1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, kemajuan zaman dan peningkatan kualitas hidup, berbagai cara berinvestasi semakin beragam dan banyak diminati. Salah satu bentuk investasi yang cukup menjanjikan adalah investasi platinum. Platinum dipandang lebih baik dari pada emas karena sifat bahan dan aplikasinya, sebagai contoh dalam kurun waktu yang sama, perhiasan emas akan tampak lebih memudar dari pada perhiasan platinum. Selain itu, platinum merupakan logam terlangka yang bisa ditemukan dilapisan bumi. Hal tersebut lah yang membuat logam mulia ini lebih high-demand dan menjadi jauh lebih mahal dari pada emas. Platinum merupakan salah satu jenis logam mulia yang mudah ditempa serta memiliki rupa putih keabuan yang menarik dan juga memiliki harga jual yang relatif stabil dan juga mahal serta sangat diminati sebagai barang investasi terutama dalam bentuk perhiasan. Semakin banyaknya peminat investasi platinum, tentunya akan semakin banyak logam platinum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maka dimulailah proses eksplorasi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan tambang logam mulia untuk menemukan sumber mineral platinum dengan kadar yang cukup tinggi dan dianggap ekonomis untuk diambil. Sayangnya sebaran mineral platinum dengan kadar yang cukup tinggi sangat sedikit sekali di
2
permukaan bumi, sehingga tidak menutup kemungkinan mineral platinum dengan kadar rendah pun akan dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dimulainya eksploitasi platinum
berkadar
rendah tentunya akan
memerlukan bahan acuan tertentu yang memiliki profil yang mirip dengan bahan yang akan dianalisis. Harga bahan acuan yang dikenal dengan sebutan CRM (Certified Reference Material) tentunya tidak murah walaupun dapat dipakai berulang-ulang.
Mendapatkannya pun relatif tidak mudah karena harus
mengimpor dengan waktu yang cukup lama ataupun karena cadangan bahan acuan yang dimaksud tidak tersedia di pasaran. Hal ini tentunya akan menjadi tantangan tersendiri yang cukup menarik untuk dikembangkan, yaitu dengan membuat bahan acuan untuk kadar logam tertentu dalam mineral platinum kadar rendah yang dapat digunakan di laboratorium sendiri. Penelitian ini mencoba untuk menyiapkan bahan acuan untuk menganalisis kadar logam nikel (Ni) yang terdapat dalam mineral platinum berkadar rendah (kadar Pt di bawah 1 ppm) yang masih mengutamakan analisis presisi. Pembuatan bahan acuan ditunjukkan untuk dapat digunakan di dalam laboratorium sendiri terlebih dahulu.
Metode yang digunakan ialah in house
dengan cara Spektrometri Serapan Atom (AAS). Baik untuk menentukan kadar nikel (Ni), keboleh ulangan pengukuran (repeatability) dan penentuan kehomogenan bahan acuan yang dibuat dalam bentuk serbuk. Dalam penelitian ini juga akan dipelajari bagaimana efek prakonsentrasi mineral platinum kadar rendah berdasarkan berat jenis dengan menggunakan cairan bermassa jenis tinggi.
3
Efek prakonsentrasi yang diamati terutama pada kadar silika (SiO2) yang bermassa jenis rendah dan kadar nikel (Ni) pada senyawa yang bermassa jenis tinggi seperti pentlandite dan peridotit yang terdapat di dalam mineral platinum kadar rendah. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penyiapan bahan acuan sendiri baik yang dipakai di dalam laboratorium sendiri maupun yang disertifikasi dengan pengujian diberbagai laboratorium bersertifikat sehingga dapat diproduksi dan digunakan secara massal.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah komposisi komponen mineral utama dari pasir platinum kadar rendah?
2.
Bagaimanakah kehomogenan bahan acuan dan tingkat kepercayaan analisis dengan bahan acuan dihasilkan?
3.
Apa efek prakonsentrasi berdasarkan berat jenis pada kandungan silika (SiO2) dan nikel (Ni) dalam mineral platinum kadar rendah?
4
1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menentukan komposisi mineral utama didalam batuan platinum kadar rendah yang akan digunakan untuk pembuatan bahan acuan.
2.
Menguji kehomogenan bahan acuan serta tingkat kepercayaan analisis.
3.
Menentukan efek prakonsentrasi berdasarkan berat jenis pada kandungan silika (SiO2) dan nikel (Ni) dalam mineral platinum kadar rendah.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjaga agar penelitian tidak terlalu meluas, maka dilakukan pembatasan dalam penelitian ini. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1.
Penentuan komposisi mineral utama dalam pasir platinum kadar rendah dilakukan dengan menggunakan XRD, sedangkan untuk mengetahui kadar komponen utama dan komponen kecil secara keseluruhan digunakan XRF yang jauh lebih sensitif.
2.
Kehomogenan serta tingkat kepercayaan analisis menggunakan bahan acuan diuji meggunakan metode Spektrometri Serapan Atom (AAS) secara in house dan parameter tersebut menjadi penentu layak pakainya bahan acuan.
3.
Karakteristik yang dilakukan terhadap prakonsentrasi berdasarkan berat jenis komponen yang dilakukan ialah berupa pengamatan morfologi menggunakan
5
SEM-EDX, penentuan kadar nikel (Ni) dilakukan dengan menggunakan metode Spektrometri Serapa Atom (AAS) dan penentuan kadar silika (SiO2) dengan metode gravimetri.
1.5 Metode Dalam penelitian ini, digunakan metode eksperimen. Eksperimen berupa analisis menggunakan Spektrometri Serapan Atom dan gravimetri. khusus
yaitu
Scanning
Electron
Microscopy/Energy
Dispersive
Analisis X-ray
(SEM/EDX). Untuk mendukung penelitian yang dilakukan, juga dilakukan studi pustaka mengacu ke jurnal-jurnal, buku-buku terkait, internet dan berbagai macam sumber lainnya.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Platinum dan Sebarannya di Indonesia Nama Platinum berasal dari bahasa Spanyol yaitu platina del Pinto, yang kemudian diartikan “perak kecil dari Sungai Pinto”. Scheffer mendiskripsikan platinum sebagai logam yang kurang lentur dari pada emas, tetapi kekuatan ketahanan terhadap korosinya sama dengan emas.
Gambar 1. Platinum (commons.m.wikimedia.org/wiki/file:platinum_crystals.jpg)
Berikut disajikan karakteristik, sifat fisik dan sifat kimia platinum. Tabel 1. Karakteristik platinum
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Karakteristik Nama Lambang Nomor atom Deret kimia Golongan Periode Blok Penampilan Massa Konfigurasi elektron Jumlah elektron tiap kulit
Keterangan Umum Platina Pt 78 Logram transisi VIII B 6 D Putih keabu-abuan 195,084(9) g/mol [Xe] 4f14 5d9 6s1 2, 8, 18, 32, 17, 1
7
Tabel 2. Sifat fisik platinum
Fase Massa jenis (sekitar suhu kamar) Massa jenis (cair pada titik lebur) Titik lebur Titik didih Kalor peleburan Kalor penguapan Kapasitas kalor (25°C)
Padat 21,45 g/cm3 19,77 g/cm3 2041,4 K 4098 K 22,17 kJ/mol 469 kJ/mol 25,86 J/mol.K
Sifat Kimia Platinum
Semua kompleks Pt adalah diamagnetik. Kompleks-kompleks platina (II) adalah segi empat atau terkoordinasi lima dengan rumus ML42+, ML52+, ML3X2, dimana L adalah ligan netral dan X adalah ion uninegatif.
Platina (IV) membentuk banyak kompleks oktahedral yang inert secara termal dan kinetik, dari yang kationik seperti [Pt(NH3)6Cl4] sampai yang anionik seperti K2(PtCl6).
Asam kloroplatinat adalah suatu garam oksonium, (H3O)2PtCl6. Ia dibentuk sebagai kristal jingga bilamana larutan Pt dalam aqua regia atau dalam HCl jenuh dengan klor, diuapkan.
Platina dapat menyerap gas hidrogen, tahan karat, tahan asam, kecuali oleh aqua regia, dapat rusak oleh halogen, belerang, senyawa sisnida dan basa kuat. Platinum merupakan logam golongan transisi yang terjadi secara alami
dalam tanah aluvial. Persebaran bahan galian dan tambang platinum tidak banyak di indonesia. Sumber mineral platinum yang diketahui saat ini hanya ada di Bengkalis (Riau) dan Martapura (Kalimantan selatan).
8
2.2 Nikel Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik dengan simbol Ni, nomor atom 28 dan massa atom 58,6934 g/mol. Nikel merupakan logam yang berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras, dapat ditempa dan ditarik serta tahan karat. Berikut adalah gambar nikel.
Gambar 2. Nikel (http://id.wikipedia.org/wiki/Nikel)
Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless steel) yang banyak diaplikasikan pada peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak), ornamen-ornamen rumah dan gedung, serta komponen industri. Berikut disajikan karakteristik, sifat fisik dan sifat kimia nikel. Tabel 3. Karakteristik nikel
No. 1 2 3 4
Karakteristik Nama Lambang Nomor Atom Deret Kimia Logam
Keterangan Umum Nikel Ni 28 Transisi
9
No. 5 6 7 8 9 10 11
Karakteristik Golongan Periode Blok Penampilan Massa Konfigurasi Elektron Jumlah Elektron Tiap Kulit
Keterangan Umum VIII B 4 d Kemilau, Metalik 58.6934(2) g/mol [Ar] 3d8 4s2 2, 8, 16, 2
Tabel 4. Sifat fisik nikel
Fase Massa jenis (suhu kamar) Massa jenis (cair pada titik lebur) Titik lebur Titik didih Kalor peleburan Kalor penguapan Kapasitas kalor (25°C) Kemagnetan
Padat 8,908 g/cm3 7,81 g/cm3 1728 K 3186 K 17,48 kJ/mol 377,5 kJ/mol 26,07 J/mol.K Ferromagnetik
Sifat Kimia Nikel
Pada suhu kamar nikel bereaksi lambat dengan udara.
Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO.
Bereaksi dengan Cl2 membentuk klorida (NiCl2).
Bereaksi dengan steam H2O membentuk oksida NiO.
Bereaksi dengan HCl encer dan asam sulfat encer, yang reaksinya berlangsung lambat.
Bereaksi dengan asam nitrat dan aqua regia, Ni segera larut Ni(s) + HNO3(aq) → Ni(NO3)2+(aq) + NO(g) + H2O(l)
Tidak bereaksi dengan basa alkali.
Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam.
10
Nikel bersenyawaan dengan belerang dalam millerite, dengan arsenik dalam galian niccolite, dan dengan arsenik dan belerang dalam (nickel glance). Nikel juga terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan ultra basa seperti peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil konsentrasi residu silica dan pada proses pelapukan batuan beku ultra basa serta sebagai endapan nikel tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit. Sumber bijih nikel yang utama adalah:
Millerit, NiS
Smaltit (Fe, Co, Ni)As
Nikolit (Ni)As
Pentlandite (Ni, Cu, Fe)S
Garnierite (Ni, Mg)SiO3.xH2O Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal
dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut. Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus.
Dalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri
hidroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit dan hematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil. Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan,
11
maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hidrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hidrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit (Ni, Mg)SiO.xH2O.
2.3 Silika dan Silikat Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Mineral silikat dibagi ke dalam kelompok berikut menurut struktur dari anion silikatnya (Deer et al, 1992):
Nesosilicates (lone tetrahedron) – [SiO4]4-, misalnya olivin.
Sorosilicates (double tetrahedra) – [Si2O7]6-, misalnya epidote, kelompok melilite.
Cyclosilicates (cincin) – [SinO3n]2n-, misalnya kelompok tourmaline.
Inosilicates (rantai tunggal) – [SinO3n]2n-, misalnya kelompok pyroxene.
Inosilicates (rantai ganda) – [Si4nO11n]6n-, misalnya kelompok amphibole.
Phyllosilicates (lembaran) – [Si2nO5n]2n-, misalnya mika dan clays.
Tectosicates (struktur 3 dimensi) – [AlxSiyO2(x+y)]x-, misalnya quartz, feldspars, zeolites. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar.
12
Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya. Berikut gambar dari silika yang dilihat dengan mikroskop.
Gambar 3. Partikel silika diatomik dalam air dalam skala 6.236 pixel/µm, seluruh gambar mencakup luas sekitar 1.13 by 0.69 mm (Deer et al, 1992).
Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Terhadap kuarsa tersebut kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau silikat dengan kadar tertentu. Pasir silika atau silikat biasanya menjadi kandungan yang bersifat utama di dalam bijih platinum sebagai base mineral pembentuknya.
13
2.4 Bromoform Bromoform adalah cairan organik yang memiliki massa jenis yang cukup besar dan dignakan untuk memisahkan mineral yang memiliki massa jenis yang lebih rendah dan lebih tinggi dari massa jenis bromoform. Berikut ini adalah sifat-sifat dan karakteristik dari cairan bromoform. Tabel 5. Sifat-sifat dan karakteristik cairan bromoform
Rumus molekul Massa molekul Wujud Densitas (pada 15°C) Titik leleh Titik didih Kelarutan dalam air (pada 30°C) Tekanan uap (pada 20°C)
CHBr3 252,73 g/mol Cairan tidak berwarna hingga kuning jernih 2,889 g/cm3 8.0°C 149,1°C 3,2 g/L 660 Pa
Bromoform juga digunakan untuk menentukan massa jenis partikel mineral tertentu. Bromoform merupakan cairan yang memiliki massa jenis yang besar yaitu 2,89 g/mL. Oleh karena massa jenis yang besar tersebut komponen utama batuan seperti silikat dan mineral ringan lain akan terapung. Prinsip dari proses ekstraksi dengan bromoform ini adalah perbedaan masa jenis. Diharapkan dengan pemisahan secara fisik ini platinum akan menglami proses pemekatan pada fasa tenggelamnya. Teknik prakonsentrasi platinum dapat dilakukan dengan metode floating atau dengan metode sinking.
Metode ini menggunakan cairan organik yaitu
bromoform yang memiliki massa jenis yang cukup besar. Metode floating ini dapat memisahkan mineral-mineral yang berbeda massa jenisnya relatif terhadap
14
massa jenis bromoform. Metode ini merupkan metode yang sudah lama, akan tetapi cukup efektif dalam pemekatan timah. Metode floating ini adalah metode yang menggunakan pendekatan secara fisik. Dengan kata lain, pada metode ini pemisahan akan didasarkan pada perbedaan sifat-sifat fisik zat dalam hal ini adalah perbedaan masa jenis.
2.5 Material Acuan (Reference Material) Reference Material (RM) adalah suatu material atau zat yang salah satu atau lebih dari nilai-nilai elemen kandungannya cukup homogen dan relatif stabil untuk digunakan dalam mengkalibrasi alat, penaksiran suatu metoda pengukuran, atau menetapkan nilai kandungan suatu bahan (CRM IAEA, 2003). Matriks RM adalah suatu bahan/zat dari alam yang mencerminkan suatu sampel laboratorium yang telah dikarakterisasi secara kimia baik satu atau lebih dari elemen atau lainnya dengan nilai ketidakpastian yang diketahui (CRM IAEA, 2003). RM merupakan zat yang belum disertifikasi, sebagian besar penggunaan terbatas pada laboratorium sendiri.
2.6 Analisis Ragam (Analysis of Variance/Anova) Analisis ragam pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher, bapak statistika modern. Analisis ragam (Analysis of Varience, ANOVA) adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Secara umum, analisis ragam menguji dua ragam berdasarkan hipotesis nol bahwa
15
kedua ragam itu sama. Ragam pertama adalah ragam antar contoh dan ragam kedua adalah ragam di dalam masing-masing contoh. Dengan ide semacam ini, analisis ragam dengan dua contoh akan memberikan hasil yang sama dengan uji-t untuk dua rerata (mean). Konsep anaisis ragam didasarkan pada konsep distribusi F dan biasanya dapat diaplikasikan untuk berbagai macam kasus maupun dalam analisis hubungan antara berbagai variabel yang diamati. Dalam perhitungan statistik, analisis ragam sangat dipengaruhi asumsi-asumsi yang digunakan seperti kenormalan dari distribusi, homogenitas variansi dan kebebasan dari kesalahan. Asumsi kenormalan distribusi memberi penjelasan terhadap karakteristik data setiap kelompok.
Asumsi adanya homogenitas variansi menjelaskan bahwa
variansi dalam masing-masing kelompok dianggap sama.
Sedangkan asumsi
bebas menjelaskan bahwa variansi masing-masing terhadap rata-ratanya pada setiap kelompok bersifat saling bebas. Sesuai dengan kebutuhannya analisis ragam dibedakan menjadi dua yaitu analisis ragam satu arah dan analisis ragam dua arah (Ronald, 1997). Analisis ragam satu arah hanya memperhitungkan satu faktor yang menimbulkan variasi, sedangkan analisis ragam dua arah memperhitungkan dua faktor yang menimbulkan variasi.
16
Asumsi dasar dalam analisis ragam: 1.
Kenormalan Setiap harga dalam sampel berasal dari distribusi normal, sehingga distribusi skor sampel dalam kelompok pun hendaknya normal. Kenormalan dapat diatasi dengan memperbanyak sampel dalam kelompok, karena semakin banyak sampel maka distribusi akan mendekati normal. Apabila sampel tiap kelompok kecil dan tidak dapat pula diatasi dengan jalan melakukan transformasi.
2.
Kesamaan Variansi Masing-masing kelompok hendaknya berasal dari populasi yang mempunyai variansi yang sama.
Untuk sampel yang sama pada setiap kelompok,
kesamaan variansi dapat diabaikan.
Tetapi, jika banyaknya sampel pada
masing-masing kelompok tidak sama, maka kesamaan variansi populasi memang sangat diperlukan. 3.
Pengamatan Bebas Sampel hendaknya secara acak (random), sehingga setiap pengamatan merupakan informasi yang bebas. Sebenarnya analisis ragam satu arah dapat dipakai untuk menghadapi
kasus variabel bebas lebih dari satu. Hanya saja analisisnya dilakukan satu per satu, sehingga akan menghadapi banyak kasus (n semakin banyak).
Dengan
melakukan analisis ragam dua arah akan menghindari terjadinya noise (suatu kemungkinan yang menyatakan terdapat suatu efek karena bercampurnya suatu
17
analisis data). Noise ini dapat dihindari pada analisis ragam dua arah karena analisis disini melibatkan kontrol terhadap perbedaan (katagorikal) variabel bebas. Analisis ragam dua arah digunakan dalam penelitian untuk mengatasi perbedaan nilai variabel terikat yang dikategorikan berdasarkan variasi bebas yang banyak dan masing-masing variabel terdiri dari beberapa kelompok. Anova dua arah merupakan penyempurnaan anova satu arah. Rumus analisis ragam satu arah: SST = SSG + SSW SST = total sum of squares (jumlah kuadrat total) yaitu penyebaran agregat nilai data individu melalui beberapa level faktor.
=
−
Keterangan: SST = total sum of squares (jumlah kuadrat total) k = levels of treatment (jumlah populasi) ni = ukuran sampel dari populasi i xij = pengukuran ke-j dari populasi ke-i x = mean keseluruhan (dari seluruh nilai data) SSG/SSB = sum of squares between-grup (jumlah kuadrat antara) yaitu penyebaran diantara mean sampel faktor.
=
(
− )
18
SSW/SSE = sum of squares within-grup (jumlah kuadrat dalam) yaitu penyebaran yang terdapat diantara nilai data dalam sebuah level faktor tertentu.
=
−
Rumus variasi dalam kelompok: MSW = SSW/N-K Keterangan: MSW = Rata-rata variasi dalam kelompok SSW = jumlah kuadrat dalam N-K = derajat bebas dari SSW Rumusan variasi diantara kelompok: MSG = SSG/K-1 MSG/SSW = Rata-rata variasi diantara kelompok SSG = jumlah kuadrat antara K-1 = derajat bebas SSG Tabel 6. Rumus analisis ragam satu arah
Source of varian Between/grup
SS
df
Mean square
SSB/SSG
k–1
Within/error
SSW/SSE
n–k
SSG K−1 SSW MSW = n−1
Total
SST
n–1
MSB =
Fratio F=
SSG SSW
19
2.7 Spektrometri Serapan Atom (AAS) Metode Spektrometri Serapan Atom berprinsip pada absorpsi oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Cahaya pada panjang gelombang tertentu
mempunyai energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom tertentu. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses eksitasi atom akibat penyerapan energi radiasi elektromagnetik
Panjang gelombang yang dipilih harus menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Setiap alat Spektrometer Serapan Atom terdiri atas tiga komponen berikut: 1.
Unit atomisasi
2.
Sumber radiasi
3.
Sistem pengukur fotometrik
20
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur logam menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi yang tinggi. Skema alat Spektrometer Serapan Atom ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema alat AAS (Andi, 2009)
Spektrometri Serapan Atom menjadi metode yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan diantaranya adalah kecepatan analisisnya, dan tidak memerlukan pemisahan. Kelebihan kedua adalah kemungkinan untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada jumlah yang renik. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan unsur yang ditentukan, karena penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan jika katoda berongga yang diperlukan tersedia. Spektrometri ini dapat digunakan untuk menentukan hingga 61 jenis logam. Zat nonlogam yang dapat dianalisis adalah fosfor dan boron. Logam alkali dan alkali tanah paling baik ditentukan dengan metode emisi secara spektrofotometri nyala (Underwood, 1999). Interferensi yang terjadi pada spektrometri serapan atom dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena tumpang tindih absorpsi antara
21
spesi penganggu dan spesi yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat-sifat absorpsi. Karena sempitnya garis emisi pada sumber lampu pijar maka interferensi garis spektral atom jarang terjadi. Adanya hasil-hasil pembakaran pada nyala lampu dapat menyebabkan interferensi spektral. Interferensi spektral ini dapat diatasi dengan menggunakan blanko yang mengandung zat hasil pembakaran tersebut.
Gangguan yang
disebabkan hamburan oleh produk atomisasi mengandung oksida refraktori Ti, Zr, W dapat dihindarkan dengan temperatur dan rasio bahan bakar oksidan dalam nyala. Koreksi sinar latar belakang biasanya juga dilakukan dengan dua metoda pilihan yaitu metoda koreksi sumber sinar kontinu dan metoda koreksi efek Zeeman. Untuk menghindri interferensi, baik standar maupun sampel harus ditambahkan larutan buffer dengan unsur yang terionisasi. Senyawa yang dapat digunakan sebagai buffer ionisasi adalah unsur-unsur dengan potensial ionisasi rendah seperti Na, K, dan Cs.
22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam tahapan penghalusan bijih platinum adalah alat penggiling batuan berjenis ball mill. Penentuan komposisi awal dari sampel bijih platinum dilakukan XRD philips dan XRF. Pengolahan data XRD dilakukan dengan bantuan software Xpowder. Pemisahan dengan menggunakan bromoform berdasarkan berat jenis dilakukan dalam tabung ekstraksi kecil dengan keran tunggal di bawahnya. Penentuan spektrum IR spesi-spesi hasil pemisahan dengan bromoform dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR shimadzu IR prestige-21.
Penentuan konsentrasi besi, kadar natrium, kadar kalium, uji
kebolehan ulangan pengukuran sampel, dan uji kehomogenan kandidat Reference Material (RM) dilakukan dengan Spektrometer Serapan Atom (AAS) AVANTA. Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, labu takar, batang pengaduk, gelas ukur, cawan arloji, tabung reaksi, corong, pipet tetes, pipet ukur, dan pipet volume. Peralatan lainnya yang digunakan dalam penelitian adalah botol semprot, spatula, rak tabung reaksi, serta wadah-wadah zat. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bijih platinum kadar rendah, HCl pekat, HNO3 pekat, aqua DM, bromoform (CHBr3), aqua bidestilata, larutan standar Ni 1000 ppm, larutan standar Na 1000 ppm dan serbuk KBr.
23
3.2 Langkah Kerja Penelitian 3.3.1 Diagram Alir
Bijih platinum dihaluskan
Kandidat RM (200 mesh)
Karakterisasi awal
Penentuan ketidakpastian dengan pengukuran berulang menggunakan AAS
Uji kehomogenan
Gambar 6. Penyiapan Reference Material (RM)
Bijih platinum (200 mesh)
Prakonsentrasi
Bagian tenggelam dan bagian terapung
Uji kadar nikel (Ni) dengan AAS dan SEM-EDX
Uji kadar SiO2 dengan SEM-EDX dan gravimetri
Gambar 7. Efek prakonsentrasi
24
3.3.2 Cara Kerja 3.3.2.1 Preparasi Kandidat Reference Material Sebanyak sekitar 1,2 kg sampel batuan mineral platinum kadar rendah dihaluskan dengan menggunakan gilingan ball mill menjadi serbuk dengan kehalusan – 200 mesh.
Serbuk hasil penggilingan kemudian diayak
dengan ayakan otomatis, serbuk yang tidak lolos ayakan – 200 mesh kemudian digiling kembali hingga ukuran semua serbuk menjadi 200 mesh. Sampel yang telah berukuran – 200 mesh kemudian dikeringkan dalam oven bertemperatur 105°C selama 8 jam. 3.3.2.2 Karakteristik Awal Karekterisasi awal dilakukan dengan metode XRD dan XRF. Sebanyak 1 gram sampel dianalisis dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD) untuk mengetahui komposisi mineral utamanya.
Sebanyak 15 gram
sampel dianalisis dengan menggunakan XRF (X-ray fluoresence) untuk mengetahui komposisi unsur utama dan unsur jejak (trace) yang ada dalam sampel batuan platinum kadar rendah. 3.3.2.3 Uji kehomogenan Kandidat Reference Material Berdasarkan Nikel (Ni) Dan Natrium (Na) Preparasi Sampel Reference Material Yang Akan di Uji Sebanyak 1 kg kandidat Reference Material berukuran – 200 mesh dibagi ke dalam 20 kemasan dengan berat masing-masing yang sama, yaitu sebanyak 50 gram dalam tiap-tiap kemasan.
Dari setiap kemasan
25
kemudian diambil sebanyak sekitar 1,5 gram, dimasukkan dalam gelas kimia, ditambahkan 40 ml aqua regia, kemudian didestruksi pada temperatur 200°C hingga kisat, kemudian ditambahkan 10 ml HCl pekat dan temperatur diturunkan menjadi 50°C.
Setelah dingin, filtrat hasil
destruksi kemudian disaring dan diencerkan dengan aqua DM dalam labu takar 250 mL. Akan didapatkan sebanyak 20 sampel larutan dari kandidat Reference Material yang siap ditentukan kadar Ni dan Na di dalamnya. Pembuatan kurva kalibrasi standar Nikel (Ni) Larutan standar Ni 1000 ppm dibuat dengan melarutkan sebanyak 0,03138 gram Ni(NO3)2 dalam aqua DM kemudian diencerkan hingga 100 mL di dalam labu takar. Dari larutan standar Ni 1000 ppm dibuat larutan standar Ni 100 ppm dengan cara mencampur 10 mL larutan induk 1000 ppm dan diencerkan hingga 100 mL dengan aqua DM. Dari larutan standar Ni 100 ppm dibuat deret larutan standar dengan konsentrasi 1 – 12 ppm. Satu seri larutan standar ini kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrometer Serapan Atom (AAS). Dari absorbans yang diperoleh dapat dibuat kurva kalibrasi larutan standar Ni. Penentuan Kehomogenan Kandidat Reference Material Berdasarkan Kadar Nikel (Ni) Sebanyak 20 sampel larutan hasil destruksi diukur kadar nikelnya dengan menggunakan AAS, masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali. Dari absorban yang diperoleh, dapat ditentukan konsentrasi Ni di dalam
26
masing-masing sampel cairan berdasarkan kurva kalibrasi standar Ni yang telah dibuat sebelumnya. Selanjutnya dilakukan analisis ragam (Anova) berdasarkan uji F pada semua konsentrasi Ni yang didapat dalam pengukuran untuk menentukan tingkat kehomogenan kandidat Reference Material berdasarkan kadar Ni di dalamnya. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Natrium (Na) Larutan standar Na 1000 ppm dibuat dengan melarutkan sebanyak 0,2544 gram NaCl dalam aqua bidestilata kemudian diencerkan hingga 100 mL di dalam labu takar. Dari larutan standar Na 1000 ppm dibuat larutan standar Na 100 ppm dengan cara mencampur 10 mL larutan induk 1000 ppm dan diencerkan hingga 100 mL dengan aqua bidestilata. Dari larutan standar Na 100 ppm dibuat deret larutan standar dengan konsentrasi 1 – 12 ppm. Satu seri larutan standar ini kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektometer Serapan Atom (AAS). Dari absorbans yang diperoleh dapat dibuat kurva kalibrasi larutan standar Na. Penentuan Kehomogenan Kandidat Reference Material Berdasarkan Kadar Natrium (Na) Sebanyak 20 sampel larutan hasil destruksi diukur kadar natriumnya dengan menggunakan AAS, masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali.
Dari absorban yang diperoleh dapat ditentukan
konsentrasi Na di dalam masing-masing sampel cairan berdasarkan kurva kalibrasi standar Na yang telah dibuat sebelumnya. Selanjutnya dilakukan
27
analisis ragam (Anova) berdasarkan uji F pada semua konsentrasi Na yang di dapat dalam pengukuran untuk menentukan tingkat kehomogenan kandidat Reference Material berdasarkan kadar Na di dalamnya. 3.3.2.4 Penentuan Interval Keyakinan Pengukuran Pembuatan Kurva Kalibrasi (Ni) Dari larutan standar Ni 1000 ppm pada prosedur 3.3.2.3 dibuat larutan standar Ni 100 ppm dengan cara mencampur 10 mL larutan induk 1000 ppm dan diencerkan hingga 100 mL dengan aqua DM.
Dari larutan
standar Ni 100 ppm dibuat deret larutan standar dengan konsentrasi 1 – 12 ppm. Satu seri larutan standar ini kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrometer Serapan Atom (AAS). Dari absorbans yang diperoleh dapat dibuat kurva kalibrasi larutan standar Ni. Pengukuran Kadar Nikel (Ni) Secara Berulang dalam Sampel Interval keyakinan ditentukan berdasarkan hasil dari 10 kali pengukuran kadar Ni dalam sampel secara berturut-turut pada satu sampel yang dihasilkan saat preparasi pada prosedur 3.3.2.3. Dari absorbansi dalam 10 kali pengukuran tersebut dapat ditentukan konsentrasi Ni dalam sampel berdasarkan alur kurva kalibrasi standar.
Kemudian berdasarkan
konsentrasi Ni dalam sampel yang diukur sebanyak 10 kali, dapat ditentukan tingkat kepercayaan pengukuran menggunakan Spektrometer Serapan Atom (AAS) tersebut.
28
3.3.2.5 Studi Efek Prakonsentrasi Dengan Bromoform Prakonsentrasi Berdasarkan Berat Jenis Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam 10 mL larutan bromoform di dalam corong pemisah kecil berkeran tunggal dibawahnya.
Aduk campuran sampel dan
bromoform secara perlahan, kemudian didiamkan selama 20 menit hingga campuran terpisah antara fasa tenggelam dan fasa terapung.
Masing-
masing fasa diambil dan dikumpulkan dengan cara disaring dan bromoform sisa prakonsentrasi dikumpulkan untuk digunakan kembali. Prakonsentrasi Sampel untuk Pengukuran Kadar Nikel (Ni) Seluruh fasa tenggelam dan fasa terapung yang terkumpul masing-masing dibagi menjadi 10 bagian dengan massa yang sama. Sebanyak 0,2 gram sampel dari masing-masing fasa tenggelam dan fasa terapung dimasukkan dalam gelas kimia, ditambahkan 20 mL aqua regia, didestruksi pada temperatur 200°C hingga kisat, kemudian ditambahkan 5 mL HCl pekat dan temperatur diturunkan menjadi 50°C.
Setelah dingin, filtrat hasil
destruksi kemudian disaring dan diencerkan dengan aqua DM dalam labu takar 100 mL. Didapatkan 10 sampel filtrat dari fasa tenggelam dan 10 filtrat dari fasa terapung. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Nikel (Ni) Dari larutan standar Ni 1000 ppm pada prosedur 3.3.2.3 dibuat larutan standar Ni 100 ppm dengan cara mencampur 10 mL larutan induk 1000
29
ppm dan diencerkan hingga 100 mL dengan aqua DM.
Dari larutan
standar Ni 100 ppm dibuat deret larutan standar dengan konsentrasi 1 – 12 ppm. Satu seri larutan standar ini kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrometer Serapan Atom (AAS). Dari absorbans yang diperoleh dapat dibuat kurva kalibrasi larutan standar Ni. Pengukuran Kadar Nikel (Ni) dalam Sampel Seluruh sampel hasil destruksi fasa tenggelam dan fasa terapung diukur absorbansinya dengan Spektometer Serapan Atom (AAS) kemudian ditentukan konsentrasi Ni di dalamnya berdasarkan kurva kalibrasi standar Nikel (Ni). Penentuan kadar Silika (SiO2) dan Silikat dengan Metode Gravimetri Sebanyak 1,5 gram dari masing-masing sampel awal, fasa tenggelam dan fasa terapung dimasukkan dalam gelas kimia, ditambahkan 40 mL aqua regia, didestruksi pada temperatur 200°C hingga kisat, kemudian ditambah 5 mL HCl pekat dan temperatur diturunkan menjadi 50°C. Setelah dingin, filtrat hasil destruksi kemudian disaring dan residu yang mengandung kadar silika diambil lalu dikeringkan. Cawan platina kosong ditimbang terlebih dahulu. Masing-masing residu kemudian dimasukkan kedalam cawan platina dan ditimbang kembali massanya.
Residu kemudia
ditambahkan 5 mL larutan HF 6 M dan dipanaskan beberapa lama hingga kering.
Cawan platina kemudian ditimbang kembali.
Kadar silikat
30
ditentukan berdasarkan berat awal dan berat akhir dari cawan platina yang berisi sampel. 3.3.2.6 Analisis SEM-EDX Hasil prakonsentrasi dengan bromoform pada fasa tenggelam dan fasa terapung dianalisis dengan SEM-EDX untuk menentukan perbedaan profil yang terjadi akibat proses prakonsentrasi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, Y., Munawaroh, S., dan Elvandari, H., http://sitimunawaroh4ict.wordpress.com/mata-kuliah/kimiaanorganik/ img_9915/, tanggal akses 21 Oktober 2014 Andriyati, P. Kory, (2012), Penyiapan Material Acuan Penentuan Kadar Besi (Fe) dari Batuan Mineral Emas Kadar Rendah, Tesis Magister ITB. Chemistry, http://henzenalifatis.blogspot.com/2009/12/platinum-ditemukan-untuk -pertama.html?m=1, tanggal akses 20 oktober 2014. Deer, W.A., Home, R.A., Zussman, J., (1992), an Introduction to The Rock Forming Minerals 2nd Edition, London: Longman, ISBN 0582300940. Fuat, http://fastrans22.blogspot.com/2013/06/persebaran-bahan-galian-dantambang.html?m=1, tanggal akses 21 oktober 2014. http://commons.m.wikimedia.org/wiki/file:platinum_crystals.jpg, tanggal akses 21 Oktober 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Nikel, tanggal akses 21 Oktober 2014. Ilhami, S., http://coretansowel.blogspot.com/2013/06/logam-kobalt-dan-nikelkim..., tanggal akses 21 Oktober 2014. Rusli, M. Andi, (2009), Pengembangan Metode Ekstraksi Emas Terhadap Batuan Berkadar Emas Rendah, Skripsi Sarjana ITB. Underwood, A.L., Day, R.A., (1999), Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, Jakarta: Penerbit Erlangga, 382 – 446. Walpole, E. Ronald, (1997), Pengantar Statistika Edisi Ketiga, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 382 – 417.
32
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
3
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
4
1.5 Metode ..............................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
6
2.1 Platinum dan Sebarannya di Indonesia ..............................................
6
2.2 Nikel .................................................................................................
8
2.3 Silika dan Silikat ............................................................................... 11 2.4 Bromoform ....................................................................................... 13 2.5 Material Acuan (Reference Material) ................................................ 14 2.6 Analisis Ragam (Analysis of Variance/Anova) .................................. 14 2.7 Spektrometri Serapan Atom (AAS) ................................................... 19 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 22 3.1 Alat dan Bahan .................................................................................. 22 3.2 Langkah Kerja Penelitian .................................................................. 23
33
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Karakteristik platinum ..............................................................................
6
2.
Sifat fisik platinum ...................................................................................
7
3.
Karakteristik nikel....................................................................................
8
4.
Sifat fisik nikel .........................................................................................
9
5.
Sifat-sifat dan karakteristik cairan bromoform.......................................... 13
6.
Rumus-rumus analisis ragam satu arah ..................................................... 18
34
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Platinum ..................................................................................................
6
2.
Nikel ........................................................................................................
8
3.
Partikel silika diatomik dalam air dalam skala 6.236 pixel/µm, seluruh gambar mencakup luas sekitar 1.13 by 0.69 mm....................................... 12
4.
Proses eksitasi atom akibat penyerapan energi radiasi elektromagnetik .... 19
5.
Skema alat AAS ....................................................................................... 20
6.
Penyiapan reference material.................................................................... 23
7.
Efek prakonsentrasi .................................................................................. 23
35
PENYIAPAN MATERIAL ACUAN PENENTUAN KADAR NIKEL (Ni) DARI BATUAN MINERAL PLATINUM KADAR RENDAH
Oleh HERU AGUNG SAPUTRA
PROPOSAL TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat menjadi calon Mahasiswa Magister Universitas Padjajaran Program Studi Kimia Peminatan Kimia Analitik
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG 2014