hadir dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Menurut Pace dan Faules (1993, hal.11 ) organisasi dilihat dari dua macam perspektif yaitu subjektif dan objektif. Dalam perspektif objektif
organisasi dimaknai
sebagai sesuatu yang bersifat fisik atau konkret (Pace & Faules 1993). Wujud dari adanya organisasi dapat kita lihat secara nyata melalui panca indera yang kita miliki. Dalam pendekatan subjektif, organisasi dimaknai sebagai kegiatan yang dilakukan oleh sekolompok orang (Pace & Faules 1993). Ada interaksi dan proses yang terjadi yang kemudian diartikan sebagai proses organizing. Penelitian ini menggunakan perspektif subjektif yang akan digunakan untuk memahami organisasi. Studi tentang organisasi
dengan menggunakan
pendekatan subjektif lebih berfokus pada proses perilaku anggota organisasi sebagai inti dari proses pengorganisasian (Pace & Faules 1993). Proses pengorganisasian dimaknai sebagai proses anggota memaknai lingkungan (enactment), menyimpan makna tersebut dalam benaknya (retention), dan proses pengambilan keputusan (Pace & Faules 1993). Jadi bagaimana anggota organisasi memaknai kondisi lingkungan akan menjadi dasar pembuatan keputusan organisasi. Lingkungan bagi suatu organisasi berpengaruh sangat penting, karena lingkungan dapat mempengaruhi perilaku individu di dalam suatu organisasi
1
(Pace & Faules 1993). Hicks dan
Ray (1976, hal. 405) mendifinisikan
lingkungan: “ The environment serves as a source of energy, supply, and approval to the organization. Since the environment itself is continually changing, this adaptation process of the organization‟s search for its “ecological niche” must also be a dynamic, sensitive process.” Lingkungan berfungsi sebagai sumber energi, pasokan, dan penerimaan bagi organisasi (Hicks & Ray 1976). Lingkungan terus mengalami perubahan yang
menimbulkan
tuntutan
bagi
organisasi
untuk
beradaptasi.
Mencari keseimbangan ekologi harus menjadi proses yang dinamis, sensitif. Sifat lingkungan yang dinamis dan sensitif terlihat di era Soeharto dan era reformasi. Menurut Antonio Gamci ( dalam Budiman 2006) di masa kepemimpinan Soeharto kekuasaan berdasarkan dua pilar utama, yaitu pilar ideologi dan pilar militer. Dalam kekuasaan yang ditanamkan melalui militer, rakyat terus menerus diancam dan ditakuti agar tunduk kepada para penguasa, khususnya kepada Soeharto (Budiman 2006). Puncak kejayaan militer pada masa orde baru ditandai dengan diberikannya legitimasi dan legalisasi kepada militer ( ABRI) untuk terjun dalam ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya ( Istyaningrum 2005). Kekuasaan militer mengharuskan para penguasa untuk tetap bersiaga agar rakyat tidak memberontak (Budiman 2006). Dalam kondisi kekuasaan, warga selalu memiliki ketakutan untuk mengungkapkan aspirasinya, untuk itu ideologi diperlukan. Melalui ideologi, kesadaran individu dapat dimanipulasi sehingga rakyat melihat pemimpinnya (Soeharto) bukan sebagai penindas, melainkan sebagai pelindung (Budiman 2006).
2
Di era pasca orde baru perbedaan terlihat mulai jelas, dimana era orde baru yang sarat akan konflik menjadi lebih stabil dan mulai memasuki era reformasi (Yazid 2011). Militer yang masuk ke segala lini pemerintahan dan menjadi momok menakutkan bagi masyarakat mengalami perubahan seiring dengan terpilihnya masyarakat sipil sebagai menteri ketahanan (Yazid 2011). Masyarakat yang sedang tertidur di era orde baru, pada era pasca orde baru menjadi masyarakat madani yang berani tampil dan bangkit. Sangat disayangkan keberanian tampil dan bangkit tersebut menjadi “kebablasan” ( Budiman 2006). Masyarakat yang madani membawa dampak terhadap jalannya organisasi. Perubahan sosial politik di masa pasca orde baru membawa dampak pada industri pertambangan. Era orde baru perebutan lahan masyarakat oleh organisasiorganisasi
tambang
mendapat
dukungan
militer.
Organisasi-organisasi
dipersenjatai militer oleh pemerintah. Izin beroperasi sebelum otonomi terhadap pertambangan dan eksploitasi sumber daya alam saling tumpang tindih. Tak pernah ada izin yang diminta kepada masyarakat setempat yang tinggal di areal tersebut (Sugandi 2012). Data lain mengungkapkan bahwa sepanjang 1982-1991, lebih dari 500 pondok Pangerebo dibongkar paksa aparatur keamanan bersama PT Kelian Ekuatorial Mining Kalimantan Timur (Maemunah 2011). Kematian warga adat di sekitar tambang PT Freeport Indonesia diduga terkait dengan militer (Maemunah 2011). Sementara itu PT Inhutani II yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN) menggunakan militer untuk meredam konflik (Moeliono, Eva & Godwin 2009). Warga Loreh dan Langap yang merupakan daerah operasi PT
3
Inhutani II hanya dapat memanen kayu untuk digunakan sebagai bahan baku pembangunan rumah warga dan bahan baku bangunan publik dengan seizin HPH (Moeliono, Eva & Godwin 2009). Pertambangan merupakan industri yang strategis, yang melibatkan nilai investasi yang besar, untuk itulah dukungan kemanan dari militer sangat diperlukan oleh organisasi-organisasi tambang. Organisasi-organisasi profit era orde baru sebagian besar didominasi oleh militer. Organisasi tambang, minyak, dan gas memiliki kontrak dengan pemerintah. Kontrak tersebut disepakati dengan pembayaran sejumlah royalti kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat akan memberikan jaminan keamanan kepada organisasi-organisasi tersebut. Industri pertambangan membutuhkan jaminan keamanan karena melibatkan nilai investasi yang tinggi, untuk itu pemerintah menyediakan jaminan keamanan melalui pendekatan militer (ABRI) ( Wirisudarmo 2001). Pasca orde baru, apabila kita tidak mendapatkan izin beroperasi dari komunitas, organisasi tidak dapat beroperasi. Militer sudah tidak memiliki wewenang sepenuhnya untuk meredam komunitas yang semakin memberontak. Pemerintah tidak dapat menggunakan militer karena mendapat sorotan berbagai pihak, baik dunia internasional maupun lembaga swadaya masyarakat atau pun organisasi kemasyarakatan lainnya. Seperti yang dialami oleh warga PT Inhutani II yang menuntut hak mereka atas operasi yang dilakukan organisasi. Warga tidak segan-segan untuk berdemonstrasi untuk menuntut hak mereka, melakukan boikot kepada organisasi dengan menutup akses jalan operasi dan menyita peralatan organisasi (Moeliono,
4
Eva & Godwin 2009). Masyarakat menjadi sangat frontal dan berani untuk mengungkapkan aspirasinya kepada pemerintah maupun organisasi-organisasi yang selama ini merebut lahan mereka untuk beroperasi. Dari kedua contoh era orde baru dan pasca orde baru, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kondisi lingkungan politik yang berbeda. Apabila dilihat dari lingkup organisasi, perbedaan terlihat dari relasi antara organisasi dengan stakeholder. Salah satu stakeholder terdekat organisasi adalah komunitas. Relasi yang terjadi era orde baru dan pasca orde baru mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang lebih madani. Organisasi hadir dan beroperasi dari masa ke masa ikut terlibat bahkan menjadi aktor di dalam kondisi lingkungan yang dinamis dan terus mengalami perubahan. Seiring dengan era reformasi, isu-isu tentang relasi organisasi dengan stakeholder mulai disorot berbagai macam pihak. Baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu yang peneliti gunakan adalah Isu mengenai tata kelola organisasi, human rights, kerusakan lingkungan, perlindungan terhadap konsumen, dan lain sebagainya yang diangkat oleh ISO 26000. Isu-isu yang diangkat tersebut merupakan isu dunia yang diangkat untuk menjadi perhatian bagi organisasi ( ISO 26000). Tuntutan terhadap organisasi yang datang dari berbagai pihak pasca orde baru sangat tinggi. Organisasi harus mampu merespon perubahan lingkungan yang dinamis tersebut dengan mampu mengakomodir keinginan dari para stakeholder terkait berbagai isu mengenai tanggung jawab organisasi.
5
Menurut Weick (1993) anggota organisasi menciptakan ulang lingkungan mereka untuk membuat makna atau interpretasi terhadap peristiwa atau kejadian yang terjadi di lingkungan. Dengan melakukan interpretasi terhadap lingkungan, organisasi berusaha untuk merespon perubahan lingkungan. Salah satu respon yang dilakukan organisasi pasca orde baru adalah dengan menjalin relasi dengan stakeholder terdekat perusahaan yaitu komunitas. Terdekat yang dimaksud adalah dekat dalam cakupan geografis. Hubungan komunitas merupakan hasil konstruksi organisasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Komunitas menjadi lebih frontal, karena itu komunitas harus mendapat perhatian lebih. Mengembangkan hubungan adalah kunci untuk melakukan koordinasi interpersonal, dan komunikasi seseorang merupakan
alat
yang
digunakan
orang
untuk
membangun
dan
memelihara hubungan yang efektif (Kreps 1986, hal. 6). Menurut Moore (2002, hal.65) definisi komunitas adalah: “ Sekelompok orang yang hidup ditempat yang sama, berpemerintahan yang sama dan mempunyai kebudayaan dan sejarah yang sama pada umumnya turun temurun. Orang-orang yang hidup dalam komunitas dengan lembaga-lembaga membuat mereka saling bergantung satu sama lainnya. Mereka tidak dapat menikmati kehidupan yang baik tanpa lembaga-lembaga tersebut, begitu pula lembaga itu hanya dapat hidup dengan izin dan dukungan dari mereka.” Hubungan yang baik dengan lingkungan atau komunitas sekitar organisasi akan memberi dampak baik bagi organisasi itu sendiri. Organisasi akan terhindar dari masalah-masalah yang timbul dari dalam organisasi maupun dari lingkungan sekitar organisasi yang menyebabkan produktivitas suatu organisasi terganggu.
6
PT Badak NGL yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur termasuk di antara organisasi tambang terbesar di Indonesia. Lebih spesifik lagi, PT Badak NGL bahkan tercatat sebagai organisasi pengolahan gas alam cair (NGL) terbesar di dunia. Sebagai organisasi bertaraf internasional, PT Badak NGL merupakan badan usaha milik negara yang bersifat non profit (Yohana 2011). PT Badak NGL terbentuk ketika ditemukannya cadangan gas di daerah Muara Badak. Shareholder utamanya terdiri dari tiga organisasi asing yaitu Vico, Jilco, dan Total E&P Indonesie yang bekerjasama dengan Pertamina sebagai organisasi milik negara kemudian menandatangani kontrak kesepakatan kerja pada 1973. Mulai saat itu berdirilah PT Badak NGL di daerah Bontang Kalimantan Timur yang saat itu masih berstatus desa. Saat berdiri PT Badak NGL pada 1973 dan PT Pupuk Kaltim 1977, Desa Bontang kemudian dipersiapkan untuk menjadi kota industri dan statusnya menjadi kota Bontang (Yohana 2011). Melihat jenis usaha yang dilakukan yaitu pengolahan gas alam cair dan merupakan usaha yang bernilai investasi tinggi. PT Badak NGL berada pada lingkungan yang dinamis dimana tuntutan dari para stakeholder khususnya komunitas tinggi. Sebagai contoh yang terkait ketika PT Badak NGL mendapat tuntutan dari pemerintah untuk membuka bandar udara yang tadinya tertutup dan dikhususkan untuk keperluan operasi perusahaan dan karyawan diubah menjadi bandar udara umum yang dapat dipergunakan sebagai akses transportasi masyarakat Bontang. Lokasi bandar udara yang sangat dekat dengan kilang pengoperasian, akan memberikan dampak terhambatnya operasi perusahaan. Komunitas yang menyetujui terhadap wacana pembukaan bandara menjadi
7
bandara umum menuntut PT Badak NGL untuk segera merealisasikannya. Contoh lainnya ketika PT Badak NGL mendapat sorotan dari pihak-pihak seperti organisasi sosial kemasyarakatan seperti LSM Bina Kelola Lingkungan terkait tata kelola lingkungan dan kontribusi perusahaan terhadap komunitas sekitar. Lingkungan yang dinamis membuat tuntutan dari lingkungan sekitar PT Badak NGL semakin tinggi. Untuk merespon dinamika tersebut maka PT Badak NGL perlu menyusun suatu kebijakan. Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk respon anggota organisasi PT Badak NGL terhadap lingkungan dalam menjalin hubungan komunitas. Untuk menanggapi hal tersebut maka fenomena yang akan diteliti menggunakan teori enactment. Teori enactment digunakan di dalam penelitian ini untuk mamahami interaksi komunikasi organisasi yang terjadi. Teori enactment memiliki pandangan bahwa organisasi mampu menciptakan lingkungan sendiri (Weick 1995). Lingkungan menjadi penentu utama bagaimana organisasi mampu menginterpretasikan setiap kejadian di lingkungan yang berdampak bagi organisasi. Dalam teori ini, lingkungan dikonstruksikan di dalam benak individu. Dalam proses enactment yang menjadi kata kunci adalah equivocality. Equivocality merujuk pada ketidakpastian. Ketidakpastian mengacu pada informasi yang diterima memiliki makna ganda atau lebih. Kejadian yang terjadi pada era Soeharto dan pasca Soeharto dapat dimaknai secara berbeda oleh setiap organisasi. Pemaknaan yang berbeda-beda tersebut bergantung pada kemampuan organisasi dalam menginterpretasikan lingkungan mereka. Kondisi equivocality
8
inilah yang kemudian diseleksi dan proses retensi yang kemudian melahirkan suatu kebijakan di suatu organisasi. Maka menarik untuk diketahui bagaimana proses PT Badak NGL dalam mengkonstruksi kebijakan untuk menjalin hubungan dengan komunitas dengan berdasarkan teori enactment Karl Weick. B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah proses konstruksi kebijakan hubungan komunitas PT Badak NGL? C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin penulis dapatkan dari penelitian ini nantinya adalah: 1. Untuk mengetahui proses kontruksi kebijakan hubungan komunitas PT Badak NGL. 2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang diinterpretasikan sebagai faktor pembentuk proses penyusunan kebijakan hubungan komunitas PT Badak NGL. D. MANFAAT PENELITIAN D.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan akademis mengenai proses konstruksi kebijakan manajemen PT Badak NGL dalam
menjalin hubungan
dengan komunitas. Penelitian ini dapat menjadi sumbangan pikiran untuk kajian
9
hubungan komunitas dalam penelitian selanjutnya ataupun menjadi referensi untuk penelitian sejenis. D.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap kebijakan manajemen PT Badak NGL untuk menjalin hubungan dengan komunitas. Pembahasan lebih lanjut terkait manfaat penelitian ini akan dipaparkan pada bagian analisis sub bagian „ implikasi hasil penelitian terhadap praktek PR‟.
E. KERANGKA TEORI
Dalam kerangka teori berikut ini akan dijelaskan mengenai pendekatanpendekatan yang digunakan sebagai landasan untuk memahami penelitian tentang proses konstruksi kebijakan manajemen dalam menjalin hubungan dengan komunitas. Sub bab ini dibagi ke dalam empat bagian. Bagian pertama akan memaparkan pendekatan organisasi yang dipakai, yaitu pendekatan subjektif. Selanjutnya, sub bab ini akan membahas teori enactment yang menjelaskan proses pengorganisasian dalam organisasi. Bagian akhir kerangka teori akan membahas konsep hubungan komunitas yang menjadi bagian dari fungsi public relations. E.1 Organisasi Untuk melihat pendekatan yang digunakan oleh organisasi, sebelumnya akan dibahas konsep mengenai realitas sosial. Bahwa konsep mengenai realitas sosial inilah yang kemudian digunakan untuk pendekatan yang digunakan oleh
10
organisasi. Menurut West dan Turner (2008, hal.19) ontologi merupakan pandangan mengenai sifat manusia. Ontologi dilihat sebagai seberapa banyak pilihan dan kehendak yang dimiliki oleh manusia. Ditambahkan lagi bahwa asumsi-asumsi yang manusia buat merupakan kepercayaan mengenai realitas dasar (West & Turner 2008). Asumsi ontologi dapat dimaknai sebagi asumsi dasar tentang sifat manusia. Di dalam realitas sosial terdapat dua pandangan tentang sifat dasar manusia, yaitu pandangan subjektif dan objektif. Dalam pandangan objektif, adanya peristiwa objek-objek dan perilaku merupakan sesuatu yang eksis dan nyata (Pace & Faules 1993). Dalam pandangan subjektif realitas dipandang konstruksi sosial (Pace & Faules 1993). Pandangan-pandangan ini merupakan pandangan yang digunakan sebagai konsep dasar tentang manusia yang kemudian dijadikan sebagai konsep dasar organisasi. Dalam penelitian ini pandangan subjektif merupakan fokus sebagai pandangan yang digunakan terkait penelitian ini. Pandangan subjektif digunakan karena objek penelitian yang digunakan merupakan proses kontruski kebijakan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Pandangan organisasi yang diadopsi dari pandangan mengenai realitas sosial ini pun akan difokuskan pada pandangan subjektif. Melalui tabel dibawah ini akan dipaparkan mengenai asumsi utama ontologi dan sifat manusia yang menjadi konsep dasar bagi pandangan subjektif.
11
Subjektif Asumsi ontologis
Asumsi mengenai sifat manusia
Realitas sebagai proyeksi imajinasi manusia Realitas sebagai konstruksi sosial Realitas sebagai wacana simbolik Manusia sebagai makhluk trancendental Manusia menciptakan realitas Manusia sebagai aktor sosial
Gambar 1: Tabel Asumsi Ontologi dan Sifat Dasar Manusia (Pace & Faules, 1993:6)
Dalam pandangan subjektif mengenai asumsi ontologis ada tiga konsep mengenai realitas. Konsep yang pertama adalah realitas sebagai proyeksi imajinasi manusia. Konsep ini menjelaskan bahwa realitas merupakan prosesproses menilai dan menafsirkan fenomena di lingkungannya sebelum memahami makna yang akan dinyatakan ( Pace & Faules 1993). Konsep asumsi ontologis yang kedua adalah realitas sebagai konstruksi sosial. Konsep ini menjelaskan bahwa dunia sosial merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Di dalam realitas sosial tidak dapat ditemukan sesuatu yang konkret, namun dalam realitas sosial yang dapat ditemukan adalah kostruksi simbolik. Konstruksi simbolik dalam realitas sosial dapat ditemukan melaui bahasa, tindakan, dan rutinitas ( Pace & Faules 1993). Konsep yang terakhir adalah realitas sebagai wacana simbolik. Konsep ini menjelaskan bahwa dunia sosial merupakan suatu pola hubungan dan makna simbolik yang ditopang melalui proses tindakan dan interaksi manusia (Pace & Faules 1993).
12
Asumsi yang kedua merupakan asumsi mengenai sifat manusia, dimana di dalam asumsi mengenai sifat manusia ini terdapat dua pandangan yang berbeda yaitu subjektif dan objektif seperti pada asumsi yang pertama yaitu asumsi ontologis. Ada tiga konsep dalam pandangan subjektif. Konsep yang pertama adalah manusia sebagai makhluk transendental. Konsep ini menjelaskan bahwa manusia membentuk dunia di dalam alam pengalaman mereka sendiri secara langsung (Pace & Faules 1993). Konsep yang kedua adalah manusia menciptakan realitas. Manusia menciptakan realitas mereka dengan cara-cara yang mendasar agar dunia mereka dapat dijelaskan kepada pribadi mereka sendiri ataupun kepada orang lain. Setiap individu dapat bekerja sama untuk menciptakan realitas bersama, meskipun realitas tersebut bersifat subjektif dan dapat hilang ketika anggota yang lainnya tidak menerima realitas yang telah diciptakan tersebut (Pace & Faules 1993). Konsep terakhir dari pendekatan subjektif adalah manusia sebagai aktor sosial. Manusia dapat memberikan sumbangan kepada pembentukan realitas dengan cara menfsirkan lingkungan dan mengarahkan tindakan mereka dengan cara yang bermakna. Dalam hal ini manusia merupakan aktor yang memiliki kemampuan untuk menafsirkan, mengubah, dan kadang-kadang menciptakan naskah yang mereka mainkan diatas panggung kehidupan (Pace & Faules 1993). Dari penjelasan mengenai tabel konsep dasar tentang manusia tersebut, dapat dijadikan acuan untuk melihat konsep dasar organisasi. Di mana dalam konsep dasar organisasi terdapat pandangan subjektif. Organisasi pun dapat dipandang melalui pandangan subjektif. Dalam penelitian ini pandangan subjektif
13
akan dijadikan sebagai dasar pemikiran sesuai dengan topik penelitian di mana kebijakan suatu organisasi merupakan hasil konstruksi dan interpretasi organisasi terhadap lingkungannya. Dalam pendekatan subjektif, organisasi merupakan kegiatan yang dilakukan orang-orang. Organisasi terdiri dari tindakan-tindakan interaksi, dan transaksi yang melibatkan orang-orang. Organisasi diciptakan dan dipupuk melalui kontak-kontak yang terus menerus berubah yang dilakukan orang-orang antara yang satu dengan lainnya dan tidak eksis secara terpisah dari orang-orang yang perilakunya membentuk organisasi tersebut ( Pace & Faules 1993). Proses pengorganisasian akan menghasilkan suatu organisasi. Organisasi merupakan sebuah kata benda, sementara pengorganisasian merupakan suatu proses atau aktivitas. Organisasi memiliki struktur, namun suatu organisasi dapat tampil dan bertindak ditentukan berdasarkan struktur yang ditetapkan oleh polapola reguler perilaku yang saling bertautan (Weick 1979). Perilaku yang saling bertautan dimaksudkan apabila perilaku antara satu orang dan lainnya yang merupakan anggota organisasi saling bergantung. Melihat perbedaan pendekatan tersebut, (Weick 1979) menyederhanakan makna dari pendekatan objektif dan subjektif. Dalam pendekatan subjektif memaknai organisasi sebagai mengorganisasikan perilaku. Organisasi dimaknai sebagai kata kerja yang terus berubah sesuai dengan pemaknaan serta interpretasi individu organisasi. Perilaku dan tindakan spesifik merupakan kekuatan dominan dalam organisasi. Dalam pandangan subjektif, struktur akan berlangsung apabila
14
ditopang oleh interaksi. Melalui sarana simbolik, orang-orang mengembangkan realitas, meskipun realitas tersebut bermakna ganda. Dalam pandangan ini, manajemen dapat melakukan penekanan pada penemuan mengenai bagaimana realitas ganda tersebut, apa yang diketahui bersama, dan apa pengaruh penemuan tersebut terhadap pembuatan keputusan dalam organisasi. Manajemen dapat menjadi peka terhadap konstruksi realitas (Pace & Faules 1993). Mempelajari organisasi adalah mempelajari perilaku pengorganisasian, dan inti perilaku tersebut adalah komunikasi
Pace & Faules (1993, hal.85).
Dalam pembahasan berikutnya, akan dipaparkan mengenai teori enactment. Dalam teori enactment, akan dilihat bagaimana organisasi melihat satu kejadian atau lingkungan menjadi berbagai macam interpretasi. E.2 Teori Enactment Teori enactment merupakan teori yang digunakan di dalam penelitian ini untuk mamahami proses pengorganisasian yang terjadi dalam organisasi dalam menghadapi adanya perubahan lingkungan ( Pace & Faules 1993). Penelitian ini menggunakan pengembangan teori enactment yang dikembangkan oleh Karl Weick (Pace & Faules 1993). Teori enactment Karl Weick merupakan adaptasi dari ketiga teori, yaitu teori evolusi sosiokultural Darwin,
teori informasi
organisasi, dan general sistem teori. Teori enactment memiliki pandangan bahwa organisasi memiliki karakteristik kompleksitas dan perubahan lingkungan yang dipersepsikan manajemen secara kolektif. Dalam teori enactment, lingkungan merupakan penentu segala hal mulai dari rancangan organisasi sampai perilakuperilaku organisasi yang khas (Pace & Faules 1993). 15
Enactment bukan hanya sekedar persepsi. Sebaliknya, enactment adalah proses di mana individu membangun, menata kembali,
dan menghancurkan
banyak fitur obyektif' dari lingkungannya. Dalam teori enactment, organisasi tidak hanya berinteraksi dengan lingkungan mereka, tetapi organisasi menciptakan lingkungan mereka sendiri (Pace & Faules 1993, hal.82). Teori ini berhubungan dengan studi organisasi, karena anggota organisasi tidak dapat memisahkan diri sebagai individu dan tentang bagaimana mereka menerapkan makna tertentu pada diri mereka sendiri, orang lain disekitar mereka, dan lingkungan (Weick 2001 hal.179). Setiap
organisasi
memiliki
tingkat
kompleksitas
dan
perubahan
lingkungan yang berbeda-beda, bergantung pada persepsi mereka terhadap ketidakpastian lingkungan. Kompleksitas dan perubahan lingkungan menuntut para pengambil keputusan (manajer) untuk menyiapkan respon yang baik terhadap ketidakpastian lingkungan. Respon organisasi terhadap perubahan lingkungan, yang akan menentukan bagaimana bentuk aksi, reaksi, dan interpretasi setiap organisasi terhadap ketidakpastian lingkungan (Hatch & Cunliffe 2006). Teori enactment menjelaskan tentang hubungan antara aktivitas organisasi dengan lingkungan. Lebih jelas dikatakan bahwa orang yang tinggal di sebuah lingkungan akan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Kata kunci dalam teori enactment adalah “equivocality”. Equivocality merujuk pada ketidakpastian. Ketidakpastian mengacu pada informasi yang diterima memiliki makna ganda atau lebih. Untuk mengurangi ketidakpastian digunakan perilaku-
16
perilaku bijaksana yang saling bertautan ( Weick 2009). Para pembuat keputusan akan menginterpretasikan lingkungan mereka masing-masing dan selanjutnya akan saling berkomunikasi untuk menentukan intrepretasi yang akan ditetapkan. Interpretasi yang telah ditetapkan selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan (Pace & Faules 1993). Kreps (1986, hal.117) menambahkan bahwa equivocality merupakan tingkat pemahaman anggota organisasi terhadap pesan yang akan diresponnya. Aspek-aspek dari equivocality adalah tingkat ambiguitas, kompleksitas, dan ketidakjelasan pesan (Kreps 1986). Weick ( 2001, hal.183) menambahkan jika lingkungan organisasi menjadi kompleks, maka organisasi hanya bisa bereaksi berdasarkan pengalaman para pembuat keputusan dalam ketidakpastian tersebut. Weick (dalam Kreps 1986, hal.118) kemudian mengidentifikasi dua proses komunikasi yang saling berhubungan yang digunakan oleh organisasi untuk mengatasi ketidakjelasan terhadap informasi yang masuk. Dalam hal ini aturan digunakan untuk melihat aktivitas dimana anggota organisasi memberikan respon terhadap informasi yang masuk.
Proses yang pertama adalah aturan yang
digunakan untuk mengetahui tingkat keakraban atau ketidakjelasan dalam pesan yang masuk kedalam organisasi. Kedua, aturan yang digunakan untuk mencari tanggapan terhadap standar pesan pada organisasi yang sesuai dengan pesan yang masuk. Organisasi dapat dengan mudah merespon pesan sederhana yang masuk ke dalam organisasi dengan aturan yang telah ditetapkan. Organisasi merepresentasikan proses yang cenderung tetap dalam proses pengorganisasian, dengan menggandakan informasi yang kompleks dan ambigu.
17
Pengorganisasian diarahkan untuk mengurangi ketidakpastian informasi yang berasal dari lingkungan. Model pengorganisasian menggambarkan bagaimana organisasi mengurangi ketidakpastian informasi yang berasal dari lingkungan melalui kinerja dari perilaku siklus komunikasi yang saling berhubungan dan interaksi ganda. Interaksi ganda dimaknai sebagai tiga perlakuan yaitu: tindakan, respon, dan penyesuaian (Weick 2009). Dalam proses pengorganisasian, suatu organisasi melalui tiga tahap utama, yaitu: enactment, seleksi, dan retensi Kreps (1986, hal.122).
Ecological change
Enactment
Selection
Retention
Gambar 2. Fase Pengorganisasian dan Umpan Balik ( Kreps, 1986:124)
Tahap pertama yaitu enactment menjelaskan bahwa organisasi berada diantara suatu lingkungan. Tahap enactment mengisyaratkan bahwa organisasi menciptakan kembali lingkungannya. Menciptakan kembali dimaksudkan ketika suatu organisasi memberikan makna kepada setiap peristiwa atau informasi yang masuk ke dalam organiasasi melalui sebuah proses. Dalam tahap enactment, organisasi dibuat untuk memahami perubahan informasi mengenai lingkungan mereka (Kreps 1986). Tahap kedua yaitu seleksi menjelaskan bahwa bagaimana aturan dan siklus yang telah dijalankan oleh organisasi berdampak pada equivocality dari suatu informasi yang masuk ke dalam organisasi. Lebih jauh lagi dijelaskan
18
bagaimana siklus tersebut kemudian diulang kembali oleh organisasi sebagai masukan bagi proses yang akan datang. Dasar yang digunakan pada tahap seleksi ini merupakan aturan dan siklus tambahan yang dipilih dan diulang kembali untuk mengurangi eqivocality atas informasi-informasi yang masuk kedalam organisasi. tahap seleksi memungkinkan organisasi untuk lebih memahami dan bereaksi terhadap informasi yang masuk ke dalam organisasi (Kreps 1986). Tahap yang terakhir adalah retensi. Tahap ini menjelaskan bahwa retensi merupakan informasi tentang cara organisasi merespon perbedaan informasi yang masuk dengan mengumpulkan dan menyimpan informasi tersebut. Variasi dari siklus komunikasi kemudian dikembangkan dan digunakan oleh organisasi untuk memproses ketidakjelasan informasi untuk kemudian dilakukan evaluasi terhadap informasi yang berguna bagi organisasi. Apabila organisasi mampu memproses ketidakjelasan tersebut dengan baik, maka aturan tersebut dapat digunakan untuk memberi masukan bagi organisasi di masa mendatang. Tahap retensi digunakan sebagai tingkat kecerdasan suatu organisasi untuk menuntun mereka melakukan sebuah tindakan (Kreps 1986). Dalam pemaparan selanjutnya akan dibahas mengenai comunity relations yang merupakan fungsi dari public relations. Public relations merupakan konteks dari penelitian ini. Di dalam tahap enactment ada proses pemberian makna atau interpretasi yang dilakukan. Weick ( 2001, hal. 248) menjelaskan tentang definisi interpretasi organisasi adalah proses yang dilakukan oleh anggota organisasi untuk melihat peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar organisasi . Untuk memahami peristiwa maka dilakukan pemberian makna dan merancang skema konseptual
19
antar anggota organisasi. Weick menjelaskan di dalam bukunya Making Sense Organization tentang model interpretasi yang dilakukan organisasi:
Unanalyzable
UNDIRECTED VIEWING
ENACTING
Interpretasi terbatas, tidak rutin,
Bereksperimen, pengujian,
data informal, isu, kesempatan,
menggunakan lingkungan, belajar dari apa yang telah dilakukan
ASUMSI TENTANG ORGANISASI
peluang
Analyzable
CONDITIONED VIEWING
DISCOVERING
Menggunakan cara-cara
Penelitian formal, survey,
tradisional, pasif, rutin, data resmi
pengumpulan data, aktif
Pasif
Aktif
Gambar 3. Model Interpretasi Organisasi (Weick, 2001: 248)
Model enacting menunjukkan bahwa suatu organisasi bersifat aktif dalam melakukan
interpretasi
terhadap
lingkungannya.
Organisasi
yang
aktif,
mengasumsikan bahwa lingkungan tidak dapat dianalisis sehingga mereka menciptakan lingkungan sendiri. Dalam model enactment proses interpretasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru. Dalam model ini aturan-aturan tradisional seperti pelaporan tahunan, data-data rutin, dan lain sebagainya tidak digunakan. Organisasi mencoba membentuk lingkungan mereka sendiri dalam melakukan interpretasi.
20
Model discovering
yang digunakan organisasi untuk melakukan
interpretasi diasumsikan melalui keterlibatan organisasi untuk menilai sesuatu yang dianggap benar. Dalam model ini organisasi meyakini bahwa lingkungan dapat dianalisis, sehingga mereka tidak perlu membentuk lingkungan sekitar. Organisasi dalam model ini berasumsi bahwa sejauh mana informasi atau data yang mereka dapat merupakan sesuatu yang dinilai benar adanya. Dalam model conditioned viewing, organisasi mengasumsikan bahwa lingkungan merupakan sesuatu yang dapat dianalisis sehingga organisasi meyakini bahwa tidak perlu untuk terlibat lebih dalam dalam mempelajari lingkungan sekitar. Dalam model ini organisasi cenderung menggunakan model pengumpulan data dan melakukan interpretasi berdasarkan cara-cara tradisional. Cara-cara tradisional adalah dengan terbatas pada dokumen rutin, laoran, publikasi, dan sistem informasi yang sudah digunakan oleh organisasi selama bertahun-tahun. Model interpretasi yang terakhir adalah model undirected viewing. Dalam model ini organisasi bersifat pasif dalam melakukan interpretasi, namun dalam model ini organisasi tidak hanya bergantung pada data-data objektif saja. Organisasi mengasumsikan bahwa lingkungan tidak dapat dianalisis sehingga anggota organisasi dalam melakukan interpretasi terbatas pada informasi yang diterima. Mereka mengasumsikan bahwa informasilah yang membentuk lingkungan mereka. Hanya saja dalam model ini, organisasi tidak didasarkan atas manajemen formal. Sehingga informasi yang masuk didasarkan atas relasi non formal.
21
E.3 Public Relations
Peran komunikasi timbal balik saat ini dalam suatu organisasi merupakan hal yang mutlak. Biasanya peran tersebut diserahkan kepada pihak PR. Merujuk pada buku terjemahan Effective Public Relations karangan Scot M. Cutlip dkk. „Public Relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip dkk. 2006, hal. 6.).‟ Dapatlah dipetakan konsep PR secara umum. Fungsi manajemen yang memiliki pemahaman bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PR merupakan aksi yang berkesinambungan dan diawali dengan riset, perencanaan, aksi dan evaluasi didalamnya. Hubungan yang baik perlu dibangun jika memang selama ini belum terbangun dengan baik, dan jika sudah terjalin maka perlu ada usaha untuk mempertahankannya bahkan meningkatkannya. Hubungan yang baik dan bermanfaat dipahami sebagai sebuah situasi mutual understanding, dan dalam pelaksanaannya dibutuhkan komunikasi yang terbuka dan timbal balik. Kalimat selanjutnya menekankan pada publik yang mempengaruhi kesuksesan dan juga kegagalan. Artinya publik tersebut adalah pihak yang bersinggungan baik secara fisik maupun non fisik dengan organisasi baik secara langsung maupun tidak. Public relations sesungguhnya sebagai alat manajemen modern secara struktural merupakan bagian integral dari suatu kelembagaan atau organisasi (Ruslan 2007). Public relations bukanlah merupakan fungsi terpisah dari fungsi kelembagaan atau organisasi, PR melekat pada manajemen organisasi. Adapun fungsi PR sebagai berikut:
22
E.3.1 Fungsi manajemen
Fungsi manajemen memiliki dua makna. Dalam arti luas, fungsi Public Relations dijalankan oleh setiap unit di dalam organisasi. Unit Public Relations memastikan bahwa setiap manajer unit dalam organisasi menyadari perannya sebagai komunikator yang mewakili organisasi. dalam arti sempit fungsi manajemen diartikan sebagai fungsi komunikasi yang perlu dikelola secara khusus, terencana, dan terpadu untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Ada dua fungsi utama yang dijalankan oleh unit Public Relations. Pertama, unit Public Relations membantu pimpinan organisasi untuk menemukan jati diri organasasi berdasarkan harapan stakeholder dan yang harus dilakukan organisasi untuk menyikapinya. Implementasi yang berkaitan dengan fungsi utama yang pertama adalah pendefinisian visi, misi, tujuan, kebijakan serta aturan organisasi oleh unit Public Relations. Kedua, unit Public Relations membantu organisasi dalam melakukan perubahan. Unit Public Relations merupakan unit yang secara berkelanjutan melakukan monitoring dan berinteraksi langsung dengan lingkungan sehingga unit Public Relations dapat membantu perusahaan untuk melakukan adaptasi dan memberikan inovasi agar perusahaan tetap dapat bertahan hidup. Fungsi manajemen digunakan karena terkait dengan topik penelitian yang dilakukan. Implementasi dari fungsi manajemen yang dijalankan oleh unit Public Relations adalah terkait dalam pendefinisian kebijakan dalam suatu organisasi. Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008, hal.190 edisi keempat) didefinisikan sebagai:
23
„Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintah, organisasi, dsb).‟ Kebijakan didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang digunakan sebagai dasar oraganisasi untuk melakukan perencanaan ataupun dasar untuk melakukan suatu tindakan. Dalam konteks penelitian ini unit Public Relations dapat membantu fungsi manajemen untuk memberikan masukan terkait kebijakan-kebijakan yang akan dirancang. Seperti yang diungkapkan oleh Seitel (2011) unit public relations dapat memberikan laporan kepada top management. Laporan yang diberikan terkait temuan di lapangan mengenai fisolofi manajemen, kebijakan perusahaan, dan program-program yang dijalankan oleh perusahaan. Menurut Seitel (2011 hal.113) public relations dapat menjadi organisational interpreter bagi manajemen. Terkait dengan penelitian ini, public relations dapat membantu manajemen untuk melakukan interpretasi terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu public relations harus memiliki kredibilitas dan objektif dalam melakukan interpretasi. Menurut Seitel (2011) untuk dapat melakukan interpretasi, public relations harus memiliki kompetensi di bidang komunikasi, dan memiliki pengetahuan yang luas terkait bisnis organisasi yang dijalankan.
E.3.2 Fungsi Komunikasi
24
Fungsi komunikasi dijalankan oleh seluruh lini dari tiap unit dalam organisasi. Public relations memiliki tanggung jawab khusus terkait fungsi komunikasi yang kemudian terjabar sebagai berikut: 1 Public relations diharapkan dapat membangun relasi yang baik dengan pihak internal maupun eksternal yang memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah. Hal ini kemudian diimplementasikan melalui mekanisme ekpolari opini publik, menyediakan sarana umpan balik, dan menetapkan prosedur penanganan keluhan, dan lain sebagainya. 2 Public relations bertanggung jawab dalam merencanakan dan mengimplementasikan berbagai program komunikasi serta pengadaan sarana komunikasi, seperti pengelolaan konfrensi pers, kunjungan media, sosialisasi corporate identity, penyelenggaraan corporate event, dan lain sebagainya. 3 Public relations bertanggung jawab untuk menghasilkan produk komunikasi, seperti majalah karyawan, company profile, kalender, laporan tahunan, dan lain sebagainya.
E.3.3 Fungsi Hubungan Public relations memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan relasi dengan publiknya untuk menjaga stabilitas organisasi serta memperoleh dukungan publik. Relasi yang dibangun sifatnya berkelanjutan dan memiliki dasar hubungan timbal balik, kepercayaan, keterbukaan, saling menjaga kredibilitas masingmasing, serta saling memahami satu sama lain. Oleh karena itu, public relations
25
berfungsi untuk mendesain program ataupun sarana untuk secara berkelanjutan melakukan dan menjaga relasi dengan publiknya.
E.3.4 Fungsi Opini Publik Di dalam fungsi opini publik, komunikasi internal berfungsi untuk menjaga stabilitas internal, sementara komunikasi eksternal berfungsi untuk mendukung inovasi organisasi. Public relations perlu memastikan adanya opini positif karyawan terhadap organisasinya, mengingat setiap individu di dalam organisasi merupakan wakil dari organisasi di publik. Dengan adanya dukungan positif karyawan, public relations akan terbantu dalam membentuk opini publik eksternal yang positif. Public relations berfungsi untuk menciptakan opini positif publik yang sebelumnya belum terbentuk. Misalnya ketika organisasi melakukan sebuah terobosan inovatif tertentu, maka public relations dapat membantu untuk menciptakan opini positif dikalangan publik terkait inovasi tertentu. Fungsi pembentuk opini publik yang terakhir adalah public relations berfungsi untuk membantuk organisasi dalam menetralisir opini yang negatif. Opini yang negatif dapat dinetralisir dengan menggunakan kata-kata persuasif serta melakukan pendakatan dengan publik secara langsung. Menurut Grunig & Dozier ( 2002) departemen PR disusun secara horizontal agar mampu mencerminkan stakeholder suatu organisasi. Mengingat kategorisasi stakeholder disetiap organisasi berbeda-beda, sehingga departemen PR mampu mengakomodir setiap gagasan yang berbeda-beda sesuai dengan karakter masing-masing stakeholder.
26
Ada tiga hal yang mendasari prinsip-prinsip fungsi manajemen PR (Ruslan 2007, hal. 39-41): 1 Tujuan aktivitas fungsi PR adalah untuk mengembangkan dan memelihara hubungan sosial dan lingkungan hidup yang baik sesuai dengan tujuan terbaik dari pihak organisasi yang dapat meningkatkan kemakmuran bersama. PR mampu mengarahkan keputusan pimpinan organisasi untuk membantu pengembangan dan lingkungan sosial yang menguntungkan kedua belah pihak. 2 Public relations yang baik akan menciptakan penilaian hasil kinerja yang
baik,
pengakuan
dan
penghargaan
secara
umum
yang
menguntungkan organisasi. PR diharapkan mampu memelihara pelaksanaan komunikasi yang baik dengan publik sasarannya. Suatu organisasi profit mengeluarkan sejumlah dana untuk dapat menetralisir pencemaran udara dan air limbah sebagai wujud kepedulian. Selanjutnya PR mampu menciptakan apakah kepedulian yang sudah dilakukan mendapat pengakuan dan penghargaan dari publik yang positif. 3 Keberadaan organisasi hanya tergantung dari penerimaan pihak publik, dan eksistensi dari suatu organisasi dapat disesuaikan dengan hasil kontribusi terhadap kepentingan sosial sebagaimana pandangan yang sama dengan masyarakat sekitar organisasi. Kemampuan manajemen PR untuk meyakinkan bahwa kegiatan organisasi selalu memperhatkan
27
keseimbangan antara meraih keuntungan dengan kepentingan publik dan pihak lain. Sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah dipaparkan di atas, bahwa PR memiliki fungsi untuk mengembangkan dan memelihara hubungan sosial dan lingkungan hidup, salah satunya adalah komunitas. Lebih ditegaskan lagi oleh Lattimore,dkk (2010:5) bahwa pekerjaan praktisi PR meliputi riset, konseling, urusan dengan pemerintah, hubungan dengan investor, pengembangan dan pengumpulan dana, urusan multikultural, manajemen isu, hubungan dengan media, urusan masyarakat, hubungan dengan komunitas, hubungan dengan pekerja, publisitas, komunikasi pemasaran, dan promosi. Menurut Seitel (2011) secara umum Public Relations Department dikategorikan menjadi dua bagian di dalam struktur organisasi: (1) sebagai profesional staff, dan (2) sebagai profesional garis. Unit Public relations dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai profesional staff merupakan unit yang membantu atau mendukung bisnis utama dalam suatu organisasi. Unit public relations yang berfungsi sebagai profesional garis memiliki tugas utama untuk mendukung organisasi dalam mendapatkan keuntungan. E.4 Community Relations
Pemaknaan atas komunitas berbeda-beda, menurut Stewart E. Perry di dalam buku community relations ada dua pemaknaan tentang komunitas. Pertama, komunitas sebagai kategori yang mengacu pada orang yang saling berhubungan berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan bersama yang khusus.
28
Kedua, secara khusus menunjuk pada satu kategori manusia yang berhubungan satu sama lain karena didasarkan pada lokalitas tertentu yang sama yang karena kesamaan lokalitas itu secara tak langsung membuat mereka mengacu pada kepentingan dan nilai-nilai yang sama (Iriantara 2004). Tak hanya organisasi yang memiliki harapan terhadap komunitas, dengan adanya keberadaan suatu organisasi di sekitar mereka, komunitas dengan sendirinya memiliki harapan terhadap organisasi. Harapan komunitas terhadap organisasi: (1) sesuatu yang tangible seperti gaji, lapangan kerja, dan pajak; (2) intangible, seperti partisipasi organisasi, stabilitas dan keamanan, serta rasa bangga akan keberadaan organisasi (Grunig & Hunt, 1984). Bagaimana kemudian suatu organisasi dapat melakukan penilaian terhadap komunitas. Penilaian terhadap komunitas diharapkan dapat memenuhi dan mengidentifikasi bagian-bagian seperti yang diungkapkan oleh Forrest dan Renee (1997, hal.27) sebagai berikut: 1 Pokok persoalan atau isu yang diangkat baik dari segi lingkungan atau di luar lingkungan, diharapkan merupakan persoalan yang langsung bersinggungan dengan fasilitas, daerah operasi atau pun proyek yang dijalankan oleh organisasi dan merupakan isu yang benar-benar diangkat dari masyarakat. 2 Persoalan lain tentang komunitas, lingkungan, atau sikap dapat mempengaruhi fasilitas, daerah operasi, dan proyek organisasi. 3 Persepsi dan perilaku dari para stakeholder harus relevan dengan fasilitas, daerah operasi, atau proyek organisasi, dan persoalan inti komunitas.
29
4 Bagaimana menciptakan dinamika dalam setiap pengambilan keputusan dan pemetaan kekuatan di dalam masyarakat. 5 Berbagai macam saluran komunikasi dapat digunakan untuk mencapai seluruh kemampuan stakeholder. Penilaian terhadap komunitas
penting dilakukan untuk memberikan
informasi yang cukup sehingga program hubungan komunitas dapat menjadi petimbangan bagi para stakeholder untuk dapat menjali komunikasi yang efektif dengan komunitas dan tujuan dari hubungan komunitas tersebut dapat terwujud (Forrest & Renee 1997). F. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah studi deskriptif kualitatif. Dalam penelitian deskriptif kualitatif, peneliti harus mampu menggali substansi terperinci dan menyeluruh dibalik fakta. F.1 Paradigma Penelitian
Paradigma digunakan sebagai dasar penelitian karena terkait dengan dengan kerangka dan cara berpikir ilmiah. Moleong (1989, hal.49) mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai, dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas. Penelitian
ini
berdasar
pada
paradigma
interpretif.
Paradigma interpretif menganggap bahwa realitas sosial merupakan hasil dari
30
interpretasi subjektif individu (Ardalan 2008, hal.4). Paradigma interpretif melihat dunia sosial sebagai suatu proses yang diciptakan oleh individu. Penelitian interpretif dilakukan untuk memahami pengalaman orang (Chisilisa 2012, hal.33). Chilisa (2012, hal.32) menambahkan bahwa realitas merupakan hasil konstruksi sosial. Sehingga realitas bukan merupakan sesuatu yang berwujud, tetapi karena ada orang-orang yang membangun dan menciptakan realitas tersebut. Di dalam organisasi, lingkungan akan membantu organisasi untuk menginterpretasikan lingkungannya menjadi banyak makna. Proses menginterpretasikan tersebut disebut sebagai proses organizing. Proses organizing dilakukan untuk menghasilkan kebijakan hubungan komunitas. F.2 Jenis dan Tipe Penelitian Dilihat dari penelitian yang dilakukan, jenis dari penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Sarantakos (1998, hal.6) jenis penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sistem atau isu-isu sosial, memberikan informasi mengenai latar belakang isu, dan merangsang penjelasan terkait isu tersebut. Neuman (1997, hal. 20) menambahkan bahwa jenis penelitian deskriptif menggambarkan secara detil dan spesifik mengenai situasi, kondisi sosial, dan hubungan. Fokus dari jenis penelitian deskriptif adalah kepada pertanyaan bagaimana sesuatu terjadi dan siapa yang terlibat (Neuman 1997, hal.20). Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif. Menurut (Herdiansyah 2010, hal.7)
penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami
organisasi atau peristiwa yang khusus. Dijelaskan lagi oleh Creswell dalam (Herdiansyah 2010) bahwa penelitian kualitatif merupakan proses penelitian
31
ilmiah untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks. Creswell (2010, hal.7) menambahkan bahwa dinamika permasalahan manusia tidak terlepas dari konteks sosial dan budaya yang melingkupinya. Menurut Herdiansyah (2010, hal.13) penelitian kualitatif berorientasi
pada logika induktif.
Logika induktif
dimaksudkan ketika peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian dengan menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba untuk memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri. Pemahaman tentang logika induktif akan dipaparkan dalam gambar berikut ini:
Data
Uraian berdasarkan data Analisis menjadi konsep dan hipotesis berdasarkan data
Teori yang menerangkan data
Gambar 4: “Proses Penelitian Grounded (Stuart A. Schlegel)” (Usman, Husaini & Purnomo, S.A., 2008:81)
Teori dalam penelitan kualitatif tidak dapat dipastikan, namun tidak berarti bahwa penelitian kualitatif tidak memerlukan teori. Teori tetap diperlukan untuk mendukung dalam menginterpretasikan makna data yang diperoleh dalam penelitian (Usman, Husaini & Purnomo 2008). Teori yang mendukung didalam penelitian ini adalah teori enactment. Teori enactment digunakan sebagai panduan peneliti dalam menginterpretasikan dan memberi makna terhadap hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan.
32
F.3 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian berjumlah tujuh orang yang mencakup dua orang dari pihak Corporate Communication Management, meliputi senior manager dan manager. Lima orang Communication Officer yang menjalankan relasi dengan komunitas.
communication
officer
meliputi
External
Relations
Officer,
Community Relations Officer, Community Development Contract, dan Community Development Officer. Sedangkan objek penelitian ini adalah kebijakan hubungan komunitas PT Badak NGL. F.4 Jenis Data Hasil wawancara mendalam dengan subjek peneliti menjadi data primer dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder berasal dari sumber tertulis berupa annual report PT Badak NGL 2008-2011, arsip dan dokumen Corporate Communication Department. F.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah in depth interview, dimana peneliti melakukan wawancara secara mendalam untuk mendapatkan informasi yang akurat. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada responden, dan jawaban-jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam. Pada wawancara ini, penulis menggunakan panduan wawancara (interview guide). Wawancara ini dilakukan dengan tujuan dan maksud tertentu ( Moleong 2007). Menurut lincoln dan Guba dalam Moleong
33
(2007, hal.186) diungkapkan bahwa maksud mengadakan wawancara adalah untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian. Dalam melakukan wawancara dengan narasumber, peneliti menggunakan pedoman wawancara atau interview guide. Pedoman wawancara yang digunakan yaitu pedoman wawancara tidak berstruktur yang hanya memuat gambaran. F.6 Teknik Analisis Data Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata berdasarkan pendapat narasumber dan dianalisis dengan kata-kata yang melatarbelakangi narasumber berperilaku yang selanjutnya diberi makna oleh peneliti ( Usman, Husaini & Purnomo, 2008, hal.130). Dalam penelitian ini hasil wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait yang menjadi subjek penelitian diuraikan dengan kata-kata melalui verbatim wawancara yang kemudian dikategorisasikan berdasarkan kata kunci penelitian untuk selanjutnya dilakukan analisis dan diberikan makna yang sesuai dengan topik penelitian. Menurut Creswell dalam (Herdiansyah 2010, hal.162) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif dapat dilakukan dengan mereduksi data yang didapat kedalam pola-pola tertentu, kemudian melakukan kategorisasi tema yaitu memilah-milah dan menyatukan tema yang sama. Langkah berikutnya melakukan interpretasi atas kategori tersebut berdasarkan skema-skema yang ada. Terkait dengan penelitian ini data yang didapat berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan subjek penelitian kemudian dimasukkan ke dalam tabel wawancara. Selanjutnya dilakukan proses kategorisasi yakni menyatukan
34
tema yang memiliki kesamaan dengan tema penelitian. Adapun hasil wawancara yang didapatkan dikategorikan berdasarkan: (1) perkembangan struktur organisasi yang menjalankan fungsi hubungan komunitas, (2) persepsi partisipan mengenai Community Relations, (3) implementasi pelaksanaan community relations, (4) faktor-faktor yang dipersepsi membentuk kebijakan community relations. Tema yang sama kemudian diinterpretasikan oleh peneliti berdasarkan teori pendamping yaitu teori enactment.
35